Disclaimer : Jujutsu Kaisen by Gege Akutami

A Fanfiction by Noisseggra

Pair : Gojo Satoru X Fushiguro Megumi

Genre : Drama, Supernatural, Romance

Warning : OOC (Out of Character), iya di fanfic ini sengaja OOC, nggak terlalu mirip sama Manga/Anime, demi plot.

YAOI, BL, RATED M, Semi Canon, maybe typo (s)

You have been warned !

This fic inspired from manhwa The Ordinary Lifestyle Of A Universal Guide by Kang Yoonwoo

A/N : Fanfic ini ditulis untuk kepuasan pribadi, jadi serah aing mau nulis apa :"V

..

.

Kiseki no Hiiraa

.

.

Megumi keluar dari kamar mandi sambil mengelap rambutnya yang basah dengan handuk. Ia menatap jam, masih ada waktu untuk masak sarapan. Tapi entah mengapa tiba-tiba dia malas. Akhirnya ia pun memilih memesan makanan dari kantin.

Sambil menunggu pesanan datang, Megumi duduk di ruang tengah sambil memainkan ponsel. Ia kembali menyentuh lehernya dan mengingat ucapan Toji.

'Itu kissmark.'

Dengan penasaran Megumi pun mengetik keyword itu di mesin pencarian, dan membaca info dari sana. Wajahnya seketika memerah saat melihat gambar yang muncul di pencarian, ya, sama persis dengan apa yang ada di lehernya. Jadi benar apa kata Toji, itu memang kissmark. Apalagi Megumi memang tidak merasa gatal atau kulitnya membengkak layaknya digigit serangga.

Megumi juga membaca informasi mengenai kissmark sebagai tanda kepemilikan. Ia tersipu saat mengingat kembali malam itu. Ya, ia ingat Gojo mencium serta menggigit kecil lehernya. Jadi hal itu yang meninggalkan kissmark? Apa itu artinya…Gojo menandai Megumi sebagai miliknya?

Jantung Megumi jadi berdebar tak karuan. Tapi kemudian ia sweatdrop saat mengingat ekspresi Toji, pantas ayahnya marah sekali saat ia tanya dan Megumi bilang tidak tahu. Bayangkan saja seseorang memberikan kissmark tanpa sepengetahuan orang yang diberi kissmark, pasti langsung kepikiran pelecehan, atau pemerkosaan. Ditambah Megumi malam itu ketahuan menginap di tempat Gojo.

Ugh…Megumi merasa sedikit bersalah. Kalau hubungan ayahnya dengan Gojo semakin buruk, itu bisa jadi karena dirinya.

Eh…tapi tadi Toji kan sudah menanyakan perasaan Megumi pada Gojo. Harusnya Toji tahu itu bukan pemaksaan kan. Tapi ya…ya, Toji bilangnya pada Megumi, bukan pada Gojo. Dan melihat ekspresi Gojo tadi, Megumi rasa yang Gojo tahu hanyalah Toji yang masih menyimpan dendam padanya karena masalah dulu, dan sekarang ditambah masalah kissmark.

Aaaahhh…

Megumi mengacak rambutnya sendiri. Ditambah lagi ia juga baru sadar, ia sudah bilang pada Toji kalau dia menyukai Gojo. Tapi pada Gojo nya sendiri dia malah belum bilang. Pasti Gojo tahu nya dia masih menunggu jawaban dari Megumi.

"Kuso…!" umpat Megumi bersamaan dengan bel pintu berbunyi. Ia pun menuju pintu depan untuk mengambil makanannya.

.

Setelah sarapan, Megumi ke kamar mandi untuk bersih-bersih. Ia kembali menatap kissmark di lehernya saat berada di depan wastafel. Masih terlihat jelas sekali. Setelah ia tahu bahwa itu bukan gigitan serangga, ia rasa ia harus menutupi itu, daripada yang melihat akan heboh lagi. Megumi pun mencari plester luka, lalu menempelkan benda itu untuk menutupi kissmark di lehernya.

"Yosh," ucapnya kemudian. Setelah itu ia pun berangkat menuju keluar paviliun, yang ternyata Gojo sudah menunggu di depan gerbang kompleks.

"Ohayou, Sensei," sapa Gojo seperti biasa, seolah barusan tidak ada kejadian heboh yang terjadi.

"Ohayou…" balas Megumi sedikit tersipu. Setelah itu mereka pun berjalan bersama menuju gerbang utama HQ, menunggu asisten manager mereka.

"Dia bilang 10 menit lagi, masih ada urusan," kata Gojo sambil memainkan ponselnya.

"Tak apa, ini memang masih ada waktu kan," balas Megumi.

Gojo mengangguk seraya menyakukan ponselnya. Ia menatap Megumi yang memakai seragam HQ dengan kerah tinggi, tapi dengan tinggi badan Gojo, ia bisa melihat leher Megumi dari atas. Ia melihat sebuah pleaster luka menempel di sana. Itu artinya…Megumi sudah tahu itu apa kan?

Merasa diperhatikan, Megumi balik menatap Gojo dan tersipu kemudian sambil memegangi lehernya. Ya, melihat reaksi itu, Gojo yakin Megumi sudah tahu.

"Gomenne, malam itu aku terbawa suasana," ucap Gojo sambil menggaruk pipinya yang tidak gatal.

"Ii…ii yo," balas Megumi sambil memalingkan pandangan. Wajahnya sedikit memerah. Suasana jadi canggung setelahnya. Megumi berpikir…apa sekarang saja ya bilang ia juga ada rasa pada Gojo. Tapi bagaimana bilangnya? Bagaimana cara memulainya?

"Oh ya, hari ini kau sudah tahu misi nya, Sensei?" tanya Gojo, mengajak ngobrol. Akhirnya Megumi pun mengikuti arah pembicaraan Gojo.

"Belum, kupikir kubaca nanti saat di mobil," balas Megumi, mengeluarkan tab kerja nya. "Wah, sebuah game center ya," ucap Megumi setelah melihat daftar misi yang ada di sana.

"Hm mm, si pemilik bilang beberapa kali terjadi kebetulan yang aneh dan hampir mencelakakan beberapa orang. Jadi dia menghubungi HQ untuk meminta bantuan."

"Misi kali ini dengan anak SMU kan?"

"Iya, kenapa?"

"Dan di sini ditulis syarat jujutsushi yang diturunkan harus jago nge game," sweatdrop Megumi. "Kau yakin ini valid?"

"Hahaha tapi kan kalau ada perintah dari HQ tandanya sudah ada Madou yang memastikan ke lapangan, Sensei. Mungkin ada alasan tersendiri kenapa si pemilik mencantumkan itu, biasanya karena sulit dijelaskan secara tulisan, dan akan dijelaskan nanti saat di lapangan," jelas Gojo bersamaan dengan sebuah mobil mendekat dan parkir di depan mereka. Mereka pun naik ke mobil itu.

"Maaf lama menunggu, tadi masih ada urusan dengan kantor. Saya Taka, akan meng assist kalian hari ini," ucap asisten manager yang ada di kemudi, ia memperkenalkan diri sambil menyetir menjauh dari HQ.

Megumi masih memainkan tab nya saat menyadari sesuatu di kolom misi. "Hah, ada list semua misi level D di sini," ucap Megumi.

"Mungkin biar kita bisa memilih misi lagi kalau mau. Ingat kan minggu kemarin kita request tambahan misi karena misi sudah selesai dengan cepat. Sekarang jadi diberi opsi sekalian," jelas Gojo.

"Souka."

Mereka melanjutkan perjalanan ke game center yang dituju, dan bertemu dengan tim jujutsushi yang bertugas di pertigaan sebelum game center itu. Mereka pun menuju game center bersama-sama.

Saat mereka tiba di sana, terlihat game center itu tutup, tapi beberapa anak SMU berkerumun di depannya.

Taka turun dari mobil diikuti yang lainnya. Bocah-bocah jujutsushi itu langsung terperangah saat melihat siapa yang turun dari mobil sebelah.

'Gojo Satoru da, Gojo Satoru beneran,' mereka terdengar berbisik-bisik. Taka menghampiri asisten dari mobil sebelah, mempertemukan dua kubu.

"Perkenalkan, saya Taka. Lalu beliau adalah jujutsushi Gojo Satoru-san, dan healer Fushiguro Megumi-Sensei. Mereka akan ikut misi tapi hanya mengawasi saja, kalian jalankan misi seperti biasa."

"Saya Ando, hari ini bertugas mengawal mereka. Ayame-san, Saeki-san, dan Hisao-san."

"Yoroshiku onegaishimasu," ketiga bocah SMU itu membungkuk.

"Yoroshiku," balas Megumi dan sedikit membungkuk, sementara Gojo tak merespon sama sekali.

"Saya akan hubungi Shima-san dulu, pemilik game center nya," ucap Ando sambil memainkan ponselnya.

Tak berapa lama dari game center yang tutup itu, keluar seorang pria berjambang yang langsung mengomel melihat kerumunan anak SMU di depan game center nya.

"Horaaa sudah kubilang hari ini tutup, pergi kalian," omela pria itu.

Anak-anak SMU itu tampak tak terima dan mengeluh.

"Besok akan buka lagi, sudahlah. Kalian kembali ke sekolah, ini masih jam sekolah kan. Atau cari tempat bolos yang lain," omelnya lagi, dan akhirnya anak-anak itu pun membubarkan diri. Setelah itu barulah pria tersebut menghampiri orang-orang dari HQ.

"Mattaku, bocah-bocah itu," ia masih terdengar menggerutu sambil berjalan. "Hajime mashite, aku Shima. Mari kutunjukkan apa masalahnya, karena sulit kutulis detail dalam tulisan," ucapnya lalu membimbing orang-orang dari HQ menuju game center nya.

Saat berjalan itu, bocah-bocah SMU tadi sedikit mendekati Gojo.

"A-ano…apakah boleh minta foto bersama?" ucap Ayame.

Gojo menatap sangar. "Kerja ya kerja. Jangan macam-macam," omelnya dingin yang membuat tiga bocah itu langsung mengkerut. Megumi hanya sweatdrop, sepertinya sifat Gojo yang itu tetap melekat.

Mereka masuk ke dalam game center, kecuali dua asisten manajer mereka yang tetap menunggu di luar. Tiga bocah itu langsung celingukan.

"Aku tidak merasakan keberadaan kutukan sama sekali," ucap Hisao.

"Memang tidak kasat mata. Sebelum menghubungi HQ aku juga sempat membeli kacamata khusus untuk melihat kutukan, tidak ada apa-apa," ucap Shima. "Tapi beberapa kebetulan aneh terjadi, dan sudah 6 orang yang jadi korban. Mereka semua mengalami kecelakaan. Meski tak ada luka serius, tapi aku khawatir lama-lama akan memakan korban lebih parah."

Shima menuju salah satu mesin game lalu memundurkan kursi nya. "Jadi korban nya adalah mereka yang menang dalam turnamen game nya. Di sini ada sistem turnamen, blok A di sini dan blok B di sebelah sana," Shima menunjuk area yang di seberang blok itu, area game yang saling berhadapan.

"Karena itulah tempat ini ramai soalnya banyak digunakan unjuk kebolehan antar anak sekolah. Tapi entah dimulai sejak kapan, setiap pemenang tiba-tiba ditantang oleh player baru yang tidak tahu itu siapa. Status nya aktif, tapi tidak ada satupun bocah SMU yang sedang main di sini memakai username itu. Masalahnya player itu sangat kuat, dan setiap bocah yang kalah oleh player tersebut, setelah keluar dari game center ini akan mengalami kecelakaan.

Ada yang jatuh dari tangga, ada yang terserempet motor. Tidak ada pola nya, makanya sampai lama dan makan banyak korban baru disadari oleh beberapa orang, yang akhirnya melapor padaku. Aku tidak tahu ini prank dari mereka atau apa, tapi aku tak mau ambil resiko. Setelah menghubungi HQ, ada Madou yang datang untuk memastikan. Dan mereka bilang memang ada kutukan yang terlibat dalam kasus ini, meski mereka juga tak melihat secara kasat mata."

"Bagaimana menurutmu?" tanya Megumi setengah berbisik pada Gojo.

"Ya. Ada. Tapi kutukan ini lihai menyembunyikan diri. Meski sebenarnya tidak sekuat itu kalau sudah muncul," balas Gojo.

"Terus apa yang harus kita lakukan?" Tanya Ayame sambil menatap ke arah Gojo dan Megumi.

Lagi-lagi Gojo memasang tampang membunuh. "Ini misi kalian, bukan urusanku," ucapnya yang langsung membuat ketiga bocah SMU itu gemetaran.

Megumi sweatdrop. "Seperti yang kami bilang, kami hanya akan mengawasi," ucapnya dengan lembut supaya tak menambah ketakutan mereka. "Jadi kalian jalankan misi seperti biasa saja. Anggap kami seperti asisten manager kalian."

"Ba-baik…" ucap ketiganya bersamaan. Setelah itu barulah mereka berdiskusi antar mereka saja.

"Kutukannya muncul saat user itu muncul saja kan," ucap Saeki. "Dan user muncul kalau sudah ada pemenang tournament," mereka menatap Shima dan Shima mengangguk.

"Berarti kita harus melakukan tournament itu, sampai ada pemenangnya," tambah Hisao.

"Ya, aku menulis butuh yang jago game karena kupikir nantinya harus ada yang melawan user itu dalam game," balas Shima. "Tapi kalau harus tournament, kalian cuma 3 orang. Apa kalian tidak bisa membuat kutukan itu muncul dengan cara lain selain tournament?"

"Hng…" mereka berpikir sebentar.

"Kau jadi peserta keempat saja Shima-san, untuk menggenapi anggota. Kau cukup mengalah di ronde pertama untuk gugur," usul Saeki.

"Hmm…ya, boleh saja. Ayo lakukan," balas Shima. Mereka lalu duduk di kursi depan mesin game, Ayame dan Hisao di blok A, Saeki dan Shima di blok B. Shima memberikan instruksi sebentar mengenai tournament nya, dan untuk memudahkan, mereka memakai username jujuA jujuB jujuC dan jujuD. Setelah itu mereka pun memulai tournament. Itu adalah game duel 1 lawan 1. Dan seperti rencana, Shima mengalah di ronde pertama, membiarkan Hisao menang.

Setelah itu Saeki dan Ayame, Ayame tereliminasi, menyisakan Hisao dan Saeki. Keduanya bertarung, sampai Saeki menang dan tournament berakhir. Seharusnya. Ya, tapi ternyata benar, ada penantang baru dengan username aneh, nama username nya hanya terdiri dari gabungan huruf tak terbaca.

Nkcdgxzgp.

Nama itu terpampang sebagai penantang.

"Nah, itu. Itu dia. Username yang selalu muncul setelah pemenang tournament ditentukan," ucap Shima sambil menatap layar game di depan Saeki.

"Sekarang apa? Lawan?" tanya Hisao. "Tapi harus menang, begitu. Jangan kalah."

"Tapi yang kudengar dari bocah-bocah itu dia sangat kuat dalam game. Seperti memakai cheat. Makanya tak ada yang bisa menang," ucap Shima.

"Ya…atau memang harusnya kalah? Nanti saat kutukan itu muncul untuk mencelakai, baru bisa kita basmi?" tanya Ayame. Mereka bingung dihadapkan pada dua opsi. Suasana hening karena mereka tengah berpikir.

"Tch!" tanpa sadar Gojo mendecih keras seolah kesal, membuat semuanya menoleh ke arahnya. Tapi ia langsung membuang pandangan. Ia tahu ia harusnya tak ikut campur.

Megumi menatap sweatdrop, lalu balik menatap bocah-bocah itu. "Itu artinya ada cara lain," ucap Megumi dengan senyum, mencoba tak membuat mereka takut.

"Ung…tapi cara apa. Kami juga sedang memikirkannya," protes Hisao sedikit manyun. Mereka kembali terdiam.

"Yosh, sudahlah, coba saja. Mau kalah mau menang, kita coba dulu. Kalau menang, siapa tahu kutukan itu menghilang sendiri. Kalau kalah, kita basmi saat dia mau mencelakai, begitu saja," Ayame menyimpulkan.

Muka Gojo semakin terlihat menyeramkan tandanya ia kesal bocah-bocah itu tak mengerti juga. Megumi hanya bisa sweatdrop. Ya mau bagaimana lagi. Ini bocah SMU yang jam terbang sebagai jujutsushi nya belum tinggi, mana mereka mengerti dengan kode saja tanpa penjelasan verbal. Mereka harus belajar dari setiap misi.

Saeki pun menerima tantangan dari username aneh itu, lalu pertandingan pun dimulai.

"Uwagh…iya, dia seperti menggunakan cheat," ucap Saeki yang HP bar nya mulai menurun. "Dia memakai combo yang tidak ada dalam sistem, gerakannya juga bebas sekali, tidak seperti pergerakan normal game ini."

"Uwaah, terus bagaimana. Kalah nih," ucap Ayame khawatir.

Megumi yang ikut menonton hanya sweatdrop saja karena aura membunuh Gojo semakin kuat ia rasakan dari arah belakang. Sepertinya dia sudah sangat geregetan pada bocah-bocah ini.

"Ano…Saeki-kun," ucap Megumi pada akhirnya karena sudah tak kuat, takut Gojo mengamuk.

"Ugh…ya? Apa Sen–...uwaahh, kena telak."

"Apa tidak sebaiknya kau coba sambil mengalirkan energy kutukanmu ke mesin itu selama permainan?"

"...eh?" ucap ketiga bocah itu bersamaan.

"Lah, benar juga. Ini kan melawan kutukan. Ditambah pergerakan ini tidak biasa, tidak seperti gerakan game kan, mungkin memang itu kutukannya," sahut Hisao yang akhirnya mudeng.

"Yoosh, cepat alirkan energy mu," ucap Ayame.

Saeki mengangguk lalu mulai mengalirkan energy nya ke mesin tersebut. Dan benar saja, pergerakan character yang dikendalikan Saeki juga kini menyesuaikan, ia juga bisa memakai jurus serta combo semau dia dengan damage di atas status yang diberikan game tersebut.

"Uwoooogghh…" teriak Ayame dan Hisao bersemangat melihat username aneh lawan Saeki HP bar nya kian menurun dan terus menurun. "Ayo ayo sedikit lagi."

Saeki terus menyerang, hingga akhirnya HP bar username Nkcdgxzgp habis dan layar menunjukkan tulisan Victory.

"Yattaa…" teriak bocah-bocah itu girang. Tapi belum berakhir rupanya. Tiba-tiba layar berkedip, dan seolah isnting, Saeki melompat mundur dari kursinya. Listrik tiba-tiba mati, tapi mesin itu tetap menyala. Untung saja itu siang hari jadi meski ruangan agak redup karena tak ada lampu, masih tetap terang karena cahaya dari luar.

Tak berapa lama dari mesin itu menyelip keluar sebuah sosok kutukan berbentuk seperti kelabang berukuran besar.

"Keh, akhirnya menunjukkan diri," ucap Ayame. "Ayo kita bas–..." belum selesai ia berucap, kutukan itu tiba-tiba saja melesat cepat sekali dan merayap sepanjang lantai. Mereka mengejar.

"Kau pikir akan kubiarkan lari!" ucap Hisao bersiap menyerang, tapi…zlep…! Kutukan itu menuju mesin game terdekat dan kembali masuk ke dalamnya. Seketika listrik kembali menyala dan keadaan kembali normal semula.

"Eh…?" mereka cengok.

"Jangan-jangan…"

"Kita harus…"

"Mulai dari awal seperti tadi…"

"Aaaaahhhhhhh…" mereka hanya berteriak frustasi. Meski kesal, mereka pun mengulang melakukan hal tadi dari awal.

"Kali ini harus langsung basmi begitu ia muncul," ucap mereka kesal seraya kembali duduk di depan mesin game.

Dan karena mereka gagal beberapa kali, akhirnya sekitar jam setengah 12 siang mereka baru selesai membasmi kutukan itu.

.

Gojo tampak duduk di bawah sebuah pohon sambil menopang dagu sementara yang lain saling berpamitan. Setelah mobil para bocah SMU itu pergi, barulah Megumi menghampiri Gojo.

"Mau makan siang dulu? Setelah itu kita cari misi lain," tanya Megumi.

Gojo hanya mengangguk kecil sebagai jawaban. Megumi tersenyum melihat wajah kesal Gojo. "Ya maklum dong, mereka masih SMU. Belum berpengalaman," Megumi coba menenangkan.

"Aku saat SMU juga tidak setolol itu!" ucap Gojo kesal, tapi langsung menutup mulutnya dengan tangan, ia tak biasa berbicara kasar kepada Megumi.

Megumi tersenyum melihat reaksi Gojo, ia berjongkok di depannya lalu sedikit mencondongkan tubuh ke depan. "Mood mu buruk, apa energy negative mu sudah menumpuk lagi? Kurasa kita perlu melakukan heal."

"..." warna mawar pun seketika menghampiri wajah Gojo.

"Pffftr…" Megumi tak bisa menahan tawa nya. "Nanti setelah misi, oke," ucapnya lalu bangkit menghampiri mobil. Gojo pun mengikuti. Mereka menaiki mobil itu meninggalkan game center.

Mereka menuju sebuah tempat makan lalu makan siang sambil mendiskusikan mau ke misi mana setelah ini.

"Wah, beberapa misi yang kulihat tadi pagi sudah tidak ada," ucap Megumi sambil melihat tab nya.

"Ya pastinya sudah selesai sih. Misi kelas rendah biasanya selesai dalam waktu cepat, seperti tadi," balas Gojo.

"Hahaha ya, tadi cepat banget ya," goda Megumi yang kembali membuat Gojo manyun. Mereka kembali memilih misi, dan memutuskan memilih satu misi level D.

"Itu yang terdekat? Tapi tempatnya juga lumayan jauh. Sekitar satu jam naik mobil," ucap Taka.

"Kurasa malah pas. Di sini juga ditulis jujutsushi yang bertugas, Kei-kun, akan mendatangi lokasi sekitar jam 3 karena ada urusan sekolah. Masih ada waktu sampai di sana," ucap Megumi.

Taka mengangguk. "Baiklah, kita ke sana setelah ini."

Megumi beralih menatap Gojo. "Tapi yang ini cuma 1 orang, bisa berbeda ya kadang misi nya 3 orang kadang 1, seperti di TK waktu itu."

"Iya soalnya era sekarang tidak semua calon jujutsushi sekolah di sekolah khusus jujutsushi. Mereka yang punya kemampuan khusus kadang ada juga yang kekuatannya baru manifest setelah kelas dua atau tiga, akan merepotkan kalau harus pindah ke SMU khusus. Jadi mereka tetap di sekolah mereka, dari lembaga jujutsu mengirimkan orang, semacam…Sensei untuk melatih mereka, biasanya seminggu dua kali," jelas Gojo. "Megumi-Sensei sendiri, dulu sekolah di sekolah khusus jujutsushi?"

Megumi menggeleng. "Sekolah umum biasa."

"Apa ada teman-teman mu yang memiliki kemampuan khusus."

"Ah…" Megumi baru ingat. "Iya juga, ada. Dan mereka mengikuti kelas khusus setiap beberapa hari sekali. Itu sudah lama sekali dan kami pisah kelas juga di kelas dua, jadi aku lupa."

"Iya, kira-kira begitu kondisi sekarang. Di sekolah yang seperti itu yang kadang hanya mengirim satu atau dua anak dalam misi karena memang jumlahnya tak banyak. Kalau yang sampai tiga orang seperti tadi, biasanya mereka dari sekolah khusus jujutsushi, sejenis dengan sekolah almamater ku."

Megumi mengangguk mengerti. "Tapi sekarang sekolah khusus jujutsushi sudah lumayan banyak ya? Seragam mereka berbeda."

Gojo mengangguk. "Dulu hanya ada dua, satu di Kyoto satu di Tokyo. Dulu aku masuk yang di Tokyo, salah satu sekolah jujutsushi tertua yang ada, dan muridnya juga belum banyak. Kalau sekarang sekolah seperti itu sudah bertambah meski tak banyak, setidaknya lebih dari dua itu. Tapi meski seragamnya berbeda, kancing seragam mereka selalu sama. Itu sengaja diseragamkan, kancing bermotif pusaran hitam itu."

"Oooh, ya ya, aku ingat bentuknya," Megumi mengingat kancing di seragam bocah-bocah SMU itu.

Gojo mengangguk. "Iya, itu untuk identitas murid jujutsushi. Jadi bisa saling mengenali kalau sedang di luar, seperti apapun seragamnya."

Megumi mengangguk mendengar penjelasan itu.

Setelah mereka selesai makan, mereka pun kembali berkendara menuju tempat misi yang dituju. Suasana cukup tenang karena tidak begitu banyak kendaraan di jam segitu. Mata Megumi sedikit berat, mungkin karena lewat tengah hari, sehabis makan pula, ditambah suasana yang tenang. Hanya bunyi pelan mesin mobil yang terdengar stabil.

Kluk…

Tanpa sadar Megumi sempat menunduk ngantuk, tapi segera menegakkan kepalanya kembali.

Gojo tersenyum melihat itu, lalu meraih pundak Megumi dan menariknya untuk bersandar.

"Kau bisa istirahat dulu Sensei, perjalanannya lumayan jauh loh. Nanti kubangunkan saat sudah sampai," bisik Gojo.

"...ii no?" balas Megumi sedikit ragu. Ia tak ingin tidur, karena rasanya tak sopan saja tidur saat misi. Tapi dia benar-benar ngantuk sekali.

Gojo mengangguk meyakinkan, lalu menepuk pangkuannya, menyuruh Megumi berbaring di sana.

Megumi pun menerima tawaran itu. Dengan kaki yang tetap turun ke lantai mobil, ia membaringkan tubuh atasnya di pangkuan Gojo, lalu memejamkan mata. Nyaman sekali.

Tangan Gojo bergerak ke depan wajah Megumi seolah sengaja supaya Megumi tak silau.

"Oyasumi, Sensei," bisik Gojo lembut, mengantarnya untuk lelap.

Tak butuh waktu lama sampai Megumi betulan terlelap, Gojo memandangi wajah teduh Megumi dengan senyum tipis. Ia belai helaian rambut Megumi dengan sayang, ah…ingin sekali dia memiliki orang di hadapannya ini. Ia beralih menatap leher Megumi, ia sentuh plester luka yang tertempel di sana. Ia ingin…tanda kepemilikan itu benar adanya.

Menghela nafas pelan, Gojo mengalihkan pandangan ke luar jendela mobil. Menikmati pemandangan di luar.

"Kalau Anda mau tidur juga, silahkan, Gojo-san," ucap Taka lirih.

Gojo hanya melirik ke depan yang ia yakin Taka bisa lihat dari spion tengah. "Ya," balas Gojo sekenanya lalu kembali memandang pemandangan di luar sana.

.

Pada akhirnya Gojo tetap terjaga. Mereka tiba di sekitar lokasi sebelum jam tiga, Taka memarkir mobilnya di dekat sebuah konbini.

"Ingin kubelikan sesuatu?" tanya Taka. Ia melirik Megumi yang masih terlelap di pangkuan Gojo.

"Cappucino satu untukku," balas Gojo. "Sensei biar istirahat dulu, masih ada waktu kan."

Taka pun mengangguk dan turun dari mobil. Gojo tetap duduk tenang di kursi nya, tapi rupanya Megumi justru bangun karena keheningan yang ada.

Ia membuka mata, mengerjap beberapa kali dan menyadari mobil telah berhenti karena suara mesinnya tak terdengar.

"Kita sudah sampai?" ucapnya dengan suara baru bangun tidur yang bagi Gojo sangat menggemaskan.

"Baru sampai, masih ada waktu sampai misi dimulai. Kalau mau istirahat dulu saja, Sensei," ucap Gojo. Tapi Megumi tetap bangun dan duduk sambil menguap. Ia mengerjap kembali sambil melihat ke depan, menatap konbini di depan sana. "Aku mau beli kopi. Kau mau nitip sesuatu?" tanya Megumi.

"Tadi sudah nitip Taka," balas Gojo.

"Begitu," Megumi pun turun dari mobil, Gojo mengikutinya. Saat Megumi memasuki konbini, Taka keluar membawa dua cup di tangan.

"Ah, Anda sudah bangun," ucap Taka.

"Iya, aku mau beli kopi hitam," ucap Megumi seraya memasuki toko. Taka pun melanjutkan langkah menuju Gojo dan memberikan satu cup nya untuk jujutsushi itu. Mereka duduk di sebuah bangku semen di bawah pohon besar. Tak lama kemudian Megumi keluar dan menghampiri mereka, ikut duduk di sana.

"Tim Kei belum menghubungi?" obrol Megumi seraya mereka menikmati minuman mereka.

"Belum, tapi saya sudah kirim pesan mengabari kita sudah di sini," balas Taka.

Mereka menunggu sekitar 15 menit sampai tim Kei menghubungi, dan mereka pun pergi dari konbini itu menuju lokasi. Kali itu adalah sebuah kompleks ruko. Dari data yang Megumi baca, ruko 5 unit itu baru dibangun dan akan segera ditempati bulan depan. Mereka meminta jujutsushi untuk melakukan pembersihan karena ada laporan penduduk sekitar ada yang sempat melihat kutukan di sana.

Saat tiba di ruko, Kei dan asistennya sudah berdiri di dekat mobil mereka yang terparkir.

"Woaah, hontou ni Gojo Satoru da," ucap Kei tanpa rem. Dari penampilannya dia seperti bocah yang nyentrik, rambutnya saja diwarnai merah menyala dan disisir ke belakang, lalu ia pakaikan bando.

Seperti biasa Taka memberi salam dan memperkenalkan diri, serta menyebutkan tujuan Megumi dan Gojo berada di sana. Setelah itu mereka pun masuk ke dalam ruko itu.

"Wooh, jadi Sensei itu healer," lagi, Kei berbicara tanpa ada rem. Ia bahkan berbicara dengan suara keras dan membuat suaranya menggema di dalam gedung kosong itu.

"Iya, begitulah," balas Megumi.

"Apa nanti Sensei akan melakukan heal padaku?"

"Tidak, aku hanya mengawasi."

"Eeeh, kenapa begitu."

"…tugas dari HQ," jawab Megumi sekenanya.

Kei tampak manyun, ia lalu menghentikan langkah, membuat Megumi juga berhenti.

"Ada apa?" bingung Megumi.

Kei lalu dengan entengnya mencondongkan tubuh ke arah Megumi. "Tapi melakukan heal tidak dilarang kan? Aku ingin merasakan dapat heal," ia semakin mendekat ke telinga Megumi, menggunakan tangannya untuk menutup mulutnya yang berbisik. "Katanya heal itu enak. Aku kepengen co–..."

Grep…!

Seketika tubuh Kei ditarik paksa oleh Gojo. Tatapannya menatap dingin ke arah bocah itu.

"Hei! Apa-apaan," omel Kei. Alisnya mengkerut menatap lengannya yang dicengkeram begitu kuat oleh Gojo. "Ini sakit–..." keluhnya dengan sebelah mata terpejam menahan nyeri.

"Gojo-san…!" Megumi mencoba melerai.

"Dengar bocah, kau punya pekerjaan sendiri, kami juga sama. Lakukan saja apa yang menjadi tugasmu," omel Gojo tanpa mendengar ucapan Megumi, ia masih mencengkeram lengan Kei dengan kuat.

"Arrghh…!" Kei menjerit.

"Gojo-san…!" bentak Megumi, meraih tangan Gojo, mencoba menariknya meski tak bisa. Setelah menatap tajam sekali lagi, barulah Gojo melepas cengkeramannya.

"Ugh…sial! Pasti lebam," keluh Kei sambil mengibas-ngibaskan tangannya. Ia langsung berjalan menjauh begitu saja seolah tak mempedulikan baik Gojo maupun Megumi.

"Hei, itu sedikit keterlaluan," tegur Megumi setengah berbisik.

"Biar saja, biar dia belajar tanggung jawab," balas Gojo. "Lagipula dia mengganggumu, Sensei."

"Yeah…tapi kurasa tadi kau terlalu keras padanya," balas Megumi. Gojo hanya merengut, wajahnya masih menunjukkan raut tidak suka.

Megumi hanya bisa diam, ia rasa energy negative Gojo sudah meninggi lagi. Ia ingin melakukan heal, tapi saat ini ia memakai alat perekam heal di lengannya, kalau dia melakukan heal sekarang, HQ pasti meminta laporan kenapa dia melakukan heal itu, pada Gojo pula bukan pada jujutsushi yang bertugas. Jadi Megumi tahu ia tak bisa melakukan heal pada Gojo sekarang.

Chuu…

Megumi berjinjit dan mengecup singkat pipi Gojo.

"Bertahanlah sampai nanti malam. Dan jangan terlalu galak pada Kei oke, dia masih bocah," bisik Megumi di telinga Gojo.

Gojo terbelalak mendapatkan perlakuan itu, pipinya sedikit bersemu. "Sensei…Sensei…" panggilnya. Ia mencondongkan wajah ke arah Megumi, tapi saat bibir mereka nyaris bersentuhan, terdengar suara debaman di kejauahan, membuat Megumi segera menghalangi bibir Gojo dengan tangannya.

"Jangan sekarang, oke," ucap Megumi meski wajahnya sama merahnya. Dan meski terlihat tak terima, Gojo akhirnya pun menjauhkan tubuh, mereka pun melanjutkan langkah menyusul Kei.

Saat mereka memasuki ruangan di mana Kei berada, jujutsushi muda itu tampak tengah menggunakan kekuatannya. Tangannya terbalut sesuatu yang nampak seperti api, namun berwarna putih dengan pendar biru. Megumi sempat tertegun menatap itu, ia merasa bentuknya indah.

Slash…

Kei mengibaskan tangannya, kilatan api besar menyapu ruangan. Para kutukan berhamburan keluar dari persembunyian lalu lenyap begitu menyentuh api milik Kei.

"Woah…" tanpa sadar Megumi terkagum pelan.

Gojo yang melihat itu kembali merengut. Ia mendecih pelan. "Dasar tukang pamer. Itu terlalu berlebihan untuk kutukan selevel ini," gerutu Gojo.

Megumi melirik Gojo, lalu kembali menatap Kei. Dipikir-pikir iya juga. Api itu besar sekali seperti membakar seluruh ruangan, padahal kutukan di sana tak begitu banyak.

"Hei Kei, apa kau tak terlalu banyak menggunakan kekuatanmu?" tegur Megumi.

"Hah? Tak apa. Ini karena tidak ada kekkai yang memastikan mereka tidak keluar area, jadi untuk jaga-jaga," balas Kei.

Megumi sedikit terbelalak, rupanya Kei memikirkan sejauh itu.

"Selain itu, Sensei," Kei beralih menatap Megumi lalu menyeringai. "Kalau aku berlebihan menggunakan kekuatan dan kehabisan energy, kau akan melakukan heal padaku kan?"

Lagi…Megumi terbelalak. Sepertinya bocah itu belum menyerah. Ia melirik Gojo, mukanya sudah semakin kesal saja. Megumi menghela nafas lelah, sepertinya Kei akan keras kepala.

"Tapi akan kulakukan sambil kau menggunakan kekuatanmu. Bisa?" Megumi berkacak sebelah pinggang.

"Ha? Bukan selesai misi?" tanya Kei.

"Misi ku dari HQ untuk mencoba melakukan heal pada jujutsushi yang bertugas, mencoba melakukan heal di saat genting supaya jujutsushi tak berserk selama misi. Jadi kalau kau mau heal dariku, akan kulakukan saat kau menggunakan kekuatanmu. Bagaimana?"

Kei menyeringai. "Ayo saja," ucapnya tapi lalu memadamkan api di tangannya. "Tapi di ruko ini sudah habis kutukannya. Ayo ke ruko sebelah," dan ia pun menuntun jalan menuju ke sana.

Megumi hanya diam mengikuti, sesekali melirik Gojo yang masih bermuka masam.

Tuk…

Megumi menepuk pelan dada Gojo.

"Hanya heal biasa, lagipula bisa menambah data untuk HQ," ucap Megumi.

"Tapi tugas utamamu di misi ini hanya membiasakan diri dalam level kutukan ini. Heal bukan misi utamamu di waktu sekarang," balas Gojo, terdengar sekali ia memang tak suka.

"Iya sih, tapi tak apa kan, menambah data saja," Megumi coba menenangkan.

"Nah, di sini," ucap Kei setelah memasuki ruangan lantai dua di ruko sebelah. "Aku sudah siap, Sensei," ucap Kei seraya mengangkat tangannya tanda ia siap menggunakan kekuatan.

"..." menarik nafas, Megumi menghampiri Kei lalu menyentuh bagian lehernya. "Aku heal lewat sini karena kau menggunakan tanganmu."

"Naruhodo, ya, kudengar heal memang menyentuh nadi yang paling umum," ucap Kei lalu menguarkan api dari tangannya. "Ikuzo," ia kembali menyapu seluruh ruangan dengan api itu, membuatnya seolah terbakar meski dengan api yang berwarna putih kebiruan.

Megumi memejamkan mata sesaat, merasakan denyut nadi Kei, lalu memulai heal nya.

Klep…

Hening. Seketika api di tangan Kei padam.

"Woah…" ucap Kei.

"Heal bisa menghentikan laju aliran energy yang sedang kau gunakan. Kalau aliran mu terlalu lemah, akan dengan mudah berhenti," ucap Megumi sedikit menantang.

Tapi Kei malah menyeringai. "Mengerti," ucapnya lalu kembali menggunakan kekuatan, kali ini di kedua tangannya.

Megumi kembali melakukan heal, dan karena ia sudah menemukan aliran energy Kei, dia tak perlu memejamkan mata dalam heal itu. Ia bisa melihat api di tangan kiri Kei meredup, tapi seolah insting, dengan cepat Kei memadamkan api di tangan kiri, lalu mengibaskan yang di tangan kanan, kemudian berulang kembali pindah ke tangan kiri. Ia seolah bisa mengendalikan aliran energy mana yang mau ia pakai, dengan cara mengalihkan energy heal Megumi bergantian dengan aliran energy kutukan yang dikeluarkannya.

Ia seperti bisa mengatur, energy yang barusan ia gunakan, lalu ia biarkan heal Megumi mengalir di sana, dan ia berganti menggunakan kekuatan di sebagian tubuh lain. Setelah ia mengeluarkan kekuatan dari sana, ia membiarkan heal Megumi mengalir ke sana, lalu beralih menggunakan kekuatan di sisi lain tubuhnya.

Megumi terkejut, lalu menyeringai. Kei jenius. Dia bisa berpikir untuk melakukan itu hanya dalam sekali percobaan gagal. Tidak seperti dengan Takashi saat di sekolah TK itu, saat itu Megumi lah yang harus menyesuaikan diri, ia mengatur output heal nya supaya aliran energy Takashi tak terhenti. Tapi kali ini, Kei lah yang mencoba mengakomodasi Megumi. Mungkin karena Megumi seolah menantangnya tadi, tapi yang jelas, jujutsushi itu menemukan cara bagaimana bisa menerima heal sambil terus menggunakan kekuatannya.

Setelah semua kutukan lenyap, Kei pun memadamkan apinya.

Plak…

Megumi menepuk pelan dada Kei. "Kau jenius, dan instingmu bagus. Aku yakin kau akan jadi jujutsushi hebat nantinya," puji Megumi. Ia benar-benar kagum pada bocah itu. Terlepas dari sifatnya yang terkesan seenaknya itu, ia memiliki skill yang bisa mengimbangi kecongkakan nya.

"..." tak langsung menjawab, Kei tiba-tiba saja merengkuh tubuh Megumi dan nyaris saja menciumnya tepat di bibir, tapi untung saja Gojo menarik kerah baju Kei dari belakang sehingga membuat wajah mereka berhenti tepat sebelum bibir mereka bersentuhan.

"Kau–..." omel Megumi marah, tapi bukannya merasa bersalah, Kei malah tampak menyeringai, matanya terbelalak dengan senyuman lebar.

"Sugoi, Sensei. Enak sekali. Rasanya seperti saat pertama aku melakukan sex," ucap Kei dengan nafas memburu. "Apa semu–...ghakk…!" ucapan Kei terhenti saat Gojo menarik paksa bajunya lalu melemparnya sampai menabrak dinding. Gojo menatap marah ke arah bocah itu yang kini terbatuk sambil mencoba menormalkan nafas. Sepertinya ia menabrak dinding keras sekali sampai dadanya terasa sesak.

"Hosh…hosh…uhukk…aah…uhuh…" nafas Kei sudah seperti mau putus saja. "Are? Bukankah ini pelanggaran? Aku tahu bahwa sesama jujutsushi tak boleh saling menyerang," seringai Kei setelah nafasnya mulai kembali.

Gojo tampak makin marah, Megumi juga menatap kesal. Jadi karena alasan itu Kei berani sekurangajar ini, sejak awal seolah sudah tak peduli pada apapun yang dilakukan Gojo padanya, karena ia sudah tahu mengenai peraturan itu.

Gojo sudah mau melangkah menuju Kei, tapi Megumi menahannya. Ia yang maju selangkah di hadapan Gojo.

"Memang, " ucap Megumi. "Tapi apa kau tahu, hal yang barusan kau lakukan juga sebuah pelanggaran. Kau belum pernah berhubungan dengan dunia healer jadi mungkin kau tak tahu. Tapi jujutsushi yang melakukan pelecehan terhadap healer juga memiliki konsekuensi sendiri," ucap Megumi dengan tatapan tajam. "Kau pikir sudah berapa jujutsushi yang kulaporkan ke HQ karena melakukan pelecehan padaku. Dan jangan harap aku melakukan pengecualian hanya karena kau masih SMU," tambah Megumi dengan nada mengancam.

Kei hanya bisa bungkam mendapat peringatan itu.

Megumi berbalik, ditepuknya dada Gojo dengan punggung tangan. "Ayo pergi, kita sudah dapat data yang diperlukan HQ. Sisa misi nya biar dia lanjutkan sendiri saja," ucap Megumi.

Tanpa kata Gojo pun mengikuti langkah Megumi, ya, untuk apa pula ia peduli pada bocah sialan itu.

Saat mereka keluar dari area ruko, tampak dua asisten manajer mereka tengah mengobrol sambil merokok. Melihat Gojo dan Megumi, Taka cepat-cepat mematikan rokoknya.

"Ah, kalian sudah selesai," ucap Taka.

"Tolong turunkan tobari nya, kami sudah selesai. Kei masih melanjutkan misi," ucap Megumi tanpa basa-basi. Meski kedua asisten manajer itu tampak bingung, asisten manajer Kei pun membentuk segel lalu menurunkan kekkai untuk mengurung area itu seperti yang Megumi minta. Sementara Megumi sudah masuk ke dalam mobil bersama Gojo, karena itulah Taka juga ikut masuk mobil.

"Langsung ke HQ kah?" tanya Taka sambil mengatur spion tengah.

"..." Megumi tak langsung menjawab, ia menatap langit senja di luar jendela. Matahari sudah nyaris membenamkan diri di cakrawala. Ia beralih menatap Gojo. "Mau cari makan malam di luar sekalian kah?"

"Ya, boleh saja," balas Gojo.

Setelah itu mereka pun mendiskusikan tempat makan yang mau mereka tuju sambil berkendara. Megumi terus menatap ke luar jendela, menatap langit yang mulai berubah malam. Pemandangannya indah sekali.

"Apa…terjadi sesuatu?" tanya Taka hati-hati.

"..." Gojo tak berani menjawab, ia hanya melirik Megumi dengan ekor mata.

"Ya, bocah itu melecehkanku saat aku melakukan heal," jawab Megumi seketika, tatapannya masih terarah ke luar jendela.

Taka tampak terkejut. "Apa Anda sudah melapor ke HQ?"

"..." mata Megumi memicing. "Akan kulakukan kalau sampai dia berani melakukan hal yang lucu," balas Megumi. Ya, ia akan lakukan itu kalau sampai Kei benar-benar melaporkan Gojo ke HQ atas kejadian barusan.

.

Hari sudah berubah gelap saat mereka memasuki sebuah restaurant. Mereka memilih makan di area rooftop supaya bisa melihat pemandangan malam. Ada bagian bangunan yang menjulang dan mirip seperti kubah nampak dari rooftop itu, pemandangan yang tak buruk juga.

Saat makan malam itulah ponsel Taka bergetar halus. Ia pamit sebentar untuk mengangkat panggilan tersebut, sementara Megumi dan Gojo melanjutkan makan. Tak berapa lama Taka kembali dan duduk bersama mereka.

"Saya mau pergi sebentar apakah tidak apa-apa? Ada tim yang butuh mobil tambahan di area sekitar sini," pamit Taka.

"Ya, tak masalah, kami tidak buru-buru," jawab Megumi.

"Terimakasih," Taka cepat-cepat menghabiskan makanannya sebelum pergi. "Oh ya, saya dengar restaurant ini cukup terkenal dengan pemandangannya di kubah menara itu," tunjuk Taka. "Mungkin kalian bisa bersantai dulu di sana kalau nanti saya belum kembali."

"Baiklah kalau begitu, hati-hati," balas Megumi, ia melanjutkan makan bersama Gojo, dan tak butuh waktu lama sampai makan malam mereka habis.

"Mau kesana?" tanya Gojo, mengarah pada menara kubah yang dimaksud Taka tadi.

"Boleh saja, ayo," balas Megumi.

Saat mereka ke sana, ruangan itu sepi, mungkin karena itu masih jam makan malam jadi tak ada yang keluyuran di sana. Ruangan kubah itu semuanya terdiri dari dinding kaca tebal berwarna biru, kerangka kubah itu berbentuk nyaris seperti jaring emas dan terlihat indah meski dari dalam. Ruangan itu redup, nyaris gelap, hanya dengan pendar lampu berwarna biru pucat. Rasanya seperti berada di dalam planetarium. Bahkan di beberapa sudut kubah ada teleskop untuk mengintai bintang-bintang.

"Wow, tidak buruk juga," komentar Megumi menatap pemandangan yang ada.

"Ya," Gojo menghampiri sebuah teleskop dan mengintai dari sana. Megumi menghampiri. Gojo tersenyum ke arahnya. "Mau coba lihat? Ini bagus," ucap Gojo seraya menyingkir dari teleskop itu.

Megumi berganti mengintai ke teleskop itu, menatap pemandangan langit yang tersaji di sana. "Ya, indah," komentar Megumi. Ditatapnya langit malam bertabur bintang itu. Entah bagaimana mengingatkan pemandangan saat ia melakukan misi bersama Gojo, saat Gojo menggunakan salah satu kemampuannya yang bernama Ryoiki Tenkai.

Setelah puas melihat bintang, mereka duduk di kursi yang melingkar di sepanjang ruangan menghadap pemandangan luar, menikmati pemandangan malam itu.

"Sensei, gomen soal yang tadi. Aku harusnya lebih sigap lagi," ujar Gojo. "Apa dia…senpat menci–..." Gojo tak melanjutkan ucapannya, ia hanya memalingkan muka.

Megumi tersenyum tipis, lalu menyandarkan kepalanya ke lengan Gojo. "Nyaris. Tapi untung saja kau menahan kepala bocah itu."

"Mm," balas Gojo lirih, tetap tak menatap Megumi.

Melihat itu, Megumi kembali menegakkan tubuhnya, lalu sedikit mencondongkan tubuh ke hadapan Gojo. "Ano sa…" ucap Megumi, barulah Gojo mau menatapnya. Megumi semakin mendekat, dan Gojo yang menyadari itu juga melakukan hal yang sama. Tapi gerakan mereka terhenti saat mendengar suara orang dari luar, sepertinya mereka juga pengunjung yang mau ke kubah itu.

Megumi menoleh dengan kecewa, tapi ia lalu terhenyak saat tubuhnya direngkuh, dan saat ia membuka mata detik berikutnya, ia sudah berada di luar, melayang di udara lebih tepatnya, beberapa puluh meter dari atas menara itu.

"Woaah…" Refleks Megumi langsung berpegangan pada Gojo.

"Hehe, tenang saja. Aku tidak akan membiarkanmu jatuh," ucap Gojo yang tangannya melingkar di pinggang Megumi. Ia duduk di udara seolah duduk di sebuah kursi.

"Ugh…" Megumi mencoba menapaki udara itu, rasanya kosong, tapi entah bagaimana ia bisa duduk di udara kosong itu.

"Kalau kau takut kau boleh duduk di pangkuanku," Gojo menjulurkan lidah menggoda Megumi.

"..." terdiam sesaat dengan semburat tipis di pipi, Megumi melirik wajah jahil Gojo. "Baiklah," ia seolah menerima tantangan itu dan betulan naik ke pangkuan Gojo, duduk menghadap ke arah jujutsushi itu. Megumi puas saat seketika gantian wajah Gojo yang memerah total. "Ini tidak akan jatuh kan," goda Megumi seraya mencondongkan tubuhnya ke depan.

"I-iya, tidak akan," balas Gojo kikuk.

"Meski aku bergerak begini?" Megumi menggerak-gerakkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri.

"Hey–...!" cegah Gojo dan langsung memegang pinggang Megumi. "Ya jangan begitu dong. Intinya selama kau menyentuhku kau tidak akan jatuh. Tapi ya jangan menjatuhkan diri juga."

Megumi tertawa kecil mendengar nada cemas di suara Gojo. "Baiklah. Yang penting tetap menyentuhmu ya," Megumi pun meraih dada Gojo dan berpegangan ke bajunya. "Begini tidak akan jatuh," godanya.

Mereka saling tatap, dan tanpa persetujuan, wajah mereka saling mendekat lalu ciuman itu pun terjadi. Mereka mengecup bibir masing-masing, memagutnya lembut untuk beberapa saat. Sebuah ciuman ringan yang hangat.

Megumi tersenyum setelah ciuman mereka terlepas. Gojo menatap bibir Megumi, lalu mengusapnya lembut. Megumi sedikit membuka bibirnya yang membuat Gojo meneguk ludah berat. Tapi Gojo tetap tak mencium Megumi.

"Aku minta maaf soal yang tadi," ucap Megumi. "Kurasa aku memang sedikit ceroboh. Aku tak mengira Kei bisa senekat itu."

Gojo menggeleng pelan. "Aku justru merasa bersalah karena kurang sigap, sampai kau harus mendapatkan perlakuan tak menyenangkan begitu."

Megumi menyatukan dahi mereka. "Jadi…kau sudah tidak marah padaku?"

"Hey, aku sama sekali tak marah padamu, Sensei."

'Tapi kenapa kau tak menciumku,' batin Megumi, sayangnya tak terucap di bibirnya.

"Aku…sebenarnya marah pada diriku sendiri," ucap Gojo kemudian. "Aku merasa cemburu hanya dengan melihat orang lain mendekatimu dan ingin mendapat heal darimu. Padahal aku tahu aku tak berhak merasa demikian, karena aku juga bukan siapa-siapa mu."

Megumi terbelalak pelan. Ah…iya juga. Ia belum menyatakan perasaannya pada Gojo, ia belum memberikan jawaban secara lisan atas perasaan pria itu. Pantas Gojo merasa gelisah.

"Gojo-san…" panggil Megumi, ia ingin mengatakannya, tapi dia harus bilang apa? Aku juga menyukaimu? Jadilah pacarku? Megumi belum pernah menyatakan cinta, jadi ia tak mengerti harus mengatakan apa. "Aku…" kata-kata Megumi tertahan di lidah, jantungnya berdebar tak karuan. Ia harus bilang, harus. Tapi ia tiba-tiba sangat nervous.

Pandangan Megumi tak fokus, hingga tatapannya beralih ke leher Gojo. Ah…ya, dia ingat sesuatu. Kissmark di lehernya. Kissmark itu tanda kepemilikan kan? Apa…jika Megumi memberikan tanda itu di leher Gojo, ia sudah mengklaim Gojo sebagai miliknya tanpa perlu berkata-kata?

Gulp…

Megumi meneguk ludah berat. Ia lalu meraih kerah seragam Gojo yang setinggi leher, ia turun resletingnya.

"Sen–...sei…?" ucap Gojo terbata.

Megumi menurunkan sleting Gojo sampai bagian lehernya terbuka, ia mengecup permukaan leher Gojo, menjilatnya, menggigit kecil. Ia mengingat bagaimana cara Gojo melakukannya malam itu. Setelah merasa cukup, Megumi menarik kepalanya mundur, ia tatap bekas kecupannya di leher Gojo, ada warna kebiruan di sana, tapi masih tipis. Mungkin ia harus melakukannya sedikit lagi. Megumi pun kembali mengecup di sana.

"Sen–...nn…" erangan tipis lolos dari bibir Gojo, dan entah kenapa membuat Megumi excited. Ia senang Gojo merasakan apa yang sedang ia lakukan.

Megumi kembali memundurkan tubuhnya dan kali ini bisa melihat kissmark itu terbentuk sempurna di leher Gojo. Warna kulit Gojo yang seputih salju membuat kissmark dari Megumi tercetak begitu jelas.

Dengan begini…kau milikku, batin Megumi.

Saat tengah menikmati pemandangan itu, tiba-tiba Gojo meraih wajah Megumi lalu mencium bibirnya, kali ini membuka bibirnya untuk saling menautkan bibir. Pagutan yang lumayan panas Megumi terima, Gojo seperti menginginkan sekali ciuman itu, dan itu membuat Megumi senang.

Tangan Gojo menyusup masuk ke balik baju Megumi, meremas dadanya di bagian nipple.

"Nn…" Megumi berjengit merasakan itu. Lalu saat Gojo beralih memilin nipple nya–...

Rrring…

Ponsel Megumi berdering pelan.

Mereka pun melepas ciuman, Megumi bersandar ke pundak Gojo dan keduanya saling menormalkan nafas masing-masing. Untuk beberapa detik Megumi hanya diam seperti itu, barulah tangannya bergerak untuk merogoh ponsel di saku dan menerima panggilan yang rupanya dari Taka.

"Moshi moshi, Taka-san," ucap Megumi. "Ah, kau sudah kembali. Ya…ahh–...mph," Megumi membungkam mulutnya saat Gojo gantian menurunkan kerah seragam Megumi lalu mencumbu lehernya.

Gojo melepas plester Megumi, kembali mengecup kissmark itu, lalu menambahkan di sampingnya. Ia menjilat leher Megumi, mengecupnya, dan menggigitnya kecil. Satu tangan Gojo meraih belakang kepala Megumi, meremasnya seolah menarik mendekat.

"Oh, kau sudah di parkiran," balas Megumi sambil mencoba menahan suaranya. Apalagi saat tangan Gojo yang lainnya kembali merangsek masuk ke balik baju Megumi dan memilin nipple nya. "Ya, kami akan segera turun. Kau…tunggu di sana," ucap Megumi dan segera menutup telefon. Ia kembali ambruk ke pelukan Gojo, tubuhnya hanya bisa bereaksi mendapat perlakuan itu dari Gojo. Tangannya memegang erat ponsel supaya tak jatuh, satu tangan memeluk punggung Gojo, mencengkeramnya.

"Sensei…Sensei…" panggil Gojo dengan nafas memburu. Ia mencium leher Megumi bagian depan, meraup jakun nya, membuat Megumi harus mendongak merasakan sensasi itu.

"Ahh…Gojo-san…Taka-san sudah…nn…menunggu di parkiran," ucap Megumi terbata.

"Nn, ya," balas Gojo tapi masih menciumi leher Megumi. Ia lalu menarik kepala Megumi turun dan mencium bibirnya, meraup bibir Megumi dengan rakus. Setelah itu barulah ia melepas ciuman, kembali menyatukan dahi mereka.

Keduanya diam beberapa saat sebelum memutuskan untuk turun. Gojo menggendong Megumi bridal style lalu teleport ke tempat parkir. Barulah menurunkannya setelah di parkiran, dan mereka pun menghampiri mobil Taka untuk kembali menuju HQ.

.

.

.

~ To be Continue ~

.

Support me on Trakteer : Noisseggra