Truth

Naruto belongs to Masashi Kishimoto

Story by PhiruFi

Pairing: Gaara & Ino Y.

Genre: Hurt/Comfort & Romance

WARNING: Semi-Canon, Crack Pair, maybe Out of Character, EYD, TYPO, DLDR.

Summary:

Tidak pernah terbayangkan sebelumnya, orang nomer satu di Sunagakure tiba-tiba datang ke Konoha untuk memboyong Yamanaka Ino ke Negeri Angin dan menjadikannya Nyonya Sabaku. Apa ini serius? Atau ada sesuatu dibalik semua ini?

Kalau memang ada rahasia yang harus terbongkar, Ino berharap itu bukan sesuatu yang menyakitkan.

Enjoy read this story~

Saat mentari belum juga menampakkan wujudnya secara utuh bahkan cahayanya masih terasa hangat, kunoichi yang baru genap berumur 19 tahun itu harus direpotkan dengan persiapannya untuk memenuhi panggilan ke gedung Hokage. Sepuluh menit yang lalu, ibunya mengetuk pintu kamarnya dan memberitahu bahwa Rokudaime meminta gadis itu untuk segera menemuinya.

'Cepat, Hime. Sepertinya masalah cukup serius. Kau harus sampai tidak lebih dari 10 menit.'

Begitulah kata Misaki —ibunya. Yang benar saja. Bahkan nyawanya seolah belum terkumpul, tetapi ia harus segera bersiap untuk memenuhi panggilan Hokage pagi buta seperti ini. Boleh tidak ia mengatai seorang Hokage dengan sebutan 'pria gila'? Tentu tidak. Meski menyebalkan, Rokudaime adalah mantan gurunya dulu —menggantikan Asuma tentunya.

Gadis itu memoleskan lipstik peach ke bibir ranumnya. Setelah mengamati pantulan dirinya di cermin besar, gadis itu keluar dari kamarnya dan turun ke lantai dasar kediaman Yamanaka.

"Hime, sarapan dulu. Kaa-san sudah buatkan roti isi dan susu kesukaanmu." Misaki meletakkan segelas susu rendah lemak kesukaan putrinya di atas meja makan.

"Tidak, Kaa-san. Aku sudah sangat terlambat. Rokudaime pasti sudah menunggu," tolak Ino.

Ino mengecup pipi kiri ibunya sebelum ia mengenakan sepatu ninja dan keluar dari rumahnya menuju gedung Hokage.

.

.

.

Bolehkah sekarang Ino benar-benar mengumpat untuk sikap semena-mena Hokage? Berlari sekali pun tidak akan membuat waktu berhenti sejenak. Jarak rumah ke gedung Hokage cukup jauh dan itu cukup membuat Ino terengah. Bukan karena lelah, lebih tepatnya karena tergesa-gesa dan diburu waktu. Takut kalau saja Hokage marah karena ia terlambat, walau sebenarnya itu tidak mungkin. Kakashi tidak pernah marah sama sekali terhadapnya.

Sebelum membuka pintu ruangan di mana Hokage bertugas, Ino terlebih dahulu merapikan rambutnya yang ia gerai. Berlari membuat rambutnya menjadi sedikit berantakan. Ia tidak mau terlihat buruk di mata orang lain. Yamanaka Ino harus tampil sempurna.

Ino meraih gagang pintu. Sebelum memutar knop, ia mengatur napasnya agar kembali normal.

Ceklek!

Ino sedikit terkejut. Tidak hanya ada Kakashi, Shikamaru dan Shizune, tetapi kali ini ada Kazekage. Sedang apa? Tidak ada acara spesial atau bahkan penyambutan oleh warga desa atas kedatangan orang nomor satu di Sunagakure itu juga tidak diselenggarakan. Sebelum langkahnya semakin jauh dari pintu, Ino terlebih dahulu menutupnya. Sedikit gugup ia berjalan mendekat ke depan meja Hokage. Ino sempat membungkukkan badannya sesaat setelah berhenti di samping Sang Kazekage.

"Maaf atas keterlambatanku, Kakashi-sensei." Lagi, Ino sedikit membungkukkan badannya untuk meminta maaf.

Bukan karena lancang atau sikap kurang ajar, Ino memang biasa memanggil Rokudaime dengan sebutan guru. Lagipula Hokage itu sama sekali tidak protes. Malah, jika Ino terlalu formal, Kakashi akan meminta Ino kembali memanggilnya dengan sebutan guru. Sebutan sensei terdengar lebih akrab.

"Tidak masalah." Kakashi tersenyum hingga kedua matanya menyipit.

"Jadi, apakah ada misi yang mendesak?" tanya Ino.

Sejujurnya Ino agak bingung. Kemarin ia baru saja pulang dari misi dan sekarang ia kembali dipanggil. Jika melihat aturan lama, seharusnya shinobi boleh menerima misi lagi setelah mendapat libur setidaknya dua atau tiga hari. Saat ini, Ino menyimpulkan memang ada tugas yang mendesak dan amat penting untuk diselesaikan.

"Tidak. Sebenarnya bukan aku yang memanggilmu. Aku tidak ada urusan, tapi ini permintaan Kazekage," ujar Kakashi. Pandangannya yang semula tertuju ke arah Ino, kini teralih untuk menatap Gaara.

"Eh?" Dengan cepat Ino menoleh ke arah Gaara yang dari tadi berdiri di sampingnya.

Urusan dengan pemimpin desa Suna. Apa itu artinya misinya adalah pergi ke desa gersang itu? Lalu mengapa harus repot singgah ke Konoha? Bukankah lebih mudah mengajukan misi hanya dengan surat perintah resmi bercap Suna?

"Maksud Sensei, aku mendapat misi untuk ke Suna?" tanya Ino penasaran. Ia masih melihat ke arah Kazekage untuk meminta kejelasan.

"Aku mengambilmu untuk menjadi bagian dari Sunagakure," jawab Gaara.

Mendengarkan jawaban yang keluar dari mulut Kazekage membuat Ino menelengkan kepalanya.

Apa tadi yang dikatakan Kazekage?

Apa tidak salah dengar? Barusan Kazekage 'mengambil' Ino untuk menjadi bagian dari Sunagakure. Dengan kata lain, Ino akan menjadi shinobi Suna, bukan Konoha lagi.

Tunggu, memangnya hal seperti itu bisa?

Lagipula mengapa Gaara memilih kata 'mengambil'? Bukankah terdengar seperti sebuah barang yang dapat dipindah tangan?

"Hokage-sama?" panggil Ino. Jika Ino sudah dalam mode serius, ia tanpa sadar memanggil Rokudaime dengan panggilan yang formal.

Kakashi menghela napasnya sejenak sebelum menjawab panggilan Ino.

"Kau pintar, Ino. Aku rasa kau paham tanpa harus dijelaskan dengan detail." Kakashi menautkan jemarinya dan menatap Ino dengan ekspresi yang sulit dijelaskan.

Ino menggelengkan kepalanya sejenak, "Aku hanya tidak ingin salah mengartikan."

"Lagipula aku terlihat seperti sebuah barang yang diserahkan kepada orang lain," lanjut Ino. Ia tidak tahan jika harus memendam perasaan ketidaksukaannya akibat dari kata yang salah diucapkan Gaara.

"Apa kau butuh pernyataan yang lebih jelas?" tanya Gaara tak terduga.

Ino kembali memperhatikan Sang Kazekage dengan keseriusan.

"Tentu," jawab Ino singkat.

Aquamarine bertemu dengan Turqoise. Beberapa detik sempat hening saat kedua manusia berbeda gender itu saling menatap.

"Aku akan menjadikanmu, Yamanaka Ino sebagai bagian dari desaku..." Gaara memberi jeda.

"Aku memintamu untuk menjadi istriku," lanjutnya. Pemuda itu mengatakan maksudnya dengan ekspresi datar tanpa ada rasa keraguan sedikit pun.

Jika saat ini Ino tengah makan atau minum, mungkin saja gadis itu akan mati muda akibat tersedak. Beruntung, Kami-sama sedang berbaik hati kepadanya.

Ino mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia sempat mengusap telinganya kanannya, barang kali ada sesuatu yang menghalangi pendengarannya.

Belum sempat Ino mengatasi keterkejutannya, Gaara kembali bertanya, "Apa sudah cukup untuk menjawab ketidaktahuanmu itu?"

Ino memberikan isyarat dengan tangan kanannya. Ia menyuruh Gaara untuk diam dan menunggunya mengatur detak jantung. Berikan sedikit waktu bagi Ino untuk mencerna kalimat itu.

Istri.

Jadi maksud Gaara datang ke Konoha adalah untuk melamarnya. Bukankah bisa dibilang begitu? Ya, mungkin pemuda di sampingnya ini memang tidak pandai menyusun kata-kata dengan baik dan benar.

Secara hukum atau aturan yang berlaku di dunia shinobi memang jelas tertulis bahwa seorang Kage tidak bisa meminta atau memaksa shinobi dari daerah lain untuk menjadi bagian dari negara atau desanya. Seorang shinobi hanya dapat menjadi bagian dari negara atau desa itu jika menikahi shinobi negara tersebut.

'Aku memintamu untuk menjadi istriku.'

Seorang pemuda baru saja melamarnya. Bukan pemuda biasa tentunya. Pemuda itu adalah seorang Kazekage. Seseorang yang terhormat dan disegani melamar seorang kunoichi biasa tanpa gelar dan kedudukan.

Benar begitu?

"Apakah aku punya waktu untuk berbicara empat mata denganmu, Hokage-sama?" tanya Ino.

"Tentu," balas Kakashi singkat.

Kedua mantan guru dan murid itu berjalan keluar ruang Hokage dan memilih ruang kosong di sebelah kiri yang menjadi tempat penyimpanan berkas lama. Banyak debu hingga menyebabkan Ino bersin beberapa kali.

"Ini satu-satunya tempat terdekat dari ruanganku, Ino." Kakashi menutup pintu. Ia memang memilih untuk pergi sebentar dibanding mengusir tamunya, apalagi tamunya adalah seorang Kazekage. Biarkan saat ini, Shikamaru dan Shizune mengurus Gaara sebentar selagi ia berbicara dengan Ino.

Ino mengusap hidungnya. Ia tidak kuat dengan debu yang terlalu banyak. Sekarang hidungnya sudah merah mirip seperti orang yang terkena flu.

"Mengapa Sensei menyerahkanku kepada Kazekage?" tanya Ino dengan penuh penekanan pada setiap katanya. Ia kesal, jujur saja.

Bagaimana tidak? Ia adalah salah satu kunoichi terbaik diangkatnya dan bahkan ia juga turut andil dalam perang dunia shinobi. Lalu mengapa dengan mudah bahkan tanpa meminta pendapatnya, Kakashi langsung saja menyetujui hal itu.

"Bukankah ini masalah perasaan?" tanya balik Kakashi.

Ino menelengkan kepalanya, "Perasaan?"

Kakashi mengangkat bahunya sejenak, "Jika Gaara melamarmu, itu artinya dia menyukaimu. Bukankah begitu?"

Ino hampir mengumpat.

"Kami bahkan tidak pernah berbicara sebelumnya. Aku dan Kazekage tidak saling mengenal," jawab Ino. Ia mati-matian berusaha untuk menahan amarahnya.

"Itu alasannya mengapa Gaara ingin membawamu ke Suna. Barangkali ia ingin mengenalmu lebih dekat sebelum pernikahan diadakan." Kakashi memasukkan tangannya ke saku celana. Ia bersikap santai seperti biasanya tidak seperti Ino yang terlihat gelisah.

"Tunggu... Apa Kazekage sudah memutuskan tanggal berapa kami menikah?" tanya Ino dengan keraguan. Lidahnya terasa aneh saat mengucapkan kata 'menikah'.

Jauh hari sebelum ini, Ino tidak lagi terlalu memusingkan diri untuk membayangkan pernikahan yang selalu dimimpikan olehnya saat remaja. Urusan pernikahan itu bukanlah prioritas sekarang. Dengan siapa dan kapan hari itu terjadi, Ino bahkan tidak pernah memikirkannya lagi. Mungkin terakhir, sejak kepulangan Sasuke setelah perang selesai. Kini ia berusaha mengubur dalam-dalam cinta lamanya itu. Ino tidak lagi menyukai Sasuke, atau mungkin belum. Ia sedang dalam proses untuk benar-benar melupakan pemuda Uchiha itu. Sekarang Ino Yamanaka tidak lagi menghabiskan banyak waktu untuk melamunkan sebuah kisah romansa dengan Sasuke Uchiha.

"Dua minggu terhitung dari hari ini."

"Apa?!" Ino memekik.

"Gila! Ibuku saja pasti belum tau soal ini." Ino memijit pelipisnya.

"Lagipula mengapa Kazekage melamarku di depanmu, Hokage-sama?" lanjutnya.

Kakashi tersenyum samar, "Gaara tau, Inoichi-san sudah tiada."

Ino menunduk. Ia menatap lantai yang ia pijak.

Benar. Seharusnya Ino senang, Gaara adalah pemuda yang sopan. Ino mulai berpikir bahwa Gaara bukan tipikal pemuda yang tau tentang urusan percintaan atau sejenisnya. Atau mungkin saja, Gaara menganggap Kakashi adalah wali Ino, terlepas dari urusan status tempat tinggal Ino nanti yang harus diurus dengan pemimpin Konoha itu.

"Ini tidak akan sulit, Ino. Gaara adalah orang yang baik. Kau akan bahagia," ujar Kakashi.

Pening. Entah mengapa tiba-tiba saja kepala Ino terasa berputar. Ia tidak sedang sakit, hanya gugup dan sedikit marah.

"Aku yakin Kazekage akan segera menemui ibumu." Kembali Kakashi berujar dengan entengnya.

"Aku curiga, pasti ada rahasia antara kalian, 'kan?" Ino mengamati Kakashi dengan tatapan menyelidik.

Kakashi lantas tertawa pelan, "Hentikan kecurigaanmu itu, Ino."

"Aku rasa ini sudah cukup. Cepat temui Kazekage." Kakashi berbalik dan lebih dulu keluar dari ruangan itu.

"Arg!" Ino menarik rambutnya sendiri. Hatinya merasa kesal. Jika begini, bukankah artinya ia tidak terlalu berharga bagi desanya?

.

.

.

"Kami akan segera kembali ke Suna. Terima kasih, Rokudaime."

Sesaat setelah Ino kembali ke ruangan Hokage, Gaara pamit tentunya bersama dengan dirinya.

Ke Suna?

Yang benar saja. Jangan bercanda.

"Apa kau sudah siap?" tanya Gaara memecah keheningan.

Keduanya berjalan berdampingan menuruni tangga. Gedung ini sepi, mungkin karena masih pagi. Biasanya Ino benci keheningan, tetapi saat berjalan bersama Kazekage, ia malah berharap pemuda bertato 'ai' itu diam.

"Maaf?" Ino menoleh sejenak.

"Pagi ini kita akan kembali ke Suna." Gaara menjawab tanpa melihat ke arah Ino.

Sepertinya kata 'kembali' hanya pas untuk Gaara, tidak dengan Ino. Suna bukan rumahnya. Mengapa ia harus kembali?

"Aku harus izin dengan ibuku dulu dan membawa beberapa barang tentunya. Apa anda keberatan?" tanya Ino dengan hati-hati.

Jaga sikapmu, Ino. Orang yang sedang kau aja berbicara adalah seorang Kazekage. Tidak boleh asal berbicara jika ingin citramu terlihat baik.

"Tentu. Sepertinya aku harus mengatakan ini pada ibumu," balas Gaara.

"Tidak!" cegah Ino. Kini ia berhenti di depan Gaara dengan kedua tangan menyetop pemuda itu.

Gaara berhenti sambil mengamati tingkah Ino.

"Mengapa?" tanya Gaara dengan nada datarnya.

Buru-buru Ino menurunkan kedua tangannya. Ia kelepasan.

"Anda tidak perlu menemui ibuku. Maksudku, biar aku saja yang bilang. Anda cukup menunggu saja. Di gerbang Konoha," jawab Ino. Tanpa sengaja, Ino malah mengatur seorang Kazekage.

"Baiklah." Gaara sedikit bergeser dan melanjutkan perjalanannya yang tertunda akibat ulah Ino.

Ino menghela napas lega. Ia tidak perlu bernapas dengan hati-hati sama seperti saat berjalan dengan Kazekage. Ia bebas menggerutu atau pun mengumpat karena tidak akan ada yang tau. Yang terpenting, Gaara tidak akan tahu sisi buruknya itu. Begitu ia sampai di rumah, ibunya menyambut dengan seulas senyum tipis.

"Bagaimana, Hime? Apa ada misi mendesak?" tanya Misaki.

Ino meringis. Ia tidak mungkin memberitahu ibunya tentang apa yang sebenarnya terjadi. Ia tidak mau ibunya banyak bertanya dan ia akan semakin lama di rumah. Ia harus ingat, Kazekage akan semakin menunggu lama di gerbang Konoha. Memberitahu ibunya sekarang bukanlah keputusan yang tepat. Belum saatnya. Biarkan nanti, mungkin setelah satu minggu atau bahkan lebih.

"Hanya misi ke Suna, selama dua minggu," jawab Ino berbohong. Pasalnya ia sendiri tidak tahu harus berapa lama tinggal di Suna sebelum pernikahan. Gaara sekali tidak memberitahunya secara langsung. Setelah ini, Ino harus bicara dengan Gaara.

Misaki mengangguk paham, "Lama juga, ya."

"Kaa-san bantu membereskan apa yang kau butuhkan." Keduanya berjalan ke kamar Ino.

Ino memasukkan beberapa pakaian ke dalam tas ungunya. Ia juga mengambil benda paling wajib dibawa saat berada di daerah beriklim panas dan kering itu —sunscreen.

"Misi apa sampai selama itu?" tanya Misaki.

Pergerakan tangan Ino terhenti. Ia meneguk ludahnya sendiri. Biasanya memang ibunya itu tidak banyak ingin tahu. Mungkin karena Ino akan berada di Suna cukup lama. Ibunya itu khawatir atau bahkan kesepian selepas kepergian suaminya.

"Hanya membantu merawat tumbuhan obat di rumah kaca." Lagi, Ino harus berbohong.

"Kaa-san tenang saja, aku akan menyempatkan diri untuk mengirim surat," ujar Ino. Ia meninggalkan tas ranselnya dan melangkah mendekat ke arah ibunya.

Ino memeluk Misaki dengan erat. Rasanya tidak tega harus meninggalkan ibunya selama itu. Apalagi setelah ayahnya gugur dalam peperangan, rumah menjadi sepi. Hanya Ino yang menjadi teman mengobrol Misaki. Tapi ia tidak punya pilihan.

"Jaga dirimu baik-baik, Hime." Misaki mengelus kepala Ino dengan sayang.

"Kaa-san juga. Jangan terlalu memaksakan diri untuk membuka toko terlalu lama. Sampai siang saja dan beristirahatlah saat lelah," pesan Ino.

Misaki mengantar Ino sampai ke depan rumah. Misaki membalas lambaian tangan Ino sampai putrinya itu benar-benar menghilang dari pandangannya.

.

.

.

Setengah berlari Ino menghampiri Kazekage yang sedang berdiri di dekat pos keamanan. Rupanya Gaara sedang berbincang dengan Izumo yang bertugas menjaga keamanan pintu masuk pagi ini. Tidak hanya ada mereka berdua, tetapi keberadaan Kankuro terlihat lebih mencolok dengan setelan hitamnya. Jangan heran, tentu saja Kankuro mengawal Gaara.

"Maaf membuat anda menunggu lama," ujar Ino. Ia membungkukkan badannya.

"Tidak. Ayo berangkat sekarang," balas Kankuro.

Ino membungkukkan badannya sejenak ke arah Izumo. Setelah berpamitan, ketiganya berjalan dengan canggung. Ino berjalan dengan kaku di tengah-tengah dua pemuda sedarah itu. Kankuro di kiri dan Gaara di kanan. Justru sekarang terlihat Ino yang sedang dijaga oleh dua pengawal laki-laki.

Baru beberapa langkah dari gerbang Konoha, suasana terasa semakin canggung. Tidak ada yang memulai perbincangan. Kedua pemuda di samping Ino hanya diam. Bukankah itu aneh? Mereka saudara tetapi tidak terlihat akrab. Ino sempat mengelus dadanya. Suna dan Konoha itu tidak dekat. Di setiap langkah kalinya, Ino mengumpulkan sisa-sisa kesabarannya. Ino benar-benar benci keheningan seperti sekarang. Ia yakin, perjalanannya kali ini akan terasa membosankan, melelahkan dan menyebalkan.

"Bahkan belum terlalu jauh dari tempatku lahir, aku sudah merasa tidak betah," batin Ino.

Grab!

Ino membelalakkan matanya. Ino sangat terkejut saat ia merasakan tangan hangat menyentuh permukaan kulit perutnya. Ia menyadari pemilik tangan itu adalah Gaara. Ia menoleh dan kedua pipinya memerah.

"Ap—!"

Belum sempat Ino bertanya, Gaara terlebih dulu berkata, "Aku tidak bermaksud kurang ajar denganmu. Aku hanya tidak ingin kau jatuh."

Setelah itu, ia merasakan kakinya tidak lagi menapak tanah. Lebih tepatnya ia kini mulai terbang.

Ino menunduk dan mendapati dirinya berdiri di atas pasir Gaara.

"Orang ini benar-benar— B-bodoh!" batin Ino kesal.

"Dengan pasir Gaara, kita akan lebih cepat sampai ke Suna. Pegangan, Ino. Kau belum terbiasa berdiri di pasir Gaara, 'kan?" tanya Kankuro. Sama seperti Ino, pasir Gaara juga membantu Kankuro mengambang di atas permukaan tanah.

"Iya, tapi— Hei!" Ino memekik saat kecepatan dari pasir Gaara sedikit bertambah tanpa ada peringatan. Ia refleks memeluk tubuh Gaara.

"Pffft. Apa kubilang," ucap Kankuro.

"M-maaf." Ino menyadari tindakannya. Ia ingin melepaskan pelukannya tetapi suara Gaara menahan gerakannya.

"Aku tidak keberatan."

Ino mengangguk dengan malu. Kedua tangannya kembali memeluk tubuh Gaara. Masa bodoh, ia lebih mementingkan keselamatan meskipun Kankuro menertawainya sekarang. Setidaknya dengan begini, mereka cepat sampai ke Sunagakure dan setelah itu Ino akan mengambil sedikit jarak dengan Kazekage.

-to be continued-

Halo! Ketemu lagi sama aku tapi dengan cerita baru. Maaf sekali, rasanya pengen publish ini. Tapi aku menyadari kalau masih ada cerita lain yang harus diselesaikan. Maka dari itu aku meminta maaf.

Dan lagi, aku tidak terlalu pintar meletakkan tbc. Jadi aku juga ingin minta maaf.

Sebenarnya, ide cerita ini muncul saat inget kalau bulan ini event-nya GaaraIno. Aku pengen ikut berpartisipasi dalam event, cuma karena aku merasa waktunya ga cukup kalau selesai bulan ini mengingat aku yang update ga rutin, jadi aku memutuskan untuk tidak jadi ikut. Tapi aku tetap menulis untuk menambah arsip dan asupan para shipper GaaraIno. Semoga kalian suka, ya.

Tenang, aku tidak lupa dengan cerita lain. Pasti aku update. Aku harap kalian mau menungguku dengan setia. Maaf jika aku sering mengecewakan.

Jangan lupa review-nya, ya! Tanggapan, kritik dan saran kalian yang membangun, sangat berarti untukku.

See you next chapter~