Naruto by Masashi Kishimoto
Story by Leopard2RI
.
.
.
.
M.A.D
.
.
.
.
Full Summary:
Negara Kesatuan Republik Konoha sedang Menghadapi Situasi Genting, Provinsi Sunagakure yang merupakan penghasil Minyak dan Gas Alam terbesar untuk Negara itu berniat memisahkan diri dari Konoha dan melancarkan Pemberontakan terhadap Hokage. Shikamaru Nara, Perwira Muda Angkatan Darat Konoha yang dijuluki sebagai Napoleon Konoha diterjunkan oleh Negara untuk menghadapi Gerakan Pemberontak yang semakin kuat. Rumor mengatakan Pemberontak Suna dipimpin oleh seorang Wanita Kejam dan Licik yang tak segan menghalalkan segala cara untuk menang. Mampukah otak jenius Shikamaru menghancurkan Pemberontak Suna dan Menciptakan Perdamaian di Negara Konoha?
.
.
.
.
M.A.D
.
.
.
.
Kota Banda Suna, Provinsi Sunagakure, Republik Konoha, 27 April tahun 2017.
"KAMI MENUNTUT REFERENDUM!" Pekik Suara yang berasal dari Sound System diatas sebuah truk nyaring terdengar disepanjang Alun-Alun kota Banda Suna. Ratusan ribu masyarakat Suna tumpah ke jalanan dan bergerak menuju Kantor Gubernur Provinsi Sunagakure. Massa yang berasal dari berbagai kalangan itu melakukan longmarch sambil meneriakkan berbagai Slogan seperti Refrendum, Merdeka atau Kebebasan. Mereka juga membawa Spanduk dan Papan Poster bertuliskan tuntutan mereka kepada Gubernur Sunagakure dan Pemerintah Pusat Konoha:
SAMPAI MATI KAMI BERSAMA SUNAGAKURE MERDEKA
KONOHA MENINDAS SUNAGAKURE BAK ANAK TIRI
HOKAGE IBLIS HAUS DARAH PENGERUK HARTA RAKYAT SUNA.
Tak cukup hanya Slogan atau Spanduk, Para Tokoh dan Pemimpin Demonstrasi Yang ikut dalam Longmarch baik itu berjalan kaki atau naik kendaraan ikut mengompori massa dengan memberi Ceramah Politik lewat Pengeras Suara yang narasinya menyudutkan Pemerintah Konoha.
"SUDAH CUKUP RAKYAT SUNA MENDERITA SELAMA 70 TAHUN DIBAWAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK KONOHA, HOKAGE AMBIL MINYAK DAN GAS ALAM DARI TANAH KITA, MEREKA HIDUP LAYAK DAN BERGELIMANG KEMEWAHAN SEMENTARA KITA SETENGAH MATI MENAHAN LAPAR KARENA KEMISKINAN!" Teriak seorang Pria yang merupakan Tokoh Muda Pro Referendum Suna dari atas Truk melalui Sound System. Pria itu mengenakan Hoodie Hitam dengan wajah penuh Tatto.
"TIDAK ADA JALAN LAIN SELAIN MERDEKA, KAMI INGIN REFERENDUM!" Teriaknya lagi, berusaha memancing respon massa di sekitar.
"KAMI INGIN REFERENDUM!"
"SUNA BUTUH REFERENDUM!"
Pria itu menyeringai lebar. Rencana pertamanya sukses. Sekarang seluruh Massa yang ikut dalam Longmarch meneriakkan slogan yang ia buat. Pria itu mengembalikan Microphone yang tadi ia gunakan pada rekannya dan turun dari truk. Dalam sekejap Pria Ber-Hoodie hitam itu sudah menghilang ditelan oleh kerumunan massa.
Ratusan Ribu Massa kini telah berada kurang lebih 200 meter dari Kantor Gubernur Sunagakure. Sebelum mereka bisa melangkah lebih dekat menuju Kantor Gubernur, Ribuan Aparat Keamanan dari Tentara Nasional Konoha ( TNK ) dan Kepolisian ( PRK ) dengan mengenakan Atribut Antihuru-hara dan bersenjata lengkap seperti Perisai, Baton Besi dan Senjata Gas Air Mata yang telah bersiaga sukses menghentikan kerumunan Massa. Di belakang para Aparat terdapat belasan kendaraan Lapis Baja yang bertugas memberi dukungan untuk rekan-rekan mereka di garis depan.
Pada awalnya situasi berjalan kondusif. Perwakilan dari pihak Masyarakat, Aparat dan Pemerintah Provinsi telah bertemu dan sepakat untuk memperbolehkan Demonstrasi diselenggarakan secara damai. Pemerintah Provinsi juga berjanji akan menghadirkan Gubernur untuk menjawab tuntutan Rakyat Suna. Satu jam pertama berlalu tanpa ada keributan. Bahkan Polisi dan Tentara meletakkan Perisai mereka dan bercengkrama dengan Masyarakat yang melakukan aksi.
Namun kedamaian itu tak berlangsung lama. Jam menunjuk angka pukul 12 Siang. Sudah 3 jam lebih sejak ratusan ribu Massa pertama kali tiba ke lokasi. Gubernur Sunagakure belum juga datang seperti yang dijanjikan oleh Perwakilan Pemda. Masyarakat yang kesal mulai mengeluh dan memaksa agar mereka dapat segera dipertemukan dengan Gubernur. Situasi dengan cepat memanas karena Massa berusaha menerobos barikade Aparat di sekitar Kantor Gubernur dan Aparat mendorong mereka menjauh.
Tak butuh waktu lama, Bentrokan antara Massa dan Aparat pun pecah. Massa yang berada di garis depan mendorong dan memukuli Pasukan Antihuru-hara menggunakan Tangan Kosong, Kayu atau Senjata Apapun yang mereka bisa temukan. Sementara Massa di garis belakang melempari Aparat menggunakan batu dan benda tumpul lain. Polisi tidak mau kalah dan membalas dengan gas air mata sembari bergerak maju untuk membubarkan massa. Sementara Tentara bersama kendaraan lapis baja juga bergerak maju memberi dukungan dari barisan belakang.
Kekacauan melanda jalanan di depan kantor Gubernur Sunagakure. Korban luka berjatuhan di kedua belah pihak. Gas Air Mata yang ditembakkan Aparat sukses memecah konsentrasi massa dan memaksa mereka mundur. Sementara itu Lemparan Batu, Kayu dan benda-benda tumpul lainnya juga menimbulkan korban di pihak Polisi.
Awalnya situasi di lapangan terlihat mulai dapat dikendalikan oleh Aparat. Massa berhasil dipukul mundur lumayan jauh dari depan Kantor Gubernur—menciptakan garis perbatasan yang lebar antara mereka dan Aparat. Namun situasi kembali memanas saat Massa memutuskan untuk kembali menyerbu Kantor Gubernur, mencoba merangsek pertahanan Aparat. Polisi mulai kewalahan. Kalah jumlah, Polisi memutuskan mundur teratur, beberapa diantara mereka bahkan menanggalkan helm juga perisai dan lari menyusul rekan-rekannya.
Melihat situasi yang makin ricuh dan Polisi tak lagi mampu mengendalikan Massa, Tentara memutuskan untuk maju. Berbeda dengan Polisi Konoha, Tentara Nasional Konoha tidak mengenakan atribut Antihuru-hara seperti Perisai untuk melindungi tubuh mereka dari serangan batu dan kayu. Namun Tentara punya kendaraan lapis baja, peluru karet dan sangat agresif.
Segera setelah Polisi menyingkir, Bentrokan antara Tentara melawan Massa tak terhindarkan. Tentara tanpa gentar menyerbu Kerumunan Massa walau kalah jumlah. Peluru hampa ditembakkan ke udara untuk menakuti massa. Beberapa Demonstran yang 'Tidak Beruntung' harus rela menerima bogem mentah dan pukulan dari Popor Senapan Laras panjang milik Pasukan berseragam loreng kehijauan tersebut.
"Jangan Tembak Masyarakat!" Teriak seorang Tentara dengan baret berwarna hijau tua yang tengah duduk diatas Kendaraan Lapis Baja pada anak buahnya. "Atur Formasi, Jangan tembak Masyarakat!" teriaknya lagi saat mendapati beberapa anak buahnya membidik Senapan Laras Panjang mereka ke arah Massa.
Tiba-Tiba suara letusan senjata terdengar nyaring di Telinga para Tentara. Mereka semua bergeming, menyadari jika suara letusan senjata itu… bukan berasal dari pihak mereka.
Lalu dari mana?
Belum sempat menyadari apa yang sebenarnya terjadi, kali ini mereka mendengar suara nyaring melesat melewati telinga para Tentara. Suara letusan senjata misterius kembali terdengar, bedanya kali ini seorang Tentara yang berada di barisan paling depan tersungkur ke aspal. Darah segera mengalir deras dari tubuhnya. Para Tentara memandang kejadian tersebut dengan tatapan Horor.
Ini berarti….
"Massa punya Senjata Api…" gumam Komandan Tentara melihat tubuh bersimbah darah anak buahnya yang tergeletak di jalan. Ia segera bangkit berdiri diatas Kendaraan Lapis Baja sambil memegang Megaphone. "MEREKA PUNYA SENJATA API! MEREKA MENEMBAKI KI—
Suara tembakan kembali terdengar dan kali ini menyasar sang Komandan Tentara Konoha. Pria itu tertembak di bagian leher dan langsung jatuh ke jalan. Matanya terbelalak, Ia tewas seketika.
Melihat Komandan dan Rekan mereka gugur tepat di depan wajah, para Prajurit Konoha segera mengokang senapan laras panjang yang mereka bawa. Insting Militer untuk bertahan hidup segera menguasai pikiran para Tentara Konoha. Tanpa diperintah setiap Prajurit mengarahkan moncong senapan ke arah Massa yang nampak sama terkejutnya dengan para Prajurit itu.
Entah siapa yang memberi Perintah atau mengambil inisiatif, beberapa detik kemudian para Prajurit Konoha mulai melepaskan tembakan terarah ke arah Massa Rakyat Sunagakure. Dimulai dengan peluru karet yang tidak mematikan untuk menghalau massa. Namun begitu Peluru Karet habis para Prajurit menggunakan Magasin berisi peluru tajam dengan kaliber 5,56mm yang sebenarnya dilarang untuk digunakan oleh Komandan mereka kecuali situasi sangat mendesak dan mengancam nyawa Para Prajurit.
Sekarang adalah saatnya, nyawa mereka terancam dan korban jiwa sudah jatuh, pikir para Tentara Konoha.
Tembakan membabi buta dilancarkan Prajurit Konoha ke arah Massa Masyarakat Sunagakure. Diliputi perasaan dendam dan amarah, mereka tak pandang bulu dalam memilih target. Sekarang Korban Jiwa berjatuhan di sisi Massa. Satu per satu Masyarakat tewas tersambar peluru. Mereka yang berada di barisan paling depan menjadi korban pertama dan berusaha melarikan diri hingga menginjak massa di garis belakang.
Para Wanita dan anak-anak yang fisiknya lebih lemah menjadi sasaran paling empuk. Teriakan kesakitan, Suara Tembakan dan Tangisan meraung-raung di jalanan pusat kota Banda Suna. Para Tentara tidak berhenti menembak hingga mereka kehabisan amunisi dan sebagian besar massa masyarakat pergi menyelamatkan diri dari tempat kejadian.
Hari itu, Kamis tanggal 27 April tahun 2017 tercatat dalam sejarah sebagai Hari dimana Peristiwa Pembantaian Rakyat Sunagakure oleh Tentara Nasional Konoha. Peristiwa itu dinamai sebagai Peristiwa Pembantaian Alun-Alun Banda Suna. Tercatat Korban Jiwa dari Masyarakat Sipil sebanyak 120 orang sedangkan 350 lebih luka-luka.
Konoha menjadi pusat perhatian Dunia Internasional. Banyak Negara khususnya dari Benua Eropa dan Amerika Serikat mengutuk Peristiwa tersebut. Respon paling keras Konoha dapat dari Rakyat Sunagakure sendiri. Mereka yang selama ini kecewa pada Pemerintah Pusat namun diam seribu bahasa. sekarang hampir semua Masyarakat etnis Suna ramai-ramai melakukan protes pada Pemerintah dan menuntut Referendum untuk melepaskan diri dari Republik Konoha yang mereka anggap menindas Rakyat Suna.
Segala cara mereka lakukan untuk meraih kesempatan untuk melakukan Referendum. Seperti Aksi Demonstrasi di jalanan, Diplomasi dengan Pemerintah Pusat dan yang paling ekstrim:
Perlawanan Bersenjata Menggunakan Kekerasan alias Pemberontakan.
.
.
.
.
M.A.D
.
.
.
.
Markas Besar TNK, Ibu Kota Konohagakure, 4 Agustus 2018
"Anda memanggil saya Kolonel?
"Hm, Masuk Shikamaru."
Seorang Perwira Muda berambut hitam panjang yang dikuncir keatas menyerupai nanas masuk ke dalam ruangan. Setelah menutup pintu dan memberi Hormat ia segera mendaratkan pantatnya di kursi untuk tamu tepat di depan meja kerja sang Kolonel.
"Landing jam berapa?" tanya Pria dengan brewok selebat hutan Amazon yang Shikamaru panggil Kolonel.
"Jam 9 pagi." jawab Shikamaru dengan wajah malas.
"Harusnya bisa lebih awal lagi." protes sang Kolonel.
"Seandainya Anda memberi Perintahnya kemarin dan bukan mendadak pagi ini, saya bisa terbang dini hari dan sampai kesini sebelum Staff membuka kunci pintu Kantor anda." jawab Shikamaru setengah menyindir.
Mendengar itu Asuma terkekeh. Anak Muda di depannya ini selalu punya jawaban untuk setiap pertanyaan yang ia lontarkan.
"Salahku berarti." balas Kolonel bernama Asuma tersebut. "Aku dengar kau sedang sibuk di Pusdik ( Pusat Pendidikan ) ANBU."
"Well, jika yang anda sebut sibuk adalah mengawasi anak-anak itu berlatih dan menjaga mereka agar tidak membunuh satu sama lain aku bisa dibilang sangat sibuk." terang Shikamaru. "Sisi positifnya adalah aku tidak ditembaki Sniper Separatis dan harus terjaga setiap 3 hari dalam seminggu setiap kali Banjir tiba."
Asuma menyenderkan punggung ke Kursi Kantornya. "Kau rindu Kumogakure?"
"Tidak…" balas Shikamaru lugas. "Sudah dua tahun berlalu, aku telah melupakan memori soal daerah itu. Aku bukan War Junkies Kolonel."
"Kumogakure sudah berubah semenjak Perjanjian Damai dua tahun yang lalu Shikamaru. Cobalah datang kesana sebagai Wisatawan. Pemandangan alam disana sangat indah kau tahu? bulan lalu Aku, Kurenai dan Mirai berlibur disana selama seminggu dan Kurenai sekarang merengek meminta agar kami pergi kesana lagi." ucap Asuma sambil tertawa kecil.
Shikamaru melipat kedua tangannya. "Kolonel, apa yang kau inginkan dariku? Kau tidak mungkin memanggilku jauh-jauh dari *Kitatoshima hanya untuk mendengar cerita liburan keluargamu."
Asuma tersenyum. Shikamaru adalah tipe orang yang irit bicara hal-hal tak penting dan sangat berterus terang. Ia bahkan tidak bertanya kabar Istrinya, Kurenai, dan Mirai, putrinya yang sudah Shikamaru anggap sebagai keponakannya sendiri.
"Aku merekomendasikan kau untuk ikut Satuan Tugas ANBU ke Sunagakure." Asuma langsung melompat ke alasan sesungguhnya ia mengundang Shikamaru kemari.
Shikamaru menaikkan alis. Sedikit terkejut namun lebih banyak bingung. Otak Jeniusnya masih berusaha mencerna ucapan atasannya itu.
"Kenapa?" hanya itu respon yang bisa Shikamaru berikan secepatnya pada Asuma.
"Kami butuh keberadaanmu disana, Situasi Sunagakure sekarang cukup rumit…" jawab Asuma.
"Beyond Our Control, kau pasti sadar Stasiun Televisi manapun tidak lagi menayangkan liputan di Sunagakure kan?" Lanjut Pria dengan brewok tebal itu.
Shikamaru mengangguk pelan. Ia sendiri telah mendengar banyak cerita dari Rekan dan Koleganya baik itu di Pasukan Khusus ANBU maupun satuan Jonin yang pernah ditugaskan di Suna setahun terakhir. Cerita mereka selalu sama: Sunagakure adalah tempat yang mengerikan. Ketika Shikamaru bertanya apa yang mengerikan dari Suna, mereka tidak menjawab dengan jelas, hanya memberi saran pada Shikamaru untuk datang sendiri kesana dan merasakannya sendiri.
Tetapi beberapa teman dekatnya di ANBU memberi sedikit detail tentang kondisi Sunagakure, daerah itu jauh lebih berbahaya dari Kumogakure dan Masyarakat disana sama sekali tak bersahabat dengan Aparat Konoha, khususnya yang berasal dari daerah Konohagakure.
"Asuma-sensei, aku sudah dipindah tugaskan ke Pusat Pendidikan ANBU lebih dari setahun." ucap Shikamaru, ia mengubah panggilan pada Kolonel Asuma menjadi sensei, panggilan lama Asuma ketika Shikamaru masih jadi Rookie di ANBU.
"Setelah apa yang kualami di Kumogakure selama 4 tahun. Aku memutuskan untuk mundur dari garis depan dan pindah ke sini, mengajar anak-anak baru. Menyiapkan mereka untuk berperang."
"Aku tidak ingin mereka mengulangi kesalahan yang sama seperti yang Tentara Konoha khususnya ANBU lakukan saat pertama kali terjun di Kumogakure."
Shikamaru mencondongkan tubuhnya ke depan menghadap Asuma. Matanya memicing dan nada bicaranya berubah menjadi lebih serius. "Aku sudah melakukan segala hal yang diperintahkan Angkatan Darat untuk menciptakan kedamaian di Kumo, semua itu hanya agar aku dan pasukanku bisa pulang hidup-hidup. Dan sekarang kalian menyuruhku pergi ke daerah yang jauh lebih berbahaya dari Kumogakure, Apa ini sebuah lelucon?"
Raut wajah Asuma berubah. Kali ini pria berumur hampir setengah abad itu menunjukkan ekspresi dingin. Seakan memperingatkan Shikamaru untuk tidak bicara melampaui batas. Menunjukkan adanya jarak Hierarki yang lebar diantara mereka berdua.
Shikamaru tak bergeming dan masih menatap tajam pada mantan Mentornya di ANBU yang kini berusaha mengintimidasinya itu.
Shikamaru tidak merasa takut. 4 tahun digembleng di Akademi Militer, 8 tahun lebih berdinas di Angkatan Darat Konoha termasuk ANBU dan 5 tahun berjibaku bertaruh nyawa di Iwagakure dan Kumogakure melawan kelompok Separatis dan Teroris membuat mental Shikamaru tertempa kuat dan sekarang lebih tebal dari Baja pada sebuah Tank. Ia akan mengatakan apapun yang ada di pikirannya selama itu benar dan penting walaupun terdengar menyakitkan.
Tak peduli siapa lawan bicaranya. Shikamaru akan menyingkirkan semua tetek bengek soal Hierarki. Termasuk pada Kolonel Asuma, komandan tertinggi Brigade Pertama ANBU.
"Aku paham Shikamaru, tapi sayangnya…." Asuma mengambil sesuatu dari laci meja kerjanya lalu melemparnya pelan ke depan wajah Shikamaru, sebuah Dokumen resmi.
"Aku sudah membuat Surat Keputusan Penugasanmu ke Sunagakure, singkat kata ini adalah perintah Negara." Asuma mengakhiri ucapannya dengan senyum. Senyum intimidasi yang hanya ia buat jika sedang kesal. "Kau berangkat bulan depan, dengan Batalyon "Harimau" ANBU.
"Aku tahu kau pasti akan menolak tawaranku Shikamaru, jadi aku memutuskan untuk langsung mengajukan namamu." terang Asuma sambil menahan dagu dengan kedua tangannya. "Maafkan aku Shikamaru, kami tidak punya pilihan lain. Kau adalah salah satu dari sedikit orang yang mampu mengatasi masalah di Suna."
Tangan Shikamaru meraih Dokumen yang diberikan Asuma. Di sampulnya terdapat Simbol Negara Konoha berukuran besar, di bawahnya tertulis: 'DOKUMEN RAHASIA NEGARA'. Shikamaru tak perlu membuka isi Dokumen tersebut. Penjelasan Asuma tadi sudah lebih dari cukup memberi gambaran pada Shikamaru tentang Tugas yang sebentar lagi ia emban di Sunagakure.
Pria berambut model Nanas itu mendongakkan kepalanya keatas. Menghadap langit-langit Ruang Kerja Asuma. Shikamaru Mengutuk dirinya sendiri dan nasib yang mengharuskan ia menjadi semacam Juru Selamat untuk semua permasalahan yang dihadapi Angkatan Darat dan Negara ini. Cih, tahu begini Shikamaru harusnya meminta imbalan lebih dari sekedar Medali Kehormatan dari Hokage.
"Asuma-sensei…" ucap Shikamaru dengan kepalanya yang masih menengadah ke langit-langit.
"Hm?"
"Anda merepotkan."
Bersambung
.
.
.
.
*Kitatoshima — Nama Fiksi Kota Asal Kelahiran Shikamaru
