"Tidak akan ada yang berubah. Aku yakin, Ino akan tetep menikah dengan Gaara," jawab Sakura dengan mantap.
Nada bicara Sakura memang terdengar penuh keyakinan, tetapi sebenarnya gadis itu sedang menyembunyikan kekhawatiran. Kedua tangannya yang menggantung bebas di sisi kanan dan kiri tubuhnya sedang mengepal dengan kuat. Itu gelagat yang selalu Sakura perlihatkan setiap kali gadis itu membicarakan topik yang tidak pernah ia sukai.
"Sekarang kau terlihat seperti seorang pengecut yang tak berani mengungkapkan perasaanmu selama ini, Sasuke- kun. Atau sejujurnya... kau memilih diam karena kau ingin menjaga perasaanku juga?" tanya Sakura.
Tak banyak yang diharapkan Sakura sebab ia tahu jawaban atas pertanyaannya itu. Ia hanya ingin melihat sejauh mana Sasuke akan bertindak. Selain itu, ia melakukannya semata-mata hanya untuk menghibur dirinya yang sedang patah hati.
Sasuke masih betah menutup mulutnya dengan rapat. Alih-alih menjawab, pemuda itu tetap bungkam sambil menatap paras Ino yang terlihat begitu lelah. Sampai detik ini gadis Yamanaka itu belum juga sadar.
"Aku harap kau mau mendengarkanku untuk kali ini saja, Sasuke- kun. Jangan katakan itu kepadanya. Kau hanya akan membuatnya bingung," lanjut Sakura.
Sebab tak ada lagi yang bisa Sakura lakukan, gadis itu memilih untuk memengaruhi Sasuke. Satu-satunya yang Sakura inginkan adalah Sasuke tetap diam dan bersikap seolah perasaannya itu tak pernah ada. Ia tidak ingin Sasuke mengungkapkan perasaannya kepada Ino. Jika itu terjadi, artinya ia kalah bersaing dengan Ino dalam hal percintaan.
"Bisa kau tinggalkan kami, Sakura?" tanya Sasuke.
Meskipun secara tersirat Sasuke telah menolak perasaan Sakura, ia masih menghormati gadis itu sebagai rekan timnya. Tidak ada alasan yang mengharuskan Sasuke bersikap kasar kepada Sakura. Banyak hal yang telah terjadi saat ia berada dalam kegelapan, termasuk keinginan Sasuke untuk membunuh Sakura, jadi sudah seharusnya ia tidak membuat dosa yang lain terhadap gadis itu. Bagi Sasuke, gadis itu selamanya akan memiliki tempat khusus di hidupnya, sama seperti Naruto dan Kakashi. Tidak ada yang bisa memutuskan ikatan Tim 7.
"Sasuke- kun, jangan katakan apapun. Aku mohon," pinta Sakura.
Semua orang tahu, melepaskan bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, apalagi Sasuke adalah cinta pertamanya. Sakura bisa sehebat ini berkat Sasuke. Gadis itu ingin berjalan sejajar dengan cinta pertamanya, jadi mustahil untuk melupakan Sasuke.
'Aku menyukai Ino.'
Penggalan memori beberapa bulan yang lalu kembali terlintas di benak Sakura. Saat Sasuke singgah di Konoha untuk sementara waktu, pemuda itu menemui Sakura hanya untuk menghancurkan hatinya. Awalnya Sakura berpikir jika cintanya akan terbalaskan saat itu juga. Namun, ia malah mendengar satu pernyataan yang begitu menampar hidupnya.
Meskipun perasaannya tertolak, sampai detik ini Sakura tidak akan menyerah untuk mengejar cintanya. Barangkali masih ada kesempatan. Seperti halnya ia berjuang mati-matian untuk sejajar dengan Naruto dan Sasuke, ia akan melakukan hal yang sama demi mendapatkan cintanya itu. Sekalipun persentase mendapatkan cinta Sasuke itu kecil, Sakura akan tetap mengupayakan berbagai cara. Bila menjadi jahat adalah caranya, maka ia akan melakukan itu.
Jika demikian, itu cinta atau obsesi?
"Kumohon, Sasuke -kun... Aku mencintaimu. Setelah apa yang kita lalui, tolong jangan mengabaikan perasaanku lagi," pinta Sakura sambil menahan tangisannya agar tidak pecah.
"Aku menantimu selama ini, bahkan aku rela mengkhianati desaku jika waktu itu kau mengajakku pergi! Apa itu tidak cukup?!"
Sakura kelepasan. Gadis itu sedikit meninggikan suaranya.
"Sasuke- kun?" panggil Sakura.
Sebab tak ada jawaban dari Sasuke, akhirnya Sakura menyerah. Dengan berat hati, gadis itu meninggalkan ruangan sahabatnya dengan perasaan yang hancur.
Setelah menutup kembali pintu ruangan itu, Sakura tidak langsung pergi dari tempatnya. Gadis itu mencengkeram knop pintu dengan erat dan menajamkan indera pendengarannya. Selain beralibi bahwa ia sedang bertugas untuk menjaga Ino sesuai dengan perintah Sang Kazekage, gadis itu bermaksud untuk menguping perkataan Sasuke.
Sementara Sakura masih harap-harap cemas di depan ruangan Ino, Sasuke tidak sedikitpun berpindah dari tempatnya berdiri. Sebelumnya tidak ada di pikiran Sasuke jika memperhatikan Ino termasuk ke dalam kegiatan yang tidak akan pernah membuatnya bosan. Ia betah memandangi detail pahatan Sang Dewa pada setiap jengkal wajah gadis itu.
Cukup lama Sasuke diam di posisi itu hingga akhirnya ia mengambil kursi windsor di sudut ruangan untuk didudukinya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, pemuda itu menunggu seseorang di rumah sakit.
Apa yang diharapkan Sakura? Sasuke bermonolog dan ia akan mendengar semua keluh kesah dan perasaan pemuda itu? Tidak akan mungkin! Kenyataannya Sasuke tidak berkata apapun selain memandangi wajah Ino. Karena kecewa, Sakura memutuskan untuk pergi dari depan ruangan Ino dan berusaha melupakan kedua sahabatnya itu untuk sementara waktu. Ia bahkan melupakan tugasnya untuk menjaga Ino.
Tidak lama setelah Sakura pergi, seorang perawat datang untuk memeriksa keadaan Ino.
"Bagaimana kondisinya?" tanya Sasuke.
"Seharusnya Nona Ino sudah sadar. Efek anestesinya mungkin sebentar lagi akan hilang," jawab perawat itu.
Sebelum perawat itu mengganti cairan infus dengan yang baru, ia menjelaskan sedikit tentang kondisi Ino. Penjelasan perawat itu sama seperti yang dikatakan oleh Tsunade kepada Gaara. Lalu, ia sepenuhnya menghadap ke arah Sasuke untuk menyampaikan pesan lainnya.
"Dibeberapa kasus keracunan yang mengakibatkan kelumpuhan, pasien akan mengalami syok pascaoperasi. Jadi tolong perhatikan pasien dengan teliti. Jika anda dan pasien mengalami kesulitan, mohon panggil saya segera," pesan perawat itu.
Sasuke mengangguk singkat dan akan mengingat pesan itu. Akan tetapi, ia yakin jika Ino bangun nanti, tidak akan ada yang terjadi pada gadis itu. Sama seperti dirinya, Ino juga seorang shinobi. Jadi, seharusnya Sasuke tidak perlu terlalu khawatir dengan kondisi Ino.
Setelah perawat itu pamit pergi, ruangan Ino kembali hening. Kini ruangan serba putih itu didominasi oleh suara jam dinding yang berdetak setiap detiknya. Lima belas menit sudah berlalu, tetapi sepasang netra berwarna aquamarine milik gadis itu masih enggan menunjukkan keelokannya.
"Cepatlah bangun, Ino." Akhirnya Sasuke berbicara.
Pemuda itu merogoh saku celananya. Ia hendak mengambil sesuatu yang sejak tadi ia simpan. Selama benda itu ada di sana, Sasuke selalu mengecek isi saku celananya setiap menit untuk memastikan bahwa benda yang mungkin berharga bagi pemiliknya itu tidak akan hilang.
Sasuke mengeluarkan benda itu dari dalam saku celananya. Setelahnya ia meraih tangan kanan Ino dan membiarkan gadis itu menggenggam benda tersebut dengan lemah.
"Kau pasti akan mencarinya," katanya.
Setelah meletakkan benda itu di kepalan tangan Ino, Sasuke tidak segera melepaskan genggamannya. Jika orang lain melihatnya, mungkin Sasuke bisa disebut curi-curi kesempatan. Bila dibandingkan dengan miliknya, tangan Ino jauh lebih kecil dan lembut. Gadis itu seperti tidak pernah melakukan pekerjaan kasar, padahal mereka sama-sama seorang shinobi.
Cukup lama Sasuke menggenggam tangan Ino. Kalau saja kelopak mata gadis itu tidak membuka perlahan, ia tidak akan melepaskannya. Saat Sasuke mulai menyadari jika Ino sudah bangun, dengan hati-hati ia melepaskan genggaman tangannya itu.
"Sasuke -kun," ucap Ino saat pertama kali gadis itu sadar dari pengaruh obat biusnya.
Ino pikir Gaara akan menjadi laki-laki pertama yang ia lihat saat dirinya siuman. Namun, ternyata Sasuke-lah orang yang pertama kali Ino lihat. Sedikit aneh, tetapi Ino berusaha mengabaikannya. Barangkali Sasuke merasa bertanggung jawab karena saat penyerangan terjadi, pemuda itu berada di dekatnya.
"Kau tidak diperbolehkan banyak bergerak," cegah Sasuke saat ia melihat Ino berusaha bangun dari posisi tidurnya.
"Aku hanya ingin duduk. Bisa bantu aku?" tanya Ino.
Sasuke memang tidak menjawab, tetapi pemuda itu tetap membantu Ino dengan cara memutar engkol pada hospital bed searah jarum jam untuk menaikkan ranjang tersebut.
"Terima kasih," ucap Ino setelah ia bisa duduk dengan nyaman di atas ranjangnya itu.
"Tanganku terasa kebas. Apa selamanya akan seperti ini?" tanya Ino sambil memandangi tangan kanannya yang mati rasa.
"Oh, ini..."
Wajah Ino tampak terkejut saat ia melihat benda berharga miliknya berada di kepalan tangan kanannya. Benda itu tidak seharusnya berada di sana. Kalau saja Ino tidak mengarahkan pandangannya ke tangannya itu, gadis itu tidak akan sadar jika ia sedang menggenggam sesuatu. Maklum, untuk saat ini ia tidak bisa merasakan tangan kanannya.
"Benda itu terjatuh. Aku kembali ke lokasi penyeranganmu dan melihat benda berkilau ini tergeletak di tanah," jawab Sasuke.
Ino terlihat menghela napasnya dengan lega. Ia tidak bisa membayangkan jika benda itu hilang. Beruntung Sasuke mengecek kembali area perbatasan Konoha dan menyadari jika benda itu adalah miliknya. Ia akan sangat panik dan sedih jika benda itu benar-benar hilang.
Benda itu adalah salah satu dari sekian banyaknya kado ulang tahun yang ia dapatkan dari ayahnya. Inoichi memberikan benda itu sebagai hadiah ulang tahun Ino yang ke-17, alias hadiah terakhir yang diberikan ayahnya sebelum pemimpin clan Yamanaka itu tewas di medan perang.
"Bagaimana kau tahu jika kalung ini milikku?" tanya Ino penasaran sambil meraih benda itu dengan tangan kirinya.
Kalung itu bukan benda yang mahal. Itu hanyalah kalung emas biasa dengan liontin bunga cosmos asli yang diawetkan dengan resin akrilik. Nominalnya tidak seberapa, tetapi kalung itu merupakan hasil tangan ayahnya sendiri. Ayahnya sendiri yang menanam bunga cosmos itu. Saat salah satu bunga cosmos terkecil tumbuh dan mekar dengan indah, Inoichi sengaja memotongnya untuk diawetkan dengan resin akrilik. Ino tersenyum simpul saat ia memandangi kalung liontin itu.
"Wangi benda itu, sama seperti wangi tubuhmu," ucap Sasuke.
Seketika pipi Ino memanas. Ino sempat berpikir bagaimana Sasuke bisa tahu wangi tubuhnya. Hingga akhirnya Ino ingat jika mereka sempat berpelukan karena terdesak keadaan. Mungkin saat itulah Sasuke mencium wangi tubuhnya secara tidak sengaja.
"Wangi jeruk dan bunga?" Sasuke tampak ragu saat mengucapkan itu.
"Separuh benar. Penciumanmu hebat juga, ya," puji Ino.
Ino membuat sendiri parfumnya itu. Ia memilih dan mengumpulkan sendiri beberapa jenis buah dan bunga untuk dijadikan parfum. Ia ingin mempunyai wangi khas yang berbeda dari orang lain. Faktanya wewangian dapat menyimpan memori, jadi Ino ingin orang-orang mengingatnya melalui wangi khasnya itu.
Gadis bunga itu memilih kombinasi aroma buah-buahan, seperti jeruk bergamot, berry dan peach untuk memberikan kesan manis. Sedangkan untuk wangi floralnya, Ino memilih bunga peony, lily, dan melati untuk memberikan kesan yang menyegarkan dan penuh semangat.
"Ini wangi bunga peony, lily, dan melati," kata Ino.
" Hn," gumam Sasuke.
Meskipun hanya sebuah gumaman singkat yang tidak begitu jelas, Ino tetap merasa senang karena Sasuke bersedia menanggapi perkataannya.
"Terima kasih, Sasuke- kun," ucap Ino.
Ino berterima kasih karena pemuda itu telah menemukan kalungnya.
Obrolan soal kalung membuat Ino lupa dengan pertanyaan pertamanya.
"Ini hanya sementara, 'kan? Atau aku akan lumpuh selamanya?" ulang Ino sambil memandangi tangan kanannya.
"Hanya sementara. Kau hanya perlu melakukan pengobatan rutin dan terapi," jawab Sasuke.
" Oh," balas singkat Ino.
Sasuke menjelaskan apa yang dikatakan oleh perawat beberapa waktu yang lalu. Pemuda itu tak berhenti memandangi Ino. Gadis itu tengah tersenyum, tetapi sorot matanya memperlihatkan kesedihan. Setelah itu... hening kembali menyelimuti keduanya.
"Karena kebetulan kau ada di sini, aku ingin mengatakan sesuatu. Ini soal penyeranganku." Suara Ino memecah keheningan di antara keduanya.
Sasuke sengaja diam, tetapi ia mendengarkan semua ucapan Ino dan menunggu gadis itu melanjutkannya.
"Aku salah karena memilih untuk mengabaikannya. Sejujurnya aku menyadari kehadiranmu dan satu orang lainnya yang aku pikir tidak akan melakukan penyerangan itu," lanjut Ino.
Alis Sasuke mengernyit. Gadis itu langsung menoleh dan memusatkan perhatian kepada lawan bicaranya. Saat ini Ino sedang dalam posisi yang serius. Tidak ada senyuman hangat di wajah cantik gadis itu karena saat ini ia ingin mengatakan hal penting kepada Sasuke.
"Jika kau menganggapnya tidak berbahaya, itu berarti dia bukan orang luar yang sengaja mendekati perbatasan. Orang itu adalah warga Konoha," timpal Sasuke.
Ino menganggukkan kepalanya. Semua orang yang tinggal di Konoha harus mendaftarkan chakra-nya di Konoha Barrier Team. Ketika chakra seseorang tidak didaftarkan ke divisi itu, maka secara otomatis ia akan dianggap sebagai penyusup atau seseorang yang harus diawasi 24 jam oleh anbu.
"Semua orang juga tahu jika keluargaku tidak pernah memiliki musuh di sini. Selama 19 tahun lamanya aku hidup damai di Konoha, tetapi kenapa tiba-tiba seorang warga desa menyerangku? Kalau memang dia mempunyai dendam kepadaku, kenapa baru sekarang? Ke mana dia selama ini?" Ino bertanya-tanya.
Gadis itu terlihat frustasi. Ino tidak menyimpan dendam sedikitpun kepada orang jahat itu, tetapi ia lebih ke— 'Kenapa ia sangat lalai dan menganggap hidupnya akan selalu mulus?'
"Untuk sekarang kau tidak perlu memikirkan itu. Aku dan Kakashi akan mengurusnya," kata Sasuke.
"Ah…." Ino menghela napasnya dengan kecewa.
"Seharusnya aku mengingat chakra-nya, dengan begitu aku bisa menangkap orang itu," keluh Ino.
Puk!
Sasuke menepuk kepala Ino pelan.
"Fokus saja dengan pengobatanmu," ucap Sasuke.
Tindakan itu membuat Ino terkejut. Kedua matanya mengerjap beberapa kali dan tubuhnya mematung seketika.
Mengapa baru sekarang? Mengapa pemuda itu menjadi peduli terhadapnya di saat Ino ingin berpaling dengan yang lainnya? Gaara... Gadis itu baru saja membuka hatinya untuk Sang Kazekage. Namun, Sasuke malah membuatnya bimbang.
" Ehem." Ino berdehem sejenak sebelum ia memaksakan senyumannya.
"Terima kasih. Em, ngomong-ngomong... kenapa kau di sini? Bagaimana jika Sakura mencarimu? Sasuke- kun, seharusnya kau bersama dengan Sakura. Sahabatku itu pasti akan sangat senang jika bertemu dengan calon suaminya," goda Ino.
Demi apapun! Sulit sekali berpura-pura. Ino sengaja berbicara dengan nada yang cepat agar Sasuke tidak memiliki kesempatan untuk membalas omongannya.
" Oh, ya, Sasuke- kun, apa kau tahu ke mana perginya Kazekage?" tanya Ino berusaha mengalihkan pembicaraan.
Ino sendiri yang sengaja membawa nama 'Sakura', tetapi ia juga yang berusaha membelokkan obrolannya itu.
"Jika kau bertemu dengannya nanti, tolong sampaikan jika aku mencarinya, ya?" pesan Ino.
Saat nama Gaara disebut, ekspresi Sasuke sedikit berubah meskipun perubahan mimik wajahnya itu tak begitu terlihat jika tidak diperhatikan dengan teliti.
" Hn," gumam Sasuke.
Sekarang situasi menjadi sangat canggung. Ino sampai mengalihkan pandangannya agar ia tidak melihat mata Sasuke. Sebenarnya... tadi Ino sudah sadar saat Sasuke tiba di ruangannya. Akan tetapi, Ino sengaja berpura-pura belum siuman ketika mendengar suara Sakura. Ino mendengar semua obrolan Sasuke dan Sakura, termasuk saat sahabat pink-nya itu hendak menangis karena merasa diabaikan oleh Sasuke.
Ino mulai berpikir jika ia harus melepaskan Sasuke demi sahabatnya itu. Lagipula ia sudah memiliki Gaara dan pernikahannya akan segera dilangsungkan setelah ibunya memberikan izin. Ia tidak boleh mengikat dua pemuda hanya untuk dirinya. Itu akan terdengar sangat egois. Mengobati luka Gaara adalah tugasnya, sementara Sasuke memiliki Sakura yang mencintainya sampai detik ini.
"Jaga dirimu," ucap Sasuke sebelum ia meninggalkan ruangan itu.
Ketika Sasuke berbalik dan berjalan ke arah pintu, Ino baru berani menatap pemuda itu. Kedua matanya setia menatap punggung Sasuke yang perlahan sosoknya benar-benar hilang di balik pintu yang kembali tertutup.
"Aku harap... keputusanku ini tepat," ucap Ino.
Ino menghela napasnya sejenak. Kemudian ia sedikit memutar badannya untuk melihat ke arah jendela. Saat ia melihat beberapa tangkai bunga segar di vas dekat jendela, ia mulai menerka-nerka jika ibunya baru saja mengunjunginya.
"Apa jangan-jangan ibu sudah bertemu dengan Kazekage? Aku harap ibu tidak terlalu kaku," ucap Ino bermonolog.
"Bagaimana dengan pendapat ibu? Apa aku terlalu gegabah mengambil keputusan? Sasuke..."
"Ada apa dengan Sasuke?" Tiba-tiba suara bariton terdengar hingga membuat Ino terkejut.
Ino langsung membalikkan badannya kembali. Kedua matanya membulat lebar dan bibirnya sedikit terbuka karena terkejut. Seketika itu ia kesulitan untuk menelan ludahnya.
"Apa dia datang saat aku pergi?" tanyanya lagi.
Ino langsung mengibas-ibaskan kedua tangannya. Sekarang ia terlihat seperti seorang perempuan yang kepergok selingkuh dengan laki-laki lain.
"A—i-iya, tapi cuma sebentar, kok. Tadi juga ada Sakura," jawab Ino sambil tersenyum kikuk.
"Kenapa aku sampai tidak sadar dengan kedatangannya, sih?!" batin Ino merutuki dirinya sendiri.
Pemuda itu berjalan mendekat ke arah Ino. Saat Gaara berhenti di samping ranjang Ino, secara tiba-tiba ia langsung mendekap gadis itu dengan tangan kirinya.
" K-Kazekage-sama?" tanya Ino.
Ino terkejut karena ia tidak pernah mengira jika Gaara akan memeluknya –secara tiba-tiba dan tanpa alasan. Tidak ada pikiran seperti itu karena sejak Gaara melamarnya, pemuda itu akhir-akhir ini menjadi lebih dingin dan acuh kepadanya.
"Maaf, seharusnya aku bisa menjagamu," ucap Gaara pelan.
Karena jarak yang sangat dekat, Ino bisa mendengar ucapan itu meskipun Gaara mengatakannya dengan sangat pelan seperti sebuah gumaman.
"Selama kita belum menikah, aku rasa kau tidak berkewajiban untuk melindungiku, Kazekage- sama. Jadi jangan khawatir," balas Ino.
Maksud perkataan Ino adalah untuk meyakinkan Gaara agar pemuda itu tidak merasa bersalah. Dengan begitu, Gaara bisa melepaskan pelukannya. Namun, sampai dua menit berlalu, pemuda itu belum juga melepaskan pelukannya. Malah Ino makin merasa jika pelukan Gaara kian erat.
" Ugh... Kazekage-sama."
Baru setelah Ino memanggil Gaara dengan suara yang menandakan ketidaknyamanan, pemuda itu perlahan melepaskan pelukannya. Ia lantas duduk di tempat Sasuke tadi.
"Bagaimana kondisimu? Apa perlu aku panggilkan dokter?" tanya Gaara.
Saat ditanya Ino malah mengulum senyumannya. Ternyata Gaara bisa khawatir juga. Ia sedikit tersipu malu.
Ino hanya tidak tahu saja jika kemampuan berbohong Gaara makin bagus. Semua perilakunya terlihat benar-benar natural. Padahal semua kekhawatiran itu tidak sepenuhnya asli. Mungkin hanya 20% saja Gaara mencemaskan Ino, itupun karena Gaara menghargai Ino sebagai teman dari Naruto. Sisanya Gaara lakukan untuk menarik simpati dari Ino agar gadis itu tidak berpaling darinya. Mau bagaimanapun, pernikahan itu harus dilangsungkan.
Diam-diam Gaara mulai khawatir dengan kehadiran Sasuke sebab ia tahu jika pemuda Uchiha itu adalah orang pertama yang disukai oleh Ino. Ino bisa saja berubah pikiran jika gadis itu menilai sikap Sasuke lebih manis daripada dirinya.
"Tidak. Aku baik-baik saja. Terima kasih. Em... tapi Kazekage-sama..." Ino tak langsung menyelesaikan omongannya.
"Ya?" respons Gaara.
"Kau sudah tahu, 'kan, apa yang aku alami? Apakah setelah ini kau masih mau menikahi gadis cacat sepertiku? Apa kata orang-orang nantinya? Seorang pemimpin desa tidak boleh menikah dengan perempuan yang memiliki banyak kekurangan," lanjut Ino.
"Aturan dari mana? Seorang Kage juga manusia, Ino. Kami berhak memilih apa yang kami inginkan," balas Gaara.
Ino tersenyum simpul. Ia tidak bisa menyembunyikan rona merah di pipinya. Berulang kali Ino membatin dan mengingatkan diri sendiri agar ia tidak perlu membawa perasaan saat berinteraksi dengan Gaara. Namun, sikap manis pemuda itu membuat pertahanannya oleng.
"Jadi kau benar-benar menginginkanku?" tanya Ino.
"Ya, aku serius ingin menikahimu," jawab Gaara tanpa berpikir.
"Tapi kita harus menunda pernikahan, setidaknya sampai tanganku sembuh. Kau mau menungguku, 'kan?" tanya Ino.
"Kenapa begitu?" Gaara malah balik bertanya.
Ino mengernyit heran.
"Tentu saja karena aku tidak mau orang-orang menilaimu buruk. Pernikahan seorang Kage harus sempurna," jelas Ino.
Gaara meraih tangan kanan Ino. Ia menggenggam tangan mungil itu dan memperhatikannya dengan jeli.
"Kau sempurna. Aku tidak butuh pandangan orang-orang. Bukan mereka yang menentukan siapa yang akan aku nikahi dan bagaimana hidupku ke depannya. Ini hidup kita, Ino." Gaara mengelus punggung tangan Ino dengan lembut.
"K-Kau membuatku malu," gumam Ino terbata-bata.
Beberapa menit yang lalu Ino sempat ragu tentang keputusannya untuk menikah dengan Gaara. Namun, saat melihat perlakuan Gaara yang sangat lembut dan perkataan manisnya itu, keraguan Ino seketika sirna.
"Aku berjanji akan menjagamu dan kejadian seperti ini tidak akan terulang lagi," ucap Gaara.
Ino tersenyum malu. Andai saja ia bisa menggerakkan tangan kanannya, ia akan menariknya agar Gaara tidak lagi menggenggam tangan itu.
"Setelah aku bisa meyakinkan ibumu, pernikahan akan segera dilangsungkan. Aku tidak peduli bagaimana pandangan orang terhadapmu. Yang aku tahu calon istriku adalah yang terbaik," lanjut pemuda berambut merah auburn itu.
"Dari mana dia belajar kata-kata itu?" batin Ino.
Ino seperti tersedak ludahnya sendiri ketika mendengar gombalan manis dari Gaara. Pemuda yang terlihat kikuk bisa berubah menjadi semanis itu.
"Kau percaya sepenuhnya kepadaku, 'kan, Ino?" tanya Gaara.
Awalnya Ino mengernyit heran, tetapi sedetik kemudian ia menganggukkan kepalanya dengan pelan.
"Kalau begitu bantu aku untuk meyakinkan ibumu selagi aku berusaha juga," lanjut Gaara.
Ino mengangguk lagi. Entah kenapa ia mudah sekali mengiakan semua permintaan dan perkataan pemuda itu. Seolah tanpa berpikir panjang, Ino langsung mengatakan 'iya' dengan penuh keyakinan.
" Arigatou," ucap Gaara sambil menarik tangan kanan Ino dan mengecupnya pelan.
Sekarang seluruh wajah Ino benar-benar merah padam seperti kepiting yang baru direbus. Ia langsung menutup setengah wajahnya dengan tangan yang lain.
Pemuda itu adalah seorang pembohong yang manis dan memikat. Ino telah jatuh ke perangkapnya.
Tiga hari telah berlalu. Sebenarnya Ino sudah diperbolehkan untuk pulang. Kata Tsunade ia bisa menjalani pengobatan jalan dan datang ke rumah sakit hanya jika ia harus melakukan terapi. Namun, Gaara meminta agar Ino tetap dirawat di rumah sakit dengan segala pertimbangan. Alasan pemuda itu menyuruh Ino tetap dirawat di rumah sakit karena ia tidak mau sesuatu hal yang buruk terjadi. Kelewat overprotektif, 'kan?
" Kazekage-sama, boleh aku mengatakan sesuatu?" tanya Ino.
Saat ini Ino sedang duduk bersila di ranjangnya. Di depannya ada sebuah meja kecil untuk meletakkan menu sarapan. Beberapa menit yang lalu perawat datang untuk mengantarkan semangkuk bubur ayam dan jus melon.
"Tentu," jawab Gaara.
"Kau tahu, 'kan, selama ini aku bekerja sebagai dokter di rumah sakit?" tanya Ino.
Gaara menanggapi itu dengan anggukkan kepala singkat.
"Itu artinya hampir setengah hari aku berada di rumah sakit untuk bekerja. Lalu sekarang... aku harus dirawat di rumah sakit selama ini. Jujur saja, ini sangat membosankan. Bolehkah aku pulang?" pinta Ino.
Ino menatap Gaara dengan tatapan memelas agar Gaara mengabulkan permintaannya itu.
"Tidak," tolak Gaara tanpa berpikir panjang.
Ino seketika menggembungkan kedua pipinya. Ia sedikit sebal karena permintaannya ditolak begitu saja.
" Kazekage-sama...," rengek Ino.
"Mereka memantau nutrisi dan kesehatanmu dengan baik. Itu sangat bagus untuk pemulihanmu. Lihat, mereka menyiapkan makanan dan minuman yang sehat untukmu," ujar Gaara.
Ino masih betah menggembungkan pipinya dan kini gadis itu tidak mau menatap ke arah Gaara lagi.
"Aku gagal diet gara-gara mereka. Kau tidak tahu jika berat badanku naik 1 kg?" gerutu Ino.
Ino menggerutu dengan pelan, tetapi Gaara masih bisa mendengarnya.
"Aku rasa 1 kg tidak membawa perubahan apapun. Di mataku kau masih tetap sama kurusnya," balas pemuda itu.
"Aku gendut! Aku bisa jelek kalau tambah berat. Lihat, pipiku tidak tirus lagi!" protes Ino.
Ino menghadap ke arah Gaara sambil menusuk-nusuk salah satu pipinya dengan tangan kiri.
Gaara lantas berdiri dari tempat duduknya.
"Pipiku jadi mirip seperti moch—!"
Perkataan Ino terpotong karena Gaara tiba-tiba mencium gadis itu. Gaara sedikit menekan tengkuk Ino untuk memperdalam ciumannya.
Sekalipun Gaara tidak menaruh perasaan kepada Ino seperti halnya pada Hakuto, pemuda itu tetaplah laki-laki yang membutuhkan seorang perempuan untuk memenuhi hasratnya. Ia sedang ingin mencium bibir ranum itu, jadi ia melakukannya.
"Kau bisa keriput jika banyak protes," ucap Gaara setelah ia melepaskan ciumannya.
Ino mengerjapkan kedua matanya berulang kali. Ia sangat terkejut dengan tindakan Gaara yang mendadak itu.
"Cepatlah sembuh," kata Gaara sambil mengusap puncak kepala Ino sekilas.
Ino hanya diam karena saat ini jantungnya sedang berdegup dengan sangat cepat. Meskipun ini bukan yang pertama, rasanya masih sangat mendebarkan.
"... agar pernikahan ini bisa segera dilangsungkan," lanjut Gaara di dalam hatinya.
Gaara memang tidak ada di Suna, tetapi beberapa desakan dari para tetua masih dapat tersampaikan lewat beberapa shinobi yang menyusul pemuda itu ke Konoha. Karena insiden penyerangan ini, Gaara mati-matian memohon kepada para tetua untuk memberinya kelonggaran waktu. Seorang kazekage memohon agar nyawa Hakuto tidak terancam.
Apakah para tetua mau mendengarnya? Tentu saja tidak! Inilah yang membuat Gaara kalut. Ia semakin gencar memamerkan sikap manisnya di depan Ino. Bahkan ia sengaja bersikap seolah mencintai Ino di hadapan ibu gadis itu. Itu ia lakukan agar Misaki percaya jika ia benar-benar mencintai putri Yamanaka itu.
"Jadwal terapimu sebentar lagi, 'kan? Kau harus sarapan terlebih dahulu," kata Gaara sambil meraih semangkuk bubur milik Ino.
"A." Gaara menyodorkan satu sendok ke mulut Ino.
Selama dirawat di rumah sakit, Gaara selalu menyuapi Ino. Ino sempat menolak, tetapi Gaara bersikeras membantu gadis itu. Beberapa kali Misaki melihat adegan suap-suapan itu. Misaki merasa sangat senang karena Ino diperhatikan oleh laki-laki yang mengaku mencintainya. Namun, ada perasaan curiga dan was-was seandainya Gaara hanya bersandiwara.
Saat Gaara sedang menyuapi Ino, tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka. Rupanya Misaki datang untuk menjenguk putrinya sambil membawa beberapa tangkai bunga dan keranjang berisi buah-buahan.
" Kaa-san," panggil Ino saat ia melihat ibunya datang dan mendekat ke arahnya.
Sebelum benar-benar menghampiri Ino, Misaki lebih dulu meletakkan keranjang buahnya di atas meja. Setibanya di dekat Ino, Gaara membungkuk hormat ke arah Misaki lalu sedikit bergeser. Ia mempersilakan wanita itu untuk duduk di tempatnya.
"Terima kasih sudah menjaga putriku, Kazekage-sama," ucap Misaki sambil sedikit membungkukkan badannya.
"Itu sudah menjadi tugas saya," balas Gaara.
Lalu hening kembali menyelimuti ketiganya. Misaki memang tidak secerewet Ino, bahkan wanita itu lebih banyak diam.
"Ino...," panggil Misaki.
Ino memusatkan perhatian ke arah ibunya itu. Sepertinya ada sesuatu hal yang penting yang ingin dikatakan oleh ibunya.
"Beberapa hari yang lalu kalian berdua meminta izin untuk menikah, 'kan? Sekarang kaa-san sudah tahu jawabannya," ucap Misaki.
Seperti yang sudah dikatakan Misaki, Gaara kembali meminta izin kepadanya untuk menikahi Ino. Ia juga meminta izin untuk memboyong Ino ke Suna dan menetap di sana selamanya. Misaki hanya diam dan tidak memberi jawaban saat itu juga sebab ia takut untuk memutuskan suatu hal yang besar. Ia kembali berandai-andai jika suaminya masih hidup maka semua ini tidak akan menjadi masalah.
"Jika kau bahagia bersama dengan Kazekage, maka kaa-san bersedia memberi izin. Kebahagiaan putriku adalah kebahagiaanku. Namun, Kazekage-sama..." Misaki sengaja menggantungkan ucapannya.
Gaara sepenuhnya menghadap ke arah Misaki. Kini keduanya saling berhadapan. Ino yang melihatnya tampak sedikit khawatir. Ia takut jika Gaara akan tersinggung dengan perkataan ibunya.
"... Tolong jaga putriku dan jangan kecewakan dia. Aku mempercayaimu," lanjut Misaki.
"Ya, saya akan menjaga Ino dengan baik. Terima kasih, Yamanaka- san," balas Gaara.
Setelah mengatakan itu, Gaara membatin kata maaf berulang kali. Ia meminta maaf karena sebenarnya pernikahan itu bukan atas dasar cinta. Gaara hanya ingin menyelamatkan Hakuto sekaligus nyawa Ino. Ia tidak mau kedua gadis tak bersalah itu dalam bahaya. Hanya dengan pernikahan, mereka selamat. Sekarang ia berjanji untuk menjaga Ino setelah pernikahan selayaknya seorang suami.
Misaki tersenyum tipis. Wanita itu berusaha menyingkirkan keraguan di hatinya. Jika putrinya bahagia, maka ia pun juga.
" Kaa-san, terima kasih banyak," ucap Ino.
Tak terasa lima hari telah berlalu. Selama itu Ino menjalani pengobatan dan terapi di bawah pengawasan langsung dari Tsunade. Ini adalah terapi yang ke-delapan. Perlahan tangan kanan Ino bisa digerakkan meskipun tidak seperti tangan yang lainnya. Akan tetapi, Ino patut mengucap syukur untuk itu. Nanti jika pemeriksaan terakhir menunjukkan perkembangan yang signifikan, Tsunade bisa mengizinkan Ino untuk pergi ke Suna sesuai dengan kesepakatannya bersama Gaara. Gaara mengajak Ino kembali ke Suna sesegera mungkin untuk mempersiapkan pernikahan. Awalnya Ino merasa janggal karena pemuda itu terkesan seperti terburu-buru untuk menikah padahal menikah bukan hal yang sepele. Namun, keraguan itu perlahan sirna karena semua kepedulian dan sikap manis Gaara kepadanya.
"Ino, kau yakin?" tanya Misaki yang kini sedang menunggu hasil pemeriksaan Ino di rumah sakit.
"Maksud Kaa-san yakin dengan pernikahanku?" tanya Ino.
"Ya," balas singkat Misaki.
"Tentu. Sejauh ini, Kazekage tidak melakukan kesalahan. Aku percaya dengannya, Kaa-san," kata Ino.
"Kenapa Kaa-san terus bertanya seperti itu? Hampir setiap hari Kaa-san menanyakan itu. Apa Kazekage-sama tidak cukup baik untukku?" lanjut gadis itu.
Misaki menggelengkan kepalanya. Bukankah wajar jika seorang ibu mencemaskan anaknya? Apalagi Ino adalah satu-satunya anggota keluarga yang ia miliki.
"Jika Kaa-san terus menanyakan itu, aku bisa ragu." Ino meraih satu tangan Misaki dan menggenggamnya.
Gadis bunga itu tersenyum lembut ke arah ibunya. Ia mencoba meyakinkan Misaki jika tidak akan ada hal buruk yang terjadi di dalam pernikahannya.
Misaki menghela napasnya sejenak dengan perlahan. Ia mencoba untuk menepis semua kekhawatirannya dan mengganti keraguan itu dengan doa agar hidup putrinya selalu bahagia.
Hasil pemeriksaan telah keluar. Terapi ke delapan berjalan dengan baik dan Tsunade menyatakan jika kesehatan Ino makin membaik. Karena hasil pemeriksaan menunjukkan perkembangan yang baik, Tsunade mengizinkan Gaara membawa Ino ke Suna.
Gaara tidak akan menundanya lagi. Ia kembali ke desanya bersama dengan Ino. Tadinya Gaara ingin mengajak Misaki untuk ke Suna, tetapi wanita itu menolak. Ia hanya berpesan jika pernikahan benar-benar sudah dekat, Ino harus mengirimkan surat, dengan begitu ia bisa datang ke Suna. Gaara sepakat dan ia berjanji akan mengirimkan beberapa shinobi untuk menjemput calon ibu mertuanya itu.
"Kau membuang banyak waktumu, Kazekage-sama! Kita tidak punya banyak waktu lagi. Cepat pikirkan cara untuk mempercepat pernikahan!"
Setibanya di Suna, Gaara langsung memenuhi panggilan untuk menemui para tetua. Para orang tua itu sangat ingin bertemu Gaara untuk mendesaknya lagi dan lagi.
"Aku tidak bisa. Dia bisa curiga," tolak Gaara.
Saat di perjalanan kembali ke Suna, Ino sempat mengatakan isi hatinya. Gadis itu bilang jika Gaara terkesan tidak sabaran. Ino juga berkata jujur jika ia sempat ragu dengan Gaara. Itulah alasannya kenapa Gaara tidak langsung membahas soal pernikahan dengan Ino seperti sebelum-sebelumnya.
"Kalau begitu kau harus siap melihat mayat Hakuto. Lagipula kami sudah memberimu kelonggaran waktu, tetapi kau malah seenaknya sendiri! Apakah harus kami yang bertindak?" tanya salah seorang tetua desa.
Gaara mendengus.
"Tidak perlu! Selagi aku memikirkan cara, jangan macam-macam dengan Hakuto!" tegas Gaara.
Gaara tidak mau menunggu tanggapan dari tetua itu. Ia langsung berbalik dan meninggalkan ruangan yang menjadi tempat pertemuannya dengan tetua itu. Setelah Gaara pergi dari sana, seorang pemimpin tetua –Takeo– mengeluarkan sesuatu dari dalam laci mejanya. Ia memberikan sebuah benda berukuran kecil itu ke salah seorang anbu andalannya.
"Lakukan tugasmu, kita tidak punya banyak waktu," perintah Takeo.
-to be continued-
Semoga kalian suka. Hari pernikahan sebentar lagi tiba! Pokoknya aku sangat berterima kasih karena kalian masih setia menunggu kelanjutannya. Terima kasih juga atas review-nya. Senang sekali membacanya~
~Sesi Ngobrol~
IN Ocent Cassiopeia: Terima kasih, ya, Kak, sudah menyempatkan waktu untuk membaca keseluruhan dalam semalam. Jangan lupa jaga kesehatan, aku tidak mau gara-gara membaca karyaku ini Kakak sampai sakit. Aku akan sangat sedih! :'(( Iya, maaf, Kak. Ini memang alurnya lambat. Semoga Kakak tidak bosan, ya. Sekali lagi terima kasih atas semuanya~
Kchi7732: Sasuke kalau suruh tebar pesona emang bikin gila, Kak TwT.
Ai Moriuchi: Tunggu aja, Kak. Bareng-bareng kita lihat Gaara menderita xD.
Evil Smirk of the Black Swan: Katain, Kak, sampai dia mati karena bersalah xD. Emang cinta pertama itu susah dilupakan, 'kan? Udah jelas di sini ya soal perasaan Sakura dan alasan kenapa dia enggak mau sembuhin Ino. Soal Si Sasuke juga sudah jelas xD. Oh, ini jadi Kak Katia_Chan itu, ya? Asli kaget banget lho aku xD. Kita itu sama-sama cerewet kok, Kak. Jadi aku sih enggak keberatan xD, toh akunya aja yang lelet update-nya TwT. Terima kasih banyak, ya!
Azzura yamanaka: Maafkan aku atas keterlambatan ini TwT Boleh pukul deh karena boong.
zielavienaz96: Gaara emang Si Paling Redflag.
See you next chapter~
