Dino tidak kembali ke ruangannya. Ia memasuki ruang rawat Hibari dan menemukan kedua sosok yang ia cintai masih terlelap. Dino kembali duduk di kursi kecil di sisi ranjang dan mengelus rambut Hibari sebelum mengecup keningnya.
"Jika memang aku harus membakar dunia ini untukmu, untuk kalian… maka akan kulakukan."
Mia Figlia e Dolce
By: Dee Cavallone
Story by Lala-chan ssu
Katekyo Hitman Reborn! Fanfiction
KHR © Amano Akira-sensei. Kalau punya kita bisa-bisa manganya baru tamat 5 abad kemudian
Rating: T
Genre: Romance/Family/Angst/Upcoming Action
Pair: D18 Forever Love
Setting: Seven Years Later (D: 29YO, 18: 23YO)
DLDR
Chapter 17: La Mission: Crisi
Dino melangkahkan kakinya menuju ruang makan sembari menggendong Feliciana yang nampak masih sedikit mengantuk. Gadis kecil itu mengusap matanya perlahan.
"Padre… kapan madre akan bangun?" tanya Feliciana. Dino tersenyum dan mengelus rambutnya.
"Tenang saja, sebentar lagi dia akan bangun kok." Dino mencoba menenangkan Feliciana namun ia sendiri tak yakin. Feliciana tak berbicara lagi sampai mereka tiba di ruang makan. Di sana sudah ada Tsuna dan para guardiannya, serta seluruh Varia kecuali Shoko.
"Dino-san, selamat pagi. Tidurmu nyenyak?" sapa Tsuna yang dibalas kekehan dari Dino.
"Yah, aku berusaha tidur sebisaku." Balas Dino sembari menurunkan Feliciana ke lantai supaya ia dapat mendekati Carlo dan Kirra yang duduk di sisi lain meja.
"Perempuan aneh itu tidak ikut sarapan?" tanya Gokudera, yang tentunya maksudnya adalah Shoko.
"Sho-chan itu jika sudah bekerja tidak mau keluar ruangannya. Tapi nanti juga dia keluar sendiri kok~" Lussuria menaruh piring bagian untuk Dino dan Feliciana. Feliciana nampak berbinar melihat makanan yang lebih sering ia makan di masanya. Dino rasa Hibari lebih sering menghidangkannya sarapan ala Jepang, yang mana mungkin sulit untuk Dino siapkan seorang diri di masa depan tanpa Hibari.
"Lalu, bagaimana keadaan Hibari?" Ryohei membuka suara, membuat Dino terkekeh datar. Yang lain menatap Dino sebelum kembali menyantap sarapan mereka dalam diam.
"Ah, jangan!" suara pekikan Feliciana mengalihkan pandangan yang lain. Dan di sisi lain meja, terlihat Kirra berniat mengambil strawberry yang ada di atas roti bakar milik Feliciana. Feliciana menjauhkan piringnya dari jangkauan Kirra, namun jelas anak itu tak menyerah dan malah semakin mendekatkan garpunya.
"Astaga, vooi Kirra! Kau punya makananmu sendiri!" Squalo bangkit dari tempatnya dan menggendong Kirra, menjauhkannya dari Feliciana dan jelas dihadiahi protes dari yang bersangkutan. Sementara itu, di sebelahnya Carlo menyantap sarapannya seolah tak terpengaruh dengan keributan di dekatnya.
"Shishsihi. Squally, biarkan saja. Putri kecil ini sedang belajar bahwa orang lain itu berada jauh di bawahnya dan harus memberi apa yang dia mau." Ujar Beli sambil mengayunkan sendoknya.
"Bel-senpai, lebih baik jangan nodai kepolosan anak yang tidak tahu apa-apa." Timpal Fran datar dan dihadiahi lemparan pisau di topi kodoknya.
"VOOII! Fran benar! Dia pasti belajar kelakuan itu dari kau!" Squalo menunjuk wajah Bel dan hanya dihadiahi kekehan uniknya.
"Tsuna, Lambo juga mau strawberry yang banyak!" ujar Lambo malah memperkeruh suasana.
"Oi, bocah sapi! Jangan malah menambah buruk keadaan!"
"Biarin! Week, kepala gurita! Week!"
"Bocah ini…!"
"Ahaha, maa maa tidak baik bertengkar di meja makan."
Di antara keirbutan yang diakibatkan seluruh Varia dan kini menyatu dengan keributan khas Vongola ke-10, suara langkah yang terburu-buru menghampiri ruang makan. Dan dari pintu muncul sosok Shoko membawa sebuah tablet dengan casing berwarna ungu, nampak sedikit panik.
"Oi, Xanxus!"
"Berisik, sampah. Yang lain sudah ribut hari ini. Tidak bisakah kau sedikit lebih ten—"
"Kenapa bisa ada orang yang menggunakan flame percobaan di markas ini?!"
~~oo00oo~~
"Jadi, monitor ini menunjukan sensor apabila ada orang yang memiliki flame yang mirip dengan flame percobaan Camorre famiglia?"
"Ya, sensor ini sudah kubuat sejak perintah pemusnahan Camorre famiglia dilakukan, untuk memastikan apa korban penculikan ada yang masih hidup dan kemungkinan sudah memiliki flame hasil percobaan yang berhasil." Shoko menggeser kursi di sebelah Xanxus dan Squalo lalu menekan tanda koordinat di luar markas Varia. "Cakupan sensor ini sudah diperluas ke seluruh Italia, namun sejauh ini hanya sensor di markas Camorre yang menyala. Tapi pagi ini, ternyata sensor bereaksi di markas ini."
"VOOI! Kalau begitu, berarti mereka sudah menyerang kemari!" Squalo bangkit dari tempatnya. "Ada berapa orang? Mereka menuju ke mana?!"
"Tunggu," Shoko kembali memasuki koordinat markas Varia. "Ada dua. Satu di ruang rawat, dan satu lagi… di sebelah kita."
Sontak semua orang menoleh ke arah Feliciana. Feliciana langsung duduk tegap dan menelan ludah, sementara Kirra yang duduk di sebelahnya yang sedaritadi mengganggu makanannya nampak kebingungan karena Feliciana berhenti menutupi piringnya.
"Oya, kalau tidak salah ingat haneuma di masa depan pernah berkata bahwa flame Felicia cukup aneh. Apa itu maksudnya… dia menjadi percobaan flame Camorre famiglia di masa ini?" tanya Mukuro. Dino menelan ludah lalu mendekat ke arah Feliciana.
"Felice, saat orang-orang itu mengambilmu… apa mereka menyakitimu?" tanya Dino. Feliciana langsung menggeleng.
"Tidak, kok! Mereka hanya mengurung Felice dan madre saja. Felice juga bisa langsung kabur karena hanya diikat tali, mereka tak melakukan hal lain kok!" mendengar penjelasan polos Feliciana, seluruh Varia hampir kehilangan wajah stoic mereka.
"Shishishishishi, hanya mengikat dengan tali dan bisa langsung kabur? Anak kecil ini menarik." Belphegor, yang sangat di luar karakter, langsung mengacak rambut Feliciana. "Boss, apa boleh kita bawa anak ini ke Varia?"
"Tidak boleh!" Dino, Squalo, dan seluruh guardian Vongola langsung membantah.
"Mana boleh anak semanis Felice masuk ke Varia?!" jerit Dino histeris sambil memeluk Feliciana sehingga gadis kecil itu terkekeh.
"VOOOI! Bel! Kau bahkan tak becus mengurus Kirra yang berlarian ke luar markas! Dan apa maksudmu itu, kuda bodoh?!" Squalo berteriak tersinggung.
"Hoi, kalian sudah lupa kita menghadapi masalah apa?! Terlepas aku gak tau masalah masa depan atau apapun ini, masih ada satu sensor flame yang terdeteksi di ruang kesehatan!" Shoko mengingatkan semua orang akan keadaan darurat yang kini mereka hadapi.
"Ruang rawat…" Tsuna menggumam sebelum membelalakkan matanya. "Astaga, Hibari-san!"
Sontak, seluruh guardian Vongola dan Varia berlari menuju ruang rawat. Untungnya pintu tak terkunci, sehingga Dino menjadi yang pertama mendobrak pintu ruang rawat. Saat pintu terbuka, semua orang melihat…
…tak ada apapun.
"Shoko-senpai, mungkin radarnya rusak. Tidak ada apa-apa di sini." Ujar Fran sambil menatap Shoko dengan wajah datar. "Ilusi pun tidak ada."
"Tidak, tunggu…" Shoko melihat kembali tabletnya. "Sensor ini…berasal dari dia."
"Apa maksudnya berasal dari dia—" Dino belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Shoko langsung mendekati Hibari yang masih terbaring tak sadarkan diri dan membuka kancing baju Hibari. Sontak, seluruh manusia yang ada di ruangan itu menganga.
"S-S-Shoko-san, sepertinya tidak baik seorang gadis asal membuka baju laki-laki begitu." Ujar Tsuna sambil menelan ludah.
"Ssh, gak ada waktu untuk itu. Lussuria, tolong periksa luka ini."
"Hm? Luka tembaknya tempo hari?" sekarang Lussuria turut mendekati ranjang. Dengan sun flamenya, luka di dada Hibari nampak perlahan menutup, sebelum sebuah flame berwarna kehitaman menghentikan proses pemulihan. Melihat itu, Dino terkesiap.
"Apa yang terjadi—kenapa—"
"Wah, wah. Sepertinya ia tidak ditembak dengan peluru biasa." Kata Lussuria.
"Apa artinya flame milik skylark ini mulai didominasi oleh flame percobaan Camorre?" tanya Bel. Mendengar itu, Tsuna menarik napas.
"L-lalu bila ia sudah dimasuki flame percobaan itu, apa artinya?"
"Flame aslinya bisa menghilang. Digantikan oleh flame baru itu." Levi menjelaskan.
"Oi, bukankah itu berbahaya?!" tanya Ryohei. Fran mengangkat bahu.
"Sejauh ini ada banyak orang yang diculik untuk mengembangkan flame ini. Kita tak tahu apakah orang yang diculik juga pengguna flame aktif, bisa saja malah ini hal bagus—" belum sempat Fran menyelesaikan kalimatnya, dua buah pisau menancap di topi kodok miliknya.
"Shishishi, kodok kecil sok tahu. Apabila flame asli seseorang digantikan oleh flame asal-asalan begitu, manusia biasa bisa mati." Tukas Bel.
"Tidak… tidak boleh! Kyouya, apa ada cara untuk menghentikannya?!" pekik Dino frustasi.
"Flameku tidak bisa menahannya. Sepertinya pengaruhnya sudah terlalu kuat." Lussuria mengernyitkan kening. "Apa ada cara lain? Apa kita harus panggil Shamal kemari?"
"Terlalu lama. Kita tidak tahu sudah sejauh apa efek peluru itu menggerogoti flamenya." Xanxus akhirnya membuka suara.
"Jadi maksudmu kita tak bisa apa-apa?!" jerit Gokudera frustasi.
"Buka kancing bajunya lebih lebar, Lussuria." Shoko melangkah mendekat ke arah luka Hibari. "Coba kita lihat apa cloud flame-ku dan cloud flame miliknya bisa saling bereaksi dan menahan flame aneh ini."
"Oi, apa kau yakin? Kapan terakhir kali kau memakai flame tanpa bantuan ring dan box weaponmu?" tanya Levi.
"Lalu kau punya ide yang lebih baik?" Shoko bertanya balik dengan nada yang lebih dingin. Levi terdiam dan memutuskan untuk tak bertanya lagi. Shoko kembali ke arah Hibari dan menaruh kedua tangannya ke atas luka yang terbalut flame berwarna kehitaman.
"Vooi, Shoko. Jangan paksakan dirimu." Ujar Squalo. Tsuna menatap Squalo sambil mengernyit, entah karena ia menyadari kekhawatiran di suara Squalo, atau memikirkan alasan kenapa Squalo mengatakan hal itu. Shoko sendiri hanya memberikan seringaian getir.
"Aku tak janji."
Tepat setelah mengatakan itu, kedua tangan Shoko dilapisi oleh cloud flame dan segera ia menaruh tangannya di atas luka bekas tembakan di dada Hibari. Perlahan namun pasti, flame aneh yang awalnya terlihat dari bekas luka itu memudar.
"B-berhasil?" tanya Gokudera, sedikit tidak percaya. Yang lain segera memperhatikan flame berwarna gelap beradu dengan flame keunguan milik Shoko.
"Masih belum." Shoko semakin mengeluarkan flamenya, menekan flame asing yang seolah terus berusaha menggerogoti tubuh Hibari.
Seketika, flame milik Shoko membesar. Refleks, para guardian Vongola mengambil satu langkah mundur. Mukuro menahan tangan Tsuna, merasa bila terjadi sesuatu sang langit akan langsung menerjang mencoba menolong. Gokudera dan Yamamoto keduanya berada di posisi waspada, begitu pula Ryohei. Dino sendiri memperhatikan dengan seksama apakah flame tersebut berhasil ditekan atau tidak.
'Kyouya, kumohon…' Dino berdoa dalam hati, menatap wajah Hibari yang sedikit mengernyit seolah terganggu.
Dalam beberapa saat, flame kehitaman yang menyelimuti luka Hibari nampak melebar, namun ditahan kembali oleh cloud flame milik Shoko, kemudian melebar lagi dan ditahan kembali. Terus terjadi berulang selama beberapa waktu. Tsuna terkesiap menyadari mata hazel Shoko perlahan berubah menjadi warna keunguan.
"Shoko-san—"
"VOOII, SHOKO SUDAH!" jerit Squalo berusaha menghentikan Shoko namun gadis itu malah menggeleng.
"Belum…flamenya…masih terlalu kuat…!"
Flame berwarna kehitaman itu perlahan menghilang, digantikan dengan flame berwarna ungu yang akhirnya menekan flame aneh itu. Hibari mengernyit, seolah merasakan sakit namun matanya masih tertutup rapat.
"Hngh…"
"Kyouya—" Dino segera mendekati Hibari. Namun, perhatian yang lain berada pada flame Shoko yang perlahan memenuhi ruangan.
"Oi, apa yang terjadi?! Kenapa dia tak berhenti?!" tanya Gokudera.
"Ahh, gawat deh. Dia memang tak bisa mengontrol kekuatan flamenya tanpa ring." Belphegor hanya duduk di sofa ruang kesehatan sambil memamerkan cengiran khasnya.
"Kalau begitu bukannya harusnya kalian lakukan sesuatu sebelum dia kerasukan atau…apapun?!" tanya Tsuna.
"Atau Kyouya-kun terbangun dan mengkamikorosunya, ah kurasa itu metode yang bagus. Kufufufu." Dan Mukuro mendapat hadiah sikutan dari Tsuna.
Xanxus menghela napas. Ia mendekati Shoko dan jari telunjuknya mengeluarkan flame langit. Ditaruhnya jarinya yang diselmuti flame langit dan sontak flame awan milik Shoko berhenti mengalir dan gadis itu hampir jatuh ke lantai bila Lussuria tidak menangkapnya terlebih dulu. Squalo menghela napas.
"Voooi, Levi. Kau bawa dia ke ruangannya. Lussuria, periksa si skylark."
"Aye aye, Squ~" Lussuria menyerahkan Shoko pada Levi dan segera memeriksa Hibari.
"Kenapa kau memerintahku?!" Levi memprotes namun ia segera menurut saat Xanxus melotot ke arahnya.
Dino memperhatikan Lussuria yang memeriksa keadaan Hibari, kemudian menutup lagi kancing bajunya yang dibuka paksa oleh Shoko.
"Nmaa, ucapan Sho-chan benar. Flame mereka saling menguatkan satu sama lain. Tapi, flame itu masih ada dalam tubuhnya dan tidak bisa hilang. Tetapi sudah tidak berbahaya kok~" jelasnya dengan nada riang nan medayunya. Dino dan yang lain menghela napas.
"Lalu, perempuan yang tadi bagaimana?" tanya Yamamoto.
"Sho-chan akan baik-baik saja kok. Ini sudah sering terjadi, makanya tadi Squ-chan sudah memperingatkannya. Ah, tapi Sho-chan memang keras kepala ohoho~" jelas Lussuria.
"Kalau begitu, jika ia sudah bangun nanti tolong sampaikan terima kasih padanya." Pinta Tsuna. Yang lain menghela napas dan kemudian para anggota Varia segera undur diri dari ruang rawat meninggalkan Dino dan para guardian Vongola. Dino tak melepaskan genggaman tangannya pada Hibari sama sekali.
"Oi, haneuma. Kau dengar kan dia pasti akan baik-baik saja." Gokudera menghela napas ketus, namun semua sudah paham bahwa itu berarti Gokudera peduli. Mendengar itu, Dino tersenyum getir.
"Aku tahu. Tapi… aku hanya ingin ada di dekatnya."
Yang lain saling menatap, kemudian mengangguk dan memutuskan untuk meninggalkan Dino sendiri sebelum sosok gadis kecil dengan rambut hitam muncul dari pintu.
"Padre…?"
Dino menoleh. Ia tersenyum melihat gadis kecilnya dan merentangkan tangan agar Feliciana mendekat. Feliciana langsung menghampiri dan memeluk Dino, kemudian menatap ke arah Hibari.
"Madre belum bangun? Tadi ada suara ribut apa?" tanya Feliciana. Dino tersenyum.
"Sebentar lagi dia pasti bangun. Tadi… kita sedang menyembuhkannya agar madre bisa bangun." Jelas Dino. Feliciana mengangguk. Mereka tenggelam di dalam keheningan mereka tanpa menyadari bahwa hanya tersisa mereka bertiga di ruangan itu.
~~oo00oo~~
"Sebentar lagi semuanya akan berakhir."
"Akan kuakhiri hidup Dino Cavallone. Dengan tanganku sendiri."
Suara apa itu.
Hibari membuka matanya perlahan. Ia berada di sebuah ruangan rumah sakit. Hanya ada sosok seorang wanita yang nampak tak asing, tengah berdiri dengan jas lab di depan sebuah ranjang. Hibari tak bisa melihat siapa yang terbaring di sana.
"Dengan ini semuanya sudah siap."
"Tak peduli Vongola, atau Varia, atau siapapun yang menghancurkan rencanaku, aku akan selalu dua langkah di hadapan mereka."
"Dan meski rencana selanjutnya gagal, aku masih memilikimu."
Wanita itu mendekati ranjang. Nampak terdiam menatap sosok yang terbaring sebelum tertawa. Tawanya melengking, memekakkan telinga.
Hibari tak suka keributan.
"Jika itu kau…mereka bahkan tak akan sanggup menghentikanmu."
"Ciptaan terbaikku."
Hibari mendekat, mengernyit menatap wanita itu sekaligus tak memahami apa yang dikatakannya. Setelah mendekat, ia bisa melihat siapa sosok wanita itu. Wanita kurangajar yang berani mencoba merebut miliknya. Hibari mendecak kemudian melihat sosok yang terbaring di atas ranjang. Kedua matanya membelalak sebelum melangkah mundur.
Apa maksudnya
Kenapa dia ada di sana
Tempat apa ini
Apa yang akan dia lakukan
"Sekarang, bangunlah. Tunjukan apa yang kau miliki."
Sergapan flame berwarna hitam gelap memenuhi ruangan. Wanita itu tertawa nyaring, sementara tubuh yang terbaring di atas ranjang nampak dilahap oleh flame hitam nan ganas itu. Hibari merasa tubuhnya ditarik menjauh, namun ia berusaha menggapai sosok itu. Mencoba menyadarkannya, ia tak seharusnya ada di sana. Ia akan terluka.
"Dino!"
~~oo00oo~~
"Kyouya…?"
Hibari menoleh. Ia kini berada di ruang kesehatan pula, namun ia yang terduduk di ranjang sementara Dino duduk di sampingnya, menatapnya tak percaya. Di sofa ujung ruangan, nampak tubuh mungil Feliciana tertidur lelap dengan beberapa boneka di sekelilingnya.
Mimpi? Tapi terasa begitu nyata.
"Kyouya, kau sudah bangun! Syukurlah.. syukurlah…"
Pelukan hangat Dino menyadarkannya. Pelukan ini terasa asli. Jadi ia tak bermimpi. Hibari menunduk, menenggelamkan wajahnya di tengkuk leher Dino dan memegang erat bajunya di bagian punggung.
"Tunggu di sini, akan kupanggilkan seseorang—"
Segera sebelum Dino bangkit, Hibari menarik lengannya. Dino menatap Hibari sedikit kebingungan namun Hibari hanya menatapnya tajam.
"Tidak perlu. Aku baik-baik saja."
"Kyouya, kau tertidur berhari-hari. Kau—"
"Jangan pergi ke manapun."
Suaranya terdengar memerintah dan begitu dingin. Dino menghela napas dan kembali duduk, kemudian mengelus wajah Hibari lembut.
"Aku tak akan pergi. Aku akan selalu di sini. Di sisimu." Bisiknya lembut. Hibari menutup mata, menyenderkan wajahnya ke telapak tangan Dino.
"Apa kau butuh sesuatu?" tanya Dino. Hibari menggumam.
"Air."
Dino tersenyum, kemudian bangkit dan menuangkan air di meja ke dalam gelas. Hibari melirik ke arah Feliciana yang tertidur lelap. Ia hanya ingat ia dan Feliciana disekap di suatu tempat. Dan lagi, ia ingat ini bukan ruang rawat Vongola.
"Kita ada di markas Varia. Untuk sementara, markas Vongola belum dinyatakan aman dari mata-mata famiglia lain." Tanpa perlu ditanya, Dino menjelaskan sembari menyerahkan segelas air pada Hibari. Hibari menggumam, namun masih menatap Feliciana. Dino juga turut menatap gadis kecil itu dan terkekeh.
"Dia juga terus menjagamu, Kyouya. Menanyakan kapan kau akan bangun." Dino menghela napas. Hibari menatap Dino tajam untuk sesaat.
"Jika kau sudah selesai minum, apa mau kubawakan ma—"
"Ini ulah wanita itu, bukan?"
Dino membelalakkan mata, kemudian mengatupkan mulutnya. Hibari terus menatapnya, menuntut penjelasan hingga Dino menghela napas.
"…maaf, Kyouya. Aku—"
"Bukan kau yang harus meminta maaf." Potong Hibari. "Tapi wanita herbivore itu."
"Kyouya, aku ingin mengatakan sesuatu." Ujar Dino. "Aku…sudah memikirkan ini selama berhari-hari. Ini demi keselamatan Felice di dunia ini, dan demi dirimu juga."
"Jangan bertele-tele, Haneuma. Katakan apa maumu."
"…hingga aku bisa menumpaskan Camorre famiglia hingga ke akarnya, aku ingin kau tak terlibat apapun dalam masalah ini. Kembalilah ke Jepang, aku sudah mengatur semuanya dengan Tsuna dan Kusakabe. Bawa juga Felice bersamamu. Sampai semua ini se—"
"Aku menolak." Tanpa ragu, Hibari langsung mematahkan kalimat Dino membuat sang pria blonde menghela napas berat.
"Permasalahan dengan Camorre famiglia dimulai dariku. Kau seharusnya tak terlibat, Kyouya. Jadi—"
"Haneuma, para herbivore itu menyakiti ANAKKU." Hibari mendesis dan menekankan kata 'anakku', membuat Dino termenung sesaat. "Dengan sikap seperti itu, maka aku harus terlibat. Jangan anggap aku lemah, titik."
"Kyouya—"
"Jika tak ada yang mau dibicarakan lagi, aku mau kembali tidur."
"Tung—Kyouya!"
"Ssht. Kau akan membangunkan bocah herbivore itu."
Dino nampak gelagapan, kemudian mengerang tanpa suara melihat Hibari berbalik dan kembali tertidur. Dino terdiam sebentar sebelum keluar dari ruangan, membuat Hibari melirik ke arah pintu yang separuh terbuka sebelum ia membetulkan posisinya kembali telentang.
Jika Dino ingin menyelesaikan masalahnya sendiri
Itu berarti sama saja membuat mimpinya jadi kenyataan
~~~TO BE CONTINUED~~~
Lala: /dobrak pintu sambil bawa cheetos dikasih lilin/ YO, DEE! OTANJOUBI OMEDETSS! Lhah, manusianya mana?
Shoko: Tuh /nunjuk Dee yang lagi sakau di depan kumpulan photobook Dino/
Lala:…dia ngapain?
Shoko: Menikmati foto syur Cavallone /minum teh santuy/
Lala: /sweatdrop/ Etto… dia gak apa-apa tuh?
Shoko: Kan elo yang nyuruh gua nyari foto syur paling no sensor dari Cavallone buat dia ulang tahun.
Lala: Ya… ya iya sih tapi… /sigh/ Terus yang bantu gua bales review siapa dong?
Shoko: Oh ya gua aja.
Lala: Hee maji? Arigathanks Shokoo! Yah soalnyaabischapinikamugakadagunalagi
Shoko: Ha?
Lala: /COUGH/ OKE MINNA HALLOOOWW LAMA TAK BERSUA ya ini keitung cepet sih updatenya. Ah btw ini update karena Dee ulang tahun lhoo, minna-san ayo bilang otanome ke Dee!
Shoko: Yooow otanomee
Lala: Nah biar readers bisa ucapin selamat ultah juga ayo bales dulu reviewnya!
Guest Uwaahh, rupanya fanfic ini masih ditunggu orang ya saya terhuraaa
Shoko: Dospem lo juga nunggu bab 4 lo lho, La
Lala: /merem/
Shoko: Hadeh. Next
Caelia Yuuki Hahaha iya mereka lagi kesambet nih. Kesambet cenderung eskapisme dari tanggung jawab. Tte, ini sama sender kayak yang guest kah?
Lala: Ih Shoko anak twitter ya bilangnya sender? Ah, Caelia-san, tentu aja dong Dino bakal babat habis semuanya, ne~ Dino~
Dino: Tentu saja itu sudah jelas
Lala: Kalo lo belom gua bunuh sih
Dino: Eh?
Lala: Jadi sekian balesan review kali ini. RnR Minna~~
Dino: Cho—apa maksudnya itu?! Oooiii!
Shoko: Tenang gak bakal ada major chara death kok di sini. Njaa, authornya mau kembali jadi mahasiswa bangkotan. Adieu~
