Bad romance. [END]

Badromance,
w/henxiao
©2021, ghostthelight

xiao dejun.
┃hard worker
┃matcha,
┃"humph!"

wong hendery kunhang.
┃smile is his job
┃skateboard,
┃"my dinosaur,"

other cast :

liu yangyang.
┃wuzzup, bro!

wong yukhei.
┃wanna eat?

johnny suh.
┃keep calm, enjoy yourself

qian kun.
┃please..., be pretty quite

cerita baru setelah lama mendekam. tidak yakin akan ramai tetapi ini akan sangat saya coba sesingkat mungkin dan sampai tamat ^^d

cw [ bxb, school life, slife of life, drama, romance, crack comedy ]

[!] cerita ini terinspirasi dari salah satu anime berjudul "SK8 : The Infinity" karya original dan di produksi oleh studio Bones

(1) Pindah Rumah

Opening?

Apa yang harus dilakukan saat opening di mulai?

Aku tidak memiliki opening atau sambutan meriah yang bagus untuk awal cerita ini -atau lebih tepatnya aku tidak tahu harus dimulai darimana. Bagaimana baiknya yang bisa aku katakan? Aku bingung, aku selalu bolos saat belajar bahasa sastra saat ditugaskan menulis karangan pendek.

Lagipula tanpa opening pun kehidupanku saat ini sudah mendekati ending.

Xiaojun memandang sendu pemandangan kota Makau dimalam hari, gedung tinggi dan menara berlampu kian lama makin menyusut jumlahnya. Mobil yang ditumpanginya mulai menjauh dari keramaian ibukota dan saat ini berada di pinggiran kota yang asri.

Ibunya dikursi kemudi menatap singkat putranya itu, ada rasa kekhawatiran dimata wanita separuh baya menatap anak semata wayangnya.

"Xiaojun, apa kau tidak suka kita pindah ke Macau, sayang?"

Xiaojun diam sebentar sebelum menjawab pertanyaan ibunya, "tidak, biasa saja."

Xiaojun terus menatap keluar jendela mobil, tatapan terfokus kearah taman kota yang cukup ramai dipenuhi muda-mudi.

"Tapi masih bagusan di Guangdong," tanpa sadar Xiaojun berbisik seperti itu, membuat ibunya tersenyum getir.

"Maaf ya sayang, karena pekerjaan mommy kita harus pindah kota dan mommy tidak bisa meninggalkanmu tinggal sendiri di sana-"

Xiaojun tersentak kaget dan menegakan badannya. Menatap ibunya dengan raut bersalah, "Mom, kau tidak salah, jangan minta maaf, oke. A-aku memang bilang masih bagusan di Guangdong tapi tidak sampai merasa tidak suka karena aku harus pindah ke Macau bersamamu, mom."

Mendengarnya membuat ibunya tersenyum manis menanggapi ucapan putranya, mengelus bahu anaknya dengan lembut dan kembali fokus mengemudi. Mau tidak mau Xiaojun ikut tersenyum manis.

Tahun ini keduanya terpaksa pindah karena tuntutan pekerjaan ibunya yang resign dari pekerjaan lamanya di rumah sakit Guangdong ke rumah sakit swasta di Makau. Mereka menjual rumah mereka sebelumnya untuk pindah ke apartemen yang menurutnya cukup luas dan asri karena bisa mengakses rooftop.

Mereka harus seperti ini setelah ayah Xiaojun telah tiada, ibunya menjadi tulang punggung untuk dirinya. Tapi Xiaojun sekarang sudah mengikhlaskan semua yang menimpanya, tidak ada lagi rasa sesal dan sedih.

Semuanya baik-baik saja. Pikir Xiaojun.

Semuanya akan berjalan baik seperti biasanya.

Minggu pagi, setelah kemarin seharian sibuk mengemas rumah baru mereka Xiaojun akhirnya nekat keluar rumah. Dia memang belum pernah ke Macau sebelumnya tetapi teknologi seperti google maps sudah sangat membantu Xiaojun menjelajah kota besar itu walau untuk pertama kalinya.

Mata dengan bulu mata lentik itu menatap layar ponselnya yang menampilkan daftar alamat yang sudah dia cari dan dia tandai sebelumnya. Bukan sembarang alamat tapi itu lokasi sedang membuka lowongan pekerjaan sambilan.

Ya, Xiaojun sedang mencari tempat kerja sambilan, apapun itu asal sesuai kemampuannya dan gaji cukup besar.

Alamat pertama yang dia kunjungi pertama adalah yang cukup jauh dari rumah, dia harus menaiki bus terlebih dahulu selama 5 menit. Kalau jalan kaki memakan waktu kisaran 10 menit.

Kalau pada awalnya dia tidak tertarik memandang pemandangan malam kota Macau tapi kali ini matanya tidak lepas menatap kehidupan kota itu di pagi hari. Sungguh padat tetapi tetap teratur, mungkin karena hari ini adalah hari minggu jadi tidak banyak orang yang memadati jalanan.

Saat dia sampai di halte tujuannya, Xiaojun turun dari bus. Menatap sekelilingnya sebentar dan melangkah menuju lokasi pertama tempat yang mencari pekerja paruh waktu.

Ada harapan besar bahwa dia akan diterima karena kualifikasi Xiaojun sangat mendukung untuk bekerja disana.

"Asem."

Keluh Xiaojun. Matanya menyipit menatap minuman kaleng ditangannya. Hawa panas kota Macau di pukul 10.00 pagi terasa terik sekarang karena memasuki musim panas. Minuman kaleng dingin yang dibelinya di vandine machine secara acak karena dia kira rasa matcha -ternyata rasa lemon lime semakin mengecewakan Xiaojun karena dia tidak suka rasa asam.

Ditambah lagi Xiaojun gagal melamar kerja di tempat sebelumnya karena toko kelontong itu -alamat pertama lowongan kerja yang dia datangi sudah mendapatkan pekerja paruh waktu tepat sebelum Xiaojun.

Xiaojun mau tidak mau menghabiskan minuman asam itu sebelum hawa dinginnya meleleh dibawah suhu panas ini.

Xiaojun langsung membuang kaleng itu ketempat sampah, berdiri dari kursi yang ada disebelah vandince machine dan berjalan lagi menuju halte bus lagi. Xiaojun tidak kuat kalau harus jalan kaki karena cuaca yang sangat panas.

Xiaojun berhenti berjalan, kepala tolah-toleh menatap sekitarnya. Dia baru sadar dia berada di daerah yang berbeda dari sebelumnya. Saat dia lihat dipeta ternyata dia berada dijalan pintas dari jalan awal sebelumnya. Seharusnya dari toko tadi dia hanya berjalan lurus tetapi dia malah berbelok ke sebuah gang, akhirnya Xiaojun terus melewati jalan sempit yang untungnya teduh oleh pepohonan.

Saat mendekati ujung jalan dia bisa melihat jalan raya sebelumnya yang terpisahkan oleh taman kota yang dia lihat tadi malam, suasananya tidak seramai seperti tadi malam, disisi lain taman terbuka itu ada lapangan besar untuk aktivitas olahraga outdoor yang dibatasi dinding kawat.

Xiaojun melewati jalanan taman, setelah keluar dari taman dia harus berjalan lagi sekitar 100 meter untuk sampai ke halte bus tempat sebelumnya dia datangin. Tunggu berarti Xiaojun berjalan memutar? Memutar lebih jauh? Astaga...

Xiaojun berhenti sejenak, dilapangan itu ternyata area khusus latihan skateboard dengan tanjakan berbagai ketinggian. Dia kembali mengingat kumpulan pemuda kemarin malam yang dia lihat, itu berarti para komunitas pemain skateboard.

Kakinya kembali melangkah menuju halte bus, dia tidak mau berlama-lama dan ingin segera ketempat berikutnya. Xiaojun menatap ponselnya yang berisi catatannya, masih ada 6 alamat yang harus dia kunjungi hari ini.

"Huft -!"

"AWAS!"

Mendengar seruan itu Xiaojun menoleh kebelakangnya dan dengan panik menghindar dari seseorang yang melaju di trotoar dengan skateboardnya. Xiaojun tidak merespon saat dari kejauhan pengendara skateboard yang hampir menabraknya berseru minta maaf.

Taklama makin banyak pengguna skateboard yang lewat, arah mereka datang dari lapangan latihan skateboard di taman tadi. Xiaojun terpaku dihalte bus menatap belasan orang silih berganti melewati jalanan dengan papan beroda itu dengan mulus.

Xiaojun yang asik melihat cara mereka mengendalikan papan seluncur itu tanpa sengaja pandangannya bersitatap dengan orang asing yang juga kebetulan menatapnya.

Pemuda itu awalnya sedang berbincang dengan teman disebelahnya sambil menaiki skateboardnya.

Entah khayalan atau karena efek globalisasi Xiaojun pikir ada semacam slowmotion saat dia menatap pemuda itu. Apa karena postur berdirinya sangat santai diatas papan yang terus melaju cukup lambat atau karena penampilan pemuda itu yang cukup enak dipandang karena senyum manisnya, Xiaojun tidak tahu.

Saat pemuda itu melewati dihadapannya, Xiaojun tidak berhenti menatap pemuda dengan surai biru kelabu itu sampai Xiaojun sadar pemuda asing yang tidak sengaja dia plototin memberikan kedipan flirting kearahnya.

"!" Xiaojun seketika merinding. Dia memandang geli pemuda itu yang kini tertawa kecil seperti menertawakan wajah mengkerut Xiaojun dan makin menjauh bersama skateboardnya.

"Sial. Rasanya menggelikan dapat wink genit dari cowok."

Sudah empat jam berlalu dan sudah empat lokasi yang dia kunjungi tempat dimana dia bisa mendapat pekerjaan tetapi empat kali juga Xiaojun mendapatkan hasil nihil.

Pertama sudah menerima pekerja yang mendaftar sebelum Xiaojun, satunya lagi ternyata bukan pekerjaan yang bisa dia terima (karena Xiaojun masih sekolah) dan sisanya Xiaojun tidak terima karena bukan pekerjaan yang baik.

Xiaojun menghela napas berat, padahal semuanya gajinya lumayan besar tapi bukan nasibnya untuk mendapatkannya.

Xiaojun mencoba optimis lagi karena masih ada satu tempat yang belum dia kunjungi, diotaknya dicamkan untuk dia tetap semangat-

"Eh? Tidak bisa, tuan? Anda tidak bisa menerima saya bekerja disini?" ucap Xiaojun dengan ekspresi kaget dan suaranya makin sedih tiap katanya, menatap pria dewasa yang duduk dihadapannya dengan raut wajah menyesal menatap Xiaojun.

"Ya, maafkan saya sebelumnya karena tidak mencantumkan usia pekerjanya tetapi saya benar-benar tidak bisa menerima pekerja dibawah umur jadi saya tidak bisa menerima anda, nak Xiao. Sekali lagi maafkan saya." ucap pria itu dengan nada lembut, Xiaojun hanya terdiam. Pupus sudah harapannya untuk mendapatkan pekerjaan hari ini. Qian Kun, atau pemilik pondok seni kaligrafi terkenal yang sebelumnya mencari pekerja untuk menjaga tokonya tetapi dia tidak bisa menerima Xiaojun karena masih bersekolah.

"Baiklah, terimakasih untuk waktunya, tuan Qian." Xiaojun berdiri dan membungkuk sopan, pamit untuk undur diri. Kun ikut berdiri mengantar tamunya pulang.

"Kenapa anak sesuaimu mencari pekerjaan paruh waktu? Apa kau tinggal sendiri disini, Dejun?" tanya Kun. Xiaojun berbalik menatap Kun.

"Saya disini baru pindah ke Macau kemarin dan juga saya ingin membantu perekonomian ibu saya." jawab Xiaojun seadanya, Kun mengangguk kecil tanda dia paham situasi yang dihadapi Xiaojun.

"Ah, begitu, ka-" ucapan Kun terpotong karena mendengar keributan dari luar, Xiaojun terdiam mendengar suara perdebatan itu membuat Kun berjalan kejendela yang menghadap jalanan dari lantai dua.

"Yak! Kalian berdua jangan ribut dirumahku, main sana jauh-jauh! . . . Ah Yangyang jangan dengarkan kata anak itu, aku sedang ada tamu -YAK!" seru Kun dengan urat timbul di pelipisnya, Xiaojun menatap Kun dengan tatapan takjub. Padahal sedetik yang lalu Kun terlihat berwibawa dan tenang tapi kini keributan yang dibuat entah oleh siapa mampu mengubah personality pria Qian ini.

Setelah masalah perdebatan Kun selesai, Xiaojun ingin segera pamit pulang. Waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore dan Xiaojun tidak mau sampai rumah sebelum matahari terbenam.

Xiaojun menatap ke pintu gerbang rumah Kun yang sepi, tidak ada tanda-tanda asal suara keributan yang dia dengar, seorangpun tidak terlihat dihalaman yang berarti mereka sudah pergi.

Mata Xiaojun tidak fokus menatap sekitarnya, kakinya terus melangkah tanpa dia sadar Xiaojun menendang sesuatu seperti papan pendek yang disandarkan di dinding gapura pagar.

Plang!

"Eh?" Xiaojun tersentak kaget mendengar suara papan jatuh, secara spontan Xiaojun ingin mengindari jatuhnya papan itu tapi yang ada malah kakinya menyandung kakinya sendiri.

Xiaojun secara refleks mengambil pijakan sebelum dia jatuh tapi yang ada Xiaojun malah menginjak papan yang sekilas nampak tidak asing menurutnya. Tidak tahu kenapa papan itu terlihat goyah sehingga tidak bisa membuat Xiaojun menyeimbangkan tubuhnya. Papan kayu itu bergerak maju mundur hingga akhirnya kakinya yang menginjak papan itu tergelincir dan terdorong kebelakang.

Sebelum jatuh, Xiaojun sempat melihat apa yang dia injak dan itu ternyata papan skateboard!

...pantas gerak pas diinjak -ah aku akan jatuh...

Bugh!

Xiaojun meringis sakit, tepatnya hidungnya terasa sakit karena lebih dulu menghantam sesuatu yang keras, tidak terlalu keras -cukup nyaman tapi tetap saja keras.

Xiaojun membuka matanya perlahan sesaat merasa aneh karena dia menyadari kalau Xiaojun tidak jatuh dengan semestinya, saat mendongak -

Ada penampakan wajah asing yang ditangkap matanya.

"Kau tidak apa-apa? Apa pelukanku terlalu nyaman?" ucap seorang pemuda yang tadi segera mendatangi Xiaojun dari gang sempit di sebelah rumah Kun saat pemuda kecil itu tersandung skateboardnya.

"!" Xiaojun buru-buru mundur menjauhi orang yang ternyata menangkapnya dari depan saat Xiaojun terpeleset tetapi sialnya lagi, kakinya kembali menginjak papan skateboard yang tidak tahu kenapa malah ada dibelakangnya dan membuat Xiaojun terjungkal.

"WOAH!"

greb!

Xiaojun tidak habis pikir, apa drama percintaan yang pernah dia tampilan di pentas kesenian drama saat SMP dulu terjadi di kehidupan nyata Xiaojun?

Bagaimana mungkin dalam seperkian detik pemuda yang tadi menangkapnya sekarang menolongnya lagi, merengkuh pinggang Xiaojun dan satunya lagi menggenggam pergelangan tangan Xiaojun seperti cinderella dan pangerannya.

Wajah Xiaojun jelas menunjukkan ekspresi syok antara takut terjatuh dan salah tingkah dalam posisi ini.

Jujur saja kalau Xiaojun sangat malu saat ini.

"Hahahaha, kamu sepertinya suka aku tolong, pria kecil," pemuda itu menatap geli Xiaojun yang berada dalam dekapannya membuat Xiaojun sedikit jengkel

Urat di pelipisnya mencuat muncul dari balik kulit kepala Xiaojun, ada rasa dongkol karena dia dipanggil pria kecil oleh pemuda dengan cengiran lebarnya.

"Lepaskan aku!" Xiaojun buru-buru melepaskan sentuhan pemuda itu dan melangkah mundur lagi, kali ini tidak ada papan beroda sialan itu yang hampir membuat Xiaojun jatuh dua kali.

"Hahahaha!" pemuda dengan surai biru kelabu itu malah tertawa kecil, kakinya menginjak papan skateboardnya membuat papan itu seperti meloncat dan mengambilnya, mengamankan di pegangannya sebelum mencari korban lagi.

"Kenapa kamu tertawa?" tanya Xiaojun sedikit tersinggung, pemuda itu terbatuk kecil.

"Tidak, tidak apa-apa, hanya lucu saja melihat seseorang terpeleset karena skateboard segeda gaban ini -hahahaha astaga, apa kamu tidak bisa naik skateboard?" Xiaojun tidak mengerti maksud pemuda ini tapi yang jelas ucapannya meledek Xiaojun.

Sebenarnya pertanyaan terakhir pemuda itu tidak ada kolerasinya dengan kejadian ini tetapi karena gengsi Xiaojun sedikit besar membuat dia terpancing.

"Humph! Papan seluncurmu aja yang jelek, tidak bisa dinaiki!" ucap Xiaojun dengan nada sedikit arogan, beginilah Xiaojun kalau tersinggung terhadap orang asing yang sok asik padanya.

"Hoho? Kamu bisa naik skateboard? Ingin tanding denganku?"

"! -Buat apa aku tanding dengan orang asing sepertimu! Humph sudahlah-" balas Xiaojun sedikit panik karena pemuda itu malah menantangnya. Mana mau Xiaojun setuju, sudah tidak saling kenal siapa pemuda itu dan Xiaojun sama sekali tidak bisa main skateboard.

Xiaojun masih memilih menahan egonya daripada memalukan diri sendiri.

Xiaojun mendengus dan berbalik arah ingin kembali pulang mencoba mengabaikan pemuda asing itu.

"Hei, mana terimakasihmu?" ucap pemuda itu, membuat Xiaojun terdiam lagi. Xiaojun sampai lupa kalau pemuda menjengkelkan itu sempat menolongnya.

"...terimakasih."

"Hm? Kurang kencang?"

"AAAAKUBILANG TERIMAKASIH! Kamu siapa sih, jangan berbicara sok akrab denganku! Aku tidak suka dengan orang asing sepertimu!" pekik Xiaojun akhirnya, darahnya seakan mendidih didekat pemuda itu entah kenapa.

Mungkin karena pemuda itu bukannya terlihat marah atau tersinggung dengan sikap judes Xiaojun tetapi malah menampakan ekspresi flirtingnya dengan cengiran manisnya.

Pemuda itu tersenyum setiap melihat pria kecil yang tadi kepeleset hanya karena skateboard berkoar-koar seperti dinosaurus mengamuk. Lagipula bagian mana dari sok akrab hanya karena dia menagih ucapan terimakasih saja? Atau mungkin karena cara berbicara santainya tetapi hal itu membuatnya penasaran.

"Hahahaha, lama-lama kamu lucu juga kalo marah." begitu balasannya saat mendapatkan ucapan terimakasih tidak ikhlas dari Xiaojun.

Senyum manis mengembang di bibirnya lalu dia berucap, "Ohya, namaku Hendery, panggil saja Hen atau Dery. Kamu?"

Xiaojun mengerjap matanya saat menatap pemuda di hadapannya ini memperkenalkan dirinya dengan senyum manis yang benar-benar nampak tidak asing di mata Xiaojun. Senyum yang sama seperti pemuda yang menaiki skateboardnya dengan anggun dan memberikan wink genit padanya.

Ugh. Xiaojun memincingkan matanya dan menukik alisnya tidak senang.

Jadinya namanya Hendery toh.

tbc

HI, chapter pertama dari buku ini akhirnya publish😭 lega sebenarnya bisa publish buku ini, aslinya insecure tapi maksain tetep publish ini. mohon maap kalo alurny maksa dan juga mohon dukungannya untuk bayiku satu ini ya 💗

[!] DISCLAIMER cerita ini terinspirasi dari anime original "SK8 : The Infinity" yang diproduksi oleh studio Bones pada Januari 2021

(2) Skateboard

"Hahahaha, lama-lama kamu lucu juga kalau marah. Ohya, namaku Hendery, panggil saja Hen atau Dery. Kamu?"

Xiaojun mengerjap pelan menatap Hendery yang tersenyum padanya, dia membuang muka lalu mendengus.

"Hendery? Sok keren -dan buat apa aku memberitahu namaku."

"Eh? Bukan-bukan, Hendery itu benar-benar namaku, secara resmi tercantum di kartu pelajar dan pasporku. Jadi, namamu?"

Xiaojun memandang aneh si Hendery ini, sebenarnya Xiaojun juga merasa aneh pada dirinya sendiri karena membiarkan dirinya berdiam diri disana lebih lama dengan Hendery dan mengobrol dengan pemuda itu. Matanya menatap menelisik dari bawah keatas penampilan si Hendery.

Saat beberapa saat Xiaojun baru menyadari kalau Hendery ini adalah pemuda yang sama yang dia temui di halte bus yang naik skateboard dan memberi tatapan genit kearah Xiaojun!

"Tunggu! Kamu bukannya. . ."

"Hm? Kamu mengenalku?"

"Ah, tidak, tidak kenal." ucap Xiaojun akhirnya, mungkin dia salah mengira kalau pemuda ini adalah orang yang sama dengan pemuda yang dia lihat dihalte bus itu karena pemuda tadi pagi yang Xiaojun lihat dia akui sangat menawan, sedangkan pemuda ini terlihat kumal. Xiaojun saja baru menyadari ada noda seperti oli menempel di lengan atas bajunya dan celananya.

"Sudah ya, aku pergi." Xiaojun melangkah menjauh dari sana dan dari si Hendery juga. Buat apa Xiaojun berlama-lama didekat makhluk asing itu, dia juga harus segera pulang karena langit mulai menggelap.

Tapi nasib berkata lain, Hendery malah mengejarnya dan mengikutinya dengan menaiki papan skateboard miliknya. Berdiri diatas papan yang nergulir lambat menyesuaikan langkah Xiaojun.

Hendery masih tersenyum tanpa lelah, dia menatap Xiaojun yang membuatnya heran karena terus menatap penampilan dirinya dengan tatapan curiga. Tapi Hendery tidak ambil pusing.

"Kulihat kamu keluar dari rumah Kun-ge? Apa kamu sedang mencari pekerjaan?" tanya Hendery.

"Buat apa kamu mau tau?"

"Nanya."

"Ck, bukan urusanmu."

Lalu keduanya terdiam, Xiaojun mengecek ponselnya dan dia mendapatkan pesan dari ibunya yang memberi pesan dia sudah dari tengah hari tadi meninggalkan rumah untuk mendatangi tempat kerja barunya dan yang berarti hari kedua Xiaojun di rumah baru, dia sendiri lagi

Bukan masalah sebenarnya, selama ibunya ditugaskan di Guangdong Xiaojun juga sering sendiri dirumah. Walau terkadang Xiaojun masih merasa asing karena kehilangan sosok ayah yang membuat semuanya berubah.

"Hei, kamu baru pindah kesini ya?" ucap Hendery memecah lamunan Xiaojun.

"! -kamu masih disini? Mau menguntitku ya?!" Xiaojun menatap si Hendery yang masih berdiru diatas papannya, menikmati cahaya senja langit sore dan semilir angin lembut.

"Secara teknis, aku kebetulan ingin kesuatu tempat dan rute paling cepat lewat sini. Jadi aku tidak benar-benar menguntitmu." ucap Hendery, kakinya sesekali mendorong untuk menambah laju gerak papannya.

Xiaojun memutar bola matanya jengah, akhirnya Xiaojun mempercepat laju langkahnya.

"Tapi ngomong-ngomong aku tadi bertanya namamu belum kamu jawab?"

"Berhentilah mengangguku, kamu tau apa itu privasi kan?!"

"Ahahaha, maaf maaf." Hendery tertawa canggung. "Tapi aku bermaksud menawarankan pekerjaan di tempat aku bekerja. Kau tertarik?"

"Huh?"

"Kita mau kemana? Hei!" Xiaojun menatap daerah disekelilingnya, mereka berada di gang sempit diantara perumahan padat. Xiaojun terus menatap punggung si Hendery yang berjalan didepannya, masih menaiki papan skate-nya tanpa kesulitan di medan sempit begini.

Saat mendengar kalau pemuda ini -Hendery menawarinya pekerjaan Xiaojun spontan menerimanya. Padahal belum tau kerjanya nanti ngapain atau apa, sesuai tidak sama kemampuan Xiaojun tapi Xiaojun terlanjur tergiur.

"Hei~ kamu tidak menipukukan?" Xiaojun semakin lama khawatir, sudah agak lama mereka berjalan dan kakinya mulai sakit. Tangan Xiaojun hampir terarah menarik ujung kaos Hendery karena dia mulai ragu tetapi Xiaojun urungkan saat Hendery menoleh sedikit kearahnya.

"Tenang saja, tidak akan kuapa-apain kok." ucap Hendery dengan suara pelan. Xiaojun hanya mengangguk kecil.

"Oh, oke."

"Bosku memang terlihat mesum tapi aslinya dia sangat baik, dia akan memperlakukanmu dengan sangat baik juga." tambah Hendery lagi. Xiaojun hanya mengangguk dua kali sebagai respon.

"Oh, ok..."

"!"

Xiaojun lari. Lari sekencang-kencang menjauh dari Hendery.

Mustahil, mustahil, mustahil. Pikir Xiaojun kalut. Bisa-bisa dia hampir saja kemakan umpan dari orang asing dengan embel-embel mencari pekerjaan. Pasti si Hendery ini bukan orang baik!

"HEI KAMU JANGAN LARI -AKU BILANG KAMU TIDAK AKAN KUAPA-APAIN! KENAPA LARI?" teriak Hendery yang berlari di belakang Xiaojun. Ya, Hendery berlari karena efek spontan dan melupakan fakta kalau dia membawa skateboard yang dia bawa ditangannya akan membuatnya dengan mudah menyusul Xiaojun 2 kali lebih cepat.

"BODOH! MANA ADA YANG PERCAYA DENGAN PERKATAAN SEPERTI ITU! AAAAA JANGAN MENGEJARKU!" balas teriak Xiaojun yang mulai tersengal napasnya.

Napas Xiaojun semakin sesak, baru 500 meter dia lari dengan Hendery dibelakangnya mengejarnya, kakinya yang sudah sakit karena sedari pagi sudah dibawa jalan terus semakin terasa lemas kian langkahnya.

Kapan Hendery berhenti mengejarnya?

"OH! YANGYANG TAHAN DIA!" seru Hendery dari belakang, membuat Xiaojun kembali fokus menatap kedepannya, dimana ada seorang pemuda lainnya yang kebetulan datang dari arah berlawanan berhenti mendayuh skateboardnya. Dengan tatapan bingung dia harusnya menangkap Xiaojun tapi malah menjadikan badannya dinding sampai diseruduk dari depan sama Xiaojun.

"AKH!"

"Apa yang kalian lakukan, sih?" rengek Yangyang, mengusap belakang kepalanya yang sakit karena terbentur lebih dulu saat dia ditubruk Xiaojun hingga terjungkal keaspal.

Hendery dengan wajah panik segera membantu Xiaojun yang masih tersungkur ditanah tidak bergerak sama sekali. Xiaojun akhirnya mencoba duduk sambil mengeluh sakit.

Yangyang menatap kesal Hendery karena dia sudah dikacangin dan tidak dibantu sama sekali, matanya menyipit melihat Hendery yang terus menatap Xiaojun.

"Tunggu? Kamu siapa? Kenapa kamu dikejar Hendery?" tanya Yangyang menunjuk Xiaojun. Yangyang baru sadar yang menabraknya adalah orang yang tidak dia kenal. Xiaojun yang menatap balik Yangyang.

"Ah, orang mesum ini membohongiku! Dia bilang akan menawariku pekerjaan tapi dia malah akan membawaku ke tempat om-om mesum-"

"Aku tidak bilang begitu!" sela Hendery cepat.

"Tidak! Kamu tadi berkata dengan nada cabul! Kamu mesum, baka hentai!"

"Oi!"

"Temenmu, Hendery?" tanya Yangyang dengan alis di tautkan, dia bingung dengan interaksi mereka berdua ini.

"Bukan." jawab pelan Xiaojun dan Hendery bersamaan membuat Yangyang menatap keduanya aneh.

"Hah?" Yangyang semakin bingung dengan keadaan sekarang, dia awalnya pulang dari toko kelontong beli es popsicle karena cuaca hari sangat panas dan baru saja dia membuang stik eskrimnya dari kejauhan dia melihat Xiaojun ini berlari dan setelahnya Yangyang di tabrak oleh Xiaojun yang ternyata di kejar sama Hendery.

Kejadian macam apa ini? Dan ditanya pun keduanya tidak saling kenal?

"Yangyang, dia ini yang kuberitahu di chat tadi." ucap Hendery cepat, Xiaojun menatap keduanya was-was karena Hendery sudah lebih dulu mengontak temannya sebelumnya tanpa Xiaojun sadari.

Yangyang awalnya masih diam mencoba mengingatnya dan akhirnya mengingatnya, "OH~ jadi dia ini yang kamu maksud, Hen?"

"Iya! Calon pekerja di tokonya kak Johnny!"

"Ah, siapa namamu?" tanya Yangyang dengan gummy smilenya, Xiaojun yang masih reload dengan situasi asing yang menimpanya menjawab,

"Xiaojun." Xiaojun menjawab singkat.

"Hei, tadi aku aku nanya, gak kamu jawab, Jun?" timpal Hendery dengan wajah kusut.

"Sst! Jangan berbicara padaku! Dan siapa yang kamu panggil Jun?" Xiaojun menunjuk-nunjuk Hendery yang masih saja berbicara sok akrab padanya.

"Hei-hei sudah, jangan ribut. Xiaojun, soal kerjaan yang ditawari Hendery ini beneran kok, Xiaojun. Mungkin karena Hendery ini bodoh makanya kau termakan umpannya." Yangyang tersenyum lagi.

Xiaojun merasakan sudut bibirnya berkedut mendengar ucapan pemuda dengan surai orange di hadapannya.

'Apa anak ini juga mau bilang kalau aku ini juga sama bodohnya karena mempercayai Hendery? Awas saja kalau kakiku sudah tidak sakit, bocah nakal!'

Xiaojun hanya terdiam sambil menatap bergantian Hendery dan Yangyang yang mengobrol dihadapannya.

Dan ngomong-ngomong mereka bertiga saat ini masih duduk di atas aspal seolah mengobrol santai ditengah piknik sore. Mereka baru segera berdiri setelah ada seorang bibi yang naik sepeda melewati mereka sambil menatap mereka bertiga heran.

Xiaojun akhirnya diantar ke tempat kerja yang masih mencari karyawan sambilan dan setelah berbincang cukup lama dengan pemilik tokonya -namanya Johnny Suh, pria dewasa yang sangat tinggi seperti titan tapi sangat ramah, Xiaojun akhirnya mendapat pekerjaan sambilan dengan gaji yang lumayan banyak.

Tapi syaratnya Xiaojun harus punya SIM untuk pekerjaannya dan sialnya Xiaojun tidak memilikinya jadi dia bertugas dibagian kasir di toko.

Tapi setelah mengobrol selama 45 menit dengan si Johnny, akhirnya Xiaojun mengerti kenapa Hendery awalnya bilang kalau bos-nya itu baik walaupun mukanya mesum.

Sudahlah, lupakan.

Xiaojun duduk di kursi di dekat counter kasir, dia baru saja keluar dari ruangan belakang dimana tempat dia berdiskusi dengan calon bos-nya. Hatinya sedikit lega karena mendapatkan pekerjaan di toko ini sebagai kasir. Awalnya ada satu yang jaga yaitu Yangyang tapi karena masalah sekolahnya yang makin padat dan anak itu mengejar beasiswa keluar negeri jadi Yangyang mengundurkan diri.

"Ohya, ini toko...?" Xiaojun menatap sekelilingnya, menatap semua interior dan barang yang dijual didalam toko itu.

"...skateboard?" ucap Xiaojun dengan suara pelan. Ah, iya juga, tadi bos Johnny bilang kalau ini toko yang menjual segala jenis kelengkapan skateboard.

Xiaojun mengusap tengkuknya, mungkin karena dia kelelahan dari awal dia masuk tidak terlalu memerhatikan sekitarnya. Untung Hendery emang benar-benar serius kalau dia sedang mencari pegawai toko.

Ohya, ngomong-ngomong Hendery kemana?

Puk

"AHk!" Xiaojun tersentak kaget saat sesuatu yang dingin menempel di pipinya, dia mendongak dan mendapati si Hendery berdiri disampingnya sambil menempelkan sekaleng minuman dingin dipipinya.

"Minuman untukmu." ucap Hendery, mendorong sedikit kalengnya lagi hingga menyodok pipi tirus Xiaojun.

"Terimakasih." balas Xiaojun suram, dia menerima minuman dari Hendery dengan wajah suram. Hendery entah kenapa malah tertawa kecil melihat reaksi Xiaojun.

Baru saja dipikirin malah muncul orangnya.

Xiaojun melihat menyipit melihat kaleng berwarna hijau itu, pasti rasa lemonlime tapi saat dia balik kalengnya ternyata rasa matcha!

Segera Xiaojun membuka penutup kalengnya dan meneguk hampir separuh isinya dengan cepat, membuat jakunnya bergerak naik-turun dengan jelas.

Xiaojun menghela napas lega, sudah setengah hari dia menahan haus akhirnya kerongkonganya terasa hidup kembali.

Xiaojun yang asik menikmati minumannya dikejutkan saat Hendery berjongkok didepannya sambil memerhatikannya dengan tatapan kosong. Xiaojun otomatis tersedak kecil karena tatapan Hendery.

"A-apa -apa yang kamu lihat, bodoh!" Xiaojun mengusap sudut bibirnya dengan kaku, wajahnya sudah memerah malu karena dia pikir dia bertingkah aneh saat minum tadi. Tapi Xiaojun tidak memiliki kebiasaan aneh saat minum.

"Oh, astaga maaf, aku hanya berpikir kamu pasti sangat kehausan. Hahahaha, wajahmu memerah."

Xiaojun hanya memberengut kesal, menatap jengkel kearah Hendery yang lagi-lagi sok asik padanya.

"Bisa diam tidak, lama-lama kamu kutendang nih! Lagian ngapain kamu berjongkok disitu, hah? " Xiaojun yang sudah kesal mengangkat kakinya seolah ancamannya sungguh-sungguh. Hendery segera meminta maaf. Galak, batinnya.

"Aku ingin memberimu obat salep ini, tadi kamu jatuhkan sama Yangyang, kulihat lututmu menghantam aspal duluan." ucap Hendery memberi alasan kenapa dia berjongkok dihadapan Xiaojun. Ditangannya sudah ada salep obat untuk memar.

Xiaojun mencebik bibirnya kesal lagi, didalam hatinya padahal dia mengecam sikap baik Hendery yang membuatnya hampir salah paham.

Anak ini kenapa sih? Padahal kita aja belum saling kenal tapi sok asik banget. Keluh Xiaojun.

Xiaojun menyentuh lututnya yang memang tadi lebih dulu menyentuh aspal dan sekarang mulai terasa sakit saat dia menggerakan kaki kanannya. Xiaojun menggulung celananya hingga sebatas lutut dan benar saja dilututnya memiliki bekas memar kehitaman.

"Berikan obat itu padaku, biar aku olesi sendiri." Xiaojun menunjuk obat yang dipegang Hendery.

"Heee? Aku saja yang mengobatimu, anggap saja sebagai permintaan maaf." tolak Hendery, dia keukeuh memegang salep obat itu tanpa mau memberikannya pada Xiaojun.

"Aku sendiri saja-"

"Tidak, aku aja. Tenang saja, aku bakalan lembut memperlakukanmu kok!" ucap Hendery ngotot, dia mengambil salep itu diujung jarinya dan mengusapkannya ke lutut Xiaojun, tangan kirinya memegang sedikit pergelangan kaki Xiaojun agar Xiaojun tetap diam.

Xiaojun seperti terkena sengatan listrik saat Hendery bukan mengolesi dengan semestinya tapi malah terkesan mengelusnya.

"-aiya! Aku gelian, bodoh!"

BUAGH!

Hendery mengelus jidatnya yang nampak memerah, meringis sakit mengingat Xiaojun tadi yang menendangnya dengan lutut.

Hendery memberikan tatapan memelas kearah Xiaojun, "kenapa tidak bilang dari awal kalau kau itu sensitif, Jun?"

"Siapa yang kau panggil Jun hah?!" ucap Xiaojun sewot, wajahnya tidak menunjukka rasa bersalah setelah melututi jidat Hendery. Xiaojun memilih fokus mengolesi obat salep ke kakinya yang memiliki memar.

"Kan sudah kubilang dari awal kalau aku ingin mengolesinya, jadi ini salahmu sendiri!" ucap Xiaojun lagi, dia dengan telaten mengobati siku kanannya yang juga terasa sakit.

Xiaojun menutup obat salep itu dan memberikannya pada Hendery.

"Kamu bukan orang sini, Jun?" tanya Hendery, tangannya menyimpan salep itu kekantong jaketnya.

Xiaojun awalnya masih ingin protes karena Hendery ini memanggilnya 'Jun' begitu saja tapi dia akhirnya membiarkan anak itu.

"Ya, aku baru pindah ke Macau kemarin." jawab Xiaojun acuh sambil menuruni lengan baju dan celananya.

"Woah? Kenapa baru sehari kamu di Macau malah mencari pekerjaan? Bukannya menikmati wisata disini? Bagusloh, aku bisa merekomendasikan tem-"

"Gak ada waktu. Sudahlah, aku mau pulang." Xiaojun segera menyela Hendery yang terus nyerocos tanpa henti, mengambil tas selempang hitam miliknya dan ingin mencari kak Johnny untuk berpamitan.

"Mau pulang, Xiaojun?" tiba-tiba kak Johnny muncul entah dari mana.

"Ah, iya kak. Ini sudah malam, kalau gitu saya pamit. Selamat malam." Xiaojun membungkuk kecil kearah Johnny yang dibalas senyuman ramahnya.

"Ya, hati-hati ya -oh, Hendery, kenapa tidak kamu antar Xiaojun pulang?"

"Aku?" Hendery menunjuk dirinya sendiri seolah dia pikir ada Hendery selain dirinya disana.

Xiaojun yang mendengarnya langsung merasa tidak enak hati, dia tidak suka bersama orang asing apalagi pria antah berantah macam Hendery ini.

Xiaojun menolaknya dengan halus dan menyuruh Hendery tidak usah menuruti suruhan Johnny tapi Johnny keukeuh dan dengan tangan besarnya masing-masing memegang bahu Xiaojun dan Hendery, Johnny menatap Hendery.

"Ya, sekalian kamu pulang juga sana, Hendery. Daripada kamu buat masalah di sini."

"Cih, apa-apaan si Johnny sih!" gerutu Hendery saat dia secara halus di usir dari tokonya. Dia berdiri diatas skateboardnya yang melaju lambat.

Sedangkan Xiaojun yang berjalan di belakang Hendery terlihat seperti orang yang sadar dirinya sedang di ikuti dari belakang. Entah kenapa bersama Hendery dia makin merasa tidak nyaman.

Xiaojun rasanya mau langsung kabur dari sana tapi Hendery sendiri bisa dengan mudah mengejarnya dengan papan sialan berodanya.

"Huft..." hela napas Xiaojun.

Hendery melirik sekilas kearah Xiaojun lalu berucap pelan, "kalau mau lari, lari saja Jun."

"Eh?" Xiaojun mendongak dan menatap kaget Hendery yang berbicara padanya tanpa menoleh kearahnya. Hendery tanpa berhenti dulu dari atas skateboardnya yang berjalan lambat menoleh sedikit kebelakang dengan senyum mengeringkan.

"Kamu takutkan sama aku?" ucap Hendery dengan nada lambat yang agak aneh.

"IDIH! Siapa yang takut! Lagian kalau aku lari, pasti kamu kejar pakai skateboardmu!" cibir Xiaojun.

"Idih, siapa juga yang mau ngejar," balas Hendery dengan meniru gaya bicara Xiaojun.

Xiaojun menarik turun bibirnya membentuk raut kesal karena Hendery yang menirukan ucapannya dengan nada meledek. Pengen dia lempar pakai sepatu, serius.

"Ahahahaha! Bercanda, pasti kukejarlah! Kalau kamu nyasar bisa repot aku nanti." Hendery mengerling kearah Xiaojun dan langsung mendapatkan plototan tajam dari Xiaojun karena untuk kedua kalinya dia di beri tatapan genit yang menggelikan dari seorang laki-laki.

"Tapi nih ya, kalau kamu mau kabur lebih cepat dariku kamu bisa naik skateboard punyaku ini dan dipastikan akan selamat dariku, Jun."

"Ck, mamu ini kenapa sih malah nawarin aku buat kabur? Kamu ikhlas atau tidak sih mau ngantar aku pulang? Apa? Apa jangan-jangan kamu ada niat buruk?"

Xiaojun berhenti berjalan dan menatap curiga Hendery, pemuda dengan surai biru kelabu itu menawarinya untuk kabur dan sepertinya menyadari tatapan Xiaojun yang ingin segera melarikan dari sana.

Hendery menghentikan laju papan rodanya dan menoleh kearah Xiaojun, dia tersenyum tipis.

"Jelas sekali, tuan Xiao. Lihat tanganmu yang meremas kemejamu hingga kusut," Hendery menunjuk tangan kanan Xiaojun yang meremas kemeja bawahnya hingga kusut. Xiaojun sendiri mulai merasa malu dan menyadarinya kalau agak tidak sopan mencurigai orang terlalu jelas seperti ini.

"Eh tunggu, kamu tau darimana nama belakangku?" Xiaojun mencegat Hendery yang baru saja ingin melanjutkan jalannya, dia jelas sekali mendengar Hendery memanggilnya nama belakangnya padahal dia sama sekali tidak memberitahu namanya pada Hendery.

Hendery menarik seringai, "apa? Gak suka nama belakangmu aku panggil, hm?"

Hendery membiarkan papan rodanya di aspal begitu saja, mendekati Xiaojun dan berdiri didepan pemuda Xiao itu yang berdiam kaku menatap wajah Hendery dari dekat.

Hendery sedikit menunduk sampai tinggi keduanya sejajar. "Atau kamu mau kupanggil -tuan Huang, hm?"

"H-huang? Nama siapa lagi itu?"

Senyum dengan isyarat menggoda yang kentara di wajah Hendery terlihat kontras berbeda dengan wajah ramah sebelumnya.

"Nama belakangku? If you like it, then you can have it," bisik Hendery.

Xiaojun menyerngitkan alisnya saat Hendery mengatakan kalau Huang itu adalah marganya. Huang Dejun?

Tunggu! Kenapa aku jadi memikirkan namaku pakai marga Huang?! Margaku tetap Xiao! Dan selalu Xiao!

Xiaojun menatap garang Hendery yang masih betah memberikan tatapan flirtingnya dan tidak lama Hendery menjauhkan wajahnya dengan pipi sedikit bersemu merah.

Xiaojun menghardik hari buruknya dan Hendery yang begitu menyebalkan, apa sikap makhluk ini memang sebegini menyebalkan? Bagaimana makhluk menjengkelkan ini bisa hidup bersosialisasi kalau mudah bikin orang marah?

Setelah diantar sampai depan apartemen, Hendery langsung pergi dengan skateboardnya. Xiaojun berharap dia tidak bertemu dengan Hendery lagi.

Xiaojun mengancing seragam lama miliknya, pagi ini di hari senin ini Xiaojun mulai menjalani hari pertama dirinya sekolahnya di sekolah baru.

"Haah~" satu helaan napas panjang kembali lolos dari celah bibirnya dengan wajah kusut, Xiaojun tidak akan menyangka pindah sekolah akan begitu membuat hatinya tidak nyaman. Padahal saat mencari pekerjaan kemarin dia merasa baik-baik saja di lingkungan baru? Apa karena dia kecapekan mencari kerjaan kemarin?

"Xiaojun sayang, kenapa wajah kamu kusut begitu?" tanya ibu Xiaojun dengan raut khawatir saat menyiapkan sarapan di dapur. Xiaojun mengambil duduk di kursi yang tersedia sambil menggelengkan pelan kepalanya.

"Tidak apa-apa, mommy."

Xiaojun mulai menyantap sarapannya, di dalam hatinya entah kenapa dia seperti akan mendapatkan hari buruk nanti disekolah.

Selama di sekolah, semuanya berjalan lancar bahkan terkesan semua terlihat baik-baik saja. Xiaojun tidak gugup memperkenalkan dirinya di depan kelas dan di hadapan teman-teman barunya yang juga menyambutnya dengan baik. Bahkan dia bisa melihat beberapa siswi yang tertarik padanya sambil berbisik ke teman sebangkunya dengan wajah bersemu merah. Ekhem, abaikan saja yang satu itu

Setelah perkenalan, Xiaojun di perkenankan duduk. Pelajaran jam pertama di sekolah barunya dia lewati dengan sempurna dan tidak ada yang salah, tapi Xiaojun dalam diam masih merasakan gelisah.

Oh! Apa ini karena tadi pagi kak Johnny ada mengontaknya kalau dia bisa datang bekerja setelah sepulang sekolag nanti dan hal itu membuatnya gugup?

"Bukan-bukan-bukan..." gumam Xiaojun sambil menggeleng kepalanya. Sekarang sudah masuk jam istirahat dan bersama teman barunya -namanya Lucas, dia diajak ke kantin. Sebenarnya Xiaojun tidak suka dengan Lucas di kesan pertamanya itu karena Lucas terlalu tinggi.

"MURID HUANG! SUDAH DI BILANGIN JANGAN BAWA MAINAN ITU KE KELAS!"

"AIYO, ZHONGLI LAOSHI! MAAF!"

Xiaojun tiba-tiba mendengar seruan guru di ujung koridor. Suasana koridor sekolah yang penuh di jam istirahat seperti ini membuat Xiaojun tidak tahu siapa yang sedang di marahi.

"Astaga, Hendery memang gak pernah jera ya?"

"Hah? Siapa?" Xiaojun seperti mendengar Lucas menyebutkan nama yang tidak asing baginya dan juga hatinya seperti mengetahui kenapa dia merasa gelisah dari tadi pagi.

"UUUWAAAH AWAS KAMU -EH! XIAOJUN?! Kamu sekolah disini juga?"

Xiaojun merasa perutnya melilit, rasa lapar mulai lenyap dari perutnya saat melihat sosok Hendery yang mendekati kearahnya dengan sebuah papan skateboard miliknya yang masih sama seperti kemarin.

Kenapa dia bisa bertemu Hendery di sekolah barunyaaaaaaa?

Hendery dengan senyum ceria dan mata berbinar-binar andalannya menatap Xiaojun yang diam terpaku dengan wajah seperti mengatakan kenapa ada makhluk ini di hadapannya?!

"Loh? Kalian dua saling kenal?" tanya Lucas dengan raut terkejut.

"Ya, kami baru bertemu kemarin dan kami berteman sekarang!" jawab Hendery dengan entengnya.

"Siapa yang kamu sebut teman, hah!" protes Xiaojun dengan wajahg garangnya. Hendery yang kebal dengan wajah itu hanya menyungging seringai kecil.

"Oh bukan. Kami memang bukan teman," ucap Hendery ke Lucas, "tapi aku dan Xiaojun lebih tepatnya teman hidup."

Mendengar perkataan Hendery yang bisa di bilang tidak terlalu kecil suaranya itu membuat orang-orang terutama siswi mulai berbisik dan Hendery sama sekali tidak memperdulikannya. Xiaojun yang syok mendengar ucapan tidak tahu malu anak itu ingin segera melepaskan sepatunya dan menyodok ke mata besar Hendery yang sangat menyebalkan itu.

"Jangan didengar Lucas! Dia ini bodoh!"

Lucas tertawa mendengar ucapan sarkas Xiaojun, didalam benaknya dia merasa Xiaojun menjadi berbeda saat bertemu Hendery.

"Ya, memang. Tapi aku kenalin padamu, Xiaojun -Hendery ini temanku dari SD. Dia memang seperti ini dari dulu. Kalau dia merepotkanmu, aku harap kamu bisa memakluminya," ucap Lucas santai membuat Hendery menyalangkan protesnya. Xiaojun melirik tajam Hendery.

"Jadi, kenapa kamu ada disini, hah?" tanya Xiaojun wajah suramnya.

"Huh? Apalagi, jelas aku murid disini? Tidak melihat seragamku?" jawab Hendery polos sambil menunjuk seragamnya yang sama seperti seragam resmi siswa di sekolah ini, tidak mungkin Hendery tersesat ke sini bukan.

Xiaojun menggertak giginya, dia tidak menyangka perasaan buruknya yang menggerotinya sedari pagi itu adalah karena dia akan bertemu dengan Hendery lagi, prasangka buruk Xiaojun tidak pernah salah memang.

Xiaojun mau pindah sekolah lagi!

Hendery tiba-tiba tersentak kecil karena mengingat tujuannya awalnya tadi sampai dia di tegur oleh gurunya, dia masih membawa skateboard pink miliknya dan berniat menyimpannya di lokernya.

"Ohya, Xiaojun. Nanti kita pulang bareng ya. Kamu datang ke toko kak Johnny kan? Bareng ya, nanti aku tungguin di depan gerbang~"

"Tidak usah!"

"Ahahaha, dadah. Sampai nanti, Xiaojun~"

Hendery yang tidak memperdulikan raut garang Xiaojun kembali berlari menjauh dari sana.

"Kalian akrab ya." Lucas tersenyum manis dan mengabaikan ekpresi penolakan Xiaojun, "ayo kita kekantin, Xiaojun!"

Xiaojun yang mau protes ucapan Lucas akhirnya terdiam, dia memilih diam dan memasang wajah cemberut hingga pulang sekolah.

Ck, berarti hari-hari Xiaojun akan terus berputar dengan Hendery yang tetap ada di sekitarnya.

Sialan!

Xiaojun berdiri di tengah halaman sekolah dengan tatapan membunuh kedepannya, para siswa-siswi yang lewat merasa heran dengan Xiaojun tapi mencoba mengabaikannya.

Xiaojun melupakan fakta kalau Hendery bilang akan pulang bersama dan anak itu benar-benar menunggu di depan gerbang bersama -entah bagaimana siswi-siswi mengelilinginya dan terlihat asik berbicara dengan Hendery. Seperti jelas sekali Hendery memiliki penggemar di sekolahnya, dengan surai biru kelabu yang cocok dengan tampangnya yang tampan membuat wanita pasti tergaet hatinya padanya.

Xiaojun yang ingin mencari jalan lain selain gerbang di depannya tapi terlambat karena dari ujung sana Hendery menemukan keberadaannya dan melambaikan tangannya sambil memanggil Xiaojun.

"Xiaojun, Ayo pulang bareng~"

Xiaojun mendecih kesal lalu berjalan menuju gerbang, melewati Hendery yang kaget di tinggal sama Xiaojun. Menerobos barisan siswi lalu mengejar Xiaojun.

"Xiaojun, tunggu!"

"Aiya, sana sama cewekmu saja!"

"Aiya, jangan cemburu -astaga!" Hendery menutup matanya dengan cepat karena Xiaojun hampir saja mencoloknya. Syukur tidak kena.

"Sana! Jangan ngikutin!"

"Tunggu dulu, astaga. Kamu mau kemana? Ke toko kak Johnny?"

"Iyalah, mau kemana lagi memang?"

"Langsung kesana? Tidak pulang, ganti baju dulu?"

"Tidak! Rumahku jauh dari tempat kak Johnny, capek bolak-balik."

"Hm? Siapa bilang?"

Xiaojun berhenti berjalan dan menoleh kearah Hendery yang berseluncur dengan skateboardnya.

"Xiaojun, memangnya kamu tau arah dari sekolah ke toko kak Johnny, hm?"

"Tau lah! Itu, itu..."

"Kamu masih ingat arah jalan pulang kerumah?" Xiaojun di tanya begitu tidak merespon lalu Hendery menegakkan badannya, "hum, kamu memang belum hapal jalan ya." ya sudah jelas belumlah! Pikir Xiaojun separuh emosi.

"A-apaan sih! Mudah aja, aku punya google maps, aku tau jalan!"

"Oh, jadi kamu berangkat kesekolah pakai google maps?"

"I-iya," Xiaojun membuang muka mengingat tadi pagi dia gelagapan mencari arah sekolahnya, "sudah sana! Kalo kamu cuman mau ngeledek aku tidak tau arah mending duluan saja sana!"

"Hee, begitu. Kamu mau ketoko tapi kamu tau tidak alamat toko kak Johnny?" Hendery menarik senyum miring, dia menguji Xiaojun karena anak itu mengandal internet dan harus tau alamat tujuan untuk mencari arah jalannya.

"T-tidak tau -tapi aku bisa tanya kak Johnny!" seru Xiaojun yang tidak mau mengakui kekalahannya. Hendery tertawa lepas menikmati keluguan Xiaojun ini.

"Astaga, lucu. Sifat keras kepalamu yang buat aku suka sama kamu, Jun." Hendery berhenti tertawa lalu tersenyum, Xiaojun yang mendengarnya menjadi terdiam. Baru kali ini ada orang yang manggil dia dengan Jun saja, mommynya sana biasa manggil dia ah-Jun atau Jun-er.

Hendery melanjutkan ucapannya, "gemes tapi tolol."

Bangsat!

"AARGGH SANA! PERGI!"

"Ahahahahahaha."

"Eh? Kalian datang bareng?" ujar Johnny saat melihat Hendery datang bersama Xiaojun yang berwajah masam.

"Siang kak! Aku mungut dinosaurus dipinggir jalan! Dia tersesat!" Hendery dengan wajah cerahnya meletakkan papan skatenya di pojok.

"Siapa yang kamu sebut dinosaurus hah!" Xiaojun ingin mukul kepala Hendery tapi tidak kena. "Selamat siang kak Johnny, aku siap bekerja di hari pertama kak."

Johnny terkejut saat secara nyata melihat cara bicara Xiaojun yang kasar dengan cepat berubah lembut saat berbicara dengannya. Johnny menatap interaksi unik pegawai lama dan barunya itu. Bodoh, pikirnya. Apalagi saat dia melihat Xiaojun dan Hendery di depannya kembali berdebat lagi.

"Sudah, sudah jangan berdebat. Xiaojun, kamu ke loker sana, udah tau kan? Ambil apron yang di gantung lalu jaga kasir, oke?"

"Oke siap kak!" jawab Xiaojun dengan senyum manis, membuat Johnny membalas senyum itu juga.

"Ohya, Xiaojun. Kalau begini, lebih baik kamu sedia kaos. Sayang seragammu nanti kotor." nasehat Johnny dengan senyum lembutnya. Ya karena di tokonya tidak memiliki kaos khusus untuk pegawai dan hanya ada apron khusus karena lebih baik dia membiarkan pegawainya memiliki dengan style mereka sendiri.

Xiaojun mengangguk patuh, "baik, kak."

Hendery bersungut-sungut disamping Xiaojun yang menuju loker untuk mengambil apronnya. "Hei, kamu kenapa ramah sama kak Johnny? Sama aku, kamu mau gigit tanganku tadi di jalan?"

"Itu salahmu, kalau ganggu lagi aku koyak wajahmu sekalian."

"Itu makanya aku memanggil kamu dinosaurus daripada anak kucing,"

"Aarghh, pergi sana!"

"Tuhkan, mengaum kayak dino-"

"Hendery, antarkan barang saja sana!" Johnny mendorong Hendery menjauh dan suasana akhirnya kembali tenang di siang hari itu, ditambah Johnny yang masih mengajar Xiaojun cara-cara bekerja di sana.

Toko sudah mulai tutup dan Xiaojun yang masih asik memandang setiap interior toko itu hampir lupa kalau dia disuruh bersih-bersih. Deretan papan dengan berbagai ukuran dan design terpajang di dinding, tidak lupa dengan atribut tambahan dan roda-roda yang entah kenapa berbeda bentuk dan juga di jual terpisah.

"Hendery kembali! Kak Johnny? Eh dinosaur?" sapa Hendery saat baru selesai mengantar supplier ke toko-toko kecil langganan toko ini, pemandangan pertama dia melihat Xiaojun sibuk memplototi setiap deret papan disana.

"Xiaojun, dimana kak Johnny?" ucap Hendery lagi memecah konsentrasi Xiaojun.

"Katanya dia ke belakang sebentar," jawab Xiaojun acuh. Hendery mendengarnya malah memberikan ekpresi terkejut luar biasa dan mendecih tidak percaya. Membuat Xiaojun menatapnya heran.

"Benarkah? Wah, untung saja kamu tidak diculik atau bertemu preman yang datang ke toko, Jun."

"Eh? Kenapa memangnya dengan kak Johnny?"

Hendery masih dengan wajah misteriusnya mendekat kearah Xiaojun yang mulai risih dan menjauh sedikit. Tangan Hendery bergerak melambai agar Xiaojun mendekat lagi tapi anaknya tidak mau dengan ekspresi galak.

"Begini, kalau kak Johnny bilang dia kebelakang itu artinya dia pergi ke rumah pacarnya yang ada di belakang toko dan jauh berada di kompleks rumah sana. Jadi secara otomatis kamu -sendirian di toko."

Xiaojun seketika merasakan guncangan teramat kuat, merasakan shock yang tidak masuk akal. Dia mengingat saat kak Johnny bilang kalau dia ingin kebelakang sebentar tapi dengan aura mencurigakan. Xiaojun setuju aja dan kalau yang Hendery ucapkan benar berarti dari siang Xiaojun sudah sendiri di toko, sekarang sudah menunjukkan pukul 6 sore.

Tunggu! Sudah jelas kak Johhny bilang sebentar tapi kenapa dia tidak sadar sih?!

"Sudah gelap, mau pulang?" ajak Hendery.

"Eh? Memang sudah waktunya tutup toko?"

"Ya sudahlah, buat apa buka toko begini sampai larut malam?"

Xiaojun menuruti ucapan Hendery dan mulai mempercepat beres-beresnya. Kalau sampai kak Johnny kaget anak buahnya sudah pulang, maka Xiaojun akan mengumpankan Hendery.

Dijalan Xiaojun masih ditemani Hendery yang kini tidak menaiki papanya dan menenteng papan mengapit di tanganya.

Xiaojun disampingnya berjalan sangat lambat karena sambil menatap ponselnya mencoba mengingat rute dari google maps satelit, melacak arah jalannnya.

"Tunggu, kamu bilang jarak rumahku dan toko kak Johnny tidak jauh, tapi kenapa kemarin rasanya jauh?" ucap Xiaojun saat mengingat ucapan Hendery tadi siang dan juga di peta dia melihat rute yang mereka ambil memang cukup jauh dengan berjalan kaki.

"Hm? Kamu tidak melihat google maps-mu? Jalan yang aku ambil itu jalan utama, jadi sedikit jauh, tapi kalau ambil rute jalan pintas bakal lebih cepat."

"Terus kenapa tidak lewat jalan pintas saja kemarin?" gerutu Xiaojun.

Hendery berhenti berjalan lalu menoleh kearah kiri Xiaojun, disana ada gang sempit yang gelap dan terkesan memiliki aura mengerikan.

"Itu gang pintasnya, kalau kemarin malam aku ngajak kamu lewat sana pasti kamu bakal lari."

"...oh."

Xiaojun menelan ludahnya merasa takut lalu mengecek rute itu dipeta, tapi ternyata gangnya gelap itu tidak terdaftar di mapsnya dan bolak-balik Xiaojun mencoba mencocokkan dengan jalan yang ada.

Hendery melihat betapa ribetnya Xiaojun ini memutar matanya malas dan merangkul yang lebih pendek sambil menutup layar ponsel Xiaojun.

Hendery berbisik, "kenapa harus repot melihat maps kalo aku bisa menjadi pemandu wisatamu, Xiaojun?"

Hendery memberikan senyum pepsodentnya dan menunjukkan jempolnya, "aku hafal jalan seantreo Macau!"

Xiaojun melihatnya langsung melepaskan rangkulan Hendery.

"Jangan asal rangkul! Mirip om-om bau alkohol!"

Hendery tertawa mendengarnya membuat Xiaojun menatap aneh Hendery. Bukannya tersinggung tapi malah tertawa?

"Tapi serius, kalau kamu ingin menghafal daerah sini sekaligus sejalan tikusnya, aku jagoannya Jun!" ucap Hendery lagi dengan bangganya dan sambil menepuk dada pelan, memamerkan senyum tampannya. Sesaat Xiaojun terpana tapi segera dia tepis.

"Humph, tidak perlu. Lagian aku tidak perlu kemana-kemana, di toko kak Johnny aku kerja jadi kasir. Aku sudsh membagi waktu di sekolah, dirumah dan di kerjaan. Tidak ada waktu untuk jalan-jalan."

Xiaojun menolak tawaran Hendery, padahal dia juga ingin melihat kota baru itu dan semenjak dia pertama kali menjelajah waktu itu Xiaojun penasaran dengan seluk beluk kota ini. Tapi Xiaojun tidak mau bermain-main dengan waktu sekarang.

Hendery yang mendengarnya hanya mengangguk mengerti, meletakkan papannya ke aspal dan menginjaknya. Berseluncur sambil mempertahankan kecepatan paling rendah, berdiri tenang diatas papan tanpa terlihat goyah sedikitpun.

Xiaojun melirik Hendery yang naik skateboardnya, kesal karena dirinya yang jalan kaki sendirian.

Xiaojun ingat dulu dia pernah beberapa kali meminjam papan milik teman SMP-nya dan setelah itu dia tidak akan lagi naik benda itu. Skateboard tidak sesimple yang dia lihat karena papannya mudah goyah saat diinjak.

"Apa? Mau coba naik?" Hendery yang sepertinya sadar tatapan Xiaojun langsung berhenti bergerak dari papannya.

"Eh? Tidak-" Hendery mengabaikan ucapan Xiaojun karena dia pikir Xiaojun cuman malu-malu, Hendery menarik tangan Xiaojun agar naik keatas papan miliknya yang diam diaspal.

"Naik." suruh Hendery tapi Xiaojun tetap bergeming.

Xiaojun sudah berkeringat dingin, dia benar-benar menolak yang satu ini. Mencoba menaiki skateboard benar-benar buat Xiaojun frustasi.

"Oh, kamu takut naik skateboard, Xiaojun?"

"!" Xiaojun melototi Hendery, "siapa bilang? Skateboard perkara gampang buatku!"

"Yaudah, naik cepat. Masa mau aku terus pegangin tanganmu?" goda Hendery. Xiaojun sadar tangannya masih di genggam sama Hendery segera dia hempaskan.

Xiaojun merasa dirinya bego sekarang, mungkin karena dia kecapean jadi daya kerja otaknya untuk menahan keplin-plannya menurun.

Xiaojun tidak bisa naik skateboard! Belum berdiri dengan kedua kakinya diatas papan skate sudah bikin kaki Xiaojun tremor. Demi apapun, Xiaojun kenapa jadi takut sama skateboard?

Tapi dia sudah kepalang gengsi sama Hendery.

Laki-laki harus menepati omongannya. Jadi xiaojun harus memegang teguh omongannya sendiri.

"Xiaojun, kalo kamu beneran tidak bisa, jujur saja-"

"Diam! Aku bisa!"

Hendery awalnya ingin perhatian karena wajah anak itu benar-benar mengerikan tapi Hendery biarkan saja akhirnya.

Menunggu hampir 10 menit sampai Xiaojun mengangkat kedua kakinya diatas papan skate milik Hendery.

"L-LIHAT! Aku bisa -oh astaga!" Xiaojun akhirnya berhasil berdiri tanpa gemetaran diatas papan sempit skate itu.

"Iya," Hendery terkejut melihat Xiaojun bisa berdiri diatas skateboard lalu tatapannya beralih menatap kaki Xiaojun lalu menatap wajah pemilik julukan dinosaurus darinya itu, "tapi kenapa sampai memegang bahuku sih?"

Xiaojun melirik tangan kanannya yang mencengkram erat bahu Hendery. Xiaojun sebenarnya enggan melepasnya tapi melihat wajah Hendery membuatnya makin gengsi.

Xiaojun melepaskan tangannya dari sana, "lihat! Aku bisa berdiri dipapan skatemu tanp-"

Xiaojun jatuh terjungkal dengan pantat mendarat lebih dulu.

"WAHH! XIAOJUN!"

tbc

astaga, xiaojun disini sangat mudah ngamuk pas didekat hendery, galak dan gengsian. aslinya dia gak kayak gitu tapi itu cuman sama hendery. dengan kata lain -tsun****

(3) Xiaojun Hilang!

Empat bulan sudah terlewati untuk Xiaojun tinggal di lingkungan barunya tanpa kendala sedikitpun. Selama di sekolah, tempat kerja dan di rumah berjalan dengan baik menurutnya. Bahkan Xiaojun sudah mulai familiar dengan lingkungan sekitarnya dan memang Xiaojun pada dasarnya cepat beradaptasi.

Kecuali dengan satu hal.

Itu Hendery.

Tidak tahu kenapa Xiaojun masih merasa asing jika terus berdekatan dengan pemuda itu, ditambah lagi insiden Xiaojun yang jatuh terjungkal saat mencoba menaiki papan seluncur milik Hendery. Xiaojun masih merasa gengsi cukup besar dan diam-diam dihatinya memiliki hasrat berkeinginan untuk menaklukkan papan beroda itu, tapi dia tidak punya waktu untuk itu.

"Kenapa Xiaojun, masih mau belajar naik papan huh?" tanya Hendery tiba-tiba dari arah belakang Xiaojun yang lagi bersih-bersih perabotan disana.

Xiaojun tersentak kaget lalu segera menyembunyikan ekspresi malunya dengan wajah garangnya, "tidak."

Hendery tertawa mendengar penolakan cepat dari Xiaojun ini. Hendery sebenarnya sudah dua minggu ini menyadari tatapan berapi-berapi dari pemuda yang dia juluki dinosaurus ini saat melihat skateboard yang di pajang semenjak dia menantang Xiaojun naik papannya.

"Kalau begitu, bagaimana kalau kuajak jalan-jalan?"

"Hm?" Xiaojun melirik Hendery sekilas. "Tidak mau, aku sibuk kerja..."

"He? Lagi? Besok hari sabtu loh? Masa tidak bisa?" Hendery menatap kecewa Xiaojun yang langsung menjauh darinya.

"Ya, pokoknya tidak bisa." tukas Xiaojun jengkel lalu menghibaskan tangannya dengan cepat menyuruh Hendery berhenti mengikutinya, "ini juga kenapa lagi kamu ngotot ngajak aku jalan sih?!"

"Wih, siapa nih yang mau jalan berdua?" belum Hendery menjawab tiba-tiba Johnny datang menginterupsi mereka.

"Tidak ada kakー" ucapan Xiaojun di potong Hendery.

"Ini kak, aku ada niat baik ingin mengajak Xiaojun jalan sabtu besok. Lagian dia anak baru disini dan kasihan dia belum tahu banyak arah jalan. Tapi Xiaojun selalu menolak pergi sama aku, alasannya karena dia sibuk kerja, kak? Nanti orang mengira kak Johnny memperkerjakan paksa karyawan barunya ini, padahal kakak baik kan?"

Xiaojun memincing menatap Hendery yang bertingkah seolah dia baru saja fitnah dan dianiaya itu. Terutama kalimat terakhirnya seakan ingin menghasut bos Johnny. Picik, pikir Xiaojun.

"Oh begitu, mungkin Xiaojun masih takut sama kamu Hendery? Kakak dengar hampir tiap hari kamu ngajak Xiaojun seperti om-om ngajakin minum-minum," Johnny mencoba untuk bergurau tetapi sama sekali tidak lucu di telinga Hendery yang merengut masam. Tapi berbeda dengan reaksi yang Xiaojun tunjukkan.

Xiaojun sumringah mendengar balasan bos-nya ini yang tidak termakan omongan Hendery. Menurutnya, sifat dewasa Johnny bisa menyelamatkan Xiaojun dari serigala Hendery ini.

"Nah iya kak, betul!" balas Xiaojun senang.

Xiaojun sudah berharap Johnny peka dan memikirkan cara agar Hendery tidak memaksakan dirinya membawa Xiaojun jalan-jalan itu, walau Xiaojun mau liburan tapi dia harap itu bukan bersama Hendery. Dia ingin pergi bersama ibunya, itupun kalau ibunya tidak sibuk.

Xiaojun sendiri merasa tidak enak menolak ajakan Hendery yang seperti terdengar tulus tetapi kesampingkan soal itu, jangan lupakan Xiaojun masih belum terbiasa dan beradaptasi berada di dekat Hendery lama-lama.

Johnny tersenyum menatap dua pegawainya ini, dia pikir dia mau tidak mau harus ikut campur dalam masalah dua anak muda yang menjadi karyawannya ini.

Johnny menepuk bahu Hendery dan Xuaojun, "baiklah, begini saja..."

Hari sabtu, Xiaojun memiliki waktu libur bekerja dan juga sekolah tetapi kini dirinya bukan santai-santai dirumah malah terjebak diantara Hendery serta Johnny yang membawanya ke taman kota sekarang.

Xiaojun sangat menyesal karena sudah menaruh harapan besar pada bos-nya itu karena bos-nya yang dia kira berpikir cerdas dan peka kalau Xiaojun itu enggan untuk jalan bersama dengan Hendery, bos-nya malah berpikir Xiaojun terlalu takut untuk berdua saja dengan Hendery lalu dengan polosnya Johnny akhirnya mengusulkan untuk ikut jalan bersama.

ーdouble fvck!

Hal ini membuat Xiaojun frustasi setengah mati, apa isi otak Johnny satu frekuensi dengan Hendery atau bagaimana?

Padahal sudah jelas Xiaojun kurang nyaman kalau didekat Hendery tapi kak Johnny sama sekali tidak menyadarinya.

Xiaojun menghela napas berat. Dia kini duduk di bangku taman setelah memilih tinggal saat Johnny dan Hendery pergi beli minum. Taklama matanya menangkap siluet Hendery yang meluncur lambat dengan papan skatenya yang selalu anak itu bawa.

Xiaojun heran, maksudnya tidak apa kalau Hendery memiliki skateboard tapi anehnya anak itu selalu membawa skatenya kemana-kemana. Xiaojun pikir Hendery benar-benar kepincut dengan papan beroda berwarna pink itu . Dimanapun Xiaojun melihat Hendery pasti skateboardnya tidak pernah lepas dari tangannya, bahkan ke kelas pun Hendery akan membawa skateboardnya tapi kecuali di hari Senin disaat Zhongli-laoshi yang menjadi guru piket pengawas.

Sebenarnya Hendery juga cocok dengan skateboardnya. Tidak tahu kenapa Hendery akan kelihatan keren saat beraksi diatas papan roda seluncurnya itu, auranya berubah menjadi tenang dan berkarisma. Ditambah rambut yang di cat berwarna biru keabuan, padahal di sekolahnya ada aturan tidak tertulis untuk tidak merwarnai rambut tapi Xiaojun tidak peduli untuk itu. Tetapi tidak mengurangi karisma Hendery itu sendiri. Oke, Xiaojun jujur malas mengakui Hendery itu tampan tapi Xiaojun juga tidak bisa bohong kalau dia lebih memilih Hendery yang tenang saat bermain skateboard.

Ah sudahlah.

"Yup Xiaojun!" tegur Hendery saat melihat dinosarus itu melamun menatap tajam aspal dibawahnya.

"Kenapa kamu seperti lengket dengan skate pinkmu ini?" celetuk Xiaojun.

"Kenapa? Mau nyoba naik skateboard, hm?"

"Apa hubungannya hah? Aish, ngomong sama kamu tidak pernah beres, humph! Huh? Mana kak Johnny?" Xiaojun celingukan saat di belakang Hendery tidak terlihat batang hidung Johnny.

Hendery dan kak Johnny katanya pergi beli minum berdua tapi saat kembali hanya ada Hendery seorang yang kini menyodorkan matcha ice titipan Xiaojun.

Hendery mengendik dengan bahunya menunjuk suatu arah membuat Xiaojun menatap kearah yang di tunjukkan.

"Pergi sama pacarnya habis itu kita ditinggal begitu saja," ucap Hendery dengan nada malas. Xiaojun terkejut.

"Hah? Astaga, kak Johnny benar-benar..." Xiaojun memijat pelipisnya, dia tidak bisa berkomentar mendengarnya.

Xiaojun berdiri dari duduknya, "okelah, aku pulang saja-"

Tapi Hendery mencegat tangan Xiaojun yang terlihat buru-buru ingin pergi dari sana. "Eh, tunggu. Terus aku bagaimana? Pergi jalan-jalan sama aku aja ya?"

"Tidak mau, Hendery."

Hendery yang tidak menyerah terus menarik tangan Xiaojun agar ikut dengannya, Hendery ingin membawa Xiaojun ke rental sepeda yang ada disana supaya Xiaojun tidak capek jalan.

"Tenang aja, aku traktir kok," ucap hendery sambil mengerling tatapan menggoda karena Xiaojun masih tanpa henti merengek minta pulang dan dilepaskan ini.

"Apapun, semua akomodasi dan biaya aku semua yang bayar?" Hendery menyodorkan jempolnya.

"Hm?" Xiaojun berhenti memberontak dan menatap Hendery. Hendery yang melihat Xiaojun menatapnya menarik senyum puas, akhirnya anak dinosaurus ini tergiur dengan kata traktir.

Xiaojun tidak tahu harus bilang apa tapi jujur saja dia melupakan keberadaan Hendery dalam sekejap. Matanya berbinar menatap sekeliling kota yang semuanya sangat asing untuknya, tapi melihat gedung-gedung pencakar langit, hiruk-pikuk jalan raya dan trotoar yang padat, kedai-kedai dan restoran yang menjual menu makanan enak membuatnya antusias, tidak satupun yang membuatnya berhenti menelurusi jalan khusus pesepeda.

Hendery yang bilang akan mentraktirnya secara full lalu membawa Xiaojun ke rental sepeda dan menyewa sepeda untuk Xiaojun agar tidak capek berjalan kaki, toh Hendery juga bawa skateboardnya. Hendery juga menyiasati Xiaojun agar dia lebih leluasa menikmati pemandangan kota sekaligus menghafal jalan, Hendery pun menyuruh Xiaojun untuk naik sepeda sendiri dan keluyuran sepuasnya mengikuti instingnya membawa sepedanya. Xiaojun jelas awalnya ragu, dia tidak tahu sama sekali rute jalan di kota tetapi Hendery menyuruhnya untuk naik dan kayuh sepeda ke sembarang arah kearah yang dirinya mau lewati.

Ini seperti kamu sepuasnya menjelajahi tanpa tahu arah karena kamu memiliki gps super akurat yang akan membuatmu kembali ketempat semula.

"Tenang saja, aku akan mengikutimu dari belakang." ucap Hendery dengan senyum manisnya. Xiaojun tertegun, dia merasakan ada keyakinan besar saat mendengar Hendery ini. Dia pikir sekali-kali percaya pada anak ini bukan masalah.

Xiaojun mengayuh dengan pelan tanpa takut tersesat karena Hendery sudah membuntutinya dari belakang jadi Xiaojun tidak merasa risau berjalan kesembarangan arah asalkan dia bisa menikmati jalanan kota. Walau dimenit awal Xiaojun sempat melirik kebelakang memastikan Hendery masih ada dibelakang dan Hendery benar-benar ada disana. Xiaojun akhirnya makin jatuh percaya pada pemuda itu.

Ada sekitar 45 menit Xiaojun habiskan blusukan ke arah yang insting membawanya. Setelah lama menelusuri jalan padat Xiaojun pikir dia memiliki kesukaan baru untuk merilekskan dirinya sendiri yaitu dengan melihat orang-orang menjalani kehidupannya di tengah hiruk pikuk padatnya pendudukan yang teratur. Padahal sebelumnya berjalan-jalan di kota tidak terlalu nyaman untuknya tapi kini dia akhirnya melihat sisi lain kehidupan kota.

Xiaojun berhenti mengayuh sepedanya di perempatan jalan yang sepi dari jalan utama, di seberang jalan ada sebuah cafe yang menarik minatnya setelah jauhnya dia mengayuh sepeda.

Xiaojun menoleh kebelakang guna memanggil Hendery agar mengajaknya makan di cafe dengan nuansa hijau itu yang sepertinya menghidangkan makanan rasa matcha, Xiaojun ingin makan ice cream cake rasa mactha.

"Hendery, ayo kesana, aku laparー"

Xiaojun terdiam dengan mulut terbuka dan matanya berubah kosong saat dibelakangnya tidak terlihat seorang pun.

Hendery hilang!

"AAAAAARGGHH kemana anak dinosaurus itu pergi?!"

Hendery dengan panik mengayuh skateboard melintasi jalan di gang sempit yang menjadi jalan dengan deretan kedai yang menjual aneka makanan khas china. Dia tanpa henti berseru kepada orang-orang di depannya untuk minggir dan tak jarang dia mengundang seruan protes tapi Hendery tidak peduli, dia harus segera menyusul Xiaojun yang terlalu cepat mengayuh sepedanya.

Hendery sempat misuh-misuh karena Xiaojun tidak mendengar teriakannya sebelumnya, apa anak itu tidak sadar kalau kecepatan skateboardnya tidak bisa menyamai kayuhan sepedanya. Ditambah jalanan sangat padat jadi Hendery berhati-hati dan saat di belokan jalan raya dan kebetulan lampu hijau untuk para pejalan kaki menyala, Hendery pun kehilangan jejak Xiaojun.

"Sial!" desis Hendery marah tapi matanya jelas terlihat lebih panik, beruntungnya Hendery sangat hapal daerah ini tetapi seberuntungnya Hendery hapal jalan dia juga tetap tidak tahu kemana Xiaojun pergi.

Hendery hanya mengandalkan nalurinya dari arah terakhir Xiaojun terlihat sebelum hilang dari pandangannya.

Hendery menyentak kakinya untuk mengerem laju skateboardnya, dia ada perempatan jalan.

Dia membuka ponsel pintarnya dan membuka google maps untuk melihat titik terakhir Xiaojun, pasti anak dinosuarus itu melihat cafe hijau di seberang sana karena dari pengamatan super peka Hendery kalau Xiaojun sangat menggemari matcha tapi kenyataannya tidak sesuai harapan.

Saat Hendery ingin menghampiri cafe disana, mata bulat Hendery baru menyadari titik Xiaojun di gmapsnya berubah. Hendery seketika ingin membanting ponselnya karena paket internetnya ternyata habis.

Hendery hampir teriak dan mengumpat, tapi sebelum kata kutukan keluar dia terdiam lagi menatap ponselnya. Xiaojun malah berputar arah!

"Tunggu, kenapa titik berhenti Xiaojun berhenti di gang sempit?" gumam Hendery bingung.

Xiaojun terdiam dengan segala isi kepala yang saling tumpang tindih, dia baru sekarang merasa menyesal menerima ajakan jalan-jalan ini tanpa penolakan yang brutal, andai saja dari awal Xiaojun tidak membukakan pintu saat tahu Hendery datang kerumahnya untuk menjemputnya dan ternyata Hendery berbohong akan mengikutinya dari belakang sampai menyakinkan Xiaojun kalau dia akan baik-baik saja maka kejadian seperti saat ini tidak akan terjadi.

Sudah Xiaojun tersesat dan sekarang ーentahlah, Xiaojun mau menangis saja saat melihat segerombolan preman mengelilinginya!

Xiaojun tidak tahu kenapa mereka mencegatnya, padahal Xiaojun sudah dengan sopan permisi ingin melewati gang ini tapi mereka menghentikannya dengan wajah menyeramkan.

Xiaojun takut, mommy.

"Oi!" seru salah satu preman disana, berbadan tinggi besar ーbesar karena kelebihan lemak. Xiaojun tidak menoleh sedikitkpun, terus menatap lurus kedepannya.

"Wah, sombong sekali bocah ini mengabaikanku?"

Xiaojun tetap merapatkan bibirnya saat preman itu semakin dekat padanya, terlihat dia mungkin ketua geng itu dan membuat preman lainnya berseru tidak terima kearah Xiaojun.

"Berani sekali kamu mau lewat sini?" ucap preman itu lagi dan Xiaojun hanya mengangguk sopan kearah preman itu tanpa membalas ucapannya.

Preman itu menyeringai kesal karena dua kali diabaikan oleh Xiaojun yang terlihat songong memasang wajah datar dan sok itu. Padahal Xiaojun sedang menjiwai akting untuk menjaga ekspresinya agar tidak terlihat takut.

'WAAHHH SERAM SERAM SERAM SERAM SERAM MOMMY, AH-JUN MAU PULANG!' batin Xiaojun.

Xiaojun yang mulai merapalkan doa dibuat terkejut saat tangan preman itu mencoba meraih tas selempang miliknya.

"Serahkan uangmu?"

"Tidak mau!" balas Xiaojun cepat.

"Wah-wah, punya mulut juga anak ini? Sudah mengabaikanku dua kali dan sekarang mencoba sok berani ya?"

Apaan sih? Tidak jelas sekali, sudah malak uang orang. Orang gila, dasar badan beruang!

"Ini uangku, kalau kalian mau uang ya kerja sendiri sana!" balas Xiaojun ketus, dia terlalu takut sampai lupa kondisi kalau dia dalam posisi berbahaya sekarang.

Para preman itu tertawa entah apa yang buat mereka terlihat lucu, mungkin itu Xiaojun dengan nyali ciut mencoba melawan mereka yang terlihat lucu dimata mereka.

Preman yang didepan Xiaojun berhenti tertawa dan mencengkram kerah kaos Xiaojun, membuat pegangan Xiaojun pada sepeda yang dia bawa disampingnya dia lepas menahan cekikan kerahnya. Sepeda itu jatuh.

"Kamu mencoba melawan kami, hah?"

"Tidak ーah! Ponselku!" pekik Xiaojun saat ponselnya ditangannya direbut oleh preman itu, mata Xiaojun mulai terasa kabur karena rasa takutnya. Xiaojun sebenarnya bukan orang yang penakut tetapi kalau dia sudah dalam keadaan terpojok seperti ini tentu saja siapapun merasakan lutut yanglemas.

Preman itu tertawa melihat wajah memelas Xiaojun, dia menatap intens Xiaojun dari atas kebawah, dalam sekejap riak buas mata preman itu berubah menjadi cabul saat melihat wajah antisipas Xiaojun.

"Hei hei hei, tunggu bocah. Kamu -" preman berbadan besar yang memojokkan Xiaojun terdiam lalu melirik Xioajun dari atas kebawah. Xiaojun merasakan kulitnya meremang saat melihat tatapan preman itu sangat menjijikan

"Kamu boleh juga kulihat, ahahahahaha! Bawa saja dia!" Xiaojun seketika bergeming seperti batu dan tidak berkutik saat dagunya di cengkram, dia jadi semakin takut mendengar ucapan preman itu tadi dan suara tertawanya membuat Xiaojun hampir menangis sekarang.

Preman lain yang jumlahnya hampir 9 orang malah semakin berisik dan memojokkan Xiaojun kesudut.

"J-jangan mendekat! Menjijikkan! Dasar om-om berjenggot!" sergah Xiaojun dan menyentak tangan yang mencubit dagunya.

"Hei, kami ini masih 19 tahun, bukan om-om!" seru salah satu preman yang ada dibelakangnya. Xiaojun diantara rasa takutnya dibuat shock mendengarnya.

Preman itu hanya tertawa dan saat dia ingin menarik Xiaojun, ponsel Xiaojun yang dipegangnya berbunyi dan karena tangan besar preman yang terlalu gemuk atau tidak tahu menggunakan ponsel pintar membuatnya malah menjawab panggilan telepon yang masuk.

"XIAOJUN KAU DIMANA HAH? KAMU KENAPA HILANG!?"

Sebuah teriakan mengawali panggilan itu. Xiaojun yang melihat kesempatan itu segera membalasnya.

"Hendery, tolong aku! Aku di begal preman!"

"HAH?! DIBEGAL PREMAN?! APA YANG KAMU LAKUKAN DENGAN PREMAN ITU, XIAOJUN?!"

"Aku tidak tahu, cepat tolong aku bodoh!"

"PASTI KAMU ADA BERBUAT SALAH SAMPAI MEREKA MEMBEGALMU, CEPAT MINTA MAAF DULU!"

"Bodoh! Minta maaf saja tidak berhasil! Memang ada preman membegal pakai alasan segala!"

"YA BIASANYA"

"Sudah jangan banyak bicara! CEPAT TOLONG AKU, HENDERY!"

"YA MASALAHNYA KAMU INI DIMANA? LOKASIMU HILANG DARI GOOGLE MAP" beep.

Panggilan telepon terputus dari pihak Hendery dan Xiaojun mengutuk sekeras mungkin di dalam hatinya untuk tidak mengatakan pulsa anak itu habis di tengah sambungan. Xiaojun diam, dia melirik preman yang terlihat jengkel karena mendengar percakapan mereka.

"Cepat bawa dia," ucap si preman yang menyuruh anak buahnya untuk menyeret Xiaojun pergi. Xiaojun yang didekati preman-preman itu berseru menghentikan.

"TUNGGU! Tunggu temanku dulu, bawa saja dia sebagai ganti diriku," ucap Xiaojun tanpa ragu yang menumbalkan Hendery.

"Kenapa aku harus menunggu temanmu?" tanya preman itu dengan suara tidak mengenakan di dengan di telinga Xiaojun, membuat dia makin takut.

"Karena -karena dia anak orang kaya! Ya, dia anak orang kaya. Dia punya banyak ribuan yuan didompetnya dan aku saja sering di traktir makanan mahal," balas Xiaojun berbohong.

"Baiklah, bawa bocah ini dan kalian dua jaga lalu tangkap temannya yang datang menolong itu."

"HEI?! LEPASKAN AKU!"

"Mana mungkin kulepaskan, bocah." ucap preman itu dengan senyum yang makin membuat Xiaojun merasa jijik.

Xiaojun kembali ketakutan menatap ekspresi keji dan penuh niat jahat dari wajah preman gemuk itu, dia mencoba untuk mundur tetapi ada preman yang berjaga di belakangnya.

"Disini kamu rupanya, Xiaojun."

Xiaojun segera menoleh kebelakang dan matanya langsung berubah berkaca-kaca saat melihat Hendery dengan santainya berdiri dengan satu kaki masih menginjak skateboardnya. Terlihat penampilan Hendery berantakan dengan keringat diwajahnya, Hendery tersenyum menatap lurus kedepan sambil menaikkan telunjuk seakan menyuruh diam.

Xiaojun tidak tahu kenapa Hendery memasan gesture seperti itu tapi dia tidak peduli lalu dia menarik Hendery mendekat, dia menyodorkan Hendery kepada preman menakutkan tadi.

"Ini! Ini temanku yang ingin kugadaikan tadi, ambil saja dia lalu biarin aku...pergi... ?" Xiaojun menghentikan ucapannya dan terkejut melihat di depannya.

Dia melihat para preman tadi mundur dan bergerombol dengan wajah mengkerut. Xiaojun yang masih mencerna situasi yang berubah drastis itu melirik Hendery yang sama sekali terlihat biasa-biasa saja di depan sekompok preman yang membuat Xiaojun bergidik ngeri.

Apa preman itu takut Hendery? Kenapa? Padahal Hendery cungkring begini? Apa jangan-janganー

"Hei, kamu. Kamu yang memegang ponsel Xiaojun, kembalikan ponsel itu," pinta Hendery sambil menyodorkan tangannya ke preman yang tadi merebut ponsel Xiaojun. Preman itu dengan wajah takut mengembalikan ke tangan Hendery.

"Pergi."

Setelah mendengar suara dingin Hendery, para preman itu dengn tergopoh-gopoh menyingkir dari sana dan masih membuat Xiaojun plonga-plongo melihat fenomena itu.

Xiaojun kini mengikuti Hendery yang berjalan didepannya. Xiaojun masih menuntun sepedanya tanpa minat menaiki lagi, jujur saja kakinya masih merasakan tremor dan Hendery di depannya menaiki papannya dengan kecepatan lambat tanpa bersuara sedikitpun.

Xiaojun yang menumpuk rasa kesal dan takutnya akhirnya tidak tahan lagi saat melihat sikap Hendery yang menjadi cuek begini.

"Aaarghh! Harusnya aku tidak mengikutiku kalau aku bertemu bahaya seperti tadi?! Ini salahmu, Hendery!" keluh Xiaojun. Dia menatap tajam Hendery yang berhenti dari papannya dan melirik sedikit ke Xiaojun.

"Kenapa tadi kamu nelpon aku tiba-tiba putus?" ucap Xiaojun lagi, dia menunjuk Hendery dengan ekspresi marah.

"Maaf, pulsaku habis." balas Hendery dengan suara pelan.

"Apa? Kamu tahu gimana takutnya aku di kepung preman-preman itu?"

"Ya begitulah, sialnya saat aku melacak lokasimu di gmaps ternyata aku juga kehabisan kuota internet,"

"Bagaimana bisa? Kamu ーkamu sangat tidak bertanggung jawab, Hendery! Bagaimana bisa kamu menghilang dibelakangku padahal kamu bilang akan terus mengikutiku!"

Hendery terus diam sampai akhirnya dia berbalik badan tanpa aba-aba, Xiaojun yang kaget sampai melepaskan pegangan pada sepedanya saat Hendery menyudutkan ke dinding gang dan satu tangan Xiaojun di genggam membuat tubuh Xiaojun kaku dan lidahnya langsung kelu saat matanya menatap ekspresi wajah Hendery yang terlihat dingin.

"Aku memang terus mengikutimu tapi kamu mengayuhnya terlalu cepat, kamu pikir apa dengan skateboard aku bisa menyusulimu?" ucap Hendery dengan wajah menahan marah. Xiaojun terpaku saat melihatnya, ini pertama kalinya dia melihat wajah marah Hendery. Anehnya itu tidak cocok untuknya dan membuat Xiaojun tertunduk. Xiaojun akhirnya sadar dan menyalahkan dirinya sendiri.

"T-tidak, maaf..." cicitnya.

"Bagaimana kalau terjadi hal yang lebih buruk padamu?"

"Aku...itu... Ya karena kupikir kamu serius terus menjagaku di belakang, kupikir kamu masih ada dibelakangku jadi...jadi aku senang jadi lupa dan keasyikan kayuh terlalu cepat..." Xiaojun berucap terbata-bata, dia sama sekali tidak berani menatap lurus ke mata Hendery.

Xiaojun jujur saja terlalu terbawa suasana, dia ingat saat pertama dia menjelalah semaunya dengan sepeda dan Hendery terus mengawasinya dari belakang membuat Xiaojun semakin lama percaya kalau Hendery tidak meninggalkannya. Membuat Xiaojun lupa kalau Hendery menaiki skateboard yang tidak bisa menandingi kecepatan sepedanya.

Hendery menatap Xiaojun yang terus menunduk ini, satu helaan napas berat lolos dari mulutnya dan kedua tangannya bergerak untuk memeluk tubuh Xiaojun.

"Maaf, Jun. Aku benar-benar panik kalau kamu kenapa-kenapa. Aku bisa saja di hantam batu oleh ibunya saat tau anaknya hilang olehku." bisik Hendery masih dalam pelukannya. Xiaojun yang awalnya merasa sedih tiba-tiba menjadi bad mood karena ucapan Hendery. Xiaojun mencebik tanpa suara sampai akhirnya dia sadar Hendery kini memeluknya dan menyandarkan kepalanya di bahu Xiaojun.

"!"

Tubuh Xiaojun menjadi kaku.

Hendery yang menyadari gerakan dari Xiaojun beralih menatapnya dalam jarak dekat.

"Kenapa, Jun?"

"T-tidak apa, aku hanya. . ." tanpa permisi suara perut kosong dari Xiaojun membungkamnya, disusul wajahnya yang memerah.

Hendery bengong lalu tersentak kaget, "gawat! Aku lupa kamu belum makan siang, Jun! Ayo kita cari makan!"

Hendery dengan agresif menarik tangan Xiaojun yang masih tidak merespon saking malunya.

Hendery berjalan santai dengan papan skate ditangannya dan Xiaojun di sampingnya yang sudah mengembalikan sepeda ke tempat rental, katanya dia sudah trauma membawa sepeda dan takut tersesat lagi. Hendery hanya tertawa kecil mendengarnya.

Hendery kini mengajak Xiaojun untuk makan siang karena dia yang meminta, mumpung sudah waktunya makan siang jadi Hendery membawa Xiaojun ke kedai di daerah pasar. Ada deretan kedai makanan yang menarik di kunjungi tapi Hendery memilih ke salah satu kedai mie pangsit yang menjadi langganannya.

"Kenapa kesini?" tanya Xiaojun.

"Katanya mau makan?" balas Hendery keheranan, Xiaojun cemberut dan mengerucut bibirnya.

Hendery terdiam sebentar, dia mengalihkan pandangannya ke arah deretan menu dengan hanzi yang tergantung di dinding kedai karena Xiaojun yang merajuk padanya. Hendery merasa Xiaojun agak sedikit menunjukkan sikap yang baru Hendery lihat dan itu agak membuat Hendery tidak nyaman ーterutama jantungnya.

"Tapi aku maunya makan di cafe, Hendery. Yang unik khas kota Macau, Hendery." protes Xiaojun dengan suara kecil, Hendery terdiam antara bingung dan panik, Xiaojun yang merajuk begini entah kenapa bisa membuat Hendery salah tingkah.

"Kedai mie pangsit juga khas Macau, Jun?" ucap Hendery tergagap di ujung kalimatnya, hampir tidak mampu menyebutkan nama kecil Xiaojun.

Xiaojun mencebik. "Aku sudah sering makan mie pangsit. Aku mau ke cafe matcha yang ada di perempatan jalan disana, humph!"

Hendery terpana melihat Xiaojun yang kembali ke sifat yang seperti biasanya, sifat keras kepalanya tapi disisi lain dia merasa tenang. Hendery tersenyum lalu menepuk kepala Xiaojun.

"Ah, Ah-Heng?" tiba-tiba seorang bibi keluar dari pintu belakang dan menatap Hendery dengan senyum keibuannya, Hendery berbalik lalu menyapa bibi yang sepertinya bekerja di kedai pangsit ini. Xiaojun dibelakangnya menyentuh kepalanya yang baru saja ditepuk pelan oleh Hendery dengan pipi bersemu merah.

"Sudah lama kamu tidak berkunjung kemari, Ah-Heng?" sapa bibi yang sepertinya bekerja di kedai pangsit ini.

Xiaojun diam. Ah-Heng?

Hendery tertawa kecil, "maaf bibi, aku sibuk menjadi siswa teladan beberapa hari terakhir. Ohya bibi, aku lapar jadi aku pesan mie pangsit seperti biasa dan kamu Xiaojun, kamu ingin pesana apa? Mie pangsit kedai bibi Zhang yang paling juara loh," Hendery beralih menatap Xiaojun yang masih diam disampingnya.

"Samakan saja."

Bibi lalu tersenyum, di mata Xiaojun senyuman itu terlihat sangat penuh kasih sayang tapi segera teralihkan saat bibi itu menyuruh Hendery mengambil tempat duduk dan dia segera mengambil pesanan.

Xiaojun tidak banyak bicara lagi dan terus diam sambil menatap interior kedai yang memiliki kesan jadulnya, seperti kedai tahun 90-an.

"Kok diam, Jun?"

"Ya terus apa?"

"Tidak protes lagi kalau kuajak makan disini?"

"Humph," Xiaojun membuang muka, buat apa dia merajuk, jujur saja dia masih kesal karena diajak makan kesini. Tapi dimaafkan karena aroma kaldu mie pangsit yang harum tercium diindra penciumannya.

Xiaojun sebenarnya mau bertanya kepada Hendery soal nama panggilan ah-Heng dari bibi tadi tetapi dia urungkan karena pesanan datang, bibi tadi dengan telaten menyajikan dua mangkok pie pangsit dengan daging melimpah. Xiaojun mulai kelaparan melihat makanan dihadapannya.

Bibi itu tersenyum, "ah, kamu teman barunya, ah-Heng? Sepertinya bibi belum pernah melihatmu bersama ah-Heng sebelumnya?" bibi itu tiba-tiba bertanya pada Xiaojun yang sudah bersiap dengan sumpitnya.

Xiaojun membungkuk kecil, "ah, nama saya Dejun, laoban. Y-ya, bisa dibilang saya teman barunya, Hendery."

Sudut bibir Hendery berkedut mendengar Xiaojun yang seperti tidak ikhlas menyebut mereka itu teman.

"Bibi Zhang, dia ini bukan temanku," balas Hendery sambil menyeruput mienya. Bibi Zhang menatap kaget Hendery yang berkata seperti itu pada temannya sendiri.

Xiaojun sendiri merasakan alisnya berkedut karena kesal mendengar ucapan Hendery ini.

Hendery selesai menelan mie di mulutnya lalu melanjutkan, "...tapi dia ini calonku."

Hendery dan Xiaojun sudah menyelesaikan makan mereka lalu setelah membayar mereka keluar dari kedai mie pangsit, berjalan pelan dulu membiarkan perut mereka mencerna makanan di lambung mereka sampai akhirnya Xiaojun duluan mengejar Hendery dengan menggebu-gebu.

"BAGAIMANA BISA KAMU MENYEBUTKU DENGAN SEBUTAN AMBIGU, HAH?!" Xiaojun yang berseru murka dan Hendery berlari kecil menghindari kejaran Xiaojun.

"Ahahaha, kan aku cuman bilang calonku dan bibi Zhang berpikiran itu calon pacar ーXIAOJUN JANGAN LEMPAR PAKAI SEPATU! Nanti sepatumu kubuang ke parit loh, ahahahaha!"

Tapi tidak lama kedua berhenti lari dengan napas putus-putus, Xiaojun terduduk di aspal merasa mualkan diperutnya, perutnya seperti teraduk-aduk di dalam dan Hendery memilih mojok kesudut toko yang tutup sambil menahan muntahannya.

"Sialan kamu Hendery, gara-gara kamu aku bawaannya sial terus!" Hendery tidak membalas, dia sedang berkonsentrasi agar tidak muntah. Xiaojun berpindah dan duduk di emperan toko disebelah Hendery karena awan tidak lagi melindungi mereka dari sinar matahari siang.

Mereka berada di daerah dekat dengan distrik mereka, jalan-jalan di kota sepertinya berakhir sekarang karena Hendery masih khawatir semenjak insiden dicegat preman.

Hendery yang sudah merasa sedikit tenang menepuk bahu Xiaojun, "maaf, tapi aku ingin kamu happy trip ke kota sama aku, Jun."

Xiaojun mau protes soal sisi happy jalan-jalan dengan Hendery ini tapi diurungkan karena Hendery masih melanjutkan ucapannya. "Maaf juga karena lalai dan buat kamu hampir celaka, kamu beneran tidak apakan, Xiaojun?"

Xiaojun pov

Aku diam menatap Hendery yang sepertinya masih mencemaskanku, begitu pikirku saat melihat cara mata besar anak itu menatapku. Jujur saja aku masih sedikit tremor mengingat kejadian tadi tetapi itu tidak apa-apa. Takut dan tidaknya aku harus menghadapinya karena aku tidak mau bergantung pada orang lain.

Tapi melihat Hendery masih merasa bersalah agak sedikit menyentuh hati kecilku, aku pikir Hendery ini sangat pengertian dan bertanggung jawab tetapi sikap mengesalkannya dia itu menutupi semuanya. Aku juga ingat dengan segala usaha Hendery mengajakku untuk trip ke kota untuk memperkenalkan setiap jalan di kota, membiarkanku menaiki sepeda dan dia mengawasiku dari belakang dengan senyum seolah dia tidak akan berbohong padaku.

Tapi dari semua itu, aku masih belum bisa untuk biasa saja di dekat Hendery. Dia seperti musuh alamiku yang membuat alarm tanda bahayaku berdering tapi maksudku Hendery bukan orang sejahat itu, pokoknya aku harus pintar menjaga jarak!

Aku membuang muka, menatap langit yang cerah berawan. "Aku sudah tidak apa-apa, Hendery. Jangan khawatir."

Satu hal lagi yang membuatku untuk makin memasang jarak pada Hendery, yaitu kenapa sikap preman itu seperti takut pada Hendery. Apa Hendery seorang berandalan? Tapi tidak cocok dengan rupa kerempeng Hendery ini?

Aku ingin bertanya tapi aku rasa itu bukan hak-ku.

"Hendery, kenapa kamu bisa sesantai itu melawan para preman tadi?"

Sial! Aku tidak bisa berhenti untuk tidak bertanya.

"Aku? Aku bukannya tidak takut melawan mereka, apa kamu tidak lihat tanganku dan kakiku gemetaran?" Hendery berucap dengan wajah konyolnya.

Melihatnya begitu membuat aku tidak perlu berpikir negatif kalau Hendery itu seorang ketua gang berandalan. Ternyata Hendery hanya memasang wajah palsu agar preman itu takut.

Aku mendengus lalu berdiri dari dudukku di emperan toko, Hendery menatapku dengan wajah bertanya-tanya.

"Mau kemana?"

"Mau pulang," jawabku singkat.

"He! Jangan dulu, perutku masih mual ーaish, Xiaojun tungguin!" aku mengabaikan Hendery dan duluan berjalan, sebenarnya kepalaku pusing karena lari dengan perut kenyang. Hendery mengikuti dari belakang sambil misuh-misuh tapi benar-benar aku abaikan.

Taklama aku melihat Hendery menyusul disampingku dengan skateboard sialannya, aku lupa kalau Hendery punya skatebaord tanpa harus capek jalan kaki.

Hendery menoleh karena aku kelupaan menatapnya terus. Hendery menarik seringai menyebalkannya, "apa? Capek jalan kaki, hm? Mau naik skateboard juga?"

Aku mendengar suara Hendery yang menjengkel seperti biasa itu hanya mendengus kesal. Aku mempercepat langkahku tapi Hendery jelas bisa mengimbanginya.

"Jangan mengikutiku!" seruku jengkel.

"Aku tidak, kan kita mau pulang bareng?"

"Jangan jalan disampingku!"

"Ya, terus aku harus lewat mana?"

"Jalan duluan sana," aku mendengus lagi, Hendery yang kelihatannya malas meladeni kecerewatanku ini memilih mengayuh kakinya menambah kecepatan roda skatenya mendahuluiku.

Aku menghela napas lega saat Hendery menjauh sedikit dariku, aku hanya menatap punggungnya dari belakang. Anak itu asik mengendarai skateboardnya di jalanan yang lenggang tanpa khawatir kendaraan lalu lalang. Aku terus menatap Hendery yang terlihat ringan bergulir bersama papannya sampai aku merasa tidak nyaman karena Hendery semakin jauh dariku dan seolah ingin meninggalkanku sendiri di jalan.

"Hendery, kok aku ditinggal?!" aku berteriak agar Hendery mendengar. Hendery berhenti dan langsung berbalik kearahku, mendekatiku lagi. Saat hampir didekatkan Hendery berucap dengan wajah cemberut.

"Katanya suruh aku duluan?"

"Ya tapi jangan ditinggal juga,"

Hendery melunturkan ekspresi cemberutnya digantikan dengan wajah konyol sambil tertawa puas, "ahahaha, kamu ini memang menggemaskan, Xiaojun."

"Kamu ini terlalu lambat jalannya, apa kamu sengaja dan ingin menikmati waktu berdua denganku, hm?"

"Kalau kamu mikirnya begitu lebih baik kamu duluan pulang saja sana!" seruku marah, aku menghentakkan kaki kesal. Hendery tanpa bersalah hanya tertawa senang.

"Astaga, maaf maaf, Jun. Mending begini saja deh, kamu naik skateboardku aja gimana?"

"Akukan tidak bis... Maksudnya aku tidak mau naik skateboardmu!"

Hendery tertawa lagi, aku heran apa yang membuatnya tertawa segampang itu. "Ya, ya ya. Aku tahu kamu tidak bisaー"

"ーaku bukan tidak bisa, cuman tidak mauー" protesku ingin menyela ucapan Hendery tapi dia tidak mendengarkanku, mengabaikannya.

"ー tapi aku akan memegangmu dan menyanggah badanmu diatas skateboard. Daripada kamu capek jalan atau kutinggal sendiriankan? Ahahahaha!" lanjut Hendery dengan suara tawa menjengkelkan telingaku. Lagi-lagi Hendery berkata seperti itu lagi, seolah dia tidak berbohong.

Tapi entah angin apa aku memilih mengikuti paksaan Hendery dan memijak satu kakiku diatas papan skate Hendery yang membuatku berdebar-debar.

Aku masih ingat sensasi jatuh saat menaiki papan sialan ini beberapa waktu lalu.

"Kaki kirimu jangan terlalu diujung papan, Jun. Letakkan kakimu disini dan langsung naik kaki kananmu. Yap benar! Tumpu bobot badanmu dikedua kakimu, jangan disatu kaki saja, yap benar, Xiaojun pintar~"

Aku rasanya ingin memukul kepala Hendery yang mengajariku seperti anak kecil. Tapi aku diam saja sampai Hendery melilitkan tangannya di pinggangku. Wajahku terasa hangat saat ada yang merengkuh badannku.

"Jangan pegang pinggangku, Hendery!" seruku sambil melepaskan tangan Hendery dari pinggangku.

"Oh aku lupa kalau kamu gelian, hihihi," aku tidak tahu kenapa Hendery tertawa mencurigakan seperti itu.

Jadi karena aku terus berontak agar Hendery tidak memegang badanku jadi aku yang menjulurkan tangan mencengkram bahunya. Kakiku gemetaran karena aku tidak bisa merasakan kakiku berpijak diatas papan itu.

"Ayo, dorong dengan kaki kananmu, Jun." aku masih ragu mengikut arahan Hendery tapi perlahan aku bisa menggerakkan kakiku dan membuat papan skater berwarna merah muda itu bergerak maju.

Setelah beberapa kali dorongan yang mulus, anehnya aku malah merasa senang dan makin bersemangat mendorong dengan sedikit tenaga lagi sampai papan bergerak pelan. Tanganku masih mencengkram erat bahu Hendery yang kini berjalan mengimbangi kecepatan guliran roda.

Baru kali ini aku bisa merasakan betapa serunya naik skateboard.

"Kamu tersenyum, Jun." tiba-tiba Hendery berucap seperti itu dan aku langsung merubah ekspresi wajahmu menjadi datar. Aku tidak sadar tersenyum saking senangnya dan membuat mukaku mulai terasa panas bersamaan suara tawa Hendery yang tidak berhenti.

"Apa yang kamu tertawakan, hah!?"

"Tidak, abaikan saja. Maaf, Jun. Ayo dorong lagi kakimu lebih cepat, Xiaojun" Hendery berseru semangat, dia menarikku agar aku lebih cepat memberi dorongan dengan kakiku, aku yang sudah terbiasa dengan bertumpu pada Hendery jadi saat kecepatan bergulirkan roda skate tidak membuatku khawatir jatuh.

Hendery berlari kecil sambil memegang tanganku, pegangannya tidak terlalu erat mencengkram pergelangan tanganku. Aku tanpa sadar mengalihkan pandanganku menatap Hendery, cara dia tertawa dan tersenyum membuat konsentrasiku kacau.

"XIAOJUN BERHENTIー"

Aku terkejut karena teriakan Hendery dan tubuhku langsung ditarik kesamping. Aku mengaduh kesakitan karena wajahku menghantam sesuatu yang keras, seperti badan seseorang dan saat kudongakkan kepalaku itu dada Hendery yang kini memberikan senyuman lembut yang terpaksa.

"Kamu sepertinya suka aku peluk ya?"

Aku cuman diam, Hendery sepertinya menarikku dari atas papan karena di depan sana ada belokan dan karena aku tidak tahu cara berbelok dengan papan itu jadi dia menarikku untuk alasan keselamatan daripada membiarkanku menambrak dinding tembok. Hendery menghela napas berat.

"Kamu jangan kehilangan konsentrasi begitu karena cuman mandangin wajahku terus, Xiaojun." Hendery menasehatiku. Aku tersentak dan buru-buru melepaskan pelukannya.

"Aku tidak suka dipeluk sama kamu dan juga aku tidak memandangimu? Aku, aku cuman kurang konsentrasi saja,"

"Ya, ya, ya, yang mulia Xiao. Tapi jangan sampai tidak konsentrasi kalo naik skateboard, oke? Aku memanggilmu berkali-kali tapi kamu tetap melamun." Hendery berucap dengan nada lelah lalu memungut papannya.

Aku terdiam, aku jujur kaget karena aku tidak mendengar panggilan Hendery tadi. Apa aku kekenyangan sampai sampai kehilangan fokus tadi?

Aku diam saja setelahnya dan saat Hendery menawariku naik skateboard lagi aku menolak. Aku malu kalau jatuh lalu ditangkap sama Hendery lagi.

Akhirnya kegiatan jalan-jalan hari ini berakhir dan aku sampai rumah setelah Hendery mengantarku pulang. Padahal aku pulang sendiri bisa tapi Hendery selalu keukeuh mengantarku.

Aku yang sudah mandi, kini berbaring di kasurku yang nyaman. Mommy baru saja mengirim pesan singkat kalau dia akan pulang lambat, jadi aku pikir untuk agak malaman masak makan malam. Perutku masih begah karena aksi kejaran-kejaran dengan Hendery.

Aku diam terlentang sambil menatap langit-langit kamar. Ngomong-ngomong soal Hendery, aku dari tadi kepikiran tentang pria itu.

Aku merasakan pipiku menghangat, "kenapa rasanya ada yang salah aku diajak keliling kota sama Hendery?"

Aku memgingat kembali saat bersama Hendery di kota tadi pagi, ada perasaan aneh yang menggeluti hatiku dan itu seperti ada debaran-debaran halus. Cara Hendery menemani jalan-jalan, menyelamati dari segerombolan preman dan yang terakhir saat Hendery mengajariku naik skateboard.

Aku diam lalu melempar bantal ke dinding.

Xiaojun pov end

Hendery pov

Aku baru saja sampai rumah setelah mengantar Xiaojun pulang, aku sangat bersemangat saat mengantar Xiaojun keliling kota sampai melupakan masalahku sendiri yang berkecamuk di hatiku.

Aku tidak bisa melupakan betapa manis Xiaojun yang kalem dan nurut seperti itu, mengenderai sepeda dengan mata berbinarnya. Tanpa sadar aku tertawa mengingat Xiaojun yang merajuk tapi tak lama aku mempertahankan tawaku saat aku tiba di depan para pria dewasa dengan setelan jas yang menyambutku.

Aku hanya diam tanpa merespon mereka. Aku berjalan ke dalam rumah mewah, itu rumahku ーyang selalu aku anggap tempat untuk tidur dan makan saja, tidak lebih.

"Aku pulang," ucapku dengan nada malas, aku bisa mendengar para pelayan membalas salamku tapi aku menghiraukan mereka semua. Aku terus berjalan masuk kedalam rumahku yang sepi, melangkah tanpa menjawab asisten rumah yang bertanya ini-itu padaku.

"Tuan muda, nona tertua sudah pulang," ucap oleh seorang kepala pelayan disana.

Aku diam dan berbalik menatap salah satu pelayan itu, "sambut saja dia, untuk apa memberitahuku?"

Pelayan itu diam dan menunduk tanpa menatapku lagi. Aku kembali menaiki tangga menuju kamarku di lantai 2 tapi tiba-tiba ada sebuah suara mengintrupsiku.

"Hang-er,"

Aku berhenti lagi melangkah kakiku menaiki anak tangga saat mendengar suara kakak perempuanku. Aku diam tanpa menoleh.

"Baba dan mama pulang hari ini," ucap kakakku dengan suara kedengaran pelan dan ragu. Aku mengangguk saja lalu kembali melangkah cepat ke lantai dua, tidak menjawab panggilan dari kakakku.

"Padahal aku sudah senang mereka tidak ada dirumah, ck!"

tbc

(4) Belajar dengan anak Domba

Besok paginya di sekolah, Xiaojun mengawali hari seperti biasanya. Dia melangkah kakinya menuju kelasnya dengan tatapan kosong, tadi pagi saat dia bangun tidur kakinya terasa gempor seperti habis berlari sprint raturan kaki.

Padahal kemarin dia jalan-jalan 65%nya dia habiskan dengan menaiki sepeda yang dia sewa, 20%nya jalan kaki dan 15%nya baru dia naik skateboard punyanya Hendery tapi itu pun cuman sebentar.

Xiaojun diam, dia teringat soal Hendery yang menjadi alasan Xiaojun jalan-jalan minggu kemarin. Xiaojun terngiang-ngiang dengan segala hal dari Hendery waktu itu, entah apa yang Xiaojun pikirkan tetapi bayangan Hendery sungguh menganggunya.

Xiaojun menepuk kepalanya pelan, dia tidak boleh membairkan makhluk bernama Hendery itu mempengaruhinya. Mungkin Xiaojun menjadi kepikiran soal Hendery karena anak itu masih menjadi misterius buat Xiaojun dan saat Hendery menaiki skateboardnya juga membuat Xiaojun kepikiran.

Oh iya, Xiaojun ingat. Hendery dengan skateboardnya yang begitu menawanー

"Xiaojun!" seruan dengan suara bass itu mengejutkan Xiaojun dan juga tepukan di bahunya membuat Xiaojun menoleh, tidak, tetapi lebih tepatnya mendongak keatas guna menatap Lucas yang mengenyir kearahnya.

Xiaojun menarik senyum segaris dengan wajah masam, dia tidak suka berdekatan dengan Lucas.

"Apa?"

"Hehe, tidak. Tapi kulihat kamu melamun, jadi aku sapa deh!"

Xiaojun melirik kepunggung Lucas yang tidak membawa apapun seperti tas seperti biasanya. Xiaojun menautkan alisnya heran, "Lucas, kemana tasmu? Kamu tidak bawa tas kesekolah?"

Lucas melirik kebahu kirinya lalu menatap Xiaojun dengan mata besarnya yang kebingungan. Xiaojun makin menautkan alisnya karena dia pikir Lucas melupakan tasnya.

"Tasku ada di kelas kok?"

"Hah? Di kelas?"

"Ya, soalnya kamu sudah melewati tiga kelas dari kelas kita, Jun?"

Xiaojun terkejut dan segera menatap plang nama yang ada di setiap kelas, benar saja dia ada berada di depan ruang kelas asing, bukan kelasnya. Xiaojun yang malu tanpa banyak bicara segera berbalik badan ingin kabur ke kelasnya yang asli.

"Kenapa tidak bilang kalau aku salah kelas, Lucas?!"

"Oh, kukira kamu ingin bertemu Hende ーOH! BRO, WUZZUP!" Lucas tiba-tiba berteriak kearah depan mereka, Xiaojun merasa malas saat Lucas menyebutkan nama yang anti dia dengar pagi ini tetapi nasib mujur sepertinya memihak padanya karena ternyata Lucas menyapa Hendery yang berjalan santai dengan kedua tangan masuk ke saku celananya ーugh jangan lupa segerombolan siswi yang ada disekitarnya yang lambat laun segerombolan siswi itu segera meninggalkan Hendery.

Ck, sok eksis!

"Yoo, mai bro! Dan juga -pagi, Xiaojun~" Hendery dengan senyuman manisnya menatap Xiaojun yang bersembunyi di belakang badan Lucas. Xiaojun di dalam hati mengumpat karena tinggi tubuhnya menjadi sangat pendek dan tenggelam di dekat Lucas dan Hendery yang sebenarnya masih pendek sedikit dari Lucas.

"Kalian makin akrab ternyata ya?" celetuk Lucas membuat Xiaojun bingung kenapa anak tiang itu mengatakan seperti itu.

"Akrab bagaimana bro?" tanya Hendery. Xiaojun melirik kearah pemuda itu yang tidak terlihat bersama papan skate miliknya yang biasanya selalu dibawanya sampai kekelas.

Lucas menatap Xiaojun, "Ya tadi saja, Xiaojun datang bukannya masuk kekelas naruh tasnya dulu tapi datang kelas kamu, Hen."

Xiaojun melotot kaget kearah Lucas. Hendery menutup mulutnya sambil melirik ke Xiaojun, "Hoho?"

"Aku bilang aku mau kekantin, bukan kekelas Hendery, Lucas!" seru Xiaojun.

"Hm? Bukannya tadi kamu bilang kamu salah kelas karena melamun?" ucap Lucas polos.

"Hoya oya oya?" Hendery tersenyum jahil dan tanpa memperdulikan protesan Xiaojun yang katanya mau kekantin itu karena wajah dinosaurus-nya memerah dengan tatapan gelisah. Hendery menggeser badannya lebih dekat ke Xiaojun yang juga makin bersembunyi dibelakang badan Lucas.

Hendery tersenyum tengil, "mau menemuiku, hm?"

Xiaojun mencebik, dia meremas jas seragam Lucas yang bingung dengan situasi mereka. Tapi disisi lain, Lucas merasa senang kalau kedua temannya ini akrab.

Xiaojun memincing kesal, dia tidak suka tatapan Hendery sekarang ini. Tapi tidak lama Xiaojun, terdiam. Kenapa dia benci tatapan Hendery? Bukan karena tatapan yang seakan mengejeknya yang membuat Xiaojun marah tetapi jantung Xiaojun yang berdetak gelisah yang bikin Xiaojun marah.

Marah kesiapa lagi?

Xiaojun yang terlanjur gedeg menghentakkan kakinya dan langsung berlari dari sana, menjauhi Lucas dan Hendery yang masang wajah bingung.

"Xiaojun, nanti kita pulang bareng ya!" Hendery sedikit menaikkan suaranya agar Xiaojun mendengarnya disana dan senyumnya merekah kala melihat respon galak Xiaojun yang menolak ajakannya. Karena menurut Hendery itu artinya iya.

Lucas menatap Hendery, "oh, Xiaojun juga kerja di toko kak Johnny?"

Hendery, "ya, dia kerja disana. Baru tahu, bro?"

Lucas mangut-mangut, "lalu Yangyang masih kerja disana?"

Hendery yang mau balik kekelasnya berhenti dan kembali menatap lucas, matanya menurun menjadi sedikit was-was.

"Kenapa kamu bertanya soal Yangyang?"

"Aiya, seingatku dia juga kerja disana, kan?"

Hendery diam. Yangyang, anak yang pernah ditabrak Xiaojun dulu memang pernah kerja di toko kak Johnny tapi anak itu sudah kelas 1 SMA sekarang jadi mulai serius mengejar pendidikannya, dia memilih berhenti bekerja dan mencari pengganti sampai Hendery bertemu Xiaojun.

"Yangyang masih bekerja disana, Heng?"

Hendery yang mendengar nama Heng yang jarang dia dengar di panggil oleh sohibnya ini membuat Hendery mundur.

"Jangan ganggu adik sepupu, Yukhei!"

Lucas kaget dan balas nyolot, "siapa yang mau gangguin, oi! Dan apa maksudmu?"

Sepulang sekolah Xiaojun tentu saja langsung ke tempat kerja. Empat bulan disini membuat dirinya sudah tidak merasa asing di tempat ini, rasanya juga dia semakin familiar dengan tempat tinggalnya. Setiap sudut sudah hampir dia ketahui.

Karena hal itu Xiaojun juga merasa heran, awalnya dia mengira setelah menempuh hidup baru di negara asing hidupnya akan semaram. Tapi nyatanya tidak, kehidupan dirinya dan ibunya malah baik-baik saja, keseharian di sekolah juga baik atau mungkin sedikit lebih baik.

Xiaojun juga berpikir selama ini dia seperti mendapat dorongan seperti memiliki power up, kekuatan super membuat dirinya terpacu untuk hidup lebih baik. Xiaojun pikir itu mungkin karena dia sekarang memiliki pekerjaan yang sangat layak dan saat ini dia sudah menginjak kelas 2 SMA yang katanya masa paling indah.

Atau mungkin ada hal lain yang bisa membuat Xiaojun memiliki power up?

"YO XIAOJUN!"

Mata Xiaojun turun menjadi tatapan datar saat mendengar seruan myaring Hendery yang memanggil atau lebih tepat meneriaki itu.

Xiaojun diam, apa power up dirinya yang lain itu Hendery yang senantiasa berisik disekelilingnya ini?

"Kenapa?" Hendery memiringkan kepalanya saat dipelototi oleh Xiaojun yang kini menghela napas berat lalu membalikkan badannya meninggalkan Hendery di depan gerbang.

Hendery diam karena terkejut, tadi apa maksud Xiaojun menatapnya datar seperti itu seolah dia makhluk menjijikan?

"Jun! Kenapa kamu menatapku seperti itu?"

"Hah?"

"Ya, itu. Tatapanmu seolah aku ini kecoa yang ingin sekali kamu injak, Jun?"

"Ya, memang," jawab Xiaojun enteng.

Hendery memasang wajah cemberut. "Berhenti memasang wajah seperti itu, membuatku geli!" ucap Xiaojun.

"Kenapa? Padahal itu wajah yang biasa kamu tunjukin kalo cemberut?"

Xiaojun mengerang frustasi dan memilih tidak membahasnya lagi. Dia menatap Hendery.

"Tumben tidak membawa papan pinkmu?" kata Xiaojun.

"Eiii? Tumben kamu bertanya? Apa kamu mau belajar naik skateboard, hm?"

Ck, itu saja yang kamu tanyakan, bodoh. Padahal kamu kelihatan layak kalau naik papanmu -lupakan.

"Siapa yang mau? Aku cuman nanya, kalau saja rusak gara-gara kemarin?" Xiaojun teringat kejadian dia membuat papan Hendery bergulir memuruni turunan dan akhirnya menabrak dinding.

"Oh itu," Hendery mengangguk paham, "ya, memang sedikit rusak. Nanti pulang kerja aku perbaiki."

"Hah? Beneran rusak?" Xiaojun tiba-tiba merasakan ada rasa bersalah di hatinya. Hendery yang sadar perasaan Xiaojun buru-buru menyela.

"Ahahaha, tenang saja. Bukan rusak gara-gara nabrak kemarin kok. Akunya saja yang rusakin saat pulang dari rumahmu itu," ucap Hendery lagi membuat Xiaojun menghela napas lega.

"Kenapa bisa rusak?"

Hendery menggerling ke Xiaojun, agak aneh buat dirinya karena Xiaojun banyak berbicara padanya hari ini. Tapi tidak di pungkiri hati Hendery menjadi berbunga-bunga, itu berarti taktik dia untuk akrab dengan dinosaurus ini berhasil.

"Tidak sengaja jatuh," balas Hendery pelan dan Xiaojun hanya ber-oh-ria lalu diam setelahnya.

"Apa? Apa kamu sekarang tertarik lagi inginbelajar naik skateboard, hm?" Hendery iseng membuka pertanyaan setelah keheningan panjang, dia menatap Xiaojun yang memberikan reaksi kikuk lalu berdehem.

"Iya, kuakui memang. Aku ingin belajar naik skateboard." balas Xiaojun, sambil berusaha menekan rasa malunya.

Hendery tersentak, dia sungguh tidak menebak Xiaojun ternyata memiliki niat ingin belajar skateboard. Pantas saja selama beberapa minggu terakhir ini Xiaojun melototi semua skateboard yang ada di toko. Tapi ya, skateboard itu bukan materi biologi yang harus kamu pelajari perkatanya. Harus dengan praktek!

"Aku ingin kerjaanku tidak terhambat, bisa dua kali lebih cepat berangkat sekolah, pulang kerumah dan pergi bekerja. Aku tidak suka naik otoped karena tidak efisien, kalo sepeda..." Xiaojun berhenti melanjutkan kalimatnya, Hendery melihat ada tatapan enggan di mata Xiaojun.

Hendery kini yang merasa bersalah merambat ke hatinya karena Xiaojun masih belum bisa melupakan kejadian kemarin. Bisa dibilang kenangan tidak menyenangkan.

"Baiklah!" seru Hendery. Xiaojun menatap Hendery.

"Kamu ingin beli skateboard di toko kak Johnny? Lalu aku bantuin kamu belajar skateboard." ucap Hendery dengan semangat, melupakan Xiaojun yang ingin mengurungkan niatnya membalas Hendery.

"Yangyang?" Hendery terkejut saat melihat adik sepupunya itu ada di toko kak Johnny.

"Yo -ah, halo Dejun." sapa Yangyang ke Xiaojun yang baru masuk toko, Hendery lebih terkejut lagi karena dia diabaikan kehadirannya oleh pemuda dengan gummy smile manis itu.

Hendery menatap garang ke adiknya itu, seharusnya anak ini pergi ketempat lesnya atau bermain ke rumah kekasihnya karena dia tahu anak ini malas buat basa-basi untuk sekedar mampir menemui kak Johnny.

Hendery melirik ada papan skate yang di selimuti bubblewrap yang ada di atas meja kasir, tempat tugas Xiaojun si penjaga kasir.

Hendery menunjuk papan di samping Yangyang, "buat apa papan itu?"

"Oh, ini. Buat Dejun dan juga buat belajar naik skateboard besok ya, aku mau pergi les." ucap Yangyang sambil menyerahkan papan itu ke Xiaojun yang menerimanya dengan senang hati, anak itu bahkan mengangguk semangat ke Yangyang.

"Kok...?" Hendery syok melihat kejadian yang belum bisa dia terima ini, dia natap Xiaojun yang memeluk papan pemberian Yangyang. "Xiaojun kamu selingkuh dariku?"

"Hah? Kamu ngomong yang engga-engga kupukul pakai papan ini, Hendery!" ucap galak Xiaojun.

Yangyang di hadapan mereka menatap bergantian kedua orang ini lalu tatapannya berhenti pada Hendery. Dia menghela napas berat karena prihatin dengan Xiaojun harus bekerja bareng Hendery.

Selepas kepergian Yangyang, Hendery masih belum bisa merecoki Xiaojun dengan berbagai macam pertanyaan bagaimana bisa dia bertemu Yangyang dan meminta diajari menggunakan skateboard ーbahkan dia di beri papan lama punya Yangyang.

Padahal baru kemarin Xiaojun naik skateboard pergegangan di bahu Hendery tapi kini malah minta diajarin Yangyang yang Hendery tidak tahu kapan mereka kenalannya.

"Yangyang sudah mau memberi papannya minggu lalu, ini juga aku beli dengan harga murah. Dia juga mau mengajari kalau ada waktu."

"Yangyang kalau ada waktu, biasanya pergi ke rumah Kun-ge?"

"Siapa Kun-ge . . . oh!" Xiaojun akhirnya teringat dengan seseorang dengan nama Kun-ge, itu orang yang dia datangin untuk mencari pekerjaan sebelum akhirnya dia bertemu Hendery.

"Pacar Yangyang,"

"Oh ーHAH!"

"Santai, lil dinosaur," Hendery sibuk mengelap pipinya yang terkena setitik air yang ikut keluar dari teriakan Xiaojun.

Xiaojun membulat matanya syok dan masih memproses ucapan Hendery tadi.

Yangyang yang tadi dan Qian Kun yang bekerja di seni kaligrafi... Pacaran?

Belum selesai Xiaojun dengan keterkejutannya, tiba-tiba Johnny dari pintu karyawan muncul menyapa mereka.

"Hello, everybody. What's up? Yo Xiaojun, what happened?" tanya Johnny dengan aksen Chicagonya.

"AHH! INI DIA KAK JOHNNY! Kakak harus tanggung jawab karena ninggalin aku berdua sama Hendery kemarin!" Xiaojun langsung melayangkan protesannya saat melihat Johnny yang langsung tersenyum kikuk.

Hendery pun ikutan, "ya kak, kakak tidak bertanggung jawab dan mengikrari kepercayaan Xiaojun karena kakak katanya mau jagain, eh sekalinya pacaran ーcih."

"Hendery kok kamu ikut-ikutan?" Johnny menatap Hendery yang memalingkan wajahnya darinya lalu memelet lidahnya merasa tidak bersalah.

Tapi Johnny tidak bisa melanjutkan protesannya karena Xiaojun menatapnya garang sambil mengembungkan kedua pipinya.

"Hehehe, Xiaojun, sorry. Mau kutraktir jajan?"

Malamnya saat Hendery dan Xiaojun seperti biasanya pulang bersama, Hendery tidak bisa untuk tidak melirik papan pemberian Yangyang yang kini ada di tangan Xiaojun.

Segudang pertanyaan memenuhi kepalanya dan yang paling banyak adalah, "kenapa Xiaojun senang mendapatkan papan skate?"

"Apa kamu terus melirik kearahku, huh?" seru Xiaojun yang mulai tidak nyaman dengan cara pandang Hendery kearahnya.

"Hehe, tidak kok cuman penasaran aja," balas canggung Hendery.

"Humph!" dengus Xiaojun, "aku juga sebenarnya masih marah sama kamu, Hendery!" serunya.

"Loh, kok ke aku?"

"Ya, kamu juga berkomplotan sama kak Johnny terus membiarkan kak Johnny kencan tapi kamu malah mengkambing hitamkan kak Johnny, humph pembohong!"

Hendery menggarukkan kepalanya yang tidak gatal, apa yang Xiaojun bilang memang benar. Kemarin saat dia dan Johnny pergi untuk beli minum di cafe, secara kebetulan mereka bertemu kekasih si Johnny ini. Hendery dengan liciknya membiarkan Johnny pergi bersama kekasihnya dan mengatakan kalau Hendery yang akan mengatasi Xiaojun sendirian tapi nyata besoknya Hendery berakting seolah Johnny menelantarkan mereka begitu saja.

"Aku kan sudah minta maaf, Jun?"

"Hm."

"Kamu juga sudah terima jajan dari kak Johnny kan?"

Mendengar yang satu ini, Xiaojun tersentak kecil dan lupa kalau di dalam ranselnya selain buku pelajaran juga ada beberapa cemilan dan kue enak yang di beli kak Johnny untuknya sebagai permintaan maaf.

Xiaojun dalam diam cemberut, dia bingung dengan dirinya yang sendirinya jadi gampang merasa bersalah juga.

Hendery yang salah mengartikan wajah merajuk Xiaojun, menjulurkan tangannya dan mengusap surai cokelat Xiaojun yang halus di tangannya.

"Maaf ya," ucap Hendery tulus.

Xiaojun bergeming, dia menurunkan ekspresinya jadi wajah memelas tanpa dia sadari. Hendery kembali meminta maaf dengan ekspresi dan nada suara seperti itu membuatnya juga merasa makin bersalah.

Hendery yang menyadari raut Xiaojun hanya diam-diam menarik senyum tipis. Xiaojun ini galak tapi saat jujur yang paling membuat Hendery tidak tahan dengan pemuda ini. Terlalu menggemaskan. Bahkan Yangyang yang notebanenya adalah adiknya saja tidak semenggemaskan Xiaojun.

Hendery menepuk kepala Xiaojun dengan lembut seakan mengatakan tidak apa-apa. Saat tangannya dia tarik, ada rasa menyesal dia tidak bisa berlama-lama mengusap kepala Xiaojun.

"Ohya, ngomong-ngomong. Bagaimana kamu kenal Yangyang?"

"Hm? Kalau tidak salah lima hari setelah pertama kali bertemu. Aku juga tahu dia saudara sepupumu,"

"Hee? Kenapa? Kamu tertarik denganku hm? Jadi kamu mencari informasi tentangku dari Yangyang?"

"Engga kok, saat kami kenalan dia sendiri yang bilang, 'aku Yangyang, adik sepupu si menyebalkan Hendery, kamu pasti tau Hendery kan?' begitu." jawab Xiaojun polos, membuat Hendery ingin terjungkal mendengarnya.

"Kurang ajar, akan kucari anak itu setelah ini." batin Hendery kesal.

"Terus soal skateboard ini? Bagaimana kamu bisa ditawari membeli ini oleh Yangyang?"

"Hm? Itu saat aku beli bahan makanan di minimarket aku bertemu dengan anak. Berbincang sebentar dan diakhir dia menawarin papan lamanya, begitu." ucap Xiaojun santai.

Hendery entah kenapa merasa kebingungan, dia bingung karena Xiaojun tiba-tiba membeli skateboard dan juga ingin belajar naik skateboard bersama Yangyang.

Apa yang membuat Xiaojun yang awalnya tidak suka dengan skateboard berubah ingin belajar menaklukan papan beroda ini ーsebenarnya tidak bisa dia simpulkan kalau Xiaojun tidak suka tetapi sebelumnya terlihat tidak tertarik dengan skateboard. Apa yang membuat dinosaurus ini berubah?

Dirinya kah?

Hendery ingat Xiaojun kemarin terlihat senang saat menaiki skateboardnya walau masih dalam pegangan Hendery. Hendery menepuk pipinya, dia tidak bisa terlalu pede seperti ini.

Kira-kira apa yang membuat Xiaojun berubah pikiran?

Hm, Hendery jadi teringat dia melihat seminggu yang lalu Xiaojun menatap seakan antusias kearah deretan papan dietalase toko. Itu jangka waktu yang pas Xiaojun bertemu Yangyang yang menjual papannya.

Hendery menggelengkan kepalanya mencoba untuk tidak peduli, yang paling penting disini Xiaojun lebih menarik perhatiannya.

Hendery menatap Xiaojun, papan berbungkus bubble wrap rapi masih terapit di tangannya.

"Xiaojun," panggil Hendery.

"Hm?" Xiaojun menjawab tanpa curiga.

"Bagaimana kalau aku yang mengajarimu naik skateboard?" Hendery memasang senyum seramah mungkin agar Xiaojun tertarik pada tawarannya.

"Tidak. Aku sudah minta diajari oleh Yangyang," tolak mentah-mentah Xiaojun membuat senyum Hendery luntur.

Tapi untungnya Hendery tidak kehilangan ide untuk membujuk si dinosaurus ini, "ya, anggap aja kamu melakukan demostrasi denganku, kuajari dasar-dasarnya jadi saat kamu diajarin Yangyang tidak begitu kaku. Tertarik?"

Xiaojun menghela napas, "Hendery?"

"Ya?"

"Kenapa kamu dari awal sampai sekarang ngotot banget sih? Kamu berniat menjadi sales penjual skateboard, huh?" keluh Xiaojun.

Hendery mendecak lidahnya prihatin sambil melambaikan tangannya, "tidaklah tapi ini ya, aku cuman tidak mau kamu bukannya belajar dengan Yangyang tapi malah berkelahi."

"Kok begitu?"

"Kulihat kamu dan Yangyang kurang cocok deh, ingat saat pertama ketemu anak itu, menjengkelkan bukan?" Hendery semakin semangat mengompor-kompori dan juga terlihat Xiaojun seperti termenung mengingat masa lalu.

Xiaojun ingat dia ada menyimpan amarah dengan anak domba itu di awal pertemuan mereka. Sudut bibir Xiaojun berkedut kesal.

Xiaojun menghela napas makin berat, "baiklah, aku terima."

Hendery menarik senyum sumringah dan menepuk bahu Xiaojun yang membuka lilitan bubblewrap di papan berwarna hijau dengan corak crocodille yang lucu.

"Apa-apaan papan ini?" ucap Xiaojun. Dia suka dengan warnanya tetapi tidak dengan gambar buaya kecil itu.

Hendery menyeletuk, "cocok sekali dengan imagemu, Xiaojun."

Xiaojun menatap galak ke Hendery yang buru-buru memasang senyum minta ampunnya dan juga tanda v-signnya.

Xiaojun meletakkan papan diatas aspal, kaki kanannya menginjak sisi belakang deck skateboard lalu kaki kiri menyusul naik keatas deck depan bersamaan mengimbangi keseimbangan badan. Walau kakinya masih gemetaran tapi tidak seburuk diawal. Bentuk papan ini juga sama seperti milik Hendery jadi Xiaojun mulai terbiasa.

Xiaojun juga masih ingat cara naik skateboard seperti yang Hendery ajarkan kemarin, rasanya mudah.

Tunggu.

Kemarin?

Kemarin Xiaojun naik papan skate punya Hendery itu juga karena tangannya bertumpu pada pundak Hendery.

Xiaojun menoleh kearah Hendery, Xiaojun merasakan suhu tubuhnya naik secara drastis. Kini tangannya tidak cuman perpegangan tapi dia secara jelas merangkul Hendery.

"Xiaojun, kok kamu jangan lepasin tanganmu dulー"

Trak, Xiaojun tergelincir dari papannya dan jatuh.

Grep.

Xiaojun untuk sekian kalinya jatuh dari papan karena kakinya belum kuat berdiri sendiri di atas papan.

Dan juga Xiaojun untuk sekian kalinya jatuh kepelukan Hendery.

Xiaojun jadi yakin,

dia sepertinya suka dengan pelukan Hendery.

Hendery pov

Aku terkejut saat melihat Xiaojun dengan percaya dirinya berdiri diatas papan skate barunya, tapi kalau kulirik lagi, yang lebih mengejutkan adalah Xiaojun dengan percaya dirinya malah berpegangan pada bahuku dengan erat. Tanpa segan.

Tanpa sadar bibirnya menarik senyum yang bersamaan dengan timbul rasa gelitik di dalam dadaku. Ini sepertinya Xiaojun mulai terbiasa denganku.

Tapi belum ada semenit Xiaojun memegang bahuku, dia terlihat melamun sambil menatapku lalu setelahnya tiba-tiba melepaskan pegangannya dariku.

Aku yang yakin Xiaojun sama sekali belum berdiri sempurna di atas papan akan tergelincir seperti yang sudah-sudah.

"Xiaojun, jangan lepaskan peganganmu du-" belum ucapanku selesai, Xiaojun sudah jatuh dari atas papannya yang bergulir maju karena dorongan kakinya yang tidak seimbang. Aku yang untungnya memiliki reflek bagus langsung menangkap tubuh Xiaojun sebelum anak itu jatuh ke aspal duluan.

Kedua tanganku melingkar di pinggang Xiaojun, menahan bobot tubuhnya yang bisa dibilang sama denganku. Tapi ini bisa dibilang seperti berpelukan daripada aku menangkap badannya saja, aku juga bisa merasakan jemari Xiaojun meremas kemeja sekolahku dengan erat.

"Xiaojun?" aku memanggilnya karena Xiaojun diam saja, tidak seperti biasanya langsung mendorongku menjauhku jika aku berada 5 sentimeter berada di dekatnya.

Kalau biasanya aku akan meledeknya dan menggoda Xiaojun dengan kalimat 'sepertinya kamu suka kalau aku peluk' tapi kini aku tidak bisa berkutik. Xiaojun jelas terlihat berbeda kali ini. Jadi aku mengontrol detak jantungku lalu aku menepuk bahu Xiaojun.

"Xiaojun kamu tidak apa-apa?" tanyaku lagi, kali ini aku juga mendorong tubuh Xiaojun dan melepaskan pelukan kami, Xiaojun mulai menopang tubuhnya dengan kakinya.

Aku menatap Xiaojun yang melamun dengan tatapan khawatir, ada apa dengan anak dinosaurus ini? Pikirku.

"Jun-"

"GYAAAAAAAAAA!" teriak Xiaojun tiba-tiba, "-hmpfh!" aku yang benar-benar kaget saat mendengar teriakan menggelegar Xiaojun langsung membekap mulut Xiaojun sebelum dicurigai oleh masyarakat sekitar.

"K-kenapa kamu berteriak?" tanyaku sedikit panik, jelas panik karena Xiaojun yang sekarang menjadi berbeda dalam waktu 23 detik, dia seperti kerasukan. Xiaojun yang kutanyai hanya menggelengkan kepalanya dengan mata berair lalu baru kulepaskan bekapanku saat kuyakinkan anak itu sudah sadar.

"Maaf, Hendery." cicit Xiaojun.

Aku tersenyum tipis, "iya, tidak apa, Jun. Tapi kamu jangan tiba-tiba berteriak seperti itu, buat aku khawatir."

"Maaf, Hendery." cicit Xiaojun lagi.

Oke, sekarang aku merasa canggung. Xiaojun ini kadang membuatku speechless karena sikap dia yang sekarang ini ーmenjadi kalem dan tidak mencak-mencak seperti biasanya, adalah hal yang paling tidak biasa dari Xiaojun. Menjadi penurut dan ーjujur saja terlihat sangat menggemaskan, tapi disisi lain membuat aku berpikir kalau Xiaojun pasti kepikiran sesuatu yang membuatku sedikit overthingking.

"Jangan minta maaf, ahahaha. Ayo, kita latihan lagi?" ujarku mencoba memecah suasana akward diantara kami.

"Tidak!" Xiaojun dengan suara cukup nyaring membuatku menaikan alis kiriku merasa heran dengan wajah panik yang dinosaurus ini tunjukkan.

"Eh?"

"M-maksudku, lain kali aja deh, Hendery. Sudah malam, aku harus cepat masak makan malam sebelum mommy pulang," Xiaojun menjelaskan dengan suara gugupnya.

"Oh," balasku seadanya.

"Maafー" belum Xiaojun selesai mengatakan maafnya itu yang kuheran untuk apa dia meminta maaf terus jadi aku menyeret anak itu mendekati papan skate yang bergulir sedikit jauh dari kami. Menyuruh Xiaojun yang menunjukkan tanda-tanda dia mengalami bug untuk naik keatas papannya lagi.

"Baiklah, sudahi maafmu itu dan cepat naik skateboardmu!" teriakku semangat, tanganku menggenggam tangan Xiaojun seperti menggenggam tangan tuan putri untuk mengajak dansa.

"Eh!" Xiaojun yang kembali sadar dari bug-nya saat Hendery memberikan tarikan dan membuat dirinya bergerak diatas papan skatenya.

"Kita harus cepat sampai rumah sebelum mommy pulang, let's go!" aku berlari agar lebih cepat mengejar waktu.

"HENDERY JANGAN LARI!"

Aku hanya tertawa mendengar teriakan Xiaojun yang mulai marah-marah dengan segala seruannya sambil mencak-mencak.

Rasanya begitu melegakan saat di dekat Xiaojun, melihat dia marah dan mengomel dengan suara khasnya membuatku melupakan segalanya.

"Sampai!" seruku semangat saat berdiri di depan rumah susun di perumahan kota yang sudah familiar di otakku, ini apartemen rumah Xiaojun.

Xiaojun disebelahku berdiri kaku dengan kaki gemetar setelah kuseret 15 meter dari atas papan skate. Aku menepuk bahu Xiaojun tapi segera tanganku di tepis dan Xiaojun mendesis galak.

Aku menahan tawa.

"Jangan sentuh, dasar penjahat!"

"Ayolah, aku membuatmu sampai di rumah 2 kali lebih cepat."

"Lebih cepat apanya! Aku takut setengah mati kalau aku jatuh dan menyeruduk aspal, tau!" protes dan amukan Xiaojun menjadi satu, aku cuman tersenyum tipis saat lenganku di tusuk-tusuk dengan jari ramping si Xiao ini. Untung kuku dinosaurus ini tumpul, kalau tajam sudah kupastikan di tanganku akan meninggalkan bekas tusukan kukunya.

Aku mendekatkan wajahku ke wajah Xiaojun secara tiba-tiba, bisa kulihat wajah anak ini memerah semu seperti sebelumnya. "Sebelum kamu terjatuh, aku akan menangkapmu lebih dulu, Dejun."

Aku mengatakan itu dengan tulus, entah untuk alasan apa aku mengatakan itu tapi jika itu pertemanan aku pantang akan meninggalkan kawanku sendiri. Tapi melihat warna merah muda yang lembut di tulang pipi Xiao yang tinggi membuat aku berpikir kalau yang kuucapkan bukan untuk sekedar pertemanan.

Xiaojun mendecak kesal, "humph!"

Mendengus seperti itu adalah andalannya kalau merajuk, aku tertawa sekali lagi sebelum berubah ke suasana canggung lagi.

"Astaga, tuan Xiao ini. Kamu yang paling bisa bikin moodku berguling-guling, hahahaha!"

"Apa maksudmu berguling-guling? Sudah sana kamu cepat pulang!"

"Aiya, sebentar Jun. Kakiku gemetaran habis lari 100 meter," ucapku.

"100 meter apanya, jaraknya kurang lebih cuman 10 meter tadi?"

Aku berhenti tertawa, menatap lurus ke Xiaojun dengan wajah serius, "tapi karena aku membawamu beratnya bertambah seperti berlari jarak 100 meter." lalu aku lanjut tertawa lagi.

Bisa kulihat dari mataku yang buram karena berair saking banyaknya tertawa Xiaojun di depanku mengangkat papan skatenya dan seperti hendak menimpukku dengan barang itu.

"Aarggh, sudahlah. Ayo mampir sebentar, kusajikan kamu minum dulu!"

"Hm? Minum apa?"

"Air wastafel."

Hendery tidak bisa untuk berhenti tersenyum.

Hendery melangkah kedua kakinya menjauh dari apartemen Xiaojun setelah ditawari untuk mampir oleh Xiaojun sendiri. Senyuman tidak berhenti mengembang dari bibir Hendery, entah kenapa detail kecil saat bersama Xiaojun begitu menyenangkan.

Tapi senyum Hendery berhenti mengembang saat di perempatan dia menyadari ada yang mengikutinya, tanpa menoleh kebelakang Hendery memanggil orang yang mengikutinya secara diam-dia itu dengan nada datar.

"Untuk apa kamu mengikutiku?" ujar Hendery. Seseorang berpakaian serba hitam itu berdiri cukup jauh di belakang dan membungkuk hormat walau Hendery membelakanginya.

"Selamat malam, tuan. Maaf atas kelancangan saya tapi saya hanya ingin memastikan keselamatan anda," ucap pria itu. Mendengarnya membuat Hendery menghela napas berat.

Keselamatan apanya? rutuknya di dalam hati.

Dia benci situasi ini, diikuti oleh seseorang penjaga yang penampilannya seperti perjahat membuatnya hampir dikira boss preman jalanan oleh komplotan geng di luar sana.

Hendery tahu, beberapa hari lalu saat Xiaojun di cegat preman dan Hendery datang menolongnya. Preman-preman itu takut padanya, jelas bukan karena Hendery pernah menghajar mereka atau apa tapi itu pasti karena para penjaga yang katanya melindunginya ini diam-diam tanpa sepengatuhannya, mencari para tukang masalah itu lalu memukul orang-orang yang berani berurusan dengan Hendery.

"Pergilah," usir Hendery. Pria itu membungkuk hormat lagi sebelum menghilang ke dalam gang sempit.

Di dalam rumah megah, para pelayan yang melihat kedatangan tuan muda mereka segera menyambutnya tapi Hendery menodongkan tangannya menyuruh mereka untuk tidak mendekatinya. Para pelayan itu menunduk takut, mereka sedikit kewalahan dengan tuan muda Hendery.

Hendery berjalan masuk tanpa memperdulikan tatapn takut para maid itu, menaiki tangga menuju kamarnya tapi saat di anak tangga ke lima, kakinya berhenti melangkah. Dia melirik salah satu maid yang berdiri di bawah tangga.

"Bibi Chang, apa dia ada di rumah?"

Maid itu atau bibi Chang ketua pelayan di mansion tempat Hendery tinggal memggeleng pelan, "tidak tuan muda, beliau berada di mansion utama ー"

"Baiklah, itu saja. Lanjutkan pekerjaan kalian," sela Hendery, dia melanjutkan menaiki anak tangga.

"Tuan muda, apa anda ingin makan malam?"

"Tidak," jawab Hendery singkat. Sosoknya sudah menghilang di lantai dua. Bibi Chang menatap khawatir, tatapan wanita paruh baya yang selalu tegas sebagai kepala pelayan di mansian beralih ke arah sosok wanita muda. Dia Crystal, kakak perempuan Hendery yang sedari tadi berdiri di lorong memerhatikan adiknya yang sama sekali tidak menoleh kebelakang.

Sepertinya adik kecilnya itu menyadari bahwa dirinya ada disini dan enggan melihatnya. Wanita cantik itu menghela napas berat lalu tersenyum tipis, menyuruh para pelayan untuk melanjutkan ke pekerjaan mereka yang lain.

Hendery pov end

Xiaojun mematikan kompor setelah sup iga yang dia masak sudah matang. Setitik air di ujung rambutnya dia seka dengan handuk kecil yang ada di lehernya, tubuhnya terlihat segar setelah sehabis mandi.

Duduk di meja makan seorang diri sambil menunggu ibunya pulang bekerja. Beginilah kegiatan sehari-hari Xiaojun saat ibunya bekerja sampai malam. Ibunya seorang perawat di salah satu rumah sakit swasta di Makau dan mendapat shift malam, membuat keduanya secara bergantian untuk memasak, sarapan di masak oleh ibunya dan makan malam di masak oleh dirinya. Beruntungnya kemampuan memasak Xiaojun semakin bagus.

Makanya disaat seperti ini dia lebih memilih mencari pekerjaan paruh waktu yang walaupun sedikit bisa memenuhi kebutuhan mereka berdua. Apalagi saat pulang sekolah sampai jam makan malam waktunya cukup lama jadi bekerja di toko kak Johnny membuat Xiaojun tidak kesepian.

Xiaojun melirik ke gelas kosong, itu gelas yang dia sajikan untuk Hendery yang sejam lalu mampir kerumahnya.

Xiaojun menepuk jidatnya, bagaimana dia lupa beberapa saat kalau Hendery datang kerumahnya? Tunggu, itu kan juga karena dirinya sendiri yang mengundang Hendery mampir.

Xiaojun menggigit bibir bawahnya, semburat merah muda muncul di kedua pipinya. Tatapan Xiaojun menatap menerawang kearah lain, dia kembali teringat saat dia yang tidak sengaja di peluk Hendery. Xiaojun bingung, harusnya dia merasa kesal seperti sebelum-belumnya dan bukannya salah tingkah. Membuat dirinya geli pada dirinya sendiri.

Xiaojun kembali diam, "kalau dipikir-pikir Hendery itu banyak senyumnya dari awal ketemu?" gumam Xiaojun. Tapi karena dia malah makin merasa panas di pipinya hanya karena teringat senyum manis Hendery itu membuat Xiaojun menepuk pipinya berkali-kali.

Xiaojun merilekskan dirinya dan berkata di dalam hati untuk menyakinkan dirinya sendiri untuk tidak berpikiran yang tidak-tidak soal Hendery, anggap saja senyum Hendery untuknya salah satu bentuk keramahtamahan seorang Hendery agar mereka akrab, hanya itu. Tidak lebih.

Bukan untuk membuat dirinya malah sedikit suka padanya ー

"AARGHHH!"

"Astaga! Ah-Jun, kenapa kamu berteriak?" Xiaojun yang kaget menoleh kebelakang saat melihat ibunya sudah berdiri di belakanganya sambil berkacak pinggang, menatap tajam dirinya.

"Maaf, mommy." cicit Xiaojun, "kapan mommy pulang?"

Nyonya Xiao yang baru meletakkan tasnya dan melepas jaket langsung memukul kepala anaknya itu yang kini meringis kesakitan, "anak nakal, mommy pulang saja kamu tidak mendengar sapaan momny, humph."

"Hehe, maaf."

"Apa yang kamu pikirkan, hm?" nyonya Xiao bertanya dengan suara lembut sambil membelai kepala anak semata wayangnya ini. Senyuman ibu Xiaojun samar terlihat sendu, karena selama keduanya pindah rumah dia tidak memiliki waktu banyak dengan anaknya ini.

"oh iya, bagaimana dengan sekolahmu, berjalan lancar sayang?" tanya nyonya Xiao lagi. Xiaojun meringis, dia kurang terbiasa di panggil dengan panggilan sayang atau semacam itu dari ibunya.

"Lancar, mommy. Semuanya oke." Xiaojun memberikan tanda oke dengan jarinya, lalu membantu ibunya mengambil makanan untuk ibunya.

"Lalu pekerjaanmu? Apa kamu tidak apa-apa mengambil pekerjaan part-time? Mommy takut itu bisa menganggu sekolahmu?" tanya ibunya lagi, Xiaojun menatap ke sorot tatapan ibunya yang jelas kelihatan khawatir. Waktu pertama mereka memutuskan pindah ke Makau, awalnya Xiaojun ingin tetap tinggal di Guandong di rumah lama mereka -rumah peninggalan ayahnya. Tetapi ibunya melarangnya dan memaksanya ikut, Xiaojun akhirnya setuju tetapi dengan syarat dia diijinkan mengambil pekerjaan part-time.

Ibu Xiaojun mau tidak mau menyetujui walau hatinya masih ragu.

Xiaojun meletakkan seporsi nasi yang sudah di sajikan ke meja ibunya, "pekerjaanku juga lancar, tidak ada kendala. Em, kecuali satu sih..."

Di akhir kata Xiaojun mengecilkan suaranya, diotaknya ragu untuk mengatakannya.

"Hm? Apa? Tadi kamu bilang apa, sayang?" tanya ibu Xiaojun membuat Xiaojun menggelengkan kepalanya, menolak menjawab.

"Bukan apa-apa, mom. Aku juga sudah mulai akrab dengan teman sekelas, mereka semua ramah." ucap Xiaojun, mencoba mengalihkan topik yang tadi hampir dia singgung. Ibunya menarik senyum senang dan keduanya menyantap makan malam buatan Xiaojun. Ibu Xiaojun berkali-kali memuji masakan anaknya ini membuat Xiaojun malu.

"Ohya, ah-Jun," nyonya Xiaojun menaruh sumpitnya, dia menatap lurus ke Xiaojun yang masih melahap potongan ayam goreng.

"Apa kamu sudah punya pacar, hm?"

Pertanyaan ibunya membuat Xiaojun terdiam, menatap kosong kedepan tapi mulutnya masih mengunyah makanannya.

Pacar ya?

"Hum, sepertinya belum ya karena ini baru satu bulan lebih kita tinggal di Makau. Bagaimana kalau seseorang yang naksir kamu, ada? Anak mommy kan tampan,"

Mendengar sahutan ibunya lagi yang malah membanggakan ketampanan anak lelakinya ini makin membuat Xiaojun termenung.

Naksir padaku ya?

"Atau, seseorang yang kamu taksir. Ada ah-Jun?"

Ibu Xiaojun menatap khawatir anaknya, dia pikir pertanyaannya sama sekali tidak cocok dengan anaknya. Ibunya Xiaojun padahal hanya berusaha mengakrabkan diri dan mengetahui lebih banyaknya tentang anaknya. Tetapi melihat respon anaknya yang diam membatu dengan tatapan kosong membuat nyonya Xiao berkecil hati, dia pikir dia gagal untuk memahami perasaan anaknya. Hiks!

Xiaojun bergumam, "seseorang yang aku taksir ya?" suaranya sangat lirih. Di otaknya mulai mensoftir berbagai ingatan tetapi sekejap otaknya malah teringat sosok Hendery yang bertamu ke rumahnya sore tadi.

bumph!

Wajah Xiaojun sontak memerah, badannya menunjukkan respon gemetaran kecil dan menundukkan kepalanya menahan malu yang dia sendiri tidak tahu kenapa merasa malu.

Ibu Xiaojun kali ini yang diam membatu, matanya menatap kosong kedepan dan masih mengunyah potongan ayam goreng masakan anaknya.

"Ternyata ada," batin ibunya.

"Oh, ada ternyata ya. Hoho, siapa gadis itu, sayang? Kasih tau mommy, siapa tau mommy bisa bantu kasih saran." setelah mengucap ini ibu Xiaojun merasa menyesal di dalam hati, dia pikir seharusnya dia tidak selancang ini menanyakan seseorang yang ada di hati anaknya. Dia takut anaknya merasa risih atau malu lalu tidak mau lagi berbincang masalah pribadi dengan ibunya.

Xiaojun terdiam dan menatap bingung kearah ibunya, "gadis?"

"Eh?" ibu Xiaojun membulatkan matanya.

"Eh?" disusul Xiaojun yang sama-sama terkejut.

Setelah melewati malam canggung dengan ibunya saat makan malam tidak bisa berhenti menganggu pikirannya. Ibunya kenapa juga bertanya soal seseorang yang dia taksir, sampai keduanya salah paham!

Xiaojun tidak tertarik dengan hal semacam itu, kalau bertanya siapa yang dia sukai tidak mungkin Xiaojun menjawab Hendery, tanpa rasa ragu -tunggu, kenapa aku memikirkan anak itu?

"Aargghhh! Apa-apaan aku ini?" Xiaojun kembali mengancingi seragam sekolahnya, dengan wajah suram mengambil tasnya dan keluar dari kamarnya.

Disana dia melihat ibunya juga bersiap berangkat bekerja. Ibunya adalah seorang wanita pekerja keras, membuat hati kecil Xiaojun merasa bangga dengan ibunya ini. Walaupun kini hanya tinggal mereka berdua, Xiaojun yakin jika masih ada ibunya, dia tidak aka merasakan kesedihan.

"Sayang, nanti malam kalau ibu pulang mungkin lebih malam. Kalau kamu ingin jajan diluar, ibu kasih uang jajan lebih." ucap ibunya sambil memasang sepatu. Xiaojun tersenyum tipis, sisi lainnya dia harus menahan kesepian untuk beberapa saat. Dia merasa ingin cepat lulus agar ibunya tidak terlalu bekerja keras seperti ini.

Xiaojun menggelengkan kepalanya, "tidak usah, mom. Aku punya banyak makanan di kulkas."

"Hm? Maksudmu semua jajan yang ada di kulkas itu?" tanya ibunya dan Xiaojun mengangguk.

"Darimana semua makanan itu, sayang?"

"Hadiah dari teman, mommy." jawab Xiaojun dengan senyum tipis. Tentu saja itu semua jajan yang diberikan oleh bos tempat dia bekerja sebagai ganti sogokan karena sudah meninggalkannya saat jalan-jalan kemarin bersama Hendery.

Tunggu! Kenapa aku teringat soal anak itu! Ya memang pada akhirnya aku jalan-jalan berdua saja dengannya tetapi tidak harus sampai diingat lagi!

Xiaojun ingin mencuci otaknya soal kejadian kemarin, apalagi kejadian saat dia latihan skateboard saat pulang bersama Hendery. Oh iya, aku belum beritahu mommy kalau aku membeli skateboard.

Xiaojun benar-benar melupakan eksistensi papan berodanya yang tersimpan di kamar.

Saat Xiaojun terdiam, ibunya menatap anak semata wayangnya yang sekarang sudah lebih tinggi darinya. Senyum senang mengembang di bibirnya.

"Anakku, sekarang kamu sudah tumbuh besar. Rasanya seperti kemarin kamu setinggi robot dinosarus dulu," nyonya Xiao tertawa mengenang masa kecil Xiaojun.

Nyonya Xiao merangkul bahu anaknya lalu mengecup pipinya. Xiaojun mendesis, dia menjauh dari ibunya.

"Mommy, jangan menciumku seperti itu. Aku malu." rengek Xiaojun, jelas sekali dia tidak nyaman di kecup seperti anak kecil. Toh sudah lama mommy mencium pipinya dan terakhir saat usianya 12 tahun.

Nyonya Xiao tertawa kecil, "kenapa? Mommy hanya merasa tanpa sadar terus bangga padamu karena sudah tumbuh sedewasa ini, kamu bukan anak kecil yang dulu merengek ingin dibelikan robot dinosaurus." ucap lembut nyonya Xiao, dia menepuk bahu Xiaojun.

"Kamu sudah sebesar ini, anakku. Jadi mommy akan mendukungmu." lanjut nyonya Xiao dengan suara semangat yang tertahan. Xiaojun merasa ada yang janggal dengan ucapan ibunya yang tiba-tiba menjadi sebegitu melankolis seperti ini.

"Mommy, kamu masih salahpaham dengan yang tadi malam, kan?" kata Xiaojun. Matanya menunjukkan ekspresi masam. Nyonya Xiao terbatuk pelan dan di tepuk lagi bahu anaknya semakin keras.

"Salahpaham apa? Mommy hanya ingin bilang padamu, karena kamu sudah sebesar ini maka taklukanlah." nyonya Xiao berkata mantab.

Wajah Xiaojun terpilin. Apa maksud dari taklukkan? Siapa yang harus dia taklukkan? Mommy masih memikirkan soal obrolan kita tadi malam, ibunya bertanya tentang siapa yang menyukainya atau menaksir pada seseorang dan Xiaojun membuat kesalahpahaman, tapi bukan itu yang Xiaojun maksud!

"Mom," panggil Xiaojun dengan suara pelan. Mengikuti ibunya yang kini membukakan pintu.

"Anak lelakiku, siapapun itu mommy merestuinya."

"Mom! Aku sama sekali tidak menyukai si -Hendery?"

Xiaojun terpaku saat melihat Hendery berdiri di depan pintu apartemennya. Nyonya Xiao berbalik dan melihat seorang pemuda tampan dengan senyum manis menyambutnya.

"Pagi, Xiaojun. Ah, anda bibi Xiao, selamat pagi." sapa Hendery membungkuk pelan sambil menarik senyum hangat sehangat matahari pagi hari itu.

"Selamat pagi, anak muda. Kamu teman ah-Jun? Wah, senangnya Xiaojun memiliki teman setampan ini-ah, astaga, maafkan bibi. Kalian ingin berangkat bareng, kalau begitu bibi duluan ya, bibi buru-buru pagi ini. Dah, anak muda," Bahkan ibunya hanya melambaikan tangannya kearah Hendery yang tersenyum seperti pelayan toko. Nyonya Xiao melangkah buru-buru tapi beberapa langkah berbalik lagi mendekati Hendery dan Xiaojun yang masih terdiam.

"Anak muda, siapa namamu?"

"Nama saya Huang Guanheng tapi anda bisa memanggil saya Hendery, bibi." jawab Hendery tanpa melunturkan senyumnya lalu ibu Xiaojun berlalu meninggalkan Xiaojun yang menepuk kening melihat kelakuan ibunya.

Setelah nyonya Xiao sudah menghilang di belokan koridor, atensi Xiaojun beralih pada Hendery yang masih menatap kearah ibunya pergi.

"Kenapa apa kamu kesini?"

Hendery menoleh perlahan ke arah Xiaojun, "yang tadi itu ibumu, Xiaojun?"

"Iya -tunggu, jawab pertanyaanku dulu! Kenapa apa kamu kesini?"

"Hehehe, sepertinya aku sudah membuat good impression pada ibumu," Hendery tertawa aneh. Xiaojun yang diabaikan pertanyaannya mendesis kesal, apalagi itu lagi sudah membuat good empression?

Lagipula yang paling penting, kenapa Hendery tiba-tiba muncul di depan rumahnya? Sejak kapan? Apa Hendery mendengar perbincangan dengan ibunya tadi? Xiaojun menggelengkan kepalanya dan menatap galak Hendery.

Hendery yang tersadar tujuannya kemari menatap Xiaojun dengan wajah ceria, "ayo berangkat bareng ke sekolah!"

"Dari kapan kamu sampai rumahku?" tanya Xiaojun, matanya memincing kecil. Hendery melirik kearah kiri dengan ekspresi canggung tapi dalam sekejap ekspresi yang terlihat ragu itu berubah oleh senyuman lebarnya.

"Belum lama, saat kamu dan bibi Xiao keluar aku baru saja sampai." jawab Hendery. Xiaojun mau tidak mau memilih mengangguk tetapi dia tidak percaya dengan jawabannya. Xiaojun memilih tidak terlalu mengubris keanehan Hendery ini, selama anak itu tidak menganggunya.

"Aiya! Jangan colek pinggangku!" Xiaojun yang baru kepikiran Hendery tidak akan menganggunya, Hendery dengan tidak tahu dirinya -atau mungkin lupa menusuk pinggang Xiaojun untuk meminta atensinya.

"Apa?" ucap Xiaojun galak.

"Mana skateboardmu? Tidak membawa skateboard?"

"Aku tidak ingin membawanya."

"Kenapa? Padahal bisa sekalian belajar selama di jalan?"

Belajar? Skateboard?

Xiaojun dalam waktu seperkian detik otaknya bekerja secara slowmotion dan ingatan dari pagi ini mundur ketadi malam secara lambat sampai dia kembali teringat kejadian kemarin malam dia diajarkan berdiri denga baik oleh Hendery tapi sialnya Xiaojun malah memeluk badan Hendery.

Ya! Xiaojun hampir lupa padahal! Kenapa dia malah teringat dia hampir gila karena memeluk Hendery!

Hendery terpukau melihat pipi merona Xiaojun. Perlahan Xiaojun menolehkan kepalanya kearah Hendery dan menatap dengan tatapan garang.

"Hendery." desis Xiaojun dengan suara tertekan dan gigi terkatup kencang, dia tidak boleh berteriak di sini kalau tidak mau terkena semprotan protesan.

Hendery memiringkan kepalanya bingung mendengar Xiaojun memanggil namanya penuh kebencian dan dalam hentakan kaki Xiaojun berjalan duluan menjauhi Hendery.

"Xiaojun, tunggu aku!"

tbc.

(5) Tidak Tersentuh

Beberapa saat yang lalu Hendery yang tiba-tiba muncul di depan rumahnya, akhirnya kini keduanya berangkat kesekolah bersama-sama. Hendery sendiri membawa skateboardnya tapi anak itu tidak menaikinya malah menentengnya saja.

Xiaojun berpikir, apa dia kalau menenteng skateboard ditangannya sambil berjalan santai, dirinya akan terlihat keren juga seperti Hendery saat ini?

Memikirkannya di otaknya, Xiaojun tanpa sadar memukul pipinya sendiri.

"Xiaojun, ada apa?" Hendery yang asik bersenandung ria menikmati kecanggungan diantara mereka dibuat terkejut saat melirik Xiaojun yang menampar mukanya sendiri. Bukan pukulan kuat, tapi tetap saja dari kemarin tingkah Xiaojun sedikit mengkhawatirkan. Apalagi kemarin Xiaojun yang tiba-tiba berteriak masih terngiang-ngiang di otaknya, apa Xiaojun kesambet hantu yang ada disana atau bagaimana?

Xiaojun gelagapan karena lagi-lagi bertingkah aneh di depan Hendery. Salah dirinya yang memberikan reaksi aneh saat otaknya dengan inisiatif membayangkan hal yang tidak-tidak soal Hendery. Hal itu malah membuat jantungnya memompa lebih cepat dari biasanya dan Xiaojun menjadi sedikit panik. Entahlah, Xiaojun kurang bisa mengatakan kondisinya saat ini.

"Tidak apa-apa. Jangan dekatkan wajahmu." sergah Xiaojun saat melihat wajah Hendery yang condong kearahnya.

"Jangan buat aku takut dong, Xiaojun. Kamu ini dari kemarin bertingkah aneh, ada apa? Apa ada yang menganggumu?"

Banyak, banyak sekali Hendery! Apalagi soal preman yang kemarin! Apa kamu seorang ketua preman seperti yang ada di tokyo revenge? [𝘵𝘰𝘬𝘺𝘰 𝘳𝘦𝘷𝘦𝘯𝘨𝘦 : 𝘫𝘶𝘥𝘶𝘭 𝘮𝘢𝘯𝘨𝘢 𝘫𝘦𝘱𝘢𝘯𝘨]

Xiaojun ingin jawab seperti itu tapi dia urungkan, yang ada dia jatuhnya bertingkah makin konyol. Aiya, Xiaojun sendiri sebenarnya masih bingung kenapa dia bisa menjadi aneh seperti ini, pertanyaan ibunya tadi malam tentang apa ada seseorang dia sukai masih menghantuinya dan entah kebetulan, bayangan Hendery masih menganggunya. Membuat sisi lain dirinya dia mengira Hendery-lah yang dia sukai tetapi dari dalam dirinya ーegonya tidak mau merasa itu benar.

Dia terdiam agak lama sampai raut Hendery yang awalnya mengkerut khawatir mulai rileks, melihat Xiaojun melamun makin membuatnya serbah salah.

Apa Xiaojun mulai tidak menyukainya? Begitu pikirnya. Tapi kalau dipikir lagi, masalah suka atau tidaknya, Xiaojun sudah menunjukkan tanda-tanda tidak bersahabat dari dulu. Hendery akui itu. Dan itu berbeda dengan masalah ini, Xiaojun seperti menyembunyikan sesuatu darinya.

Kalau itu masalah pribadi, maka Hendery tidak berhak ikut campur. Berbeda lagi kalau itu menyangkut Hendery, dia tidak bisa tinggal diam. Tapi kalau Xiaojun tidak mau menceritakannya, ya bisa apa Hendery. Hendery mengendikkan bahu.

Disini Hendery jelas tidak tahu kalau masalah Xiaojun sendiri adalah masalah pribadi tetapi Hendery termasuk di dalamnya di masalah Xiaojun.

"Tidak ada apa-apa kubilang. Ah sudahlah, aku tidak mau terlambat!" Xiaojun yang memilih kabur dari atmosfer menekannya itu langsung membawa kakinya untuk lari, sekalian meninggalkan Hendery. Tapi saat Xiaojun kira Hendery tidak bisa menyusulnya, Hendery tau-tau sudah ada di sebelahnya.

"Xiaojun, kenapa lari?"

"AARGHHHH AKU LUPA KAMU BAWA SKATEBOARDMU! TURUN! JANGAN NAIK SKATEBOARD!"

"EH? KENAPA? adu-duh-duh!"

"Turun! Lari! Jangan curang!"

Besoknya, Xiaojun berangkat kesekolah dengan papan skatenya yang mau tidak mau dia membawanya. Awalnya dia ragu, belum lagi dia masih belum memberitahu ibunya karena saat berangkat membawa barang ini, ibunya sudah lebih dulu berangkat.

Xiaojun kalau bukan karena kemarin tidak membawa skateboardnya dan di marahi oleh Yangyang karena dia jadi tidak bisa mengajarinya, Xiaojun masih ogah membawa papan ini. Malu. Memang kemarin dia dipinjami oleh Hendery, tetapi Yangyang si bocah itu masih tidak berhenti mengomel.

Lagipula mau mengajari hari itu juga, dia tidak ada memberi kabar dulu.

"Yo, Xiaojun!" Xiaojun menoleh kebelakang dan melihat Lucas jalan menghampirinya yang baru masuk gerbang sekolah. Gila, padahal Xiaojun tidak berhenti berjalan tetapi Lucas masih bisa menyusulnya dengan kedua kaki panjangnya.

"Oh, skateboard punya siapa yang kamu bawa? Hendery?"

"Hah, Hendery? Ini punyaku."

"He?" Lucas menggaruk pipinya, "beneran?"

"Iya! Masa tidak percaya?"

Lucas tertawa canggung, mengangguk kaku entah kenapa. "Ya, kukira begitu... Hahaha..."

"Apaan sih, Lucas? Begitu apa?"

"Pagi, Xiaojun." tiba-tiba dari belakang Hendery merangkul pundak Xiaojun, membuat yang dirangkul berontak melepaskan diri. Hendery tersenyum kearah Lucas yang menatap keduanya dengan tatapan besarnya. Hendery heran, sohib besarnya ini benar-benar mempunyai mata besar yang kelihatannya bisa mengeluarkan bola matanya.

"Yukhei, matamu bisa keluar dari rongganya loh. Biasa saja melihatnya, jangan melotot begitu."

"Mataku memang seperti ini, Hendery."

"Seperti matamu tidak besar saja, Hendery!" balas gerutuan Xiaojun. Rangkulan Hendery berhasil dia singkirkan tapi Hendery tidak sedikitpun menjauh dari Xiaojun.

"Masa? Apa mataku sebesar mata Lucas?"

"Ya! Mirip bola pingpong! Ah tidak, lebih mirip mata keledai malah! Humph! Sana menjauh!" Xiaojun mendorong Hendery tapi yang ada pergelangan tangannya di tangkap olehnya.

Xiaojun menoleh dengan jantung berdetak cepat, dia menarik tangannya tapi tidak kunjung dilepas.

"Kamu kelihatan keren dengan skateboardmu, Xiaojun." ucap Hendery, tidak lupa dengan senyum manisnya.

"!" saat ini semua peredaran darahnya sedikit berlebihan melewati bawah kulit wajahnya menimbulkan rona merah yang berlebihan.

Dia. Dibilang. Keren?

"AKU MEMANG KEREN! KAMU BARU TAU, YA?"

Xiaojun kelepasan berteriak di depan gerbang, semua murid yang berada dalam jangkauan suaranya spontan menoleh kearahnya. Kearah Xiaojun yang terkejut dengan dirinya sendiri dan menjadi tontonan banyak orang. Hendery meringis, dia tidak sempat membekap mulut si dinosaurusnya ini.

Lucas yang menyadari situasinya dengan cepat berdiri di garis depan.

"Xiaojun memang keren, Hendery. Kamu tidak boleh meledeknya begitu dong, mentang-mentang kamu sudah jago naik skateboard. Jahat." Lucas memulai sandiwara palsunya, membuat opera sabun dadakan dengan menjual nama sohibnya.

Maaf Hendery. Aku mengorbankan dirimu. Aku tau kamu lebih peduli dengan reputasi Xiaojun yang memalukan ini.

Hendery yang paham dengan maksud Lucas hanya tertawa hambar dan pergi begitu saja. Seolah-olah dia pergi seperti pengecut setelah merundung anak orang.

Xiaojun sendiri, berdiri termangu dengan mulut terbuka. Berterimakasih dengan opera sabun Lucas tapi dirinya masih belum sanggup bergerak sampai Lucaslah yang menyeretnya.

Sesampainya di kelas, Xiaojun langsung ambruk di kursinya dan menenggelamkan wajahnya di lipatan tangannya.

"Sudah, Xiaojun. Tidak apa-apa, sekali-kali kamu bisa terkenal." bisik Lucas yang duduk disebelahnya. Terkenal pantatku! Aku malu banget, huwa!

"...makasih banyak, Lucas. Tapi aku masih malu." ucap Xiaojun dengan suara kecil, dia masih lemas. Dia tetap dalam posisinya sampai lonceng berdering.

Suasana kelas sudah ramai dan seorang siswi yang duduk di kursi depannya tiba-tiba menoleh kearah Xiaojun yang baru saja mengeluarkan buku pelajaran.

"Hei, Dejun. Kudengar kamu di gerbang sekolah di ledek sama Hendery ya?"

"Tolong jangan bahas itu, Yuqi! Sshhhh!" Xiaojun kembali di serang kepanikan.

Sepulang sekolah Xiaojun tentu saja tidak melewatkan hari-harinya sebagai pekerja part time di toko kak Johnny, dia harus kerja hari ini walaupun hari ini dirinya terancam oleh banyak tatapan dan bisikan dari siswa-siswi yang mungkin membicarakan soal Hendery. Ingat, Hendery sudah di tuduh Lucas merundungi dirinya dan Xiaojun lupa kalau Hendery siswa yang dikenal seantero sekolah entah karena apa. Makanya Xiaojun dengan menebalkan muka, lari dari kelasnya sampai keluar gerbang. Maunya menunggu sampai sekolah sepi tapi nanti dia bisa terlambat kerja.

Saat melewati gang kecil, beruntungnya Xiaojun malah bertemu di sana ada Hendery berdiri dengan punggung bersandar di dinding pagar. Seperti menunggu kedatangan Xiaojun.

"Wah -Hendery..." Xiaojun spontan mengambil satu langkah mundur.

"Sepertinya ada yang terkenal disini?" Hendery masih dengan tangan bersedekap, menatap dengan tatapan jahil.

"Aaaaa!" Xiaojun menutup mulutnya saat bayangan memalukan tadi pagi mencuat lagi. "Jangan ungkit soal itu! Ini salahmu!"

"Kok salahku? Bukannya aku yang difitnah disini, hm?" Hendery memiringkan kepalanya, memberi tatapan yang mengintimidasi Xiaojun.

"M-maaf, Hendery. Ta-tapi... Ugh... aku yang salah,"

Xiaojun menciut, dia langsung merasa bersalah karena masih menyalahkan Hendery yang notebanenya adalah korbannya.

"Ya, tidak apa kok-"

"-aku minta maaf Hendery!" Xiaojun yang makin merasa bersalah menyela Hendery, matanya berkaca-kaca. Sebenarnya ini kebiasaan Xiaojun kalau dirinya merasa benar-benar bersalah pada seseorang, mata jernihnya akan terlihat berkaca-kaca.

Hendery yang melihatnya ingin sekali untuk membenturkan kepalanya ke dinding di belakangnya. Ini pertama kalinya melihat Xiaojun seperti ini dan jelas membuat dia salah tingkah dan bingung harus apa. Membingungkan sebenarnya, Xiaojun mulai menunjukkan macam ragam ekspresi emosinya.

Hendery berusaha menenangkan Xiaojun tetapi tanpa sadar malah membawa tangannya untuk menangkupkan pipi Xiaojun, membuat Xiaojun untuk mendongak menatapnya.

"Xiaojun, jangan menangis. Aku tahu kamu spontan teriak tadi dan sekarang kamu merasa sangat malu. Aku juga pernah diposisi sepertimu, waktu itu di upacara tahun pertama sekolah, aku datang terlambat dan parahnya aku salah masuk kelas. Aku malunya luar biasa sampai aku terkenal di kalangan kakak tingkat. Jadi, jangan menangis ya?" pinta Hendery setelah menceritakan cerita lamanya.

Xiaojun dengan bingung berkata, "aku tidak menangis?"

"Lalu kenapa matamu berkaca-kaca?"

"Tidak kok," Xiaojun mengedipkan matanya berkali membuatnya terlihat menggemaskan dimata Hendery.

"Oh," Hendery mengelus dagunya dan menatap intens kearah kedua bola Xiaojun. Mata itu bukan berkaca-kaca, tetapi karena saking sehat dan jernih, mata Xiaojun menjadi terlihat berbinar. Hendery yang melihat itu terus-menerus membuat Xiaojun tidak sanggup menahan untuk terus mendongak dan akhirnya menunduk malu.

Xiaojun menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Jantungnya berdegup kencang dan khawatir Hendery bisa mendengarnya. Dia mengutuk di dalam hatinya, apa-apaan situasi ini? Kenapa Hendery tersenyum begitu saat melihat mataku!

"Wah, kamu beneran membully Xiaojun? Ck, jahat sekali!" tidak beruntungnya bagi Hendery karena disaat tidak diinginkan malah muncul sosok gadis muda dengan ekspresi garangnya melihat Hendery merundung Xiaojun lagi -seperti ini yang dilihat mata gadis itu.

Hendery dan Xiaojun menoleh dan melihat Yuqi menunjuk Hendery yang panik karena di tuduh menganggu Xiaojun.

"Aku tidak seperti itu, Yuqi! Hei, ini aku lagi menyelesaikan urusan kesalahpahaman kami dan mata Xiaojun kebetulan kelilipan!" ucap Hendery, ada kebohongan soal mata kelilipannya. Mana bisa diterima gadis itu kalau dia bilang Hendery memang sengaja menangkup pipi Xiaojun.

"Halah!" Yuqi mengeles, "tukang modus!"

Setelah beradu dengan Yuqi, siswi yang terkenal dengan ketangkasanya dalam adu debat membuat Hendery sedikit kewalahan karena sulit untuk melawan gadis itu. Ujung-ujungnya Hendery malah terkena ceramah untuk tidak merundung Xiaojun lagi. Padahal Xiaojun juga sudah menjelaskan kejadian sebenarnya tetapi Yuqi tetap menyalahkan Hendery karena tidak pekaannya.

Apa-apaan itu? Apanya yang tidak peka? Apa salah dia memuji Xiaojun.

"Hendery, maaf ya." Xiaojun lagi-lagi menunduk dan meminta maaf setelah Yuqi pergi dengan ceria saat Xiaojun bilang ada toko crepes baru sini.

"Iya, Xiaojun. Kamu minta maaf terus sedari tadi." Hendery menghela napas, lalu menatap Xiaojun lembut. "Tapi ternyata kamu ini orang baik dan polos ya?"

Hendery seharusnya sudah tahu kalau memuji Xiaojun malah membuat anak itu tidak nyaman, tapi Hendery lebih suka jujur.

"Ya walau banyak galak dan mengomelnya -ADUHDUHDUH thaakit, Hajun! Haaaa!" Xiaojun mencubit pipi kirinya.

Xiaojun berhenti mencubit pipi Hendery.

"Aw! Kamu berbuat jahat lagi sama aku! Ayo minta maaf lagi!"

"Katanya aku minta maaf terus, jadi kucubit aja malah salah lagi." Xiaojun cemberut.

"Iya juga ya?"

"Humph,"

"Ya sudah, daripada kamu minta maaf terus. Mending kamu kuajarin skateboardan lagi, gimana?"

"Hah? Tidak-tidak-tidak, terimakasih. Aku belajar sama Yangyang saja."

"Oke deh," balas Hendery lesu sebentar lalu semangatnya melonjak lagi, "Ya sudah, kita naik skateboard saja sampai ke toko, bagaimana?"

"Tidak usah, aku jalan kaki aja!"

"Ayolah, pergunakan skateboardmu dengan sebaik mungkin."

Xiaojun mengalah, dia mengikuti Hendery menggunakan skateboardnya. Skateboard berwarna hijau ini kelihatannya mudah untuk digunakan karena bentuknya sedikit lebih besar, membuat Xiaojun percaya diri untuk bisa berdiri diatasnya. Kedua kakinya berpijak sempurna diatas, tapi sama sekali tetap tidak berani untuk bergerak.

Disitulah Hendery, sekali lagi mengenggam pergelangan tangan Xiaojun lalu menariknya seirama dengan kecepatannya.

Xiaojun bergidik takut, dia takut jatuh dan takut menatap genggaman Hendery ditangannya. Tapi menyadari dirinya bisa bergerak maju dengan bantuan Hendery membuatnya senang.

Untuk pertama kalinya Xiaojun bisa menaiki skateboard dengan mulus, tangan Hendery mulai melonggarkan genggamannya tetapi tidak mempengaruhi Xiaojun.

"Uwow! Kamu sudah bisa berdiri sempurna, Xiaojun! Padahal baru sehari diajarkan Yangyang, kamu berbakat ya~"

"Benarkah?"

"Ya!" balas Hendery, dia menatap kedepan dan disana ada tikungan. "Nah, waktunya berbelok!"

Hendery didepannya dengan mulus berbelok tanpa hambatan, terlihat keren tetapi Xiaojun berniat mengikutinya sampai dia lupa kalau dia belum belajar sampai tahap itu.

"Berbelok? Berbelok?! Hendery, Hendery, Hendery! Aku belum bisa berbelok dengan skateboard -Aaarggghhhh!"

Beruntung kecepatan skateboard yang tidak terlalu laju, Xiaojun loncat dari skateboardnya dan berlari tanpa kendali lalu berakhir menabrak semak belukar.

"ASTAGA SAYANG!"

"Aduh... siapa yang kamu panggil 'sayang, hah!?" Xiaojun mengelus lututnya yang mendarat lebih dulu, sepertinya tidak ada luka lecet tapi sepertinya sedikit memar.

"Maaf, hehe." Hendery berjongkok di depan Xiaojun yang terduduk di rerumputan. Tatapan Hendery turun ke arah lutut Xiaojun yang masih diusapnya.

"Ah, aku sial banget hari ini." cicit Xiaojun, berdiri dari posisinya di bantu oleh Hendery. Hendery berpikir untuk memilih tidak naik skateboard lagi sampai ke toko kak Johnny.

Xiaojun yang mengambil papan skatenya dan menatap Hendery, "ayo lagi."

Hendery yang mendengarnya menatapnya kaget, "kamu nggak kapok, Xiaojun?"

"Tidak," balas singkat Xiaojun. Dia sebenarnya senang bisa meluncur halus sebelumnya, dia baru merasakan betapa asiknya naik skateboard. Jadi dia meminta Hendery membantunya lagi seperti tadi. Padahal dia juga merasa malu mengakuinya tapi berseluncur diatas skateboard seperti ada kepuasan tersendiri untuknya.

Hendery yang melihat Xiaojun benar-benar ingin naik skateboard lagi, membuatnya menurutinya dan menarik senyum senang saat melihat Xiaojun senang.

"Ah baiklah. Tapi nanti di belokan sana kamu pelan-pelan ya, jangan nambah kecepatan. Sekalian kita belajar cara berbelok, oke?"

Hendery masih dengan senyum ramah tamahnya yang membuat Xiaojun menekan jempol kakinya kebawah menahan rasa aneh di tubuhnya, seperti dia tidak sanggup menatap balik Hendery.

Hendery menurut Xiaojun benar-benar asing untuknya, dan dia sangat baik dengan Xiaojun tapi kebaikannya itu sering membuat Xiaojun tidak nyaman.

Hendery ini seperti ada sesuatu yang dia sembunyikan tapi Xiaojun tidak mau memikirkannya lebih jauh.

"En," Xiaojun mengangguk kecil.

Hendery menatap lamat Xiaojun sampai akhirnya dia mengalihkan pandangannya dan pergi duluan yang disusul Xiaojun di belakangnya dengan pelan.

Senyum tipis terpatri di bibirnya. Entah apa yang dia pikirkan tetapi itu membuat pipinya merona samar dan degup jantungnya terasa cepat.

Tepat di jam bekerja di mulai, Johnny yang saat itu keluar untuk membuang sekantong sampah melihat dari kejauhan Hendery berseluncur dengan Xiaojun di sampingnya yang tertatih menggunakan skateboardnya.

"Uwah! Xiaojun sudah bisa naik skateboard?" Johnny terkejut melihatnya, dia tahu pegawainya ini membeli papan itu tetapi dia juga tahu Xiaojun belum bisa menaikinya.

"Baru belajar, kak." Xiaojun tersenyum malu, dia memeluk papannya.

"Tapi kamu cepat menguasainya ya. Bagaimana? Apa Hendery guru yang handal?" Johnny melirik Hendery, yang di tatap hanya membalas tatapan sombong. Entah dari mana anak itu mendapatkan kesombongan itu.

"Em... Ya, dia mengajariku dengan baik." ucap Xiaojun dengan suara kecil. Hendery yang mendengarnya spontan menatap Xiaojun yang baru kali ini mengakuinya tanpa rasa ragu. Matanya berkaca-kaca dengan isak haru yang dibua-buat.

"Huwa, Xiaojun! Baru kali ini kamu berkata jujur soal aku didepan orang, aku terharu." tangis Hendery.

Xiaojun mendorong wajah Hendery menjauh dan dengan kesal melangkah menuju lokernya, dibuntuti Hendery yang masih merengek kesenangan.

Johnny menatap keakraban keduanya membuat senyum lembut di bibirnya, bukan senyum yang tulus tapi seringai kecil sambil menyisir rambutnya kebelakang.

"Dasar anak muda," cibirnya lalu menggelengkan kepala. Dia menjadi teringat masa sekolahnya dulu. Sambil menghela napas, Johnny masuk ke dalam toko, mulai aktivitasnya sebagai pak bos.

Sekarang, selain bersekolah, kerja dan diganggu Hendery, hari-hari Xiaojun juga mulai diisi dengan latihan skateboard. Di dalam benaknya dia masih tidak mempercayai dirinya akan tertarik pada olahraga ekstrim yang satu ini.

Untuk waktu latihannya, Yangyang sebelumnya sudah mengatakan dia tidak akan lama mengajari Xiaojun karena 2 bulan lagi sudah memasuki semester genap dan Yangyang yang nekat mulai mengejar nilai agar bisa mengambil sekolah ke luar negeri, jadi Yangyang akan mengajari Xiaojun dalam waktu sebulan.

Xiaojun setuju untuk itu dan latihannya setiap hari kecuali hari minggu dan senin. Di hari selasa Xiaojun meminta latihan selesai sepulang kerja dan sisa harinya Xiaojun bisa latihan sepulang sekolah, satu setengah jam sebelum masuk kerja.

Hari ini adalah hari rabu dan saat selesai dengan jam sekolahnya yang terasa sangat lama, maka tugas berikutnya Xiaojun akan latihan bersama Yangyang. Mereka juga latihan di lapangan bola yang sepi yang tidak jauh dari toko kak Johnny.

Yangyang sendiri juga menepati tugasnya untuk mengajari Xiaojun tetapi waktu yang diberikan hanya selama empat seminggu, sebelum Yangyang akan benar-benar dibuat repot dengan urusan sekolahnya yang sangat-sangat padat.

Xiaojun sangat senang karena Yangyang walau masih muda tetapi dia lebih mudah untuk mengajar. Ini membuat Xiaojun tenang selama diajari oleh anak Liu itu.

Kini sudah terlalui selama empat hari Xiaojun habiskan untuk latihan dan juga selama empat hari itu Hendery tentu saja tidak melewatkan waktu untuk mengekori Xiaojun. Duduk malas di mana tempat dia dapat untuk menyinggahkan pantatnya dan memperhatikan dari jauh Xiaojun yang berlatih bersama adik sepupunya.

Sebenarnya Xiaojun gugup kalau ada Hendery -walaupun anak itu ada jauh dari tempatnya, tapi disaat yang sama semangatnya untuk bisa ahli skateboardan meluap kalau dia melihat senyum remeh yang datang dari Hendery.

"Yak, Dejun. Jangan alihkan konsentrasimu, ck!" Yangyang mulai mengomel ke Xiaojun yang mulai kehilangan keseimbangannya. Padahal Yangyang kagum karena Xiaojun sangat berbakat, dengan cepat menyesuaikan diri untuk belajar tapi seribu disayangkan anak ini mudah sekali kehilangan arah pandangannya.

"Aku sedang berkonsentrasi sekarang, jangan mengangguku!" balas Xiaojun. Dia heran karena hari ini Yangyang mudah sewot dan sensian.

"Makanya jangan menatap Hendery terus, dia tidak akan kabur walau kamu tidak lihat dia dalam sedetik!"

"Hah?! Siapa yang melihatnya?"

"Kamulah-"

"Sudahlah, Yangyang," sela Hendery sambil memangku dagunya, menatap malas perdebatan kedua orang itu. Dia sebenarnya malas melihat kedepatan keduanya, dia ingin mengajari Xiaojun tapi anak itu tidak mau. Jadi berakhirlah Hendery disini melihat Yangyang yang menjadi guru si Xiaojun.

Xiaojun yang awalnya ingin mengabaikan argumen dua orang itu tapi perhatiannya teralihkan karena suasana kali ini agak canggung, pikirnya. Xiaojun melirik keduanya dan dia menjadi khawatir melihat ekspresi mereka yang terlihat tidak biasanya. Terutama Hendery, ini bukan pertama kalinya Hendery menunjukkan wajah datar tapi kali ini jelas ekspresi dingin itu bukan dibuat-buat.

Tidak, bukan hanya Hendery yang nampak berbeda. Yangyang juga sama, dia sendiri entah kenapa terlihat sedang tidak dalam kondisi yang baik-baik saja.

Beberapa hari terakhir Xiaojun mulai berlatih, walau Yangyang adalah kenalan barunya, entah kenapa hari ini Yangyang seperti menahan emosi. Xiaojun merutuk pemikirannya ini, dia yang terlalu peka atau terlalu overthinking tapi jelas suasananya tidak nyaman.

"Memangnya kenapa kalau Xiaojun terus menatapku? Dia menatapku, bukan menatap kekasihmu." ucap sarkas Hendery dan langsung membuat ekspresi Yangyang terpelintir menahan umpatan dari bibirnya.

Xiaojun bungkam tidak tahu harus apa, dia tidak mengerti maksud ucapan Hendery tetapi dari nada bicaranya benar-benar tidak menyenangkan, seperti menyinggung Yangyang.

Yangyang yang mendengar dari Hendery, tidak lama dia menggertak gigi dengan wajah marah lalu berjalan mendekati kakak sepupunya itu sampai berdiri tepat dihadapannya. Hendery mendongak untuk membalas tatapan marah adiknya ini.

Xiaojun terkesiap. Mereka benar-benar bertengkar! Dia yang merasa atmosfer menjadi tidak mengenakan merasa tidak enak hati.

"Apa maksudmu, Ku-" belum selesai Yangyang berbicara, Hendery langsung menyelanya dan berdiri. Membuat perubahan drastis dengan tinggi badan mereka dan Yangyang kini yang harus mendongak menatap mata Hendery.

Hendery dengan wajah dingin, berucap dengan suara datar, "nama siapa yang ingin kamu sebutkan?" katanya dan langsung membuat Yangyang bungkam.

"Hei, kalian dua... Sudahlah. Jangan bertengkar, oke?" Xiaojun mencoba meleraikan mereka berdua. Yangyang masih dengan ekspresi tegang dan Hendery mulai merileksan emosinya, dia kembali duduk di tempat semula.

Yangyang dengan wajah kesal menarik Xiaojun untuk kembali berlatih dan juga mencari tempat yang lebih jauh dari Hendery. Meluapkan amarahnya dengan menggebu-gebu mengajari Xiaojun sampai Xiaojun bisa salto dengan papannya dalam sekali coba, kata Yangyang. Xiaojun yang mendengarnya spontan memukul kepala anak itu lagi berharap otaknya kembali normal.

Hendery menatap kepergian keduanya dari jauh tanpa minat menyusul. Bodoh rasanya merasa cemburu pada adik sepupunya. Hendery mendecakkan lidahnya lalu meronggoh ponselnya di kantong celananya.

Dari riak matanya kembali terlihat dingin saat menatap layar ponselnya yang menampilkan sebuah pesan masuk.

Pulangnya Xiaojun masih di antar oleh Hendery, padahal Xiaojun sudah bilang untuk tidak perlu lagi mengantar Xiaojun pulang karena dia sudah hapal jalan. Hampir setengah tahun tinggal disana tidak mungkin dia tidak kenal lingkungannya, apalagi ada Hendery yang sering mengajaknya kesana-kemari melewati banyak jalan tikus agar Xiaojun tahu arah, bagaimana mungkin Xiaojun akan lupa arah.

"Kenapa masih mengantarku pulang sih?"

"Kepengen aja." begitu jawab Hendery setiap ditanya.

Xiaojun melirik Hendery disebelahnya yang jalan sambil memasukkan tangannya ke saku celana dan menatap lurus kedepan.

"Hendery, kenapa kalian tadi kelahi?" akhirnya. Xiaojun yang sedari tadi menahan rasa penasarannya menanyakannya langsung pada Hendery soal bentrokan kecil dengan Yangyang sebelumnya.

Hendery melirik sekilas, "apa kami berdua kelihatan berkelahi?"

"Ya, Yangyang tidak biasanya marah-marah seperti tadi, kalau dia memang ada masalah dengan kekasihnya ya aku maklumin-"

"Tidak." balas Hendery cepat, Xiaojun disebelahnya menatapnya dengan heran.

"Dia itu hanyalah anak yang egois," balas Hendery. "Yangyang masih mementingkan egonya, belum bisa memikirkan hal lain selain egonya."

"Kenapa kamu bilang begitu?"

"Aku tidak bermaksud jahat, Xiaojun. Aku hanya..." Hendery berhenti berbicara saat melihat tatapan Xiaojun seperti kesal padanya.

Xiaojun pikir harusnya Hendery tidak perlu mengatakan soal Yangyang seperti itu, jadi dia kesal mendengarnya.

Hendery menghela napas berat, "aku tidak tahu harus bagaimana bilangnya. Ya sudahlah, lupakan saja."

"Kamu juga kelihatan sedih, Hendery." kali ini Hendery terperenjat kaget dan membuat jarak dari Xiaojun. Detak jantungnya berdetak lebih cepat seperti dia bersembunyi dari kejaran hantu.

"Xiaojun!" pekik frustasi Hendery, "apa kamu bisa membaca pikiran orang, huh?"

"T-tidaklah, aku hanya menebak saja. Lagian tatapan matamu terlihat jelas begitu?"

"Kalau sekarang bagaimana tatapan mataku ini?" Hendery dengan sengaja mendekatkan wajahnya, Xiaojun yang disudutkan hanya terpaku melihat wajah tampan Hendery.

"Ka-kalau sekarang hanya ada tatapan cabul! Hentikan, menjauh sana, Hendery!"

Hendery dengan mood anehnya tiba-tiba tertawa, "benar saja, kamu ini memang bisa membuat moodku berguling-guling Xiaojun," Hendery mengusap pelupuk matanya yang berair karena kebanyakan ketawa berlebihan.

"Tapi sedetik saja aku sempat waspada padamu karena feeling tajammu itu," ucap Hendery lagi dengan suara kecil, dia jujur untuk ini. Kepekaan Xiaojun membuat bulu kuduknya merinding, dia takut Xiaojun dengan mudah menebak perasaan yang sedang dia sembunyikan sekuat tenaga ini.

Hendery kembali dalam lamunannya, pikiran yang kacau membawa nyawanya melalang buana sampai kembali jatuh karena panggilan yang mengejutkannya.

"Huang Guanheng." panggil suara itu dengan suara kecil, itu Xiaojun.

"Ha? Kamu manggil aku apa?"

"Huang Guanheng, itu namamu kan?" ucap Xiaojun dengan nada kesal. Hendery hanya mengangguk mengiyakan dengan wajah terkejutnya. Wajah yang menunjukkan ketidakpercayaan Hendery yang paling mengesalkan, pasalnya ini kali pertama Xiaojun memanggilnya dengan nama asli pria itu. Nama Hendery juga nama asli tapi Xiaojun baru kali ini memanggil nama itu membuat Xiaojun sejujurnya malu.

"Kenapa kamu menunjukkan ekspresi aneh begitu padahal aku cuman menyebutkan namamu!"

"Tahu darimana namaku Guanheng?"

"Kamu sendiri yang bilang di depan ibuku beberapa hari yang lalu? Sedangkan kamu hanya bilang padaku kalau namamu Hendery dan margamu Huang, apalagi? Aku salah?" sergah Xiaojun, melipat kedua tangannya dan memalingkan wajahnya.

Hendery tertawa canggung, dia benar-benar lupa kalau selama ini dia hanya memperkenalkan dirinya sebagai Hendery Huang, dan Xiaojun sepertinya baru mengetahui nama chinanya. Hendery sungguh kelupaan soal itu, dia lebih menyukai dipanggil dengan Hendery daripada yang lain.

"Jadi aku tahu alasan kamu di panggil ah-Heng oleh Zhang-laoban." gumam Xiaojun, itu bisa di dengar oleh Hendery.

"Maaf, Xiaojun. Aku lupa mengenalkan nama lengkapku, maaf ya."

"Humph," Xiaojun mendengus dengan senyum kecil, "kukira kamu punya alasan tersendiri tidak mau mengatakan nama lengkapmu selain Hendery Huang. Tapi tidak apa, toh Hendery juga namamu kan?"

Hendery tertegun, dia merasa ada sesuatu seperti runtuh di rongga dadanya dan diisi perasaan hangat saat mendengar ucapan Xiaojun ini. Xiaojun yang mengatakan dirinya seperti punya alasan tersendiri tidak mau mengatakan nama lengkapnya itu benar, dia hanya mau orang-orang mengenalnya dengan 'Hendery'. Keseringan dia melakukan itu sampai tidak banyak yang tahu nama aslinya.

Hendery takut -pikiran jenuh Hendery terpotong saat mendengar seruan Xiaojun yang memanggilnya.

"Hendery, Hendery!" tiba-tiba Xiaojun memanggil dengan semangat.

"Hm?" Hendery yang dipanggil dengan buru-buru oleh Xiaojun terlonjak dari lamunannya, dia menatap Xiaojun yang menatapnya dengan mata berbinar.

"Ajari aku caranya ollaf!" pintanya dengan semangat

Tadi saat sesi latihan selesai Yangyang mengatakan dia akan mengajarkan teknik paling dasar skateboard dan ingin membuat Xiaojun menjadi ahli skateboard yang tidak tertandingi. Xiaojun jelas terpancing dan menginginkannya, tidak tahu darimana asal semangat Xiaojun mempelajari ini.

Tapi saat melihat ekspresi kebingungan membuat Xiaojun kesal, "itu loh, teknik yang melompat sambil membawa skateboard, Hendery!"

"Ollie, itu namanya ollie, Xiaojun. Bukan ollaf, ollaf itu snowmannya si Elsa."

"Akh -iya itu maksudku, ajari aku teknik itu."

"Kenapa tiba-tiba? Kalau mau kuajari itu, minimal kamu sudah bisa berkonsentrasi berdiri diatas skateboard tanpa oleng, Xiaojun."

"Jahat."

"Tapi kalau kamu mau, aku tunjukkan ollie-ku!" ucap Hendery dengan bangga.

Kini mereka berada di jalan kecil di pinggir sungai, ada turunan rerumputan curam dan tangga untuk turun kebawah. Lampu-lampu jalan menerangi setiap jaraknya dan karena di sana sepi jarang orang lalu-lalang. Hendery mengambil skateboardnya dari belakang tasnya dan bersiap dengan pertunjukkan ollienya. Xiaojun yang menyaksikannya dengan seksama, dia ingin melihat setiap gerakan yang Hendery perbuat.

Dalam sekali coba Hendery berhasil memperagakan ollienya dengan sempurna. Teknik ollie itu teknik dasar permainan skateboard, dengan menghentakkan satu kaki ke ujung papan hingga papan terangkat sampai menciptakan lompatan setinggi-tingginya.

Harus menguasai teknik ini dulu baru bisa mempelajari teknik lainnya, tapi kalau ingin belajar ollie. Seperti yang Hendery bilang, Xiaojun harus menguasai konsentrasinya dulu di atas papannya.

"Bagaimana? Keren bukan?" ujar Hendery dengan wajah bangga. Xiaojun yang memperhatikan dengan serius mengangguk semangat dan menunjukkan jempolnya. Hendery tersenyum melihat reaksi yang ditunjukkan Xiaojun, tapi lirikannya beralih ke skateboard hijau yang kini sudah berada diatas tanah.

"Xiaojun, kuberitahu padamu. Aku belajar ollie ini perlu waktu sekitar empat bulan lamanya dan banyak luka yang kudapat, loh."

Hendery yang mendengar tidak ada sahutan dari lawan bicaranya, dia beralih menatap Xiaojun yang mulai menginjak papannya dan mencoba membawa melompat. Tapi karena Xiaojun belum terbiasa dengan papan itu alhasil membuatnya terpeleset dan jatuh ke tanah. Membuat suara tubrukan yang keras dan papannya terpental.

"XIAOJUN!" Hendery seketika di serang rasa panik.

Xiaojun mengerang kesakitan, dia memegang lututnya yang lagi-lagi menjadi batu tumpuan mendaratnya. Kalau dua kali Xiaojun jatuh dengan lutut duluan yang menghantam tanah, dia bisa cedera lebih serius.

"AISHH! Sakitttt!" Xiaojun meringis sakit, memeluk kakinya yang benar-benar ngilu. Hendery berlutut di depannya lalu mencengkram bahunya dan menggoyangkan dengan agresif.

"APA YANG KAMU LAKUKAN! Amatiran sepertimu mencoba ollie sama saja bunuh diri!"

"Tapi tadi kelihatan mudah,"

"Sudah kubilang itu perlu latihan yang intensif dan banyak resikonya, dasar. Apa kamu terluka, hm?"

"Um,"

"Um-mu itu artinya ya atau tidak?" Xiaojun menggelengkan kepalanya.

"Bisa berdiri?" karena Xiaojun terlihat kesuliatan untuk berdiri, akhirnya Hendery berjongkok membelakangi Xiaojun.

Xiaojun terkejut melihatnya saat Hendery mengisyaratkan untuk naik kepunggungnya.

"Tidak mau! Tidak perlu di gendong."

"Ayo cepat naik," paksa Hendery dan mau tidak mau Xiaojun merangkak mendekati punggung Hendery yang baru dia sadar punggung itu sangat lebar. Hangat. Sepertinya nyaman bila bersandar disana. Memikirkannya membuat pipinya merona.

Hendery perlahan berdiri setelah memungut papan skate Xiaojun dan tasnya dia gantung di depan badannya. Wajah Xiaojun perlahan memanas dan berontak pelan dari gendongan Hendery.

"Lebih baik tidak usah gendong deh, Hendery! Bantu aku jalan saja."

"Sudahlah, penting untukmu untuk tidak banyak bergerak. Nanti kita berdua bisa jatuh kesana." Hendery menggerlingkan pandangannya kearah irigasi saluran air besar dibawah sana.

"Kalau begitu kamu tidak cukup kuat untuk mengendongku, turuni saja aku!"

"Kuat, aku kuat kok. Tenang saja." Hendery yang keukeuh dengan pendiriannya membuat Xiaojun tidak berdaya.

"Hendery," ringis Xiaojun dengan suara kecil. Dia mengerang tanpa suara melihat dirinya di atas gendongan punggung Hendery yang dengan santai membawanya.

"Hm?" Hendery menyaut dengan gumaman kecil yang dia kira Xiaojun memanggilnya. Tetapi Xiaojun tidak bersuara lagi dan Hendery ikut terdiam juga. Sepuluh menit berlalu, baru Xiaojun buka suara.

"Hendery, kenapa kamu selalu baik padaku?" tanya Xiaojun dengan suara kecil. Xiaojun jelas tidak pernah tahu dan dibuat tidak habis pikir dengan jalan pikiran Hendery. Tapi kalau begini, Xiaojun tidak tahu ekspresi yang di tunjukkan Hendery sekarang. Melihatnya sebelumnya, Xiaojun ragu kalau Hendery memiliki sesuatu yang dia sembunyikan.

"Aku baik? Hahahahaha, ups!" Xiaojun kesal menepuk bahu Hendery.

"Apaan sih?" Hendery tertawa lalu tawanya meredup, ada sekitar jeda beberapa detik seolah Hendery berpikir untuk memulai jawabannya.

"Aku baik padamu? Biar kukatakan begini, itu karena menyukaimu, Xiaojun." tiba-tiba sekali!

"M-menyukaiku?"

Sekarang, bohong kalau Xiaojun tidak terkejut. Tetapi disisi lain, dia takut dirinya salah paham dan memilih untuk mendengarnya dulu.

"Hum, kamu orang yang benar-benar baik, tulus dan tidak sekalipun berbuat curang kepada orang lain. Itu yang membuatku suka padamu, kamu teman yang baik." ucap Hendery dengan nada pelan dan nyaris tidak terdengar, seperti suaranya tersapu oleh hembusan angin.

Tatapan Xiaojun menurun, dia mengatakan pada dirinya sendiri untuk tidak terlalu berharap aneh. Apa yang Hendery katakan seharusnya tidak ada yang aneh, jadi untuk apa Xiaojun kecewa. Dia tersenyum kecut.

"Apa aku sebaik itu dimatamu? Apa kamu baik karena aku baik padamu?"

"Iya." Hendery mengangguk pelan, dia menoleh kesamping tetapi tidak sampai Xiaojun bisa melihat sisi wajah tampan Hendery dan dia berkata, "tapi, Xiaojun. Maaf kalau suatu saat kamu malah-"

"Ah-Jun?"

"!"

"Ah, tante Xiao? Selamat malam, tante-" Hendery hampir membungkuk kalau tidak ingat dirinya masih membawa Xiaojun di punggungnya, jadi gantinya Hendery mengangguk pelan.

"Mom? Mommy?! Aaaah!" Xiaojun panik saat melihat ibunya yang muncul dari simpang jalan lainnya, dia buru-buru turun dari punggung Hendery. Tapi Hendery tidak peka malah tidak membiarkan Xiaojun turun.

"Kamu kenapa sayang, kenapa kamu digendong nak Guanheng? Kalian terjatuh? Kamu terluka, nak Guanheng?" nyonya Xiao panik langsung menghampiri keduanya dengan wajah panik. Tapi bukan menatap anaknya yang di gendong, tatapannya lebih tertuju kearah Hendery yang tersenyum tipis.

"Mommy, jelas-jelas aku yang digendong, kenapa bertanya pada Hendery?" protes Xiaojun saat berhasil lepas dari gendongan Hendery.

"Aiyo, mommy ini khawatir pada kalian berdua. terutama dengan nak Guanheng yang menggendongmu."

"Saya tidak apa-apa, tante Xiao. Xiaojun tadi terjatuh saat bermain skateboard, saya kurang hati-hati mengawasinya jadi dia terluka. Maaf."

"Tidak perlu meminta maaf. Seharusnya tante yang berterimakasih sudah merawat anak tante. Ya sudah, ayo pulang. Nak Guanheng juga boleh mampir dulu."

"Tidak perlu repot tante, saya langsung pulang saja." tolaknya, dia beralih ke Xiaojun. "Ayo, Xiaojun. Aku masih bisa menggendong kamu sampai kedepan rum-" Hendery ingin menggendong Xiaojun lagi tetapi di tepis tangannya yang terulur kearahnya.

"Tidak usah! Aku bisa jalan sendiri, Hendery." Xiaojun mendorong bahu Hendery tapi Hendery malah menggenggam pergelangan tangan Xiaojun menolak permintaannya. Situasi seperti terlihat canggung, apalagi di depan nyonya Xiao.

Hendery akhirnya melepaskan cengkramannya saat dia melihat wajah merona Xiaojun.

"A-aku pulang, um, dengan mommy, jalan kaki saja. Aku bisa berjalan kok. Um, terimakasih sudah membantuku. Kamu hati-hati dijalan, Hendery."

Setelah itu, Xiaojun membawa ibunya yang terbengong-bengong saat diseret anaknya.

Sial. Tadi Hendery mau bilang apa? Suatu saat apa? Kenapa? Aku penasaran! Kalau saja mommy tidak muncul tiba-tiba seperti ini, humph.

Hendery melihat kepergian ibu dan anak itu sampai berbelok kearea lobby. Tatapan Hendery berubah sendu dan senyum meredup dari bibirnya.

"Aku takut suatu saat kamu benci..." bisiknya dengan tatapan menyakitkan. "... melihatku yang tidak seperti Hendery yang kamu kenal."

Hendery berjalan lunglai di sepanjang jalan setelah mengantar Xiaojun pulang. Tatapannya menatap kosong kearah langit malam yang malam itu tidak ada satupun bintang, hanya lampu jalan yang menerangi malam itu.

Alasan dia selalu memilih mengantar Xiaojun pulang itu bukan hanya dia sekedar ingin untuk mengantar Xiaojun, tetapi dia ingin lebih lama untuk sampai kerumah. Rumah yang dia sebut hanya sebagai tempat tidur dan makan saja. Tidak lebih dari itu, dan dia benci akan fakta itu.

Langkahnya terhenti di sebuah gerbang besar, matanya menatap jauh kearah mansion mewah dengan tatapan yang tidak bisa dijelaskan. Setelah penjaga melihat tuan muda mereka berada di depan gerbang tanpa berkata apapun, mereka tergopoh-gopoh membuka gerbang otomatisnya.

Hendery selalu datang seperti itu yang membuat pelayan yang ada panik dan merasa takut. Padahal Hendery juga tidak peduli jika mereka membukakan pintu atau tidak.

Melewati taman depan yang luas, skateboard masih menggantung di tas punggungnya tidak dia gunakan. Dari lubuk hatinya tidak sudi menginjak skateboardnya di rumah ini.

Hendery memiliki kesan buruk untuk rumah ini, tidak hanya untuk rumah, dia jujur tidak menyukai keluarganya. Dia selalu di tekan oleh tuntutan mereka, mereka tidak menyukai apapun keinginan Hendery. Hendery akan selalu dituntut sesuai keinginan dan harapan mereka. Dia seolah ada digenggaman mereka.

Hendery sendiri adalah anak bungsu dari empat bersaudara. Dia memiliki tiga kakak perempuan dan dia satu-satunya anak lelaki di keluarganya. Mengetahui fakta tersebut membuat Hendery muak dan menderita. Apa yang bisa dia andalkan dari dirinya sendiri?

Di keluarganya, anak lelaki akan menjadi kepala keluarga dan Hendery seolah dilahirkan untuk memenuhi hirkaki keluarganya.

Dikekang seperti itu membuat rasa benci selalu terbesit dan tumbuh di dalam hatinya, tapi dari lubuk hatinya, dia merasa itu bukah hal benar. Memikirkannya berkali-kali yang ada membuat hatinya makin sakit dan marah.

Hendery tahu, tidak hanya dirinya yang mengalami hal yang sama, masih ada orang di luar sana yang seolah tekurung dalam sangkar orang tua mereka. Tetapi dirinya juga anak muda yang memiliki pemikiran naif. Dirinya tidak bisa berbohong kalau dirinya iri dengan teman-temannya yang lain.

Skateboard yang selalu bersamanya ini menjadi salah satu alasan Hendery bisa melupakan sejenak masalah di hidupnya. Hendery mempunyai skateboard pertama dari mendiang neneknya yang memberikan skateboard ini sebagai hadiah ulang tahunnya yang kesebelas. Dari awal dia mempelajari naik skateboard, Hendery bisa merasakan kebebasan. Tanpa beban. Yang bisa dia lupakan untuk sementara waktu, setidaknya bisa melampiaskan amarahnya dan kebenciannya.

Hendery ingin pergi dan menjauh dari semua ini, namun-

"Guanheng."

Hendery berhenti melangkah di anak tangga, menoleh perlahan kebelakang dan melihat sesosok wanita paruh baya yang menatapnya dengan lembut. Nyonya Huang.

"... Ibu..." panggilnya dengan suara kecil. Hendery masih belum merespon saat ibunya memeluknya dengan lembut. Hendery tidak membalas pelukannya, hanya menatap sendu ke ibunya.

Beberapa bulan terakhir ibunya tinggal di rumah utama yang cukup jauh dari rumah sekarang.

"Sudah lama ibu tidak menemuimu, ibu lihat kamu tumbuh tinggi ya?" ucapnya sambil mengusap pipi Hendery. Hendery tidak merespon, hanya menatap sebentar lalu mengalihkan tatapannya.

"Kenapa ibu kesini, kukira ibu akan lebih lama di Nanjing?" tanyanya dengan nada gamang, Hendery merasa dia kurang akrab dengan ibunya dan melihat ibunya ada disini jujur saja membuatnya sedikit terkejut.

"Ibu ingin menemuimu. Apa salahnya ibu ingin menemui putranya sendiri?"

"Harusnya ibu lebih baik menetap lebih lama di rumah nenek-"

"Ayahmu," nyonya Huang menyela dengan suara tercekat, dia meremas lengan Hendery lebih erat. Matanya menunjukkan rasa khawatir. Hendery masih enggan menatap ibunya, tetapi tidak dipungkiri dirinya menunjukkan respon saat mendengar kata ayah.

"Ayahmu ada di Guangzhou, jadi ibu takut kamu d-" Hendery membalas dengan menggenggam lembut lengan ibunya, melepaskan pelan cengkraman ibunya.

"Apa yang ibu takutkan padanya? Apa yang ibu takutkan kalau terjadi sesuatu denganku?" Hendery tanpa sadar berkata dengan suara sedikit tersimpan amarah di dalamnya. Ibunya menatap mata anak lelakinya itu, berubah menjadi mata yang sendu.

"Hendery, kamu tahu bagaimana keras kepalanya ayahmu itu. Ibu merasa bersalah karena ibu malah melarikan diri ke Nanjing, ibu benar-benar tidak sanggup melihat anak-anak ibu-"

"Ibu," Hendery melepaskan tangan ibunya, menarik sebuah senyum tipis, "aku mengerti, ibu. Berhenti merasa bersalah."

Nyonya Huang menghela napas berat, seolah menghilangkan emosi negatifnya dan membentuk senyum tipis. Menatap lembut ke anaknya.

"Ayo, makan malam bersama. Ibu memasak makanan kesukaanmu. Kamu belum makan malam kan, sayang?"

Hendery memilih mengikuti ibunya berjalan ke ruang makan, di meja makan dia bisa melihat hidangan masakan ibunya. La ji zi dan tahu mopu. Keduanya bukan makanan kesukaannya tetapi Hendery tidak protes sama sekali. Dia duduk dan makan dengan tenang.

Hendery melirik ke sekitarnya, hanya ada dirinya dan ibunya, dan juga beberapa pelayan rumah. "Dimana kak Crystal?"

Ibunya menyendokkan sesendok la ji zi lagi ke mangkuk Hendery lalu menjawab, "saat ibu datang tadi pagi, kata pelayan kakakmu pergi ke Guangzhou."

Hendery mengangguk pelan dan melanjutkan makannya, walau sedikit kepedasan karena dia kurang suka makanan pedas.

Pikirannya kini beralih ke soal ayahnya. Hendery paling anti bertemu dengan ayahnya itu dan bersyukur mereka tidak tinggal di rumah ini dan memilih tinggal di Shanghai. Tetapi mendengar ayahnya ada di Guangzhou ada kemungkinan, pria itu akan datang ke rumah ini. Hatinya mulai tidak merasa nyaman, dia berpikir akan ada hal buruk yang akan terjadi padanya.

Hendery sangat benci itu.

"Ibu, besok aku sudah ada janji untuk menginap di rumah temanku. Aku akan pulang larut besok."

"Siapa yang mengijinimu pergi?"

Deg.

Sial!

Hendery tanpa menoleh pun tahu siapa yang bersuara tadi. Melihat reaksi ibunya membuatnya berpikir untuk melarikan diri malam ini.

"Suami... bukankah kamu bilang akan datang lusa?"

"Ya, kalau aku tidak mendengar kamu datang kesini dan mendengar kabar kalau anak ini lebih sering pulang larut malam. Hal tidak berguna apa yang dilakukan anak ini selama ini?" ucapnya dengan nada mencemoohkan. Membuat nyonya Huang, istrinya merasa tidak terima dengan perkataan suaminya ke anaknya.

"Suami! Kun-er pasti sibuk dengan urusan sekolahnya? Aku selalu memerhatikan nilai pelajarannya dan tidak ada yang buruk, jangan bilang yang anakku lakukan tidak berguna!"

"Jelas dia tidak berguna dengan apa yang dia lakukan dengan papan rongsokkannya." jawab tuan Wong dengan nada dingin. Mata menatap datar Hendery yang sama sekali tidak menatapnya dan mengubrisnya.

Hendery mati-matian menahan gejolak emosinya, rasa pedas makanan di mulutnya seolah menyulut amarahnya. Setelah satu suapan selesai, dia bangkit dari kursinya.

"Aku sudah selesai, terimakasih untuk makanannya."

"Kun-er?" nyonya Huang menatap punggung Hendery yang menjauh dari ruang makan. Ayahnya dia abaikan, tidak peduli orang tua itu murka melihat kelakuannya.

"Kunhang," panggil tuan Wong dingin. Hendery mengertak giginya mendengar nama itu di sebutkan, "kuharap kamu perhatikan sikapmu dan jangan membuat malu nama keluargamu."

Hendery mengutuk di dalam hatinya. Persetan dengan nama keluarga!

tbc

finally, i can't finish it! aku ragu alurnya akan membingungkan tapi kuusahakan agar mudah di pahami, dan juga cepat selesai lalu tamat,

(6) Cinta atau Benci

[ ️ : di dalam cerita aku menggunakan 2 marga, Huang dan Wong, sebagai nama marga yang berbeda. Ini hanya untuk kebutuhan cerita. Terima kasih.]

Hendery berlari keluar dari kamarnya setelah seorang pelayan rumah memanggilnya dengan suara panik. Inilah yang sering terjadi jika ada ayahnya di rumah, menganggunya. Pikir Hendery. Dia di beritahu kalau tuan Wong memaksa masuk keruangan khusus milik Hendery yang biasa dia gunakan untuk menyimpan barang-barangnya, PC dan dia juga suku cadang skateboardnya.

Hendery berhenti saat melihat ayahnya memegang sebuah kunci ruangan rahasianya. Hendery yang marah merebut kunci itu dari ayahnya, lalu dia melirik kearah pria paruh baya yang berdiri tak jauh dari ayahnya dan dia juga merupakan seorang kepala butler yang pastinya memegang semua kunci cadangan setiap pintu di rumah ini.

"Apa yang kamu lakukan?" tuan Wong melirik dengan tatapan dingin kearah Hendery yang membalas dengan ekspresi marah.

"Harusnya aku yang bertanya, apa yang kamu lakukan?!" balas Hendery membentak ayahnya dengan tatapan nyalang.

"Beraninya kamu berbicara seperti itu pada orang tua? Ini karena kamu bermain dengan barang rongsokan membuat dirimu menjadi liar, mau jadinya kamu nanti?"

"Barang rongsokan kamu bilang?!"

"Apa yang kamu harapkan dengan skateboardmu? Tidak bisa menghasilkan gaji yang tinggi. Bahkan jika kamu atlet pun tidak akan kaya hanya dengan itu?"

"Aku tidak ingin kaya, aku hanya suka bermain skateboard!"

"Hanya suka kamu bilang? Bermain skateboard tidak akan menghasilkan apa-apa! Hanya buat tubuh rusak saja! Skateboard juga buat kamu sama saja seperti berandalan di luar sana dan karena itu kamu buat malu ayah dan keluarga! Berhentilah bermain dengan rongsokan itu, hanya buang-buang waktu!"

"Berhenti mengatakannya barang rongsok!" melihat anaknya kembali melawan membuat tuan Wong mengangkat tangannya ingin melayangkan pukulan.

"Suami!" bentak nyonya Huang kearah suaminya dan menghadang badannya untuk melindungi Hendery dibelakangnya. Membatalkan tangan tuan Wong yang hampir memukul anaknya. Hendery bergeming, menatap datar ayahnya.

"Jangan memukul Kun-er lagi! Berhenti bersikap kasar padanya!"

"Kamu terlalu memanjakannya, istri."

"Aku tidak! Kamu yang terlalu keras padanya dan membuatnya memberontak, aku sendiri juga kesal dengan sikap burukmu ini pada anakmu sendiri."

"Aku hanya mendidiknya agar tidak menjadi aib bagi keluarga-" tuan Wong membentak tetapi nyonya Wong membalasnya.

"Itu bagi keluargamu, bukan keluargaku!" teriaknya. Isak dari nyonya Huang hampir tidak tertahankan. Dia menatap tajam suaminya dengan mata berkaca-kaca.

"Aku sangat memperhatikan nilai-nilai akademiknya, tidak satupun yang rendah. Kun-er, tidak peduli apapun yang dia inginkan, asalkan dia tidak menurunkan prestasinya aku tidak akan melarangnya. Tidak sepertimu yang hanya tau bersikap kasar pada anakmu!"

Hendery mendecih pelan mendengar penuturan ibunya.

Lagi, itu lagi yang mereka debatkan. Selalu hal yang sama. Begini mereka jika berdebat masalah anak-anak mereka.

Hendery di dalam hati tidak tahu harus bersyukur atau mengumpat kalau mendengar sisi buruk ibunya, ibunya juga sama buruknya. Beliau selalu menuntut nilai akademik dan prestasinya di tingkat atas. Jika nilainya tidak sesuai harapannya, maka akan sama saja perlakuan yang dia dapat seperti yang ayahnya lakukan.

Tidak ada kata nilai merah dan lelah untuk mendapat peringkat nomor satu bagi ibunya untuk anak-anaknya. Dia pikir inilah yang terbaik, tapi tetap saja egois.

Tetapi Hendery hanya bisa menerima keputusan ibunya, dia lebih memilih untuk mewujudkan tuntutan ibunya daripada ayahnya yang menuntut segala kesempurnaan.

"Ibu, sudahlah." Hendery menyentuh lembut bahu kecil ibunya. Nyonya Huang ini sangat sensitif dan juga keras kepala, sifat yang cocok untuk nona muda karena nyonya Huang adalah anak semata wayang dari keluarga Huang di Nanjing.

Dan Hendery pikir dirinya lebih dekat dengan keluarga dari pihak ibu. Nenek Huang, wài pó, sangat perhatian daripada kedua orang tuanya dan menyayangkan akan sikap mereka pada Hendery. Terakhir jauh sebelum beliau wafat, Hendery diberi hadiah ulang tahun berupa skateboard. Neneknya bilang, banyak anak muda seumuran Hendery bermain papan itu dan memberikannya untuk cucunya.

Nyonya Huang mencengkram lengan Hendery dan membawa pergi dirinya dari sana. Meninggalkan ayahnya yang berdiri mematung dengan wajah merah padam menahan amarah.

Besok pagi, di pagi buta Hendery sudah siap dengan perlengkapan sekolahnya dan papan skateboard kesayangannya.

Di halte bus yang belum beroperasi di jam pagi itu, dia duduk di sana dan menatap setiap seluk papannya. Ada sedikit tatapan sakit di matanya saat melihat ada goresan di sana, itu goresan yang tertinggal saat dilempar ayahnya dulu. Hendery tidak bisa memperbaikinya karena dia belum terlalu ahli melakukannya.

Hendery menghela napas berat dan melangkah pergi dari sana setelah sejam lebih duduk. Membawa kakinya berjalan dengan pelan dan tanpa sadar sampai di sekolah yang masih sepi.

Matanya yang terlihat tidak bernyawa itu perlahan membelalak, di gerbang sana dia melihat Xiaojun masuk ke area sekolah sambil membawa skateboard hijaunya. Sepertinya dia akan latihan dengan Yangyang lagi. Hendery menarik senyum dan siap berlari mengejar Xiaojun tetapi detik kemudian, langkahnya terhenti dan senyuman luntur seketika di bibirnya.

Hendery heran, kenapa dia begitu bersemangat di dekat Xiaojun. Kenapa dirinya gampang tersenyum di hadapan Xiaojun dan kenapa dirinya bahagia di sekitar Xiaojun? Semua pertanyaan itu baru sekarang menghantuinya dan membuat jiwa di tubuhnya seolah kembali kosong.

Hendery menatap ke arah gerbang, Xiaojun sudah tidak terlihat dan Hendery berbalik badan, menjauh dari sekolah.

"Xiaojun, ayo ke kantin!" seru Lucas dengan tak sabaran, Xiaojun memasukkan buku pelajarannya ke dalam tas lalu mengikuti Lucas keluar kelas. Katanya dia ingin membeli chicken katsu yang setelah lama tak terdengar akhirnya terjual lagi, makanya dia bersemangat.

"Lucas, katanya ke kantin? Kenapa kesana?" Xiaojun menatap heran Lucas yang mampir ke kelas Hendery yang sepi.

"Bentar, aku mau ngajak Hendery ke kantin..." Lucas menatap ke dalam kelas yang mulai sepi karena sebagian murid sudah berhamburan ke kantin.

"Lucas, ayo. Kalau Hendery tidak mau ya tidak usah."

"Hendery tidak ada,"

"Hah?"

"Hendery tidak masuk sekolah." lanjut Lucas dengan wajah cengo. Xiaojun lebih cengo lagi karena dia heran darimana anak ini tau Hendery absent padahal dia tidak bertanya pada siapapun.

"Tau darimana kamu?" tanya Xiaojun takut.

"Hm? Feeling sih," balas Lucas polos. Xiaojun disebelahnya menjambak rambut belakangnya menahan tekanan darah tinggi dadakan. Xiaojun akhirnya mau tidak mau menarik badan bongsor Lucas menjauh dari sana.

Lucas protes, bertanya apakah Xiaojun tidak penasaran kalau terjadi sesuatu sampai Hendery bolos tetapi Xiaojun hanya diam dan mengelak ke hal lain.

Xiaojun mana mungkin tidak penasaran kemana absentnya Hendery pagi ini setelah dia tadi pagi melihat Hendery malah berputar arah dari gerbang sekolah, entah pergi ingin kemana.

Hari sabtu.

Setelah tiga hari berlalu dan tepatnya sudah seminggu, Xiaojun telah di lepaskan oleh Yangyang untuk di ajari. Yangyang bilang Xiaojun sudah lancar bermain skateboard. Yangyang sendiri juga heran karena Xiaojun sangat mudah untuk belajar, membuat Xiaojun sedikit berbangga diri untuk hal itu.

Xiaojun duduk di kursi taman dengan sebotol air mineral dingin, Yangyang juga duduk disebelahnya. Kedua terdiam tanpa berbicara, Xiaojun sendiri kelelahan karena bolak-balik latihan dibawah pengawasan ketat Yangyang terlalu enggan membuka suara. Menurutnya Yangyang juga enggan mengobrol dan memilih menikmati suasana bisu mereka.

Xiaojun juga tidak menanyakan perihal Hendery yang tidak biasanya absent saat Xiaojun latihan. Sejak tiga hari yang lalu, setelah mengantar Xiaojun pulang, jujur saja Hendery seperti menghilang entah kemana. Bahkan datang bekerja pun tidak, kata kak Johnny Hendery sudah mengambil cuti yang bahkan Xiaojun tidak tahu.

Hendery tidak biasanya mengabari -sesaat Xiaojun bergeming. Kenapa dia berpikir Hendery terlihat aneh karena tidak mengabarinya, padahal itu haknya dia tidak ingin memberitahunya. Kenapa aku malah merasa sedih?

Memang aneh, toh kemarin dia malah membiarkan Hendery pergi begitu saja tanpa berani menyapa dan menanyakannya. Xiaojun tidak tahu kenapa dia merasa bersalah.

"Hendery membolos." semenit tanpa suara, tiba-tiba Yangyang berkata seperti itu.

Xiaojun kaget, "hah? Bolos? Tahu dari mana kamu?"

Yangyang meliriknya dengan senyum masam lalu menunjukkan sebuah foto yang dikirim melalui aplikasi chat. Ada sebuah foto Hendery yang memelet lidah kearah kamera dan latar fotonya dia seperti berada di arcade.

Setelah foto, dibawah ada gelembung chat berisi 'sst, jangan beritahu Xiaojun ya'.

"Tiga hari ini dia kesana terus." ucap Yangyang lagi. Mengantongi ponselnya lagi sebelum Xiaojun melihat isi chatnya.

"Hah? Kalau begitu kenapa kamu baru bilang sekarang?"

"Aku tidak tahu kalau kamu sebegitu kangennya dengannya, makanya aku baru bilang sekarang."

"Siapa yang kangen padanya?!"

"Ck, sudahlah. Aku hanya menggodamu, tidak perlu sampai merona begitu." Yangyang menyeringai tipis. Xiaojun jengkel tapi tidak sampai hati menyumpal mulut anak ini dengan kaos kakinya.

Xiaojun hanya bisa mencak-mencak dan Yangyang tertawa kecil di sebelahnya.

Xiaojun mendengus untuk sekian kalinya, mengontrol marahnya lalu bertanya, "kalian sudah baikan? Syukurlah,"

"Hump, begitulah. Kalau Hendery bilang aku anak egois memang benar tapi aku tetap akan membalasnya dengan bogemku kapan-kapan." ucap Yangyang sinis, seolah dia ini anak domba yang mengangkat dagunya dengan angkuh. Alasan keduanya bersitegang beberapa hari lalu masih menjadi tanda tanya untuk Xiaojun, tetapi melihat Yangyang seperti tidak ingin membahas tentang kejadian tempo lalu Xiaojun memilih diam.

Xiaojun menatap Yangyang sekilas lalu mengalihkan pandangannya kearah arena khusus pemain skateboard yang kosong, di lubuk hatinya dia ingin tahu sedikit soal Hendery dari Yangyang, terutama alasan Hendery menjadi sedikit murung beberapa hari terakhir.

Tapi Xiaojun sendiri tidak tahu seberapa dekat kedua saudara sepupu itu. Terlebih lagi, Xiaojun seharusnya tidak harus terlalu banyak tahu soal Hendery kalau bukan anak itu sendiri yang mengatakannya.

Yangyang melirik Xiaojun yang termenung, menarik senyum tipis di bibir cherrynya seolah dia mengetahui apa yang anak Xiao itu pikirkan.

"Tapi ya, Xiaojun," tiba-tiba Yangyang merubah nada bicaranya dan seketika atmosfer juga berubah.

"Kulihat Hendery -ah tidak, Hendery sepertinya sangat percaya padamu. Aku pikir begitu karena aku sudah bersama dengannya dari kecil. Kuharap kamu bisa mempercayainya juga."

Xiaojun menatap Yangyang dengan tatapan bingung, mencoba memahami maksud dari ucapan Yangyang. Xiaojun terdiam lalu menunduk kearah aspal.

"Xiaojun, kamu suka dengan Hendery?" ?!

"A-ap -apa yang kamu bicarakan?!" Xiaojun diserang kepanikan tapi segera di tutupi dengan dengusan kesal. "Tapi kalau kamu mau tau jawabannya, jawabannya aku tidak suka padanya. Hendery itu menyebalkan, jahil dan suka meledekku. Mentang-mentang badannya lebih tinggi lima senti, cih."

Maksud dari suka meledek itu hanya kebiasaan Hendery yang menyebutnya dengan xiao-dinosaur dan terkadang panggilan yang 'tidak wajar' untuk sekelas teman. Read : sayang.

"Oh.." Yangyang mengangguk paham dengan wajah tertarik ingin mengungkap sesuatu. "Kalau begitu, kamu suka dengan Guanheng?"

Xiaojun mencebik kesal. Apa bedanya Hendery dan Guanheng. Kalau hanya membedakan nama ya jelas beda tapi -Xiaojun seketika terdiam, seolah seperti ada bom waktu yang menghentikannya. Dia seperti mendapat kilasan balik ingatan tentang Hendery yang baik padanya, tersenyum manis padanya dan pernah memeluknya dengan lembut.

"Gotcha." Yangyang menyeringai tipis saat menemukan setitik merah dipipi Xiaojun makin pekat hingga ketelinga.

"Hah?!" Xiaojun menutup mulutnya dan menatap galak ke Yangyang, "ja-JANGAN SALAH PAHAM! ASTAGA!"

"Oke, aku akui aku menyukainya! Suka berarti dia benar-benar pria yang baik dan humoris. Siapa yang tidak suka berteman dengannya? Berhenti membuat semuanya jadi bertolak belakang, Yangyang." Xiaojun mencak-mencak dengan air liur yang meluap-luap, Yangyang sampai menutupi wajahnya menghindari hujan buatan dari Xiaojun. Xiaojun menggeram kesal karena tidak bisa menahan emosinya sendiri, apalagi dirinya kembali teringat ucapan 'aku menyukaimu' dari Hendery tempo lalu.

Mengingat hal itu membuat Xiaojun kembali murung. Hendery bilang suka padanya tetapi sebagai teman ...kan? Hanya sebatas itu, kan?

Yangyang yang peka melihat setitik perubahan pada tatapan Xiaojun memilih mengabaikannya, lalu berdiri di hadapan Xiaojun yang secara tak langsung membelakangi cahaya senja sore hari.

"Nonesense, itu kamu sendiri yang membuatnya bertolak belakang dengan pipi meronamu itu?" Yangyang lagi-lagi dengan sikap congkak dombanya itu.

"Kamu-"

"Sudahlah, abaikan saja. Aku hanya bertanya kamu menyukainya, tinggal kamu jawab ya atau tidak. Ribet sekali, humph!" Yangyang meniru cara Xiaojun mendengus dan membuat Xiaojun makin murka setelah mendengar cara bicara anak ini semakin menyebalkan.

Xiaojun tidak tahu kenapa waktu itu terasa sangat cepat. Mungkin karena mereka menghabiskan sisa waktu dengan berdebat tidak berguna. Taklama Yangyang pamit pulang karena harus berangkat les. Sebelum menjauh dengan skateboard orangenya, pemuda Liu itu tersenyum dan melambaikan tangan kearah Xiaojun, lalu meninggalkan kata-kata 'Tolong jaga, sepupuku ya' dengan senyuman manisnya.

Xiaojun mengingatnya dengan jelas. Mendecih pelan lalu menatap sendu kearah matahari terbit yang terhalang bangunan perumahan.

"Ck, apa-apaan itu."

Keesokkan harinya.

Hari minggu berlalu begitu saja dan tidak terasa sudah hari senin. Xiaojun mendorong kakinya untuk menambah laju skateboardnya yang bergulir di jalanan umum. Sudah mendapatkan pengakuan dirinya sudah bisa mengendarai skateboard membuatnya memilih mempergunakan skateboard dengan percaya diri untuk pertama kalinya.

Xiaojun tertawa pelan, dia ingin melihat seperti apa reaksi orang-orang kalau orang keren di antara mereka bertambah.

Xiaojun sampai di sekolah, dia melihat koridor sekolah yang tergolong yang masih sepi membuat dirinya kecewa karena kurang mendapatkan perhatian dari murid perempuan.

"Hendery saja bisa melakukannya, maka aku juga bisa!" seru Xiaojun di dalam hatinya. Dia sekiranya ingin mendapatkan tatapan kagum dan terpesona, apalagi dari adik tingkat yang gampang termakan pesona kakak kelas. Jadi Xiaojun nekat mengulur waktu untuk masuk ke kelas dan taklama setelah berputar-putar lingkungan sekolah dia melihat keadaan mulai ramai.

Xiaojun pun melancarkan aksinya, dia hanya melewati koridor adik kelas lalu berlanjut ke arah lorong dimana kelasnya berada. Tidak jauh tapi sudah cukup memamerkan dirinya yang baru. Secara dia pasti di kenal banyak orang karena Hendery si anak terkenal itu selalu mengelilinginya seperti lalat.

Apa yang Xiaojun inginkan terwujud. Dia melihat tatapan seolah berkata 'WOW!' datang dari murid perempuan sampai dia mendengar bisikan.

"Eh, senior Xiao punya skateboard juga? Apa dia belajar dari kakak Hendery?"

"Waaaa, baik banget kakak Hendery. Aku juga ingin jadi muridnya."

"Aku juga ingin..."

SIALAN!

"Akan kubalas Hendery itu. Anggap saja sebagai pembalasan karena dia menghilang tanpa kabar." gerutu Xiaojun dengan suara kecil. Tapi dari sisi sampingnya dia mendapatkan tepukan kecil di bahunya.

"Waaaah, kakak Xiaojun tampan sekali dengan skateboardnyaaa~ so cool, kakoiii, yabaiii aaaaaaaaaku suka !" tiba-tiba terdengar ocehan dengan suara berat. Lucas, kah? Pikirnya. Tidak, suara ini bukan suara Lucas walau sama-sama berat. Tentu saja Xiaojun tidak berharap itu Lucas, dia berharap pemilik suara ini adalah milik orang yang sudah menghilang beberapa hari ini.

Xiaojun menoleh kebelakang, "Hendery...?"

Wajah Hendery yang muncul dalam pandangannya dengan wajah yang kelihatan baik-baik saja tanpa lecet sedikitpun. Bahkan anak itu masih bisa tersenyum menyebalkan dengan jahil.

"Hehehe," kekeh Hendery.

Xiaojun mendengarnya spontan merasakan urat nadinya terpompa emosi dan tanpa aba-aba mengayunkan tanganya ingin menjitak Hendery.

"Apa maksud hehehe-mu, HAH?!"

"Eiiii, meleset. Hahahaha!" dengan lincah Hendery menghindari tangan Xiaojun. Hendery dengan tertawa senang lalu kabur dari jangkuan Xiaojun.

"Jangan lari!" teriak Xiaojun.

"Kamu juga jangan mengejar, hahahaha!" Hendery meledek Xiaojun tapi tidak dipungkiri dibalik tawa senangnya ada detak jantung berdetak panik di kejar begini.

"Sebaiknya kamu yang jangan berlarian di koridor, murid Huang! YAK MURID XIAO DARIMANA KAMU DAPAT IJIN BERMAIN SKATEBOARD?!" menyela kesenangan mereka, seorang guru dengan tatapan dingin menghadang mereka dengan badan tegapnya. Auranya yang seperti memiliki kekuatan dewa geo yang kuat membuat Xiaojun dan Hendery bungkam seketika.

"Pak Zhao Zhongli?!"

"Zhongli-laoshi?" Hendery terkesiap begitu juga Xiaojun yang pertama kali di tegur begini. Hendery sergap menggenggam tangan Xiaojun dan berkata, "LARIII!"

"KALIAN BERDUAAAA!"

Xiaojun terduduk lemas di kursinya. Dihadapannya dia suguhi pelajaran kimia yang membuatnya pusing setelah di marahi oleh Zhongli-laoshi. Ini pertama kalinya dia kepergok begitu dan lari dari kejarannya, itu juga karena Hendery yang berulah padanya.

Xiaojun yang teringat sesuatu mulai tersenyum tipis, dia senang karena Hendery kembali bersekolah. Xiaojun tidak bisa bohong kalau dia lega karena Hendery baik-baik saja. Xiaojun tidak mau pemikiran hal negatif kalau Hendery memiliki masalah keluarga dan akhirnya membolos karena hal itu menjadi kenyataan.

Tidak, tidak, tidak. Walau Xiaojun selalu marah-marah pada Hendery tetapi kalau ternyata Hendery kesulitan dengan keluarganya maka Xiaojun juga berempati. Dia tahu keluarga adalah segalanya. Kamu akan goyah atau saja bisa tumbang jika keluargamu tidak baik-baik saja.

"Aiyo, tapi tetap saja aku nanti di hukum, hnnng." Xiaojun kembali lemas saat mengingat hukumannya akan berjalan sepulang sekolah nanti. Guru Zhongli memang guru yang ketat akan peraturan tetapi dia tidak akan langsung saat itu juga memberi hukuman, seperti memungut sampah atau berdiri dilapangan. Guru itu lebih suka jika murid bermasalah itu menyelesaikan belajarnya lalu menghukumnya setelah jam sekolah usai. Maka kamu akan pulang larut daripada biasanya.

Xiaojun mendengus lelah. Untung ini hari senin, dia memiliki waktu sebelum jam kerja di mulai.

Lamunan Xiaojun di intrupsi oleh deheman menganggu dari pria yang sedang mengajar, menatap Xiaojun dari kacamata yang dia turunkan sedikit.

"Murid Xiao, apa kamu tidak sabar menunggu hukuman sepulang sekolahmu, hm?" tegur guru Kimia, guru Childe sambil menaikkan kacamatanya dengan tatapan datar ke Xiaojun yang tidak fokus pada kelasnya.

"Atau kamu tidak sabar berkencan dengan hukumanmu bersama Hendery, hah?" ucapnya lagi dengan sarkas. Sontak mengundang tawa satu kelas. Sampai ada yang menyahut 'itu bukannya guru Childe yang ingin berkencan dengan guru Zhongli?'

Xiaojun menciutkan badannya. Dia menjadi demam panggung karena menjadi pusat perhatian apalagi menjadi bahan tertawaan. Membuatnya kembali teringat soal dia berteriak di depan gerbang. Ugh~

Kemana semangat pamer pesona skateboardmu, Xiao Dejun?!

Xiaojun mengambil tasnya di kelasnya yang sepi. Suasana kelas menjadi agak menyeramkan ditambah cahaya matahari sore. Karena hukumannya sudah selesai -merapikan buku-buku di perpustakaan, kalau Hendery membersihkan toilet- Xiaojun bisa langsung pulang.

Tapi saat Xiaojun melewati ruangan gudang penyimpanan barang kebersihan, dia mendengar suara percakapan. Suara itu tidaklah nyaring tapi cukup jelas karena koridor sangat sepi. Agak mencekam sebenarnya tapi sepertinya Xiaojun kenal suara ini. Ini seperti suara siswi yang sering berkeliaran di sekitar Hendery. Entahlah siapa namanya, tapi jelas gadis itu sering berada di sekitar Hendery.

"... Hendery itu anak orang kaya bukan, ah-Jiao? Apa kamu mendekatinya karena itu?" suara dari gadis lain terdengar dengan suara khas bergosip. Dijawab dengan cekikikan oleh suara gadis yang agak familiar untuk Xiaojun.

"Jelaslah. Belum lagi dia pria yang tampan dan kaya. Bisa kamu bayangkan seperti apa hidupmu jika bersanding dengannya?" ucapnya dengan nada congkak.

Terdengar hanya ada dua orang di dalam ruangan dan Xiaojun tidak tahu satunya siapa lagi tetapi jelas yang berkata dengan tidak tahu malu itu gadis yang sering bersama Hendery itu biasa di panggil ah-Jiao, atau namanya Jiao Mei. Mereka berdua tertawa cekikikan dan suara mereka mulai tidak terdengar jelas.

Tapi ini pertama kalinya Xiaojun mengetahui latar belakang Hendery yang nyatanya dia anak orang kaya. Lalu buat apa dia bekerja sampingan di toko kak Johnny? Apa ingin mengambil gelar orang kaya gabut?

Xiaojun yang makin penasaran mengendap-endap mendekat ke balik pintu dan mendengarkan percakapan mereka lagi.

"...Tapi Kunhang itu anak yang susah diatur kata ayahnya. Dia tidak mau menuruti kemauan orang tuanya dan memilih berkeliaran dengan sekumpulan anak yang maniak skateboard itu. Ah! Kalau saja posisi ayahku lebih tinggi agar bisa bersanding dengan tuan Wong, maka aku bisa mendekati Kunhang." kata Jiao Mei.

"Kudengar orang tua Kunhang adalah pemilik perusahaan besar di Macau. Mereka bahkan punya banyak rumah di sini, belum lagi di kota lain. Dan lagi, Kunhang sudah di cap sebagai pemilik usaha properti seharga milyaran yuan milik kedua orang tuanya. Aiyo, pasti hidupnya makmur sekali." balas gadis satunya lagi.

"Diatas kata makmur. Bergelimang harta!"

Xiaojun hanya bisa menahan emosi mendengar ucapan memalukan kedua gadis di dalam sana. Hanya tahu harta, matre. Xiaojun tidak habis pikir jika Hendery benar-benar berkencan dengan hyena betina itu. Tapi Xiaojun masih bingung, siapa yang mereka bicarakan ini?

Diawal Jiao Mei itu berkata dia ingin mendekati Hendery tetapi pembicaraan selanjutnya dia malah ingin mendekati pemuda dengan nama Kunhang. Siapa lagi Kunhang itu? Apa gadis ini mengincar dua anak kaya raya yang berbeda atau bagaimana?

Apa itu Hendery? Tapi yang Xiaojun tahu nama china Hendery adalah Huang Guanheng. Bukan Wong Kunhang. Siapa lagi anak kaya raya Kunhang itu?

Xiaojun bodo amat. Dia mendengus kesal dan pergi dari sana sebelum dia merasa muak mendengar pembicaraan menggelikan dari gadis matre.

Langkah kakinya buru-buru melewati setiap ruangan yang gelap karena Xiaojun sudah mulai takut dengan suasana sepinya. Tapi di ujung lorong, di dekat keran Xiaojun melihat Hendery sedang membuang air dari ember.

Xiaojun yang tanpa pikir panjang menghampiri Hendery.

"Hendery!" merasa namanya di panggil dengan suara familiar membuatnya menoleh dengan wajah senang.

"Oh? Xiaojun~ kenapa kamu belum pulang?"

"Ini baru mau pulang. Kamu kenapa masih bersih-bersih? Apa belum selesai?" Xiaojun menunjuk ember yang tengah diisi air. Hendery tersenyum tipis dan menatap Xiaojun lembut.

"Ouw, terimakasih perhatiannya, Xiaojun. Tapi tugas bersihin toilet sudah ku selesaikan, kalau ini aku mendapatkannya dari temanku sebagai sanksi karena aku jarang piket." ucap Hendery sedih, ditambah dengan bibir manyun.

"Oh, begitu." Xiaojun mengangguk paham lalu terdiam. Bungkam disana, berdua, terjebak oleh kesunyian.

Xiaojun diam-diam memerhatikan Hendery yang menatap kosong ke ember yang lagi diisi dan fokus ke tangan Hendery di dekat pergelangan terdapat garis-garis merah seperti bekas pukulan.

"Hm? Ada apa lagi? Kalau kamu tidak segera, nanti telat ke toko loh?" tanya Hendery keheranan karena Xiaojun tidak juga beranjak dari tempatnya. Xiaojun terkesiap.

Xiaojun membalas dengan menatap heran ke Hendery. "Kamu sendiri tidak takut telat juga? Tidak pergi kerja?"

"Eh? Aku masih ambil cuti, hehehe. Jadi kamu masih kerja sendiri deh." Hendery mengibas tangannya lembut, "ayo sana, nanti di tegur kak Johnny loh."

"Aku ada skateboard, jadi aku tidak takut telat."

Hendery terdiam, ember di bawah keran mulai penuh diisi air tetapi Hendery belum menutup kerannya. Sampai Xiaojun memberitahu embernya penuh, Hendery baru menutup kerannya dengan senyum canggung.

"Xiaojun, kenapa kamu ingin belajar naik skateboard?" tanya Hendery setelah jeda panjang.

"Kenapa memang? Bukannya aku sudah bilang?" jawab Xiaojun dengan raut bingung dan tidak yakin sebenarnya dengan jawabannya. Xiaojun sudah mengatakan alasannya ingin bermain skateboard itu karena dia ingin memiliki waktu yang efisien untuk dia atur. Tapi disisi lain Xiaojun tertarik bermain skateboard juga karena Hendery sendiri, tapi Xiaojun tidak mau bilang untuk hal ini ke siapapun.

Hendery masih menunduk menatap ember yang penuh, melihat sekumpulan air yang mendapatkan titik jenuh mereka di pinggiran ember.

"Kamu akan banyak dapat luka dari itu, Xiaojun." ucap Hendery dengan suara sendu.

"Huh?" Xiaojun memicingkan matanya keheranan. Hendery berdiri menghadap Xiaojun.

"Luka, Xiaojun. Terluka. Kamu bisa saja jatuh, atau paling buruk tulangmu patah."

Xiaojun masih terdiam dengan wajah bingung yang kian detiknya mulai mengkerut tidak senang. Setelah dia jatuh nyungsep dan bangun untuk berlatih skateboard, Xiaojun sudah mendapatkan luka yang cukup banyak walau cuman goresan kecil. Ibunya bahkan makin khawatir dan membelikan alat keselamatan dan dari semua itu baru sekarang Hendery memperingatinya soal cedera saat bermain skateboard? !?

Demi kaki raja kepiting! Hendery kenapa menjadi mengesalkan begini?

"Aku tahu konsekuensinya, Hendery. Seorang lelaki tidak masalah mendapatkan bekas luka, itu akan menjadi penghargaan untuknya!"

Xiaojun mengatakan itu dengan bangga, seperti itu mendiang ayahnya katakan. Ayahnya pernah bilang kalau lelaki yang berani mengambil resiko walau harus mendapatkan banyak luka, karena untuk mencapai puncak akan ada banyak rintangan, kamu tidak boleh berhenti hanya karena hal itu. Mungkin akan terasa sakit dan membekas selamanya tetapi kita bisa mengingat kembali perjuangan yang kita raih. Itulah yang ayah Xiaojun ajarkan dari kecil, Xiaojun tidak akan melupakan hal itu selamanya.

Tapi Xiaojun sepertinya tidak seharusnya berkata seperti itu pada Hendery, dari apa yang Hendery katakan tidak seperti yang dia pikirkan. Sekilas, tatapan Hendery terlihat berawan sendu. Kenapa? Apa ada yang salah?

"Siapa yang bilang begitu, kekanakkan sekali."

"Ayahku, kenapa?"

Hendery tertawa lepas, lebih seperti suara tawa yang sumbang daripada tawanya yang biasanya. "Khas Xiaojun sekali, seperti bocah."

Xiaojun tanpa sadar napasnya tercekat, walau tidak kentara perbedaan tapi cara tertawa Hendery seperti mencekiknya. Dia tidak suka dengan suara tawa Hendery yang seperti ini.

Xiaojun akhirnya berjalan sendirian menuju tempat kerjanya, sebenarnya dia tidak jalan kaki tetapi menaiki skateboard hijaunya yang dia beli dari Yangyang. Dia membeli papan ini juga karena Hendery yang membuat Xiaojun ingin belajar naik skateboard.

Mengingat kejadian beberapa waktu lalu saat Hendery yang bertingkah aneh dan seolah melarangnya bermain skateboard lagi.

"Aku begini karena dia juga, terus kenapa dengan dia itu sih?" gerutu Xiaojun sambil menghentakkan tangannya.

Padahal Xiaojun masih memiliki banyak pertanyaan yang ingin dia tanyakan, soal kemana perginya Hendery sampai membolos dan cuti kerja dan juga ingin menanyakan apa yang terjadi pada dia. Apa ada yang menganggunya?

Xiaojun mengerutkan bibirnya, dia ragu. Xiaojun tidak ingin ini semua berakhir seperti ayahnya. Xiaojun tidak banyak bericara pada ayahnya sebelum akhirnya dua tahun lalu ayahnya mengalami kecelakaan tunggal. Itu benar-benar hari yang berat untuk Xiaojun. Tapi Xiaojun beruntung memiliki ibu yang kuat yang bisa menerima musibah ini dan menjadi penopang untuk Xiaojun agar dia bisa kembali berdiri untuk diri sendiri.

Xiaojun ingin menyampaikan banyak hal pada ayahnya tapi itu semua tidak akan tersampaikan, seberapa banyak dia ucapkan di hadapan makam ayahnya, itu tidak akan pernah cukup untuk Xiaojun. Hendery seharusnya bersyukur jika dia masih memiliki kedua orang tuanya. Apa yang membuat anak itu menjadi begitu berbeda?

Xiaojun jujur tidak tahu banyak soal Hendery tetapi sekarang ini, Xiaojun tidak bisa mempungkiri jika dia iri dengan Hendery. Dia masih punya segalanya dan tidak akan kekurangan sedikitpun. Xiaojun kesal, kenapa dia tidak bernasib seperti Hendery?

"Sial..." Xiaojun benci ini. Xiaojun benci jika dirinya mulai membenci dan merasa dengki pada sesuatu.

Padahal dia anak yang memiliki segalanya, apa yang membuatnya seperti begitu menderita akhir-akhir ini? Apa uang jajan ratusan yuan yang bisa dia dapatkan dari ibu ayahnya habis?... Begitukah?

Apa Xiaojun bisa berpikir egois, kalaupun Hendery memiliki orang tua yang galak tetapi dia masih dipenuhi secara materi, kan? Apa yang kurang dari itu semua?

Xiaojun marah pada berubah sikap Hendery dan dia juga kesal dengan nasib yang Hendery punya.

Keesokan harinya Hendery sudah mulai masuk kerja tetapi suasana toko hari ini sangat-sangat canggung. Johnny yang biasa lebih sering menghabiskan waktu di ruangannya merasakan atmosfer mencekam dari luar, Johnny paham dengan kondisi saat ini tapi tidak tahu apa yang membuat duo pegawainya yang biasa membuat keributan ini saling diam.

Johnny hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk pasangan itu, Johnny tidak mau mencampuri urusan pribadi mereke tetapi Johnny tahu latar belakang Hendery dari Yangyang dan Xiaojun dari nyonya Xiao yang biasa dia temui jika belanja di toko kelontong. Johhny hanya menduga penyebab-penyebabnya tetapi dia memilih ambil jalur aman.

Xiaojun membereskan peralatan yang berantakan dan Hendery di pojok memegang sapu menatap bingung ke Xiaojun yang mendiaminya.

"Xiaojun?" panggil Hendery dengan wajah was-was.

"Hm?"

Hendery terkesiap, bahkan hanya dengan gumaman suaranya terdengar dingin membuatnya menciut.

"Itu... Em... Apronmu terbalik...?" Hendery menatap apron ungu yang Xiaojun kenakan memang terbalik dan Xiaojun baru menyadarinya, menanggapinya dalam diam dan memasangnya dengan benar lagi.

Hendery murung, Xiaojun saja tidak sampai terlonjak malu dan mengomel seperti biasanya. Hendery yang tidak nyaman mulai risih dengan suasana mereka berdua. Tapi dia tidak mau menganggu Xiaojun yang bergulat dengan masalahnya sendiri. Jadi Hendery harus tahan dengan kondisi mereka sekarang sampai Xiaojun mulai membaik.

Lusa berikutnya keadaan keduanya masih belum dikatakan membaik. Bahkan Hendery mulai ikut diam dengan wajah dingin dan Xiaojun masih tidak mau peduli soal itu.

Padahal Xiaojun sendiri mulai khawatir dan bertanya apakah dirinya berlebihan dengan emosinya. Hendery tidak salah apa-apa padanya tetapi tetap saja, egonya mengatakan dirinya marah karena rasa iri akan nasib Hendery yang beruntung. Itu saja.

Hari itu Johnny menutup toko sementara waktu karena dia akan pergi keluar kota untuk mengurus urusan pribadinya jadi Xiaojun dan Hendery otomatis diliburkan. Xiaojun yang hari itu tidak memiliki kegiatan ekstrakulikuler memilih pulang tetapi tidak langsung kerumah. Dia berjalan ke arah sebaliknya, memilih jalan memutar agar dia bisa mendapatkan banyak waktu di jalan.

Tapi karena Xiaojun terlalu banyak melamun, dia tersadar jika dia terlalu lambat berjalan dan langit mulai gelap, ditambah cuaca mendung dengan gumpalan awan gelap.

Saat Xiaojun berhenti mendorong skateboardnya ditengah jalan, menoleh kekanan tak diduga mata Xiaojun menatap Hendery yang kebetulan ada disana. Xiaojun tercekat sesaat, bingung bereaksi seperti apa mengingat kecanggungan mereka sebelumnya.

Tapi sebelum Xiaojun memulai, Hendery berkata, "kenapa kamu lewat sini, Xiaojun?"

"Aku ingin jalan-jalan sebentar sebelum pulang. Kalau kamu?"

Hendery tersenyum, "ini jalan biasa aku lewati kalau pulang." dia berjalan mendekati Xiaojun. "Mau kuantar pulang, kamu familiar dengan jalan daerah sini?"

Xiaojun, "tidak usah, aku sudah familiar dengan daerah sini."

"Oh, begitu. Baiklah."

Hening.

Xiaojun berteriak murka dalam hatinya melihat kecanggungangan ini. Rasanya sangat menggelikan dan membuatnya makin kesal. Hendery sendiri merasa sedih karena mereka menjadi seperti orang asing.

"Kalau gitu, aku pulang duluan ya Xiaojun. Dah-"

"Tunggu, kamu pulang kearah mana?"

Hendery bingung dengan pertanyaan tiba-tiba Xiaojun tetapi dia tetap menunjuk kearah tujuannya.

"Yasudah, karena masih belum ingin pulang lebih cepat. Aku akan mengantarmu pulang, Hendery!"

"Eh? Tiba-tiba sekali, Jun?"

"Ya anggap saja balas budi karena kamu sering mengantarku pulang, kamu sendiri juga harus berputar arah karena arah jalan rumah kita berlawanan, kan? Ayo!" Xiaojun mengajak Hendery dengan gugup. Entah kenapa dimatanya Hendery seperti tidak senang kalau dia antar pulang.

"Masih jauh?" tanya Xiaojun setelah merasa mereka sudah berjalan cukup jauh. Kakinya mulai pegal karena dia memilih jalan kaki karena Hendery tidak membawa skateboardnya hari ini.

"Ya, masih sekitar 5 kilometer lagi dari sini." jawab Hendery enteng.

"HAH? Jauh sekali? Kalau begitu, kamu mengantarku pulang sama saja kamu harus melewati 7 kilometer, Hendery?"

"Ya memang. Kenapa? Kamu mau pulang sekarang?"

"Tidaklah, aku akan mengantarmu sampai depan rumah!" Ucap Xiaojun keukeuh, "lagian, kenapa kamu tidak membawa skateboardmu?"

"..." Hendery bergeming untuk waktu yang lama. Dia hanya diam dan malah terlihat melamun. Sepertinya enggan menjawab pertanyaan Xiaojun. Xiaojun sendiri juga tidak mengubrisnya lagi.

"Hei, Hendery. Aku tahu kemana perginya kamu selama bolos 3 hari kemarin." Xiaojun memecah keheningan mereka. Hendery tertawa hambar disebelahnya.

"Aku juga tahu, Yangyang bilang padaku kalau dia sudah mengadu padamu. Anak itu memang benar-benar..." jawab Hendery dengan nada lesu.

"Kenapa kamu membolos?"

"Hanya ingin."

"Kenapa? Apa kamu punya masalah serius?"

"Tidak juga."

"Lalu kenapa?"

"Xiaojun, kamu banyak bertanya. Apa kamu ingin menguak sebuah misteri, hm?" Hendery menunjukkan ekspresi jahil tetapi tetap terlihat kosong karena mata Hendery jelas terlihat kosong.

Saat Xiaojun ingin berkata-kata lagi, suaranya terputus karena Hendery lebih dulu bersuara.

"Aku bolos karena aku punya masalah dengan ayahku. Aku tidak tahu harus bagaimana dan karena pelajaran hanya bikin aku sakit kepala jadi aku bolos. Tapi karena bolos, ibuku tahu soal itu dan berakhir ibuku juga marah padaku. Semuanya jadi rumit dan mengesalkan."

"Kenapa ayahmu, kalau kamu memiliki masalah kamu bisa berbicara pelan-pelan dengannya, kan?" Xiaojun mencoba untuk memberi solusi tetapi Hendery malah memberikan senyum remeh.

"Apa itu termasuk ajaran ayahmu, untuk bernegoisasi dengan kepala dingin?"

"I-iya..." Xiaojun menjawab dengan canggung. Dia tidak paham maksud Hendery, dia tidak biasa dengan nada bicara Hendery yang dingin itu.

Hendery menunduk, dia berhenti melangkahkan kakinya dan berdiri di tengah jalan yang sepi. Langit mulai menggelap dan angin mulai bertiup kencang.

"Pulanglah Xiaojun. Sebentar lagi hujan." Hendery menyuruh Xiaojun untuk tidak mengantarnya pulang lebih jauh lagi. Hendery mengerut alisnya pilu, dia mengatup giginya dan menggeram dengan suara rendah.

"Aku harap ayahku seperti ayahmu," mendengar ucapan Hendery yang masih bisa Xiaojun dengar ini membuatnya seketika naik pitam.

"Apa maksudmu berkata seperti itu, Hendery? Kamu ingin ayahmu mati seperti ayahku, hah?" teriak Xiaojun marah, ada selipan getaran di suaranya.

"Aku tidak bermaksud seperti itu tapi mungkin lebih baik kalau dia mat-"

Buagh!

"Hendery sialan! Aku mengerti kamu bermasalah dengan ayahmu tapi kamu tidak pantas berkata seperti itu!"

"...kenapa kamu memukulku...?" Hendery terhuyung merasakan pusing saat pipi kirinya terkena tonjokan Xiaojun. Ada rasa besi berkarat samar di mulutnya.

"Dengar! Seburuk apapun ayahmu dia tetap ayahmu. Kamu tidak akan seperti ini tanpa dia. Bagaimana bisa kamu mengharapkannya mati dengan mudahnya? Aku ingin ayahku masih ada di sisi kami tapi sekarang tidak mungkin bisa!" tuding Xiaojun tanpa pikir panjang.

"Kamu- kamu itu beruntung! Kamu masih punya segalanya tanpa capek berpikir untuk melanjutkan hari esok! Kamu kaya tapi kenapa kamu bekerja hah? Dan kamu Hendery, seharusnya kamu bersyukur karena ayahmu masih hidup-"

Xiaojun tidak menyelesaikan kalimat terakhirnya sebelum dua meringis kesakitan merasakan sakit di kepalanya dan punggungnya setelah menabrak dinding di belakangnya. Mata Xiaojun membola saat pandangannya bertemu dengan tatapan dingin Hendery yang menarik kerah seragamnya.

Hendery mendengus, "Dejun, kamu memang sama seperti segelintir orang di luar sana yang menganggapku anak beruntung yang lahir di keluarga kaya raya, kan?"

Xiaojun kini seperti kehilangan kekuatannya di kakinya, dia nyaris tidak bisa menopang bobot badannya sendiri. Dia hampir merosot jatuh kalau Hendery tidak mencengkram kerah Xiaojun.

Selain karena efek terkejut serangan dadakan yang dia terima, ini juga karena aura mengintimidasi dari Hendery yang menekannya. Tatapan yang seolah tanpa sisi manusiawi itu membuat Xiaojun membeku.

Xiaojun mencoba berpeganga pada tangan Hendery yang masih mencengkran kerahnya dengan kuat. Xiaojun bisa melihat luka-luka kecil di pergelangan Hendery yang seperti luka...cambukan rotan?

"Huh, mungkin aku seharusnya tidak terlahir sebagai anak mereka. Masih ada banyak anak yang memiliki sifat yang sama dengan mereka yang hanya memikirkan caranya memiliki banyak cuan dari bisnisnya. Aku tidak seperti itu! Kenapa harus aku yang berada diposisi ini? Kalau mereka ingin aku menjadi pewaris mereka seharusnya aku tidak diajarkan menjadi boneka mereka sendiri!"

"Kamu tahu apa, Xiao Dejun! Kamu tahu aku ini anak dari penguasaha terkenal yang blablabla hah? Aku berani bertaruh padamu, kamu tidak tahu apa yang mereka lakukan pada anak-anaknya? Apa kamu tahu? Apa kamu tahu perlakuan yang aku dapat dari orang tuaku? Bahkan kakakku saja pernah menghabisiku karena marah karena aku menolak dijadikan boneka oleh orang tuaku sendiri?!"

Xiaojun tidak berkutik lagi melihat amarah Hendery yang meluap-luap. Xiaojun bisa merasakan seberapa marahnya Hendery tapi dia masih tidak paham dengan posisinya.

"Maaf..." Cicit Hendery saat amarahnya mereda, dia melepaskan cengkramannya pada Xiaojun. Rintik hujan mulai jatuh dan makin deras, membuat mereka perlahan mulai basah kuyub. Tangan Hendery jatuh lemas ke sisi tubuhnya.

"Aku tahu aku salah pada orang tuaku sendiri. Tetapi satu-satunya aku bisa merasa hidup saat bermain skateboard, pemberian nenekku dulu, sudah di rampas oleh mereka. Semua kebahagiaanku sudah mereka rampas."

"Alasanku aku sangat senang dengan skateboard, aku bisa bebas. Tapi mereka sangat tidak menyetujuinya. Tapi mereka... Seolah tidak ingin aku bahagia, Jun."

"Aku sendiri tidak tahu kenapa kamu memilih bermain skateboard juga, Xiaojun. Kamu bisa terluka. Aku merasa senang tapi aku juga takut kalau kamu..."

"Sudah cukup, Hendery. Aku mau pulang."

Hati kecil Xiaojun sebenarnya sangat ingin jika Hendery merasa gusar, dia bisa datang padanya. Dia ingin bermain skateboard bersama, mengulang lagi jalan-jalan mereka tetapi mereka sama-sama dengan skateboard. Hendery bilang kalau skateboard adalah pemberian neneknya dan kebahagiaannya bukan? Kalau begitu kenapa Hendery menyerah sekarang?

Xiaojun kesal, padahal karena skateboard dia bisa dekat dengan Hendery, tetapi Hendery juga yang menyuruhnya berhenti. Bukankah itu sama saja Hendery menyuruhnya menjauh?

Xiaojun mengambil papannya dan bersiap pergi dari sana, tapi kakinya tergelincir dari atas deck skateboard dan jatuh. Hendery yang sigap menahan tubuh Xiaojun.

"Hati-hati, Xiaojun."

Xiaojun yang sudah menumpuk amarah dan rasa kecewanya karena sifat bertolak belakang Hendery sekarang ini. Padahal anak itu yang merecoki Xiaojun soal skateboard tapi kenapa Hendery begitu menyebalkan sekarang.

"Jangan membantuku!" Xiaojun menepis tangan Hendery. "Biarkan saja aku terluka, buat apa kamu peduli?"

"Itu karena aku menyukaimu. Aku takut kamu bisa terluka-" Hendery di dorong kasar oleh Xiaojun tetapi itu tidak sampai membuatnya tersungkur ke aspal yang basah.

"Jangan mengasihiniku karena hal itu!" Xiaojun mendorong Hendery lagi kali ini lebih kuat, membuat Hendery terdorong selangkah. Xiaojun mengatup bibirnya rapat-rapat, Jangan berpura-pura peduli dan mengatakan kamu menyukaiku lagi!

"Aku tidak! aku tidak pernah mengasihimu, aku tidak, Xiaojun!" Hendery bergumam tidak jelas, "aku mengasihini diriku sendiri. Aku menyedihkan,"

Xiaojun benci karena Hendery mengatakan kata suka dengan mudahnya, hanya karena dia senang berteman dengannya untuk apa Hendery berkata seperti itu. Xiaojun juga salah karena berharap. Xiaojun tidak tahu sejak kapan semua perasaan ini tumbuh tetapi semua itu juga dengan cepat hancur karena sikap Hendery yang berubah.

"...tapi aku jujur, aku sangat menyukaimu..."

"Persetan denganmu! Daripada mengurus perasaanmu itu, lebih baik urus kata-kata jahat yang kamu katakan untuk ayahmu!"

Hendery bungkam. Dia tidak mengerti karena Xiaojun sampai sekarang tidak mengerti juga dengan situasinya. Kenapa dia terus-menerus membawa masalahnya dengan ayahnya. Hendery yang sudah diluar kendali emosinya memilih melangkah mundur lebih jauh.

"Aku waktu itu salah karena berbohong, seharusnya aku lebih baik jujur padamu kalau aku sangat menyukaimu bukan sebagai teman biasa, Jun. Aku takut kamu benci padaku karena perasaanku ini," Hendery menatap dengan tatapan kecewa.

"Kamu ternyata tidak sebaik yang aku kira." setelah berkata seperti itu, Hendery pergi. Mendorong Xiaojun hingga menabrak dinding dibelakangnya lalu pergi menjauh.

Meninggalkan Xiaojun yang membeku ditempatnya setelah mendengar ucapan Hendery sebelumnya. Hendery menyukainya bukan sebagai teman saja? Bohong, kah?

"Aku memang tidak sebaik itu! Apa yang kamu harapkan dari orang asing sepertiku! Sialan!" teriak Xiaojun saat dia sadar, bajunya sudah benar-benar basah dan saking derasnya hujan tidak bisa memperlihatkan air mata yang mengalir dari pelupuknya.

Xiaojun jatuh terduduk diatas aspal yang basah oleh genangan air, menutup matanya yang terasa pedih.

"Hiks... sialan kamu, Hendery. Aku tidak bermaksud seperti itu... maaf." bisiknya yang tertelan suara hujan.

Xiaojun mengutuk hujan malam itu, mengutuk dirinya yang menghancurkan perasaannya sendiri.

tbc.

udah masuk awal konflik ^^

(7) Menyerah. . .?

Setelah kejadian di sore hari itu, Xiaojun sampai sekarang belum bisa mencerna apa yang terjadi pada dirinya dan Hendery.

Xiaojun pulang dengan keadaan basah kuyup, ibunya belum pulang. Rumah terlihat sepi dan gelap. Xiaojun menatap kesekelilingnya dengan pandangan kosong. Di pikirannya dia berkata ini bukan rumahnya, seharusnya ada ibunya yang menyambutnya dan ayahnya masih ada disisi mereka berdua. Bukan seperti ini, seharusnya bukan seperti ini.

Pertengkaran dirinya dan Hendery tadi sore juga seharusnya juga bukan seperti itu. Xiaojun tidak tahu kenapa dirinya begitu marah pada Hendery, Xiaojun juga tidak tahu apa yang membuat Hendery begitu terlihat jelas membatasi dirinya pada Xiaojun sekarang. Apa yang Xiaojun katakan pada Hendery tadi? Apa kata-kata yang menyinggungnya? Hendery tidak pernah menceritakan soal kehidupan pribadinya, begitu juga Xiaojun. Tapi melihat Hendery terdiam seolah memendamnya seorang diri membuat Xiaojun kesal, apa selama ini Xiaojun dia anggap apa?

Apalagi Hendery mengatakan soal perasaannya pada Xiaojun, tapi itu sekarang tidak berarti lagi. Hendery pasti membencinya, dan Xiaojun sepertinya berhasil menciptakan musuh di kehidupan barunya ini.

Kalau di pikir-pikir, Xiaojun dan Hendery memang tidak sedekat itu. Mereka hanya teman satu sekolah dan juga rekan kerja yang akrab saja.

Xiaojun mengusap wajahnya dengan gusar. Melepas sepatunya yang basah dan berjalan kekamar mandi, memasukkan semua bajunya ke mesin cuci dan membersihkan badannya sebelum dia masuk angin.

Malamnya saat Xiaojun menyiapkan makan malam, nyonya Xiao pulang.

"Waaa, hujannya deras sekali. Xiaojun, kamu tadi pulang kehujanan?" tanya ibunya saat melepas sepatu. Dia belum mendengar jawaban anaknya, matanya sudah tertuju pada sepasang sepatu sekolah anaknya yang basah kuyup. Kalau begini, dia sudah tahu jawabannya.

Taklama Xiaojun muncul dari lorong dapur.

"Tidak juga, aku berlari saat pulang. Dan mommy, kalau pulang lebih baik menyapa dulu."

"Ah, maaf. Ibu pulang."

Xiaojun mendengus pelan, "selamat datang, mom. Aku buatkan teh hangat untukmu," Xiaojun yang selesai menata meja makan, kembali ke dapur untuk membuatkan ibunya teh.

Nyonya Xiao meeletakkan tasnya di kursi, menatap masakan anak lelakinya yang kian hari semakin menggiurkan tampilannya. Lalu tatapan beralih ke Xiaojun yang menyeduh air panas. Xiaojun menyajikan teh gandum untuk ibunya dan keduanya langsung menyantap makan malam mereka yang agak sedikit terlambat dari biasanya.

Nyonya Xiao diam sambil memerhatikan wajah kuyu Xiaojun, ditambah pipi dan mata yang terlihat sembab.

Xiaojun yang sadar telah di perhatikan dengan intens oleh ibunya menatap ibunya.

"Kenapa mom?"

"Kamu sakit?"

"Tidak, hanya saja cuaca jadi turun drastis. Agak dingin tapi aku tidak apa-apa." Xiaojun meletakkan sumpitnya tanda dia sudah selesai makan.

Saat selesai makan malam, nyonya Xiao merasa yakin anak semata wayang ini tidak baik-baik saja. Tapi disisi lain dia juga tidak tahu apa yang membuat Xiaojun terlihat sedih.

"Nak, sini." panggil nyonya Xiao. Xiaojun memiringkan kepalanya bingung, dia baru saja ingin balik kekamar tapi ibunya dari dapur merentangkan kedua tangannya.

"Sini," tanpa menjawab apapun, Xiaojun terkejut saat ibunya menarik dirinya ke dalam dekapan hangatnya.

"Mom, kenapa?"

"Maaf," ucap ibunya dengan suara lirih. "Tapi mommy juga berterimakasih padamu karena menjadi anak mommy yang paling kuat."

"Ada apa, mom? Tidak biasanya kamu seperti ini?"

"Tidak apa, tapi sejujurnya mommy merasa sedih karena kamu harus sendirian dirumah tanpa disambut mommy."

"Bukankah sudah biasa aku seperti itu?" jawab Xiaojun, memaksakan tawa kecilnya.

Pandangan ibu Xiaojun menjadi sayu, "tapi kalau ayahmu ada, kita tidak akan seperti ini." Bisiknya pelan.

Xiaojun menunduk, dia ingin melepaskan tautan ibunya tapi ibunya masih menahan pelukannya. Makin memeluknya sangat erat tapi masih memberikan sisi lembutnya.

"Tapi walaupun ada atau tanpa dengan ayahmu, kita harus bisa bahagia, Xiaojun. Jangan terpuruk dengan masa ini, jangan juga memaksa banyak hal. Tidak semua berjalan sesuai mimpimu, tidak semua sama dengan apa yang kamu lihat. Bisa saja yang kamu lihat di depan mata indah, tapi di belakang itu sangat menyakitkan." Ucap ibunya dengan senyum tipis.

"Tapi intinya kita harus semangat!" Lanjut ibunya lagi dan akhirnya melepaskan pelukannya.

Xiaojun terdiam. Dia masih bingung dengan perkataan yang tiba-tiba keluar dari ibunya tetapi itu benar-benar menamparnya. Ibunya benar. Dia tidak boleh terpuruk hanya karena hidupnya yang sekarang berbeda dengan yang dulu. Dia masih ada ibunya disisinya.

Tapi kata-kata terakhir ibunya membuat Xiaojun kepikiran. Bisa saja yang kamu lihat di depan mata indah, tapi di belakang itu sangat menyakitkan. Entah kenapa hal ini mengingatkannya pada Hendery.

Apa yang Hendery rasakan saat ini?

Apa dia benar-benar tidak tahu sama sekali tentang Hendery? Apa yang dia katakan benar-benar menyakiti perasaan Hendery.

"Berarti disini aku yang jahat ya," gumam Xiaojun. Dia langsung membaringkan badannya di kasur dan jatuh tertidur dengan perasaan yang buruk.

Dengan pakaiannya basah kuyub, Hendery membuka pintu yang terlihat sedikit bobrok dan masuk kedalam sebuah ruangan kecil sekitar 4x4 meter. Hanya ada satu kasur kecil dan beberapa pakaian menggantung di dinding. Tidak ada banyak barang disana.

Hendery langsung melepas semua pakaian basahnya ke keranjang di sudut ruangan dan masuk ke kamar mandi. Setelah mandi dan berganti pakaian panjang, tanpa memperdulikan di luar masih rintik hujan walau tidak sederas sebelumnya, Hendery melangkah ke tangga yang mengarah ke rooftop dari flat usang tempat tinggal sementara miliknya ini.

Membuka pintu reyot dan jalan melewati genangan air di atap. Dari saku celananya dia mengeluarkan sekotak rokok dan korek api, menyalakan satu batang dan menghisap cerutu miliknya.

Hendery merasa dia menjadi semakin dan semakin buruk kalau merokok seperti ini tetapi disisi lain orang bilang disinilah dia bisa melampiaskan stressnya.

Hendery kalap. Beberapa hari ini dia sudah benar-benar di ujung tanduk keluarganya, dia bahkan sampai tidak bisa lepas dari kekecawaan ibunya hanya karena dia membolos sekolah.

Semuanya menjadi campur aduk dipikirannya, rasa marah dan sedih bercampur dan membuat pikiran tidak nyaman. Bahkan membuat isi perutnya seolah melilit merasakan betapa lelahnya dia dengan keluarganya.

Hendery berharap, dia tidak terlahir dari keluarga yang kini terikat darah dengannya. Mereka yang hanya memikirkan kekayaan dan harga diri yang terlalu tinggi, seakan-akan mereka harus ada di segala-segalanya. Mereka yang menuntut untuk sempurna dari yang sempurna. Mereka yang bahkan tidak segan menjadikan anak kandung mereka menjadi seperti boneka yang seolah mereka buat semata-mata untuk mewujudkan harapan mereka seorang diri. Tanpa mau menatap, boneka-boneka yang mereka buat itu juga ingin memiliki hidupnya sendiri dan impian mereka sendiri.

Tapi hidupnya seperti hunger games, siapa yang bertahan paling akhir merekalah yang menang. Hendery memiliki 3 saudari yang lebih tua darinya dan Hendery pikir mereka tidak menyukainya. Ketiganya awalnya hidup sama rata, sama-sama menyakitkan. Tetapi semenjak dirinya lahir, mereka berharap beban yang mereka pikul akan jatuh pada dirinya.

Hendery kembali berpikir, apakah dirinya terlalu bodoh karena menolak kekayaan yang dia dapat di depan mata? Apa susahnya menuruti keinginan orang tuanya? Berhenti menjadi tidak tahu diri.

Orang-orang berpikir dia tidak tahu diri, tapi Hendery juga ingin seperti orang lain. Orang-orang yang bisa mewujudkan impian mereka sendiri. Kenapa orang lain berpikir hidupnya itu enak hanya karena dia dari keluarga kaya raya?

Xiaojun juga, kenapa dia berpikir sama seperti mereka?

Hendery yang terus menghisap cerutunya dibuat terkejut saat batang rokoknya di rebut oleh seseorang, itu Lucas.

"Lucas..."

"Yo, berhenti merokok. Itu tidak baik, man." Tegur Lucas sambil menjatuhkan rokok Hendery yang masih separuh ke genangan air di dekat kakinya.

"Kenapa? Masalah seperti biasa? Berhentilah merokok kalau ada masalah, kamu sudah menghabiskan satu kotak kemarin." Nasihatnya lagi sambil menghela napas.

Hendery menggerutu, "satu kotak itu juga di bagi dua denganmu, kamu merokok pakai rokokku."

"Oh, benarkah? Kemarin itu rokokmu?" Ucap Lucas tanpa rasa bersalah dan Hendery tidak menggubrisnya lagi. Lucas menatap teman semasa kecilnya ini, dia sudah mengetahui latar belakang teman satunya ini bahkan dari akar-akarnya. Tetap saja membuat dia masih berpikir kalau hidup yang dijalani Hendery benar-benar rumit.

"Apa kamu masih belum pulang selama seminggu ini?" Tanya Lucas langsung, dia jujur saja sudah terbiasa dan bisa dibilang sudah hafal masalah yang dihadapi Hendery kalau itu menyangkut keluarga temannya itu.

Hendery mengangguk sambil menghela napas panjang. Tapi itu membuat Lucas merasa apa yang dipikirkan oleh Hendery sekarang ini bukan soal keluarganya lagi.

"Bung, apa kamu ada masalah dengan Xiaojun?" Tanya Lucas lagi

Hendery hampir melupakan fakta kalau temannya ini sangat to the point dan langsung menanyai spontan seperti itu membuatnya ingin mengalihkan pertanyaan Lucas. Hendery memilih menatap jauh ke arah langit malam yang kelam karena awan gelap, dia kembali mengingat kejadian beberapa jam lalu. Amarah yang mereda mulai meluap.

"Ya, bisa dibilang begitu." Jawab Hendery dengan nada gusar, "atau mungkin lebih buruk malah." Lanjutnya lagi.

"Maksudnya?"

"Kami berselisih soal keluargaku, dia bilang aku ini jahat kepada keluargaku sendiri. Aku jelas tidak terima, dia tidak tahu apa-apa, Cas." Cerita Hendery dengan suara pelan, tapi pandangannua menunjukkan dia menahan emosinya, "suasana jadi semakin buruk karena aku melarangnya untuk bermain skateboard. Kamu tahukan, ayahku benci kalau aku masih bermain dengan skateku..."

"Jadi kalau kamu melihat Xiaojun juga mulai sama menyukai skateboard sepertimu, itu malah membuatmu merasa... marah?" Lucas mencoba mencerna situasi sahabatnya ini.

"Bukan marah! Aku tidak marah, aku malah lebih khawatir nanti Xiaojun bisa terluka. Tapi dia tetap salah paham dengan maksudku," Hendery merapatkan bibirnya, mengatup gerahamnya kuat.

Lucas disampingnya tidak bisa untuk tidak mengerti maksud Hendery, maksud dari luka disini itu adalah bagian dari trauma Hendery dulu, dia sering mendapatkan hukuman karena dia masih bebal memainkan skate miliknya. Mungkin sekarang dia sudah kebal tapi Hendery malah mengkhawatirkan Xiaojun.

"Hendery, kamu dan Xiaojun bisa dekat karena hal kecil, itu karena kamu mengajarinya bermain skateboard. Xiaojun itu orang yang pengertian, mungkin dia salah paham karena perhatiannya seolah tidak dianggap olehmu dan merasa diasingkan karena kamu tiba-tiba melarangnya."

"Jadi aku yang salah ya?"

"Aiya, aku tidak berkata seperti itu, bodoh. Kamu tadi juga ada bilangkan, Xiaojun juga tidak mengetahui apapun soal dirimu dan seharusnya Xiaojun juga tidak bisa menghakimimu tanpa tahu alasannya. Jadi disini yang salah dan bodoh itu kalian berdua."

Hendery menatap jengkel Lucas, "kok kamu seperti cuman ingin menghinaku saja ya?"

"Aku tidak, tapi itu fakta. Itu sebabnya aku ada disini untuk menengahi kalian berdua." Lucas menepuk dadanya dan berlagak seperti pahlawan. Hendery hanya tersenyum, dia bersyukur memiliki teman seperti Lucas yang bisa dia andalkan.

Hendery akhirnya bisa menenangkan emosinya, dia harus memikirkan apa yang telah terjadi dan memilih jalan keluar sebelum semua menjadi semakin runyam. Belum masalah soal keluarnya di rumah selesai, sekarang masih ada Xiaojun yang membuat perasaannya campur aduk.

Tapi akan sedikit sulit karena Xiaojun sepertinya dibesarkan oleh keluarga yang benar-benar tahu tugasnya sebagai orang tua, tidak seperti dirinya. Hendery sekarang malah takut, apapun alasana yang dia berikan tidak berarti untuk Xiaojun dan masih menganggap dirinya yang bersalah disini.

"Ohya, Luc." Panggil Hendery tanpa menatap Lucas yang mulai kedinginan karena dia belum mengganti seragam sekolahnya.

"Hm?" Lucas menoleh ke Hendery yang tidak langsung melanjutkan ucapannya. Ada jeda cukup panjang dan Lucas sabar menunggunya walau tangannya hampir bergetar ingin menjitak pelipis Hendery.

Hendery membuka mulutnya dan dengan ragu berkata, "aku juga sempat menyatakan perasaanku pada Xiaojun."

"Ha?" Respon pertama Lucas.

"Aku nembak Xiaojun, Lucas. Nembak dia jadi pacarku tapi ditolak!" Ulang Hendery dengan wajah mengkerut tidak nyaman mengulang ucapannya karena respon lambat Lucas ini.

"Iya, aku mendengar dengan jelas, tadi aku cuman shock!" Protes balik Lucas karena Hendery berteriak di telinganya, "tapi kamu apa? Ditolak?"

"Ya."

"Pantas saja kamu ditolak kalau kamu nembak dia saat kalian lagi bertengkar," cibir Lucas, tapi saat melirik Hendery lagi ekspresinya itu terlihat antara sedih dan putus harapan. Lucas sudah sadar perasaan yang Hendery simpan untuk teman barunya itu tapi dia sendiri tidak menyangka kalau dia akan menyatakan secepat ini dan di momen yang sangat buruk. Lucas merasa prihatin.

"Aku cuman bilang saja," sergah Hendery sebelum Lucas membuka suara, "aku tidak meminta saran atau pertolongan apapun untuk yang ini, aku cuman curhat. Jadi tidak ada satupun rahasia yang kusimpan darimu lagi."

Setelah itu Hendery berbalik pergi, ingin balik ke kamarnya. Lucas menghentikannya sebelum Hendery menjauh. "Menyerah?" Katanya.

Hendery membalas tanpa berhenti berjalan, "aku tidak menyerah, tidak berjuang juga untuk perasaanku. Kalau cuman sampai disini, berarti semua selesai."

Lucas menoleh kebelakang menatap punggung Hendery yang sudah menghilang dari balik pintu, dia tersenyum tipis, lalu berbisik dengan suara pelan seolah dia berkata pada angin.

"Guanxiang, sudah kubilang jangan sok kuat."

tbc

(8) . . .Aku Menyukaimu

Xiaojun berangkat sekolah dengan wajah pucat dan lingkaran hitam di kantung matanya. Xiaojun tidak membawa skateboard untuk hari ini, bahkan saat dia melihat papan miliknya Xiaojun membuatnya teringat kejadian kemarin dan dia enggan membawanya.

Xiaojun masuk ke kelas dan duduk di kursinya lalu menenggelamkan wajahnya di lipatan tangannya.

Lucas yang juga baru datang menyapa Xiaojun, tapi tidak mendapat respon apapun. Tatapan Lucas menunjukkan tatapan prihatin karena dia sudah mengetahui masalah teman sekelasnya ini dengan sahabatnya.

Bel sekolah berbunyi. Selama di kelas Xiaojun lalui dengan konsentrasi yang kacau, dia hampir mengacaukan catatannya. Sama sekali tidak bersuara sekecil apapun sampai jam istirahat datang.

"Bro?" Panggil Lucas. Xiaojun masih bergeming. "Kamu tidak ke kantin?"

Xiaojun mengulum bibirnya. Dia awalnya sengaja tidak ingin merespon tapi dirinya merasa segan karena merasa tidak enak hati mengabaikan orang seramah Lucas.

Xiaojun mendongak, mencoba memberikan tersenyum tipis. Walaupun itu tetap tidak menunjukkan dirinya baik-baik saja.

"Tidak, aku tidak ingin ke kantin." balas Xiaojun dengan suara pelan.

Lucas melirik kearah lain lalu menatap Xiaojun lagi, "aku tidak yakin tapi kalau kamu tidak ingin ke kantin karena enggan ketemu Hendery, aku bisa jamin kamu tidak akan ketemu dia di sana."

Lucas dengan mulut licinnya membuat Xiaojun menatap Lucas dengan tatapan takut, ekspresi terancam terpancar di matanya dengan jelas.

Lucas, "maaf, tapi aku sudah tahu masalah kalian berdua."

'aku lupa kalau Lucas berteman dengan Hendery, dia pasti sudah tahu semua dan marah karena temannya aku perlakukan dengan buruk,' batin cemas Xiaojun.

Lucas menepuk bahu Xiaojun lalu kembali duduk di bangkunya. Xiaojun menolak berkontak mata dengan Lucas.

"Hendery bercerita semuanya padamu? Termasuk apa yang aku katakan padanya?"

"Iya, semuanya dan jujur saja aku sempat tidak terima perkataanmu pada Hendery, Xiaojun."

"M-maafkan aku,"

"Jangan minta maaf padaku, Xiaojun. Pergi dan temui langsung Hendery untuk minta maaf."

"Aku terlalu takut untuk menemuinya tapi aku benar-benar ingin meminta maaf."

Lucas menghela nafas pelan, "kamu merasa bersalah seperti ini karena kamu tidak tahu apa-apa soal Hendery. Aku bisa memahami itu. Memang tidak semudah itu untuk sharing masalah pribadi pada orang lain tapi kamu berharap Hendery berbagi cerita padamu dan ingin berguna untuknya, bukan?"

Xiaojun tidak menjawab atau memberikan tanggapan, namun di dalam benaknya dia membenarkan apa yang Lucas katakan. Xiaojun merasa diasingkan lagi karena dia masih dianggap orang lain oleh Hendery, tapi dia juga sama kan?

"Kalau kamu mau tahu, Hendery lahir dari keluarga... konglomerat. Ya, bergelimang harta tentu saja. Semua orang pasti merasa iri padanya dan berusaha mendekatinya hanya untuk keuntungan semata. Ini persis seperti kisah drama di televisi, hidup seorang bangsawan itu tidak semuanya seindah bayangan orang lain pikirkan. Kamu tahu, dirinya harus memakan semua cucian otak dan doktrin dari orang tuanya agar bisa menjadi sempurna dimata keluarganya. Sempurna adalah mutlak di keluarga Wong."

Keluarga Wong, di Macau mereka adalah jajaran keluarga konglomerat yang sangat berpengaruh di setiap bidang dan Hendery adalah bagian dari keluarga yang tidak bisa dibandingkan dengan Xiaojun. Xiaojun semakin sedih, hidupnya dan Hendery benar-benar berbeda.

"Xiaojun, kamu tumbuh dengan orang tua yang berbeda dengan Hendery. Hendery tidak bisa menerima semua hal yang dipaksakan pada dirinya. Dia tidak ingin menjadi pemberontak tapi disis lain itu menyiksanya. Ya kamu tahu, dia beberapa akhir ini sedang berselisih lagi dengan ayah dan ibunya, Hendery memang begitu dari dia sudah puber, mulai membuat masalah dengan ayahnya, temperamennya jadi buruk." Kata Lucas. Xiaojun yang akhirnya mengetahui sedikit tentang Hendery harus menelan fakta pahit karena selama ini rasa cemburu pada kehidupan Hendery adalah hal bodoh.

"Terimakasih, Lucas. Sekarang aku sudah tahu banyak soal Hendery. Aku sebelumnya terlalu berpikiran jahat padanya," Xiaojun tersenyum sendu. Sekarang dia mengerti kenapa Hendery kemarin bilang dia ingin ayahnya seperti ayah Xiaojun, Hendery maksud dia berharap ayahnya bisa menjadi panutan seperti ayah Xiaojun.

"Lucas,"

"Ya?"

"Sepulang sekolah nanti bisakah kamu menolongku untuk menemui Hendery?"

Lucas tersenyum dan mengangguk setuju, dia senang karena keduanya bisa berbaikan dengan segera. Lalu dia melirik jam dinding kelas, "jadi sekarang kamu ingin ke kantin, Xiaojun?" Lucas kembali mengajak Xiaojun.

"Eh?"

Xiaojun mengekori Lucas di belakangnya seperti anak ayam, jam belajar telah usai dan sebagian murid mulai berhamburan untuk pulang. Xiaojun yang sudah bertekad untuk meminta maaf pada Hendery mengikuti Lucas untuk menolongnya mempertemukan dengan Hendery. Dia pikir Hendery pasti tidak ingin bertemu dengannya.

Sampai di kelas Hendery, Xiaojun mulai makin gelisah. Dia melihat Lucas berbincang ke salah satu siswi disana, taklama Lucas mendekatinya dengan senyum getir.

"Hendery sudah pulang ternyata, kata Ahri dia keluar kelas buru-buru."

"Apa dia menghindariku?"

"Mungkin."

Xiaojun yang mendengar balasan Lucas tidak bisa untuk tidak menunjukkan ekspresi sedihnya. Lucas tertawa canggung, dia tidak bermaksud menyudutkan Xiaojun tapi dia lupa kalau Xiaojun anak yang sangat mudah terpuruk dan bisa makin merasa bersalah di situasi seperti ini.

"Baiklah, ayo kita temui dia di tempat tongkrongannya. Di hari ini biasanya ada disana," ajak Lucas kesuatu tempat yang belum Xiaojun ketahui. Xiaojun hanya mengangguk menurut dan kembali mengekorinya.

Xiaojun dibawa ke tempat yang tidak asing untuknya, ini taman yang pertama dia lihat saat pertama pindah di kota ini. Di daerah dekat sini dia juga pernah mencoba melamar kerja.

Xiaojun juga kembali teringat, ada segerombolan pemuda menggunakan skateboard datang dari arah taman dan waktu itu disana ada seorang pemuda yang mirip dengan Hendery. Pemuda yang memberikan kedipan genit.

"Disana," Lucas menunjuk ke arah taman, Xiaojun bisa melihat ada banyak kerumunan muda-mudi yang melakukan freestyle dengan skateboard mereka, "Hendery sering nongkrong bersama mereka."

Xiaojun memerhatikan komunitas itu dari jauh. Lucas yang melihat ada seorang yang dia kenal segera memanggilnya. "Hei, San!" Panggil Lucas pada seorang pemuda yang lewat.

"Eh, senior Yukhei? Apa kabar, senior? Sudah lama tidak kemari bersama senior Kunhang?"

"Ya begitu. Aku sedikit sibuk dengan klub basketku," Lucas tersenyum ramah, "ohya, apa Kunhang ada disana?" Lucas menunjuk kearah taman.

San mengangguk pelan. "Ya, senior Kunhang ada disana. Uurgh, moodnya sangat jelek hari ini. Dia seperti orang yang kehilangan uang." Keluhnya dengan wajah takut.

Xiaojun yang memerhatikan yang namanya San ini mene kalau anak ini kemungkinan masih siswa SMP. Dia tidak menyangka anak-anak sepertinya berani berada dengan orang-orang disana.

San yang merasa diperhatikan menatap balik Xiaojun.

Lucas mangut-mangut saat membayangi keadaan Hendery sekarang. "Begitu... tapi daripada seperti orang yang kehilang uang, lebih tepatnya Kunhang lagi putus cinta."

"Putus cinta? Dengan siapa?"

"Dengan orang yang lagi kamu plototi sekarang." Balas Lucas kalem. Lucas jelas memerhatikan San dan Xiaojun ini saling bertatapan sebentar sampai akhirnya Xiaojun mengalihkan pandangannya karena dia takut di tatap sangat intens oleh bocah San itu.

San tertawa kecil, "maaf tapi aku baru lihat kakak ini, dia siapa?"

"Nanti saja tanyanya, bawa aku ke tempat Kunhang dulu, San."

San yang di dorong punggungnya hanya bisa menurut sambil menggerutu.

"Lucas," panggil Xiaojun dengan nada bingung.

"Kenapa? Ohya, kamu tunggu sini dulu, di tempat sepi begini kalian bisa ngobrol leluasa-"

"Siapa itu Kunhang dan Yukhei?"

"Ya?"

Xiaojun yang ditengah rasa gelisah semakin merasa tidak tenang karena Lucas dan bocah San dari tadi menyebutkan nama yang asing untuknya.

Lucas terpaku dengan wajah terkejut. "Yukhei itu aku, Xiaojun -dan lagi, kamu tidak tahu nama lahir Hendery?"

"Aku tidak tahu, tapi nama Kunhang seperti tidak asing untukku." Xiaojun pernah mendengar nama itu, nama itu pernah disebutkan oleh dua gadis matre di gudang tempo lalu.

Lucas, "Kunhang atau Guanheng itu sama saja, ya itu Hendery, Xiaojun."

"O-oh, aku baru tahu."

Lucas tertawa saja lalu pergi menyusul San yang sudah hilang duluan.

Meninggalkan Xiaojun yang kembali merasa gelisah karena dirinya jujur belum siap bertemu Hendery.

"Ah! Itu dia senior Yukhei! Darimana saja, aku melihat kebelakang ternyata kamu tidak mengikutiku?" seru San saat melihat Lucas mendekat dengan cengiran khasnya.

"Maaf, aku tersesat," Lucas menatap lurus dan matanya langsung bersitatap dengan Hendery yang menatapnya dengan tatapan tidak bersahabat. Nyali Lucas menciut.

"Yo, bro. Kenapa kamu pulang buru-buru tadi, Ahri sampai marah karena kamu kabur dari piket lagi. Apa kamu menghindari Xiaojun?"

Ada jeda cukup lama dan membuat suasana jadi canggung, Hendery membalas, "aku menghindarimu, Cas."

Lucas terkejut bukan main, dia langsung shock dan menunjuk hidungnya sendiri masih tidak percaya. "Kamu menghindariku? Kenapa?" tanyanya dramatis.

Hendery tidak menjawab, hanya menggerutu kesal dan bibir melengkung menahan kesal. Yangyang yang kebetulan duduk disebelah Hendery bersuara, "Hendery bilang dia melihat kamu mengobrol sama Xiaojun saat istirahat pertama, Hendery cemburu."

"Ha?"

"Jangan bicara omong kosong, Yangyang. Aku tidak bilang begitu!"

"Tapi nada bicara dan bahasa tubuhmu seperti bilang begitu, Hendery?"

Untung saja Lucas tidak terlalu memikirkan hal itu, walaupun Lucas sedikit mengumpat karena pada akhirnya Hendery bohong soal perasaannya. Apa-apaan menyerah soal perasaan pada Xiaojun yang dikatakan Hendery kemarin. Lucas yang malas berdebat akhirnya menarik kerah belakang Hendery.

Lucas menepuk pundak Hendery, memberikan dorongan sedikit."Ada Xiaojun di luar taman, temui dia sana."

"Eh? Xiaojun ada disini? Mau apa?"

"Cepat datangi dia dan selesaikan masalah kesalahpahaman kalian berdua," Hendery semakin didorong tidak sabaran oleh Lucas.

"Kesalahpahaman apa?"

"Ayolah, Hendery. Jangan buat Xiaojun semakin merasa bersalah. Dia mengakui dia salah, bro. Temui dia, soal memaafkannya atau tidak itu hakmu." Hendery diam-diam memutar bola matanya jengah saat menghadapi sifat kebapakan Lucas ini.

"Ya, ya, ya. Terserah kamu saja, Cas." Hendery akhirnya menuruti, langkahnya sedikit enggan melangkah menemui Xiaojun.

Lucas tersenyum senang sambil menunjukkan tanda OK dengan jarinya, "siapa tau kalau kalian baikan lalu kalian resmi pacaran."

"Diam!"

Setelah Hendery pergi, Lucas beralih menatap Yangyang.

"Hai, Yangyang. Lama tidak ketemu,"

"Oh halo, Lucas. Ya, itu karena Hendery melarangku untuk menemuimu." jawab Yangyang polos. Lucas merutuk, ada salah apa dirinya sampai Hendery melarangnya sekedar untuk berbincang pada sepupu sahabatnya yang manis ini.

Hendery berjalan keluar area taman, skateboard pink miliknya masih di bawa olehnya karena lupa untuk menitipkan pada Yangyang. Hendery berdiri disana, menatap kesekeliling area jalan sepi itu mencari keberadaan yang sedang menunggunya kata Lucas.

Tidak ada.

Xiaojun tidak ada manapun.

Alis Hendery bertaut tidak senang, dia yakin kalau Lucas tidak mungkin membohongi. Dia tidak tahu sedekat apa Xiaojun dengan sahabat kecilnya itu tetapi Hendery melihat dengan mata kepalanya sendiri dari jendela kelas, Xiaojun seolah nyaman berbincang dengan Lucas.

Ya, saat jam istirahat pertama Hendery melihat itu semua dari lapangan makanya Hendery pikir untuk menjauh Lucas. Tapi setelah dipikir-pikir untuk apa dia menghindari Lucas hanya karena hal itu. Dia sendiri bilang kalau dia sudah menyerah dengan perasaannya.

"...siapa tau kalau kalian baikan lalu kalian resmi pacaran."

Perkataan Lucas beberapa detik yang lalu mengacaukannya dan membuatnya hampir menggeram marah kalau saja dia tidak melihat ada kepala yang menyembul di belokan jalan disana. Hendery hanya bisa melihat rambut cokelat yang sangat familiar untuknya. Itu Xiaojun yang berdiri di balik tembok yang tingginya tidak cukup untuk menyembunyikan pucuk kepalanya.

Hendery berjalan mendekat. "Apa kamu kesini hanya untuk bersembunyi?"

Walaupun tidak terlihat jelas, Hendery yakin Xiaojun berjengit kaget di balik sana.

Perlu waktu beberapa detik sampai akhirnya Xiaojun menunjukkan dirinya, menunduk tanpa mau menatap mata lawan bicaranya.

"Hendery..." Xiaojun mencicit, hatinya seakan mau runtuh dan suaranya menjadi bergetar. Xiaojun menarik napas pelan, "aku kesini mau minta maaf, maaf ucapanku kemarin. Aku menyakitimu, maaf Hendery."

Hendery diam.

Xiaojun mencoba melirik dan dalam waktu sedetik dia merasakan tatapan mengintimidasi dari Hendery yang membuatnya makin gentar untuk berbicara lagi.

"Aku sudah mengetahui sedikit soal dirimu dari Lucas dan aku akhirnya tahu alasan kamu bisa marah, aku-"

"Ya, aku tahu aku memang salah." ucap Hendery cepat seolah dirinya acuh.

Xiaojun mendongak dan menatap tidak gusar, "Hendery maafkan aku, waktu itu aku salahpaham padamu karena kamu bilang kamu berharap ayahmu seperti ayahku, aku... yang aku pikir ayahku sudah meninggal beberapa tahun lalu jadi kukira, aku kira kamu... ahh maaf..."

Xiaojun ragu untuk melanjutkan kalimatnya, dia ragu semua omongannya dianggap omong kosong semata.

"Tunggu, Jun. Maaf, ayahmu sudah..." Hendery memberikan tatapan tidak percaya. Xiaojun hanya mengangguk pelan.

"Hah? Astaga, maaf, Jun. Aku turut berduka, aku kira ayahmu masih ada. Tunggu...?" Hendery kebingungan dan kali ini dia yang merasa bersalah, dia mengusak rambutnya gusar dan mulai menyadari beberapa hal. Selama dia mengenal Xiaojun, dirinya hanya bertemu ibunya saja. Hendery tidak kepikiran soal itu, dia mengira ayah Xiaojun tidak tinggal bersama mereka tapi ini malah lebih buruk.

"Tidak apa, ayahku sudah lama meninggal. Aku sudah tidak apa."

"Maafkan aku, pantas saja kamu marah kemarin."

"Seingatku aku sudah bilang kalau ayahku sudah tiada,"

"Benarkah? Maaf, aku tidak terlalu mendengar, kemarin hujan deras jadi telingaku berdengung."

"Tidak apa, Hendery. Kamu tidak perlu minta maaf, aku yang salah disini."

"Tidak, Jun. Aku-"

"Tapi disini aku yang berkata jahat padamu tanpa mencari tahu dulu tentangmu, Hendery. Aku temanmu tapi aku tidak tahu banyak soalmu. Bahkan aku tahu nama lahirmu dari Lucas. Tapi aku juga sama, aku belum cerita apapun soal diriku padamu."

Hendery hanya diam, dia tidak tahu harus merespon bagaimana tapi akhirnya dirinya sendiri sadar kemarin memang kesalahpahaman, dia sudah menyakiti Xiaojun dan dia juga terpancing emosinya dan setelah mendengar permintaan maaf Xiaojun membuat Hendery sudah tidak peduli lagi soal kejadian kemarin. Tapi kecuali untuk hal satunya-

"Xiaojun, kamu demam?" Hendery menginterupsi, dia menatap khawatir ke Xiaojun.

"Huh?" Xiaojun terkejut bukan main saat dagunya di apit lembut oleh jari Hendery yang mendongakkan paksa kepalanya. Kepala Xiaojun yang dari tadi terasa berputar-putar dibuat semakin pusing karena wajah super dekat Hendery.

Hendery melihat pipi bersemu merah Xiaojun dan napas tersenggalnya. Jarinya yang menyentuh dagu Xiaojun juga merasakan kulit putih itu terasa sedikit hangat.

Hendery yang tersadar oleh perbuatannya sendiri segera melepaskan sentuhan tangannya dari dagu Xiaojun.

"Kamu demam." kata Hendery yakin.

"Aku memang merasa pusing tapi ini bukan apa-apa."

"Pulanglah, kalau kamu pingsan nanti aku yang repot." Hendery mengabaikan bantahan Xiaojun.

"Tunggu, aku belum meminta maaf untuk pukulanku kemarin, Hendery." Xiaojun menolak untuk pulang. Hendery langsung teringat pipinya yang dipukul tapi saking tidak berasanya pukulan Xiaojun membuat Hendery sendiri lupa.

"Itu kamu barusan sudah minta maaf dan aku sudah memaafkan semuanya, sungguh. Jadi pulanglah dan rawat dirimu dulu,"

Hendery terus mendesaknya untuk pulang membuat Xiaojun semakin merasa pusing dan hampir jatuh tapi beruntung Hendery menahannya.

Hendery menopang tubuh pendek Xiaojun dalam dekapannya, wajahnya perlahan memerah dan teringat kejadian yang sama seperti ini sebelum-belumnya.

"Maaf~"

"Huh, cuaca memang buruk. Kemarin hujan dan dingin tapi sekarang walau sudah sore tapi masih terasa panas." Hendery membantu Xiaojun untuk berdiri tegak, dia meletakkan papannya di aspal dan menyuruh Xiaojun berdiri diatasnya.

"Naik, nanti aku tarik." Hendery bermaksud menarik Xiaojun yang berdiri diatas papan agar tidak capek berjalan. Melakukan hal yang sama seperti yang pernah keduanya lakukan dulu.

Xiaojun jelas menolak, "tidak, aku masih bisa berjalan."

Hendery mengangguk saja lalu menginjak ujung desk papannya dan langsung mengambil papannya lagi.

"Kalau begitu aku bantu memegangmu," tangan kiri Hendery memegang papannya dan tangan kanannya merangkul pinggang Xiaojun agar tidak merosot.

"Hati-hati, Xiaojun."

Xiaojun seketika bungkam saat terngiang memori lama, dia mengingat kata-kata Hendery itu sebelumnya, ingatannya kembali ke waktu sore kemarin.

"Hati-hati, Xiaojun "

"Jangan membantuku! Biarkan saja aku terluka, buat apa kamu peduli?"

"Itu karena aku menyukaimu. Aku takut kamu bisa terluka-"

"Jangan mengasihiniku karena hal itu!"

"Aku tidak! aku tidak pernah mengasihimu, aku tidak, Xiaojun!... aku mengasihini diriku sendiri. Aku menyedihkan...tapi aku jujur, aku sangat menyukaimu..."

"Persetan denganmu! Daripada mengurus perasaanmu itu, lebih baik urus kata-kata jahat yang kamu katakan untuk ayahmu!"

Semua percakapan kemarin seperti bom di kepala Xiaojun dan dia seketika menangis, menangisi kebodohan dan meratapi betapa jahatnya dirinya pada Hendery.

"Hendery, kenapa kamu selalu baik padaku. Kenapa kamu malah bilang menyukaiku? Aku jahat padamu, tapi kamu sekarang bahkan menolongku, ugh-" air mata seolah membentuk sungai di pipi tirus Xiaojun yang semakin memerah, isak tangis juga hampir tidak bisa diredam dari bibir kecilnya.

Hendery yang masih canggung dengan Xiaojun dibuat tidak berkutik dan jantungnya seketika berhenti beberapa detik. Rasa khawatir menjalar di hatinya membuat dia gelisah, dirinya yang panik mulai menenangkan Xiaojun.

Ini sangat-sangat déjà vu. Hendery teringat Xiaojun pernah menangis tiba-tiba dan membuatnya panik mengira Xiaojun kerasukan hantu di jalan malam itu. Tapi sekarang, kondisinya berbeda.

"Xiaoun, kamu kenapa menangis, hei? Kamu masih merasa bersalah, bukannya kamu sudah minta maaf jadi aku sudah aku maafkan, okei? Ayolah, jangan menangis lagi, nanti aku dikira melakukan hal buruk padamu."

"Maaf, aku sudah berusaha berhenti menangis tapi -hiks- tidak bisa, huwaa. Maaf aku merepotkanmu, Hendery- humpf...mmm,"

Xiaojun dibungkam oleh Hendery yang berhasil menghentikan rengekannya. Hendery tidak tahu harus berbuat apa untuk menghentikan Xiaojun yang sangat rapuh ini, tidak ada jalan lain selain Hendery mendekap Xiaojun ke dalam kepelukannya.

Wajah Xiaojun yang menempel di dadanya membuat suara Xiaojun berhenti bersuara. Hendery berucap syukur di dalam hatinya.

Hendery melonggarkan pelukannya agar Xiaojun bisa bernapas, dia berbisik lembut. "Berhenti menangis, oke. Jangan menangis lagi."

"...maaf."

"Berhenti meminta maaf juga. Aku mengertu, aku juga tahu aku sendiri salah. Aku sudah merepotkanmu, berhenti untuk merasa bersalah lagi, Xiaojun."

Entah untuk berapa kali Xiaojun berada di dekapan hangat Hendery. Nyaman. Saking nyamannya Xiaojun berharap Hendery tidak melepaskannya.

Hendery bisa melihat tatapan Xiaojun masih terlihat sendu, dia tidak berbicara lagi dan kembali mengajak Xiaojun untuk kembali pulang. Ditengah cuaca panas Xiaojun hampir tidak bertahan dan napasnya masih terdengar sesak.

Setelah menaiki bus agar cepat sampai ke rumah, beruntung keduanya tiba sebelum Xiaojun ambruk. Demamnya semakin memburuk dan keringat dingin mengucur dari dahinya.

Hendery membantu membaringkan Xiaojun di kamarnya, dia menatap cemas.

"Xiaojun, apa ibumu belum pulang?" Hendery melihat jam menunjukkan pukul 5 sore.

Xiaojun membuka matanya sayu, "ibuku belum pulang jam segini, Hendery. Dia sering kerja di shift malam, tapi aku tidak apa. Setelah meminum obat aku pasti baikan."

Hendery baru mengetahui kalau Xiaojun ternyata sering sendirian saat pulang sekolah. Itulah sebabnya kenapa Xiaojun memilih bekerja sampingan di toko kak Johnny. Benar, Hendery belum tahu apakah Xiaojun sudah mengabari kak Johnny atau belum.

"Kalau kamu sendirian saat demam begini, apa aku harus membawamu ke klinik atau menelpon Lucas untuk membantu? Tunggu seben-"

Xiaojun menahan tangan Hendery, "jangan. Tidak merepotkan orang lain lagi. Terimakasih sudah mengantarku pulang, Hendery. Kamu bisa pulang, tidak perlu khawatirkan aku."

"Bagaimana aku bisa meninggalkanmu disaat demammu semakin tinggi? Ah! Aku ambilkan air dingin untuk mengompresmu," tanpa menunggu jawaban Xiaojun, Hendery sudah terlebih dulu berlari keluar kamar.

Cukup lama dia menyiapkan air hangatnya, Hendery kembali kekamar Xiaojun. Pandangan yang dia lihat adalah Xiaojun mengganti seragam sekolahnya dengan piyama hitam, Xiaojun menatap Hendery.

Hendery tidak tahu kenapa dia tiba-tiba merasa gugup. Dia meletakkan baskom air hangat diatas meja disebelah kasur Xiaojun.

"Tidurlah lagi, aku akan mengompresmu. Oh, dan juga aku sudah memesan makanan untukmu-"

Hendery berhenti berbicara saat ujung kemeja seragamnya di tarik Xiaojun.

"Kenapa-" kali ini Xiaojun yang tidak melanjutkan ucapannya karena Hendery menangkup pipinya lalu membuat Xiaojun mendongak keatas.

"Ya, ya, ya, tuan Xiao. Berhenti bertanya 'Hendery, kenapa kamu baik padaku padahal aku sudah jahat padamu?', oke?" Hendery berucap dengan nada meledek mengikuti cara Xiaojun berbicara. "Aku bisa saja gantian berbuat jahat padamu, kalau kamu bertanya sekali lagi. Paham?"

Xiaojun hanya menunjukkan ekspresi memelas tidak berdaya. Hendery menghilangkan wajah datarnya digantikan denagan senyuman lembut, Hendery tanpa sadar mendekatkan wajahnya -membenturkan kening keduanya dengan lembut. Tidak terasa sakit sama sekali.

"Ayo, istirahat." Xiaojun mengangguk kaku setelah membeku beberapa detik. Hendery yang akhirnya kembali ke dunia normal tersadar dengan perbuatannya tadi.

Hendery menjauh dari Xiaojun yang sudah berbaring dengan wajah memerah padam, entah karena demam atau merona malu. Hendery dengan tangan gemetaran menempelkan handuk basah ke dahi berkeringat Xiaojun.

Setelah memakan makan malamnya dan meminum obat penurun demam, Xiaojun akhirnya tertidur. Hendery yang sedari tadi membantu Xiaojun kini bisa duduk tenang di sebelahnya. Menatap wajah pemuda manis ini yang tertidur tidak nyaman.

Hendery menepuk dahinya, dia bingung. Apa dia harus mempertahankan perasaannya atau memang benar-benar menyerah? Dia sendiri masih belum tahu bagaimana dirinya di mata Xiaojun.

Hendery berdiri dari duduknya, ingin mengambil air baru tapi suara gumaman kecil mengalun samar di pendengarannya. "Hendery..."

Hendery diam. Dia menatap Xiaojun yang membuka kecil matanya, menatapnya dengan pandangan kosong.

"Maafkan aku..." gumam Xiaojun lagi, "aku suka padamu, maaf karena aku sudah membuatmu benci padaku. Aku menyukaimu, Guanheng."

Setelah itu Xiaojun kembali ke mimpinya. Hendery terpaku untuk memproses suara kacau Xiaojun di tengah tidurnya. Hendery tertawa lirih, dia jadi penasaran mimpi apa yang anak ini lihat.

tbc.

(9) Mengintip Yang Tertidur

Xiaojun membuka matanya perlahan, mengerjap lembut dan akhirnya sadar dirinya berada di kamarnya.

Oh Xiaojun ingat, Hendery yang membawanya kemarin dan juga merawatnya.

Xiaojun menoleh kesamping, dia tidak menyukai kamarnya gelap jadi dia memiliki lampu tidur untuk memberi sedikit cahaya. Diantara cahaya temaram kamarnya, di lantai ada segunduk selimut.

"Hendery?" ucap Xiaojun lirih. Dia menatap Hendery yang tertidur di kasur lipat, suara dengkuran halus yang dia dengar menandakan anak itu sudah tertidur pulas.

Xiaojun bangun dari tidurnya, kondisi tubuhnya sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Dia berjongkok di sebelah Hendery, menatap lamat-lamat wajah tertidur pria itu.

"Emh..." Xiaojun yang tiba-tiba merasa malu dengan cepat menyembunyikan wajahnya di lipatan lututnya. Dia sendiri tidak tahu merasa malu untuk apa tetapi melihat mereka akhirnya telah berbaikan menurutnya membuat Xiaojun dirundung kebahagiaan di dadanya.

Xiaojun dengan cepat berbalik kembali ke ranjangnya dan tertidur lagi, dia harus segera pulih agar bisa membalas kebaikan Hendery.

Di tengah redupnya lampu, Hendery membuka matanya dan menatap kearah punggung Xiaojun yang tadi mengintipnya tidur.

Bakatnya untuk menirukan suara dengkuran Lucas ada gunanya juga.

Paginya Xiaojun bangun lebih awal, walau tadi subuh dia terbangun sebentar dia masih bisa tertidur pulas dan bangun dengan keadaan segar bugar setelahnya. Xiaojun melempar selimutnya kesamping, dia melihat kasur lipat dilantai sudah tersusun rapi.

Hendery sudah bangun.

Saat Xiaojun ingin keluar kamarnya, pintu terbuka dan menampilkan ibunya. Nyonya Xiao menatap lega melihat anaknya sudah lebih baik dari keadaan kemarin.

"Sayang, kamu sudah sehat?" Ibunya menempelkan punggung tangannya ke kening Xiaojun, merasakan suhu normal sama dengan suhu tubuhnya sendiri.

Xiaojun mengangguk pelan, "maaf mommy sudah membuatmu khawatir."

"Lebih dari khawatir. Saat pulang tadi malam, mommy mengira ada maling masuk rumah tapi ternyata itu nak Guanheng. Astaga, beruntung itu nak Guanheng. Tapi saat nak Guanheng bilang kamu demam, jantung mommy hampir melompat keluar. Mommy bersyukur kini kamu sudah sehat, sayang." Nyonya Xiao memeluk kepala anaknya lalu memberi kecupan lembut seorang ibu.

Xiaojun yang melihat ada Hendery yang sudah rapi dengan seragamnya berdiri di depan pintu kamar lagi cekikikan, membuat Xiaojun segera melepaskan jeratan dari ibunya.

"Hendery!" pekik tertahan Xiaojun, dia menahan malunya saat melihat Hendery memberikan tawa meledek padanya. Bukannya marah, Xiaojun sedikit merasa lega -mungkin itu karena Hendery sudah tidak marah padanya.

"Nak Guanheng, sudah selesai bersiap-siap? Ayo ke dapur, sarapan sudah tante siapkan."

"Eh? Tidak perlu repot tante, saya mau langsung pulang saja. Terima kasih sudah diizinkan menginap disini tadi malam."

"Tidak perlu berterima kasih, kamu sudah menjaga Xiaojun tadi malam. Tante yang harusnya berterima kasih. Ayo, tante sudah buatkan sarapan, kita makan bersama." tawar nyonya Xiao dengan senyum ramahnya. Hendery hanya bisa terdiam dan mau tidak mau menurut, dia tidak bisa berkata-kata di hadapan ibunya Xiaojun yang sangat berbeda dengan ibunya sendiri.

Nyonya Xiao keluar dari kamar anaknya. Kini Hendery yang masuk ke kamar Xiaojun, dia ingin mengambil skateboardnya. Untuk tasnya, itu ada bersama Lucas. Jadi saat di sekolah nanti, Lucas akan membawanya.

Dia menatap Xiaojun yang masuk duduk di pinggiran kasurnya. Keadaan anak itu sudah baik-baik saja, dia bisa saja memilih ke sekolah jika dia mau.

Hendery mengapit skateboardnya di sisi badan, dia masih mengunci pandangannya pada Xiaojun yang tertunduk. Apa lantai kamarnya lebih menarik daripada dirinya yang tampan ini.

"Aku pulang dulu," pamitnya tapi belum ada Hendery berbalik, ujung kemejanya ditarik lagi oleh Xiaojun. Saat dia menoleh, Xiaojun memberikan tatapan memelasnya.

"Bukannya mommy menyuruh sarapan bersama, tinggallah sebentar dulu."

Hendery menahan nafasnya sedalam mungkin. Dia menyerah, "oke, aku tinggal sebentar dan sarapan. Tolong jangan tarik seragamku."

"Ah, maaf."

"Kalau begitu, tinggal kamu yang memilih sekolah atau ijin cuti?" tanya Hendery. Xiaojun tiba-tiba seperti dialiri lonjakan energi semangat yang besar dan menatapnya bersungut-sungut.

Menggemaskan, sungguh. Apalagi dengan piyamanya dan rambutnya yang berantakan itu.

"Sekolah! Aku juga belum memberitahu kak Johnny kemarin, kalau aku bolos kerja." Xiaojun segera berdiri lalu menuju ke kamar mandi.

Hendery mengangguk saja lalu melirik lawan bicaranya, "oh iya, Xiaojun."

"Hm?"

"Tadi malam kamu... kamu mimpi apa?"

"Mimpi? Aku mimpi apa?" Xiaojun mencoba mengingat apa yang dia mimpikan tadi malam, tapi tidak ada satupun yang dia ingat. Kecuali tadi malam dia ada curi-curi pandang ke arah Hendery yang sedang tertidur. Blush, mukanya merona seketika.

"A-aku ada bicara aneh-aneh saat tidur tadi malam?"

"Ya."

"Apa itu?"

"Banyak hal."

Xiaojun semakin gugup, dia menarik handuk sedikit tergesa-gesa dari gantungan di dekat pintu. "Aku suka melantur hal-hal bodoh kalau sedang sakit, jadi aku tidak ingat apapun, hehe."

"Oh, begitu. Baiklah." Hendery hanya memasang senyum segaris yang mengundang kewaspadaan Xiaojun. Akhirnya dia segera ke kamar mandi saat ibunya dari dapur memanggil keduanya untuk cepat bergegas.

Di jalan Xiaojun tidak banyak berbicara dan Hendery yang berjalan di depannya juga tidak bersuara sedikitpun -oh tidak, Hendery sedari tadi bersiul-siul.

Xiaojun melirik punggung lalu ke sekitar tubuh Hendery, dia hanya membawa skateboard saat berangkat sekolah.

"Hendery, tasmu dimana?"

"Ada dengan Lucas, dia yang bawakan."

"Lalu bagaimana dengan jadwal pelajaranmu hari ini?" tanya Xiaojun lagi.

Hendery berhenti berjalan mendadak dan berbalik kearah Xiaojun dengan wajah dramatis. Ekpresi wajah seolah mengatakan 'oh fuckin' shit', mungkin.

"Aku lupa soa itu? Bagaimana ini? Hari ini jadwalnya Zhongli-laoshi? Kalau dia memergokiku tidak membawa buku paket dan hanya membawa papan ini... aaaaaaaahh." Hendery mengerang frustasi seperti serigala kesakitan. Xiaojun menatap prihatin.

"Kamu mau balik ke rumahmu untuk mengambil bukumu?"

"Huh?"

Pada akhirnya Hendery kembali ke rumahnya untuk mengambil beberapa buku yang sesuai jadwalnya. Xiaojun melirik sekitar rumah itu, dia melihat lingkungan flat sederhana yang Hendery katakan sebagai rumahnya. Xiaojun hanya bisa mengambil kesimpulan, ini adalah tempat tinggal sementara milik Hendery. Mengingat Hendery sedang berseteru dengan kedua orang tuanya beberapa terakhir.

"Yukhei, kamu membawa tasku?" Hendery keluar rumahnya dengan wajah panik. Dia mengunci pintu dengan ponsel dijepit bahunya.

"Iya, ini aku bawakan. Kenapa?"

"Bukunya?"

"Sudah kuganti sesuai jadwalmu kok? Lihat, kurang baik apa sahabatmu ini, kawan. Coba kamu lihat dirimu, apa hubunganmu dengan Xiaojun ada perkembangannya? Apa kalian sudah pacaran? Berikan aku pajak jadia-" sambungan telepon dimatikan secara sepihak. Hendery menggerutu tanpa suara, dia bertaruh Xiaojun mendengarkan semua obrolan mereka tadi karena Hendery memilih opsi loudspeaker.

Xiaojun berusaha untuk mengabaikan apa yang dia dengar walaupun wajahnya tidak mendukung sama sekali. Wajahnya benar-benar memerah hingga ke leher.

"Xiaojun."

"Ya?"

"Maaf, tapi bukuku sudah dibawa Lucas. Kita balik ke sekolah lagi saja."

"Hum."

Keduanya berjalan menuju sekolah dengan langkah lebih cepat karena waktu menunjukkan dalam sepuluh menit pagar akan ditutup.

Selama di perjalanan yang menegangkan itu; takut di terlambat dan dihukum, keduanya melangkah tanpa satupun yang membuka suara. Hendery saja tidak bersiul-siul lagi, Xiaojun yang dari awal kalem tetapi di dalamnya dia merasa tidak nyaman.

Dia hanyut dalam pikirannya, Hendery dan Lucas adalah sahabat dari kecil dan kemarin Lucas berkata dia telah mengetahui semua permasalahan mereka yang pasti Hendery memberitahu dirinya ada menyatakan perasaanya. Xiaojun juga mengingatnya tetapi dia berusaha mati-matian tidak menyinggung hal itu dulu setelah apa yang dia sudah ucapkan ke Hendery.

"Persetan denganmu! Daripada mengurus perasaanmu itu, lebih baik urus kata-kata jahat yang kamu katakan untuk ayahmu!"

Persetan apanya. Dirimu yang setan, Dejun. Kamu bodoh sekali berkata seolah-seolah kamu layak berkata tahu segalanya. Kamu yang persetan. Rutuk Xiaojun pada dirinya sendiri, helaan nafas berat lolos dari bibirnya.

Xiaojun tidak bisa mengharapkan apapun lagi. Lucas berbicara seperti itu mungkin hanya untuk meledeknya saja. Xiaojun sangat paham jika Hendery sudah menghilangkan perasaannya padanya dan meninggalkan Xiaojun yang masih dengan perasaan cintanya dan perasaan menyesal.

Perkataan 'dirinya tidak sebaik yang dia kira' yang Hendery katakan waktu itu bagaikan batasan mereka.

"-Jun, Xiaojun. Xiaojun?"

"Eh?" kesadarannya melompat kembali. Xiaojun menoleh kearah Hendery yang menggenggam tangannya dengan pandangan khawatir.

Dia tadi melamun.

"Kamu kenapa? Sakit?" Hendery kembali menunjukkan ekspresi khawatir.

"Eh? Tidak kok, aku baik-baik saja." Xiaojun tersenyum berusaha menyakinkan.

"Harusnya kamu ijin sehari karena kamu baru sembuh."

"Aku sudah tidak apa-apa, Hendery. Serius."

"Baiklah," Hendery melepaskan genggamannya pada Xiaojun. Dia menoleh ke arah pagar sekolah mereka yang masih beberapa meter lagi. "Kamu duluan saja, aku mau lewat sini."

"Uh, um?" Xiaojun melihat ke jalan kecil yang hanya muat untuk satu orang lalui, jalan pintas yang biasanya dipakai anak-anak membolos.

"Ohya, Xiaojun. Nanti jam istirahat pertama temui aku di gedung olahraga lama, oke? Dah." Hendery mulai melangkah menjauh.

Hendery melambaikan tangannya pada Xiaojun. "Eh tunggu, Hendery! Kamu mau kemana?"

Hendery berbalik dan berjalan mundur sambil membalas Xiaojun dengan suara tertahan. "Aku lewat pagar belakang, aku tidak membawa tas nanti aku ditahan guru BK yang menjaga!"

Xiaojun memiringkan kepalanya, "dasar kelakuan."

Saat bel istirahat pertama berbunyi, Xiaojun menuruti untuk pergi ke tempat yang telah ditetapkan tapi setelah Xiaojun mengantarkan sekotak alat praktek di kelas fisikanya tadi.

Xiaojun berbelok ke arah tangga menuju ruangan penyimpanan alat dan matanya tidak sengaja menangkap bayangan dua orang di lorong yang agak mengobrol di dekat anak tangga.

Itu Hendery bersama dengan gadis yang pernah menggosip soal anak kaya raya di gudang olahraga waktu itu. Gadis yang pernah membicarakan tentang Hendery, Jiao Mei.

"Ah..." Xiaojun mengalihkan pandangannya lalu berjalan melewati mereka. Tapi Hendery malah menyapanya dan mencegatnya.

"Kebetulan kita bertemu disini, Jun. Ah, biarkan aku membantumu bawa ini." Hendery mencoba mencuri kotak dari tangan Xiaojun tapi di tolak karena Xiaojun tidak perlu bantuan. Kotak itu tidak berat, itu hanyalah kotak berisi perkakas kecil, bukan apa-apa untuknya.

"Tidak usah, ini ringan kok."

Hendery memasang senyum yang terlihat tertekan, dia melirik gadis yang menekuk mata tidak suka menatap ke Xiaojun. "Aku ada urusan dengan Xiaojun, dah."

Xiaojun pikir dia seperti mendapat celah untuk bisa kabur dari gadis itu dan tanpa ragu merangkul bahu Xiaojun lalu mengarahnya menaiki anak tangga.

Xiaojun juga tidak banyak bicara sampai keduanya berada di depan ruangan penyimpanan.

"Lepaskan tanganmu, Hendery." Hendery langsung menyingkirkan tangannya dari bahu Xiaojun. Dia memberikan cengiran andalannya.

"Kenapa?"

"Ah, dia tadi tiba-tiba mengajakku ngobrol berdua dan berbicara banyak hal. Seperti ajakan kencan dan jalan-jalan di mall." cibir Hendery, wajahnya kelihatan jengah.

Dia melanjutkan ucapanya, "terlihat ingin memeras dompetku mentang-mentang aku anak orang kaya."

Xiaojun spontan melirik Hendery. Hendery menyadari gerak-gerik orang yang hanya mendekatinya karena latar belakang dirinya.

Xiaojun mau tidak mau tersenyum, "kan memang fakta."

"Huh, aku jarang menggunakan uang yang mereka kasih." Hendery melengos saat mengucapkannya lalu setelahnya ekspresinya berubah riang. "Ayo pergi."

Xiaojun langsung diseret pergi oleh Hendery.

Mereka kini berada di area gedung indoor lama yang jarang digunakan di akhir semester ini, mereka tidak masuk kedalam gedung melainkan menuju ke area tersembunyi di belakang gedung. Mengarah ke tembok pembatas sekolah yang dikelilingi semak-semak. Tempat yang cocok untuk membolos.

Hendery duduk di kursi bekas yang entah kenapa bisa ada disana, dari tangannya dia mengeluarkan dua botol minum dari kresek dan dua kantong kertas berisi masing-masing berisi dua bakpao isi custard. Xiaojun sama sekali tidak menyadari Hendery membawa itu sebelumnya.

"Jun." Hendery tahu kalau Xiaojun tidak membawa bekal saat keduanya berangkat bersama memberikan satu kantong kertas berisi dua bakpao yang masih mengepul uap panas.

"Y-ya, Hendery?." Xiaojun juga baru sadar kalau Hendery memanggilnya dengan nama singkatan itu lagi.

"Ini, aku membelikanmu bakpao. Masih hangat." Hendery menjulurkan bakpao seputih salju itu. Xiaojun menerimanya dengan malu-malu, suara saat dia berterimakasih juga seperti suara anak kucing.

Hendery tersenyum manis dan memakan bakpao miliknya. Dia juga memberikan sebotol teh oolong ke Xiaojun.

Xiaojun di sebelahnya sedari tadi menatap roti kukus miliknya, belum ada niatan memberikan gigitan kecil. Dia masih memikirkan sifat Hendery yang cepat menjadi biasa saja setelah pertengkaran mereka kemarin, Xiaojun pikir apa yang terjadi bukan hal mudah untuk dihadapi tetapi Hendery bertingkah seolah tidak terjadi apa-apa.

Hendery terlalu baik. Sangat baik padanya.

Xiaojun tersentak kaget saat anak rambutnya disisir kebelakang telinganya dengan gerakan lembut oleh Hendery. Anak itu tertawa kecil sambil menatapnya, "melamun lagi, hm?"

"Bakpaonya tidak enak ya?" tanyanya lagi.

"Ah! Maaf. Bukannya tidak enak, bakpaonya masih sedikit panas."

"Tiuplah pelan-pelan, keburu jam istirahat selesai. Nanti kamu kelaparan pas di jam ketiga."

"Iya," Xiaojun yang segan pada Hendery langsung menggigit gigitan besar dan mengunyahnya dengan puas sampai pipinya menggembung.

Hendery tidak bisa menahan senyum, dia telah meneliti setiap tingkah Xiaojun dan saat anak itu merasa gugup maka dia akan bertingkah berlebihan seperti memakan dengan mulut penuh seperti ini.

"Ohya, Xiaojun. Aku ingin membicarakan ini lagi denganmu."

"Hm?"

"Kamu ingat waktu itu saat kita bertengkar, aku bilang kalau aku menyukaimu?"

Xiaojun belum menelan semua kunyahannya membuatnya tersedak dan terbatuk keras. "UHUK! UHUK!"

Hendery menyodorkan teh oolong ke Xiaojun dan langsung diminum perlahan. Xiaojun mengusap tetesan air di sudut bibirnya, dia bertanya sampai suaranya tergagap. "Ke-kenapa -kenapa kamu membahas hal itu lagi, Hendery?"

"Aku ingin meluruskan masalah ini."

"Apanya yang perlu dibahas lagi? Bukannya kamu membenciku?"

"Kenapa kamu bilang begitu?"

"Karena aku sudah berkata jahat padamu."

"Bukannya aku juga?" Hendery mendengus kecil, jarinya menyodok jidat Jun-nya ini. "Kita impas."

"Jadi karena itu aku ingin meminta maaf, Jun." Pandangannya beralih memandang jauh kedepan, lalu suaranya mulai terdengar lirih tapi masih terdengar jelas. "Dan juga, aku sudah terlanjur menyatakan perasaanku padamu. Aku tidak mau ini menggantung begitu saja."

"Maaf kalau aku terlihat memaksamu, tapi aku tidak mungkin berbohong ke diriku sendiri. Aku benar-benar menyukaimu, Jun. Aku salah karena terburu-buru jujur karena aku terbawa emosi waktu itu, aku khawatir kamu pergi jauh, Jun. Jadi, karena aku sudah terlanjur jujur, aku tidak mau kamu berpikir aku tidak memikirkanmu lagi." Xiaojun tidak berkata sepatah pun, masih terdiam.

"Jun?" Hendery melirik heran, dia menemukan ekspresi aneh Xiaojun. "Mukamu merah, kamu sakit lagi?

"Aku tidak sakit, bodoh." Xiaojun kesal karena emosinya seperti dibuat ombang-ambing oleh Hendery dari kemarin. Dia juga makin jengkel karena mukanya memerah sedikit dikira sakit, padahal dia sedang menahan untuk mempertahankan wajahnya.

Malu? Jelas. Salah tingkah? Jelas. Tapi yang paling menonjol adalah perasaan bahagia dan lega yang bersamaan. Dirinya berpikir untuk naif sekarang.

Xiaojun berpikir dia tidak bisa menutup perasaannya. Bisa dikatakan Xiaojun tidak mau mengabaikan orang di sisinya ini, dia tidak mau menyia-nyiakan perasaan Hendery.

"Benar, aku mengira kamu sudah tidak memikirkan soal perasaanmu lagi. Aku senang kalau kamu tidak bohong, Hendery." Xiaojun berkata dengan suara yang tulus.

Hendery menangkup pipinya lembut, membuat Xiaojun menaikkan matanya sampai kontak mata keduanya terhubung. Keduanya tersenyum, rasanya aneh karena dari sekarang menatap satu sama lain tidak akan sama seperti dulu. Perasaan cinta anak remaja sudah mempengaruhi mereka.

"Aku menyukaimu, Jun."

"Aku juga, Hendery."

Detik berikutnya berlalu begitu cepat.

Xiaojun tidak habis pikir dan berharap seseorang untuk melempar batu ke Hendery sekarang, bisa-bisa dia berani mencuri ciuman tepat di bibir Xiaojun.

tbc.

note. maafkan aku kalau penulisan dan bahasanya jadi agak berbeda dari yang pertama, (っ˘̩╭╮˘̩)っ

(10) Di Pecat

Bel tanda jam pelajaran berikutnya akan berbunyi beberapa menit lagi tetapi Hendery masih berlarian di lapangan.

Bagaimana dia tidak lari kalau dia di kejar dinosaur galak karena dia mencuri kecupan di bibirnya yang menyembunyikan banyak taring itu. Keberanian Hendery memang perlu di acungi jempol.

"BIARKAN AKU MUKUL KEPALAMU SEKALI SAJA, GUANHENG!"

"TIDAK MAUUU~ NANTI ADA PELAJARAN MATEMATIKA, AKU BISA BODOH KALAU KAMU PUKUL -AAAAAA!" Hendery berteriak takut saat Xiaojun benar-benar melemparnya dengan sepatu saat menoleh kebelakang. Hampir kena pipinya kalau dia tidak memiringkan sedikit kepalanya.

Hendery yang sudah tidak tahan lagi memilih menyerah dan bersandar di sudut bangunan. Mereka baru berlari dua meter tapi Xiaojun kelihatan lelah, Hendery hampir lupa kalau Xiaojun baru saja sembuh dari demamnya. Apa dia salahkan pipi Xiaojun yang gampang memerah itu jadi dia hampir tidak tahan untuk menggodanya lagi seperti dulu.

"Pukul saja aku," Hendery menyerahkan diri.

Xiaojun menarik nafasnya yang berantak dan menjawab dengan suara tercekat, "katanya kamu takut bodoh saat pelajaran matematika nanti?"

"Tidak apa, aku juga biasanya tertidur pas jam matematika -AW!" Xiaojun akhirnya benar-benar memukul pipi Hendery, bukan pukulan kuat tapi cukup sakit karena pipinya di sodok pakai jari Xiaojun.

"Sudahlah, lupakan saja."

"Maaf ya, padahal kamu baru sembuh." Hendery tersenyum tipis menatap Xiaojun. Dia menyeka keringat di dagunya sendiri.

"Nanti kamu pergi kerja, kan? Sayang sekali, padahal aku ingin mengajakmu kencan, hah..."

Xiaojun merasakan bulu punggungnya meremang, dia sekarang merasa sangat yakin kalau Hendery ini memiliki wajah tebal dan mulut blak-blakan sesudah mereka menyatakan perasaan mereka masing-masing.

"Kencan apa? Untuk apa kita kencan?" tanya Xiaojun berusaha terdengar ketus untuk menyembunyikan suara terbata-batanya karena gugup.

"Huh? Kita berpacaran, kan? Masa kita tidak kencan?"

DENGKULMU ITU PACARMU! BISA-BISANYA -ASTAGA HENDERY!

"Kita p-pacaran? Seingatku kita cuman saling jujur soal perasaan kita saja tadi, tidak bisa disebut kalau kita pacaran."

"Apa bedanya? Di Jepang kalau seseorang bilang 'aku suka padamu' ke orang yang dia suka, itu artinya dia ngajak pacaran."

"Itu kalau di Jepang, tapi ini China, Hendery!"

"Terus kamu mau diam tanpa status saja walaupun aku sudah merebut ciuman darimu?"

Xiaojun langsung berhenti jalan saat tangannya di tarik oleh Hendery, dia tidak habis pikir Hendery ini tidak mengerti situasi. Jelas Xiaojun tidak mau kalau tanpa status, apalagi ciuman di bibir tadi ah, tapi Xiaojun mau kalau Hendery berkata untuk mengajaknya pacaran dengan gamblang, bukan cuman jujur satu sama lain. Hendery ini tidak peka.

"A-" Xiaojun langsung tidak berekspresi saat melihat di belakang Hendery ada Lucas berdiri menjulang disana.

"Senangnya bisa makan enak sepulang sekolah nanti, haha." Lucas tersenyum seperti anak kecil.

"Kamu -kenapa tidak mengerti situasi, aiyo!" keluh Hendery, hanya ada dia dan Lucas di tempat makan cepat saji, Xiaojun tidak ikut karena dia sepulang sekolah harus ke toko kak Johnny.

"Aku kebetulan disana, aku mencari Xiaojun karena kami sekelas dan aku ingin memberitahu kalau kami akan pindah kelas lagi dari lab fisika." jawab Lucas sambil makan burgernya, dia membuat ekspresi ¯\_ಠ_ಠ_/¯ dan berkata. "Apa aku salah?"

Hendery menatap datar sahabatnya ini tapi sedetik berikutnya dia abaikan. "Kamu memang ada saat diperlukan dan selalu hadir disaat yang tidak tepat."

"Kenapa lagi? Bukankah kalian sudah pacaran?"

"Belum." balas Hendery sedih.

"Ah, payah."

"Xiaojun tadi masih ngotot kalau kami belum pacaran, padahal sudah jujur satu sama lain kalau kami saling suka."

"Apa kamu ada menembaknya?"

"Huh?" Hendery menggelengkan kepalanya.

"Payah sekali."

"Kamu sebut aku payah lagi, kubegal burgermu." Hendery mengertak dan mencoba meraih burger yang di pegang Lucas tapi Lucas lebih gesit kalau soal makanan.

"Kamu mungkin harus menembaknya dengan 'will you be my boyfriend, yang seperti itu, kawan. Kalau beginikan jelas kalau kalian upgrade status dari friendzone menjadi pacaran." kata Lucas setelah berhasil mengamankan burgernya.

Hendery berhenti merebut, dia termenung mendengar petuah kawannya ini yang sama sekali tidak dia pikirkan sebelumnya. Hendery memasang cengiran mencurigakan dengan pandangan kosong. Lucas melihat itu bergidik ngeri.

"By the way, bro. Selamat ya."

"Thanks, bro." Hendery merasa senang karena ucapan Lucas kemarin terwujud sekarang. Tapi senyuman tulusnya langsung luntur saat Lucas menyinggung soal keluarganya lagi.

"Kapan kamu pulang ke rumah?" Lucas memasang wajah tidak peduli, dia selalu menanyakan hal ini terus-menerus agar Hendery tidak lalai kalau dia masih ada urusan dengan orang tuanya sendiri. Lucas tidak mau kawannya ini abai dan berpikir kalau orang tuanya bukanlah apa-apa.

Hendery memasang senyum kecut, dia masih belum memikirkan kapan dia memilih pulang ke mansion itu. Kemarin ibunya menelpon dengan suara sedih agar dirinya cepat pulang.

"Mungkin besok, aku malas bertemu ayah." jawabnya terdengar tidak yakin. Lucas mengangguk saja. Hendery balas mengangguk juga lalu mengambil tasnya. Tasnya terasa berat karena Lucas tidak mengeluarkan buku dari jadwal kemarin.

"Okelah, kalau begitu aku pulang dulu. Makan yang puas, giant."

Hendery langsung meninggalkan Lucas yang masih memakan paha ayam goreng yang belum dia sentuh sama sekali. Lucas bahkan tidak peduli kalau sendirian disana karena dia punya ayam goreng.

Xiaojun yang lagi tekun bekerja asik mengusap jendela yang kotor karena tidak dibersihin kemarin. Dirinya sudah meminta maaf ke kak Johnny karena kemarin tidak masuk kerja tanpa memberi kabar apapun. Beruntung kak Johnny sudah mendapat telepon dari Hendery yang mewakilinya untuk ijin, jadi kak Johnny tidak marah.

Xiaojun duduk sebentar untuk minum, karena banyak hal yang terjadi hari ini dirinya gampang merasa lelah. Mungkin karena dia baru sembuh dari demam dan sudah banyak aktifitas yang di lakukan. Xiaojun berpikir dia harus masak sup ayam gingseng agar daya tahan tubuhnya membaik lagi.

Saat memikirkan menu makan malam, pintu toko terbuka membuat bel di atas pintu berbunyi. Xiaojun langsung berdiri dan menyapa pembeli.

"Selamat datang di toko Johnson, ada yang bisa saya ban -tu... Hendery?" Xiaojun kaget saat melihat wajah pemuda yang menganggu pikirannya beberapa menit lalu ini. Dia ingat Hendery seharusnya kini sedang diperas dompetnya oleh Lucas, lalu kenapa anak itu ada disini?

"Ada perlu apa kamu kesini, Hendery?"

"Will you marry me, Jun?"

"Hah?" Xiaojun shock. Mendadak otaknya dibuat melompat karena gelombang terkejut. Bagaimana dia tidak shock, isi otak Xiaojun masih dipenuhi kejadian tadi di sekolah dan juga soal ciuman itu kalau membayangkan Hendery dan kini anak itu datang dengan mulut sabunnya itu!

"Eh?" Hendery meronggoh kantong celana dan membuka ponselnya, membaca sesuatu disana lalu menatap Xiaojun lagi

"Maksudku, will you be my boyfriend, Jun?"

"Kamu bercanda ya?"

"Bukan, aku Hendery." Hendery tersenyum usil.

"Aku tanya kamu pasti sedang bercanda ya?!" Xiaojun mengulang pertanyaannya dengan suara marah yang ditahan, urat nadinya sampai menonjol.

"Engga, Jun! Aku serius."

"Katanya kamu Hendery?"

"Jun!" Hendery terkejut karena di skakmat langsung.

Xiaojun mengerang sambil menggaruk kepalanya dan menatap Hendery dengan tatapan kebingungan. "Kenapa tiba-tiba kamu malah nembak aku?"

"Kamu bilang tidak mau mengakui kita pacaran tadi pagi, jadi sekarang aku mengerti kalau kamu ingin aku nembak kamu seperti yang ada didrama. Jadi, kamu mau jadi pacarku, Jun?" Hendery menunjukkan tatapan tulus walau agak mengesalkan menatap senyuman itu.

Xiaojun kehabisan kata-kata sekarang, dia tidak menyangka Hendery ternyata peka walau sangat terlambat menggunakan otaknya. Padahal nyatanya Xiaojun tidak tahu kalau itu saran dari Lucas.

Xiaojun menutup mulutnya, menahan jeritan frustasinya karena Hendery dan pipinya langsung memerah lagi.

Hendery yang masih berdiri disana dengan wajah penuh harap langsung berkata, "baiklah, diammu aku anggap ya, aku mau!"

"Oi!"

Hendery tidak peduli seruan protesan Xiaojun, toh Xiaojun tidak berkutik lagi seolah dia masih gugup berkata 'ya'. Hendery ingin menghampiri Xiaojun dan memeluknya tapi kerah kemejanya di tarik dari belakang.

"Lihat, siapa yang datang mengganggu karyawanku?" Johnny dengan tubuh sama menjulangnya dengan Lucas menarik kerah Hendery menjauh.

"Ah, kak John. Sore, kak?"

"Sore, nak Hendery. Ada apa ya?"

"Hehe, maaf kak. Tadi aku habis nembak Xiaojun, dia nerima aku sebagai pacarnya sekarang kak. Beri aku ucapan selamat dong." Hendery berkata dengan nada polos dan Xiaojun menepuk jidatnya lemas mendengarnya. Johnny menunjukkan ekspresi terkejut sekilas lalu tersenyum lagi.

"Wah, selamat untuk kalian berdua. Padahal baru kelahi kemarin lusa, tau-tau hari ini sudah pacaran saja. Anak muda memang gercep ya."

"Hehe, iya. Engga seperti kakak yang pdkt sama kak Ten perlu berbulan-bulan. Oh, aku pamit, dadah Junjun." Hendery langsung lari terbirit-birit saat Johnny bergerak mengambil papan skate yang menggantung di dinding untuk dia getuk ke kepala anak nakal itu.

"Kemari kau, kecebong!" teriak kesal Johnny di depan toko.

Xiaojun masih bungkam sampai dia sadar Hendery malah kabur sungguhan. Xiaojun bergegas keluar.

"Hendery, kamu tidak pergi bekerja?" Xiaojun berteriak tapi Hendery sudah terlanjur menjauh dari pandangan. Dia baru menyadari Hendery tidak pergi bersamanya saat pulang sekolah, malah pergi mentraktrik Lucas. Datang ke toko cuman mampir sebentar untuk menembaknya lalu kabur.

Johnny menatap Xiaojun, memberikan jawaban yang mengejutkan Xiaojun untuk kesekian kalianya.

"Hendery sudah kupecat."

"HEH?!"

Xiaojun pikir jantungnya mulai tidak baik-baik saja sekarang, dari pagi ini banyak hal mengejutkan yang dia dapat. Hendery dipecat? Tunggu, lalu dia bagaimana?

"K-kalau Hendery dipecat, apa aku juga kakak pecat juga?" Xiaojun bertanya dengan wajah sedih, dia bingung kalau dia beneran di pecat. Hendery adalah karyawan senior daripada Xiaojun di toko ini dan juga orang yang menawarkan pekerjaan ini padanya, kalau Hendery di pecat berarti dia juga di phk.

Johnny meletakkan kembali papan yang tadi dia ambil, menatap Xiaojun heran. "Kalau kamu kupecat, sudah dari tadi aku tidak membiarkanmu masuk toko dan mengelap kaca sampai mengkilap seperti itu, Xiaojun."

Johnny menunjuk jendela bagian dalam yang tadi gosok oleh Xiaojun dengan tekun, kalau bukan pantulan cahaya lampu mungkin terlihat tidak ada kaca disana.

Xiaojun bersyukur dirinya tidak dipecat, menghela napas lega tapi satu hal masih mengganjal dihatinya. "Lalu bagaimana dengan Hendery?"

Johnny melirik Xiaojun sekilas, dia terlihat tidak mau membicarakan alasan dia memecat karyawan tengilnya itu dan bingung harus darimana menceritakannya. Tapi menyadari Xiaojun seperti sudah memahami kondisi Hendery akhirnya dia memberitahu.

"Sebenarnya bukan kupecat, Hendery yang mengundurkan diri. Dia bilang itu kemarin saat memberitahu kalau kamu sakit. Hendery juga bilang alasan dia berhenti karena takut orang tuanya akan mencari masalah denganku karena aku memperkerjakan dia disini."

"Apa orang tua Hendery sekejam itu?" tanya Xiaojun terlihat khawatir. Johnny hanya mengendikkan bahunya.

"Aku kurang tau, kamu tanyakan saja padanya sendiri bagaimana orang tuanya. Kamu kan pacarnya."

Johnny tertawa jahat lalu pergi meninggalkan Xiaojun yang meledak seperti tomat matang. Dia kembali dibuat ingat kejadian beberapa menit lalu saat Hendery nyelonong datang hanya untuk menembaknya.

Xiaojun mengipas wajahnya dengan telapak tangannya mencoba mengurangi suhu hangat dipipinya walau tidak berhasil, malahan senyuman tipis mekar dengan manisnya di bibir tipisnya saat pikirannya melayang.

Ketika dia duduk di belakang meja kasir ponsel Xiaojun berbunyi, satu pesan masuk di aplikasi chat.

Itu dari Hendery. Ada satu bubble chat dan isinya Hendery meminta maaf karena lupa memberitahu kalau dia sudah tidak bekerja di toko dan beberapa hal lucu yang biasa anak itu kirimkan.

Tapi di akhir chat panjang dari Hendery, kalimat terakhir yang sangat menyentuh hatinya.

"Pulang nanti hati-hati ya, Jun. Ada begal di jalan, suka ngerampok hati sama senyum kamu yang manis banget. Ya, begalnya itu aku. Hahaha."

Xiaojun tersenyum jengkel, isi pesannya menyentuh relung hati Xiaojun yang paling dalam sampai-sampai dirinya terbawa marah lagi karena Hendery.

Tapi kalau diingat lagi hari ini keduanya sudah kembali seperti dulu.

tbc.

singkat y. ehe

(11) Rencana Kencan

Hendery mengutak-atik ponsel dengan tidak manusiawi, mungkin layarnya bisa saja bolong kalau dia mengetuknya dengan kekuatan penuh.

Beberapa jam setelah dia berhasil memenangi hati Xiaojun, Hendery sudah memikirkan beberapa hal yang mungkin harus dia lakukan saat pulang kembali ke mansion orang tuanya.

Dia mendapat informasi dari kakak ketiganya kalau ayahnya sudah tidak ada di rumah dan pergi untuk perjalanan keluar negeri lagi. Hendery hanya akrab dengan kakak ketiga daripada kakak pertama dan kedua, itu karena Hendery yang membatasi dirinya dengan mereka. Sebelum Hendery kecil belum lahir, ketiga kakaknya hidup dalam tekanan orang tuanya. Mereka dididik untuk menjadi seperti harapan besar mereka. Tapi saat Hendery menjadi anak laki-laki satu-satunya lahir, harapan itu seketika jatuh ke Hendery dan seluruh perhatian ada padanya. Kakak-kakaknya iri dan mulai mengabaikan Hendery. Sampai Hendery remaja, Hendery pertama kali memberontak pada ayahnya dan membuat saudari-nya marah. Hendery tidak mengerti, padahal kakak pertama adalah calon yang cocok untuk menggantikan ayahnya. Dia cerdas dan menjanjikan, tetapi hanya karena dia perempuan membuat kedua orang tuanya mengabaikan potensi anak perempuannya sendiri. Dia benci hal itu.

Setelah itu semua, kakak ketiganya yang sedikit memahami alasan Hendery dan menjadi dekat dengan si adik laki-lakinya. Mungkin orang lain berpikir apa yang dia lakukan adalah hal kekanakan; seperti kabur dari rumah saat ada masalah dengan keluarganya. Tapi Hendery sendiri tidak tahu harus berbuat apa saat hatinya hanya akan semakin membenci dirinya jika dia tetap disana saat dia berselisih dengan ayahnya, jadi dia menyewa flat murah sebagai rumah singgahnya.

Dia akui ibunya selalu memberikan uang jajan yang lebih dari cukup, hanya saja untuk menggunakan uang itu untuk kesehariannya dia mulai enggan setelah dia bekerja tetapi sekarang dia sudah keluar dari tempat kerjanya.

Hendery mengantonginya dan terdiam memandang jalanan yang sepi. Dia duduk di trotoar jalan di bawah lampu jalan, skateboardnya selalu setia di sampingnya.

Taklama dari arah kirinya di ujung jalan dia melihat siluet mungil di kejauhan berjalan mendekat. Hendery belum bergerak dari tempatnya tetapi sosok di ujung sana dari gerak-geriknya terlihat seperti kebingungan, langkahnya maju mundur lalu berhenti. Tidak berani mendekati dan melewati jalan di depan Hendery.

Tawanya lepas, dia berdiri dan melambaikan tangannya kearah sosok mungil Xiaojun yang masih terdiam. Hendery jelas bisa mengenali kalau itu adalah Xiaojun, hanya dari tinggi badannya. Tapi yang disana tidak mengenali kalau itu Hendery karena suasana yang agak gelap, dia masih berdiri mematung di tempat.

"Jun!" Hendery berteriak untuk memanggil, cukup keras sampai Xiaojun akhirnya bereaksi dan mendekati Hendery. Hendery hampir kegemasan setengah mati melihat Xiaojun dengan kaki kecilnya berlari.

"Ah! Kenapa kamu ada disini malam-malam begini? Aku pikir kamu tukang begal atau hantu! Bikin orang takut setengah mati, tahu!" Xiaojun langsung menyembur Hendery dengan protesannya. Hendery hanya tertawa mendengarnya lalu mengusap kepala Xiaojun.

"Maaf, maaf sudah membuatmu takut, Jun. Tapi kan sudah kubilang kalau ada begal, begal senyumanmu yang ma-" Xiaojun menepis tangan Hendery yang merusak tataan rambutnya, pipinya merona di bawah cahaya minim.

"Sudah, jangan ngegombal. Aku mau pulang." Xiaojun mendengus kecil lalu melangkap pergi, Hendery tersenyum lebar dan menggenggam tangan Xiaojun.

"Ayo!" Ajak Hendery, da ingin mengantar Xiaojun pulang. Itu hal biasa yang dulu dia lakukan.

"Kenapa mengantarku pulang? Kamu bukannya istirahat atau belajar dirumah?" Xiaojun kembali protes, dia mencoba menarik tangannya yang digenggam lembut oleh Hendery dengan wajah panik.

"Eh? Aku maunya mengantarkumu pulang untuk pertama kalinya setelah kita pacaran."

"Apa-apaan itu." Xiaojun menekuk alisnya saat mendengar perkataan dengan suara sok polos itu.

"Hehe, aku mau ngajak kamu kencan tapi tidak mungkin sekarang karena sudah malam. Jadi besok sabtu aku akan mengajakmu kencan, Jun." Hendery menarik sudut bibirnya membentuk seringai yang tidak bisa Xiaojun lihat karena jalan yang gelap.

Xiaojun diam, dia sedang berusaha berperang dengan jantungnya yang seperti memberontak keluar dari rongga dadanya. Dia tidak bisa berkata-kata di depan Hendery melihat Hendery yang sifatnya tidak jauh beda dari awal dia kenal. Suka sekali menggodanya. Berteman dan berpacaran seolah bukan masalah untuk Hendery, Xiaojun juga sama; masih saja sering salah tingkah karena Hendery.

"Apa kamu ada janji lain sabtu besok, Jun?" Hendery bertanya untuk memastikan, Xiaojun sama sekali tidak menjawab ya atau tidak dan membuat Hendery bingung.

"Tidak ada, em." Hendery mendengar Xiaojun bergumam tidak jelas di akhir. Seperti ingin ngomong sesuatu tapi tidak bersuara jelas.

"Jun, kamu salting ya?"

"JANGAN TANYA AH! KAMU MENYEBALKAN!" Xiaojun yang kehabisan kesabaran karena dirinya dibuat oleng oleh Hendery mulai mengamuk. Dia kesal, Hendery benar-benar bermuka tebal dan masih saja bertanya dia salting atau tidak. Memangnya apa yang dia lakukan dari dulu kalau bukan membuatnya salah tingkah terus.

Hendery tertawa melihat reaksi menggemaskan Xiaojun, dia iseng menggoda Xiaojun dan dia tidak bisa berhenti untuk itu.

Ah, perasaan menjadi lebih baik karena Xiaojun.

"Jangan lupa bawa skatemu ya, kita bakal skateboard date." ujar Hendery dan masih tidak dijawab. "Jawab dong?"

"Iya, Hendery. Iya, aku nanti bawa skate-ku." jawab Xiaojun sewot.

Xiaojun melirik Hendery, genggaman tangan keduanya belum terlepas sampai sekarang. Dia memerhatikan Hendery mengenakan kaos dan celana jeans, sepertinya anak ini datang menjemputnya setelah pulang ke rumah. Kerumah mana? Kerumah aslinya atau ke flat yang kemarin?

"Hendery," panggil Xiaojun pelan.

"Ya?" Ada jeda beberapa detik yang membuat suasana menjadi sedikit canggung.

"Kamu... kenapa berhenti bekerja?"

"Kenapa? Kamu kesepian karena tidak ada aku, Jun?"

"Aku tidak kesepian sama sekali-ah! Kalau kamu tidak mau jawab, ya sudah."

"Aku berhenti karena kita sebentar lagi mau ujian kenaikan kelas, sebentar lagi kita naik kekelas tiga lalu dan tidak terasa kita melewati hari-hari sebagai kakak kelas tiga lalu kita bakal menghadapi ujian nasional. Nah, karena itu dari sekarang aku mau mencoba fokus belajar, Jun."

Ini salah satu hal yang akan dia lakukan sebelum kembali ke rumah. Hendery sangat mengerti keinginan besar ibunya, dia hanya ingin Hendery selalu tekun di pendidikannya. Hendery pikir itu juga kebaikan untuk dirinya sendiri dan ini akan menjadi titik awal dia ingin merubah jalan hidupnya sendiri.

Xiaojun berhenti melangkah, Hendery yang kebingungan ikut berhenti juga.

"Kalau mau fokus belajar, kenapa pacaran?"

Karena pertanyaan ini, Hendery berhenti melangkah dan begitu juga Xiaojun. Dia heran karena mendapat tatapan aneh dari Hendery.

"Ckckck." Hendery mendecakkan lidahnya, "kamu kebanyakan baca cerpen romansa atau nonton drama bocah, Jun. Putus hanya karena 'aku mau fokus belajar'? Heh, apaan itu." Hendery mendengus lalu tertawa, tidak lama habis itu dia meringis kesakitan karena Xiaojun menyodok rusuknya.

Hendery akhirnya berhenti tertawa, mengusap sudut matanya yang berair. Senyuman manis terukir di bibirnya, menatap Xiaojun dengan tatapan lembut. Genggaman tangan mereka mengendur dan tangannya terangkat untuk menyelipkan anak rambut Xiaojun kebelakang telinga.

"Tapi kalau tidak ada kamu, aku mungkin tidak bisa fokus, Jun." Dia nampak sangat tulus. Xiaojun tidak bisa mengontrol rona di pipinya dan detak jantungnya. Xiaojun juga tidak tahu seberapa cepatnya detak jantung milik Hendery, perasaan membahagiaan menyelimuti hatinya.

Kalian bisa bilang kalau Hendery mulai bucin dan tidak jelas, tapi menurut Hendery tanpa dia sadari keberadaan Xiaojun sudah lebih dari cukup untuk dia bernaung dari masalah di kehidupannya. Hendery sendiri juga tidak tahu seperti apa masa depannya, dia hanya bisa berharap Xiaojun merasa selalu bahagia di masa ini dan masa mendatang. Dengannya atau tanpa dirinya.

Hendery menarik Xiaojun kembali berjalan, berlama-lama dibawah udara malam yang dingin membuat Hendery khawatir Xiaojun akan kembali jatuh sakit.

Xiaojun disampingnya menatap tangannya yang digenggam Hendery lagi. Genggaman tangannya hangat, rasa menenangkan itu sampai ke hatinya dan membuat Xiaojun merasakan perasaan yang tidak jelas -seperti rasa nyaman saat di sisinya, mungkin. Xiaojun tidak mengerti, apa yang ada di otak dan di hati Hendery itu masih membingungkan untuk Xiaojun, dia harap Hendery dapat sedikit demi sedikit terbuka padanya.

"Hendery." Xiaojun memanggil sedikit ragu. Dia menoleh ke sekitarnya dengan tatapan takut.

"Ya, Jun?"

"Rumahku diarah sana, kenapa kamu malah lewat sini?" Xiaojun sedikit menyadari kalau Hendery malah berbelok kearah kanan yang seharusnya berbelok kekiri, karena Xiaojun digenggam tangannya membuatnya hanya bisa ikut berbelok.

"Oh, astaga. Maaf, aku lupa Jun." Hendery diam sebentar lalu berputar arah. Tangannya semakin erat mencengkram tangan Xiaojun. Kelepasan, dia tidak bisa menyembunyikan seringai kecilnya.

"Hendery, kamu kalau aneh-aneh aku akan memukulmu -AAAARGH LEPAS! LEPASKAN AKU, HEN! SIALAN! AKU PULANG SENDIRI SAJA!" Xiaojun semakin menjadi-jadi memberontak karena dia mendengar Hendery tertawa aneh. Hendery ini memang patut dia waspadai.

"Aku bercanda, astaga!" Beruntungnya Hendery menghindar saat Xiaojun ingin menendang kakinya. Hendery dari awal memang ingin mengerjai kekasihnya ini, dia gemas melihat wajah ketakutan Xiaojun.

"DASAR KECEBONG! AKU SUDAH CURIGA KAMU MEMANG LICIK!" teriak Xiaojun jengkel. Dia tidak peduli suaranya akan mengganggu tetangga, dia ingin mencakar wajah mengesalkan dihadapannya ini.

"Apapun untukmu, my Jun." Hendery membungkuk, memberi salam ala pangeran kerajaan.

"AAAH MENJAUH SANA!"

"Aha, kamu mengaum. Sudah lama aku tidak melihat kamu dalam mode dinosaurus -KYAAA! JANGAN CAKAR MUKAKU!"

Kini Hendery yang berteriak takut. Oke, sekarang Hendery jera menggoda berlebihan Xiaojun yang benar-benar mengamuk ini. Dia pikir dia akan kehilangan ketampanannya karena di cakar Xiaojun.

tbc.

i am lost huwee. anyway mereka bakal kencan, jdi gak ya?

(12) Mengukir Melon

Rasanya sangat berat sampai Xiaojun tidak bisa berhenti membuka dan menutup matanya sampai tengah malam. Dia masih diganggu pikiran yang mengacaukan otaknya, ditambah lusa besok Xiaojun merencakan untuk pergi kencan.

Xiaojun diam, bagaimana cara dia memberitahu ibunya? Anak semata wayangnya telah di pacari oleh cowok!

Karena hal itu membuat Xiaojun tidak bisa tidur. Satu helaan napas berat keluar, menatap plafon kamarnya dan pikiranya langsung melayang jauh.

Xiaojun berpikir dia tidak akan ambil pusing untuk memberitahu ibunya tentang ini dan tidak juga membiarkan ibunya tahu. Dia akan menyembunyikan hubungan ini, dan toh ini hanya pacaran seperti anak muda pada umumnya. Untuk hubungan jangka panjang kedepannya, Xiaojun tidak memikirkannya. Bukannya tidak peduli, hanya tidak berani.

Tetapi untuk Hendery sendiri, Xiaojun jujur khawatir Hendery bisa di hajar oleh orang tuanya.

Berbicara tentang Hendery, tatapan Xiaojun berubah sendu, dia mulai membayangkan seperti apa kehidupan yang Hendery miliki. Apakah dia selalu tersiksa dengan sikap orang di keluarganya? Bagaimana cara anak itu bisa bertahan? Hendery yang lahir dari keluarga yang anggap saja kekayaan tidak akan habis tujuh turunan sampai rela bekerja paruh waktu dan sampai menyewa flat yang katanya rumah singgahnya. Xiaojun tahu di luar sana masih ada banyak anak yang memiliki konflik internal dengan keluarga mereka sendiri tetapi dia sendiri masih tidak bisa membayangkannya.

Tidak mau terlalu larut dalam pikiran malamnya, dia Xiaojun segera menarik selimutnya hingga menutupi seluruh tubuhnya. Tidak perlu waktu lama, Xiaojun akhirnya jatuh tertidur dengan mimpi tidak karuan dan terbangun keesokkan paginya dengan wajah kuyu.

Nyonya Xiao yang memiliki shift malam membuatnya memiliki waktu banyak di pagi hari dan bangun awal untuk membuat sarapan.

Ibu Xiaojun dikejutkan dengan wajah pucat anaknya. "Sayang, kenapa kamu pucat? Kamu tidak enak badan lagi?"

Xiaojun duduk di kursi dengan senyum tipis, "tidak mom, aku sehat kok."

"Tapi kamu pucat." Nyonya Xiao ingin mengambil termometer di kotak P3K tapi di hentikan Xiaojun.

"Bukan apa-apa, tadi malam aku hanya mimpi buruk." Xiaojun meminum susu hangat perlahan, dan perlahan juga mimpi seram tadi malam menghantuinya lagi. Tubuh Xiaojun merinding.

"Mimpi apa?" tanya Nyonya Xiao.

Xiaojun menarik senyum masam menjawab: "Mimpi dicium kuda aneh."

Kata orang jaman dulu, mimpi bertemu kuda ada yang pertanda baik dan buruk; tergantung situasi di mimpinya. Tetapi Xiaojun tidak mempercayai itu semua dan masih trauma dengan isi mimpinya tadi malam.

Bagaimana bisa Hendery muncul di mimpinya dan melakukan hal tidak senonoh padanya?! Di atas ranjang!

Maksudnya itu benar-benar sosok Hendery yang muncul bukan kuda sungguhan, tapi dia tidak mungkin dengan gamblang bilang ke ibunya kalau dia mimpi di -ah, lupakan!

Xiaojun frustasi karena itu dan langsung berlari ke kamar mandi, mengecek apakah ada yang salah dengan tubuhnya tetapi beruntungnya tidak ada.

Pagi ini, Xiaojun berseluncur pelan denagn papan skatenya menuju sekolah.

Semilir angin menyapu wajah halusnya di pagi hari membuatnya tidak tahan tidak menarik senyuman tipis. Seolah mimpi buruk perlahan bersembunyi di balik batu.

"Memang yang paling indah itu memandang wajah kekasih yang tersenyum lembut kepada langit dan bumi, bisakah aku menjadi egois untuk memiliki senyuman itu untuk diriku sendiri?"

Xiaojun terkejut dan senyumannya seketika mengendur, gagal mengembang sempura saat menyadari Hendery sudah ada di sampingnya, sama-sama mengendarai skateboard.

Ini dia!

Hendery si tersangka utama di mimpi buruknya!

Hendery sebelumnya melihat Xiaojun dari kejauhan meluncur dengan papannya dan Hendery buru-buru menyusul dalam keheningan ingin mengejutkannya. Tetapi yang dia dapat Xiaojun tersenyum tipis kearah langit. Apakah dia memikirkannya di hatinya?

"Kalimatmu itu sangat mengerikan? Jaga jarak!"

"Ehhh? Kenapa?" Hendery memiringkan kepalanya melihat reaksi Xiaojun seperti ketakutan, seolah melihat hantu.

"Terlalu dekat, tidak ada ruang untuk jalur skate-ku!"

Hendery hanya bisa tertawa kecil, dia menurut dan menjauh sedikit dari Xiaojun yang mirip ikan buntal marah. Sekarang mereka sudah dekat dengan area sekolah dan semakin lama terlihat anak sekolah berjalan di sekitar mereka. Kurang aman jika mereka bermain-main dan lalai, bisa menabrak orang yang lagi jalan nanti.

Xiaojun yang melihat Hendery bergeser menjauh diam-diam menghela napas kecil.

Hendery yang melihat jelas wajah lega si dinosaur kecil itu tidak tahan untuk tidak berkomentar: "Ada apa sih? Seperti aku ingin mencuri ciuman darimu saja."

Hendery tertawa lagi. Xiaojun yang mendengar itu seketika berhenti dan turun dari skateboarnya. Mimpi kotor itu langsung naik kepermukaan dan langsung menampar wajah Xiaojun di dunia nyata.

Hendery juga menghenti laju skateboardnya, menoleh kebelakang dengan menatap keheranan kearah Xiaojun, dia bertanya: "Kenapa, Jun- WAAWW! HEI! HEI!"

Hendery semakin heran dan kebingungan melihat Xiaojun sudah mengangkat papan skatenya ingin memukul Hendery dengan itu. Pelaku yang mengayunkan papannya untuk mengusir Hendery wajahnya memerah seperti buah persik matang. Xiaojun berteriak, "Dasar mesum!"

"Eh? Aku tidak melakukan apa pun, hei, Jun. Really, Jun? Ini jalan umum, loh. Aku salah apa? Hei?!"

Beruntungnya saja Xiaojun hanya melakukan teknik ancaman dengan pukulan palsu dan dengan cepat berlari menjauh dari Hendery, dari kejauhan juga dia mendengar teriakan permintaan maaf Xiaojun. Ada beberapa siswi yang berjalan kaki menatap mereka berdua dengan tatapan penasaran dan membuat wajah Xiaojun semakin gelap.

Hendery segera menyusul Xiaojun, dia mulai bertanya-tanya ada apa? Apa dia salah bicara? Dia hanya bercanda mengatakan ingin mencium Xiaojun? Walaupun memang ada niat tetapi yang tadi murni bualan belaka. Kenapa dinosaurus kecil ini marah sampai sebegitunya?

Hendery tidak bisa menemui Xiaojun di istirahat pertama karena dia berada di lab fisika dan gedungnya berbeda dengan gedung kelasnya.

Memikirkan tentang Xiaojun, dia masih penasaran kenapa anak itu tiba-tiba bersikap aneh tadi pagi dan mengusirnya seolah dia ini makhluk aneh?

Tetapi karena dinosaurus kecilnya yang telah resmi menjadi pacarnya membuat senyum di bibirnya mengembang dengan manis.

Lupakan tentang pelajaran dari pagi ini benar-benar buruk dan merepotkan, materi yang dia kejar agar nilainya tidak turun di semester ini membuat kepalanya dipenuhi polusi yang merusak otaknya. Tetapi hanya dengan memikirkan pipi merona si dinosaur kecil yang seolah mengenakan pemerah itu membuat otak Hendery dipenuhi angin musim semi. Menyegarkan.

Xiaojun itu satu-satunya yang dapat menenangkannya. Hendery bahkan tidak memikirkan jika suatu saat nanti keduanya berpisah apakah itu akan menjadi bomerang racun untuk Hendery sendiri atau tidak.

"Dery." Tiba-tiba seorang gadis yang sering berkeliaran di sekitar Hendery datang menyapanya. Apa maksudmu dengan Dery? Aku harap dinosaur-ku yang memanggilku sekarang. Hendery melirik sekilas kearah Jiao Mei, gadis yang dipenuhi kelicikan tersembunyi. Sudah lama dia mengetahuinya tetapi Hendery memilih diam.

Jiao Mei terus menganggu Hendery walaupun hanya di balas dengan suara seadanya.

"Ohya, Dery. Kamu tahu besok sudah festival Qixi?" pipi gadis itu masih memerah, sepertinya merah karena pemerah pipi. Dia tidak lelah mencari perhatian dari pemuda Huang itu.

Hendery kali ini menunjukkan ketertarikan dengan subjek festival Qixi dan dia bahkan tidak menoleh kearah gadis itu sama sekali. "Festival Qixi ya, aku lupa..."

"Iya, besok sabtu itu hari festival Qixi. Dery, apa kamu ada kesibuka-"

"Aku kekelas duluan, dah." Hendery melangkah menjauh, dulu dia membiarkan para gadis mengelilinginya seperti kaisar yang memiliki banyak selir, tetapi kini karena hatinya sudah di miliki oleh permaisuri kesayangnya Hendery tidak ingin mereka dekat-dekat dengannya lagi.

"Hendery! Ish!" Jiao Mei menginjak lantai dengan kesal, dia menatap punggung Hendery yang meninggalkannya.

Tidak memperdulikan yang dia tinggal di belakang, Hendery berjalan dengan hati yang semakin dan makin riang. Besok sabtu itu sudah di tetapkan akan menjadi kencan pertama mereka, dia sungguh tidak sabar menantinya!

Di festival Qixi disini tidak ada banyak dilakukan dan tradisinya sedikit longgar namun tidak mengurangi antusias seseorang untuk menikmati hari festival valentine Tiongkok ini. Kata orang, itu hari yang diberkahi untuk pasangan, Hendery bahkan sampai berpikir ingin datang ke kuil dan mengajak Xiaojun untuk tiga kali sujud ke langit dan bumi.

Tetapi sepertinya yang terakhir sangat berlebihan, Hendery bisa membayangkan Xiaojun akan mengamuk dan melemparnya dengan skateboardnya. Huft, tapi ini akan menjadi kencan yang tidak terlupakan!

Hendery harus menjamin Xiaojun akan senang dia ajak kencan besok!

Harus yakin!

Angin meniup rambutnya, Xiaojun sampai sekarang nampak linglung karena dia berada jauh dari kelasnya dan Hendery ada disebelahnya menatap langit dengan mata berbinar.

"Xiaojun."

"Hm?"

"Besok festival Qixi."

"Lalu?"

"Tidak apa-apa. Hanya saja teringat cerita dewi si gadis penenun di kahyangan yang jatuh cinta dengan manusia biasa seorang pengembala sapi, lalu keduanya jatuh cinta dan melanggar peraturan langit." Hendery berkata, tatapan matanya bersorot seperti sarjana teladan di masa lalu. Xiaojun di samping tidak tahan untuk memberi tatapan menggelikan.

"Terus? Tunggu, kenapa kata-katamu dari pagi ini agak aneh begini, Dery. Kamu ada salah makan?" Xiaojun dari lubuk hatinya dengan tulus mengkhawatirkan Hendery kalau saja anak ini ada memakan sesuatu yang beracun.

Hendery tertawa lalu tersenyum kecil. "Besok kamu jadi kan. . ."

Wajah Xiaojun semakin lama berubah. Hendery di sebelahnya mengepalkan tangannya menahan diri untuk tidak mencubit pipi bulat itu.

Xiaojun saat jam istirahat kedua berdering, di buat kaget karena Hendery tiba-tiba muncul di depan kelasnya. Mengajaknya pergi entah kemana dan pada akhirnya dia di bawa ke gedung olahraga lama yang kemarin. Hanya duduk berdua di sana menunggu waktu istirahat selesai.

Selama jam pelajaran Xiaojun hampir dibuat lupa tentang kencan mereka, dia berpikir untuk tidak terlalu mengingatnya. Tetapi Hendery malah dengan tidak sabar menanyakannya lagi.

Hendery mencolek tangan Xiaojun, "ngomong-ngomong, besok festival Qixi loh. Hehe."

Apanya hehe, huh?

"Oh iya, tadi semuanya di kelas juga banyak yang bahas soal itu." Xiaojun cukup tahu banyak soal festival Qixi ini, walaupun hari valentine ini tidak sepopuler hari valentine di bulan Februari. Latar belakang festival ini yang membuatnya tertarik karena berhubungan dengan astronomi. Dewi si gadis penenun dan pria pengembala sapi yang Hendery katakan sebelumnya adalah nama bintang yang bersinar terang di bulan Agustus. Bintang Vega untuk si Dewi gadis penenun dan pria pengembala sapi itu bintang Altair.

Hendery menepuk kedua tangannya antusias, dia berkata: "Ya kan? Walaupun tidak banyak pasar festival tetapi pasti suasananya mendukung untuk berkencan, ya kan?" Dia menatap Xiaojun dengan kedua mata cemerlangnya, "aku ingin membelikanmu sisir atau membuat gembok cinta, ah."

Xiaojun seketika terdiam. Memberikan sisir atau membuat gembok cinta itu sama saja kamu memberikan cokelat atau bunga di hari valentine, Xiaojun tidak tahan untuk tersedak kecil. Lagipula, aku tidak perlu sisir, aku sudah punya banyak sisir dirumah, dan gembok, rumahku pakai sistem keamanan canggih, Hendery.

Xiaojun menghindari tatapan Hendery, "Y-ya, besok aku bisa, siang hari selesai pulang kerja, oke?"

"Oke, hehe."

Kenapa hehe lagi? Xiaojun tidak bisa menebak Hendery di saat tertentu, rasanya mengerikan.

Xiaojun menarik senyum tipis, dia berbicara dengan suara kecil: "Sepertinya aku perlu beli dumbbell deh."

Hendery bertanya dengan polos, "Dumbbell untuk apa?"

"Kamu pikir dumbbell memangnya untuk apa, tuan Huang? Untuk memukul kepalamu sampai mampus?!"

Xiaojun bekerja di pagi hari di hari sabtu, jadi setelah dia pulang bekerja Hendery menjemputnya di siang hari. Hendery menunggu di depan vending machine yang tak jauh dari toko tempat lamanya dia bekerja. Hendery tentu sudah menghubungi Xiaojun melalui pesan singkat, awalnya dia juga tidak curiga saat pesannya lambat di respon.

Xiaojun keluar setelah pamit dengan kak Johnny, dia tergesa-gesa menuju ke tempat Hendery dengan wajah gusar. Hendery melihat itu ikut merasa khawatir tetapi dia memilih diam dulu.

"Hendery, sudah lama menunggu?" Xiaojun menatap Hendery yang tersenyum lembut sambil menggelengkan kepalanya pelan.

Hendery, "Tidak juga. Mau pergi sekarang?"

Setelah mengajukan pertanyaan seperti itu, ekspresi Xiaojun semakin terpilin. Mulutnya sedikit terbuka tetapi seolah kalimatnya tertahan di ujung lidah. Hendery akhirnya tidak tahan untuk bertanya sebelum Xiaojun bersuara lebih dulu.

"Maaf, Hendery."

"Kenapa?"

Xiaojun awalnya nampak seperti pohon yang kokoh dengan wajah mengkerut gelisah tetapi sekarang dia mirip kucing yang meringkuk sedih dan duduk disamping Hendery, mencengkram ujung lengan bajunya, tatapan semakin kuyu dan penuh bimbang.

"Hendery, maaf, tapi aku tidak bisa pergi kencan hari ini." Begitu katanya, suaranya hampir tidak bisa didengar Hendery.

Xiaojun menunggu dengan hati yang hampir jatuh dan penuh cemas.

Hendery mau tidak mau menarik senyum lagi, menepuk kepala Xiaojun. "Tidak apa-apa kalau tidak bisa. Kalau aku boleh tahu, memang ada apa?"

"Mommy sakit, dia juga cuti hari ini. Tapi aku tetap berangkat kerja setelah mommy memaksa kalau dia tidak apa-apa kalau kutinggal. Aku ingin merawat sampai dia sembuh, maaf Hendery." Hendery bisa merasakan cengkraman di lengannya semakin erat. Hendery terkejut mendengar kabar itu, dia jelas tidak bisa mengatakan apa-apa dan menyuruh Xiaojun cepat pulang.

Xiaojun berterima kasih dengan tulus dan pergi setelahnya.

Meninggalkan Hendery yang duduk sendirian disana.

Gagal sudah, Hendery yang mendapatkan berita seperti itu tidak marah, tentu saja dia tidak marah sedikitpun, dia harus mengerti. Walaupun Xiaojun menolak jalan saat itu dengan alasan merasa enggan atau ragu sekalipun, Hendery tidak memikirkan apapun. Yah, walaupun dia merasa sedikit kecewa tetapi itu bukan masalah

Tidak lama dia duduk disana, Johnny yang datang dan mendekatinya. Pakaiannya cukup nyentrik dan ada segelas kopi starbuck di tangan kirinya.

"Hendery, kenapa duduk disini?"

"Berfotosintesis, kak." jawab Hendery singkat.

Johnny mengambil duduk di sampingnya dan bersandar di kursi fasilitas publik.

"Gagal kencan ya?"

"Iya." Hendery tanpa repot menoleh Johnny disebelahnya, tetapi telinganya yang sensitif mendengar 'pfft' dari samping segera dia melirik tajam ke lawan bicaranya: "Jangan ketawa."

"Okay, sorry brother." Johnny, mencoba untuk tenang, tapi belum ada sedetik dia tidak bisa menahan tawanya.

Hendery melototi Johnny yang tertawa terbahak-bahak.

"Masih berani ketawa, semoga kak Ten membatalkan janji kencan denganmu dan marah selama seminggu."

Mendengar Hendery mengutuk dirinya, Johnny seketika kehilangan tawa riangnnya, langsung digantikan raut datar: "Tidak usah di omongin, aku dicuekin Ten sudah dua hari ini, bro."

"Oh."

Hendery tidak bersuara lagi dan tidak menanyakan apapun. Kini dua pria yang sedang mengalami dilema "batal kencan" di hari valentine ini hanya bisa duduk murung disana.

Langit mulai gelap tetapi Hendery masih berkeliaran di luar sendirian. Tetapi dia mulai menyesal jalan-jalan sendiri karena dia hanya melihat banyaknya pasangan yang jalan berdua di setiap jalan.

Membuatnya iri.

Hendery mampir ke toko buah, karena sudah sore mungkin waktu yang cocok untuk menjenguk. Setelah mengantar buah dia bisa menggoda Xiaojun lalu pulang. Mengingat kata pulang, malam ini dia harus kembali ke rumah utamanya yaitu mansion Wong, sudut matanya sekilas menunjukkan binar dingin dan tidak menyenangkan.

Hendery kebingungan saat memilih buah, lalu matanya langsung tertuju pada buah melon, buah melon itu cukup mahal tetapi dengan seringai tipis: "Mungkin aku bisa menyuruh Jujun untuk mengukir buah melon untukku, hehe."

Hendery awalnya hanya mengambil satu buah melon dan beberapa buah apel. Namun saat melihat yang dia beli kurang banyak, jadi dia menambahkan anggur, stroberi, kiwi, dan bermacam berries.

Hendery berhenti di depan apartemen Xiaojun dan mempersiapkan diri untuk tampil dengan senyum manis, sebelum dia mengambil satu langkah maju, dari arah kanan dia mendengar seseorang memanggilnya.

"Nak Guanheng?" Hendery menoleh dan melihat nyonya Xiao yang sehat bugar berdiri disana, terlihat pulang dari belanja dari kantong plastik di toko klontong. Nyonya Xiao melirik parsel di tangan Hendery.

"B-bibi. . . Bibi sudah sehat? Kenapa Bibi keluar, malam mulai dingin."

Nyonya Xiao tersenyum lembut mendengar suara penuh kekhawatiran dari pemuda ini. Dia yakin Hendery sudah mengetahuinya dari Xiaojun.

"Ah, maafkan Bibi. Sebenarnya Bibi tidak sakit separah itu, hanya pusing sedikit tapi sembuh setelah langsung minum obat malamnya. Hari ini Bibi memang mendapat cuti jadi tidak pergi bekerja. Sekali Bibi minta maaf ya, rencana kamu dan Xiaojun jadi gagal karena salah paham."

"Ano, tidak apa-apa, Bibi. Bibi jangan minta maaf, Xiaojun jelas khawatir dengan Bibi, kalau hari ini tidak bisa maka bisa di hari lain." Hendery tersenyum manis, dia menggaruk rambutnya dan dia lupa dia membawa keranjang buah.

"Oh iya, Bibi. Ini, Guanheng ingin memberikan buah yang tidak seberapa ini untuk Bibi dan Xiaojun. Mohon di terima."

Nyonya Xiao tidak bisa menahan rasa menggelitik di hati seorang ibu-nya dan memuji sikap Hendery ini. Dia menerima pemberian dari Hendery, karena kekuatannya cukup besar, membawa dua kantong yang berat dia tidak masalah.

Apanya yang tidak seberapa, ini sudah jelas benar-benar berapa banyak uang yang dia habiskan untuk membeli buah yang nampak mahal ini?

Nyonya Xiao mengajak Hendery untuk mampir ke rumah, ada Xiaojun di rumah yang masak makan malam dengan wajah merengut karena memikirkan batal kencan, tetapi Hendery menolak dengan halus. Dia harus pulang, jadi Hendery pamit lalu pergi.

Xiaojun duduk di meja makan dengan wajah gusar, dia melirik jam dinding lalu bibirnya mengerucut dengan ekspresi separuh kesal dan khawatir, mommy-nya yang katanya ingin membeli jajan untuk membujuk Xiaojun masih belum pulang juga.

Dia masih sedikit kecewa di sudut hatinya karena membatalkan kencan, ini karena dia tidak tahu kalau ibuny mengambil cuti hari ini dan bukan karena sakit. Namun dia juga tidak bisa menyalahkan ibunya, dia juga sudah lama tidak menikmati libur weekendnya setelah berlarut dalam tugas yang berat di rumah sakit.

Xiaojun menoleh mendengar suara ibunya pulang, dia membuka pintu dan terkejut melihat parsel berisi banyak buah di tangannya.

"Mom, katanya ingin beli koyo, tapi kenapa ada banyak buah?" Xiaojun membantu dan membawanya ke dapur. Dia mendecak tidak percaya melihat buah melon yang harganya mencapai. . . Empat digit?! I-ibunya tidak mungkin beli melon semahal ini!

"Mom?" Xiaojun berseru keheranan melihat melon Yubari yang harganya fantastic itu.

Nyonya Xiao dengan tenang menjawab, "itu buah yang di beri nak Guanheng. Mommy bertemu dia di bawah saat pulang, Mommy ingin menyuruhnya mampir tapi dia menolak."

Pandangan Xiaojun beralih menatap buah-buah segar itu. Tatapannya samar nampak sedih, Hendery ada kesini untuk memberikan buah padahal dia sudah membatalkan kencannya. Setelah bertemu ibunya pasti Hendery terkejut melihat ibunya ternyata baik-baik saja. Dia takut saat ini Hendery mengira dia berbohong dan sangat kecewa padanya.

Setelah selesai makan, Xiaojun mengeluarkan buah-buah itu untuk dia cuci lalu sebagian dia makan dengan ibunya dan sisanya di simpan di kulkas. Melon itu memiliki ukuran sedang, tapi dia tidak mengupasnya dan memasukkannya langsung ke kulkas.

Nyonya Xiao yang melihat Xiaojun memasukkan melon ke kulkas, dia berkata: "Ah-Jun, itu tidak kamu ukir?"

Xiaojun terdiam dan menatap ibunya dengan bingung. "Mengukir apa, mom?"

"Melonnya. Hari ini festival Qixi, kamu tidak ingin mengukir melon?"

"Mengukir melon?!" Xiaojun tidak bisa berkata-kata, "H-hendery ada menyuruh begitu?"

"Tidak sih, cuman siapa tahu kamu minat. Mumpung ada melon hari ini, ehe." Nyonya Xiao tersenyum lalu duduk di sofa sambil menonton tv.

Ehe apanya, mom?! Kamu cuman bisa ehe saat anak ini di belakangmu berpacaran dengan seorang pria?! Mom!

Xiaojun hampir kehilangan jiwanya, mengukir melon di hari festival Qixi itu tradisi lama yang tabu untuk Xiaojun! Berdasarkan informasi dari Wikipedia yang pernah Xiaojun baca, mengukir melon itu merupakan kebiasaan dimana para gadis berdoa agar diberikan suami yang baik di malam festival Qixi. Itu jelas bukan sesuatu yang bisa di lakukan oleh Xiaojun sekarang. Mau ditaruh dimana mukanya?

Xiaojun duduk di meja belajarnya, ponsel dihadapannya menampilkan nomor telepon Hendery. Dia ragu ingin menelponnya. Tetapi mengingat dia berbuat salah dan perlu berterimakasih secepatnya untuk buahnya, Xiaojun mendial nomor itu lalu memeluk lututnya sammbil menunggu panggilan tersambung.

"Halo, Jun?"

Holy shit!

Xiaojun berbicara kaku, "h-halo..."

"Jun, bagaimana melonnya? Manis? Buah yang lain apa juga enak?"

"Um, terimakasih sudah membelikan buah, padahal kamu tidak perlu repot membelikan buah semahal itu, Hendery. Tapi buahnya sangat enak dan segar."

"Ai, bukan masalah. Aku tadi bertemu ibumu saat mau mampir, syukurlah kalau beliau sehat. Kamu bisa lega, Jun." Suara Hendery terdengar murni, tidak terlihat di marah.

Xiaojun meneguk salivanya, dia ingin menyampaikan protesannya tapi disisi lain ini bukan saat yang tepat. Jadi Xiaojun menelan gerutuan yang ada di tenggorokannya dan mengabaikanny. Xiaojun memberi jeda sebentar, "Um, maaf ya karena membatalkan kencannya, dan juga aku tidak tahu kalau mommy mengambil cuti hari ini, maaf."

"Aiyo, tidak apa-apa, Jun. Ini ya, padahal kukira kamu tidak mau loh kuajak kencan kemarin, karena pertama kali kuajak kamu jalan kamu menolak setengah mati. Ingat? Yang akhirnya kak Johnny ikut itu." Hendery tertawa setelahnya. Xiaojun jelas masih mengingatnya, dia yang berusaha menolak ajakan jalan dari Hendery, lalu dia yang terjebak diantara preman pasar itu. Semua tersimpan jelas di memorinya.

"Ah, aku ingat. Kamu juga dengan santainya membuat bibi penjual mi pangsit mengira kita ini pacaran itu, kan?"

"Hahaha! Kamu paling mengingat bagian itu? Tidak kusangka kamu ternyata menyukainya, Jun."

"Aku tidak! Humph, jangan mikir yang tidak-tidak. Ngomong-ngomong, bagaimana kabar bibi Zhang? Aku sudah lama tidak kesana."

"Bibi Zhang baik-baik saja, aku tadi sore ada makan di warung dia. Oh bagaimana kalau kita kencan, kita mampir kesana."

"Um, aku ingin mencoba makan hotpot pedas disana. Sepertinya enak." Xiaojun ingat saat dia melihat gambar menu yang tertempel di dinding itu, ada menu hotpot pedas yang menggoda. "Hendery, kamu suka makan hotpot?"

"Aku kurang suka makanan pedas, aku lebih memilih kuah putih karena membuat perutku nyaman. Kamu suka makan pedas?"

"Tidak juga, kalau begitu kamu suka makanan yang manis ya?" Xiaojun yang tidak tahu dirasuki oleh setan mana tiba-tiba menanyakan hal-hal tentang Hendery.

Hendery yang ditanyai begitu tidak bisa menahan desiran halus di hatinya, rasanya manis asem di perhatikan oleh dinosaur kecil ini.

"Ya, aku lebih suka makanan yang manis." Apalagi yang seperti kamu, Jun. Hendery hanya bilang di dalam hati, "Kenapa Jun kamu bertanya?"

"Bukan apa-apa. Ah, b-bagaimana kalau kita besok mengganti kencan hari ini yang gagal, kamu bisa Hendery?"

"Sayang sekali, Jun. Besok aku tidak bisa, ada hal yang mau kuurus."

"Oh, begitu.

"Iya, Jun."

Keduanya saling diam.

Xiaojun diam-diam mencubit hidungnya sendiri karena suasana canggung dalam obrolan ini, padahal saat bertatap muka tidak sekaku ini. Atau karena dia tidak bisa melihat wajah lawan bicaranya membuat Xiaojun berubah kosong. Hendery juga disana tidak banyak bicara.

Tapi dalam keheningan itu, Xiaojun menyadari hal aneh. Dia bertanya dengan hati-hati. "Hendery, kamu ada dalam bus? Atau mobil?"

"Ya, aku memang ada di mobil, sudah kubilang bukan kalau aku ada hal yang ingin kuurus?"

"Oh, kalau begitu, aku takut menganggumu aku tutup teleponnya ya. Selamat malam, Hendery."

"Un, selamat malam juga, Jun." Panggilan telepon pun terputus.

Xiaojun tidak bisa menahan untuk memeluk lututnya lagi berusaha menahan detakan tidak biasa di jantungnya.

Hendery yang menatap layar ponselnya tidak repot-repot menatap balik kakak perempuannya, Chatty, yang berada di sampingnya.

"Kunhang."

"Hm?"

"Yang sebelumnya kita bicarakan tadi, apa kamu yakin?"

Hendery mengantongi ponsel di saku jaketnya. Dia berkata dengan suara tegas di balik nada acuk tak acuhnya, "aku yakin, aku menghadiri acara keluarga ini bukan untuk mengakui aku kalah dan mengikuti kemauan Ayah. Aku sangat menghormati keluarga Ibu dan hanya ingin bertukar kata dengan mereka, itu saja."

Hendery menatap keluar jendela mobil, dia sudah memantabkan hatinya untuk menerima dan juga menghadapi semua yang ada di hadapkannya. Dia ingin membuktikan dia dan saudarinya bukanlah boneka ayahnya.

tbc

(13) Roti Lapis untuk Hendery

Hendery benar-benar tidak menyangka kalau acara keluarga yang dia datangi ini tidak berubah sama sekali, sama seperti sebelumnya, tetap seperti sampah. Dia ada alasan untuk mengatakan ini, disana ada banyak keluarga dari ayahnya dan yang mereka bahas tidak jauh-jauh dari harta siapa yang paling banyak, anak siapa yang paling pantas menjadi penerus perusahaan dan hal-hal tidak pantas untuk Hendery dengar.

Jadi dia diam-diam menyelipkan earphone di telinganya yang tertutup oleh rambutnya hitamnya yang agak panjang karena sudah lama tidak dipangkas, suara Xiaojun yang dia rekam saat di panggilan telepon sebelumnya yang dia dengarkan.

Hendery berkata dalam hati, "astaga, suara Xiaojun kalau di ulang-ulang terus tidak sehat untuk jantung."

Walaupun tindakannya ini berlebihan, tetapi itu jauh lebih baik daripada mendengarkan omong kosong di hadapannya.

Dia disisi lain masih memikirkan cara untuk membuang semua keserakahan dan tuntutan ayahnya. Dia tidak suka perjamuan ini, seolah ini untuk dirinya agar menjadi seperti ayahnya yang kedua, penerus perusahaan, itu yang terdengar aneh di telinganya.

Jika disuruh memilih, Hendery lebih baik menjadi karyawan dengan gaji standar karena dia yang memilih itu dan senang akan pekerjaannya daripada di doktrin dan di tarik seperti sapi agar seperti mereka. Dia ingin mengembalikan posisi ini untuk kakak pertamanya, ngomong-ngomong kakak pertama dan keduanya ada di seberang meja yang agak jauh darinya. Hendery hanya diam sepanjang acara makan keluarga disana, dia melirik kedua kakak perempuannya yang lain, Crystal dan Catherine, tapi hanya sekilas lalu mengalihkan muka lagi.

Dia dari kecil tidak terbiasa bersama kakak pertamanya itu, tampangnya lembut tetapi wanita itu sangat kuat, bahkan mirip seperti ayah. Jadi kenapa Hendery yang harus menderita karena tahta yang akan ayahnya turunkan padanya?

Persetan, Hendery sekarang jauh lebih kesal karena gagal kencan hari sabtu kemarin.

Hari berikutnya, hari senin. Xiaojun bangun lebih awal seperti biasa. Setelah selesai berpakaian, dia berlanjut menyiapkan sarapan untuknya dan ibunya. Tapi setelah sarapan siap, Xiaojun membuka kulkas dan mengeluarkan semangkuk potongan buah yang dibeli Hendery kemarin dan mangkuk kecil berisi krim putih lembut. Dia berencana membuat roti lapis buah untuk bekal. Juga, dia ingin membuat beberapa untuk Hendery, anak itu bilang dia lebih suka makanan manis dan roti lapis buah juga manis, Xiaojun pikir Hendery akan menyukainya.

Asik dengan kegiatannya sampai tidak sadar Ibunya berdiri di belakang, menyaksikan kegiatan menyenangkan anaknya. Nyonya Xiao diam, di dalam mangkuk buah yang telah dipotong dadu, ada kulit melon yang disisihkan di pinggir, bagian kulit atasnya sudah diukir dengan pola anjing kecil.

Nyonya Xiao takjub karena kemarin anaknya benar-benar mengukir buah melon, padahal dia hanya bercanda. Dengan wajah gugup, nyonya Xiao diam-diam duduk di meja makan dan membereskan meja dengan wajah pura-pura kalem.

Di sekolah Hendery tidak bertemu Xiaojun sama sekali, padahal biasanya dia akan bertemu dinosaur kecil itu berseluncur menuju sekolah tapi hari ini tidak sama sekali. Hendery menurunkan senyumnya, langsung menuju kelas dan seperti biasa di dalam sudah ramai dengan makhluk penghuninya.

Seorang gadis bernama Ahri, menyapanya lebih dulu, dia berbicara dengan nada meledek. "Aih, tuan muda ini, sepertinya sedang ketiban berkah surga."

Hendery yang bingung dengan nada bicaranya menjadi kesal, berkah surga apanya? Dia dari sudah sial beberapa kali. Gagal kencan tidak dihitung sebagai kesialan, tetapi saat dia di acara keluarga kemarin, ayahnya memergokinya memakai earphone, dia ketahuan karena ternyata ayahnya memanggil Hendery tetapi tidak dia sahut beberapa kali, saat di periksa, telinga anaknya disumpal dan seketika ayahnya menyuruhnya ke memanggil orang untuk memotong rambutnya saat itu juga. Mengesalkan, sekarang rambutnya tidak lagi gondrong.

"Kenapa rambutmu jadi begitu, Kunhang?" Gadis lainnya, Suhua, menyahut dengan ekspresi aneh di mukanya. "Seperti gaya rambut saat razia."

"Memang aneh ya?" Hendery menyentuh rambutnya, menyisir dengan jari panjangnya dan sensasi yang biasa dia dapatkan saat rambut panjang sudah tiada. Beruntungnya di dalam kelasnya masih ada satu circle siswi yang tersipu dan membalas, "tidak kok, Hendery. Kamu tetap tampan seperti biasa."

Hendery seketika tersenyum manis, "Aiyo, pujianmu serasa aku akan menerima berkah surga sungguhan."

Ahri mendengarnya langsung cemberut. "Kalau itu berkah surga sungguhan, maka roti lapis yang Xiaojun taruh di lacimu bukan berkah untukmu? Buat aku saja kalau begitu!"

Hendery memasang wajah ( . )! dan langsung memeriksa lacinya. Benar kata Ahri, didalam ada roti lapis!

Jadi ini maksudnya Hendery ketiban berkah surga, tapi apa benar Xiaojun membuatkannya roti lapis buah ini?

Ditangannya kini dia memegang tiga roti putih yang dipotong segitiga dan buah segar yang menggoda. Hendery mengeluarkan semua roti lapis buah yang di bungkus rapi dengan plastik wrap. Mencium aroma segar dari sana. Matanya terus menatap tiga roti lapis buah stroberi, kiwi dan melon.

Dia menatap Ahri dan Suhua tidak percaya, "ini beneran dari ah-Jun?"

"Iya, dia bilang untuk tidak bilang ke kamu tapi aku terlanjur iri, kenapa hanya kamu yang di berikan, aku tidak?" kata Ahri. Suhua mendengarnya spontan menjitak kepala temannya dan berbisik mencurigakan. Ahri seketika tercengang lalu pipinya merona tanpa sebab.

Hendery tidak memperhatikan gelagat aneh kedua gadis itu dan asik memandang penuh binar pada makanan buatan Xiaojun. Ini pertama kalinya Xiaojun memberikan sesuatu padanya dan juga pertama kalinya menerima makanan homemade dari dinosaur kecilnya.

Dia sangat bersemangat, tetapi sial untuk Hendery beberapa detik berikutnya jam belajar berbunyi, jadi dia hanya bisa mencuri-curi pandang ke roti lapis itu selama jam pelajaran dan tidak sabar untuk memakannya.

Xiaojun menghela nafas lega saat guru matematika keluar dari kelas tepat setelah jam istirahat berbunyi. Merenggang tubuh atasnya lalu mengeluarkan bekal dari dalam laci.

Dia sudah siap menyantap makan siangnya sebelum mendengar getaran dari ponselnya, ada pesan baru.

'Makasih ya sandwichnya ;D' - pesan dari Hendery.

Xiaojun tanpa sadar berdehem, mengontrol gemetar dari tangannya sebelum bersiap mengetik balasan. Sebelum dia mengetik, ada pesan baru lagi. -'kamu mau makan siang bareng? aku di tempat seperti biasa?'

Uh. . .

Xiaojun menggaruk belakang kepalanya, bibir bawahnya dia gigit pelan memikirkan ajakan Hendery makan siang bersama. Tapi melirik isi bekalnya yang sama seperti yang dia kasih ke Hendery, entah kenapa membuatnya malu. Bagaimana kalau rasanya tidak enak? pikir Xiaojun khawatir.

Kegugupan dan gemetar di tubuhnya ini tidak wajar. Disisi lain dia ragu, tapi disisi lain dia merasakan rasa senang samar. Dia takut kalau dia terlalu lama berpikir sampai jam istirahat usai, pada akhirnya, Xiaojun langsung meluncur keluar kelas menuju ke lokasi Hendery saat ini. Jika bertanya dimana Lucas, anak bongsor itu sudah ke kantin duluan setelah Xiaojun bilang dia membawa bekal.

Xiaojun awalnya berjalan tergesa-gesa, semakin dekat dengan gedung olahraga lama langkahnya semakin pelan. Jantungnya juga berdetak cepat, dia tiba-tiba menendang udara kosong, merasa geli dengan sikap sok malu-malunya ini.

Memang kenapa?! Ini cuman makan siang dengan sandwich yang kamu buat sendiri, kebetulan orang yang kamu berikan sandwichnya mengajak kamu makan siang bersama. Tidak ada yang aneh. . . Kecuali fakta yang sandwich yang dia buat dari buah-buahan yang dibelikan oleh Hendery dan yang mengajaknya makan siang bersama sudah di cap sebagai kekasih Xiaojun. Ini agak membuat Xiaojun deg-degan.

Sampai disana dia celingak-celinguk, mencari Hendery, dia hanya melihat siswa lain yang menyendiri di tempat biasa Hendery duduk. Apa anaknya pergi untuk beli minum?

Tapi kenapa fitur wajah siswi asing itu mirip Hendery? Xiaojun memiliki mata minus, jadi jarak sekarang ini hanya menatap bayangan blur tingkat 25. Tapi taklama siswi tak dikenal itu menoleh padanya dan melambai ke Xiaojun.

"Jun, sini." Hendery menatap bingung Xiaojun, "kenapa diam disitu?"

Xiaojun yang kenal suara itu, langsung mendekat dan membuka matanya selebar mungkin. Ini Hendery? Dia pikir orang lain. Xiaojun melihat orang itu menginjak papan skate yang tak asing dari warna merah mudanya yang mencolok tapi melihat gaya rambutnya membuat Xiaojun ragu.

"Kamu potong rambut, Hen?!" Xiaojun syok melihat tampilan Hendery yang telah berubah, rambut gondrong ala preman pasar sudah hilang! Digantikan dengan potongan rambut pendek yang menurut Xiaojun sangat menyegarkan mata. Apalagi saat mata besar itu menatap lurus ke matamu, dan bibir tipisnya tersenyum miring namun terlihat tulus.

"Hehe, aneh ya?" Hendery menggaruk lehernya. Xiaojun kembali sadar lalu menggelengkan kepalanya dan tersenyum tipis.

"Bukan begitu, tapi aku dari awal kenal kamu rambutmu selalu panjang, agak asing sekarang."

Hendery tertawa, di menyangga dagunya dengan ekspresi percaya diri dan berkata. "Tapi masih tetap ganteng, kan?"

Xiaojun tidak tahu harus bagaimana, dia hanya bersuara "Um." lalu mengangguk sekali.

Uhuk! Hendery batuk karena tenggorokkannya tidak bisa menahan betapa menggemaskannya Xiaojun saat ini. Dia menepuk bangku kosong di sebelahnya, saat Xiaojun duduk, Hendery membuka satu roti lapis yang masih dibungkus.

Xiaojun sampai lupa kalau dia memberikan sandwich secara diam-diam tadi pagi. Xiaojun awalnya ingin memberikan secara langsung tetapi anehnya dia pikir itu akan memalukan, dia takut Hendery akan berteriak heboh, jadi Xiaojun memilih memberikannya seperti secret admirer. Tapi naas, dua diciduk dua teman sekelas Hendery, Xiaojun tidak tahu apa yang ada di pikiran kedua gadis itu melihatnya menaruh makanan di laci meja Hendery seperti penggagum rahasia.

"Terimakasih untuk sandwichnya ya." Hendery tersenyum lembut ke Xiaojun.

Xiaojun acuh, "Kamu sudah berterima kasih di WeChat tadi." tapi tidak dipungkiri kalau dia cemas dengan rasa makanan yang dia buat. Dia menatap Hendery yang sudah tidak sabar langsung mengambil satu gigitan besar, krim dan potongan buah terasa pas, dalam satu suapan semuanya tercampur sempurna.

"Uhm!" Mata Hendery berbinar mengunyah makanannya lalu memberikan jempol untuk Xiaojun, "Enak!"

"Benarkah? Syukurlah kalau begitu," Xiaojun mengambil rotinya sendiri dari tempat bekalnya, memakannya perlahan. Melirik Hendery dengan lahap memakan roti lapis buatannya membuat Xiaojun merasakan ada rongga melegakan di tenggorokannya, dia senang Hendery menyukai makanan buatannya.

"Hendery, kenapa kamu memotong rambutmu? Apa kamu bilang ada urusan itu kamu sedang potong rambut." Xiaojun tidak tahu rasa penasaran ini berasal, dia hanya mencoba membuka topik pembicaraan.

Hendery menjilat sisa krim di jari telunjuknya, dia berkata dengan santai, "Ayahku yang menyeretku ke ruangan dan memotongnya."

Xiaojun, ". . . ."

Dia seketika tidak bisa bernapas dengan benar, dia ingat sangat jelas kalau Hendery memiliki pandangan tidak menyenangkan terhadap orang tuanya, terutama ayahnya, dan mendengar perkataan tanpa beban Hendery ini membuatnya cemas, gugup dan panik menjadi satu.

Apa Hendery di hukum atau di. . . Hajar? Apa ayah Hendery benar-benar sekejam itu?

Hendery yang menyadari Xiaojun terdiam dengan ekspresi syok buru-buru tersenyum, "Bukan dia yang mencukur rambutku secara brutal, tetapi dia menyuruh pelayan rumah untuk mencukur rambutku. Skill pelayan tua itu lumayan juga, dia harusnya bisa mendirikan babershop bersama tiga asisten hanya dengan gaji satu bulannya."

Hendery menatap Xiaojun dengan tatapan lembut, dan menjulurkan tangannya untuk menyelipkan rambut ke belakang telinga. Xiaojun mendengar kata pelayan langsung terdiam.

Benar, dia pernah menguping pembicaraan dua gadis tukang gosip di gudang olahraga tempo hari lalu. Awalnya dia tidak mengenal siapa yang dibicarakan oleh mereka, tetapi sekarang dia tahu. Kunhang, tuan muda yang diincar gadis Jiao itu, adalah Hendery yang kini ada dihadapannya. Dan yang masih belum bisa dia percayai ialah Hendery ini bukan seorang anak orang kaya yang gabut, tetapi benar-benar kaya harta! Tuan muda! Orang kaya RAYA!

Xiaojun hanya bisa berkata, "Oh. . . Begitu ya." Lalu tersenyum, "Tapi kamu jangan marah karena hal itu, lagipula rambutmu memang terlalu panjang untuk anak sekolah. Kalau begini kamu baru terlihat memiliki penampilan baru yang menyegarkan."

Hendery menunduk, mendekatkan wajahnya ke Xiaojun. Suaranya dia rendahkan saat berkata, "Kalau begitu, apa kamu mau menyicip yang menyegarkan ini? Aku tidak keberatan."

". . . A-apa maksudmu! Humph, menyebalkan! Dasar udang!" Xiaojun memerah saat menyadari maksud terselubung dari perkataan Hendery.

Hendery sudah selesai memakan ketiga roti lapisnya, dia duduk di kursi rusak tetapi kakinya dibawah menginjak papan skate yang dia gerakan kekiri-kanan seirama. Dia melirik Xiaojun yang masih dengan sandwich pertamanya. Anak dinosaur ini, mulut kasar tapi makannya seperti semut, lambat. Hendery ingin mencubit pipi si yang mengunyah lelet ini.

"Jun," panggil Hendery.

"Ya?"

"Xiaojun."

"Hm."

"Junjun."

Xiaojun kini tidak menjawab, hanya memberi tatapan garang. Dia ingin menyungah makanan dengan tenang tapi Hendery memanggilnya untuk omong kosong.

Hendery tertawa renyah, senang menggoda si kecil ini. Dia tiba-tiba berkata: "Terimakasih."

"Kamu sudah berterimakasih tadi, Hen."

"Bukan tapi terimakasih sudah mau menemaniku makan siang disini, hehe."

Xiaojun terdiam beberapa saat, ada perasaan aneh menyelimuti hatinya saat mendengar itu. Seolah ada perasaan sedih dan kesepian di dalam kata-katanya, tapi Xiaojun menepis pemikiran itu, takut dirinya yang hanya terlalu berlebihan.

Di hari-hari berikutnya, semenjak makan siang hari itu, Xiaojun sering menemani Hendery makan siang disana. Xiaojun tidak membuat makanan lagi untuk Hendery, dan Hendery juga mulai membawa makanan yang dia beli di konbini sebelum ke sekolah.

Mereka banyak mengobrol selama jam istirahat, keduanya menikmati waktu hanya saat berangkat sekolah, karena Hendery menunggu di perempatan jalan biasa mereka bertemu dan saat jam makan siang. Terkadang Xiaojun merasa ini sangat asing, beberapa bulan lalu Hendery seolah hampir 12 jam di sisinya tapi kini tidak lagi, saat sepulang sekolah Xiaojun harus pergi bekerja dan Hendery langsung pulang ke mansionnya untuk mendapat pelajaran tambahan dari guru privat perintah dari ibunya.

tbc

(14) Kencan di Bulan Hantu (Akhirnya!)

"Jun?"

Xiaojun menoleh kesumber suara yang datang dari samping kirinya, dia langsung menemukan Hendery yang menghampirinya sambil berlari. Untuk setiap kesempatan Xiaojun bertemu Hendery, pertama kalinya anak itu tidak membawa skateboardnya.

Hendery menepuk bahu Xiaojun, "Kamu sudah lama menunggu?"

"Tidak juga." Xiaojun menjawab sambil menggelengkan kepalanya. Hendery mengangguk lalu senyum manis merekah di bibirnya, mengundang semburat merah jambu nakal merayap di pipi Xiaojun. Penampilan Xiaojun yang mengenakan kemeja putih dan celana denim biru, hampir matching secara sempurna dengan kaos oblong putih polos dan celana abu-abu terang yang Hendery kenakan. Karena cuaca cukup panas, mereka tidak khawatir kedinginan malam ini.

"Jadi, kita pergi sekarang?" Tanya Hendery?

Xiaojun mengangguk. "Um."

"Tapi kemana dulu, apa kamu ada tempat yang ingin kamu datangi?"

Xiaojun berpikir sebentar lalu menatap Hendery penuh binar, "Mumpung belum gelap, bagaimana kalau ke Macau Tower dulu? Aku sangat ingin pergi kesana."

"Oke, Kalau begitu, ayo kita berangkat, sayang!" Hendery yang menggandeng tangan Xiaojun hanya tertawa mendengar gerutuan kekasih dinosaurnya itu.

Keduanya berjalan berdampingan setelahnya dan menjadi sedikit tenanh saat Hendery dengan baik mengalihkan amarah Xiaojun.

Hendery? Hendery sudah sangat menggebu-gebu untuk berkeliling dan berbicara handal layaknya pemandu wisata, setiap ucapannya memancing minta Xiaojun. Bahkan Xiaojun tidak peduli kedua tangan mereka bertaut hangat sekarang.

Akhirnya! Akhirnya kencanku dengan Xiaojun tiba! Hendery rasanya ingin pamer pada seluruh orang yang dia temui di jalan.

Dan juga Hendery bertekad akan menyukseskan kencan mereka hari ini! ! !

Kota Makau adalah kota yang berisi semua kesenangan dan hal glamour, segala yang berbinar ada di setiap sisi kota. Xiaojun dan Hendery terus melanjutkan tour date mereka yang tidak ada hentinya, yang satu menjelaskan dan yang lainnya hanya menatap dengan penuh binar di matanya.

Perlu waktu lama untuk menghabiskan energi Xiaojun, akhirnya mereka singgah di deretan stand street food. Awalnya Hendery ingin mengajak Xiaojun ke restoran Chinese tetapi dengan tegas di tolak oleh dinosaur kecil ini. Kini keduanya memilih menyantap seporsi takoyaki, tentu saja, Hendery yang mentraktir semuanya.

Hendery tersenyum melihat Xiaojun mengunyah makanannya sambil melirik kesana-kemari, dia bertanya. "Lelah?"

"Tidak juga, tapi rasanya menyenangkan karena aku masih sedikit ingat jalan yang kita lewati sebelumnya." ucap Xiaojun. Dia masih familiar dengan beberapa lokasi yang masih membekas diingatannya dari jalan-jalannya dengan Hendery beberapa bulan lalu. Yah, walaupun ada sedikit tragedi di cegat oleh preman pasar. Tapi sekarang ini Xiaojun sudah tidak takut sama sekali.

Hendery terkekeh kecil lalu menyentil ujung hidung Xiaojun, "Karena itu aku tidak membawa skateboard, takut kalau kamu tersesat lagi."

Xiaojun seketika memasang wajah cemberut. "Kalau kamu mau bawa skateboardmu ya bawa saja, tidak perlu mengkhawatirkanku."

"Aih, aku masih trauma saat kamu tiba-tiba hilang ya, lagipula, saat malam hari naik skateboard itu agak berbahaya." Ingatan saat menyadari Xiaojun Hilang dari pandangannya adalah momen terburuk yang dia alami. Hendery selesai dengan makannya, lalu memandang Xiaojun. Anak ini lambat sekali kalau makan astaga!

Xiaojun mengunyah takoyakinya perlahan tapi matanya tanpa sadar masih melekat pada Hendery, memberikan tatapan terpana kearahnya. Bagaimana kata-kata menyebalkannya itu juga terdengar begitu perhatian? Xiaojun menepis pikirannya dan dengan hap langsung menyuap satu takoyaki ke mulutnya. Dia buru-buru makan karena Hendery bilang akan mengajaknya membeli ice cream chocomint!

"Fuwaah!" Xiaojun mengusap perutnya. Dia benar-benar dirayu oleh Hendery yang tidak ragu menawari ini dan itu membuat Xiaojun yang kebetulan sedang lapar mata, lalu mencoba semuanya.

Didekat taman ini, dia melihat ada festival di kuil tua, dia awalnya ingin kesana untuk sekedar melihat-lihat. Tapi dipikir lagi, agak aneh karena ada festival malam ini. Hari apa sekarang? Tapi segera dia abaikan karena dia sudah kenyang dan perutnya menjadi senang.

Hendery mengusap kepalanya, dia awalnya ingin mengajak Xiaojun ke kedai bibi Zhang tetapi melihat dinosaur kecil ini sudah kekenyangan dengan perut bulat dan gigi taring mungilnya sudah tidak mampu mengoyak apapun lagi, akhirnya niat itu dia urungkan. Dia duduk di sebelah Xiaojun.

Keduanya berada di taman yang tak jauh dari hingar bingar festival. Festival itu tak jauh dari area street food yang hampir mereka jarah setiap stand makanannya.

Hendery tidak mengingat ada kuil itu sebelumnya.

Setelahnya dia tidak terlalu peduli, Hendery ingin mengajak Xiaojun ke festival itu tetapi hatinya merasa ragu, soalnya anak ini bisa meledakkan perutnya kalau makan lagi di jajanan festival.

Xiaojun yang sudah menetralkan perut padatnya lalu mengajak Hendery pulang. Hendery senantiasa berjalan di samping Xiaojun dengan patuh, melewati jalan setapak yang memiliki banyak perempatan, mereka mengambil rute kearah gerbang keluar taman yang dipandu oleh Hendery.

"Kali ini kencannya diisi dengan mukbang Xiao Dejun," Hendery tertawa.

"Itu . . . Itu karena kamu menawariku makanan, aku tidak suka untuk buang-buang makanan. . . Ugh," Suara Xiaojun semakin mengecil, lalu bercicit, "Kapan-kapan, aku yang akan mentraktrikmu."

"Traktir apa? Tidak perlu balas budi, Jun. Membelimu makanan itu bukan apa-apa." Hendery berkata dengan nada santai. Berbeda dengan Xiaojun langsung merasa gregetan karena dia pikir Hendery tidak memikirkan soal ganti rugi karena dia sendiri punya banyak uang.

Hendery tersenyum penuh arti, mendekatkan wajahnya, lalu menyelipkan poni Xiaojun ke belakang telinga, dia berbisik. "Cukup kamu menjadi penurut seperti anak kucing yang baik, aku sangat senang."

"P-penurut apa?!" Xiaojun merinding. Hendery tertawa lagi dan menyandarkan kepalanya ke bahu Xiaojun. Perbedaan tubuh yang relatif cukup berbeda, membuat Hendery harus berusaha memiringkan lehernya agak ekstrim.

Xiaojun menepuk pelan kepala Hendery yang ada di bahunya tapi tidak memberontak, membiarkannya seperti itu.

Setelah lewat seminggu Xiaojun memberikan sandwich buah untuk Hendery, di hari sabtu ini Xiaojun menyetujui ajakan kenc ──jalan-jalan di malam minggu. Suasana malam yang tidak begitu dingin dan perjalanan berjalan lancar, rasanya sangat nyaman untuk Xiaojun sendiri.

Dan juga, dia baru mengetahui kalau Hendery memiliki jadwal kelas tambahan di rumahnya. Makanya dia berhenti bekerja dan lebih serius belajar. Xiaojun terdiam, mereka sudah kelas 2 SMA semester mendekati akhir, tak terasa mereka akan menginjak kelas tiga dan kemudian lulus. Lalu melanjutkan karir setinggi mungkin. Xiaojun belum ada rencana mengambil kelas tambahan pribadi, mungkin dia memilih kelas tambahan yang biasa diadakan di sekolah khusus anak kelas tiga.

Lagipula, keuangan mereka belum terlalu stabil, Xiaojun juga takut ibunya akan kelelahan bekerja di rumah sakit dan memikirkan biaya les.

Xiaojun juga harus belajar sungguh-sungguh agar bisa melanjutkan sekolahnya.

"Hendery. . ."

"Hm?"

"Aku, aku belum pernah bertanya dan aku sekarang ingin, um, tapi kalau kamu tidak ingin menjawabnya juga tidak apa-apa." Suara Xiaojun jelas terdengar gugup, dia ingin bertanya langsung soal keluarga Hendery. Kak Johnny dulu pernah berkata dia bisa bertanya langsung pada Hendery, kan? Tapi kenapa sekarang rasannya sangat ragu untuk bertanya.

"Tanyakan saja, aku akan jawab kalau aku bisa menjawabnya."

"Itu. . . Apakah orang tuamu kejam padamu? Maksudku kamu tidak dipukul atau di hukum ketat oleh orang tuamu?"

Hendery sudah menebak Xiaojun memang ingin menanyakan soal orang tuanya, dia menegakkan badannya, tidak lagi bersandar ke Xiaojun. Dia malah mendorong wajah ke arah Xiaojun jauh lebih dekat.

"Apa dari wajahku ada bekas aku telah dianiaya?"

". . . Tidak ada."

"Salah, itu ada Jun. Tapi sudah tidak kelihatan sekarang." Hendery mengucapkan ini, tetapi dari suaranya terdengar sedang bercanda, dia menarik nafas berat yang dibuat-buat sebelum melanjutkan, "Bukannya aku terlalu mengada-ada, tapi aku sering dipukul, ya namanya juga anak bandel jadi ya dipukul. Memang tidak sering tapi saat aku menjadi sangat kurang ajar, orang tuaku tipe orang tua yang keras pada semua anaknya dan tentu saja, bam, satu pukulan melayang. Persis seperti kamu tidak akan bisa disiplin tanpa mengetahui rasa sakit. Tapi daripada disiplin itu mungkin rasa trauma ya, kan?"

Xiaojun diam. Lalu Hendery kembali berbicara.

"Kamu tidak perlu heran dengan cara didik seperti ini, masih banyak yang seperti aku. Ibuku, dia nampak seperti wanita lemah lembut, tapi karena dia dari keluarga cukup terpandang, sikap dia berbeda dari kebanyakan orang lihat. Dia cukup perfeksionis dan ingin semua hal itu di kerjakan dengan baik, makanya dia menyuruhku untuk mengejar pendidikanku, bagi dia pendidikan itu yang paling penting. Tapi satu hal yang tidak kusuka, yaitu ayahku, dia itu pria yang pemaksa."

Xiaojun bisa melihat kilatan mata Hendery berubah saat membicarakan ayahnya. Dia merasa tidak enak hati sekarang, tapi disisi lain dia penasaran. Jadi Xiaojun lebih memilih mendengarkan dengan serius.

Hendery lalu bercerita dia memiliki tiga kakak perempuan, dan dia satu-satu anak laki-laki di keluarganya. Karena itu, tuan Wong dari dia kecil sudah memaksanya untuk di poles menjadi penerus perusahaannya. Hendery sangat membenci beban itu, dia sangat berharap saudarinya yang sangat berpotensi untuk menjadi penerus keluarga. Hendery merasa sangat jijik pada cara pandang ayahnya terhadap wanita yang memiliki karir kuat.

Xiaojun terus diam, matanya tidak lepas dari Hendery, dari sorot matanya sangat jelas di menyimpan rasa tidak suka yang menjadi rasa benci pada ayahnya sendiri. Sekarang, secara garis besar Xiaojun memahami darimana semua akar kebencian Hendery berasal. Disaat kamu memiliki sayap dan berusaha mengepakkan sayapmu, ada sesuatu yang jahat menekuk paksa sayapmu agar tidak bisa terbentang bebas.

Hendery tidak suka dipaksa untuk jadi apa yang mereka mau, dia memiliki mimpinya sendiri, yang ingin dia gapai dengan usahanya. Hendery peduli dengan saudari-saudarinya dan dia harap dengan cara ini dia berusaha agar tuan Wong memalingkan wajahnya darinya dan menyadari kemampuan putrinya sendiri. Tapi yang dia dapatkan dari dia kecil adalah dia dijauhi dan tidak disukai oleh kakaknya. Mereka mengatakan Hendery seharusnya tidak perlu membangkang, patuhi kata ayah dan berhenti bermimpi.

Hendery berhenti berjalan, begitu juga Xiaojun. Keduanya saling bertatapan. "Apakah aku salah, Jun?" Hendery pikir dia melakukannya demi mereka juga, tapi dia seperti dikhianati. Oleh siapa? Dirinya sendiri?

"Hendery. . ." Xiaojun merasa simpati pada Hendery. Dia dari luar memiliki kehidupan yang diinginkan semua orang, termasuk dirinya, tetapi tidak semua hal yang diimpikan orang lain itu memiliki punggung yang bahagia.

Xiaojun tidak tahu harus berkata apa, dia sekarang takut berkata-kata dan malah membuat kesalahpahaman lagi. Xiaojun berjinjit dan memeluk erat leher Hendery. Sangat erat sampai ekspresi kosong Hendery hilang dan digantikan dengan wajah terkejut. Sebenarnya Hendery tidak merasa beban sama sekali menceritakannya, dia murni bersandiwara agar Xiaojun kesal melihatnya tidak serius. Toh, urusan Keluarganya bagi Hendery tidak ada hubunganya dengan Xiaojun.

Tapi mendapatkan inisiatif pelukan erat dari pihak lain, tidak bisa menahan serbuan jutaan kupu-kupu diperutnya.

Xiaojun menenggelamkan wajanya di ceruk leher Hendery, dilubuk hatinya yang dalam, dia merasa menyesal atas perkataan dia dulu pada Hendery. Dia tidak menyalahkan Hendery jika dia berpaling dari keluarganya, dan dia tidak bisa tidak merasa sedih melihat bahwa Hendery masih peduli pada keluarga.

Hendery dengan cepat menormalkan ekspresinya dan membalas pelukan hangat yang menyenangkan itu. Aroma harum dari tubuh Xiaojun sangat menenangkannya.

"A-Jun?"

"Um."

"Apanya um, hm?" Hendery mencoba melirik Xiaojun yang memeluknya dengan erat, menutup matanya dan menahan tawanya, "Kenapa. . . Kenapa kamu menggemaskan sekali, sih?"

Xiaojun diam saat tangan Hendery melingkar kuat di pinggangnya dan mengayunkan tubuhnya yang sedikit lebih kecil kekanan dan kekiri, "Kamu seperti monyet yang pernah menempel sangat erat dilenganku saat aku pergi ke satwa margasatwa."

Xiaojun seketika meledak marah.

"HAH! Kamu menyamaiku dengan monyet, Hendery?! Sungguh! Lepaskan aku, dasar kedelai bodoh!" Xiaojun meronta-ronta.

"Maafkan aku, A-Jun. Aku hanya membandingkan pelukan eratnya - kumohon jangan memberontak, aku masih ingin memelukmu. Ok ok ok, aku tidak bermaksud mencium lehermu, maaf. Aw, jangan menginjak kakiku, aw! Ya ya ya, maafkan aku A-Jun, jangan mencakar mukaku!" Hendery melepaskan Xiaojun dan seperti ¯\_༼ ಥ ‿ ಥ ༽_/¯

Tiba-tiba entah dari mana asalnya, sebuah suara mencurigakan mengintrupsi pasangan yang satu secara brutal ingin menjewer bibir korban dan pihak lain berusaha melindungi mulutnya dari amukan dinosaur.

Whoosh

Crak

Keduanya sontak langsung terdiam, saling melempar pandangan waspada.

"Apa itu?"

Xiaojun tidak menjawab tapi berkata, "Hendery," panggilnya, jarinya menunjuk kearah belakang jalan mereka. "Bukankah kita sudah berjalan cukup jauh dari bangku sebelumnya tadi? Kenapa lampu-lampu dari festival di kuil disana masih terlihat?"

Tiba-tiba hawa dingin menyerang tengkuk mereka. Hendery melirik sekitar, dia menyadari sesuatu langsung berbisik, "Tanggal berapa sekarang?"

"Hah, buat apa bertanya hal itu sekarang?"

"Tanggal 24 Agustus ya?" Hendery menjawab pertanyaannya sendiri dan dibalas anggukan kaku dari Xiaojun.

"Jun."

"Apa?"

"Kamu tidak ingat hari apa bulan ini?"

"Hari sabtu, tanggal 24 Agustus. Barusan kamu sendiri yang jawab."

"Iya, tapi bukan itu masalahnya."

"Lalu apa? Beritahu aku cepat, jangan membuatku semakin penasara-"

"Malam ini, malam bulan hantu." Jawab Hendery dengan suara datar, "Wajar kalau festival disana masih terlihat sampai sini."

Xiaojun: ". . ."

"Konon katanya, barang siapa yang berkeliaran di malam hari di bulan hantu, dia akan bertemu kesialan dan terjebak di dunia hantu. Dan tentu saja, hantu sudah berkeliaran saat ini."

Secara alami keduanya terdiam lagi.

Brak

Aaarghh

Entah apa yang membuat suara erangan mengerikan itu membuat seluruh darah terpompa ke tubuh Xiaojun dan dengan secepat kilat menarik Hendery menjauh dari sana.

"AAAAAAHHHHH HANTU!"

Tidak peduli perut mereka yang masih penuh, Xiaojun menyeret paksa Hendery untuk berlari dari sana. Suara erangan mengerikan yang tidak tahu apa itu membuat tengkuknya merinding. Hendery sebenarnya tidak terlalu takut, dia hanya cukup menderita karena sebenarnya Xiaojun menarik kerah bajunya. Membawanya berlari luntang-lantung.

Diotak Xiaojun dia memuntahkan rasa takutnya, festival itu bukan sembarang festival, mungkin itu parade lampu hantu yang berkeliaran dan kuil itu tujuan utama para hantu sekarang! Mengerikan! Mengerikan! Menakutkan!

Di tempat mereka sebelumnya, tidak jauh dari sana tepat dibawah pohon willow, seorang pria tergeletak dibawah sana dengan kucing siam yang terus mengeong digendongannya.

Johnny mengerang kesakitan lalu mengusap pantatnya yang nyeri, ditambah kucing ditangannya mulai mencakarnya. Dia menggerutu. Johnny harus berkeliaran dari sore sampai malam untuk mencari kucing milik kekasihnya yang sempat kabur dari rumah.

Dia mendengar ada suara teriakan mengerikan yang sudah menjauh sekarang, agak mencekam karena malam ini malam bulan hantu tapi mau tidak mau kucing milik Ten harus di cari.

Beruntungnya kucing ini dipasang kalung dengan GPS, jadi tidak terlalu susah mencarinya, yang susah hanya menangkapnya saja karena Luois si kucing siam ini sangat membenci Johnny, mungkin.

"Suara apa tadi itu? Teriakannya mengerikan sekali. Ah yasudahlah, yang terpenting kucing gemuk ini ada di tanganku sekarang." Johnny memasukkan Luois ke kandang kecil yang dia bawa. Dari belakang dia merasakan ada yang menepuk bahunya.

"John, kucingnya sudah ketemu?" Itu Ten. Johnny mengangguk senang dan berbalik.

Kosong.

Tidak ada orang.

Johnny ingat, dari tadi sore hanya dia yang pergi berkelana mencari kucing, dan juga, Ten kekasihnya selalu memanggil kucing kesayangannya nya dengan namanya dan lagi. . .

──Dari belakang Johnny, sosok tinggi hitam yang menjulang tinggi dengan senyum lebar, sedang menatapnya.

tbc

kencannya sukses yeay, berapa lama kubuat keharmonisan pasangan dinosour dan pawang dinosaur ini berjalan ya. . .

(15) Manisnya Musim Semi

Sulit untuk dikatakan, tetapi Xiaojun merasakan rasa manis yang menegangkan di hatinya. Hendery juga merasakan hal yang sama. Mereka sudah melupakan masalah kejadian horor di taman waktu itu karena perasaan lengket untuk pasangan muda yang sedang kasmaran ini mengalihkan perhatian mereka.

Xiaojun di antar pulang dengan selamat oleh Hendery, bahkan diantar sampai depan pintu rumah. Xiaojun ingin menawar untuk mampir kerumahnya sebentar tapi dia urungkan karena rasa gugup menahannya.

Hendery tersenyum menatap Xiaojun, "Terimakasih untuk hari ini, Jun."

"Harusnya aku yang berterimakasih, sudah mentraktirku banyak makanan dan mengajakku jalan-jalan, itu sangat menyenangkan." Xiaojun menarik senyum manis, membuat Hendery tidak tahan untuk mencubit pipi dinosaur ini.

"Namanya juga kencan, Jun. Yah, walaupun aku tidak menyangka kalau Xiao Dejun ternyata doyan makan, hehe."

Xiaojun tidak terima di katai seperti itu, dia berseru: "Besok, aku akan gantian mentraktirmu. Janji!"

Hendery terkekeh kecil melihat luapan amarah dinosaur kecilnya ini lalu mengusap kepalanya, "Tidak usah traktir dengan uangmu, simpan saja. . ."

Dia menjeda ucapannya, mengambil dua langkah mundur, ". . . Simpan saja untuk modal nikah kita."

Xiaojun awalnya berpikir Hendery akan mengatakan uang itu disimpan untuk tabungan dan uang sekolahnya tapi ternyata anak itu hanya bercanda dengan guyonan basi!

"Pulang pulang pulang, cepat pulang sana! Aku masuk duluan, hati-hati dijalan. Bye!" Meskipun marah, Xiaojun tidak langsung masuk dan melambaikan tangannya ke Hendery dengan alis menukik kesal.

Saat pintu tertutup, Hendery berhenti membalas lambaiannya dan baru berjalan menjauh dari sana. Yang tidak berhenti hanyalah senyuman yang membuatnya nampak seperti orang bodoh.

Xiaojun masih ada di belakang pintu, berjongkok untuk menyembunyikan wajahnya yang mengepul asap putih saking panasnya kulitnya.

Senin pagi, semua murid di kumpulkan di lapangan dan berbaris sesuai kelas mereka. Masih belum diketahui untuk apa mereka disuruh berkumpul dan anak-anak mulai mengeluh karena terkena cahaya mentari pagi yang sangat cerah hari itu. Suara kerumuman memekakkan telinga dan beberapa ketua kelas masih sibuk berteriak untuk merapikan barisan anak kelasnya.

Disisi lain, Xiaojun berdiri tenang di tengah kerumunan, sama sekali tidak terganggu oleh suara berisik disekitarnya. Dia sudah mengetahui dari gosip yang dia dengar dari Zhongli-laoshi untuk apa mereka di kumpulkan pagi-pagi begini, walau ada yang bilang mereka ada jam kosong itu sebuah kebohongan, yang benar adalah guru akan mengumumkan jadwal ulangan semester akhir dan wejangan untuk anak kelas tiga serta anak kelas dua yang akan menjadi kakak tingkat akhir. Darimana dia dengar gosip itu langsung dari Zhongli-laoshi? Dia yang sering nguber-uber anak-anak yang suka membawa skateboard seperti Hendery? Jawabannya sederhana, itu karena saat Xiaojun tidak sengaja menguping lagi saat melewati Zhongli-laoshi yang mulai menjaga keamanan di depan pagar.

Xiaojun terdiam dan merenung, mereka akan segera menjadi anak kelas tiga dan setelah lulus, apakah dia dan hendery masih bisa bertemu?

Akhir-akhir ini, pikiran itu terus menganggunya.

Xiaojun menggelengkan kepalanya dan melihat kearah lain, mencoba mengalihkan isi pikirannya. Dan tanpa disengaja, pandangannya bbertemu dengan tatapan Hendery yang berdiri tak jauh darinya.

Hendery berada di kelas 2-5 dan dia di kelas 2-3, terpisah oleh barisan anak kelas ditengah tetapi tidak cukup jauh untuk membuat mereka untuk saling bertukar tatapan.

Tapi taklama keduanya membuang muka satu sama lain.

Tubuh mereka sedikit kaku setelah mereka bertukar pandang tadi, seolah ada listrik statik yang menyengat. Tapi anehnya itu malah menumbuhkan sesuatu yang manis. . . Seperti rasa manis rapsberry di musim semi.

Hendery terkekeh kecil, dia pikir Xiaojun ini tidak pernah gagal bertingkah lucu dimatanya. Dari awal dia mengenal Xiaojun -kesampingan sisi galaknya, dinosaur ini memanglah menggemaskan.

Hendery melirik Xiaojun lagi, dinosaur kecil itu masih membuang muka kearah lain, tapi disaat yang tepat Xiaojun yang ragu-ragu melirik kearahnya dan tatapan mereka bertemu lagi, kali ini Hendery menyeringai tipis. Xiaojun langsung membuang muka lagi untuk kesekian kalinya. Mata Hendery tidak lepas dari Xiaojun dan terlihat dari belakang dinosaur kecil itu seperti sedang mengembungkan pipinya. Pipi bulat itu merona seperti buah persik bulat dan matang.

Suara mikropon yang di ketuk tidak menganggu Hendery untuk tetap mengunci pandangan dari Xiaojun. Xiaojun disana juga mulai misuh-misuh dan menunjukkan dari mimik wajahnya agar Hendery berhenti menatapnya dan fokus kedepan.

Lucas dan Yuqi teman sekelas Xiaojun yang berdiri di barisan paling belakang serta Ahri dan Suhua berdiri tepat di belakang Hendery yang salah memilih barisan di barisan khusus siswi, menyaksikan dua makhluk yang saling melemparkan tatapan cinta hanya bisa menjadi obat nyamuk tanpa disengaja.

"Untuk murid Yukhei, murid Yuqi, murid Ahri dan murid Suhua, apa kalian berempat memiliki keluhan yang ingin kalian sampaikan, huh? Atau kalian keberatan dengan ujian minggu depan?" Guru yang sering berurusan murid-murid bermasalah ini jelas menangkap ekspresi aneh dari keempat murid ini. Zhongli-laoshi memanggil mereka untuk maju kedepan podium.

Mereka berempat sontak bersamaan: "Tidaktidaktidaktidaktidaktidaktidak! Zhongli-laoshi, kami sama sekali tidak memiliki keluhan."

Lucas, Yuqi, Ahri dan Suhua memiliki keringat dingin sebesar batu di kepala mereka saking gugupnya.

Hendery dan Xiaojun: (?・.・)

Setelah pengumuman berakhir, semua murid dibubarkan untuk kembali ke jam belajar yang sempat tertunda beberapa menit, hal itu mengundang desah kecewa karena mereka mengira mereka akan mendapatkan jam kosong.

Hendery yang melihat Xiaojun berbalik dan berjalan menuju kelas, berlari kecil untuk menyusul.

"Pagi, A-Jun."

"Um, pagi."

Hendery menenggam kedua tangannya dibelakang badannya, "Dua minggu lagi kita sudah ujian akhir semester, tidak terasa ya."

"Hum, rasanya baru kemarin aku pindah kesini."

Pertemuan tidak terdua dan kisah asam menyegarkan seperti lemon mengisi hari-hari Xiaojun, ditambah sosok Hendery yang menyenangkan. Untuk yang satu itu Xiaojun harus mengakuinya, uhuk.

Sesaat keheningan melanda di antara keduanya, Hendery menggaruk telapak tangannya sendiri diam-diam: "Kamu siap untuk ujian minggu depan, Jun?"

Xiaojun ragu menjawab, "Antara siap dan tidak, tapi ini mau tidak mau harus dihadapi, bukan?"

Hendery mengangguk sebagai balasan, sebenarnya bingung ingin membalasnya. Sisi otaknya sedikit frustasi karena untuk pertama kalinya dia menjadi kaku bersama Xiaojun. Rasa gugup yang takdikenal menggrogoti hatinya, ugh.

"Kalau kamu ada keluhan dengan beberapa materi, kamu bisa tanyakan aku, Jun. Mungkin Leo-laoshi sudah mengajariku materi yang belum di jelaskan di kelas."

"Oh, benarkah. Wah, kalau begitu aku tertolong. Apa kamu diajarkan Bahasa Mandarin, Hendery? Aku ada masalah dengan beberapa karakter yang tidak kupahami." Keluh Xiaojun, tanpa sadar dia berjalan lebih dekat kearah Hendery, sesekali bahunya menyenggol lengan Hendery yang sedikit lebih tinggi darinya. Xiaojun jujur merasa senang kalau Hendery membantu mengajarinya, apalagi anak itu les dengan guru privat yang sudah jelas tidak main-main kualitasnya sebagai guru les, bukan.

Saat keduanya asik mengatur jadwal untuk belajar bersama, Hendery tiba-tiba bertanya. "A-Jun, diulangan harian Bahasa Mandarin dengan Xi-laoshi, kamu dapat nilai berapa? Aku ada sedikit peningkatan, nilaiku menjadi 83, haha."

Xiaojun: ". . . . Aku dapat 94, Heng."

Hendery: ". . ."

Xiaojun: ". . ."

Kalau demikian, apa masih layak untuk Hendery menawarkan bimbingan manualnya? Sepertinya masih, karena Hendery masih percaya diri.

Keduanya tertawa bersama, melupakan kendala niai yang berbeda jauh dan membahas hal-hal lucu lainnya. Mengabaikan kebisingan disekitar mereka untuk menikmati waktu sebelum kembali ke kelas masing-masing.

Lalu untuk keempat teman mereka yang hampir dipermalukan di depan umum: ". . . ( 💢◜‿◝ )ᕗ" saat melihat kedekatan asam manis mereka yang dilanda angin musim semi.

Saat jam istirahat telah berbunyi. Seperti biasa, Xiaojun sudah ada di belakang gedung lama dan duduk sendirian di kursi di tempat. Hendery belum lama pergi untuk membeli air mineral, anak itu bahkan sama sekali tidak repot-repot menanyakan keadaan Lucas yang sempat di panggil guru. Xiaojun juga tidak.

Xiaojun kali ini membawa dua bekal, satu untuknya dan yang lain tentu saja untuk Hendery, dia membuat bekal ini karena anak itu bilang dia tidak mau menerima traktiran yang dibelikan Xiaojun. Jadi, dia membuatnya bekal saja.

Hendery dari kejauhan berseluncur dengan papan skatenya, tidak memperdulikan di area sekolah dilarang menggunakan mainan itu tapi Hendery ini sudah kebal segala peraturan seperti itu. Hendery berhenti sempurna dan menyodorkan sekotak susu cokelat untuk Xiaojun.

"Untukmu." kata Hendery.

Xiaojun menerimanya dengan wajah sedih, "Kenapa repot-repot beli untukku juga? Seharusnya kamu beli untuk dirimu sendiri saja, Hendery."

Hendery tertawa kecil dan duduk di sebelah Xiaojun, membuka kaleng sprite dan meminumnya. "Sudah, terima saja. Menolak rezeki itu tidak baik, loh."

Xiaojun mengerucutkan bibirnya, berterima kasih dengan suara kecil dan menyimpan susu kotak itu untuk nanti, dia padahal membawa botol minum sendiri. Xiaojun mengeluarkan bekalnya dan menyerahkan satu kotak berwarna merah muda ke Hendery.

"Untukmu, Hendery."

"Eh? Kenapa kamu kasih bekalmu, Jun?"

"Bukan, aku bawa bekalku sendiri. Ini. . . Ini aku buatkan untukmu," Hendery menatap kotak bekal yang warnanya sama mencoloknya dengan skateboard miliknya. Hendery tidak menyangka dia akan dimasakkan bekal oleh Xiaojun.

"Kamu seharusnya tidak perlu rep-"

"Tidak boleh menolak, kata seseorang menolak rezeki itu tidak baik." Xiaojun mengulang kalimat Hendery.

Hendery tersenyum malu, menerima kotak itu. "Terimakasih, Jun."

"Um, sama-sama." Xiaojun karena dia tidak tahu apakah masakannya akan cocok dengan selera Hendery, jadi dia banyak membuat makanan dari bumbu cepat saji. Hendery terpukau melihat isi bekal yang ternyata tidak seimut kotaknya, di dalam sana ada beberapa nugget ayam, sepuluh kimbab dan salad sayur segar. Simple. Sungguh simple.

Oh tidak, Hendery baru menyadari nugget itu bentuknya seperti anak ayam. Kecil, bulat dan menggemaskan seperti Xiaojun.

Hendery mengambil satu kimbab dan menyuapnya, rasanya enak. Isi kimbab itu hanya tuna dan mentiuman tapi ini sangat lezat, di tangan yang terampil masak memang beda. Xiaojun yang melihat Hendery makan tanpa protes, kali ini dia merasa ragu. "Bagaimana rasa sushinya?"

"Oh, ini sushi?" Hendery bertanya dengan tatapan kosong.

Xiaojun bingung, "Iya, kamu kira apa?"

"Aku pikir ini kimbab."

Xiaojun: (=.=") Ya, kalau yang kubuat sekarang ini memang tidak bisa disebut kimbab atau sushi.

Melihat Xiaojun pundung, Hendery menjadi merasa bersalah.

"Maaf, A-Jun. Tapi ini enak, sangat enak! Kamu tidak perlu khawatir dengan skill memasakmu."

"Aku tidak pernah khawatir dengan itu, aku hanya khawatir dengan selera orang yang berbeda-beda. Tidak apa, kalau kamu suka aku senang. Aku lupa membuat irisan telur dadar karena terburu-buru membuatnya." Xiaojun menghela nafas.

"Ah, kamu terburu-buru membuatnya-" Hendery merasa bersalah karena menyadari Xiaojun kerepotan membuat bekal ekstra sebelum berangkat sekolah, Xiaojun segera menyela.

"Bukan, jangan mempermasalahkan itu. Kebetulan tadi pagi ibuku ada shift pagi jadi aku membuat sarapan dan bekal untuknya, ibuku tidak suka telur dadar jadi aku lupa membuatnya." jelas Xiaojun. Dia mengigit nuggetnya, "Ohya, Hendery, kamu setelah lulus nanti, memilih masuk universitas apa?"

Hendery berhenti mengunyah, memasang pose berpikir dan menyerngit alis, seolah sulit menentukan jawaban. Lalu berkata, "Belum tahu."

Xiaojun menepuk jidatnya, "Kamu kan sudah ikut les, masa kamu belum memilih antara univeristas AK dan Universitas BC?"

Hendery memikirkan dua universtas ternama yang disebutkan Xiaojun tadi, tiba-tiba otaknya merinding, mana dia baru saja mengetahui kalau nilai di pelajaran Bahasa Chinanya lebih rendah daripada milik Xiaojun. Pei! Les apanya! Tapi kalau dia tidak les, sejelek apa nilainya nanti. Memikirkan dia akan diomelin ibunya membuatnya merinding lagi.

"Aku memang belum, belum ada rencana apapun, sayang. Sabar, setelah makan aku akan memikirkannya ya." Hendery menjawab dengan suara lembut.

"Sayang apanya! Sudahlah, makan saja bekalmu sampai habis, awas kalau kamu menyisakan salad sayurnya."

"Iya, sayang iya." Hendery patuh menyuap salad sayurnya sesuai perintah Xiaojun.

Xiaojun hanyut dalam pikirannya sendiri. Dia sudah berkeinginan masuk ke universitas BC semenjak dia pindah ke Macau. Universitas itu menjadi idamannya. Tetapi melihat kondisinya yang sekarang, ditambah dia meragukan otaknya, Xiaojun harus mengurungkan niatnya perlahan. Dia takut gagal.

Masih ada satu tahun lebih di lewati tapi itu tidak akan terasa lama dan tanpa sadar berlalu begitu cepat. Ujian akhir semester diadakan dua minggu lagi, dua minggu ini dia sudah harus mengejar waktu lebih padat dari biasanya. Xiaojun tidak mau gagal. Dia juga berharap dia tidak gagal.

Xiaojun tiba-tiba memikirkan Hendery, anak itu bisa saja berjalan tanpa kesulitan, tapi apa yang menjadi keinginan Hendery akan tidak sesuai harapannya karena ayahnya yang menjadi penghalang. Sangat menyedihkan jika cita-cita Hendery di putuskan oleh orang tua sendiri.

Tapi, sisi lain yang menganggu hati Xiaojun ialah, setelah mereka lulus, seperti apa hubungan antara Xiaojun dan Hendery. Mereka saat ini pacaran, tanpa banyak orang tahu dan kedua dari mereka merasa nyaman satu sama lain. Jika suatu saat mereka berpisah, apakah Xiaojun akan merasa sakit hati atau biasa saja?

Xiaojun harap dia tidak merasa sakit hati, kalau dia sampai merasa terpuruk karena lelaki bernama Guanheng ini maka dia akan mengutuknya selama sepertiga malam setiap harinya!

Dilema benar-benar menganggunya.

Xiaojun melirik Hendery yang terlihat dari luar seolah tidak ada masalah sama sekali, anak itu bahkan dengan santai memakan wortel yang sudah Xiaojun campur aduk dengan sayur salad lainnya.

Xiaojun: (=.=) "Hendery, kamu, kenapa cuman memakan wortelnya saja?"

Hendery dengan polos berkata, "Aku tidak suka bayam dan selada -ah!"

"Habiskan!"

Walau Hendery terlihat seperti teraniaya, tapi setelah keduanya tertawa geli karena bekal mereka belum sepenuhnya habis saat jam pelajaran berikutnya berbunyi. Terburu-buru menghabiskan bekal mereka sebelum telat masuk kelas dan kepergok guru piket yang berkeliling untuk mengontrol anak-anak membolos.

Hendery sampai tidak sadar membawa kotak bekal milik Xiaojun dan menyimpan kedalam laci. Sesekali selama jam belajar Hendery akan mengecek kotak bekal yang dibawakan Xiaojun untuknya. Teman disebelahnya yang melihat gelagat aneh Hendery memberikan tatapan aneh.

Di hari berikutnya, cuaca bulan Agustus hari itu sedikit mendung, langit kelabu yang wajar di musim panas setiap tahunnya. Namun yang tidak wajar muncul di antara mereka. Xiaojun dan Hendery tidak sengaja berpapasan di koridor sekolah. Keduanya saling diam, memasang wajah datar dan pergi begitu saja tanpa menyapa satu sama lain.

tbc

lucuk pokoknya henxiao ini.

WARNING! jangan sampe kendor kalian jgn kesehatan ya, monkeypox atau virus cacar monyet mengancam keamanan kita. pokoknya jgn lupa jaga ksehatan dari dalam ato luar, tolong jgn acuh ya wankawan.

(16) Hujan di bulan Agustus

Awan kelabu hari itu hampir menutup seluruh langit, membuat murid merasa senang karena suhu panas sedikit berkurang saat siang hari nanti. Mereka yang harus belajar ekstra untuk menghadapi ujian akan mudah stress dengan suhu panas di bulan itu.

Walaupun cuaca mendung dan tidak berangin, hujan belum ada tanda-tanda turun. Xiaojun memandang langit dari jendela kelas, beberapa buku pelajaran yang dia pelajari dari kemarin tidak lepas dari tangannya beberapa waktu terakhir ini. Xiaojun masih meragukan masa depannya, jadi dia akan belajar dengan tekun disela-sela waktu yang ada. Jam pelajaran pertama telah berganti, kelas masih sedikit lenggang menunggu guru berikutnya datang.

Lucas yang mencoba tidur, melirik Xiaojun yang menatap kearah luas lalu kembali belajar. Dia mencolek lengannya, "Kamu kelahi dengan Hendery lagi, Jun?"

Xiaojun yang mendengar itu hanya menatapnya acuh dan mengendikkan bahunya. "Tidak kok."

"Lalu kenapa dari kemarin kalian seperti jarang bertemu?"

"Dia sibuk, mungkin."

"Benarkah?"

Xiaojun mengangguk sebagai balasan. Lucas meniup poni rambutnya dan berkata, "Semenjak Hendery berpacaran denganmu, dia sudah jarang curhat soal keluarganya. Aku pikir posisiku telah tergantikan olehmu." Lucas menguap lebar dan mengistirahatkan kepalanya diatas lipatan tangannya diatas meja.

Xiaojun tertawa hampa, tidak bersuara lagi. Kembali tenggelam dengan segala catatannya dan guru pun masuk kekelas.

Di hari berikutnya, cuaca bulan Agustus hari itu masih sedikit mendung, menutupi langit dengan awan kelabu yang wajar di musim panas setiap tahunnya. Namun yang tidak wajar muncul di antara mereka.

Di gedung indoor baru, seluruh murid kelas 2-4 telah selesai dengan jam pelajaran olahraga mereka, beruntung cuaca tidak sepanas kemarin dan jika tidak, maka pelajaran di jam kelima itu yang meskipun dilaksanakan di dalam gedung akan membuat mereka menjadi ikan kering.

Kantin tidak terlalu ramai di jam istirahat kedua, tetapi koridor masih cukup ramai dan beberapa murid segera menikmati jam istirahat kedua mereka dengan mengobrol. Hendery yang telah selesai berganti baju, segera lari kekantin bersama temannya yang lain.

Namun tiba-tiba, langit mendung diluar akhirnya mulai menjatuhkan air dan gerimis membasahi lapangan. Murid yang berkeliaran di luar sibuk kembali ke koridor sebelum basah kuyup. Hujan pertama di musim panas kali ini membuat Hendery langsung murung saat memandangnya.

Disaat bersamaan, dari arah kantin, Xiaojun dan Hendery tidak sengaja berpapasan di koridor sekolah. Hendery menatapnya dan begitu juga Xiaojun yang menatap Hendery. Keduanya saling diam dan bertukar pandangan sekilas, memasang wajah datar dan pergi begitu saja tanpa menyapa satu sama lain.

Lucas yang kebetulan melihat itu tercengang dan langsung waspada jika kedua temannya ini benar-benar berkelahi.

Tetapi saat Hendery dan Xiaojun sudah menjauh, tanpa ada yang melihatnya, diam-diam mereka tersenyum tipis. Punggung menghadap punggung dan saling membelakangi, tetapi tidak berarti mereka dalam hubungan yang buruk.

Xiaojun mengerti dan begitu juga Hendery. Seolah keduanya memiliki kabel yang saling berkoneksi, keduanya berbagi perasaan yang sama dan emosi yang sama untuk mengerti satu sama lain. Xiaojun yang semakin ketat membagi waktu antara bekerja dan belajar pada malam harinya dan Hendery semakin larut dalam semua tugas-nya di rumah.

Dari lubuk hati mereka, mereka tidak ingin seperti ini. Bagaimana rasanya bunga yang akhirnya mekar dan bertunas menjadi buah, hampir siap matang dan menjadi manis harus di tetap di pohon begitu saja. Tetapi dengan sikap Xiaojun dan Hendery yang tidak berpikiran sejauh itu, ini adalah yang terbaik.

Seperti saat ini, Hendery memegang papan skatenya di pintu keluar sekolah. Ada banyak murid yang menunggu diluar dan, tentu saja, mengerubunginya seolah Hendery ini adalah gula diantara semut. Siswi-siswi yang notebanenya adalah adik kelas terus merecoki Hendery dengan ajakan pulang bersama atau menawari payung untuk dipakai berdua. Hendery hanya tersenyum dan menolak seadanya.

Tidak lama, sudut matanya melirik kearah kiri dan melihat sosok Xiaojun berdiri dipojok sambil membawa payung berwarna hijau lumut.

Xiaojun disana sama sekali tidak melihat Hendery dan membuka payung dan langsung menerjang hujan. Skateboard telah dia amankan di ranselnya jadi tangannya kosong tidak memegang barang selain payung lipatnya.

Hendery bergegas dan menjauh dari kerumunan adik kelas, "Aku pulang duluan, pacarku sudah menunggu. Bye~"

Walaupun harus melewati genangan air dan diguyur rintikan hujan, Hendery menerjangnya dan tanpa malu menyergap bahu Xiaojun dari samping, memberikan rangkukan hangat.

"A-Jun ah A-Jun. Jangan cemburu dengan Guan-gege, Guan-gege tidak ada apa-apa dengan adik kelas tadi."

Tanpa merubah ekspresi, dengan santai Xiaojun membalas dengan nada acuh: "Bahkan jika kamu mengobrol dengan mereka, aku tidak peduli."

"Aih, sikap cuek A-Jun bahkan tidak sebanding dengan hujan sekarang. Peluk~" Hendery yang dari awal sudah merangkul bahunya dengan seenak jidat, kini hampir melingkarkan kedua tangannya di badan pendek Xiaojun.

Xiaojun segera menginjak kaki Hendery. "Menjauh sana!"

Hendery tidak menjerit saat kakinya diinjak sekuat tenaga, tapi dia langsung berjongkok dan memegang kakinya yang terasa nyilu. Xiaojun awalnya mengabaikannya tapi kemudian Xiaojun kembali mendekati Hendery dan memayungi tubuh Hendery yang bajunya telah sedikit basah.

Xiaojun melihat Hendery masih berjongkok dan terdiam, seketika perasaan bersalah merayap dihatinya. "Hendery, apa aku menginjaknya terlalu kuat?"

Hendery tetap diam.

Xiaojun akhirnya ikut berjongkok, terus memayungi agar Hendery tidak kehujanan. Hendery juga tidak memakai jaket dan seragam tipis musim panas pasti membuatnya kedinginan.

"Hendery?"

Xiaojun mengetuk bahu Hendery yang belum merespon sama sekali. Dihati kecilnya yang khawatir, ada sejuput perasaan cemas jika Hendery marah. Anak ini, yang sedang di 'gembleng' oleh berbagai materi dan desakan selama les privatnya, pasti memiliki tekanan psikologis yang rapuh. Xiaojun tahu itu karena Hendery sering mengeluhkannya.

Ditengah perasaan kalut, Xiaojun menatap sedih Hendery. Bibirnya hampir terbuka untuk berbicara sebelum Hendery dengan gerakan cepat mengangkat kepalanya dan menangkup wajah Xiaojun dengan telapak tangannya. Ujung jari-jari Hendery yang terasa dingin menusuk pipi Xiaojun dan kecupan lembut yang singkat, menyentuh bibir Xiaojun.

Hendery terkekeh geli, setelah mencuri patukan di bibir dinosaur kecilnya dia mencubit gemas hidung Xiaojun. Membuat pucuk hidung putih itu dengan mudah merona semu. Entah karena cubitan atau malu.

Xiaojun seketika kehilangan kesadarannya. Pikirannya kosong.

Hendery tanpa tahu malu menciumnya di pinggir jalan! Dengan memanfaatkan payung kecil yang menutupi mereka!

Xiaojun menutup mulutnya, rona merah merambat hingga ketelinga dan kakinya terasa lemas untuk segera berdiri atau sekedar kabur dari hadapan Hendery.

Anak yang menjadi pelaku pencurian ciuman tersenyum lembut, menatap penuh sayang kearah Xiaojun dan menyelipkan anak rambut kebelakang telinganya.

"Sudah tidak sakit lagi," ucap Hendery riang. Xiaojun mendengus kesal lalu menunduk. Hendery mengambil payung dari tangan Xiaojun. Dia sejujurnya kesulitan berjalan tadi karena pegangan payung Xiaojun terlalu rendah sampai kepalanya menyentuh dasar payung.

Kini giliran Xiaojun yang diam, di tengah rintikan hujan dibawah naungan payung, Xiaojun memeluk lututnya dan menenggelamkan separuh wajahnya, memasang tatapan kesal ke Hendery. Alis tebalnya sangat kontras menukik kebawah.

Hendery bertanya, "Kenapa?" Nadanya tanpa merasa bersalah.

"Bodoh." Ucap Xiaojun dengan suara samar, Hendery tersenyum. Xiaojun sebenarnya bingung menanggapinya bagaimana. Ini bukan ciuman pertamanya -karena ciuman pertamanya juga direbut oleh Hendery, tapi disaat tak terduga Hendery mengambil kesempatan disaat seperti ini, hati Xiaojun menjadi rumit. Ada lonjakan adrenalin diperut hingga kedadanya, rasanya menyesakkan tetapi. . . Entahlah bagaimana menyebutnya, itu mungkin yang biasa orang sebut dengan ribuan kupu-kupu beterbangan diperut saat kamu merasa sangat bahagia.

Hendery mencubit pipi Xiaojun, "Maaf aku sudah
menciummu, paruhku rasanya gatal ingin mematukmu dari tadi ah."

Mendengar itu, Xiaojun semakin menenggelamkan wajahnya diantara pahanya dan berkata, "Hendery bodoh."

"Iya, Jun. Aku juga sayang padamu." Sangat. Sangatsangatsangatsangat, sangat menyayangimu. Saat ini aku ingin memelukmu dan memeluk dengan sangat erat. Ah, bagaimana rasa dinosaur ya.

"Ah!"

"Kenapa, Jun?"

"Pantatku basah, kena cipratan air hujan!"

"Uwah! Pantatku juga basah. Oh, sepertinya merembes sampai dalam deh."

Xiaojun lupa kalau jalanan banyak genangan air dan hujan masih turun, Hendery yang tidak sadar celana bagian belakangnya sudah tercetak bulatan basah. Dia memegang pantatnya yang kedinginan karena basah sampai ke pakaian dalamnya. Xiaojun segera menarik Hendery untuk segera pulang. Beruntung tidak ada orang yang melihat mereka berjongkok dipinggir jalan dan payung menutupi aktifitas keduanya.

Di hari kamis setelahnya, cuaca semakin memburuk. Sudah dari kemarin intensitas hujan meninggi dan membuat suhu menjadi dingin. Kemungkinan hujan semakin deras dan tidak kunjung berhenti, tidak menjadi masalah karena pengaliran saluran air tidak menyebabkan banjir tetapi hujan deras cukup menghambat pekerjaan orang-orang di luar. Mungkin ada pengaruh perubahan cuaca yang cukup ekstrim tahun ini, tetapi itu bukanlah fenomena aneh yang memang kadang-kadang beberapa tahunnya hujan akan turun cukup lama di musim panas.

Xiaojun berdiri di depan jendela, menatap murung hujan siang hari itu. Lapangan sekolah tidak bisa kering beberapa hari ini, dan dia sudah lama tidak bermain skateboardnya yang sudah terbengkalai.

Cuaca buruk seperti ini bermain skateboard sangat berbahaya, jalanan licin dan akan sulit mengerem. Apalagi skateboard tidak memiliki rem.

Tanpa diduga dari samping, ada tangan dengan ringan merangkul bahunya. Xiaojun tidak langsung mengusir tangan itu dan juga tidak perlu melihat siapa itu, karena dia yakin dapat menebaknya dengan benar.

"Jun." Panggil suara itu, suaranya berat dan tetapi terdengar ringan ditelinganya

"Hm." Xiaojun membalas dengan gumaman. Tangannya yang memeluk papan skatenya dengan erat.

"Kamu tidak boleh main skateboardan dulu. Jalanan licin." Hendery memincingkan matanya menatap mengintimidasi Xiaojun, dia melihat pancaran mata dinosuar ini sangat ingin berseluncur dibawah hujan.

"Kenapa kamu mirip Zhongli-laosi?" Xiaoju mencebik bibirnya. Ini sudah kelima kalinya Hendery menegurnya.

Yang pertama setelah insiden ciuman kemarin, Xiaojun yang kesal -atau malu, ingin segera meninggalkan Hendery dengan papannya tetapi anak itu menahan tubuhnya dan melarang dirinya bermain skateboard, lebih baik menyimpannya selama jalanan masih basah.

Hendery menghela nafas pelan saat melihat dinosaur kecil ini yang sangat ingin bermain skateboardnya. Dia mungkin ingin mengasah kemampuanya tetapi dalam beberapa hari terakhir jalanan aspal atau trotoar tidak cukup aman untuk dilewati papan skate.

Hendery sebenarnya yang separuh hidup bersama papannya ini juga gregetan jika tidak main beberapa jam tetapi Hendery pernah terluka saat nekat bermain skateboard di jalanan licin. Pergelangan kakinya terkilir dan luka-luka kecil menghiasi kaki dan tangan. Jadi karena dia menahan diri, dia sejak kemarin tidak membawa papannya dan Zhongli-laoshi yang kebetulan menyadari itu mengacungi jempol padanya.

Hendery merasa cukup bangga dengan itu tetapi masalah Xiaojun ini tidak bisa dia abaikan. Hendery tidak ingin Xiaojun mendapat masalah jika dia masih keras kepala.

"Sabarlah sedikit. Bukankah aku pernah bilang untuk jangan sampai melukai dirimu sendiri. Tunggu beberapa hari, mungkin hujan akan berhenti." Tidaklama setelah Hendery selesai berbicara, hujan diluar seketika langsung berhenti. Benar-benar berhenti, seolah shower dibalik awan telah dimatikan.

Hendery, ". . ."

Xiaojun yang menyaksikan itu menatap Hendery penuh binar-binar, "Hujannya berhenti sekarang!"

Sangat jarang untuk Hendery kehilangan kata-katanya dan terdiam seperti ini. Xiaojun mengabaikan Hendery yang membatu dan segera lari menjauh bersama skateboardnya.

"Jun, tunggu. Maksudku tadi tunggu sampai cuaca membaik dan jalanan tidak basah." Hendery menyusul Xiaojun yang langsung berlari keluar pagar sekolah. Xiaojun berhenti di pinggir jalan dan hampir bersiap bermain.

"Tadi kamu bilang tunggu hujannya sampai berhenti."

"Iya, tapi jalanan masih basah dan licin. Jangan coba-coba." Hendery segera menarik tangan Xiaojun yang nekat menginjak papannya. Kakinya menginjak ujung deck papan dan mengambilnya, Xiaojun merebut papannya kembali dari tangan Hendery dengan wajah cemberut.

"Kenapa sekarang kamu berubah, biasanya tidak peduli hujan badai kamu tetap bermain skateboard?"

"Hujan badai apanya? Pokoknya jangan nekat main skateboard eni." Titah Hendery, diikuti hembusan angin kencang yang menggoyangkan dedaunan pohon yang masih basah. Menghujani Hendery dan Xiaojun dengan tetesan lembabnya.

Wajah Hendery menjadi basah dan ada titik-titik air dirambutnya. Sedangkan Xiaojun terlindungi oleh skatenya yang diagunakan menjadi payung kecil.

Xiaojun tertawa puas melihat Hendery mengelap mukanya, senyum meledek langsung terukir diwajah. "Lihat, bahkan alam mendukungku untuk bermain skateboard."

"Kenapa kamu ngotot sekali, Jun?" Hendery berkata, "Tidak biasanya kamu seperti ini. Apa kamu ada merencanakan sesuatu dibelakangku?"

Xiaojun segera membantah, "Tidak ada. Aku kebetulan menonton orang-orang bermain santai dengan skateboardnya dan aku ingin memainkannya. Lagipula, sebentar lagi ujian, aku ingin olahraga diluar sebentar. Mumpung hari ini aku masuk agak siang kerjanya."

"Kalau begitu, bagaimana kalau kita main di dalam gedung saja?"

"Tidak mau! Aku maunya di jalan terbuka." Hendery tidak tahu harus apa tapi dia hanya bisa memijat pangkal hidungnya. Kepalanya sakit karena kebanyakan belajar, dia harus menyesuaikan jadwal kelewat ketat yang diubah Ibunya seenaknya. Dia tadi malam sampai tidur jam 1 pagi setelah selesai dengan tugas rumahnya. Astaga, rintangan untuk menjadi orang sukses susah juga.

Hendery menghela nafas, "Apa kamu tidak bisa menunggu sampai ujian selesai. Kalau kamu terpeleset terus lalu ke got dan masuk angin, bagaimana?"

"Jelek sekali perkataanmu. Lagipula Hendery, kamu kenapa menjadi sok overprotektif begini. Kamu belum menjadi siapa-nya aku tapi kamu sangat pengatur." Xiaojun menjadi sedikit jengkel. Tanpa sadar memandang tajam ke Hendery yang terdiam di sampingnya.

"Berarti walaupun kita sudah pacaran dan aku tetap bukan siapa-mu. Begitu?" Hendery berucap sambil mengatup giginya. Dia langsung berbalik membelakangi Xiaojun, "Kalau begitu terserah kamu, aku mau pulang."

Hendery tidak sedikitpun melirik Xiaojun dan pergi.

Saat Hendery menghilang dari pandangannya, Xiaojun merutuk ke udara, menjatuhkan papannya dan pergi menjauh ke arah yang berlawanan dengan skateboardnya.

Dia mulai bingung mengapa mereka tiba-tiba langsung berselisihpaham lagi. Sebenarnya Xiaojun ingin pulang berdua dengan Hendery sambil bermain skateboard bersama, tetapi tidak diduga hujan terus turun dan Hendery juga tidak membawa papannya.

Xiaojun tidak menyalahkan Hendery, dirinya yang salah. Tetapi disisi lain, Xiaojun juga tidak senang dengan semua larangan yang Hendery katakan.

. . . . Oh tidak. Hendery bersikap peduli padanya dan dia mencoba melindunginya. Xiaojun yang terlalu kekanakan dan menganggap itu kekangan.

Hujan tiba-tiba turun lagi, tidak sederas dari sebelumnya tapi cukup membuat baju Xiaojun basah dalam beberapa menit. Matanya memincing kesal, rasanya seperti tidak asing di saat seperti ini. Seolah dulu pernah terjadi.

Satu helaan nafas berat berhembus kasar dari bibirnya. Percuma, rasa sesak di dadanya belum hilang. Berkali-kali menghela nafas tidak membuatnya membaik. Xiaojun menggeram kesal dan disaat itu keseimbangan tubuhnya goyah, konsentrasinya juga kacau. Xiaojun tergelincir dari papannya, dan tanpa diduga dari perempatan ada mobil yang melaju dari arah kanan.

Xiaojun terjatuh dan terluka.

tbc

(17) Kumohon, Jangan Buat Aku Khawatir

Setelah kejadian tidak menyenangkan yang terjadi antara Hendery dan Xiaojun tadi sore, Hendery terus menghela nafas gusar dan raut wajahnya mengkerut memikirkan Xiaojunnya. Dia menyalahkan dirinya sendiri, dia seharusnya tidak begitu cerewet pada Xiaojun kala itu, seharusnya dia lebih baik mengawasi Xiaojun yang ingin bermain skateboard. Bukan memberikan segala larangan. Hendery sadar jika dirinya tidak suka di atur oleh orang lain, jadi dia tidak marah dengan Xiaojun sama sekali.

"Aku yang bodoh," gumam Hendery pada ponsel ditangannya. Layar itu menampilkan pesan WeChat terakhir dirinya dengan Xiaojun. Dia ingin meminta maaf tetapi mengingat tempramen dinosaur kecilnya, Hendery mengundurkan niatnya.

"Mungkin aku harus menunggu besok saat berangkat sekolah, pasti suasana hati A-Jun sudah membaik. Atau sekarang saja bujuk dia sampai luluh? Aaaaarh, dilema." Hendery merosot kekasurnya, hatinya yang bertarung menentukan pilihan membuatnya malas belajar. Buku-buku juga masih berserakan di mejanya.

Hendery tiba-tiba bangun dan dengan tatapan berapi-api dia mengetik di ponselnya, berseru "Lebih baik sekarang saja!"

Belum ketikan pesan selesai, sebuah panggilan suara masuk. Hendery terkejut melihat nama yang tertera, lalu dengan enggan menekan dial. Dia men-loudspeaker panggilan itu.

"Kun-er, Kun-er!" Suara Ibu Hendery terdengar panik dari seberang telepon.

Mendengar itu, raut wajah Hendery terlihat curiga. "Iya, bu. Ada apa?"

"Kakakmu . . . kakakmu, Crystal, dia kecelakaan. Dia sekarang ada di rumah sakit-"

Hendery tidak lagi mendengar suara histeris ibunya, dia melompat dari kasurnya dan berlari keluar kamar. Berteriak memanggil supir pribadi untuk mengantarnya kerumah sakit tempat kakaknya dirawat. Dia cemas, jantungnya seperti menembus sampai perut bawah sampai terasa sesak nafas.

Dia sangat sangat khawatir. Kumohon, Kumohon, jangan pikirkan seburuk itu dasar diriku yang bodoh! Kumohon, jangan-

Hendery lari ke ICU, pandanganya mengedar keseluruh area dengan tatapan bergetar. Nafasnya berat membuat detak jantungnya berdetak tidak beraturan dibalik sikapnya yang terlihat tenang. Setelah mendengar kabar kakaknya dari Ibunya, Hendery sudah tidak memikirkan apapun lagi. Dia khawatir, sangat malah. Meskipun hubungan keduanya tidak baik, tetap saja dia sedikit takut jika terjadi hal buruk pada keluarganya.

Hendery yang melihat sosok Ibunya yang masih menangis di sebelah bangsal dimana kakaknya terbaring tak sadarkan diri segera menghampiri.

"Ibu," Nyonya Wong melihat Hendery ada disana, langsung memeluk putranya. "Bagaimana bisa. . ." Hendery menatap kondisi kakaknya yang terbalut perban dan beberapa luka kecil dan memar yang menyedihkan.

Suara nyonya Wong seolah ditekan dengan kemarahan saat menjawab. "Ini semua karena dia. . ."

Pikiran Hendery seketika kosong. Nafasnya memburu dan perasaan marah menggerogoti hatinya saat mendengar jawaban Ibunya.

"Saat Ibu bertanya pada pelayan di kediaman Wong, kakak sempat bertengkar dengan Ayahmu. Lalu Crystal pergi dari rumah, mungkin karena marah dan konsentrasinya terganggu, dia. . ." Suara nyonya Wong tidak terdengar berwibawa seperti biasanya, air mata tidak berhenti mengalir dari pelupuk matanya tetapi suaranya bergetar seolah amarah bergemuruh.

Pikiran Hendery juga berkecamuk. Disisi lain, dia merasa asing melihat sosok Ibunya seperti ini. Sebelumnya di pandangannya, nyonya Wong ini menunjukkan sisi yang berbeda dari sosok ibu lainnya. Tidak ada kasih sayang atau kelembutan, hanya kedispilan dan peraturan yang ada dibenak anak-anaknya.

Tapi tetap saja nyonya Wong ini masih jauh lebih baik daripada tuan Wong. Pei! Aku bahkan tidak sudi mengingat wajah Ayah sekarang! Pei! Pei!

Setelah dokter yang menangani Crystal mengatakan kalau kondisi kakaknya baik-baik saja, hanya mengalami memar dibeberapa tempat dan perlu menunggu beberapa waktu agar dia siuman, Hendery bisa sedikit rileks.

"Bu, dimana kak Catherine dan kak Cecil?" Hendery bertanya. Ibunya yang masih memandang wajah putrinya menjawab: "Mereka ada urusan di kantor. Mengganti pekerjaan Crystal yang tertunda."

"Kun-er,"

"Ya, bu."

Apa menurutmu Ibu ini seorang Ibu yang buruk untuk kalian? Itulah yang ingin nyonya Wong kataka tetapi dia menelan semua ucapannya. Dia menatap sedih anak sulungnya lalu beralih ke wajah Hendery yang mulai menunjukkan fitur dewasa yang makin mirip dengan dirinya.

"Maaf," ucap samar nyonya Wong.

Hendery yang dalam keadaan linglung dibuat tercengang dan untuk beberapa detik tidak tahu harus merespon apa.

"Ada apa Ibu?" Hendery berpikir pasti ini ada hubungannya dengan Ayahnya. Pria itu selalu merusak suasana dan perasaan orang lain, dan memperkeruh keluarganya sendiri. Bahkan anaknya celaka karena dia.

Nyonya Wong menghela nafas berat, suaranya bergetar. "Ibu hanya. . . Hanya merasa bersalah padamu. Pada kalian, pada semua anak-anak Ibu. Ibu bukan sosok ibunya baik untuk kalian, Ibu. . ."

Nyonya Wong tidak lagi melanjutkan ucapannya, Hendery akhirnya hanya bisa menenangkan Ibunya yang agak berbeda hari ini. Apa yang terjadi sampai nyonya Wong yang tegas menjadi lemah seperti sekarang?

Sebenarnya perkataan Ibunya sedikit membuat Hendery merasakan sedikit perasaan terbuka padanya, tetapi dia juga merasa itu tidak perlu, apa yang telah mereka rasakan sampai sekarang maka ya sudahlah. Tidak ada yang perlu disesalkan. Lagipula, sikap Ibunya mulai melunak semenjak Hendery menurut padanya. Dia takut, jika Ibunya ini merasa bersalah itu hanya 'rasa bersalah' sementara.

Hendery tidak bisa menghibur dan hanya mengatakan: "Ibu, tidak perlu meminta maaf, yang terpenting, tolong lebih memperhatikan ketiga kakakku. Mereka juga anakmu."

Air mata nyonya Wong kembali mengalir dan Hendery masih terdiam tidak harus berbuat apa. Keduanya tidak menyadari dua kakak perempuan Hendery berdiri di balik tirai yang tertutup. Cecilia, anak kedua nyonya Wong menutup mulutnya untuk menahan tangisannya dan Catherine menatap lurus kedepan dengan tatapan kosong, hati mereka tersentuh saat mendengar ucapan adiknya.

Hujan masih membasahi kota di keesokan harinya. Membuat jalanan dan gedung tidak henti-henti dibasahi oleh rintikan air yang membuat suhu semakin lembab.

Xiaojun duduk di kursinya, menatap awan gelap yang masih menumpahkan air hujan dari balik jendela rumahnya. Untuk pertama kalinya Xiaojun mengambil izin dari sekolah. Mommynya luar biasa khawatir sampai dia marah saat mengetahui putranya pulang dengan basah kuyup dan jalan pincang.

Beruntungnya tidak ada luka serius, kakinya hanya terluka di bagian betis dan pengendara mobil yang kebetulan lewat saat Xiaojun jatuh di pinggir jalan segera menghampirinya dan dengan baik hati mengantar Xiaojun pulang.

Nyonya Xiao tidak henti-hentinya berterimakasih pada dua wanita yang menolong putranya itu dan akhirnya Xiaojun di vonis untuk tidak bermain skateboard serta papan skatenya di sita oleh mommy-nya. Berlebihan memang tapi kata mommy: "Kamu sudah dua kali terluka karena papan luncur ini! Kamu tidak boleh main ini kalau tidak ada nak Guanheng. Apalagi kamu kehujanan, bagaimana kalau kamu demam lagi, A-Jun? Sudahlah, kalau begitu mulai besok kamu harus ijin sekolah. Mommy tidak mau tahu kamu mengejar materi untuk ujian, karena ini salahmu karena kamu lalai, humph."

Mengingat perkataan mommynya yang cukup panjang itu, Xiaojun tidak tahan mendengus, "Humph." Matanya menjauh dari pemandangan hujan di luar.

Tatapannya kini terpaku pada ponsel yang ada di meja belajarnya. Tidak ada tanda-tanda apapun. Bahkan pesan dari Hendery juga tidak ada. Hendery juga belum dia beri kabar kalau dia terjatuh. Lagipula Xiaojun tidak berminat memberitahu padanya, Xiaojun celaka karena kesalahan yang sudah diperingatkan oleh Hendery. Jadi dia agak malu untuk mengakuinya.

Xiaojun menghela nafas berat, dia berdiri dan dengan hati-hati berjalan menuju kasurnya. Luka di betisnya tidak terlalu dalam tetapi satu memar kehitaman di lututnya membuat Xiaojun susah berjalan dan terasa nyeri.

Tiba-tiba pintu kamar terketuk.

"Ya, mom. Ada apa?" ucap Xiaojun. Taklama pintu terbuka dan membuatnya Xiaojun terkejut.

Disana bukan Ibunya, melainkan Lucas yang tersenyum lebar.

"Bagaimana kakimu, masih sakit?" Tanya Lucas. Dia duduk dengan kursi terbalik, melipat tangannya diatas sandaran kursi di kamar Xiaojun. Dia langsung diijinkan ke kamar Xiaojun oleh Ibunya Xiaojun saat datang tadi.

Xiaojun membongkar isi totebag yang dibawa Lucas, di dalam ada kue dan buku catatan. "Oh, aku bawakan kue dan buku catatan materi hari ini." kata Lucas saat menyadari tujuannya menjenguk Xiaojun.

"Thanks. Ngomong-ngomong, luka di kakiku tidak separah itu. Besok aku sudah masuk sekolah lagi." Jawab Xiaojun. Dia mengambil roti melon dan membuka bungkusnya.

"Hendery sudah tahu?" Lucas bertanya, Xiaojun berhenti mengunyah.

Dia terdiam.

Xiaojun tidak punya pilihan lain selain bercerita apa yang terjadi pada mereka.

"What the hell, kalian bertengkar lagi?!" Lucas mengusap kasar wajahnya dan menatap Xiaojun, "Tapi ini memang kesalahnmu, Jun. Orang waras mana yang skateboardan sambil hujan-hujanan?"

Xiaojun tertawa kecil tapi tangannya melempar bantal kecil ke arahnya. Beruntung ditangkap dengan sempurna. Lucas center terbaik di tim basketnya.

"Aku tahu aku salah, aku juga mencoba mengirim chat tapi Hendery belum membalas pesanku. Mungkin dia marah besar."

Alis Lucas terangkat saat bersuara Oh, dia berkata. "Kamu tidak mengatakan apapun padanya dan dia juga belum mengabarimu ya."

Xiaojun memiringkan kepalanya bingung, dia tidak paham dengan ucapan Lucas.

Lucas merendahkan suaranya, ekspresi tampak rumit. "Kakak tertua Hendery kecelakaan, dia mungkin tidak memegang ponselnya saat ini makanya tidak membalas pesanmu."

Xiaojun kehilangan berkata-katanya. Suaranya langsung tercekat dan pikiranya kosong. Hatinya diselimuti perasaan simpati mendengar kabar itu, Xiaojun memang tidak mengenal kakak Hendery tapi dia memiliki perasaan trauma jika mendengar berita kecelakaan.

Xiaojun ingin mengajukan pertanyaan sebelum Lucas berdiri dari kursinya dan berjalan mendekatinya. Menepuk bahu, "Jika kamu ingin tahu, tunggu saat kamu bisa bertanya pada dia saja. Aku tidak punya hak memberitahu tentang apapun dari keluarga Wong."

Xiaojun mengangguk pelan, dia bisa mendesak Lucas untuk bertanya apapun lagi. Memang dari awal Lucas sudah mengatakan untuk langsung menanyai Hendery jika dia penasaran.

Xiaojun sendiri saat bersama Hendery merasa tidak memiliki kesempatan untuk banyak bertanya soal keluarganya. Apa yang dia dengar saat malam kencan mereka, Xiaojun tidak mengungkit lagi.

"Tunggu, Lucas."

"Apa?"

Xiaojun menggaruk lehernya, bertanya dengan ragu, "Bukankah margamu juga Wong?"

"Oh, kamu baru sadar. Tapi ya, margaku ini memang Wong tapi keluargaku sama sekali tidak terhubung garis keturunan dengan keluarga Hendery. Hanya sebuah kebetulan marga kami sama. Itu saja." Lucas menutup ucapannya dengan senyum tipis.

Xiaojun mengangguk: "Oh."

Setelah Lucas bercerita tentang masa kanak-kanaknya dengan Hendery dan tidak sabar untuk pertandingan basket di akhir tahun, Lucas akhirnya pulang. Dia juga meninggalkan catatan miliknya untuk di salin oleh Xiaojun.

Xiaojun senang menemukan teman sebaik Lucas, dia harus katakan Hendery beruntung berteman dengan anak itu.

Di malam harinya saat Xiaojun siap untuk menyalin catatan di buku Lucas, dia membuka halaman pertama dan otaknya seketika kosong.

Di catatan itu tertulis.

Tanggal: 00/00/00

Judul yang ditulis: Pengembangan Materi Biologi

Isi : kosong.

Disitu sangat jelas kosong. Benar-benar KOSONG, tidak ada tulisan materi apapun. Membolak-balik hingga ke halaman terakhir lalu beralih membuka buku satunya lagi tetap sama, kosong. Xiaojun termenung sebentar. Total ada 3 buku yang dipinjamkan Lucas, dia menarik nafas saat membuka buku terakhir dan halaman pertamanya tidak kosong, satu-satunya yang ada tulisan rapi.

Xiaojun lega dan memilih menyalin catatan itu tapi dia berhenti lagi saat membaca tulisannya.

Tanggal : 23/04/00

Judul yang tertulis : tidak tertulis.

Isi : Ejaan Bahasa Mandarin (Hanyu Pinyin) terdiri dari: 1. -, 2. -, 3. - Ah, aku malas menulis, nanti menyalin saja dari buku xiaojun. Hhhh, hahahahahahahaha-

Sudut bibir Xiaojun berkedut membaca coretan Lucas di bukunya lalu menggebrak meja, "BAGAIMANA BIS-" dia langsung mengusap kasar wajahnya.

"Hhhh," dan beruntungnya dia bisa mengontrol teriakan. Pada akhirnya Xiaojun mengirim pesan ke Yuqi untuk meminta foto catatan miliknya dan dengan baik Yuqi memberikannya.

Keesokan paginya Xiaojun sampai di sekolah seperti biasanya, dia dipinjamkan sepeda oleh tetangga tepat di sebelah rumahnya saat mengetahui Xiaojun terluka di kaki. Dia bersyukur karena tidak harus berjalan kaki hari ini. Meskipun kemarin hujan cukup lama tapi pagi ini cuaca di jam 7 sudah terasa menyengat, membuat seluruh murid masih kegerahan dengan seragam musim panas mereka.

Xiaojun memerhatikan pelajaran dengan sangat baik, tidak ingin ketinggalan materi satupun kali ini. Ujian kenaikan kelas tidak lama lagi dan membuat Xiaojun merasa tidak nyaman, apalagi dia mengambil cuti sehari. Belum lagi pekerjaannya. Kak Johnny sudah mengetahui kabar Xiaojun dan tentu saja dia mengijinkan cuti untuknya lagi. Karena hal itu Xiaojun semakin merasa tidak enak hati pada bos-nya itu.

Pikirannya hari itu terlalu melayang-layang, dia sendiri kadang bingung ingin melakukan apa sampai dia sadar di jam istirahat kedua jika dia tidak membawa ponsel. Ponselnya dia tinggal di kamar dalam keadaan masih mengisi daya!

Xiaojun tadi malam tidur larut karena menyalin catatan dari Yuqi sampai baterai ponselnya hampir habis, setelah selesai mencatat Xiaojun segera men-chargernya, dan juga kemungkinan Hendery membalas pesannya di tengah malam. Tapi saat dia mulai tertidur dan sampai dia bangun, Xiaojun malah tidak teringat soal ponselnya sama sekali.

Dia khawatir Hendery membalas pesannya, apalagi Hendery pasti di tengah perasaan panik dengan keadaan kakaknya. Xiaojun mencoba tenang. Lucas juga tidak mengatakan apapun soal Hendery, anak itu malah kabur setelah mendapat protes Xiaojun mengenai buku catatan yang diberikan padanya itu kosong melompong.

Hendery juga tidak datang ke kelasnya. Di jam makan siang, Xiaojun memilih makan di kelas dan sekarang Xiaojun ingin ke toilet tapi kakinya terlalu malas untuk bergerak. Ditambah di jam istirahat dia malas bertemu Hendery. Jadi saat jam pelajaran terakhir dimulai, Xiaojun meminta ijin ke toilet, dia dengan langkah pelan dan penuh kehati-hatian melangkah keluar kelas menuju toilet.

Di jam segini dan di hari ini dia seharusnya tidak berpapasan dengan Hendery karena anak itu ada jadwal di ruang laboratorium yang terpisah dari gedung kelas. Seharusnya begitu, tapi sialnya Xiaojun, dia bertemu Hendery di toilet!

Hendery disana sedang mencuci tangannya dengan wajah datar, sampai dia menyadari murid yang masuk adalah pacarnya wajahnya kembali bangun.

"Jun," panggil Hendery dengan suara lirih. Dia mengambil sapu tangan dan mengeringkan tangannya, lalu terdiam menatap Xiaojun.

Xiaojun juga diam, melewati Hendery dan masuk ke dalam bilik. Kenapa aku masuk ke dalam bilik! Aku ingin pipis!

Saking canggungnya Xiaojun dia lupa dia harusnya berjalan ke arah urinoir disana tapi daripada dia berbuat hal aneh lebih baik dia masuk ke dalam bilik dan keluar dengan wajah yang dia tahan sekuat tenaga agar tetap santai.

Xiaojun berdiri di sebelah Hendery untuk mencuci tangan, Hendery dengan gelisah menatapnya.

"Jun, maaf." Ucap Hendery, Xiaojun yang mendengar itu sebenarnya terkejut. Tangannya berhenti menggosok dibawah guyuran air keran. Untuk apa dia meminta maaf. Seharusnya aku yang bilang?

Hendery menghela nafas berat, "Aku minta maaf karena lambat membalas chatmu, kamu sampai tidak membalas lagi padahal kamu aktif. Maaf ya, jangan marah."

Xiaojun semakin canggung, dia menggaruk lehernya. "Tidak, tidak apa. Aku tidak marah, Hendery. . ."

Xiaojun agak menyedihkan sekarang. Padahal dirinya yang seharusnya merasa bersalah tetapi disana Hendery lebih merasa bersalah hanya karena dia mengira dirinya marah karena lambat membalas pesan. Hendery-nya pasti malam itu masih sibuk mengurus kakaknya, jadi Xiaojun tidak merasa apa-apa.

"Aku juga minta maaf untuk yang kemarin, aku terlalu melarangmu padahal kamu ingin bermain skateboard."

Xiaojun mendongak untuk menatap Hendery dengan tatapan bulat. Itu juga seharusnya tidak perlu minta maaf tapi Hendery. . .

"Aku-" Hendery terkejut saat Xiaojun menutup mulutnya dengan tangannya yang masih basah. Air keran juga masih menyala. Hendery menatap Xiaojun lagi.

"Jangan minta maaf! Kamu tidak salah menegurku, aku yang salah karena mengabaikanmu. Padahal kamu bermaksud baik tapi aku. . ." Xiaojun berkata, "Dulu aku juga menyalahkanmu saat aku tersesat waktu itu, padahal jelas-jelas kesalahanku sendiri."

"Kalau begitu kita seri." Hendery mencubit pipi Xiaojun lalu mengelap mulutnya yang basah dengan punggung tangan. Xiaojun yang menyadari itu segera meminta maaf dan mengeringkan tangannya. Tidak lupa mematikan keran yang dari tadi menyala.

Xiaojun berdehem kecil dan dengan suara kecil berkata, "Aku juga sudah tahu kabar kakakmu dari Lucas. Apa dia baik-baik saja?"

"Um, dia tidak terluka parah dan dia sudah siuman tadi malam. Sebenarnya tadi malam aku juga sudah memberitahumu di chat kalau aku sedang menjenguk kakakku makanya aku tidak tahu kamu menge-chatku. Apa kamu tidak membacanya, Jun?"

"Oh, benarkah. Maaf, aku tidak membuka ponsel dari tadi malam dan sekarang aku lupa membawa ponsel, Hendery."

"Begitu ah."

"Ya. Bateraiku hampir habis saat aku sampai larut mencatat materi dari Yuqi."

"Tumben kamu tidak mencatat di kelas? Ketiduran ya?" Hendery bercanda.

"Tidak, aku kemarin cuti sekolah. Ibuku menyuruhku tinggal di rumah selama sehari karena terluka, a-"

"KAKIMU TERLUKA?"

Ah, dia lupa kalau Hendery tidak tahu.

Xiaojun diam, dia malu karena pada akhirnya dia terkena tulah sendiri dan mengabaikan peringatan Hendery. Hendery dihadapannya sibuk membolak balik badan Xiaojun dan menanyakan dimananya dia terluka.

"Xiaojun, kamu terluka dimana? Di kaki? Lukanya parah? Apa-"

Xiaojun yang tidak tahan mendengar puluhan pertanyaan Hendery kini memeluk badan tegap Hendery, menenggelamkan wajahnya di dadanya.

Hendery tercengang, ". . . . . Jun?"

Hendery yang dipeluk tiba-tiba seperti ini jelas tidak menolak dan membalas dengan erat. Perasaan gundah dan suram di hatinya seketika lenyap tak bersisa, meninggalkan hati cerah secerah langit di siang hari itu.

Xiaojun merasakan kepalanya seolah kosong karena menguap, dia berbicara dibalik dada Hendery, suaranya semakin lama terdengar seperti rengekan halus. "Aku tidak terluka parah, aku baik-baik saja. Aku juga tidak demam, pokoknya aku sehat. Terimakasih sudah mengkhawatirkan, maaf juga kemarin aku mengabaikan teguranmu."

"Iya," jari telunjuknya dipunggung Xiaojun tanpa sadar mengusap pelan, "Tolong, jangan buat aku khawatir."

"Hum." Xiaojun mengangguk.

Hendery tersenyum dan merendahkan suaranya, berbisik, "Good."

Xiaojun entah kenapa merasa bulu kuduknya merinding memilih segera mendorong Hendery, pelukan mereka terlepas dan Xiaojun saat ini berlari meninggalkan Hendery, anak itu tertawa kecil melihat pipi merah padam dinosaur kecilnya.

tbc.

(18) Masalah yang Sederhana

Hari ini seluruh penjuru sekolah diwarnai ketegangan yang dirasakan dari murid-murid. Banyak cara yang mereka lakukan untuk menutupi rasa tegang. Walaupun senyum merekah di bibir mereka sebelum ujian dimulai, di dalam hati mereka terus kepikiran mereka akan gagal di satu atau lebih ujian. Tidak dipungkiri Xiaojun juga merasakan, dia takut gagal apalagi matematika sangat menyita otaknya.

Xiaojun berjalan pelan ke kelas, dia berangkat tidak membawa skateboard karena mommynya masih menyitanya. Luka di kakinya sudah cukup membaik dan dia sudah berjalan dengan normal, tidak tertatih lagi.

Di belokan koridor Xiaojun tidak sengaja bertemu Hendery, sedang mengobrol dengan seorang siswi yang selalu mengekorinya, Jiao Mei.

Xiaojun awalnya ingin menyapanya tapi Hendery tidak sengaja lebih dulu menoleh kearahnya dan tatapan keduanya bertemu. Xiaojun melihat Hendery tersenyum manis dan melambaikan tangan, lalu pergi begitu saja.

Xiaojun terpaku di tempat, suara di kerongkongannya seketika mengering saat melihat Hendery seolah-olah malah kabur darinya.

Kenapa?

Pertanyaan satu ini yang selalu berputar-putar di otaknya dulu. Tapi, akhir-akhir ini, Xiaojun tidak terlalu memikirkannya lagi.

Hendery mulai menyembunyikan sesuatu darinya dan Xiaojun tidak ingin tahu apa itu, dia memilih 'berpura-pura tidak menyadari apapun' dan bertingkah tidak terjadi apa-apa.

Waktu ke waktu terus berlalu, ujian di hari pertama di lalui dengan tenang dan seterusnya sampai satu minggu waktu ujian berakhir. Walaupun di isi dengan raut cemas dan khawatir selama di kelas dan pengawas yang super ketat, mereka merayakan hari terakhir ujian dengan suka cita.

Xiaojun juga, dia hari ini cukup lega karena kak Johnny menyuruhnya cuti semenjak dia ujian agar dia bisa fokus dan membagi waktu dengan baik. Setelah pulang nanti Xiaojun bisa langsung pulang dan tidur sepuasnya.

Xiaojun menekan tombol di vandine machine dan mengambil kotak minuman matcha, saat dia hampir menyeruput sedotannya, dari belakang dia mendapatkan tepukan di bahu. Dia menoleh dan melihat Hendery yang tengah tersenyum.

"Hendery?" Xiaojun terkejut, seharusnya dia tidak perlu bereaksi seperti itu tetapi karena beberapa hari ini Hendery seperti menghindarinya, makanya Xiaojun agak terkejut.

Ya, menurut Xiaojun, Hendery sangat jelas mengindari dirinya. Terlihat jelas anak itu ada sesuatu yang disembunyikan di balik wajahnya. Mereka jarang pulang bersama. Saat di jam pulang sekolah, mereka ketemu di koridor dan jalan bersamaan menuju gerbang sekolah tapi kemudian pulang masing-masing. Waktu itu Hendery bilang dia ada hal yang harus dia lakukan jadi Xiaojun tidak banyak bertanya. Tapi lama-lama, Xiaojun sedikit curiga.

Hendery menoel ujung hidung Xiaojun, "Kenapa kamu kaget begitu, Jun?"

Xiaojun menggelengkan kepalanya kaku. "Yah, tumben kamu manggil pakai cara normal?" Xiaojun balik bertanya.

"Normal bagaimana maksudmu?"

"Biasanya kamu teriak JUN dengan nada panjang lalu berlari mendatangi aku."

Hendery mencubit dagunya berpose berpikir, lalu menyeringai menatap pacarnya itu. "Awalnya sih mau begitu dan tadi aku juga berencana mau peluk kamu dari belakang, kamu mau?"

"Jangan coba-coba, Hendery." Xiaojun memperingatkan. Hendery tertawa menanggapinya.

Setelah itu, Xiaojun dan Hendery berjalan beriringan di koridor yang sepi, entah mungkin karena mereka berada di koridor di dekat gedung olahraga indoor jadi tidak banyak murid berkeliaran di sana. Menggunakan kesempatan itu, jari telunjuk kiri Xiaojun dan jari kelingking kanan Hendery semakin lama bertaut dan menggenggam kecil.

Xiaojun memegang kotak susu di tangan satunya dan meminum dalam diam. Hendery di sebelah tetap tenang tetapi di dalam dia ingin berteriak. Jari kelingkingnya bersentuhan dengan jari telunjuk Xiaojun membuatkannya akan gila.

Benar-benar menggemaskan, tapi jika Hendery bereaksi berlebihan pasti membuat Xiaojun risih dan melepaskannya. Jadi Hendery berusaha mati-matian menahan diri untuk tidak menarik Xiaojun kepelukannya.

"Hendery."

"Ya, A-Jun?"

"Kamu setelah lulus, mau lanjut ke universitas apa?"

Keduanya berhenti berjalan, tetapi tautan tangan mereka belum lepas. Malah Xiaojun merasakan Hendery mengguatkan genggaman jari kelingkingnya.

"Aku belum tahu, Jun."

"Hm? Kenapa?"

"Entahlah, aku masih mempertimbangkannya dan bimbang, tapi aku ingin kuliah di dekat sini saja."

"Oh, begitu."

"Kalau kamu, Jun? Sudah mantap memilih pilihan awalmu?"

"Ya, aku sudah berunding dengan mommy dan dia setuju. Walaupun aku tidak mengikuti jejak karir mommy sebagai perawat tapi ingin mengejar karir seperti ayahku dulu."

"Bagus kalau begitu." Hendery mengusap kepala Xiaojun dengan senyum yang menurut Xiaojun sangat terlihat tampan.

Xiaojun menolehkan kepala kearah lain agar Hendery berhenti mengelusnya, wajahnya memerah karena rasa panas menjalar di pipinya. Dia juga tidak bisa kabur, kini kedua tangan mereka yang sebelumnya bertaut ringan, kini saling menggenggam erat tanpa Xiaojun sadari.

Hendery seolah tidak ingin Xiaojun terlalu jauh darinya atau masih enggan melepaskan rasa hangat yang terjalin ini.

Dan kemudian, hari-hari yang hangat menyapu waktu dengan begitu cepat.

Ingatan masa lalu masih teringat dengan jelas dan beberapa sudah menjadi ingatan samar. Hal-hal yang telah lewat tidak terasa mulai terkikis dan Xiaojun masih mengingat kenangan lama itu.

Xiaojun masih ingat bagaimana hangatnya genggaman tangan keduanya saat itu, bagaimana perasaan tidak karu-karuan yang dirasakan hatinya saat melihat senyum Hendery saat itu, apa yang mereka obrolkan saat itu juga masih teringat jelas di ingatan Xiaojun.

Kini Xiaojun telah menjadi siswa kelas tiga, malahan beberapa bulan lagi Xiaojun akan menghadapi ujian kelulusan sekolah. Tidak ada hal yang lebih tidak terduga daripada waktu yang berjalan begitu cepat. Perasaan rumit yang dirasakan, seakan-akan kalimat "baru kemarin" terus bergema di hatinya.

Sebagai siswa kelas tiga, otomatis Xiaojun berhenti bekerja paruh waktu di toko kak Johnny. Sangat disayangkan, kurang satu tahun kurang dia bekerja di sana, Xiaojun akhirnya bisa mengumpulkan sedikit uang tabungan untuk melanjutkan sekolahnya.

Dan untuk Hendery, entahlah, Xiaojun sejujurnya tidak mengetahui banyak hal tentang pria itu. Hendery menurut pandanganya selama ini, anak itu sedikit berubah dari biasanya, di balik sikapnya yang seperti biasa, ada badai di balik tatapan teduh Hendery.

Xiaojun tidak bisa menjangkaunya, Xiaojun juga tidak berani ikut campur. Asalkan Hendery tidak berpura-pura baik-baik saja di hadapannya dan benar-benar bersenang-senang, maka Xiaojun tidak terlalu banyak khawatir.

Dibandingkan dengan sikap Hendery, penampilan anak itu juga berubah. Tidak ada sisi kekanakan lagi di wajahnya, penampilan Hendery sebagai anak kelas tiga menjadi sedikit dewasa. Sebenarnya Xiaojun tidak mengerti ini, apakah rambut sudah tidak di cat warna-warni dan kini dipotong lebih pendek daripada gondrong membuat Hendery tampak lebih sedikit dewasa?

Xiaojun menggelengkan kepalanya, membuang semua pikirkan acak di otaknya. Kini Xiaojun ada dipusat perbelanjaan di dekat sekolah mereka, pasar mini yang baru di buka minggu lalu dan karena ini sudah pulang sekolah, dengan masih mengenakan seragam Hendery kekasihnya itu mengajaknya jalan-jalan dan membelikannya banyak makanan.

"Jun, lihat. Aku masih merasa aneh dengan parutan kayu di atas takoyaki ini, seperti makhluk hidup?"

"Ini namanya katsuobushi, Hendery. Jangan buat aku mikir yang aneh-aneh, aku jadi tidak nafsu makan takoyakinya."

"Jangan begitu Jun, ini takoyaki spesial. Kakak penjual memberiku bonus takoyaki yang agak besar."

"Kalau kamu tidak menggoda kakak penjual itu, maka kamu tidak dapat takoyaki spesial dari dia." Xiaojun memincing matanya.

"Aku tidak menggodanya, aku tawar-menawar agak diberi sedikit bonus."

"Sama saja." Xiaojun memutar bola mata malas, satu tangan memegang ice manggo dan satunya menusuk takoyaki di tangan Hendery. Menyuap satu takoyaki besar.

Hendery sama sekali tidak berubah, pikir Xiaojun. Tetap menyebalkan dan menjengkelkan. Hendery mulai menunjukkan stand makanan yang menarik perhatiannya. Xiaojun belum sempat mencegah anak itu, Hendery seketika berlari menjauh.

Xiaojun sebenarnya sudah kenyang dan juga tidak enak hati kalau Hendery terus mentraktirnya. Mengingat ini, membuat Xiaojun kembali ke kenangan saat mereka pertama kali berkencan.

Keduanya setelah ujian waktu itu, mulai sering menghabiskan waktu jalan-jalan di akhir pekan atau Xiaojun ikut Hendery ke perkumpulan anak-anak yang bermain skateboard
di taman kota.

Sikap 'menyembunyikan sesuatu' Hendery sudah tidak muncul lagi dan Xiaojun merasa itu agak misterius. Jalan pikiran Hendery masih sangat sulit di tebak untuknya.

Xiaojun dan Hendery kini sama-sama membawa skateboard mereka dan menggantungnya di belakang ransel. Mereka juga sering pulang bersama sambil menaiki papan skate.

Kalau dipikir lagi, skateboard ini yang mempertemukan mereka. Jika waktu itu Xiaojun tidak menendang skateboard pink Hendery di gerbang rumah Kun waktu itu maka dia tidak akan mengenal Hendery. Juga Yangyang, Xiaojun membeli skateboard murah dari anak domba itu dan diajarkan oleh dia. Xiaojun kini bertanya-tanya, bagaimana kabar Kun dan Yangyang sekarang? Hendery bilang dulu kalau mereka sepasang kekasih.

Tapi saat Xiaojun larut dalam pikiran sendiri, tiba-tiba bahunya di senggol oleh orang lain sampai membuat minumannya tumpah dan Xiaojun hampir oleng jatuh, tepat waktu orang yang menabraknya dengan cepat menahan lengannya.

Xiaojun belum melihat siapa yang menabraknya tapi yang pasti bahunya terasa sakit.

"Maaf, maafkan aku kak. Aku tidak sengaja." Sebuah suara lembut khas remaja pria masuk ke pendengarannya.

Xiaojun melihat siapa orang itu dan dia seperti anak lelaki seumuran dengannya karena menggunakan seragam SMA, tapi dari grade di lengannya sepertinya dia masih kelas satu. Xiaojun tidak yakin karena seragam itu berbeda dengan seragam sekolah Xiaojun.

Dia setinggi Hendery dengan kulit putih pucat dan rambut hitam legam mirip Hendery. Tetapi gaya rambutnya mengikuti style rambut jaman sekarang dan wajah cukup baby-face.

"Maaf, minuman kakak jadi tumpah, tapi aku akan mengganti minumannya sekarang."

Remaja itu mengeluarkan dompetnya dan hampir pergi lagi untuk membelikan minuman Xiaojun yang terjatuh. Xiaojun belum bisa bereaksi sampai akhirnya Hendery datang dan menatap mereka dengan tatapan aneh.

"Xiaohei?" Panggil Hendery. Xiaojun heran.

Xiaohei siapa? Aku?

Karena kedua orang itu diam, Hendery beralih menatap Xiaojun.

"Jun, kamu kenapa? Ada apa dengan anak ini? Oh, minumanmu jatuh, dia yang menjatuhkan minumanmu?"

Xiaojun lagi-lagi belum sempat bersuara, remaja yang di panggil Xiaohei oleh Hendery berkata, "Iya, kak Kunhang, aku tidak sengaja menabrak kakak manis ini. Aku tetap bakal ganti kok minumannya yang jatuh."

Tunggu apa? Kak Kunhang? Anak dengan senyum tengil ini manggil Hendery dengan nama aslinya? Eh, tunggu lagi, anak ini manggil dia apa? Kakak manis? Apa anak ini katarak?

"Kamu memang selalu buat onar ya dimana-mana. Sudahlah, tidak perlu ganti minumannya. Aku bisa belikan untuknya sendiri."

"Kenapa? Aku tulus ingin mengganti rugi kok. Lagian, ternyata rumor kak Kunhang berkencan, maksudku berpacaran dengan seorang pria itu benar ya."

"Memang, baru tahu? Sudah ya, tidak perlu kukenalkan siapa pacarku ini, kamu juga tidak perlu tahu. Ayo, pergi sayang."

"Eh, tapi minumanku──"

"Nanti aku beliin lagi." Xiaojun akhirnya diseret pergi oleh Hendery dari sana. Meninggalkan remaja tinggi itu yang menatap keduanya dengan tatapan bingung.

Xiaojun tidak tahu ada apa diantara mereka tapi Hendery jelas-jelas mengenal remaja tadi, Hendery saja mengetahui namanya. Xiaojun menyentak tangannya yang terasa sakit karena di genggam terlalu erat.

"Hendery, lepas. Aku bisa jalan sendiri, tidak usah di seret begini."

"Aku tidak mau kamu berkenalan dengan anak tadi." Tiba-tiba Hendery mencebik dan melontarkan larangannya yang sangat aneh.

"Hendery," Xiaojun mencengkram bahunya, memberikan tatapan mengintimidasi. "Kalau kamu mengatakan larangan yang aneh seperti tidak boleh berkenalan dengan siapapun tanpa alasan yang rasional, aku pulang."

Xiaojun tidak suka dengan Hendery yang suka tiba-tiba melarangnya, ini sikap yang Xiaojun ketahui belum lama ini, setidaknya jika dia tidak bisa berkenalan dari nama dengan remaja tadi karena Hendery tidak akrab dengan dia, setidaknya beri alasan kenapa Hendery tidak suka dengan dia. Xiaojun juga sudah tahu mana yang benar dan salah.

Apa Hendery cemburu?

Tidak, tetap tidak bisa karena hanya alasan itu. Toh Hendery sering mengobrol dengan siswi di sekolah, Xiaojun juga cemburu atau tidak melarang.

Hendery tersudutkan, tatapannya menjadi gelisah dan dahinya mengkerut. Xiaojun bisa menebak ada yang tidak beres.

"Kamu kenal remaja tadi?" Tanya Xiaojun dan Hendery mengangguk.

"Iya, aku kenal. Tapi bukan kenal yang akrab, hanya tahu nama saja."

"Kalau kamu kenal dia, setidaknya kasih aku satu alasan kenapa kamu tidak boleh aku berkenalan dengan anak itu?"

"Aku tidak suka dengan anak itu, dia tengil dan songong." Jawab Hendery dengan polos.

Xiaojun yang mendengarnya tidak tahan untuk mencengkram pipi Hendery dan menjitak kepalanya. Hendery meringis kesakitan tapi dia tetap diam, tidak protes.

"Terus hubungan kamu tidak suka, dia tengil dan berkenalan itu apa?"

"Aku tidak mau kamu mengenal orang yang bisa membuat jengkel."

"Hendery," Xiaojun menepuk lembut kepalanya, berkata: "Kamu juga sama."

Hendery tidak mengerti maksud Xiaojun, Xiaojun sudah menariknya duluan. "Sudahlah, ayo pulang. Tidak baik berkeliaran malam-malam dengan seragam sekolah."

Sebelum mereka berjalan pulang, keduanya lebih dulu menghabiskan makanan yang dibeli oleh Hendery. Setelah selesai makan, mereka menelusuri jalan dengan papan skate mereka masing-masing.

Tiba-tiba Xiaojun kembali teringat masa lalu, saat Hendery mengajarinya bermain skateboard. Dulu Xiaojun masih bisa terjatuh saat berbelok dengan papannya tapi sekarang dia sudah cukup lihai.

Hendery menatap Xiaojun dari samping, senyum tipis tertarik dari sudut bibirnya. Satu tangannya meraih tangan Xiaojun dan menggenggam telapak itu dengan erat.

Disisi lain Xiaojun tidak menduga hal ini, dia langsung merasa gugup dan mulai tidak fokus. Tapi beruntung pengendalian dirinya cukup bagus dan menampilkan wajah yang 'biasa saja'.

"Jun," panggil Hendery, tidak memperhatikan jalanan di depannya, tetap menatap lekat Xiaojun.

"Hm?" Xiaojun merespon dengan suara, tidak berani untuk sekedar melirik Hendery yang seolah menelan dirinya dari tatapan itu.

"Ayo, cepat jalannya, Hendery. Besok kita masih berangkat sekolah, kita sudah kelas tiga jangan sampai banyak bolos." Xiaojun mencoba mengalihkan perhatiannya.

Hendery menjawab, "Iya, tapi tunggu sebentar Jun. Boleh aku bertanya sesuatu. . ."

Pandangannya terkunci pada Xiaojun dan seketika dia menghentikan papan skate yang mulai melambat. Xiaojun juga mau tidak mau ikut berhenti karena Hendery tidak melepaskan genggamannya, dia menunggu Hendery yang ingin bertanya.

Tangan Hendery yang lain terangkat untuk membela pipi Xiaojun dan mendekatkan wajahnya, dengan pipi memerah samar Hendery bertanya lagi.

"Apa aku boleh menciummu?"

Xiaojun tidak bisa menggunakan otaknya dengan baik saat melihat wajah Hendery yang sangat dengan di depan matanya. Seluruh wajahnya memanas dan itu membuatnya tidak bisa berpikir jernih.

"Boleh?" Hendery mendesak. Xiaojun yang masih tidak merespon membuat Hendery bimbang dan akhirnya memilih mendekatkan wajahnya begitu saja, beberapa milisenti bibir keduanya bersentuhan, Xiaojun menoleh kekiri dan ciuman itu akhirnya tidak terjadi.

Xiaojun juga mundur, menjauh dua langkah dari Hendery. Panas wajahnya hampir menyentuh titik didih otaknya dan gerak refleknya meminta untuk menolak berciuman.

"J-jangan cium. . . Jangan Hendery."

"Kenapa?"

"Kalau aku bilang tidak ya tidak."

"Tapi kita sudah pacaran?"

"Tidak ada hubungannya, meskipun kita pacaran aku masih bisa nolak mau berciuman atau tidak."

Xiaojun menetralkan detak jantungnya yang tidak normal. Panas di wajah masih belum stabil dan gerak badannya juga terasa kaku. Xiaojun mencoba mengingat berapa kali mereka berciuman itu bisa dihitung dengan jari, hanya 3 kali. Terakhir mereka berciuman karena Hendery yang merangkulnya begitu erat dan saat keduanya tidak sengaja menoleh satu sama lain, bibir keduanya berciuman. Itu juga faktor ketidaksengajaan dan saat perayaan musim panas bersama teman-teman. Sudah lama semenjak ciuman terakhir mereka Xiaojun merasa tidak nyaman saat memikirkannya.

Rasanya menyebalkan tapi menyenangkan juga, Xiaojun benci mengakui tapi dia merasa bahagia. Xiaojun tidak mau larut dan hanyut dalam pikiran-pikiran succubus di otaknya. Apalagi Hendery sedikit berubah dan sikapnya membuat Xiaojun semakin dan semakin tidak nyaman.

Tapi disisi lain, Hendery salah mengartikan ekspresi tertekan di wajah Xiaojun. Dengan wajah penuh kebingungan dan rasa kecewa, Hendery bertanya. "Apa kamu memikirkan Xiaohei tadi makanya kamu menolak kucium, kan?"

"Hah?"

Efek bunga dan gelembung merah muda di belakang Xiaojun seketika kempes saat itu juga mendengar perkataan bodoh Hendery itu.

"Iya, kan? Kamu masih kepikiran soal dia, kan?"

"Xiaohei itu maksudmu?"

"Kan! Kamu memikirkan dia, Jun."

Xiaojun tidak tahu darimana semua omong kosong ini bisa keluar dari mulut Hendery. Kenapa bawa-bawa anak itu coba? Xiaojun saja bahkan tahu nama anak itu karena Hendery sendiri yang menyebutkan namanya.

Xiaojun kesal. Hendery yang cemburu benar-benar tidak masuk akal dan kekanak-kanakan. Xiaojun tidak senang dituduh macam-macam seperti ini.

Xiaojun marah. "Aku tidak paham kamu ngomong apa, tidak masuk akal. Kalau kamu tidak senang dengan Xiaohei tadi, jangan libatkan aku. Aku baru bertemu dia tadi dan itu tidak di sengaja!"

Xiaojun yang terlanjur gondok, menyentakkan tangannya dan mulai melangkah pergi bersama skateboard. "Sudahlah, aku mau pulang. Kamu juga cepat pulang. Selamat malam!"

Xiaojun langsung melaju dengan papan skatenya, meninggalkan Hendery yang membisu.

Lagi-lagi.

Lagi-lagi mereka berkelahi karena masalah kecil.

tbc.

thanks for 2k, manteman. luv u all33
btw ceritanya ini hampir menginjak detik2 terakhir:3

(19) Masalah yang Rumit

Diawali pagi cerah, Hendery dan Xiaojun bertemu di koridor dan saat berpapasan keduanya tidak saling menyapa.

Hendery tidak menyangka kalau Xiaojun benar-benar ngambek mencoba untuk menegur, "Jun?"

Xiaojun berhenti sebentar untuk menatapnya dengan tatapan datar dan hanya menaikkan alisnya tanpa bersuara. Beberapa detik berlalu tapi Hendery tidak bersuara sampai akhirnya Xiaojun melangkah masuk kekelasnya lagi.

Hendery melihat Xiaojun sama sekali tidak menanggapi dengan serius dan begitu cuek, dia merasa kesal.

"Kenapa kamu keras kepala sekali, hah?"

Beberapa murid yang mendengar seperti ada suasana perkelahian mulai bergerombol.

Xiaojun sedikit terkejut dengan tanggapan Hendery tapi dia mencoba untuk tidak peduli.

Lucas yang sama terkejut dengan gelagat Hendery yang tidak seperti biasanya menatap Xiaojun, "Jun, ada apa? Kalian ada masa—"

"Sudahlah, aku tidak mendengar apa-apa. Palingan itu suara kuda mendengking." Jawab Xiaojun acuh sambil mendorong Lucas agar cepat masuk kelas.

Belum ada tanda-tanda bendera damai dikibarkan, tetapi Xiaojun tidak memperdulikannya. Hendery juga tidak menganggunya lagi.

Sudah melewati sehari Xiaojun dan Hendery tidak tegur sapa, Xiaojun jelas merasakan kesepian tapi dia berusaha mengabaikan kesepian itu. Jadi dia memilih ikut jalan-jalan bersama teman sekelasnya untuk pergi ke karaoke.

Namun saat di gerbang sekolah tiba-tiba Jiaomei mendatanginya, Xiaojun mengkerut alisnya keheranan karena biasanya gadis ini tidak pernah berhenti lengket di dekat Hendery.

"Kamu Dejun, kan?" Tanya gadis itu basa-basi. Dia gadis cukup dikenal di angkatannya dan hal ini membuat teman-teman Xiaojun mulai malah menyemangati Xiaojun.

Xiaojun mengangguk, Jiaomei berkata, "Bisa kamu ikut aku sebentar? Aku ingin berbicara denganmu."

Mendengar itu Xiaojun merasa sangat curiga, dia melirik sekitar untuk memastikan keberadaan Hendery. Tapi Xiaojun masa bodo dan mengikuti Jiaomei untuk berbicara berdua saja saat sepulang sekolah.

Apa yang ingin dibicarakan oleh gadis itu?

Disatu sisi, Hendery benar-benar kacau balau, luar dalam dirinya berantakan. Karena dia sudah di cuekin Xiaojun lebih dari satu hari membuat Hendery tidak fokus belajar. Hal ini membuat Hendery sedikit takut, bagaimana jika dimasa depan mereka benar-benar harus berpisah, apa dia akan sangat patah hati dan menggalau brutal seperti ini? Atau lebih parah?

Hendery akhirnya mencoba meminta tolong dengan Lucas.

"Bro?"

"Ada masalah dengan Xiaojun lagi, hm?" Tanya Lucas to the point. Dia sejujurnya bosan dan gedeg mendengar perihal yang sama yang dikeluhkan sohibnya ini.

Hendery menyengir, "Aku tau kamu pasti cepat mengerti."

Lucas menggangguk setuju dengan pernyataan Hendery itu. "Benar, aku memang cepat mengerti dan kuharap kamu juga sama mudah mengerti dengan masalahmu sendiri, bro."

Setelah itu Lucas menolak menerima keluh kesah Hendery karena dia juga sedang berseteru dengan kekasihnya. Hal ini membuat Hendery terheran-heran, dia terlalu pusing dengan hubungannya sendiri sampai sohibnya punya pacar pun dia tidak tahu.

Tapi alasan Lucas tidak mau Hendery terus bertanya hal seperti ini karena dia tidak mau Hendery terpaku dengan pemikiran orang lain. Dia ingin Hendery dan Xiaojun-lah yang menjalin benang hubungan keduanya.

Xiaojun pulang sendiri sore hari itu, dia tidak jadi ikut kekaraoke karena sudah terlalu sore dan mulai lusa besok pelajaran tambahan untuk anak kelas 3 akan dilaksanakan.

Sepanjang jalan pikiran Xiaojun entah kenapa menjadi kosong. Ditengah lamunannya secara kebetulan Xiaojun bertemu Xiaohei lagi, anak yang membuat hubungan Xiaojun dengan Hendery kacau.

"Oh, kakak manis kemarin?" Ujar Xiaohei dengan nada antusias.

Xiaojun merasa sudut matanya berkedut kesal. Berhenti berbicara omong kosong sebelum otakmu kubuat kosong melompong, bocah bongsor.

Xiaohei menyadari ekspresi kesal kakak di hadapannya ini tapi dia tidak tersinggung atau pun merasa bersalah.

"Kamu lagi." Xiaojun ingin kabur, dia sedikit merasa tidak nyaman.

"Ohya, apa kakak ada waktu? Aku ingin mengganti rugi masalah minuman yang aku jatuhin kemarin."

"Eh?" Xiaojun awalnya tidak ingin pergi tapi dia tiba-tiba berpikir kalau dia bisa mendapatkan informasi dari Xiaohei ini. Xiaojun ikut Xiaohei yang mengajaknya ke cafe untuk membelikannya minuman dan pulang setelahnya, karena sifat Xiaohei yang easy-going membuat keduanya cepat akrab.

Saat asik bercerita dengan Xiaohei, Xiaojun kaget saat tahu kalau Xiaohei ini sepupu jauh Hendery. Hampir tidak ada garis darah tetapi setidaknya mereka satu marga dari garis keluarga yang sama. Wong Xiaohei.

"Lupakan saja soal kak Kunhang. Ngomong-ngomong nama kita hampir mirip ya, kak."

"Apanya sama, jelas-jelas beda. Namamu Xiao dan namaku itu Xiao, apa kamu belajar bahasa Mandarin dengan baik, huh?"

Xiaohei hanya ingin bercanda sebentar lagi dengan Xiaojun tapi di tengah jalan menuju pulang…

…. Mereka bertemu Hendery.

Xiaohei tanpa sadar memutar matanya dan dua pria didepannya saling terpana saking terkejutnya. Lalu, dengan paksaan, Xiaojun seketika di seret oleh Hendery dari sana.

Xiaojun meronta dan memarahi Hendery yang seenaknya menariknya saat mengobrol dengan Xiaohei.

"Apa-apaan sih kamu Hendery, kenapa kamu narik orang sembarang? Kamu tidak lihat ada Xiaohei bersamaku tadi, itu tidak sopan."

Hendery berhenti berjalan tiba-tiba, Xiaojun dibelakangnya mengikuti.

Hendery mendengus, "Oh, kamu senang ngobrol dengannya dibandingkan denganku, Jun?"

Hendery juga membalas marah karena dia tidak suka dengan Xiaohei.

"Kenapa kamu jadi kekanak-kanakan begini sih, Hendery? Sudah aku bilang, jangan libatkan aku kalau kamu tidak suka dengan sepupumu itu!"

Seketika Hendery teringat apa yang Xiaojun katakan kemarin, dalam sekejap dia menetralkan emosi tidak bergunanya dan menggunakan kesempatan ini untuk mencoba menyelesaikan masalah mereka.

"Itu… habisnya kamu sepertinya tidak mengerti aku, Jun?"

Bukannya lebih baik tapi Xiaojun malah semakin tersulut amarah dan mendorong bahu Hendery.

Hendery berjengit kaget, sial, apa aku salah bicara?

Xiaojun teriak. "Tidak mengerti kamu apa, Hen? Lalu aku harus apa kalau kamu ternyata yang lebih tidak pengertian karena kamu sudah dijodohkan oleh orang tuamu?! Aku diam dan tidak langsung marah padamu!

Hendery pikir dia ada masalah pendengaran tetapi berbeda dengan jantungnya yang mulai berdetak tidak karuan. Dia panik, "Hah, apa katamu, Jun?"

Xiaojun memukul tangan Hendery yang mencoba meraihnya. "Jangan bicara padaku! Aku membencimu!"

"Tunggu, Jun. Xiaojun! Jun, apa maksud perjodohan yang kamu katakan? Kamu tau dari mana? Lucas? Atau Xiaohei tadi?"

"Jangan bawa-bawa mereka berdua. Aku tidak mengetahuinya dari mereka tapi dari nona Jiao. Dia yang memberitahuku, dia juga calon tunanganmu, kan? Bagus. Pilihan orang tuamu bagus sekali. Kalian berdua serasi—"

"Kapan dia mengatakan itu padamu?"

"Jadi itu benar kamu dijodohkan dengannya, oh tentu saja. Aku memang bukan apa-apa, aku pergi. Semoga kalian langgeng sampai menikah dan kita pu—"

"Kumohon tunggu dulu, Jun! Kumohon, kamu jangan salahpaham dulu, oke."

"Jangan salah paham dulu? Ya, tentu saja aku tidak langsung salah paham. DAN AKU MEMANG TIDAK TAPI KAMU YANG SELALU SALAH PAHAM DENGANKU! BAJINGAN! JANGAN BICARA DENGANKU LAGI!"

Setelah teriakan penuh amarah Xiaojun, dia segera lari meninggalkan Hendery dengan wajah amat sangat frustasi.

Di rumah Hendery tengah menulis rencana yang akan dia gunakan untuk menyingkirkan rencana pertunangan ini agar tidak sampai dibicarakan lagi oleh orang tua saat ada acara Keluarga. Bahkan itu pasti hanyalah candaan garing para orang tua yang senang sekali menjodohkan anak-anak mereka hanya untuk kepentingan kerja sama pekerjaan. Jiao sialan itu, baru dibicarakan sekali sudah diungkit seolah itu akan benar-benar terjadi. Gadis itu banyak berkhahayal.

Chatrine tiba-tiba mengunjungi kamar adiknya, tadi sore anak itu pulang dengan wajah merengut. Sangat jarang adiknya bereskpresi seperti itu kalau bukan habis bertengkar dengan ayahnya tapi beberapa hari ini ayah mereka tidak ada dirumah. Dia sebagai kakak khawatir, terutama pada Hendery yang akhirnya memilih menurut dengan ayahnya untuk belajar menggantikan posisi diperusahaan, dan juga rencana Hendery memilih berkuliah di Beijing setelah lulus.

Chatrine menatap adiknya yang masih mengabaikan dirinya di belakangnya. Berbasa-basi dengan adik bungsunya ini sungguh sia-sia. Dia bertanya, "Kun-er, apa kamu yakin dengan keputusanmu?"

Hendery melirik sekilas kearah Chatrine, "Apa maksud kakak keputusanku untuk mengikuti jejak ayah? Tentu saja, ya walaupun tetap merasa sedikit ragu bagaimana masa depanku sendiri. Tapi aku tidak apa-apa."

"Bukankah kamu punya mimpimu sendiri, Kun-er." Ujar Chatrine sedih.

Hendery diam-diam menarik senyum tipis, "Ya, memang. Tapi ada kalanya itu hanya menjadi seutas mimpi belaka. Lagipula, kakak-kakakku sudah meraih impian mereka, jadi tidak ada gunanya aku harus menjadi anak keras kepala terus, kan." Hendery menutup buku yang berisi coretan abstrak. Dia memutar kursinya agar menghadap kakak bungsunya itu.

Chatrine ingin sekali memeluk adiknya ini, dia sedih dan terharu karena adik bungsu yang dulu kecil dan tertindas karena berbeda pandangan dengan mereka ternyata sudah sebesar ini. Tapi dia menahan keinginannya dan mengalihkan topik.

"Lalu bagaimana dengan kekasihmu? Apa hubungan kalian baik?" Pertanyaan tiba-tiba dari Chatrine ini membuat Hendery kembali gundah.

Hendery sudah tahu kalau kakak-kakaknya pasti akan menyadari dia memiliki hubungan asmara dengan seorang pria jadi dia tidak kaget mendengar pertanyaan kakaknya ini.

Hendery menunduk lesu. "Kami bertengkar, karena ada gadis dari keluarga Jiao yang berbohong kalau dia ditunangkan denganku."

Chatrine diam. Dia tidak mengatakan apa-apa lagi karena sejujurnya mereka tidak mau ikut campur. Membiarkan dua anak muda memilih jalan mereka.

Keesokan harinya, jam sudah menunjukkan pukul 6 sore, langit sudah gelap dan anak-anak kelas tiga baru saja pulang setelah menyelesaikan jam pelajaran tambahan mereka. Hendery membereskan buku-buku tergesa-gesa, dia ingin segera menemui Xiaojun sebelum kekasihnya itu pulang duluan. Sialnya, Hendery pindah ke kelas yang berbeda jadi saat dia mendatangi kelas Xiaojun, kelasnya sudah kosong.

Hendery berlari lagi menuruni tangga, tetap berlari sampai ke parkiran sepeda. Dia bertemu Lucas disana.

"BRO?!" Seru Hendery panik.

"Ya kenapa bro?!" Tidak tahu kenapa Lucas juga ikut terlihat panik.

"Kamu ada lihat Xiaojun?"

"Lihat, dia naik skateboard meluncur ke toko buku, katanya mau minjam buku sejarah dinosau—"

"Oke, thanks brother untuk informasinya. Aku pergi dulu!"

"Iya, sama-sama brother tapi KENAPA KAMU BAWA SEPEDAKU OI!"

Hendery cemas, dia langsung mengayuh sepeda dengan cepat keluar sekolah dan akhirnya dia menemukan Xiaojun yang benar-benar ada di toko buku yang takjauh dari lingkungan sekolah mereka. Anak itu keluar dari toko dengan kotak yang dibungkus kertas kado.

"XIAOJUN!" Hendery berteriak setelah kewalahan menyusul Xiaojun yang melaju dengan papan skate miliknya.

Xiaojun terkejut mendengar teriakan itu, tidak peduli pandangan orang-orang di sekitar mereka, Xiaojun segera tancap gas dan kabur dari kejadan Hendery.

Hendery kaget bukan main saat melihat Xiaojun malah menambah kecepatannya. Tapi bukan Hendery kalau dia tidak bisa menyusul Xiaojun, karena dia menaiki sepeda milik Lucas. Lucas selalu berangkat sekolah dengan sepeda dan setelah menanyakan keberadaan Xiaojun pada sohibnya itu, Hendery langsung menukarkan skateboard miliknya dengan sepeda Lucas.

Hendery tahu kalau Xiaojun akan kabur darinya dan dengan ini dia tidak bisa lari. Hendery berbelok ke jalan pintas, ingin menghadang Xiaojun jauh di depan.

Xiaojun kaget, dia tidak menyangka kalau Hendery akan menaiki sepeda dan dengan licik mengambil jalur pintas untuk menyalipnya. Tapi lebih kaget lagi karena Hendery dengan percaya dirinya menggunakan badannya untuk menghalau Xiaojun yang melaju di jalan taman yang cukup sempit.

"Guanheng, awas! Kamu bisa ketabrak!"

Xiaojun mencoba memperlambat laju skateboardnya tapi tidak bisa. Dia sudah sangat ketakutan kalau dia akan melukai Hendery setelah dia menabraknya, jadi dia berpikir untuk melompat ke rerumputan di pinggiran sebelum Hendery lari kedepan dan menangkap Xiaojun.

Xiaojun menabrak badan Hendery dan jatuh dalam dekapan erat yang amat dia rindukan.

Badannya terasa sakit tapi Hendery tetap mengeratkan pelukannya, dia tidak ingin Xiaojun kabur lagi.

Tapi Xiaojun dalam ego yang tinggi, dia memberontak dan mendorong Hendery. Hendery langsung mengejarnya.

"Jun, dengerin aku dulu, kumohon."

"Besok saja. Aku mau cepat pulang, Hendery."

"Sebentar saja, kumohon sebentar saja—"

Sudut bibirnya berkedut dan dengan seluruh tenaga yang tersisa, Xiaojun menghempaskan buku tebal di tangannya.

"Sudah aku bilang jangan bicara denganku dulu!" Buak!

Xiaoju menolak bicara dengan Hendery dan tanpa sadar menimpuk wajah Hendery dengan buku tebal yang baru dia pinjam.

Tapi pada akhirnya Xiaojun dan Hendery berada di taman yang sepi, duduk berjauhan dan saling membelakangi. Hendery menghela nafas diam-diam. Sebenarnya hidungnya terasa sakit setelah dipukul dengan buku tebal. A-Jun bawa buku apa sih? Buku ensiklopedia atau batu, keras banget bukunya. Pikir Hendery.

Duk duk duk duk

Hendery menelan ludah takut, dia juga sedikit ngeri dengan suara hantaman seperti benda tumpul ke atas buku tebal tadi. Hendery pikir Xiaojun pasti memukul-mukul bukunya untuk melampiaskan emosi.

Duk duk duk duk

Hendery yang tidak tahan dengan suara pukulan mengerikan itu mencoba melirik kebelakang dan yang dia kira Xiaojun meninju buku tapi yang ada Xiaojun malah memukul keningnya sendiri ke buku tebal di tangannya.

Hendery panik dan langsung mendekati kekasihnya. "Jangan memukul kepalamu sendiri, Jun."

Xiaojun hanya diam saat Hendery mengambil buku berat itu menjauh, merangkul bahu yang lebih kecil dan membawa dalam dekapannya lagi. Langit mulai menggelap sekarang dan tidak ada orang lain di taman malam itu.

"Maaf karena aku memukul hidungmu." Cicit Xiaojun, matanya terlihat jelas merasa amat bersalah. Hendery yang melihat itu juga semakin jatuh merasa bersalah.

Padahal aku yang membuatmu marah dari kemarin dan membuatmu salah paham tapi kenapa kamu merasa bersalah begini? Kalau begini, gimana aku tidak semakin menyesal kalau menjauh darimu nanti?

"Tidak, aku yang meminta maaf. Aku memaksamu dan membuatmu jengkel. Maafkan aku, maaf." Hendery memeluk Xiaojun, menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Xiaojun.

"Aku juga minta maaf karena membuat kesalahpahaman tentang pertunangan itu," Hendery melepaskan pelukannya dan menatap lurus ke mata Xiaojun, ingin menunjukkan kalau dia tidak akan berbohong. "Untuk masalah pertunangan, itu sama sekali tidak benar. Ayahku mungkin mabuk dan berbicara omong kosong dengan temannya saat pesta keluarga. Ibuku juga tidak pernah menyinggung soal itu, tapi aku sangat yakin aku tidak ditunangkan dengan siapapun. Kamu percaya padaku, Jun?"

Xiaojun termenung sebentar dan bergumam, "Benarkah? Tapi kalau itu benar terjadi, aku…"

"Aku akan pastikan itu tidak akan terjadi, gadis Jiao itu berbohong. Keluarga Wong sudah berkali-kali hampir ditipu oleh kepala keluarga Jiao itu jadi tidak mungkin ayahku percaya dengan keluarga dia lagi." Hendery memasang wajah serius lalu menggelengkan kepalanya secara brutal.

"TIDAKTIDAKTIDAK! Aku PASTIKAN tidak akan ada seorangpun memaksaku bertunangan dengan orang lain. Aku cuman ingin bersama Xiao Dejun —aku pasti, aku pasti akan mengganti margamu menjadi Huang Dejun!"

"JANGAN SEMBARANG GANTI NAMAKU!"

Hendery tertawa tanpa bersalah saat membayangkan nama Xiaojun diganti. Tapi setelah itu senyumnya luntur, dia mengajukan protes penuh kepanikan dengan kecepatan teramat cepat.

"Selain itu, kenapa tadi kenapa kamu tiba-tiba kabur dariku Jun? Apa kamu tidak memikirkan keselamatanmu? Apa kamu tidak memperdulikan dirimu sendiri? Ini sudah malam dan kamu dengan laju skate seperti tadi kamu nekat melewati taman gelap ini? Apa kamu masih ingat, kita pernah bertemu festival hantu di taman ini? Bagaimana kalau kamu di culik hantu, huh? Bukan itu saja, bagaimana kalau aku tidak bisa menyelamatkanmu? Oh ya, bagaimana kalau aku tidak bisa mengejarmu dengan laju skateboard tadi? Beruntung sekali aku membegal sepeda Lucas di sekolah tadi jadi aku bisa menyusulmu? Bagaimana kalau terjadi apa-apa padamu, bodoh."

Xiaojun yang bahkan tidak memahai semua pertanyaan yang mendesaknya itu hanya memasang wajah memelas sedih. Dia menunduk dan memeluk Hendery lagi.

Xiaojun memelas, "Aku tidak mau disebut bodoh oleh orang bodoh, bodoh. Hendery bodoh."

Hendery meringis dan mengangguk lunglai. Xiaojun yang masih di dekapannya berkata, "Aku sudah lama percaya kalau kamu tidak ditunangkan, oleh siapapun. Jadi aku bertanya pada Xiaohei. Dia juga terbukti tidak berbohong, jadi kuharap kamu tidak lagi berpikiran negatif kalau aku mengobrol dengan sepupumu itu, Hendery."

"Aw —benarkah dia mengatakan begitu? Kalau begitu aku akan menuruti kata-katamu, sayang. Aw, sayang. Kumohon jangan cubit ginjalku."

Xiaojun memang berkata dengan suara lembut tapi tangannya cukup gesit untuk memelintir kulit Hendery yang seenaknya memanggilnya sayang.

"Kamu menyebalkan, Hendery."

Hendery tertawa, "Aku memang menyebalkan tapi aku jauh lebih mencintaimu, Jun."

Xiaojun terkejut dengan kata-kata Hendery, Hendery menatapnya dengan tatapan lembut. Menyentuh pipi Xiaojun dan ciuman lembut yang amat dinantikan tertaut tipis.

Kehangatan mengisi langit gelap yang dingin malam itu.

Aku tidak lagi memikirkan hidupku sendiri. Tidak lagi memikirkan tentang cita-cita, jalan hidup dan kebebasanku lagi. Karena aku memilikimu. Selama ada kamu di sisiku, sedalam atau sekeras apa aku terjatuh, kamu ada untukku, Jun.

tbc

fyi, scene disini aku ambil dari cuplikan movie anime doukyuusei (part: a complex fool and a simple fool), i love it that movie aaaa.

thanks all to give support for this story, i hope i can did well so i can finish this well too. and i swear hendery xiaojun in my universe will ends very well

(20) Far Away

Langit sudah gelap gulita dan semua lampu jalan menerangi setiap langkah Xiaojun yang pergi berbelanja ke supermarket untuk membeli bahan makanan. Mulai besok Xiaojun mengikuti kelas tambahan, jadi lebih baik membawa bekal extra.

Xiaojun berhenti di depan lemari pendingin, matanya tidak sengaja menatap deretan minuman kaleng rasa matcha. Itu adalah minuman kaleng matcha pertama yang pernah diberikan Hendery saat keduanya pertama kali bertemu.

Senyum manis tanpa sadar mengembang di bibir Xiaojun saat mengenakan 'wisata masa lalunya'. Saat Xiaojun ingin beralih menuju rak bumbu dapur, tidak disangka Xiaojun bertemu dua wanita cantik yang sangat dia kenal.

Mereka adalah dua wanita yang dulu pernah menolong Xiaojun terjatuh saat hujan. Xiaojun ingat saat hujan deras pulang begitu saja setelah bertengkar dengan Hendery, dia tidak memperhatikan jalan dan akhirnya terjatuh. Beruntung mobil yang melintas melihat Xiaojun yang jatuh di pinggir jalan dan dengan baik hati menawarinya tumpangan walaupun badan Xiaojun basah kuyup.

Xiaojun mendekati mereka berdua dan menyapa, "Selamat malam, kakak. Maaf menganggu waktunya."

Dua wanita yang asik memilih antara merica dan bubuk cabai itu menatap ramah Xiaojun dan merasa familiar dengan wajah Xiaojun, lalu satu dari mereka membalas. "Ya, ada apa, adik kecil?"

Xiaojun tersenyum, "Nama saya Xiao Dejun, saya pernah di tolong oleh dua kakak ini dulu. Waktu itu, saya belum berterimakasih dengan baik dengan dua kakak ini. Saya benar-benar berterimakasih dengan kakak, saya benar-benar tertolong."

Xiaojun ingin membungkuk dalam tapi dihentikan oleh Chatrine, "Tidak perlu sopan begitu, adik. Tidak apa, kami bersyukur kamu tidak terluka parah saat itu. Kebetulan juga, salah satu keluarga kami kecelakaan jadi kami khawatir kamu terjatuh saat itu."

Xiaojun merasa sedikit lega tapi juga sedikit cemas mendengarnya. Seperti ada hal yang mengganjal di hatinya tapi dia tidak tahu apa. Dengan baik hatinya, Xiaojun ditraktir es yang ada di supermarket dan mengobrol di kursi yang disediakan disana.

Beberapa saat berbincang santai, Xiaojun dibuat shock.

"Maaf tapi kalian beneran kakak perempuan Guanheng?!" Xiaojun tahu dia tidak sopan memunjukkan rasa ketidakpercayaan pada dua wanita cantik di sampingnya tapi dia benar-benar terkejut.

Astaga! Minggu ini aku terus bertemu keluarga Hendery. Kemarin Xiaohei sepupunya dan sekarang kakak kandungnya! Jangan bilang besok aku secara kebetulan akan bertemu Ibu atau ayahnya juga?

Cecilia yang tidak tahan dengan ekspresi menggemaskan Xiaojun tertawa kecil. "Ya, kami berdua kakaknya. Kun-er itu anak bungsu, kalau dia nakal padamu maafkan dia ya Xiaojun."

"Tidak sama sekali. Dia tidak nakal kok, kak."

Chatrine menambahkan, "Kami juga titip Kun-er ya, terimakasih sudah menjadi pa —teman adik kecil kami, Xiaojun."

Akhirnya mereka selesai mengobrol dan Xiaojun pamit pulang. Dia tidak menanyakan apapun lagi soal Hendery karena dia tidak mau dua kakak Hendery tahu soal hubungan mereka.

Xiaojun mempererat jaket yang dia kenakan, dia masih grogi karena bertemu dan mengobrol dengan dua saudari dari Hendery.

Di mobil, "Tadi itu beneran Dejun, pacarnya Kun-er? Dia imut sekali, kamu lihat alisnya, Chat? Tebalnya dan bibirnya keliatan merah alami. Benar-benar menggemaskan."

"Cecil, please stop. Jangan ngomong kalau kita bertemu Dejun hari ini di depan Hendery. Dia bisa marah, tahu."

Chatrine mengembungkan pipinya kesal. Dia tahu kalau Hendery tidak suka kalau mereka mengungkit Xiaojun. Tapi baik Chatrine dan Cecilia berpikir mereka bisa tenang selama Xiaojun bersama Hendery.

Hendery berdiri di depan cermin kamarnya, entah kenapa dia tiba-tiba ingin melihat dirinya versi dewasa. Jadi dia mengambil setelan jas miliknya dan menggunakan pomade yang dia beli tadi pagi. Menggunakan sedikit pomade ke rambutnya, membuat rambutnya rapi di sisir kebelakang.

Bukannya melihat dirinya sendiri gagah, malah jatuhnya seperti orang konyol. Hendery tertawa melihat dirinya sendiri dan mengacak kembali rambutnya.

Satu helaan napas berat lolos dari bibirnya.

"Oke, semangat Hendery. Mulai besok dan besoknya lagi, lalu besok seterusnya hidupmu akan jauh lebih buruk. Kamu sudah memilih ranjau di jalanmu sendiri dan tidak bisa menghindarinya lagi." Hendery menepuk cukup kuat kedua pipinya dan tatapannya berubah sedih.

Ibunya hari ini kembali ke kediamannya di Nanjing dan Ayahnya ─tidak tahu, Hendery tidak peduli dimana Ayahnya berada. Intinya Hendery sendirian di rumahnya sekarang.

Tiba-tiba pintu kamarnya terketuk.

Hendery langsung tersadar dari lamunannya sesaat, dia segera merespon. "Ya, masuk."

Pintu kamar terbuka perlahan dan yang muncul adalah kakak tertuanya, Crystal. Hendery tidak menyangka kalau kakaknya yang mengetuk pintu, dia gelagapan melepaskan semua setelan jas yang dia kenakan.

"Kenapa kamu melepas bajumu, Kun-er?" Crystal agak syok melihat kelakuan adiknya dan beruntungnya Hendery langsung sadar untuk tidak telanjang di depan kakak perempuannya.

"Maaf kak, aku kaget."

Crystal menentralkan ekspresi wajahnya dan berdiri sambil menyandarkan punggungnya di sebelah pintu.

"Kamu mau kemana pakai setelan jas, Kun-er?"

"Tidak kemana-mana."

"Lalu?"

"Cuman mau makai saja. Aku mau liat bagaimana penampilanku jelek atau tidak, begitu. . . kakak sendiri ada apa kemari?"

Di dalam hati Crystal dia berpikir Hendery ini sedang mencoba berpakaian seperti orang dewasa. Crystal juga pernah seperti itu saat masih remaja, dia ingin melihat bagaimana dirinya mengenakan pakaian seperti wanita dewasa. Tapi dia tidak menanyakan terlalu rinci karena Hendery menunjukkan ekspresi tidak nyaman di hadapannya.

"Kakak sebenarnya ingin berbicara denganmu, tapi kalau kamu sibuk, aku akan menemuimu lagi nanti."

"Tidak, aku tidak sibuk."

Crystal meneguk ludahnya, ada perasaan gugup dengan tujuannya tapi dia pikir dia tidak bisa melepaskan kesempatan ini.

"Kalau begitu, kamu mau keluar dan mengobrol di taman belakang? Kakak membelikanmu macaroon kesukaanmu."

Akhirnya Hendery ikut kakak tertuanya ke taman belakang. Taman disana cukup luas dan lebih luas dari halaman sekolah Hendery sekarang tapi Hendery sendiri jarang datang kemari. Dia sempat takjub melihat banyak bunga kesemek di sana.

Dia berpikir ingin memberikan Xiaojun buah kesemek jika pohonnya sudah berbuah dan matang.

Hendery beralih menatap kakaknya, dan benar saja, di meja yang ada di gazebo sudah tersedia beberapa macaroon berbagai warna dan dua cangkir teh.

Hendery duduk di hadapan Crystal dan menunggu dengan tenang pembicaraan yang kakaknya maksud sebelumnya. Padahal Hendery sudah bisa menebak apa yang ingin kakaknya ini katakan, pastinya tidak jauh-jauh dari pilihannya untuk mengikuti jejak Ayah mereka.

"Kun-er, kakak tau kamu tidak suka basa-basi tapi…. Kamu sungguh yakin untuk belajar tentang perusahaan? Bukannya kamu sendiri bilang kamu tidak menyukai itu?"

Hendery menghela napas pelan, dia menatap lurus ke Crystal. "Aku bersungguh-sungguh dan aku serius, kak. Aku memang dulu bilang begitu tapi aku tidak punya pilihan lain."

"Pilihan lain apa? Kakak bisa melakukannya, kamu pikir kakak di mampu menjadi penerus perusahaan?"

"Bukan begitu… kakak lebih mampu dari padaku malahan, tapi aku tidak bisa membiarkanmu, bukankah kak Crystal ingin berkarir sebagai model? Dan kak Cecil dan kak Chat juga memilih karir mereka sendiri? Aku masih sekolah dan aku belum menentukan aku ingin menjadi apa besok, jadi tidak ada salahnya aku menjalankan perusahaan, bukan?"

"Tidak ada salahnya, katamu? Lalu buat apa kamu membangkang selama ini, Kun-er?"

"Aku juga bingung untuk apa aku bertindak bodoh dulu. Tapi karena aku membangkang, kalian semua membenciku, kan? Karena aku menolak menjadi boneka Ayah, kak Crystal membenciku, kan?"

Lidah Crystal kelu. Dia tidak bisa berkata-kata, jantungnya berdenyut dan terasa sakit mendengar ucapan Hendery. Itu benar, saat dia masih muda, dia sangat membenci adik bungsunya ini. Dia pikir hidup dia itu lebih baik dibandingkan dirinya yang menanggung tuntutan orang tuanya. Tapi setelah beranjak dewasa, Crystal justru malu dengan sikapnya sendiri.

Crystal meraih tangan Hendery, menggenggam erat tangan adik laki-lakinya. Tangan adik bungsunya sudah tidak semungil dulu, adik bungsunya sudah tumbuh dewasa dan Crystal menyesal membuat Hendery merasa sendirian di keluarga ini.

"Kun-er, maafkan kakak. Kakak…" Hendery membalas menggenggam tangan kakaknya. Dia tersenyum lembut.

"Tidak perlu minta maaf, aku tahu aku plin-plan. Padahal kakak sudah merencakan segala hal untuk menggantikan Ayah tapi aku langsung menyerobot barisanmu." Senyuman Hendery sedikit luntur, menyisakan tatapan sedih dan marah sekaligus. "Aku melakukan ini karena aku tahu, kakak sempat bertengkar karena Ayah dulu dan akhirnya kakak kecelakaan. Aku hanya tidak mau, kakak hanya semakin stress menghadapi orang tua itu."

"Aku sekarang tidak ingin, siapapun dari kita hanya sakit untuk menghadapi Ayah." Hendery melepaskan genggamannya dari tangan Crystal dan mengambil satu macaroon hijau.

"Sekarang aku bisa bilang, serahkan semuanya padaku."

"Jadi itu sebabnya kamu berpakaian rapi dan mencoba pomade di rambutmu, Kun-er?"

"A── lupakan soal itu, itu tidak ada hubungannya!"

Hari keesokannya, tidak berbeda dengan hari biasanya. Xiaojun berangkat sekolah dengan skateboard kesayangannya dan juga dengan satu lapis hoodie dibalik jas sekolah untuk melindunginya dari udara dingin pagi itu. Entah kenapa suhu udara di bulan November terasa sedikit dingin dari biasanya.

Xiaojun tidak melaju cepat karena takut kedinginan, dia mendorong kakinya perlahan untuk menambah sedikit laju di roda kecil papan skatenya, menikmati hembusan angin pagi di pipinya yang memerah semu.

"Ah-Jun pagi-pagi begini pipinya sudah merona. Apa yang kamu pikirkan, hm?"

"Hendery?!"

"Yeah, my dear. It's me. Hendery Huang, your future husband."

Xiaojun mendengar ucapan menggelikan dari bibir Hendery hampir saja dia berhenti dan menggunakan papan skate untuk menabok muka kekasihnya itu. Tapi tidak dia lakukan, dia tidak sepsikopat itu.

Xiaojun hanya melirik sinis, "Makan sel kulit mati di bibirmu itu dan menjauh dariku."

"Haha, aku bercanda, Jun. Jangan ngambek. Habisnya kamu menggemaskan banget jalan pelan dan badanmu jadi bulat begini. " Hendery melirik dari atas kebawah penampilan Xiaojun, "Lagian, kenapa kamu pake hoodie, Jun?"

"Dingin, Hendery. Hari ini dingin, kamu tidak kedinginan?" Xiaojun memutar bola matanya malas tapi saat melihat Hendery hanya memakai seragam seperti biasanya, Xiaojun langsung tutup mulut.

"Kamu tidak kedinginan, Hendery?"

"Tidak tuh, engga kedinginan sama sekali." Hendery menggelengkan kepalanya, lalu kembali tersenyum menatap Xiaojun.

"Tapi liat kamu, aku jadi kedinginan. Mau pegangan tangan, engga?" Bukannya menunggu jawaban Xiaojun, Hendery langsung meraih tangan Xiaojun dan menggenggam dengan erat.

Xiaojun awalnya kaget tapi dia tidak berniat menyingkirkan tangan Hendery.

Musim dingin hampir tiba dan biasanya di bulan ini tidak banyak murid yang mengenakan pakaian cukup tebal, Hendery pun juga begitu. Makanya dia heran melihat Xiaojun mengenakan hoodie hari ini.

"Bentar lagi musim dingin," kata Xiaojun.

"Iya, benar. Bentar lagi liburan musim panas, aaaa aku tidak sabar."

"Kamu malah ingat liburannya saja, Hendery." Keluh Xiaojun. Liburan musim panas mereka yang lalu tidak terlalu panjang karena mereka sudah sibuk mempersiapkan untuk ujian.

"Tentu saja, kita belum buat banyak kenangan liburan musim dingin dan musim panas, Jun. Tahun lalu kita ngapain aja ya?" Hendery mulai hanyut ke dalam ingatannya, menggali memori lama di otaknya. Tahun lalu, mereka belum memulai hubungan jadi tidak banyak waktu yang mereka lalui. Jadi di tahun ini, Hendery ingin liburan dengan Xiaojun.

Xiaojun mendengus, jujur saja tidak ada yang spesial dari liburan tahun lalu. Karena dia pikir semua sama saja, sama berarti untuk Xiaojun. Bahkan kenangan kecil pun Xiaojun menyimpannya dengan baik.

Ada perasaan aneh yang mengganjal di hatinya, Xiaojun tidak pernah berpikir untuk berpacaran akan memiliki perasaan rumit untuk di jelas. Bayangkan, Xiaojun tidak berpikir akan berpacaran dengan seorang pria dan dia itu Hendery. Dan sampai sekarang hubungan mereka seperti disembunyikan. Tidak mencolok seperti pasangan lainnya.

Tapi karena perasaan itu, Xiaojun sedikit merasa berat bila bersama Hendery. Mungkin ini yang orang bilang jatuh cinta. Xiaojun bahkan sampai tidak berani membayangkan bagaimana mereka saat lulus dan mengambil di universitas yang berbeda.

Xiaojun teringat, dia belum mendapatkan jawaban dimana Hendery memilih kampusnya.

"Hendery, kedepannya kamu sudah memilih universitasmu──"

"Oh, Jun. Kamu suka buah kesemek? Aku ternyata punya banyak pohon kesemek di rumah, mereka belum berbuah tapi jika sudah aku ingin memberikanmu kesemek. Kamu mau?"

Pertanyaan Xiaojun dia telan kembali. Hendery sepertinya tadi tidak mendengar pertanyaannya, jadi Xiaojun bungkam.

"Kesemek? Kenapa kamu bisa baru tau ada pohon kesemek di rumahmu sendiri?"

"Kenapa kamu malah nanya soal itu? Jadi, kamu mau apa engga?"

"Um, mau deh." Xiaojun akhirnya mengiyakan. Hendery tersenyum senang mendengar jawaban menggemaskan dino kecil di sampingnya ini.

Hendery mengeratkan tautan tangan mereka. Keduanya juga tampak tidak kesulitan menaiki skateboard sambil bergandengan, dan akhirnya tautan terlepas saat tiba di depan gerbang.

"Aku kekelas duluan ya." Ucap Xiaojun, dia sudah melangkah masuk kelasnya. Hendery mengangguk tanpa berhenti tersenyum.

"Ya." Hendery melambaikan tangan, tapi sebelum Xiaojun menghilang ke dalam kelas. Hendery menahan Xiaojun lagi.

Xiaojun menatap Hendery dengan tatapan malas. Tangannya masih di pegang dan mereka berdiri di ambang pintu kelas. Banyak murid lain yang memerhatikan mereka!

"Nanti jam makan siang, kita makan siang di tempat biasa ya. Mau?"

Xiaojun hanya memberi jawaban dengan anggukan kecil lalu Hendery kembali ke kelasnya sendiri.

Xiaojun sekarang ingat, saat jam makan siang di sekolah adalah waktu yang paling sering mereka berdua lakukan selama ini. Sebenarnya ini hanyalah hal kecil tapi dari sini Xiaojun bisa mengenal Hendery lebih dalam.

Jangan lupakan perkara skateboard, hal itu membuat dia dan Hendery menjadi dekat.

Hendery menggumpalkan plastik kemasan onigiri yang sudah habis dia makan dan tanpa ragu menyenderkan kepalanya di bahu Xiaojun.

Xiaojun walaupun sering skinship dengan Hendery, dia tetap belum bisa terbiasa saat Hendery berada dekat dengannya.

Xiaojun diam sambil memerhatikan rambut hitam Hendery.

"Tumben rambutmu sering kamu potong pendek, Hendery?"

Xiaojun menyadari kalau rambut Hendery tidak lagi berubah semenjak mereka naik kekelas tiga. Seharusnya rambut laki-laki akan lebih cepat tumbuh tapi Hendery tidak. Maksudnya bukan tidak tumbuh sama sekali, tetapi jelas kalau Hendery rutin mencukur rambutnya. Membuat penampilan Hendery terus rapi dan mirip seorang bangsawan.

Hendery duduk tegak lagi dan menyentuh rambutnya. "Kamu sadar ya, Jun? Aku memang rutin nyukur rambut. Aku tidak mau rambut panjang seperti dulu, panas. Kalau begini lebih hemat shampo juga, hehe."

"Oh." Xiaojun mengangguk dan tidak berkata apapun lagi.

Hendery yang sekarang gantian memerhatikan Xiaojun. Xiaojun sendiri lebih jarang mencukur rambut, jadi rambutnya semakin panjang dari sebelumnya. Malah Hendery makin leluasan menyelipkan anak rambut ke belakang telinga Xiaojun.

"Kamu sekarang makin indah, Jun."

"Hah?" Xiaojun tentu mendengar ucapan itu dengan amat sangat jelas dan jantungnya langsung berdetak cepat.

Xiaojun belum bisa mengontrol sekitar sampai Hendery lebih dulu mengecup pipinya, dekat dengan telinga dimana Hendery menyelipkan rambut Xiaojun.

Xiaojun membeku. Hendery tersenyum hangat melihat reaksi lucu dinosaur-nya.

Dua minggu semenjak saat itu berlalu begitu cepat di bulan pertama musim gugur. Terasa seperti melewati time-lapse yang tidak berujung. Dan hari ini cuaca jauh lebih dingin yang mungkin karena perubahan cuaca ekstrim.

Xiaojun masih setia mengenakan hoodie miliknya dan Hendery masih santai menggunakan seragam biasa.

Jadwal les semakin padat dan berat kian harinya. Xiaojun larut dalam kegiatannya dan Hendery perlahan tenggelam tekanan.

"Ah, ujian menyebalkan. Ini tidak berguna. Aku benci ujian, Jun."

"Percuma kamu mengeluh terus padaku, Hendery." Ucap Xiaojun malas, Hendery mendengarnya makin mengeluh sikap cuek Xiaojun dan menyandarkan badannya lebih dekat ke sisi Xiaojun.

Xiaojun memasukkan tangannya ke dalam saku. Tangan Hendery yang usil masuk ke dalam kantong mantel yang Xiaojun pakai hari ini. Saling bertaut erat dengan hangat.

"Aw."

"Kenapa Hendery?"

"Leherku jadi sakit karena sandaran di bahumu, Jun."

"Oh, maaf saja. Aku cuman senti lebih pendek darimu, Hendery."

"Dan maafkan aku, Jun. Tapi tinggiku bertambah satu senti dan tinggi asliku 178."

Xiaojun mendengarnya semakin jengkel, tapi karena tangannya digenggam erat di balik saku mantelnya membuat Xiaojun tidak bisa menjauh dari Hendery.

Oh.

Menjauh ya?

Xiaojun sekarang menjadi semakin penasaran dengan mereka kedepannya. Tapi untuk membicarakan dan memikirkan hal itu sekarang terlalu cepat. Atau Hendery yang mencoba menghindarinya?

Hendery melepaskan tautan tangannya dan pamit ke kelas lebih dulu.

"Jun, aku duluan ya. Hari ini rolling kelas, kelasku ada di lab bahasa sekarang. Bye."

"Um. Bye."

Hendery berlari kecil dengan skateboard dipegangnya, meninggalkan Xiaojun yang masih berdiri diam di koridor sekolah.

Apa Hendery akan meninggalkannya seperti sekarang?

Xiaojun melangkah ke arah mejanya dan jatuh terduduk di kursinya, meskipun raut wajahnya nampak biasa saja, tetapi hatinya masih terus melayang jauh tanpa tujuan.

Xiaojun tahu kehidupan romansa itu apa? Kehidupan penuh cinta anak sekolah yang asam manis, kalau kata orang. Ada yang bilang jika jatuh cinta, maka dia akan menjadi bodoh karena cinta monyet. Tapi setelah dipikir-pikir, Xiaojun tidak merasakannya.

Bisa dibilang, hubungan Hendery dan Xiaojun agak hambar.

Tapi bukan hambar yang tanpa perasaan, lebih ke… bagaimana ya?

"Kamu kenapa, Xiaojun? Kebelet poop ya?" Xiaojun menoleh ke sumber suara, seorang pria duduk di samping bangkunya dan memasang senyum menyebalkan.

Xiaojun mendengus, "Aku malas bicara sama kamu, Lucas."

Lucas lanhsung tertawa renyah. Xiaojun menutup sebelah telinganya, suara tawa Lucas membuat telinganya sakit.

Xiaojun mengabaikan Lucas yang mengajaknya curhat ini dan itu, otaknya tidak bisa fokus untuk hari ini.

"Xiaojun, kamu sudah memilih rencana setelah lulus?"

"Sudah."

"Benarkah? Kamu memilih kerja atau kuliah? Aaaa, aku malas melanjutkan kuliah, aku ingin kerja tapi Ibuku berharap aku bisa lanjut ke perguruan tinggi. Padahal aku sudah terlalu tinggi untuk memenuhi orangtua."

Xiaojun benar-benar malas menanggapi ocehan Lucas ini. Sebelas duabelas seperti Hendery.

Ohiya, apa Hendery juga memilih langsung kerja setelah lulus?

"Jadi kamu pilih yang mana, Xiaojun?"

"Aku pilih melanjutkan ke perguruan tinggi."

"Dimana?"

"Ish, rahasia. Pokoknya aku memilih langsung kuliah setelah lulus." Lucas akhirnya berhenti mendesak Xiaojun.

"Kalau aku sudah daftar ke universitas Macau," Lucas menghela nafas super berat, dia melanjutkan. "Hendery juga sama, dia bilang sudah mendaftar di Běidà."

Xiaojun tanpa sadar menjatuhkan pulpen yang baru saja dia keluarkan dari dalam kotak ponsel. Badannya membeku dan tatapannya melebar karena terkejut.

Lucas menyadari reaksi aneh Xiaojun dan langsung mengutuk dirinya sendiri. Dia ingin meralat ucapan dia sebelumnya tapi sudah terlambat.

"Běidà?" Tanya Xiaojun.

". . . Ya, Běidà. Tapi itu belum pasti kok, Jun."

"Běidà itu Běijīng dàxué, bukan? Universitas Beijing yang ada di Beijing itu, kan?" Tanya Xiaojun lagi.

Lucas mengusap wajahnya pasrah dan meminta maaf dari dalam hati kepada Hendery.

"Jadi Hendery memilih masuk perguruan tinggi juga ya, dan dia milih universitas Beijing." Ekspresi Xiaojun makin lama semakin suram. "Tapi ini di Macau, bukan di Beijing."

Xiaojun bisa saja tidak seharusnya langsung percaya, tapi yang berbicara tadi itu Lucas. Sohibnya Hendery.

Jadi Hendery bakal pergi jauh? Xiaojun tidak sedih atau marah karena Hendery memilih universitas yang jauh. Tetapi dia sedih dan marah karena dia mengetahui hal ini bukan dari mulut Hendery langsung. Kenapa harus Lucas yang tidak sengaja keceplosan?

Sepulang sekolah setelah, Hendery menunggui Xiaojun di depan gerbang. Tidak lama, sosok Xiaojun dengan mantel hangatnya muncul bersamaan dengan senyum Hendery yang mengembang.

"Jun."

"Kenapa kamu tidak langsung pulang, Hendery?" Tanya Xiaojun.

Hendery membalas dengan senyum flirt. "Aku nunggu kamu."

"Oh. Aku mau langsung ke toko kak Johnny, kamu pulang duluan saja."

"Mau ngapain kamu ke toko kak Johnny?"

"Kerjalah."

"Kerja? Bukannya kamu sudah berhenti kerja, Jun?" Tanya Hendery keheranan.

"Oh…"

Sialan! Rutuk Xiaojun di dalam hati. Saking gugupnya, dia sampai tidak sadarkan diri dan lupa kalau dia sudah tidak lagi bekerja di toko kak Johnny.

Hendery yang menyadari sikap malu-malu dari Xiaojun di hadapannya ini, tidak tahan tersenyum geli dan merasa gemas padanya.

"Lucu banget sih. Kangen ya kerja bareng sama aku kayak dulu lagi?"

Xiaojun memalingkan wajahnya. "Tidak tuh."

Hendery ingin mencubit pipi Xiaojun yang memerah tapi dia urungkan niatnya. Hendery yang tidak bisa mencubit pipi Xiaojun di depan gerbang sekolah yang ramai akhirnya hanya bisa menoel lengan Xiaojun, dia berucap dengan rendah.

"Kalau kencan bareng aku kayak dulu lagi, kamu kangen, nggak?"

"Eh?"

Keesokan harinya di hari Sabtu, Hendery hampir banyak membelikan barang yang Xiaojun tidak tahu darimana hawa besar belanja dari Hendery ini. Kini mereka berada di Mall kota dan ini salah satu tempat yang belum Xiaojun kunjungin di Macau.

Xiaojun menatap sekeliling, tidak jauh beda dengan Mall yang ada di Guangdong dulu tapi Xiaojun ingin membawa mommynya kesini.

Akhirnya setelah berkeliling ke seluruh sudut Mall, Hendery membeli mantel hangat berwarna putih dan hitam. Xiaojun pikir lagipula bentar lagi musim dingin dan mantel hangat itu penting.

Paling banyak mereka hanya berkeliling dan Xiaojun terus mendengar berbagai celotehan Hendery dari apa gantungan kunci ini bagus, Jun? atau A-Jun, lihat nendoroid Cinnamoroll ini mirip kamu. Kamu mau?

Xiaojun menghela nafas dan langkah kakinya dipaksa berhenti karena Hendery yang menggandeng tangannya tiba-tiba berhenti.

Ya, mereka gandengan dari awal masuk mall. Alasan alias modus Hendery agar Xiaojun tidak tersesat.

"Xiaojun, apa kamu lapar?" Tanya Hendery.

"Tidak terlalu lapar, kenapa?"

Hendery celingak-celinguk melihat tempat makan yang menurutnya nyaman untuk mereka.

"Ayo kita makan dulu disana, Jun. Aku agak lapar."

Xiaojun mengiyakan dan diseret ke tempat makanan saji yang ada disana.

Seluruh pesanan tentu dibayar Hendery, dan Xiaojun langsung melahap burger miliknya. Hendery asik mengunyah makanannya sambil memperhatikan Xiaojun. Hendery pikir kalau Xiaojun tidak menikmati burgernya.

"Kamu tidak suka burger ya?"

"Suka kok."

"Tapi kenapa kelihatan agak tidak nafsu memakannya?"

"Sudah kubilang, aku ini tidak terlalu lapar, Hendery." Xiaojun mengusap sudut bibirnya dari saus mayonaise. "Lagian burger bikin gendut."

Hendery tertawa mendengarnya, "Kamu persis dengan kakakku, ngeluh makan ini dan itu bisa bikin gendut. Padahal aku makan burger atau ramen hampir tiap hari, berat badanku tidak naik-naik."

"Iya, tapi kolesterolmu yang naik, Hendery."

"Hahahaha, benar kata dinosaur-ku ini. Tapi menurutku ya, kamu ini tidak gendut deh, Jun?"

"Yang bilang aku ini gendut siapa, Hendery? A—" Xiaojun ingin protes ke Hendery tapi dia lebih dulu tersedak burger di mulutnya.

Tangan kiri Xiaojun yang dia taruh diatas meja tiba-tiba diraih oleh Hendery dan dielus dengan lembut. Satu persatu Hendery mengelus jari ramping Xiaojun, saat Hendery mengelus jari manisnya, Xiaojun hampir menarik tangannya saking gugupnya.

Hendery yang sepertinya tidak sadar dengan perlakuannya hanya berkata dengan santai, "Kamu kurus begini ah."

Xiaojun susah payah melupakan kejadian tadi lalu menyelesaikan makan mereka dan kembali jalan-jalan keliling Mall. Tapi tak lama Hendery mengajaknya pulang karena tiba-tiba ada sesuatu yang perlu dia urus.

Xiaojun tidak masalah kalau harus pulang sekarang. Hendery merasa tidak enak hati, sudah mengajak Xiaojun di hari libur begini tapi hanya untuk membeli sepasang mantel hangat.

Hendery menatap sekelilingnya lagi, lalu dia berhenti berjalan. Xiaojun otomatis ikut berhenti bergerak juga.

"Jun, kamu tunggu disini ya." Pinta Hendery dengan senyum sumringah.

Xiaojun langsung mengangguk, "Ya."

Hendery tersenyum lembut dan mengelus kepala Xiaojun sebelum akhirnya berlari ke salah satu toko. Xiaojun tidak memperhatikan ke toko mana Hendery pergi, dia memilih duduk sambil menunggu Hendery kembali.

Tidak perlu waktu lama, Hendery kembali dengan paper bag dari toko perhiasaan. Xiaojun bingung, apa tadi Hendery mendadak disuruh beli perhiasan oleh kakaknya? Pikir Xiaojun.

"Maaf aku lama."

"Tidak kok."

"Yaudah, ayo kita pulang."

"Um."

Keduanya akhirnya pulang, tentu saja Hendery mengantar Xiaojun sampai ke rumahnya seperti biasa.

Selama kencan dengan Hendery, Xiaojun tidak menyinggung tentang ucapan keceplosan Lucas kemarin. Dia harus menunggu Hendery mengatakannya sendiri. Tapi sampai detik terakhir, Hendery tidak mau jujur padanya. Hendery terus menyembunyikannya sampai akhir.

Setelah sampai di depan gedung apartemen Xiaojun, keduanya berhenti berjalan.

Xiaojun menarik senyum tipis, "Aku masuk dulu ya, Hendery. Makasih untuk jalan-jalannya."

"Tidak perlu sungkan begitu, seperti dengan siapa aja kamu ini. Ngomong-ngomong, kita tadi itu kencan, Jun. Bukan sekedar jalan-jalan biasa…"

"Iya, iya. Makasih untuk kencannya, Hendery." Xiaojun buru-buru menyela Hendery sebelum semakin lebar perdebatan mereka.

Hendery tertawa sambil mengelus kepala Xiaojun.

"Yaudah, kalau begitu cepat masuk sana. Malam makin dingin, dan ini, ambil." Hendery menyerahkan satu paperbag kepada Xiaojun.

"Loh, ini kan punyamu?"

"Punyaku yang ini, mantel putih. Kalau yang untukmu, mantel warna hitam." Hendery menolak keras untuk menerima kembali mantel yang diberikan, akhirnya Xiaojun menerima dengan tidak enak hati. Itu barang mahal, pikir Xiaojun. Dia jadi tidak nyaman kalau menerima barang semahal ini.

Hendery senang melihat Xiaojun menerima barang pemberiannya, lalu dia merogoh kantong jaketnya. Dia membuka kotak cincin yang sebelum dia beli di Mall, dia sudah mengantongi kotak cincin dari awal beli jadi yang dia bawa hanyalah tas kosong.

Xiaojun menatap Hendery yang membuka kotak kecil berwarna hitam elegan dan terlihat dua cincin berwarna putih mengkilap disana.

"Mana tanganmu, Jun."

"EH? BUAT APA?!"

"Sudah, nurut saja. Siniin tanganmu." Hendery memegang dengan pelan tangan Xiaojun dan memasangkan cincin di jari manisnya.

Xiaojun saking terkejutnya hanya bisa diam mematung, dia malu dan tidak bisa berkata-kata dengan kelakuan Hendery ini.

Hendery sang pelaku pembuat pipi anak orang memerah matang tanpa beban memasang senyum bahagia melihat cincin yang dia belikan cocok di jari ramping kekasihnya ini.

"Hahahaha, syukurlah ternyata pas di jarimu! Ah, aku ini pintar dan selektif sekali memilihnya untukmu, Jun." Hendery kegirangan sendiri. Dia pikir hanya bermodalkan memegang jari Xiaojun dia langsung bisa membelikan cincin yang cocok.

"Hendery, jangan ketawa nyaring begitu. Um, dan makasih juga sudah membelikanku—" Xiaojun seketika terdiam saat Hendery tiba-tiba memeluknya.

Hendery mengusap lembut pipi Xiaojun, perlahan di mundur kebelakang. "Iya, iya. A-Jun. Tidak perlu berterimakasih, ini anggap saja sebagai ikon jadian kita. Sudah ya, aku pulang dulu, byebye my dear."

Hendery akhirnya berjalan menjauh, dia sempat berbalik untuk melambai dari kejauhan dan sampai akhirnya punggung Hendery tidak terlihat lagi.

Senyum Xiaojun juga perlahan memudar. Dia menatap cincin berkilau di jarinya dan tas berisi mantel di tangannya.

Setitik perasaan yang tidak dapat Xiaojun jelaskan mulai merambati hatinya. Kenapa rasanya sedikit aneh. Hadiah tidak terduga ini, mungkin terlihat biasa untuk Hendery tapi bagi Xiaojun ini membuat dia merasa gelisah.

Benar juga, Hendery akan berkuliah di Beijing. Akan sangat jauh dari dirinya sekarang. Pada saat itu, apa mereka masih tetap bersama?

Dia tidak tahu kenapa ini seolah-olah hadiah perpisahan?

Seolah-olah Hendery akan pergi jauh?

Dan dia akan meninggalkannya…

tbc.

(21) Yang Telah Terungkap

Pertengahan bulan November kian dingin dan banyak murid berganti ke baju yang jauh lebih hangat.

Xiaojun berjalan melewati gerbang dengan skateboard kesayangannya di sisi kirinya dan tangan kanannya memegang sebuah cincin berwarna perak berkilau.

Cincin pemberian Hendery kemarin.

Dia belum memakainya dari semalam karena merasa sayang dengan benda mahal itu. Cincin kecil itu terlalu indah dan terlihat sangat berharga, jadi dia enggan menggunakannya.

"My Jun, pagiiiii." Xiaojun buru-buru menyembunyikan cincin ke saku mantel hangatnya saat Hendery tiba-tiba muncul entah dari mana. Dia melirik Hendery yang mengenakan mantel putih, mantel yang sama dengan mantel yang dia kenakan. Itu juga mantel yang mereka beli bersama kemarin. Pipi Xiaojun menghangat.

Hendery langsung terpaku melihat Xiaojun yang mengantongi cincinnya, "Loh, cincinnya belum kamu pake?"

Xiaojun menggelengkan kepala. "Aku tidak terbiasa memakai cincin."

"Kamu tidak suka ya?"

"Bukan. Kan sudah kubilang aku tidak terbiasa. Cincinnya bagus dan aku suka, tapi..."

Hendery tersenyum, dia pun meminta cincin Xiaojun. Xiaojun menurut saja dan memberikan cincin pada Hendery. Xiaojun pikir Hendery ingin mengambil kembali cincinnya tetapi nyatanya dia memegang tangannya dan tanpa ragu memasangkan cincin itu di jari tengah kanan Xiaojun.

Hendery menatap bangga kearah jemari ramping nan mungil Xiaojun dengan cincin pemberiannya.

Xiaojun segera menarik tangannya. Mulutnya langsung kesemutan sesaat karena banyak pasang mata yang memerhatikan mereka dan ditambah muka idiot Hendery yang tidak peka dengan sekitarnya.

"Bodoh, Hendery. Lihat sekitar dong, kita ini lagi di sekolah." protes Xiaojun.

"Kenapa kalau di sekolah? Aku hanya memasangkan cincin kok." ucap Hendery dengan wajah lugu dibuat-buat.

"Lagipula kalau kamu kantongi begitu saja nanti bisa hilang." katanya lagi sambil tersenyum tengil. Xiaojun sendiri diam.

"Benar juga, harusnya tadi tidak kubawa. Kalau beneran hilang aku tidak ada uang untuk ganti rugi." cicit Xiaojun dengan suara kecil. Dia tidak memikirkan tentang itu dan bersyukur dia belum menghilangkan hadiah dari Hendery.

"Kamu tidak perlu ganti rugi kalau cincinnya hilang, kok. Jangan cemaskan soal itu."

"Um, berarti kalo hilang kamu tidak marahkan, Heng?"

"Tidak kok. Ya, tapi bukan berarti bisa kamu hilangkan begitu saja. Tidak, bukan, kalau hilang berarti karena sudah takdirnya hilang, ya gapapa. Tapi jangan sampai hilang, kumohon." Hendery kebingungan untuk menjelaskannya, melihat itu Xiaojun tersenyum geli dibuatnya.

Hendery berkata lagi, "Anggap aja cincinmu itu jantungku, aku menitipkan jantungku padamu."

Xiaojun tertegun, tanpa sadar mengeratkan jari-jarinya yang telah terpasang cincin perak. Dia berkata dengan pelan, "Kalo begitu, pasti ada saatnya nanti kamu bakal mengambil jantungmu ini dong? Kalo tidak, kamu tidak bisa hidup?"

"Kata siapa? Aku akan terus hidup jika jantungku ada padamu, Jun."

"Idih, gombal."

Hendery tertawa puas sebagai balasan dan keduanya berjalan berbarengan menuju kelas mereka.

Wajah suka cita menghiasi wajah seluruh murid karena tidak lama lagi mereka akan menghadapi liburan musim dingin dan tahun baru, meskipun masih agak lama tetapi tidak mengurangi antusias semua orang.

Xiaojun tidak kalah senang karena menyambut libur akhir tahun tapi dia juga memikirkan kualitas belajar dirinya sendiri. Dia pikir usaha dia belajar keras untuk ujian akan terbayarkan sebanyak 35%. Humh, itu sudah cukup untuk Xiaojun, dia hanya berpikir untuk lulus, kerja dan kerja, baru dia bisa melanjutkan ke perguruan tinggi.

Lalu ketika mereka menempuh pendidikan yang lebih tinggi, kemungkinan besar dia dan Hendery tidak lagi bersama. Tidak terasa Xiaojun sudah bersama Hendery kurang lebih satu setengah tahun, terlalu singkat baginya.

Xiaojun menggelengkan kepalanya, dia tidak ingin memikirkan hal itu dulu. Dia tahu dan percaya kalau pasti hubungan dia dan Hendery tidak akan berjalan panjang.

Ini bukan berarti Xiaojun bosan dengan hubungan mereka, tetapi dia juga tidak berani berharap banyak, kan?

Dunia dia dan Hendery berbeda, dan Xiaojun hanya mencoba berpikir realistis. Namun kalau pun mereka berjodoh, Xiaojun juga tidak tahu harus apa.

Lucas melihat Xiaojun duduk melamun menggeser kursinya dan mengejutkan Xiaojun.

"Wa!"

Xiaojun tersentak kaget dan sedetik kemudian dia melihat Lucas tertawa terbahak-bahak.

Lucas segera berhenti tertawa setelah menerima pukulan dengan pulpen tepat di bibirnya.

"Kalo kamu begitu itu lagi, kupastikan buku paket sejarah ini mendarat di mukamu." ancam Xiaojun.

Lucas cengengesan. "Ampun, Jun. Lagian kamu melamun sih, jadi gregetan ingin kujailin."

Dia memutar matanya malas, menghadapi Lucas sama seperti menghadapi Hendery. Serius.

"Ada apa? Kamu ada masalah dengan Hendery, hm?" tanya Lucas dengan wajah intimidasi.

"Tidak ada, tidak ada masalah kok." Xiaojun menggelengkan kepalanya. Dia berpikir sejenak sebelum menatap Lucas dengan serius. "Aku ingin bertanya, apa Hendery sungguhan berkuliah di Beida?"

Sampai detik ini Xiaojun tidak ada mendengar satu katapun soal Hendery mengatakan dimana dia akan menempuh pendidikan selanjutnya. Waktu dia tanya waktu itu, Hendery mengatakan ingin berkuliah di dekat sini. Tetapi itu tidak pasti, baru kemudian Lucas keceplosan mengatakan Hendery berkuliah di universitas Beijing.

Jujur saja, dia merasa kecewa.

Lucas sendiri sudah berkeringat dingin, dari tadi mulutnya komat-kamit tanpa suara.

"Kalau memang Hendery sendiri bilang tidak boleh dikasih tahu kesiapapun, yasudah, Kas."

"Eh, kok kamu tahu Hendery bilang jangan bilang ke siapa-siapa, Jun?"

Xiaojun langsung mengancam Lucas dengan buku paket sejarah. "Jadi beneran? Kasih tau aku kalau begitu."

Lucas angkat tangan saat mulutnya sudah di bekap buku paket milik Xiaojun. Lucas angkat bicara, "Jun, aku sudah berjanji. Aku tidak bisa bilang lebih jelas tapi Hendery memang sudah mendaftar kuliah disana. Aku tidak tahu kenapa dia masih menyembunyikan ini padamu, tapi saat dia itu bilang padaku, dia ──dia keliatan kebingungan dan pasrah."

Xiaojun menarik tangannya dari Lucas, dia menyerah untuk mengancam pria bongsor itu karena dari tatapannya dia juga tidak ingin mengkhianati sohibnya.

"Maaf, Kas."

"Tidak apa, Jun. Malah aku yang seharusnya minta maaf." Lucas menatap sedih Xiaojun, "Kenapa kamu tidak tanyakan langsung pada Hendery?"

"Aku malas." jawabnya lesu. Suasana hatinya langsung berusah kusut, dia kembali memikirkan tentang itu sambil menatap cincin pemberian Hendery di jari tengahnya.

Apa ada maksud dari cincin ini?

Lucas menjadi merasa bersalah pada Xiaojun, dia mengutuk Hendery yang tidak segera memberitahukan soal ini pada Xiaojun, atau ini salahnya yang keceplosan waktu itu.

"Kalau kamu, apa kamu sudah memilih ingin masuk universitas yang mana, Kas?" Xiaojun segera mengganti topik.

Lucas menjawab, "Sudah. Aku ingin masuk ke universitas di Hongkong. Tapi kalau tidak dapat disana, ya ngampus di kampus dekat sini aja."

Xiaojun mengangguk menjawab, lalu keduanya asik mengobrol perihal kampus mana yang paling bagus.

Langit cerah dengan sinar mentari dengan terik meghangatkan jalanan aspal yang dingin. Roda-roda skateboard dengan lancar berseluncur.

Xiaojun mengajak Hendey untuk jalan-jalan sebelum pulang sekolah keesokan harinya. Dia juga bilang kalau ibunya tidak ada di rumah sampai tengah malam jadi dia bebas main sebentar.

Hendery tentu saja tidak keberatan, dia menyetujui Xiaojun dan membuntuti kekasihnya itu berseluncur indah dengan skateboardnya.

Senyum manis bertahan selama dia memerhatikan siluet Xiaojun di depannya, dia ingin menggapai tangan Xiaojun berniat bergandengan tangan sambil naik skateboard tetapi Xiaojun sadar itu dan mengayuh kakinya menambah kecepatan papannya.

"Jangan bergandengan, dilarang berdekatan. Bahaya." kata Xiaojun dengan senyum usil.

Hendery tertawa saja, kemudian saat dia melihat tangannya yang gagal menangkap tangan Xiaojun membuatnya berpikiran yang tidak-tidak. Dia takut berpisah dengan Xiaojun.

Sebentar lagi mereka akan menghadapi semester terakhir mereka di sekolah dan ujian kelulusan tidak terasa terpampang di depan mereka, lalu mereka tinggal mengikuti ujian hidup dan mati untuk masuk universitas. Hendery kebingungan, Xiaojun belum mengatakan padanya dimana universitas pilihannya, tapi begitu juga dirinya.

Sebenarnya Hendery telah memilih universitas Beijing. Jika dia keterima disana, maka dia dan Xiaojun akan──

"Hendery, jangan melamun!"

Hendery segera mengerem dengan hati-hati saat mendengar seruan peringatan dari Xiaojun. Dia tersadar, mereka kini berada di depan warung mie pangsit bibi Zhang! Astaga sedari tadi dia melamun!

Xiaojun terlihat khawatir, "Ada apa? Kamu ada masalah?"

Pandangannya terpaku pada kelereng hitam Xiaojun yang berbinar risau, dia tersenyum sambil menepuk bahunya. "Maaf, aku lapar. Aku sampai tidak sadar kalau kamu mengajak kesini."

"Kenapa? Apa ada yang menganggu pikiranmu, Hendery?"

Hendery mengangguk, lalu ekspresi kelihatan jelas kalau dia memiliki sesuatu yang menganggu pikirannya. "Aku terlalu fokus melihat tubuhmu yang sangat bagus diatas skateboard, hehe." dan diakhiri senyum aneh.

Plak.

"Bodoh." Xiaojun kesal langsung menepuk jidat Hendery. Hendery tertawa puas dan ikut masuk kedalam kedai yang memiliki aroma sangat menggiurkan.

"Bibi Zhang! Kami pesan dua porsi mie pangsit jumbo, satu kuah putih dan satunya kuah pedas. Ah, dan juga seporsi ceker malatang."

Hendery tidak bisa tidak mengerutkan alisnya mendengar pesanan Xiaojun tadi. "Untuk siapa makanan pedasnya, Jun?"

"Tentu saja untukku." Xiaojun menjawab dengan bangga sambil menunjuk dirinya sendiri. "Ohya, Heng, kamu ingin pesan menu lain?"

Hendery menatap daftar menu makanan, tidak banyak menu yang dijual dan dia langsung memesan mapo tofu andalan kedai bibi Zhang. Xiaojun mengatakan oke dan langsung menambahkan pesanan. Hendery tidak bisa menahan tawa geli melihat ekspresi antusias dinosaurus kecil ini.

Lalu keduanya memilih tempat duduk, tempat yang sama saat Xiaojun pertama kali datang disana.

Hendery tersenyum menggoda, "Ceritanya kamu mau bernostalgia nih?"

Xiaojun diam-diam tersenyum, "Iya."

Mendengar jawaban tak terduga itu Hendery langsung terpana dan salah tingkah, dia tidak terbiasa menghadapi Xiaojun yang mulai berterus-terang seperti ini. Terlalu menggemaskan.

Keduanya mengenakan mantel yang sama, mengenakan cincin yang sama dan duduk berhadapan sambil bercerita masa lalu yang terlalu dini untuk diungkit.

Hendery kembali berpikir, apa dia harus menerima permintaan Ayahnya untuk berkuliah di negeri yang jauh disaat dia ingin terus bersama seseorang berharga untuknya?

"Hei, A-Jun, kenapa tadi kamu yang membayar makanannya?"

Hendery terus mendesak Xiaojun dengan pertanyaan yang sama tetapi anak dinosaur dihadapannya terus berkata 'tidak apa, tidak apa'.

Saat mereka makan, Xiaojun tiba-tiba pergi ke meja kasir untuk membayar makanan mereka. Hendery jelas sedikit tidak terima karena harusnya uang Xiaojun lebih baik disimpan saja. Hendery banyak uang jajan soalnya.

"Xiaojun~"

Xiaojun mencebik kesal melihat Hendery tak henti-hentinya merengek. "Sudahlah, aku juga tidak merasa enak ditraktir kamu terus. Lagian itu tidak sebanding sama harga cincin dan mantel hangat ini."

"Sebanding, Jun. Semuanya sebanding. Tidak ada yang bisa menggantikan momen-momen kita itu." jawab Hendery sedih.

Xiaojun tertawa kecil, "Berhenti berbicara puitis seperti itu ah."

Keduanya kini berada di taman, taman yang sama yang pernah mereka lewati di kencan pertama mereka. Saat sore hari taman ini tampak asri dan hangat dengan dedaunan mulai ranggas dan menumpuk tebal di tanah.

Semilir angin dingin bertiup, Xiaojun mengeratkan mantel hangatnya. "Wah, tidak kerasa bentar lagi turun salju." ucapnya.

"Iya, aku jadi ingin makan eskrim."

Xiaojun memberikan tatapan aneh, "Ini musim dingin loh, Heng."

Hendery menoleh, "Iya, aku tahu. Aku kan cuman bilang kepengen, Jun." Dia berkata lagi. "Ohya, Jun. Kamu ingat tidak kalau aku pernah ngomong aku punya pohon kesemek di rumah?"

Xiaojun mengangguk, dia ingat Hendery pernah cerita soal itu dan juga katanya anak itu ingin memberikan buahnya jika sudah berbuah.

"Oh? Sudah ya?"

"Sudah, Heng. Kamu lupa?"

Hendery cengengesan. "Mungkin, ini pasti karena aku kedinginan, otakku jadi membeku dan susah berpikir."

"Makanya, pakai mantelmu dengan benar." Xiaojun mendekati Hendery, menarik resleting mantel yang dikenakannya. Hendery hanya menunduk dan melihat Xiaojun membantu membenarkan mantelnya.

Dilihat dari dekat Xiaojun benar-benar memiliki bulu mata yang lentik, mata besar dan indah, juga seperti ada bintang yang berkelap-kelip di matanya yang jernih. Tulang pipi tinggi ketika dia tersenyum di tambah dengan semburat rona merah jambu samar di pucuk hidungnya kalau dia malu-malu.

"Jun."

"Hm?"

"Apa ada orang lain yang bilang kalau kamu itu lucu?"

"Ada. Itu kamu, Heng." ucap Xiaojun. "Kalo mommy bilang aku ini tampan."

"Masa? Mungkin kamu salah denger mama Xiao bilang begitu."

Xiaojun, "..." Menatap datar kearah Hendery. Dia harus mendongak untuk itu dan Hendery dengan senyum tengil menunduk untuk menatap balik. Jika itu Hendery, dia akan berpikir di posisi mereka yang sudah amat intim itu tiba-tiba ada BGM musik romantis. Tapi berbeda dengan Xiaojun, dalam sudut pandang Xiaojun dia merasa seolah-olah dia berkata, hei pendek, kepadanya.

"Jangan meledek aku pendek, sialan!"

"Aw, aduh. Jun, aku tidak ada bilang apa-apa loh?" Hendery terheran-heran saat keningnya di tepuk cukup keras.

"Tapi tatapan sama senyum kamu bilang seperti itu."

"Perasaan aku memberikan tatapan dan senyuman hangat? Kok kamu salah paham?" Hendery mengelus jidatnya, lalu taklama senyum jahatnya keluar. Dia menatap menggoda pada Xiaojun, tidak jera kalau Xiaojun bisa nepuk keningnya lagi.

"Ararara, Junjun salting ya di senyumin oleh Hendery-gege, fufufufu." Hendery menyisir rambutnya dengan gaya keren, "Astaga, harus kuakui kalau pesona Hendery-gege memang membuat Xiao-didi salting. Maafkan gege, Xiao-didi──"

Hendery memerhatikan Xiaojun dan melihat dinosuarusnya sudah melangkah menjauh darinya. Kaki kecilnya berjalan cukup cepat. "──Sayang, jangan tinggalin gege!"

"Gila. Jangan deket-deket!"

Hendery buru-buru mengejar kekasihnya itu. Tawanya menggelar tanpa malu kalau ada orang yang mendengarnya.

Dia melihat Xiaojun berjalan di depannya seperti melihat t-rex yang sedang ngambek, dengan dua tangan kecil yang mengepak-kepak dan dua kaki yang menghentakkan tanah. Itulah, t-rexiaojun.

"Jun-ah, jangan marah. Kamu ngegemesin banget sih."

"Kamu memang tidak pekaan, Hendery." kata Xiaojun, dia menurunkan skateboardnya dan menjauh dari Hendery.

Hendery membeku melihat Xiaojun pergi menjauh. Rasanya dejavu tapi mengingat ekspresi amat kesal Xiaojun Hendery hanya bisa termangu. Apa ada yang salah dari Hendery?

Dia bergegas menyusul Xiaojun dengan skateboardnya, terus membujuk dinosaurus mengamuk itu dan berhasil meredakan amarahnya dengan membelikannya ubi bakar dari bibi penjual disana. Lalu setelah itu keduanya pulang.

Hendery sampai di depan rumah mewahnya setelah di sambut pelayan, dia melewati mereka begitu saja saat matanya terlalu fokus dan asik memandang ponselnya.

Dia sedang bertukar pesan dengan Xiaojun. Setelah dia mengantar kekasihnya pulang dengan aman dari kencan mereka, mereka seolah belum puas mengobrol dan masih berlanjut di papan chatting.

Satu pesan masuk: "Kamu sudah dirumah?"

"Aku sudah sampai rumah dengan aman." Hendery mengetik balasan dan mengirimnya dengan senyum mengembang.

"Kalo begitu, kamu pergi istirahatlah, Hendery. Terimakasih untuk ubi bakarnya:) Aku juga mau masak dulu sekalian ngecharger ponsel. Byebye."

Hendery menatap sedikit kecewa, dia mengetik balasan cukup panjang. Dia tampaknya benar-benar mengacuhkan sekelilingnya dan tidak sadar seseorang berdiri menatap dirinya.

"Kun-er." Panggil nyonya Huang.

Hendery terkesiap dan dia terkejut melihat ibunya ada di sana.

"Ibu? Ibu kenapa bisa ada disini?" Hendery menyembunyikan ponselnya. Nyonya Huang tidak langsung menjawab, malah menatap kearah ponsel putranya.

"Dengan siapa kamu bertukar pesan, Kun-er?" tanya wanita itu. Hendery menunjukkan ekspresi tidak suka.

Dengan acuh menjawa, "Hanya temanku."

Nyonya Huang menatap anaknya cukup lama sampai dia menghela nafas berat. "Ibu datang karena sebentar lagi kamu sudah mulai liburan musim dingin, jadi sebelum kamu menghadapi ujian kelulusan dan persiapan ujian masuk universitas, ibu akan mengawasimu."

Hendery diam mendengarnya. Dia sudah tahu jika ibunya datang bukan benar-benar peduli padanya seperti yang dia harapkan.

"Ibu, aku tahu. Tanpa ibu awasi, aku akan belajar sungguh-sungguh."

"Tidak, ibu tidak ingin kamu di apa-apakan oleh Ayahmu. Kamu harus menurut apa kata ibu, kamu tidak boleh menjadi seperti ayahmu dan keluarganya." kata ibunya.

Benar, sifat manusia jauh lebih sulit berubah. Dia pikir ibunya tidak lagi memihak ayahnya untuk menjadikannya boneka tetapi ibunya sendiri juga memiliki pikiran lain untuk itu. Tentu saja, sebagai putri dari keluarga Huang yang terhormat, dia tidak bisa membiarkan anaknya menjadi gitu-gitu saja. Dia tidak membiarkan putra satu-satunya di kendalikan oleh ayahnya. Itu saja. Hanya sebatas itu.

Benar-benar menjengkelkan. Pikir Hendery.

Dia malas meladeni lebih ibunya lebih lama, lalu dia mengangguk sopan dan berjalan menuju kamar. Setelah itu, kebahagiaan penuh yang dia rasakan saat bersama Xiaojun seketika sirna dan berubah menjadi awan kelabu.

Xiaojun pulang sekolah sendiri. Tadi dia bertemu Hendery di gerbang sekolah, anak itu dengan wajah memelas berkata dia pulang akan pulang duluan seterusnya karena ibunya ada dirumah dan memaksanya untuk mengambil kelas privat yang padat. Xiaojun mengangguk mengerti, di lain sisi, dia juga merasa iba padanya.

Dia membawa papan skatenya berseluncur pelan di jalanan. Dia ingin menikmati hari sore yang sangat dingin kala itu. Mommy-nya sering dapat shift malam di rumah sakit, jadi malam nanti dia pasti tidak akan pulang kerumah dan pulang keesokan paginya saat Xiaojun sudah berangkat kesekolah.

Dia bingung, apakah dia harus mengambil kelas les untuk ujiannya nanti atau tidak perlu. Dia masih ragu dengan kualitas otaknya untuk menghadapi ujian kelulusan atau ujian masuk universitas.

Saat dia asik tenggelam dalam pikirannya, tiba-tiba bahunya menabrak seseorang.

"Astaga, maafkan saya." Xiaojun segera menunduk sopan. Sedetik kemudian dia merasa ada kejanggalan. Dia mendongak dan matanya melihat sosok pemuda dengan wajah songong menatap kearahnya.

"Yo, Dejun. Lama tidak bertemu." kata pemuda itu sambil berkacak pinggang. Seringainya bertambah menjengkelkan kian harinya dari yang Xiaojun ingat terakhir kali.

Xiaojun mengangkat alisnya, "Yangyang?"

Xiaojun menatap dua pria dihadapannya dengan wajah serius. Rasanya seperti bernostalgia saat dia pertama kali pindah ke negeri orang, dia mengenali dua pria ini. Yang pertama sudah pasti adalah Yangyang Liu, sepupu Hendery dan orang yang pernah mengajarkannya cara bermain skateboard. Lalu pria lain disampingnya itu, dia bingung bagaimana memberi tanggapan. Yangyang sendiri bilang pria itu adalah kekasihnya tetapi pria itu jelas-jelas adalah Qian Kun, pria yang memiliki pondok kaligrafi yang itu.

"Wajahmu kelihatan rumit ya, adik Xiao." kata Kun dengan senyum menawan.

Xiaojun langsung terpesona. Yangyang melihat itu hanya memutar matanya malas, dia mengambil atensi mereka. "Xiaojun, bagaimana kabarmu?"

"Biasa saja. Kalau kamu bagaimana bersekolah di luar negerinya?"

"Biasa saja, tidak ada yang menarik." Jawab Yangyang dengan wajah malas. Tapi Kun disebelahnya menegur karena dia memanggil tanpa tambah embel-embel kak merespon biasa saja.

"Kenapa, aku dulu biasa saja manggil tanpa kak. Xiaojun keliatan fine-fine saja?" Protes Yangyang tapi masih tetap di plototin Kun.

Xiaojun mengendikkan bahunya.

"Kak Qian, tidak apa. Saya juga biasa saja dipanggil begitu. Ngomong-ngomong, sejak kapan kalian menjadi sepasang kekasih?" tanya Xiaojun.

"Sudah cukup lama, kalo tidak salah dari aku baru masuk SMA deh." jawab Yangyang tidak begitu yakin dan tidak begitu peduli.

Kenapa muka anak domba ini menjengkelkan ya, apa dia tidak aneh pacaran sama yang lebih tua? Tunggu mereka cuma terpaut empat tahun kayaknya tapi keliatan jauh gitu. Tapi terserahlah, kenapa aku repot-repot memikirkannya.

"Wah, sudah lama ya." Xiaojun tidak tahu harus merespon apa.

"Lalu hubunganmu dengan Hendery bagaimana? Kacau balau? Atau ayahnya sudah mengetahui hubungan kalian lalu di memutuskanmu?" ucap Yangyang sarkas. Xiaojun menahan guratan dongkol di ujung matanya, ucapan Yangyang ini mirip adegan di drama-drama picisan.

Tentu saja hubungan mereka baik untuk saat ini, tapi keduanya sepertinya tidak bisa menghabiskan banyak waktu selama musim dingin karena alasan yang sudah Hendery jelaskan sebelumnya. Untuk masalah apakah hubungan mereka terbongkar? Xiaojun juga tidak yakin, mommynya saja belum dia beritahu soal dirinya, entah sadar atau tidak Xiaojun juga tidak yakin. Untuk orang tua Hendery jika mengetahui putranya menjalin kasih dengan laki-laki, apakah Hendery disuruh memutuskan hubungan dengannya?

Xiaojun mulai tenggelam dalam pikirannya.

Yangyang menghela nafas gusar. "Sebenarnya Kunhang belum tau kalau aku baru balik dari Jerman. Ada sedikit perselisihan diantara kami, kalau kamu mau tahu."

"Perselisihan?"

Tatapan Yangyang awalnya tenang namun setelah bertukar tatapan dengan mata Xiaojun, riak wajahnya berubah ragu. Seolah dia menyesal langsung menyinggung masalah pribadi.

"Aku bukannya ingin memisahkan kalian berdua, tapi karena kita kebetulan bertemu disini aku hanya bilang, lebih baik kamu jauhin Hendery, kak." Ucap Yangyang dengan wajah serius.

Tubuh Xiaojun membeku. Ekspresi jelas terlihat terkejut. "Maksudmu?"

"Keluarga Hendery itu gila, ayah dan ibunya itu seperti tidak tahu memanusikan manusia. Mereka menuntun banyak hal pada anak-anak mereka dan Hendery juga dibesarkan untuk jadi sempurna di mata mereka. Jika mereka, terutama Ayahnya si paman Wong, mengetahui hubungan kalian. Entah siapa yang akan dia dibuat sakit antara Hendery atau kamu, kak."

"Jadi, kata-kataku tadi bukan gertakan dari drama-drama picisan. Aku serius. Aku hanya tidak ingin kamu, yang tidak ada sangkut pautnya dengan keluarga dia, malah disakiti mereka." Yangyang tersenyum sinis, "Manusia jika dihadapkan dengan kekuasaan dan harta memang beneran berubah menjadi sesuatu yang lain."

"Terimakasih, Yangyang. Tapi sejujurnya aku sudah tahu cepat atau lambat kami bakal berpisah. Dia akan berkuliah di Beijing dan aku tetap disini, setelah saat itu tiba aku akan mengakhiri semuanya."

Yangyang malah menunjukkan wajah tidak puas, dia mendecih. "Kamu mengikhlaskan dia untuk pergi, tapi Kunhang tidak!"

Xiaojun lagi-lagi menutup bibirnya rapat-rapat. Semua yang di terima ini terlalu tiba-tiba dan seperti tipu muslihat, namun terlalu sulit karena nampak nyata. Hal ini malah membuat dia sedih, dunia dirinya dan Hendery pada dasarnya berbeda. Dia tidak memiliki apa-apa, dibandingkannya. Jika apa yang dikatakan Yangyang benar, dia juga tidak ingin keluarga Hendery sampai menyakiti mommynya.

Dia bingung saat ini. Dia harus berpihak pada siapa?

"Xiaojun, sepertinya kamu tidak tahu banyak soal keluarga Hendery, ya?" tiba-tiba Kun bertanya. Yangyang juga menatap Xiaojun lekat.

Xiaojun mengangguk kecil, "Ya. Aku tidak pernah bertanya soal seperti apa keluarganya. Kecuali dia sendiri yang bilang. Aku pikir tidak pantas menanyakan itu jadi aku diam saja."

"Kutebak, kamu tau dia berkuliah di Beida juga bukan tahu dari Hendery langsung?"

Xiaojun sesaat tertegun mendengar Kun menduga dengan benar, "Ya, aku tau itu dari Lucas."

"Lucas?! Bahkan kak Hendery tidak memberi tau kamu dimana dia akan berkuliah? Ck, benar-benar."

Xiaojun menatap Yangyang aneh, anak ini kelihatan sekali marah pada sepupunya. Dia ingat terakhir kali mereka bertengkar karena anak ini hampir memanggil dia dengan nama lahirnya. Wong Kunhang. Ini tidak pernah Xiaojun tanyakan alasan kekasihnya benci nama ini dan itu membuat Hendery masih terasa asing baginya. Namun setelah menyadari nama yang sama dengan marga ayahnya itu pasti karena itu.

Lalu kemarahan Yangyang terhadap Hendery karena dia selalu meminta Yangyang untuk merahasiakan siapa itu Hendery dari Xiaojun. Yangyang bercerita, sepupunya itu sangat mengantisipasi kalau Xiaojun tau banyak soal dirinya. Lalu ditambah di keluarga Huang sedikit adalah masalah warisan atau kekuasaan yang tidak Xiaojun ketahui jelas karena itu urusan orang kaya, pikirnya.

Lalu ada informasi tambahan dari Yangyang, kalau ibu Hendery adalah kakak dari ayah Yangyang, anak domba itu mendapat marga ibunya karena orang tuanya tidak ingin berurusan lagi dengan apapun dari keluarga Huang yang lain. Namun setelah Hendery memutuskan akan menjadi penerus Ayahnya, membuat keributan di keluarga Huang dan perebutan kekuasaan untuk perusahan Huang. Sebagai anak dari keturunan Huang, Yangyang terseret dalam masalah ini.

Yangyang menambahkan lagi, "Intinya aku bukan sepenuhnya marah karena perebutan kekuasaan tetek bengek itu, aku hanya benci karena dia egois, itu saja. Lihat, mukamu saja sampe sekaget itu."

Xiaojun? Jangan tanya, dia tentu amat sangat terguncang mengetahui secara garis besar tentang Hendery. Yangyang benar-benar tulus ingin menolongnya namun apa yang harus dia terima dari pertolongan Yangyang kali ini? Mengikuti sarannya untuk memutuskan hubungannya dengan Hendery?

Tidak.

Xiaojun tidak ingin merusak hubungan mereka saat ini. Setidaknya, sampai Hendery mengatakan dari mulutnya sendiri.

Baru setelah itu. . . Setelahnya apa?

Dia bungkam, hatinya tumbang tindih oleh pikiran runyam.

Hendery tahu jika semua akan menjadi kian buruk, tetapi dia juga tidak tahu harus berbuat apa. Dia tidak memiliki pijakan yang kuat untuk menopang tubuhnya sendiri. Dia masih belum cukup kuat untuk melawan. Atau tanpa dia sadari dia tidak berani melepaskan semua hal yang telah dia terima sejak kecil. Hendery benci mengakuinya, dia benar-benar tidak bisa apa-apa tanpa semua hal yang dia dapatkan dengan mudah dari kedua orang tuanya.

"Sial," gerutu Hendery. Rahangnya terkatup erat dan tangannya terkepal kuat.

Dia kini seolah tidak lagi mempercayai dirinya sendiri yang dulu memberontak dan akan memilih jalan hidupnya sendiri. Dia sudah tidak memiliki satupun kepercayaan diri itu sekarang, tidak ada.

Saat ini yang dia pikirkan adalah, bagaimana caranya dia untuk bertahan dari keluarganya yang rusak ini.

Hari-hari berikutnya, Hendery tidak bisa bertemu dengan Xiaojun. Mengirim pesan saja dia tidak bisa. Dia benar-benar diawasi dengan ketat oleh ibunya, beruntung Ayahnya tidak ada di sekitarnya untuk sekarang ini.

Besok sekolah sudah di liburkan, karena itu Hendery menunggu Xiaojun di gerbang sekolah untuk pulang bersama.

Hendery melihat Xiaojun yang baru saja keluar dari gedung bersama dengan Lucas. Keduanya terlihat asik mengobrol dengan antusias. Hendery melihat itu tanpa sadar menghilangkan senyumannya.

Xiaojun menyadari Hendery berdiri di depan gerbang dan segera menghampirinya.

"Hendery, kenapa kamu disini? Cuacanya sangat dingin, loh." ujar Xiaojun. Dia mengenakan syal rajut berwarna putih, menutupi hingga separuh wajahnya.

Lucas disampingnya tidak bicara dan hanya diam menatap Hendery yang juga menatapnya. Tatapan yang penuh intimidasi.

Hendery tidak bersuara dan langsung menyeret Xiaojun menjauh dari sana.

Lucas melihat itu tertawa sinis, "Dasar labilan."

Sepanjang jalan Xiaojun yang seperti di tarik oleh Hendery hanya diam. Dia mendekat pada Hendery dan menggunakan kesempatan itu untuk memeluk lengan Hendery yang tadi mencengkram tangannya.

Baru Hendery menjadi diam tidak berkutik.

"Kenapa kamu tiba-tiba menyeretku seperti sapi, huh?"

"Ah, maaf."

Xiaojun mendengus, membuat uap tipis keluar dari belah bibirnya. "Maafmu kuterima kalau kamu kasih penjelasan yang masuk akal."

Hendery melirik Xiaojun dengan enggan, kini keduanya berjalan beriringan dengan Xiaojun menggandeng lengannya. Harusnya itu yang diinginkan Hendery tapi malah anak itu kelihatan salah tingkah.

"Jika tidak ada pembelaan, aku mending pulang saja." Xiaojun hampir melepaskan tautan hangat mereka sebelum akhirnya Hendery mencitit.

"Aku cemburu." bisiknya. Mereka awalnya diam tapi suara tawa Xiaojun segera menggelegar kepenjuru jalanan yang sepi.

"Hahahahahaha!" Xiaojun mengusap air mata di pelupuk matanya.

"K-kenapa kamu tertawa? Bukannya alasanku masuk akal──" Hendery keheranan dan belum dia selesai, pipinya di cubit Xiaojun.

"Masuk akal apanya, bodoh. Lucas itu temanmu, kenapa kamu cemburu padanya?"

"Tapi, Jun, teman sendiri bahkan bisa menjadi musuh yang perlu kamu waspadai. Siapa tau dia ingin merebutmu dariku?" Hendery memegang pipinya yang nyeri habis dicubit.

"Omong kosong. Lucas sudah punya pacar, bodoh."

"Eh?"

Xiaojun menghela nafas, "Kamu saja tidak tahu, ckck."

"Aku tidak. . . tidak tahu."

Keduanya perlahan senyap tanpa bersuara lagi. Xiaojun juga sudah melepaskan tautan tangan mereka dan berjalan beriringan, namun sekarang Xiaojun berjalan sedikit lebih cepat dibandingkan Hendery.

"Besok sudah resmi masuk musim dingin ya." Ucap Xiaojun tanpa menatap Hendery.

Malah Hendery yang menatap tanpa membalas ucapan Xiaojun, dia menggigit bibirnya sendiri.

"Kenapa? Kamu kedinginan ya?" Xiaojun berhenti berjalan dan berbalik menatap khawatir pria dibelakangnya itu.

Hendery menggeleng pelan, dia menunduk saat berbicara: "Kalau misalnya aku berpisah denganmu, apa yang akan kamu lakukan, Jun?"

Xiaojun memiringkan kepalanya, dia tahu arah berbincangan ini dan dia sudah tidak kaget lagi. Jadi dia membalas dengan tenang, "Tergantung."

"Tergantung?"

"Ya, semua tergantung kondisi. Aku tidak bisa memberikan ucapan pasti karena hati manusia sulit ditebak, bahkan hati sendiri. Bisa saja aku bilang biasa saja, ternyata aku sedih." ucap Xiaojun pelan, dia memandang Hendery, dia bertanya lagi. "Memangnya kenapa kamu bertanya seperti itu?"

Bukannya menjawab Hendery bertanya lagi, "Jun, kalau misalnya aku jahat padamu, apa yang kamu lakukan?"

"Jahat bagaimana?"

"Seperti aku meninggalkan, ah tidak, mengkhianatimu?"

Xiaojun tidak langsung menjawab, dia menatap lekat kearah Hendery dan mencari tahu apa yang ada dipikiran anak itu dari bilah mata besarnya. Dia menemukan jawabannya, tatapan itu terlihat jelas dari apa yang dikatakan Yangyang itu benar. Pasti ini ujung-ujungnya berakhir pada kenyataannya Hendery akan pergi jauh ke negeri orang.

Jujur saja, Xiaojun sudah menerima semuanya. Dia tidak keberatan jika Hendery harus pergi dari kehidupannya ke tempat yang lebih jauh daripada dia tetap disini namun orang tuanya memaksanya untuk tidak bergaul dengan orang seperti Xiaojun.

Xiaojun tersenyum tipis, lalu menjawab: "Tergantung kondisi, Heng. Pengkhianatan apa yang kamu lakukan?"

Mendengar jawaban Xiaojun itu malah membuat Hendery gusar. Dia memegang erat bahu Xiaojun. "Kumohon, Jun-ah. Jawab saja, kenapa kamu masih berpikir tergantung kondisi?"

"Aku bertanya padamu sebelumnya tapi belum kamu jawab, dan sekarang aku ingin memastikan dulu pengkhianatan seperti apa yang kamu lakukan padaku lalu aku akan jawab itu."

Hendery mendengar itu terperangah, dia heran dengan sikap tenang Xiaojun. Lalu alisnya mengkerut tidak senang, tatapannya menjadi dingin, begitu juga suaranya. "Jadi, kamu sudah tahu, Jun?"

"Tahu apa?"

"Kalau aku akan berkuliah di Beida?"

Xiaojun terdiam, tidak menjawab dan tidak menatap langsung ke pandangan Hendery. Diam-diam dia menggigit pipi dalamnya dan tak sadar nafasnya sedikit terasa sesak.

tbc.

astagaa terlalu dramatis( ;∀;) tapi bentar lagi berakhir, moga aja ya. terima kasih dukungan kalian dan membaca cerita henxiao yang satu ini.

dan juga aku ucapkan terimakasih banyak untuk yang menantikan cerita ini, kemarin beneran khilaf nganggurin ni cerita.

(22) Maaf, Aku Mengecewakanmu

Hendery berkata lagi, suaranya tetap dingin. "Siapa yang memberitahumu?"

Xiaojun tidak bersuara, tetap diam. Melihat itu Hendery terlihat semakin marah.

"Yangyang, kan? Anak itu datang dari Jerman kemarin." lanjutnya.

"Huh? Kamu tau kalau Yangyang datang?" Xiaojun terkejut dan juga keheranan, dia ingat kemarin anak itu berkata kalau Hendery belum mengetahui kedatangannya.

Hendery mendengus, "Kenapa kalau aku tau?"

Melihat situasi dengan cepat berubah membuat Xiaojun lantas menjadi gusar, benar-benar terjebak disituasi yang tidak tepat. Xiaojun juga menyadari Hendery nampak marah dan kesal entah pada siapa karena apa yang ingin dia sembunyikan darinya pada akhirnya tidak dapat dia tahan sama sekali.

"Hendery──"

"Atau Lucas yang memberitahumu? Dia pasti yang melakukannya, siapa lagi orang yang bermulut besar selain dia. Sialan, kenapa jadi begini."

Xiaojun mendengar itu langsung merasa marah, seolah gejolak amarah yang selama ini dia tahan di hatinya tidak sengaja dia lepaskan. Dia mendorong bahu Hendery dengan cukup kuat.

"Disaat ini kamu masih bisa menyalahkan Lucas? Lucas itu temanmu, Hendery! Kenapa kamu selalu menyalahkannya, selalu menyalahkan orang lain." Xiaojun menarik kerah baju setelah dia dorong, mencengkram sekuat tenaga melampiaskan seluruh emosinya.

Xiaojun berucap dengan wajah kecewa. "Siapa lagi yang ingin kamu salahkah? Yangyang, sepupumu bahkan yang tidak ada sangkut pautnya dengan kita? Atau Xiaohei? Aku tidak tahu apa yang terjadi padamu dan pada keluarga kalian tapi kumohon, berhenti menyalahkan orang lain. Ini kesalahanmu, juga salahku, kesalahan kita sendiri. Kenapa kamu terus──"

Amarah Xiaojun perlahan mereda saat Hendery memeluknya. Bibirnya yang terbuka seolah tidak mampu melanjutkan kata-katanya dan memilih terdiam saat kedua lengan itu mengerat di punggungnya. Dia berusaha menenangkannya, padahal dirinya yang perlu ditenangkan.

Hendery mengakui kesalahannya, mengakui juga emosinya yang tidak stabil tadi. Dia merasa dejavu karena sebelum-sebelumnya mereka pernah bertengkar seperti ini dan berakhir tidak menyenangkan meskipun mereka kembali berbaikan, namun dia tidak menginginkan yang seperti itu.

Dia memberikan rangkulan selembut yang dia bisa, dia tidak ingin mereka pergi berjauhan lagi. Dia tidak ingin pergi menghindari masalah seperti sebelumnya.

Hendery dalam pelukannya berbisik pelan, "Maaf."

"Aku tidak langsung mengatakannya padamu, aku hanya pikir belum saatnya, aku. . . Maafkan aku, Jun." suara Hendery tercekat, Xiaojun mendengarnya dan dia pikir Hendery hampir menangis.

Xiaojun menunduk dan membalas pelukan Hendery. Dia berkata, "Kalau kamu bilang dari awal, mungkin kita bisa memikirkannya."

"Memikirkan apa? Kamu sudah tahu itu dan aku tetap akan pergi kesana, lalu apa? Aku tidak bisa berada disisimu, aku masih belum menerima kenyataan, Jun. Kalau aku pergi jauh darimu. . . Aku tidak yakin bisa bertahan untuk waras, tahu."

Hendery berucap dengan sedih, lalu dia mendengar suara tawa samar dari Xiaojun. "Kenapa kamu begitu pesimis, Kunhang?"

Xiaojun tersenyum kecut dan mulai merasakan hangatnya pelukan mereka namun Hendery melepaskan dekapan itu dan menatap Xiaojun dengan lekat.

"Kunhang, mari kita tidak usah bertemu selama liburan musim dingin ini."

Xiaojun mengatakan itu tanpa menatap Hendery sama sekali, tidak ada maksud bercanda atau apapun. Hendery mendengar kalimat tak terduga itu menatap tidak percaya, dia pikir mereka akan berbaikan dan kembali seperti biasanya, tapi Xiaojun. . .

"Kenapa, Jun? Aku minta maaf karena merahasiakan ini padamu dari awal."

"Aku tidak marah, sudah kujawabkan apa jawabanku kalau kamu tiba-tiba berkhianat?"

Hendery terdiam, dia seperti menelan pedangnya sendiri. Dia tidak dapat berkutik.

Xiaojun berkata lagi, "Setelah mendengar langsung darimu, aku juga tidak bisa tidak merasa kecewa tapi, aku tidak marah padamu, sungguh."

Meskipun bibir tipisnya tersenyum manis, itu tidak terlihat tulus, masih ada jejak kesedihan. Dia berkata, "Ayo kita sama-sama berjuang di semester terakhir ini. Aku tahu sudah melakukan yang terbaik, Hendery. Makanya aku tidak ingin semua pilihanmu menjadi berantakan karena aku. Jalannya pasti sakit, tapi aku juga tahu kalau kamu mampu."

Xiaojun sebenarnya ingin menjambak rambut Hendery dan meluapkan emosinya yang naik turun di dadanya. Hendery masih mengatup belah bibirnya dengan ekspresi yang rumit untuk dijelaskan. Dia memegang kedua lengan Xiaojun, tidak membiarkannya pergi.

"Kalau musim dingin telah selesai, ayo kita main skateboard bersama dan bawa aku keliling kota lagi seperti dulu, Kunhang."

Langit kala itu sedikit menampakkan cahaya hangatnya untuk pertama kali setelah selama dua bulan dipenuhi awan kelabu dan butiran salju yang tak kunjung reda.

Lapisan es tipis mulai meleleh dan membuat bercak air tampak memiliki kerlipan cahaya lembut.

Xiaojun berjalan keluar rumah dengan jaket tebal miliknya sendiri, menatap langit dengan kiluan hangat tanpa senyuman.

Sekolah telah dimulai, liburan musim dingin yang panjang sudah usai. Murid anak kelas tiga harus menghadapi semester terakhir mereka. Xiaojun menjalani liburannya dengan kerja sambilan di kedai jajanan pinggir jalan dan beberapa tempat lainnya.

Dia terlalu lelah dengan hari-hari liburannya sampai tidak memikirkan lagi kalau Hendery sama sekali tidak memberikan kabar sama sekali.

Hendery seperti terlihat ingin menghindarinya. Bukan, jelas-jelas dia menjauhi Xiaojun!

Dihari pertama Xiaojun sedikit merasa sedih dan berkecil hati, tetapi setelahnya dia pikir ini lebih baik.

Tidak, sejujurnya dia saja tidak tahu ini pilihan yang terbaik atau bukan.

Jalanan masih diselimuti lapisan tipis es, jadi dia tidak membawa papan skate miliknya. Dia melangkah cukup pelan saat di dekat sekolah, dia memerhatikan murid-murid yang berjalan menuju gerbang. Tanpa sadar dia mencari Hendery di antara murid-murid disana, dengan hati harap-harap cemas melihat sekeliling dan saat mata bergulir kearah gerbang lagi, dia melihat Hendery ada disana.

Xiaojun melihat anak itu masuk kegerbang sekolah dengan papan skate miliknya. Benar, itu memang Hendery. Tidak ada anak cowok di sekolahnya yang berani menaikki skateboard pink mencolok jika bukan anak itu.

Xiaojun ingin mengejar tapi dia tidak sadar trotoar cukup licin saat ini dan dia terpeleset. Kecerobohannya mengundang mata banyak orang disana, mereka mengerubuni Xiaojun dan menanyakan keadaannya.

"Astaga, ayo bangun. Jangan bersujud disini." Suara itu, si Lucas. Pemuda bertubuh bongsor itu yang membantu Xiaojun yang menggerutu.

"Terimakasih, Kas." Ucapnya dengan wajah masam.

Lucas bertanya. "Lagian kenapa pagi-pagi udah kepleset aja sih?"

"Namanya juga kecelakaan. Lalu, kenapa kepalamu benjol begitu?" Xiaojun balik bertanya saat menyadari jidat Lucas agak sedikit benjol dan memerah.

Lucas meringis setelahnya. "Tanya sama pacarmu sana, dia kukejar malah kabur terus aku nabrak tiang listrik. Mana tidak dibantu lagi, ck sialan Hendery."

"Lagian kenapa pagi-pagi udah mencium tiang listrik aja sih?" Giliran Xiaojun yang mendumel. Lucas mendengar kalimatnya dilempar balik cuman bisa menghela napas berat.

Xiaojun dari awal mendengar Lucas mengejar Hendery tadi juga langsung kepikiran dengan anak itu. Hendery masih menghindari Lucas dan berarti anak itu beneran marah. Saat dia mendongak kedepan, ternyata di depan gerbang Hendery melihat kearah mereka. Kearah dirinya. Tanpa ekspresi di wajah pucatnya, Hendery bergegas pergi.

Ah.

Melihat itu membuat Xiaojun semakin berkecil hati.

Selama jam istirahat, Xiaojun pergi kekantin bersama teman sekelasnya. Dia memandang langit dari jendela luar, biasanya dia akan pergi istirahat bersama Hendery di gedung lama. Mengingat kenangan lama membuat dia tersenyum dan sedikit bersedih.

Xiaojun mendongak, melihat sekitar dan tidak disengaja tatapannya bertemu dengan tatapan Hendery di ujung lorong.

Ketidaksengajaan ini membuat jantung Xiaojun berdebar cepat, lalu tanpa sadar dia menarik senyum kecil. Tangan terangkat untuk menyapanya.

"Hendery..." Sebelum suara dia sampai kesana, Hendery memalingkan wajahnya dan melangkah menjauh hingga punggungnya lenyap diantara siswa lainnya.

Melihat itu lagi senyuman dan debaran jantungnyanya perlahan lenyap, tangannya juga terkulai lalu terkulai di sisi tubuhnya. Sudut bibirnya berkedut dan ekspresi kesal jelas terpancar dari matanya.

"Benar-benar mengabaikanku ya?" gumam Xiaojun pada angin.

Beberapa hari seterusnya, ketika Xiaojun dan Hendery bertemu tanpa disengaja dan selama tatapan mereka bertemu, Hendery pasti selalu menghindari kontak mata dengan Xiaojun. Xiaojun pada awalnya merasa sedih namun sekarang dia menyerah dan membiarkan Hendery yang terus-menerus menjauh darinya.

Di sisi lain, Hendery bertemu Xiaojun di gerbang sekolah sebelum pulang dan tersenyum kearahnya. Namun dia berjalan terus tanpa merespon dan setelah dia sudah cukup jauh, dia berbelok ke gang sempit. Punggungnya bersandar pada dinding pagar, seolah seluruh kekuatan dikakinya lenyap.

Sejujurnya dari lubuk hati dan jiwanya, Hendery merasa amat frustasi telah mengabaikan kekasih dinosaurus selama semingguan ini.

Tapi dia tidak punya pilihan lain. Dia berusaha melindungi Xiaojun. Jika bukan karena ayahnya mulai mencurigai ruang lingkup pertemanan Hendery, maka ini tidak akan dia lakukan. Waktu itu dia pulang setelah mereka bertengkar dan Xiaojun meminta untuk tidak bertemu selama musim dingin, Hendery uring-uringan. Selama fase itu dia mendengar ayahnya bertanya pada kakak-kakaknya tentang Hendery di sekolahnya, terutama teman terdekat Hendery karena kata pak tua itu akan mempengaruhi Hendery mencapai posisinya nanti. Omong kosong!

Sialan! Hendery khawatir dan takut jika kakaknya memberitahu soal Xiaojun. Makanya dia meminta Lucas untuk menjaga Xiaojun dan berharap anak itu melakukannya tanpa keceplosan lagi, saat Lucas meminta penjelasan dia mengabaikannya dan terjatuh sendirian, makanya benjol. Dia buru-buru makanya tidak membantu, maaf saja.

Hendery tidak mengerti kenapa hidupnya bisa serumit dan seaneh ini. Kenapa dia tidak bisa memiliki kehidupan normal dan kehidupan asmara yang normal. Kenapa harus dia yang dihadapi persoalan warisan keluarga beracun ini?

Pagi berikutnya, sudah terhitung dua minggu Hendery mati-matian mengabaikan Xiaojun. Disisi lain, Xiaojun sendiri sudah tahu dirinya diabaikan tapi dia tetap menyapa Hendery dan membuatnya kian frustasi.

Xiaojun bukan orang yang sabaran, jadi dia menebalkan wajahnya dan setelah pulang sekolah, Xiaojun menunggu di salah gang sepi dan taklama Hendery terlihat tengah berjalan sendirian. Tanpa ragu Xiaojun mencegatnya.

"Hei!" seru Xiaojun yang keluar dari tempat persembunyiannya.

Hendery tersentak mundur dan hampir berteriak kalau tidak segera menyadari sesuatu yang mengejutkannya itu.

"Xiaojun? Bikin kaget saja, astaga." Hendery mengusap dadanya yang bergemuruh panik. Xiaojun mengabaikan itu dan menusuk dada Hendery dengan jari lentiknya.

"Apa maksudmu?"

Hendery pura-pura tidak mengerti. "Apanya?"

"Apa kamu lupa kalau kita punya janji?" kata Xiaojun dingin.

Hendery melirik kearah atas, lalu menjawab. "Ingat."

"Lalu kenapa kamu tiba-tiba mengabaikanku selama dua minggu ini? Apa kamu masih marah? Aku cuman bilang untuk tidak usah bertemu selama liburan musim dingin, tapi kamu masih bermain peran 'tidak saling kenal' begini?"

Xiaojun diam-diam menggigit pipi bagian dalamnya, dia ingin berteriak 'daripada begini mending kita putus!' tapi segera dia menelan kata-katanya.

Hendery menatapnya, tapi pandangannya tidak terarah lurus menatap tepat ke bola mata Xiaojun. Nada suaranya terdengar datar. "Aku pikir lebih baik kita tidak bertemu sampai ujian selesai. Aku agak. . . sibuk."

Xiaojun tertegun. Jarinya yang menusuk dada bidang Hendery menjadi kaku, Hendery langsung melangkah melewati Xiaojun yang masih terpaku dengan tatapan kosong.

Waktu dan musim tidak akan berhenti dan terus berjalan, tanpa sadar hari demi hari, minggu demi minggu telah berlalu. Malam itu telah berlalunya minggu kedua sebelum berakhirnya musim dingin. Dibulan Februari cuaca malam masih belum sedikit lebih hangat dan deru angin masih menusuk tulang.

Detik-detik ujian kelulusan sudah didepan mata, Xiaojun sedikit mengkhawatirkan jika dia tidak dapat fokus, namun dia tidak boleh memikirkan hal yang tidak ada urusannya dengan dia. Misalnya memikirkan keadaan Hendery. Anak itu sendiri yang meminta untuk tetap diam seperti ini dan tidak perlu mengkhawatirkannya, jadi Xiaojun tentu tidak memikirkan apa-apa.

Tidak, sebenarnya dia berbohong.

Xiaojun jelas berbohong kalau dia tidak memikirkan barang sedikitpun tentang Hendery.

Namun, bersyukurnya ujian mematikan bagi seluruh murid yang dilewati selama dua hari akhirnya telah usai. Akhirnya selesai sudah semua beban murid anak kelas tiga. Xiaojun hanya tinggal menunggu hasil ujiannya.

Malam terakhir musim dingin masih menghembuskan udara yang kian dingin, Hendery tetap tidak memberi kabar. Dia sedih karena dihari terakhir mereka anak itu benar-benar menghilang.

Apa perasaan Hendery pada dia sudah pudar?

Jika iya, maka Xiaojun bisa memaklumi hal itu.

Cinta monyet seperti itu bisa dia pahami. Jika itu seperti sebatas bunga yang hadir dihidupnya untuk dilihat-lihat maka perasaan akan cepat bosan untuk berdiri dan memandang bunga yang asal dia petik, dibuangnya dan mencari sesuatu yang jauh lebih berharga. Jika itu mereka, pasti salah satu dari mereka akan kehilangan rasa dan pergi.

Xiaojun sudah menduga hal ini. Berpacaran dengan pria yang bahkan mereka menyembunyikan hubungan mereka dari banyak orang, dia menduga kemungkinan besar hal ini akan terjadi.

Jadi, seolah dia adalah pria berhati dingin, Xiaojun akan merelakan Hendery seperti dia tidak memperdulikannya lagi.

Xiaojun harus membiarkan anak itu pergi dan meninggalkan dia sendiri dengan dunianya. Patah hati? Xiaojun tidak tahu apa itu, dia sudah mengalami patah hati tersakit yang dia rasakan dalam hidupnya.

Xiaojun memandang langit malam, dia baru saja pulang dari tempat kerja sampingan. Dia tersenyum sendu, didalam lubuk hatinya dia berkata. Ayah, apa ayah membenci anakmu ini karena dia berbohong pada ibunya? Aku bahkan berpacaran dengan cowok di sekolahku, aku gagal menjadi putra kebanggaanmu. Tapi aku akan berusaha lagi, aku akan berkuliah dengan baik dan mendapat nilai baik. Aku berjanji tidak akan mengecewakanmu.

Malam di musim semi terasa menyegarkan dengan angin bertiup lembut. Xiaojun asik berjanji dengan ayahnya terkejut merasakan kelopak bunga sakura jatuh di wajahnya, dia tersenyum semakin lebar. Namun buru-buru dia berhenti tersenyum aneh di muka umum.

Saat dia salah tingkah sendirian, dia tidak sengaja menatap siluet seseorang yang dia kenal.

Itu Hendery!

Tanpa sadar dia berhenti untuk memastikan pengelihatannya sebelum akhirnya dia mengejar bayangan Hendery.

Jika dia tidak salah lihat, Hendery seperti sehabis dihajar hingga babak belur.

Melewati kerumunan orang-orang yang masih memadati jalanan dia berusaha untuk tidak kehilangan jejak Hendery.

Xiaojun terus mengejar, menjulurkan tangannya untuk menggapai tangan itu.

"Hendery—"

Hendery tidak mengerti, kenapa sebelum dia dilahirkan dan memilih bagaimana jalan hidupnya bisa-bisa dia bisa memilih hidup yang sebegini rumitnya.

Dia baru saja selesai dari kelas tambahan yang di atur ibunya. Kepalanya pening dan perutnya yang kosong karena belum makan dari siang, dia hanya meneguk segelas air di meja belajarnya sebelum duduk dengan nafas gusar.

Tatapannya melalang jauh kearah jendela luar, menatap langit sore yang cerah. Dipikir lagi dia tidak banyak keluar selama di sekolah dan ketika pulang dia langsung mendekam di rumah, membuat kulitnya terlihat sedikit pucat. Disaat seperti ini jika itu di hari-hari sebelumnya, maka dia akan mengirim chat dengan Xiaojun atau memikirkan kelucuan kekasihnya itu.

Ah, sial. Dia sangat merindukan dinosaurus kecilnya.

Jika bukan karena ayahnya yang mencurigai Hendery maka dia tidak akan bertahan lama-lama dalam permainan jangan bertemu dulu dengan Xiaojun. Bahkan janji yang Xiaojun tetapi untuk jalan-jalan berdua dengan skateboard mereka tidak dapat terwujud karenanya.

Sialan.

Dia ingin bertemu dengannya sekarang, sungguh. Aku ingin memeluk Xiaojun.

Namun dia harus mengurungkan niatnya itu, dia harus bertahan dan mencapai pada tujuannya. Dia tidak ingin pilihannya menjadi sia-sia. Alasan Hendery yang dulu membangkang dan tidak sudi dijadikan boneka ayahnya adalah karena dia ingin berbalik menguasai ayahnya itu sendiri. Menjungkir balikkan orang tua itu dan membuatnya meneguk darahnya sendiri karena ulahnya. Tetapi untuk mewujudkannya Hendery tidak bisa percaya kalau itu akan berjalan sesuai rencananya.

Suara ketukan pintu mengalihkan atensi Hendery, panggilan dari seorang pelayan agar dia turun kebawah untuk makan malam. Hendery menyahut seadanya untuk mengusir pelayan di luar lalu melirik jam dinding, pukul 6.34 sore.

Hendery berdiri dari kursinya dan melangkah ke kamar mandi.

Setelah mengenakan baju ganti yang lebih hangat, Hendery turun dari tangga. Dia tidak melangkah menuju ruang makan namun berjalan menuju pintu keluar.

Belum ada selangkah beberapa penjaga menghalanginya. Salah satu dari mereka dengan wajah yang familiar berucap dengan sopan pada Hendery, pria yang pernah mengurus preman-preman yang menganggu Xiaojun. "Maafkan kami, tuan muda. Tapi tuan besar Wong meminta anda untuk tidak keluar malam ini."

"Minggir. Aku cuman mau makan di luar." balas Hendery malas.

Namun para penjaga itu tidak menghiraukan, membuat Hendery memutar matanya malas. Tentu saja, mereka ini orang-orangan milik Ayahnya, mana mau menuruti perintahnya.

Sebelum Hendery memaksa untuk menyingkirkan mereka, suara tuan Huang menginterupsi.

"Jangan mentang-mentang waktu belajar dengan ibumu sudah selesai kamu bisa bebas pergi, nak." ucapnya dengan suara jengkel.

Hendery melirik sedikit, lalu membuang muka.

"Kembali ke meja makan, dan makan dengan patuh di rumah."

"Aku tidak suka makan dirumah," balasnya.

"Ayah akan minta juru masak membuat—"

"Aku bilang tidak makan dirumah!" Hendery mengulang kalimatnya. Sebenarnya dia tidak mau makan di rumah apalagi ada Ayahnya disana. Mau itu masak sendiri atau apapun

Ayah Huang menatap dingin putranya, dia menyuruh pelayan membawakan sesuatu. Pelayan datang dengan sebuah map dan dia mengeluarkan satu foto yang sudah di cetak.

"Apa kamu ingin bertemu pria ini?" suara Ayah Huang yang mengisyaratkan kebencian membuat Hendery menoleh lurus kearahnya.

Dia menyipitkan mata untuk menatap gambar dalam foto itu. Pandangannya terbuka lebar, deru jantungnya berdebar cepat saat melihat itu adalah foto Xiaojun.

Hatinya mencelos. Seluruh tubuhnya menjadi dingin.

"Apa maksudmu dengan foto ini, pak tua?" suaran Hendery hampir bergetar saat dia ingin merebut foto dari tangan ayahnya dan menatap dengan tatapan nanar, itu benar-benar foto Xiaojun.

Dia kebingungan melihat foto ditangannya, bagaimana bisa ayahnya mengetahui soal Xiaojun? Apa ayahnya mengetahui hubungan mereka dan ingin menggunakan itu untuk mengancamnya. Dia pikir cara ini benar-benar hina dan menjijikan, apa karena orang tua itu pikir dia bisa menarik tali kekang dirinya dengan ancaman ini? Hendery geram. Dia menatap pria tua dihadapannya dengan tatapan penuh kebencian.

"Kenapa kau memiliki foto dia!"

Hendery marah. Tapi juga takut. Tangannya gemetaran, entah karena amarahnya atau perasaan berkecamuk di hatinya.

"Kenapa? Apa aku harus diam saat putraku menjalin hubungan menjiji──"

"DIAM!" Hendery hampir saja menerjang ayahnya sendiri sebelum ditangkap oleh penjaga dibelakangnya. "JANGAN BERANI-BERANI KAU MENYENTUH DIA, DIA TIDAK ADA HUBUNGANNYA DENGANKU!"

Hendery berteriak murka. Dia benar-benar marah dan emosi yang tidak dia kenali meledak di dadanya dan dia mulai memberontak secara brutal dan memukuli penjaga dengan membabibuta. Dia tidak tahu kalau ayahnya akan menyelidiki Xiaojun dan menjadi terancam karena dia.

Sial, apa yang dia paling takutkan benar-benar terjadi sekarang. Dia tidak tahu apa yang ingin orang tua itu lakukan. Dia takut jika ayahnya akan menemui Xiaojun dan ibunya lalu menyakiti mereka atau ayahnya akan menyusahkan Xiaojun mengingat ayahnya memiliki banyak koneksi serta uang untuk melakukan hal-hal jahat. Hendery tidak tahan jika itu terjadi.

"Benar-benar tidak tahu malu! Memiliki kekasih seorang pria? Kamu benar-benar menjadi bengkok, apa otakmu rusak karena dia?"

"TUTUP MULUTMU, PAK TUA. AKU SUDAH SETUJU MENGIKUTI KEMAUAN GILAMU UNTUK MENJADI PENERUS KEGILAANMU KARENA WARISAN YANG KAU KEJAR ITU. JANGAN BERANI-BERANI KAU GANGGU DIA DAN KELUARGANYA!"

Hendery lantas memukul penjaga yang berusaha menahannya lalu memukul dan menendang mereka semua, karena perintah tuan besar mereka membuat mereka juga melakukan kekerasan pada tuan muda itu.

Teriakan penuh amarah Hendery dan suara pukulan yang gaduh terdengar hingga keseluruh mansion dan membuat ibu dan ketiga kakaknya menghampiri mereka. Crystal terkejut bukan main melihat adik bungsunya mulai memberontak dan berteriak dengan gila kearah ayahnya. Chaterine dan Cecilia menatap sedih melihat wajah Hendery yang penuh memar dan luka sobek disudut bibir.

"Kun-er! Ada apa ini? Kenapa kalian memukulnya seperti itu?" nyonya Huang menatap sedih kearah putranya lalu dia menatap sengit kearah suaminya. "Apa yang kau lakukan padanya?"

Tuan Wong mendengus dingin, "Kau tanyakan saja putramu yang terlalu bebas seperti keluargamu itu. Membiarkan dia memiliki hubungan dengan seorang pria, sungguh hina."

Mendengar ucapan tuan Wong, nyonya Huang menatap terkejut putranya.

Hendery sulit menafsirkan ekspresi ibunya itu tapi dia benci dengan orang-orang yang tidak mengerti apa-apa ini mulai memikirkan hal buruk tentang Xiaojun. Bagaimanapun ini adalah salahnya!

"Hina katamu? Yang hina itu justru kau. Yang kau pikirkan hanya harta, status dan harga dirimu yang sangat kau junjung tinggi itu. Apa sebenarnya kau ini dalam keluarga ini, ayah? Kau lebih cocok disebut pawang sirkus dan aku yang kau jadikan hewan sirkus yang kau pikir akan patuh padamu. Aku tidak mengerti apa yang kau, atau kalian pikirkan? Kalian mendambakan anak-anakmu menjadi nomor satu? Bukan kalian saja yang menginginkan anak yang membanggakan orang tuanya tapi lihatlah cara kalian memperlakukan anak-anakmu sendiri! Kalian bukan membesarkan anak selayaknya manusia, tapi lebih mengarahkan robot! Lepaskan aku, kalau tidak aku akan memukulmu lagi!"

Penjaga yang menahan Hendery yang tidak berhenti meronta-ronta akhirnya di tinju lagi tepat di hidungnya hingga berdarah. Meskipun berat sebelah, satu melawan lima orang, karena Hendery dilanda kegilaan dia berhasil melumpuhkan semua penjaga.

Hendery tidak bisa lagi mengontrol dirinya, dia menendang ketiga penjaga yang menahannya untuk menerjang ayahnya namun Chaterine lebih dulu berdiri di depan tuan Wong, menghalau tinju dari Hendery.

"Adik, jangan begini, kakak mohon." Chaterine dengan hati sakit melihat adiknya yang babak belur.

Nyonya Huang menatap sengit dengan cara putranya berbicara. "Kunhang, jaga nada bicaramu dengan orang yang lebih tua. Jangan menjadi pembangkang lagi."

Hendery tertawa, "Ibu, aku berterimakasih padamu karena kau yang masih berada disisiku. Setidaknya begitu. Tapi apa ibu pernah melihat seperti apa wajahmu saat menegur anak-anakmu? Saat menatapku sekarang ini?"

Ekspresi nyonya Huang terlihat rumit. Hendery berkata lagi, "Aku tidak tahu apakah semua ibu di dunia ini menatap jijik anaknya ketika anaknya berbuat salah. Tapi aku tahu, menjadi ibu dan tuan putri di keluarga terhormat sepertimu pasti sulit, aku memohon maaf padamu."

Hendery mengusap sudut bibirnya yang berdarah. Dia tidak sadar karena menggila di depan keluarganya. Kalau saja ayahnya tidak menggunakan Xiaojun untuk mengancamnya maka ini tidak terjadi.

Dia menunduk, suaranya terdengar tenang lagi. "Ayah, kau tidak perlu khawatir putramu akan gagal 'menguras semua warisan yang kau incar' alias menjadi penerusmu."

Tuan Wong yang melihat sikap Hendery kembali terkendali tidak banyak bereaksi.

Namun Hendery melirik ayahnya, suaranya berubah dingin dan penuh dendam. "Tapi jika kalian menggunakan seseorang yang ada disekitarku untuk menjadi mengancamku, maka aku akan bertindak lebih gila dari ini."

Setelah itu Hendery pergi namun Ayahnya malah menyuruh orang-orangnya mengejarnya. Orang-orangan ini kembali di hajar Hendery namun karena dia kalah jumlah, dia mengalami kerugian banyak. Luka di wajahnya semakin parah dan salah satu penjaga juga berani menendang kakinya.

Entah dia sial atau beruntung, Hendery gagal ditangkap dan berhasil kabur dengan luka memar dan wajah bengkak. Kemampuan berkelahi Hendery cukup bagus tapi dia kehilangan ketenangannya dan hampir menjadi bulan-bulanan penjaga ayahnya.

Hendery berjalan menelusuri jalanan yang ramai dengan penjalan kaki, dia bingung harus kemana. Tubuhnya yang kelaparan harus berjuang menahan sakit setelah adrenalin yang dia rasakan telah hilang.

Langkah Hendery berakhir di gang sempit diantara toko dan kegelapan malam, tubuhnya jatuh bersandar pada dinding kotor lalu merosot ke tanah.

tbc

rencananya satu atau dua chapter lagi udah selesai. huwoooo semangat diriku sendiri( ┛ ✧ Д ✧ ) ) ┛ 彡

(23) Janji Yang Di-Ingkari

Aku mengacaukannya.

Hendery duduk di tanah yang kotor di tengah cuaca malam yang dingin, dia hanya mengenakan kaos lengan panjang dan celana panjang kain. Nafasnya berantakan dan seluruh wajahnya mulai timbul memar. Buku-buku tangannya yang memerah hingga terkelupas, mulai memucat karena suhu yang rendah.

Dia pikir, dia akan tertidur disini. Tidak peduli dia akan mati kedinginan.

Saat matanya hampir tertutup, dia mendengar sosok asing mendekat dengan ragu-ragu. Dia memincingkan matanya, jujur dia tidak kuat lagi untuk berdiri.

Tapi yang dia lihat di depannya bukan bawahan ayahnya atau orang jahat, melainkan... Xiaojun?

Matanya terbelalak, menatap nanar Xiaojun yang muncul di hadapannya.

Xiaojun berlari mengejar sosok itu, tidak sulit karena jalanan tidak begitu banyak orang. Sosok yang dia kenal itu berjalan kearah gang sempit dan menghilang. Xiaojun tanpa ragu mengikutinya meskipun dia tidak yakin apakah orang itu Hendery atau bukan.

Dia juga tidak memikirkan apakah disana ada preman-preman seperti saat itu atau tidak, yang penting dia harus menemui Hendery.

Jika dia tidak salah lihat, muka Hendery penuh dengan luka.

Xiaojun semakin khawatir dan lekas mengejarnya. Gang itu gelap dan pengap. Ditengah udara dingin, aroma busuk tidak begitu tercium. Xiaojun melangkah cepat tapi hati-hati, matanya melirik kesekitar berusaha mencari sosok Hendery. Saat dia ingin melangkah lebih jauh, di sebelahnya ada gang yang jauh lebih sempit, gang buntu malah, dan di sana dia melihat sosok yang dia lihat sebelumnya.

Dia mendekat dan betapa terkejutnya Xiaojun saat mengkonfirmasi kalau orang itu benar-benar Hendery!

"Hendery!" Xiaojun berjongkok dan menatap wajah mengenaskan Hendery. Dia cemas. "Astaga, kenapa dengan wajahmu? Lihat, luka dibibirmu ini? Kamu kelahi dengan preman?"

Xiaojun dengan hati-hati menyentuh wajah penuh luka Hendery. Tatapannya terhenti pada bibir Hendery yang robek, membuat hatinya mencelos. Dilihat dari kondisinya, ini jelas luka akibat pukulan. Tapi dengan siapa Hendery bisa berantem sampai seperti ini?

Xiaojun menepis pikiran anehnya, daripada memikirkan itu lebih baik dia harus membawa Hendery merawat luka-lukanya.

Menyadari jika Hendery hanya diam saja, dia bertanya lagi, "Hendery, apa kamu merasa pusing sekarang? Ayo kita ke klinik, lukamu harus diobati—"

"Kenapa kamu disini?"

". . ." Xiaojun seketika terdiam, dia menatap bingung kearah Hendery yang juga diam menatapnya.

"Apa maksudmu?"

Hendery mengulang pertanyaannya, "Kenapa kamu bisa ada disini?"

"Apa? Kamu ingin aku enyah dari sini? Kamu masih belum puas menghindar dariku?" Xiaojun rasanya ingin menampar wajah pria ini karena dia tersinggung dengan perkataannya, dia hampir berdiri tapi tubuhnya malah di peluk dengan lemah oleh pria terluka di depannya.

"Bukan, bukan itu." Hendery menggelengkan kecil kepalanya, dia menenggelamkan wajahnya di bahu Xiaojun, "Maaf, maafkan aku, Jun."

Hendery menahan bahu Xiaojun, meskipun rasanya menyakitkan sekarang untuk menggerakan badannya tapi dia tidak mau melepaskan Xiaojun.

"Aku pikir aku cuman halusinasi. Aku senang kalau kamu benar-benar ada disini. Astaga, aku takut mataku cuman menatap fatamorgana. Maafkan aku juga karena menghindarimu, aku minta maaf. Jun. Xiaojun. Aku minta maaf. Aku mengacaukannya. Aku mengacaukan semuanya. Maaf," Hendery terus memeluk Xiaojun, tapi pelukan semakin longgar, bukan malah semakin erat. Tapi dia berusaha agar Xiaojun tetap dekat dengannya.

Dia benar-benar memerlukan Xiaojun-nya.

Xiaojun mendengar suara serak Hendery yang terdengar seperti ingin menangis agak menyedihkan, jadi dia luluh dan mengurungkan niatnya. Dia masih mengkhawatirkan kondisi Hendery jika semakin buruk, dia berusaha melepaskan pelukannya ingin membawa Hendery ke klinik. Dia menatap lekat mata sayu Hendery, di tengah gelapnya gang sempit, dia bisa melihat kalau binar di mata itu telah semakin pudar.

"Aku memaafkanmu, Heng. Ayo kita ke klinik. Lukamu harus diobati." ujar Xiaojun mendesak dengan lembut. Hendery tersenyum miring, mengenggam tangan Xiaojun yang hangat.

Dingin. Tangan Hendery terasa dingin.

"Engga usah. Aku engga apa-apa." balas Hendery sambil mengencang genggamannya.

"Apa maksudmu engga apa-apa, lihat lukamu ini! Dan juga tubuhmu gemetaran, kamu kedinginan, Hendery." Xiaojun ingin melepaskan mantelnya dan memberikannya pada Hendery tapi anak itu menahannya, menolak tindakan Xiaojun.

Xiaojun jengkel. "Jangan bertindak sok kuat untuk sekarang. Pakai mantel ini dan kita obati lukamu. Kalau kamu masih menolak, aku engga mau berbicara denganmu lagi."

Hendery tertegun, akhirnya dia menuruti perkataan Xiaojun. Dengan lilitan mantel yang dulu dia belikan untuk Xiaojun dan sambil di bantu berjalan oleh tubuh kecil Xiaojun, Hendery tidak bisa menahan tawanya.

" Kenapa kamu tertawa?"

"Engga. Aku pikir aku tadi beraksi keren, terluka di gang sempit dan kekasih hatiku datang menemuiku dan menyelamatkanku." oceh Hendery.

Xiaojun mendengar itu semakin ngeri. Bergumam, "Apa gejala hiportemianya udah mulai muncul?"

Hendery tertawa keras tapi segera menyesal karena luka di bibirnya semakin ketarik dan terasa perih.

"Aku baik-baik saja, Jun. Mungkin karena agak kelaparan makanya aku jadi sedikit gila." kata Hendery terdengar ngasal.

Tapi memang benar, kalau bukan karena Hendery ingin makan malam diluar, mungkin dia tidak akan berkelahi dengan ayahnya dan kabur dari rumah dengan badan babak belur.

Benar, ayahnya. Dia berkelahi dengan ayahnya karena dia memiliki foto Xiaojun dan informasi kekasihnya ini.

Deg.

Hendery tiba-tiba melepaskan pegangan Xiaojun dan menjauh sedikit darinya. Xiaojun tercengang, dia menatap Hendery keheranan. Saat dia ingin menjulurkan tangannya, "Kenapa Hendery?"

"Pergi, Jun."

"Hah?"

Hendery mengambil satu langkah mundur, saat Xiaojun mendekat satu langkah.

"Pergi, Jun. Aku tidak apa-apa, serius."

"Hah? Maksudmu apa? Mending kita ke klinik dulu." Xiaojun berusaha menarik tangan Hendery. Xiaojun teringat kelakuan Hendery yang beberapa waktu terakhir ini terus menghindarinya membuatnya kesal.

"Aku engga mau keklinik, kamu lebih baik pergi, Jun." Hendery juga berusaha menghindari Xiaojun. Dia berkata lagi, "Demi keselamatanmu—"

"Aku bilang kita mending ke klinik, YA KEKLINIK DULU HENDERY!" Xiaojun yang sudah muak dengan sikap tanpa alasan Hendery akhirnya menarik paksa Hendery dengan merangkul lehernya dan menyeretnya seperti menyeret domba yang siap di pangkas bulunya.

Hendery masih memberontak lepas dengan keras kepala tapi Xiaojun tidak tahan untuk menjitak kepalanya, seolah masa bodo dengan luka yang diderita Hendery. Dia fokus membawa anak berandalan ini ke klinik dulu, apapun resikonya.

"Jun, lepaskan aku. Aku serius. Ini demi keselamatanmu, aku serius, Jun. Dengarkan aku dulu—"

"Kalau ini demi keselamatanku, jelaskan pelan-pelan semuanya sambil kita jalan ke klinik. Kalau memang seberbahaya itu, baru aku kabur." ujar Xiaojun setelah mengatur emosinya, tapi tidak melepaskan belenggu tanganny di leher Hendery.

Jadi saat mendengarkan ucapan Xiaojun, Hendery berjalan dengan posisi sedikit membungkuk dan leher di kunci di lengan satu orang. Persis seperti anak yang dibuli, bahkan dengan wajah penuh luka membuat Xiaojun tampak mencurigakan.

Tapi Hendery tidak lagi memberontak, dia menjadi lebih penurut.

Lalu kemudian, perlahan-lahan dia menjelaskan kepada Xiaojun apa yang terjadi meskipun dia enggan mengatakan pada Xiaojun.

Xiaojun yang mendengar seluruh cerita yang dialami Hendery malam itu langsung merenungkannya. Kini dia duduk di bangku luar klinik saat menunggu Hendery diobati di dalam.

Jadi Hendery dipukuli oleh bawahan ayahnya karena ayahnya Hendery mengetahui hubungan mereka berdua. Dan ayahnya mengancam Hendery akan membuat Xiaojun menderita dan karena itu Hendery memberontak untuk melindungi dirinya.

"Aku tidak tahu ayahmu akan seperti ayah di drama-drama tv, menggunakan trik murahan seperti itu." ucap Xiaojun tanpa menatap Hendery yang
baru saja keluar dari dalam klinik.

Hendery kini telah di obati dan semua luka sudah di beri antiseptik dan tutupi plester dengan baik. Sekarang keadaan Hendery jauh lebih baik dari pada sebelumnya.

Hendery ikut duduk disebelah Xiaojun, menatap tidak senang kearah Xiaojun, bukan kepada Xiaojun tapi kepada sikapnya yang acuh begini. Dia serius khawatir dengan kekasihnya ini. Jika itu bukan sekedar ancaman, bagaimana nasib keluarga Xiaojun. Dan nyonya Xiao. Hanya mereka berdua sekarang, Xiaojun dan ibunya. Jika mereka menderita karena ayahnya, karena Hendery, maka Hendery tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri.

Dia juga tidak bisa membayangkan Xiaojun akan membencinya.

Hendery mengepalkan jemarinya, mengutuk hidupnya yang aneh begini.

Xiaojun menoleh menatap Hendery, mengenggam kepalan Hendery. Saat dia menatap tangan yang dia pegang, dia ingat diantara jemari terkelupas Hendery, dia masih mengenakan cincin yang dibelikan waktu itu. Sekarang cincin itu sudah dilepas dan menyisakan garis merah melingkar di jari manis Hendery. Mengerikan. Keluarga Hendery dan kehidupannya harus dia akui, mengerikan.

Xiaojun beralih menatap sepasang mata sayu yang juga memandangnya. Tersenyum lembut.

"Jadi itu alasannya kamu ingin aku pergi?" kata Xiaojun.

". . . ."

Hendery menggigit bibirnya, tidak tahu harus merespon apa. Dia memang ingin Xiaojun pergi tapi disisi lain dia juga tidak ingin Xiaojun pergi, Xiaojun segalanya untuknya. Bisa apa dia tanpa Xiaojun.

Hendery menghela nafas kasar, dia berkata, "Aku tau semaunya akan semakin kacau. Aku sudah lama memikirkannya tapi aku masih belum tau bagaimana mengatasinya."

Aku juga tidak menyangka apa yang kutakutkan akan terjadi. Benar-benar terjadi. Ini jauh lebih buruk dari yang kupikirkan.

Xiaojun juga memikirkan hal yang sama. Apa yang dia pikirkan dulu tidak menyangka akan benar-benar terjadi sekarang. Tapi, bukankah pasti ada jalan keluar? Solusi? Sebaik atau seburuk apapun jawabannya.

"Hendery, apa kamu tidak sadar. Kalau aku hanya menjadi penganggu di hidupmu?"

"Eh?"

Xiaojun menangkup pipi Hendery, sentuhannya sungguh lembut. Membuat Hendery menatap langsung kematanya, menatap sepasang mata cokelat cerah yang tersenyum lembut padanya.

Tapi tatapan dan senyuman hangat itu berbanding terbalik dengan ucapannya sebelumnya, itu menyakitkan. Hendery tentu sakit hati mendengarnya. Itu bukan salah Xiaojun, sama sekali bukan.

Xiaojun sadar kalau ucapannya keterlaluan tapi dia berpikir dari sudut pandangnya. Hendery semakin tertekan dengan orang tuanya semenjak kenal dia, karena dirinya.

Xiaojun juga sedih dan sakit hati melihat Hendery seperti ini. Luka-luka diwajahnya mengerikan. Tapi saat pemeriksaan, Hendery membuka bajunya, Xiaojun tidak melihat adanya bekas luka apapun. Itu berarti selama ini orang tua Hendery melakukan 'serangan' mental? pikir Xiaojun.

Pipi dingin Hendery terasa mengerikan di dalam tangkupan telapak tangan Xiaojun, ibu jari Xiaojun mengusap lembut. Tapi tanpa sadar dia menyentuh sudut bibir Hendery yang terluka. Xiaojun segera sadar akan perbuatannya saat Hendery mendesis kesakitan.

"Sakit, Jun."

"Astaga, maafkan aku, Hendery. Aku tidak sadar, maaf—"

"Itu menyakitkan, loh."

"Iya, Dery. Maaf."

"Jangan berbicara seperti itu. Itu menyakitkan" Xiaojun tertegun. Rasa bersalah segera merayap dihatinya. Untuk pertama kalinya dia melihat Hendery menangis, meskipun hanya setetes air mata itu menetes panjang dari sudut mata sayu Hendery.

"Jangan berkata kalau kamu penganggu dihidupku, kamu bukan. Jangan berbicara seperti itu lagi, kumohon. Disini aku yang mengganggumu, aku yang mengacaukannya." Hendery mencium telapak tangan Xiaojun yang masih memegang pipinya, mencium aroma hangat disana.

Lalu ditengah-tengah situasi canggung itu, perut Hendery keroncongan.

"..."

"..."

Hendery malu setengah mati. Xiaojun tersenyum sumringah dan menarik lengannya dari pipi Hendery dan beralih menggaet lengan pria yang babak belur itu.

"Ayo kerumah, aku akan memasakkanmu makanan dan kamu juga bisa menginap disana, Dery."

Mendengar tawaran Xiaojun, Hendery langsung menggelengkan kepalanya. Bukankah dinosaurnya sudah tau situasi ayahnya bagaimana, kenapa dia masih bisa mengajak Hendery yang notebanenya sudah dicap kriminal oleh ayahnya? Tapi Xiaojun tidak peduli, dia lebih memperdulikan kekasihnya yang babak belur ini.

Xiaojun kembali menggunakan teknik kuncian domba hendak dicukur pada Hendery, lalu menyeretnya secara paksa kekasihnya itu hingga kerumah.

Sesampainya dirumah, Hendery langsung jatuh ke sofa.

"Aahh, Jun. Tanganmu kuat sekali, leherku sakit." keluh Hendery, dia melepaskan mantel Xiaojun dan menaruhnya dengan rapi di meja kecil.

Xiaojun hanya cengengesan dan pergi kedapur untuk memasakkan makanan.

Tidak ada sekat antara dapur dan ruang tv, jadi hanya dengan menoleh kebelakang Hendery bisa menyaksikan Xiaojun tengah mempersiapkan masakannya.

Lalu pandangan Hendery melihat kesekeliling ruangan, dan tiba-tiba berkata, "Nyonya Xiao kerja ya?"

Xiaojun hanya menyahut dengan gumaman. Lalu suasana menjadi hening.

Hendery gelisah. Mana mungkin dia bisa setenang biasanya, bagaimana ayahnya tau kalau dia ada disini dan semakin menjadi-jadi akan menghancurkan keluarga Xiaojun.

Dia tidak tahan akhirnya bersuara lagi, "Jun, kayaknya aku mending pulang, aku takut ayahku—"

"Kamu takut dengan ayahmu atau dengan pisau daging ini, Hendery?"

Hendery yang ditodong pisau daging oleh Xiaojun seketika membeku di sofa. Buat sekarang jelas pisau daging yang lebih menakutkan.

"Kalau ayahmu memang setega itu dan melakukan hal buruk padaku, kamu harusnya bisa melakukan sesuatu, kan?" ucap Xiaojun dengan nada menenangkan.

Lalu Xiaojun melanjutkan dengan nada lembut yang tersirat, "Tapi jika kamu memang tidak bisa apa-apa, maka pisau daging ini akan melakukannya. Kamu tidak apa-apakan kalau ayahmu terluka sedikit, kan?" dengan senyuman gelap.

Hendery tersentak dan mengangguk.

Xiaojun tersenyum lembut lagi, dia menyuruh Hendery untuk mandi dulu sambil menunggu makanan siap.

Setelah sejam, keduanya selesai makan. Hendery sebagai tamu yang baik mencucikan piring dan Xiaojun pergi mandi.

Ditengah lamunannya sambil mencuci piring, Xiaojun muncul di belakangnya.

"Hendery, ayo tidur, sudah malam. Dan berhenti mencuci tanganmu terus, tanganmu itu terluka." Xiaojun menatap ngeri melihat Hendery yang membasuh tangannya yang masih terluka, padahal kulit di buku-buku tangannya terkelupas dan memerah tapi karena melamun jadi anak itu tidak menyadari rasa sakit.

Saat keduanya berjalan ke kamar Xiaojun, Hendery terus mengeluh pedih.

Xiaojun mendudukan Hendery di pinggir ranjang dan ikut duduk di sebelahnya, mengeringkan dengan hati-hati menggunakan tisu dan mengoleskan lagi salep obat dari klinik.

"Maaf, harusnya tidak membiarkanmu mencuci piring, Heng." sesal Xiaojun, dia menatap punggung tangan Hendery dengan sedih.

Hendery mengikik kecil, "Tidak apa, lagian tadi kan aku mencuci pakai sarung tangan, Jun. Seharusnya aku yang mengucapkan terimakasih untuk makanan dan baju hangat ini. Dan juga membawaku berobat dan kamu membawaku kesini."

Xiaojun menggelengkan kepalanya karena dia pikir itu bukan hal besar karena dia sendirilah yang ingin membawa Hendery ketempat, setidaknya anak ini bisa beristirahat dengan baik daripada dirumahnya saat ini.

Tiba-tiba Xiaojun teringat sesuatu, dia bertanya pada Hendery, "Dimana cincinmu, Heng?"

Hendery baru teringat soal cincinnya yang terpaksa dia lepas karena dokter memintanya untuk melepaskan cincin itu untuk membersihkan lukanya dengan baik. Jadi cincin itu masih ada di mantel milik Xiaojun yang tadi dia kenakan. Xiaojun mengambil mantelnya yang digantung di belakang pintu dan meronggoh sakunya.

Cincin itu ada disana. Lalu Xiaojun berjalan ke mejanya, membuka laci dan mengeluarkan kotak kayu. Dia mengambil satu rantai kalung dari kotak kayu lalu mendekati Hendery lagi.

Hendery melihat seluruh kegiatan Xiaojun tanpa berkedip. Xiaojun dengan pakaian hangat rumahan saat ini tampak seperti hotdog nyaman yang cocok dipeluk di tengah musim dingin sekarang.

"Nah, karena tanganmu masih terluka, lebih baik cincinnya kamu pakai seperti kalung." Xiaojun memasangkan kalung berbandul cincin perak milik Hendery kelehernya. "Dengan begini, jauh lebih aman. Aku memakainya begini juga."

Hendery menatap kalung cincin di leher Xiaojun, dia sudah menyadarinya dari lama. Dinosaurus kecilnya tidak ingin memakai cincin pemberiannya.

Hendery bergumam, "Tapi lebih baik kalau langsung dipakai."

"Terserah. Tapi tunggu luka di tanganmu sembuh dulu."

"Um."

Setelah itu keduanya terdiam, saling berbagi pandangan satu sama lain dan seolah-olah mereka berkomunikasi dalam tatapan yang terkunci erat. Semakin lama dia menatap Hendery, rasa dia ingin menanyakan segalanya yang dia pendam selama ini semakin besar tapi saat dia menatap luka-luka Hendery sekarang, Xiaojun harus menahannya lagi. Janji kecil yang mereka buat. Tentang buah kesemek dan jalan-jalan berdua dengan skateboard mereka. Setidaknya Xiaojun ingin janji itu dikabulkan meskipun mereka nanti terpisah jauh.

Tapi rasanya semakin dipikir semua itu berubah menjadi abu.

Hendery tidak tahu apa yang dipikirkan dino kecilnya ini tapi dia sedih melihat tatapan itu tampak berkaca-kaca. Karena dirinya Xiaojun bisa saja menderita. Tapi Hendery tidak tahan menatap Xiaojun itu tiba-tiba mengecup lembut keningnya dan bergantian mencium kelopak matanya.

Xiaojun tertawa geli karena aksinya, gantian dia mengenggam kedua telapak Hendery dan mengecup jari-jarinya yang tidak terkena obat salep. Dingin. Ujung jari Hendery masih terasa dingin.

Dan Xiaojun berbisik lembut, "Kupikir-pikir lagi, sepertinya diantara kita tidak perlu ada lagi maaf dan terimakasih, Guanheng."

Mendengar itu, Hendery tersenyum kecil dan mengangguk kecil. Menempelkan kening mereka, saling menghembuskan nafas satu sama lain. Lalu Hendery tiba-tiba berucap, "Jun, aku boleh menciummu?"

Mendengarnya Xiaojun tertawa kecil, dan membalas, "Cium saja. Bukannya kamu tadi sudah menciumku?"

Hendery menatap sepasang mata cokelat yang berbinar itu sekali lagi lalu mencium bibir tipis yang tampak hangat. Ciuman yang lengket dan dalam. Dan panjang.

Satu, dua dan tiga ciuman yang sama lalu yang keempat ciumn menjadi lebih menuntut dan keduanya saling menahan satu sama lain agar ciuman tidak terlepas.

Sentuhan itu semakin intim, sampai Hendery membawa tubuh Xiaojun untuk berbaring di tempat tidur dan dia berada diatasnya.

Deru nafas berat saling bertabrakan, terasa panas dan seolah menciptakan uap tipis. Hendery menautkan jemarinya dengan jari-jari Xiaojun, dia menunduk dan mengecup dada Xiaojun.

Suaranya terdengar serak dan tercekat berkata, "Jun, bolehkah aku?"

Xiaojun tau apa maksudnya, dia mengencangkan bibirnya dan mengangguk cepat. Mengalungkan satu tangannya ke leher Hendery dan menuntut ciuman lebih.

Ciuman itu kembali berlanjut dan membuat malam yang panjang tengah malam itu.

Di tempat tidur itu dua pria bergumul mencari kehangatan satu sama lain hanya dengan selimut tebal yang menutupi tubuh mereka. Hendery memeluk tubuh polos Xiaojun yang meringkuk di dadanya.

Tengah malam itu tidak ada satupun suara terdengar, seolah dunia seperti masuk dalam ketenangan yang tak berujung. Hendery di tempat tidur masih berbaring, dia sama sekali belum merasa mengantuk. Dia hanya diam sambil memandang langit-langit kamar Xiaojun. Sebenarnya masih ada yang ingin dia katakan pada Xiaojun, tapi dia sendiri tidak tau apakah Xiaojun sudah tidur atau belum, jadi dia iseng mengajaknya mengobrol.

"Jun," panggil Hendery dalam bisikannya, "kamu sudah tidur?"

Tidak ada jawaban. Namun Hendery tetap melanjutkan ucapanya. "Kamu ingat pertanyaanku waktu itu, suatu saat. . . . bagaimana kalau suatu saat aku mengkhianatimu, Jun?"

Hendery kira benar-benar dia tidak akan ada mendapat jawaban tapi ternyata tidak. Dari bawah dagunya, dia mendengar suara kecil Xiaojun menjawab dengan pelan.

"Aku engga tau." jawabnya.

Hendery terkejut tapi kemudian tersenyum geli. Dia kira Xiaojun akan menjawab 'tergantung kondisi' lagi seperti dulu.

Hendery mengelus bahu Xiaojun, mengeratkan pelukan mereka. Bibirnya tersenyum, tapi matanya tidak.

Lalu dia bertanya lagi. "Terus, bagaimana kalau aku suatu saat meninggalkanmu?"

Perlu waktu lama sampai Xiaojun menjawabnya. Suaranya makin kecil dan teredam.

"Aku engga bisa berbuat apa-apa kalau itu terjadi, Heng."

Benar. Karena entah kapan, cepat atau lambat, sudah pasti Hendery akan meninggalkannya.

"Dan bagaimana kalau aku tidak bisa menepati janjiku?" tanya Hendery lagi.

Kali ini Xiaojun terbangun, duduk dan menatap Hendery yang terkejut karena Xiaojun tiba-tiba bangun.

"Aku pasti akan mengutukmu." kata Xiaojun dengan mantap.

"Eh? Oh, gitu...? Maaf, Jun."

Xiaojun yang menatap wajah kekasihnya yang kini menunjukkan ekspresi bersalah, tersenyum, antara senang atau sedih, berkata lagi. "Jangan khawatir, mengutukmu engga akan terjadi apa-apa. Aku mengutuk karena kesal. Tapi sebelum aku mengutukmu, aku pasti sakit hati, rasanya menyakitkan saat kamu meninggalkanku dan tidak bisa menepati janjimu, Guanheng."

Satu orang masih ingat dengan janjinya tapi harus berpura-pura lupa karena dia tau dia tidak bisa menepatinya tepat waktu.

Hendery mendongak untuk menatap Xiaojun yang masih tersenyum kecil padanya. Tapi dia tidak bisa membalas senyuman itu, atau bahkan merasa senanh melihat ekspresi menyenangkan itu. Dia gelisah. Dia tidak membual dengan pertanyaannya tadi. Pasti, cepat atau lambat, dia akan meninggalkan kekasihnya ini.

Untuk melanjutkan kuliah di Beida dan berusaha menjadi penerus ayahnya. Hendery tidak yakin dia akan menjadi manusia yang memiliki kebebasannya sendiri. Dia tahu, pilihannya menjadi penerus ayahnya malah membuatnya kembali seperti boneka. Setelah semua masalah tekuak, dia bahkan semakin takut dan cemas jika dia sekali lagi memberontak, maka kehidupan Xiaojun yang menjadi sasaran ayahnya untuk mengancamnya.

Dia takut. Dia takut Xiaojun terus bersamanya tapi dia juga takut jika tidak ada Xiaojun.

Pria kecil, dinosaur kesayangannya ini, satu-satunya orang yang menenangkan hatinya.

Xiaojun menghela nafas dan kembali berbaring. Memikirkan masalah yang bahkan belum tentu terjadi membuatnya lelah.

Mereka mengeratkan pelukan lagi, dan sebelum Xiaojun menutup matanya, dia mendengar Hendery berbisik kata 'maaf' dengan sangat pelan. Untuk apa? Karena kamu akan meninggalkanku? Tidak bisa menepati janjimu? Kamu sudah jelas mengetahui jawabanku jika kamu melakukannya, lalu untuk apa maafmu itu?

Xiaojun tidak mengubrisnya, dia berkata. "Semua pertemuan pasti ada perpisahan, bahkan janji tidak semua bisa ditepati. Itu sudah hukum alam, Hendery. Sudah tidurlah."

Dan setelah mendapat usapan lembut dari Hendery, Xiaojun dengan cepat jatuh terlelap.

Malam itu, Xiaojun bermimpi. Mimpi Xiaojun tampak jelas dan jernih, seolah dia kembali di masa dia ada disana.

Xiaojun menatap tangannya yang sedikit gemetaran karena suhu dingin musim hari itu. Dia tidak berbicara tapi anehnya dia mendengar suara dirinya sendiri berbicara. Lawan bicaranya adalah Hendery.

"Hendery." panggil Xiaojun, berkata, "Kalau musim dingin telah selesai, ayo kita main skateboard bersama dan bawa aku keliling kota lagi seperti dulu."

"Iya, aku janji."

Bukan, itu bukan janji.

Itu permintaan Xiaojun sendiri tapi tidak akan bisa dikabulkan.

Tapi tidak apa-apa jika janji itu tidak ditepati, saat itu akulah yang membuat janji padamu.

Tidak apa-apa jika kamu tidak bisa menepati jani, seharusnya aku tidak membuat janji padamu.

Tidak apa-apa. Jadi, kumohon, jangan tinggalkan aku.

Penghujung musim dingin hampir usai dan disambut dengan meriahnya pesta perpisahan anak kelas tiga. Seluruh murid bergempa bahagia dan buket-buket bunga tanda berakhirnya perjuangan mereka di SMA membanjiri meja-meja murid.

Ditengah lapangan, murid-murid banyak bergelimpangan untuk berkumpul dengan teman-teman sebagai murid SMA atau berkumpul dengan keluarga mereka.

Xiaojun juga ada diantaranya, dia memegang tiga buket bunga; satu dari ibunya, satu dari kak Johnny dan satu dari Kun-ge. Mereka bahkan menyempatkan datang untuk memberikan selamat kepada dirinya dan menyapa ibu Xiaojun yang juga datang. Dan tak lupa memberikan ucapan selamat pada Hendery.

Hendery. Awalnya Xiaojun kira tidak ada satupun keluarga Hendery yang datang, karena itu mereka selalu bersama sepanjang upacara perpisahan pagi tadi.

Tapi saat mereka keluar gedung, dari kejauhan Hendery melihat kakak termudanya, Chaterine, datang dengan buket bunga yang indah dan menawan.

Jadi saat Xiaojun asik mengobrol dengan teman-teman sekelasnya sekarang, jauh disana, Hendery mengobrol dengan kakak perempuannya. Entah apa yang mereka bicarakan. Dia juga tidak bisa memerhatikan ekspresi yang Hendery buat karena anak itu membelakanginya.

Ah!

Xiaojun terkejut saat wanita cantik itu menyadari keberadaan Xiaojun dan Hendery juga ikut menatapnya, berbalik dan tatapan mereka bertemu seperkian detik.

Aneh rasanya padahal mereka saling kenal, tapi saat seperti ini, tidak sengaja beradu pandangan dengan Hendery dari kejauhan masih sangat memalukan.

Dan juga menyakitkan.

Ini detik-detik terakhir mereka.

Waktu mereka telah habis, jika bisa dibilang begitu. Karena Hendery akan pergi ke Beijing untuk melanjutkan studinya.

Hendery berpamitan dengan kakaknya, berbalik dan berlari kecil.

Xiaojun tidak tahu Hendery ingin menghampiri teman-temannya sekarang atau menghampirinya. Tidak memperdulian soal itu, dia akhirnya ikut berlari mendekati Hendery dan—

Bum!

Pelukan erat itu tidak terhindari.

Keduanya tertawa karena merasakan sakit akibat benturan itu lalu saling menatap, Hendery lebih dulu berujar.

"Kita sudah lulus."

"Iya, kita sudah lulus." balas Xiaojun.

Mereka tertawa lagi, dan satu buket bunga milik Xiaojun terangkat dan diam-diam mereka mencuri ciuman di tengah hiruk-pikuk kebahagiaan hari itu.

Kita sudah lulus.

Berarti kita akan berpisah.

Dan, janjimu saat itu—

"Oh, Jun. Kamu suka buah kesemek? Aku ternyata punya banyak pohon kesemek di rumah, mereka belum berbuah tapi jika sudah aku ingin memberikanmu kesemek. Kamu mau?"

"Kesemek? Kenapa kamu bisa baru tau ada pohon kesemek di rumahmu sendiri?"

"Kenapa kamu malah nanya soal itu? Jadi, kamu mau apa engga?"

"Um, mau deh."

—sepertinya juga tidak akan pernah ditepati.

[Empat tahun kemudian]

Beberapa bulan setelah upacara kelulusannya, Xiaojun telah resmi menjadi anak magang di salah satu rumah sakit swasta di Makau.

Dan perjuangannya selama empat tahun sebagai mahasiswa kedokteran benar-benar seberat itu. Xiaojun bahkan harus mengatur jadwal untuk dirinya sendiri supaya dia tetap tidak kendor dengan belajarnya.

Menjadi mahasiswa di kedokteran memang bukan keinginan Xiaojun tapi ini dukungan ibunya, satu-satunya malaikat yang dia miliki dihidupnya sekarang. Jadi keinginan kecil ibunya ini harus dia wujudkan.

Meskipun dulu ayahnya membebaskan impiannya dan mendukung Xiaojun melanjutkan ke universitas Theater tapi semuanya telah terkubur di masa lalu. Mungkin ayahnya juga bangga dengan keputusan Xiaojun sekarang dan membahagiakan ibunya.

Xiaojun sekarang ingin pulang, jarak rumah sakit dengan rumah cukup jauh jadi harus satu kali naik kereta. Tapi karena untuk menghemat tenaga, Xiaojun membawa papan skateboardnya.

Baru dia menurunkan papan skatenya, sebuah suara yang amat dia kenal memanggilnya.

"Yo, Jun!"

Mendengar namanya dipanggil, Xiaojun menoleh kesumber suara dan melihat Lucas mendekat. Anak itu, katanya akan kuliah di Hongkong nyatanya tidak. Dia malah berkuliah di tempat yang sama dengan Xiaojun dan bahkan satu prodi. Dengan alasan, "Aku malas hidup sendiri disana, urrghhh, baik aku disini saja. Hehe." Tapi Xiaojun senang karena teman baiknya masih ada disini.

Semenjak kepergian Hendery dan sampai sekarang tidak ada kabar, Xiaojun dan Lucas semakin dekat. Lagi-lagi semua hal tentang Hendery, Xiaojun tau dari temannya ini.

"Ada apa, Kas?" tanya Xiaojun menatap teman jangkungnya itu yang tidak pernah berubah. Lucas juga sama seperti Xiaojun, dia anak magang di rumah sakit yang sama dengannya.

"Mau pulang? Mau ikut ke warnet?" tanya Lucas dengan cengiran kekanakanya. Xiaojun tertawa geli, sudah setua ini masih saja seperti dulu, pikirnya.

"Kamu ini bukan anak SMA lagi, masih aja suka ke warnet?" Xiaojun menggelengkan kepalanya keheranan, dia berkata, "Aku engga ikut. Aku mau langsung pulang. Bye, Kas."

Xiaojun berpamitan dengan Lucas dan meluncur pergi.

Lucas juga tidak bisa memaksa dan membalas lambaian tangan kawannya itu, dia menatap skateboard yang dibawa Xiaojun membuat dirinya tidak bisa tersenyum getir. Lalu dia berbalik dan pergi.

Xiaojun mendorong kakinya untuk menambah laju pada papan skatenya, semilir angin lembut menyapu wajahnya, bersamaan kenangan familiar muncul di benaknya.

Di jalan yang sama. Di kota yang sama. Di waktu yang sama dan dengan papan skate yang sama Xiaojun pernah berseluncur bersama dengan Hendery dulu.

Sudah empat tahun terlewati Hendery meninggalkan kota kelahirannya. Sekarang jarak mereka terlampau jauh untuk digapai.

Dan selama empat tahun ini juga Xiaojun sudah tidak menaruh harapan apapun pada Hendery. Apakah anak itu akan kembali padanya atau tidak.

Dia tidak berharap lagi.

Meskipun sangat menyakitkan. Xiaojun mana berhak berharap.

Xiaojun berhenti, menunggu lampu lalu lintas menjadi hijau. Dia menatap persimpangan di seberangnya. Dia ingat dulu dia dan Hendery pernah berjalan-jalan minggu berdua untuk pertama kalinya, satu menggunakan sepeda dan satu menggunakan skateboard pinknya. Kenangan yang tidak terlupakan.

Karena mengikuti kata hatinya, Xiaojun terbuai untuk mengingat kembali jejak lama dimana mereka pernah jalan-jalan berdua. Di jalan raya. Di gang tikus. Di kedai mie pangsit. Dan semuanya. Tidak banyak yang berubah, semua masih sama seperti di ingatannya beberapa tahun lalu. Yang berbeda sekarang hanya Xiaojun sendiri disini.

Menyedihkan.

Jujur saja, Xiaojun sebenarnya berharap Hendery kembali.

Untuk hari-hari aku bertemu dengan untuk pertama kalinya, aku tidak bisa melupakannya.

Untuk hari-hari yang kita habiskan selama ini, aku selalu merasa hangat saat mengingatnya.

Dan terkadang, aku sudah mulai melupakan apa yang kamu katakan saat itu di beberapa kenangan kita.

Tapi aku tidak pernah melupakan senyuman lembutmu.

Kamu tau.

Aku senang kita bertemu.

Kamu sangat berarti untukku,

Hendery.

"Sampai jumpa."

Bahkan aku dulu tidak sempat mengucapkan kata itu.

Sampai jumpa, Hendery.

Sampai jumpa.

Selamat tinggal.

Final Chapter

akhir kata:

yeay, selesaj juga perjalanan panjang ini (  ̄ ︶  ̄ )✌️maaf ya aneh tapi aku sudah semaksimal mungkin pengen tamat :P

terimakasih semuanya yang sudah mendukung cerita ini, yang sudah bersedia menunggu dan membaca cerita ini. maaf juga yg karena cerita ini tentu saja jauh dari kata nyaman untuk dibaca, penulisanku masih acak adul, tapi aku tidak kekurangan untuk ngucapin terimakasih sebanyak-banyaknya pada pembaca Bad Romance, i love you so much( っ≧ Д ≦ ) っ3

and tenang aja, ini belum berakhir sepenuhnya kok. Aku bakal buat versi pendek dari sudut pandang hendery. karena kebanyakan disini pov dari xiaojun.

see ya.

(24) Bad Romance

Langit cerah mulai tenggelam dan malam mulai naik. Tapi Xiaojun belum juga berniat untuk pulang, dia masih berkeluyuran sendirian.

Berlarut-larut dalam kenangan di benaknya saat dia melewati setiap jalan, Xiaojun akhirnya berhenti di depan rumah gaya kuno yang sangat berkesan di ingatannya. Rumah kayu itu masih sama seperti di awal Xiaojun pindah ke kota ini. Ini rumah Kun-ge, dulu dia pernah datang sekali ketempat ini untuk dan disini juga, Xiaojun pertama kali bertemu Hendery.

Xiaojun tidak tahan untuk tersenyum saat dia mengingat dia dulu menabrak papan skate yang bertengger di depan gerbang, menginjak papan goyah itu dan akhirnya jatuh kepelukan Hendery yang kala itu masih orang asing baginya.

Menyudahi bernostalgia terlalu lama disana, dan terlebih lagi rumah itu telah lama dikosongkan jadi tidak ada siapapun yang bisa dia kunjungi. Di upacara kelulusan SMAnya, Kun-ge sudah berkata dia akan pindah ke luar negeri, alias mengikuti kekasih kecilnya si Yangyang. Saat mendengar itu Xiaojun sedikit mengiri, betapa menyenangkannya bisa tetap bersama dengan orang terkasihnya. Tapi segera dia tepis pikiran itu karena disini, di kota ini, dia masih memiliki ibunya.

Xiaojun ingin berbalik untuk pergi tapi tangannya keselip dan skateboard yang dia pegang jatuh, entah kecerobohan apalagi yang dia alami, dia malah menginjak papan goyah itu disaat kakinya belum siap menapak tanah.

Papan itu memiliki roda dan saat kaki Xiaojun menginjak itu sama seperti menginjak kulit pisang, ya, Xiaojun kepeleset dan hampir terjungkal.

Dulu itu Xiaojun yang berusia 17 tahun yang ceroboh hingga terjungkal karena skateboard, tapi kini Xiaojun yang 22 tahun juga sama,

ah, aku beneran jatuh.

Xiaojun kehilangan keseimbangannya tapi seseorang entah kapan datang membantu menangkapnya.

Xiaojun sama sekali tidak merasakan sakit dimana pun, merasa ada yang aneh karena tubuhnya berhenti di udara, dia menoleh kebelakang—

Ada penampakan wajah sangat akrab yang ditangkap matanya.

"Kau tidak apa-apa? Apa pelukanku terlalu nyaman?"

Dulu itu Xiaojun yang berusia 17 tahun yang diselamatkan seseorang dalam pelukan, tapi kini Xiaojun yang 22 tahun juga sama, diselamatkan seseorang dalam genggamannya.

Bad Romance; Epilog
: Huang Hendery Guanheng, Wong Kunhang POV :

Apa yang harus dilakukan saat opening di mulai?

Aku tidak memiliki opening atau sambutan meriah yang bagus untuk awal cerita ini -atau lebih tepatnya aku tidak tahu harus dimulai darimana. Bagaimana baiknya yang bisa aku katakan? Aku bingung, aku pikir tidak ada hal baik dalam hidupku yang bisa kukatakan.

Lagipula tanpa opening pun kehidupanku saat ini sudah mendekati ending.

Aku sejak lama berpikir kalau keluargaku agak rada-rada. Kuceritakan secara singkat, keluargaku itu hanya hebat dalam status tapi dimataku mereka terlalu buruk untuk menjadi sebuah 'keluarga'. Aku dilahirkan dari sepasang suami istri yang mementingkan ego. Mereka dulu menikah hanya karena persetujuan keluarga, untuk apa? Untuk meninggikan status? Saat nenekku dari pihak ibu menceritakan putri menikahi ayahku karena keegoisan kakek, aku perlahan paham. Dari ayah, ibu, keluarga ayah dan keluarga ibu, mereka benar-benar bukan keluarga. Mereka saingan dari lahir.

Karena itu, aku dan ketiga kakak perempuanku banyak dituntut untuk ini dan itu dan segalanya untuk menjadi sempurna. Dan menjadi 'sesuatu' yang sesuai dengan harapan mereka.

Aku ini konyol, saat aku kecil aku selalu optimis jika ayah dan ibu menyayangiku dan peduli padaku. Tapi setiap kali aku menginginkan perhatian mereka, atau bahkan sampai berbuat hal nakal, mereka alih-alih tidak memarahiku, mereka akan selalu memberikanku punggung yang dingin.

Mengingat diriku yang dulu membuatku malu. Dan semakin aku besar, aku sadar kalau aku 'ada' di sana untuk menjadi anak yang memenuhi harapan mereka. Tidak lebih. Tidak kurang.

Kasih sayang? Kelembutan? Kehangatan? Kepedulian? Semuanya sangat kurang. Bahkan jauh dari pikiran mereka.

Sudahlah, semakin aku mengingat keluargaku, rasanya aku ingin mengutuk dunia. Tapi sebelum aku mengutuk dunia, malah dunia itu sendiri yang mengutukku dan membuangku.

Aku ingin semua ini berakhir. Segera.

Hari itu aku masih menginjak kelas satu SMA dan untuk menghibur diriku aku akhirnya bekerja tanpa sepengetahuan keluargaku. Aku bekerja di toko perlengkapan skateboard milik kak Johnny yang sudah kukenal sejak lama.

"Hendery." panggil kak Johnny. Aku bergumam hm tanpa menatapnya, aku asik mengelap papan skateku.

"Kamu sudah dapat pegawai buat gantiin Yangyang?" tanya kak Johnny sambil menatapku yang sibuk menggosok papan skateku. Aku mengedipkan mataku dan baru teringat setelah beberapa detik kemudian.

"Belum." jawabku.

Kak Johnny menghela nafas panjang dan pergi. Dari ekspresinya terlihat seperti lelah menghadapiku tapi bodo amat.

Benar juga. Yangyang itu sepupuku dan dia satu tingkat dibawahku, dia juga sama bekerja part-time di tempat yang sama denganku. Karena setelah tahun ajaran baru Yangyang resmi menjadi anak SMA tapi dia akan melanjutkan sekolahnya di Jerman. Makanya kak Johnny berharap aku merekrut pegawai untuk menggantikan Yangyang.

Aku menatap langit-langit toko dan menghela nafas, "Malas banget ngerekrut orang, coba aja ada pegawai baru jatuh dari langit." kataku dengan nada malas.

Keesokan harinya, setelah berhasil kabur dari penjagaan ketat dirumah, aku mencari Yangyang untuk masalah pegawai baru itu. Aku membawa diriku berseluncur dengan papan pemberian nenek. Satu-satunya keluarga di mataku.

Aku pergi tanpa pusing harus mencari kemana anak domba itu, karena aku yakin kalau anak itu pasti di dojo milik Kun-ge.

Saat sampai disana, aku melihat Yangyang berdiri di depan gerbang. Buat apa dia menunggu di luar?

"Oi, Yangyang."

Yangyang menoleh dengan wajah malas dan memberikanku jari tengah.

Anak setan, kata hatiku.

Aku membalas acungan jari tengahnya dan berhenti di depan gerbang juga. Kutanya, "Kenapa nunggu disini? Diusir Kun-ge ya? Pantas sih, kamu berisik dan kekanakan. Mana tahan, Kun-ge —ADOH!"

Aku terkejut karena Yangyang berani-beraninya menghantamku dengan papan skatenya ke pantatku. Aku meringis sambil mengusap bokongku yang sakit.

Yangyang malah melototiku dan berdesis, "Jangan berisik. Kun-ge lagi ada tamu."

"Tamu? Tamu agung? Hm, kalau ada tamu begini kenapa kamu malah disini? Biasanya kamu menganggu dan bergelantungan di dekat Kun-ge menarik perhatiannya sampai tamunya syok. Melihat anak SMP berpacaran—"

"BACOT!"

Aku menghindari saat Yangyang hampir memukulku lagi. Aku selalu berpikir hubungan kami tidak bisa dibilang akrab atau tidak sebagai keluarga, terkadang kami sering bertengkar tapi kemudian berteman seperti biasanya.

"Bisa diam engga sih! Kun-ge bilang tamunya itu tuh pelamar kerja, bukan tamu seperti biasanya!"

"Pelamar kerja?" Tiba-tiba aku ingat kalau kami juga punya masalah yang sama. "Ngomong-ngomong masalah pelamar kerja, bagaimana dengan pegawai baru untuk menggantikan shiftmu?"

Yangyang berpikir, lalu menjawab dengan cuek, "Engga peduli."

Aku kembali jengkel. "Oh pantes Kun-ge kesel, kamu aja engga kompeten sama sekali."

"Kunhang, kamu kalau pengen berantem, sini bilang. Aku ladenin!"

Mendengar nama itu, aku menjadi sensitif. Aku benci nama Kunhang karena keluargaku selalu memanggilku dengan nama itu.

"Aku sebenarnya engga niat berantem tapi karena kamu duluan memancing, akan kubuat kamu menyesal, anak setan." kataku sambil meletakkan papan skateku bersandar di gerbang.

"Kamu yang duluan mancing emosi!" teriak Yangyang.

"Kamu!"

Saat aku dan Yangyang sudah siap melempar pukulan, dari lantai dua terdengar suara menginterupsi dengan teriakan lantangnya.

"Yak! Kalian berdua jangan ribut dirumahku, main sana jauh-jauh!" teriak Kun-ge. Sepertinya pembicaraan dia dan calon pegawainya terganggu karena kami.

Aku membalas, "Siapa yang main-main, kami lagi berantem."

Diatas sana Kun-ge melotot galak saat mendengar jawabanku.

Yangyang yang melihat kekasih muncul, merubah sikapnya dari cowok berandalan menjadi pria kecil yang rapuh. Dia mulai mengadu, "Kun-ge, Kunhang tadi mengataiku aku ini berisik dan kekanakan~ Padahal dia sendiri bajingan."

Aku mual mendengarnya. Anak domba ini benar-benar bisa bersikap tidak tahu malu rupanya.

"Ah, Yangyang jangan dengarkan kata anak itu, aku sedang ada tamu—"

"Kamu menjijikan." kataku menyela teriakan Kun-ge. Yangyang geram lagi dan dengan keras menarik rambutku. Bajingan! Aku mengerang kesakitan dan segera melakukan serangan balasan dengan mencubit pipi anak itu.

"YAK!"

Aku mendengar Kun-ge menjerit lagi tapi aku tidak lagi mendengar suaranya dengan jelas karena aku menarik Yangyang untuk pergi dari sana dan berkelahi dengan leluasa di tempat lain.

Perkelahian kami tidak lama karena aku menyerah, aku sadar karena seluruh telapak tangan Yangyang penuh dengan noda hitam dan noda itu mengontaminasi wajahku juga.

"OLI!" teriakku saat sadar noda itu adalah bekas oli.

Yangyang memelet lidahnya dan kemudian kabur tanpa bertanggungjawab. Sialan. Aku kebelakang rumah Kun-ge dan menyelinap untuk meminta air dari taman belakang.

Saat kubercermin menggunakan layar ponselku, bekas noda itu tidak sepenuhnya hilang.

"Bangke." gumamku sambil berjalan mencari papan skateku yang kutinggal. Bodo amat dengan bekas oli, nanti aku dirumah bisa mandi.

Tepat saat aku ingin mengambil papan skateku, aku mendengar suara 'klang!' dan disusul suara orang kesandung. Aku buru-buru berlari mendekat karena seseorang tersandung skateboardku.

Aku melihat seorang pemuda bertubuh kecil hampir terjungkal mencium aspal. Beruntung pria itu jatuh kearahku dan aku menangkapnya tepat waktu. Aku meringis ngilu karena wajah pria itu menabrak dadaku.

Setelah beberapa detik pria dipelukanku akhirnya mendongak dan melihat wajah terkejutnya apalagi hidungnya yang memerah, aku tidak tahan berkata,

"Kau tidak apa-apa? Apa pelukanku terlalu nyaman?"

Itu pertama kalinya aku bertemua denganmu, dan aku tidak tahu kalau kamu akan begitu berharga bagiku.

Orang yang jatuh dalam pelukanku juga memerlukan pekerjaan sambilan dan akhirnya dia bekerja di tempat yang sama denganku untuk menggantikan Yangyang.

Ternyata pegawai baru yang jatuh dari langit benar-benar jatuh. Dan dia jatuhnya tepat dipelukanku. Kebetulan macam apa ini.

Namanya Dejun, itu sih yang aku dengar saat kak Johnny memanggilnya. Kesan pertamaku pada Dejun ini adalah, dia terlalu sensitif. Maksudku, dia begitu khawatir secara berlebihan dengan orang baru. Aku tahu kalau dia menganggapku sebagai ancaman atau orang jahat di awal perkenalan kami. Dejun juga gampang marah, dia sering mendumel dan cerewet, tapi itu lucu. Aku anehnya sama sekali tidak tersinggung dengan ocehannya. Malahan itu terdengar menggemaskan. Di bayangkanku aku melihatnya sebagai t-rex berbadan besar, sangar tapi tangan kecil dan gigi mungil sedang menggeram kesal seperti kucing marah. Hahahaha.

Ah, apa?

Apa tadi aku bilang dia menggemaskan?

Agak memalukan karena sebagai lelaki menganggap lelaki lain itu menggemaskan. Mungkin ada yang salah dengan otakku saat itu dan berusaha mungkin aku tidak berpikiran aneh-aneh terhadap Dejun.

Aku menoleh kebelakang dan menemukan Dejun berjalan dengan wajah tegang sambil mencengkram erat tali tasnya.

Astaga, bener-bener takut dengan orang baru ya. Emang aku ini cowok apaan?

Aku menghentikan laju papan skateku dan tersenyum tipis.

"Takut sama aku ya?"

"Engga tuh." balas Dejun cepat.

Dasar dinosaur si pembohong kecil. Suaramu saja gemetaran gitu. Aku masih tidak tahan sikapnya yang mencurigaiku berkata lagi.

"Jelas sekali, tuan Xiao. Lihat tanganmu yang meremas kemejamu hingga kusut," Aku menunjuk tangan kanan Xiaojun yang meremas kemeja bawahnya hingga kusut. Xiaojun salting. Aku tersenyum semakin lebar saat melihatnya.

"Eh tunggu, kamu tau darimana nama belakangku?" kata Xiaojun terkejut. Benar, Xiaojun memang belum memberitahu nama lengkapnya secara resmi padaku saat ini, tapi saat dia daftar kerja dengan kak Johnny di ruang kerjanya, jelas-jelas aku bisa mendengar percakapan mereka dari luar. Jadi perkara mengetahui nama Xiao Dejun dari hasil menguping bukanlah perkara sulit.

Tapi itu malah membuat Xiaojun menjadi waspada terhadapku. Ah, lucu banget orang ini.

Aku sok-sokan menyeringai, "apa? Gak suka nama belakangmu aku panggil, hm?"

Aku berdiri didepan pemuda Xiao itu yang berdiam kaku, sedikit menunduk sampai tinggi kami menjadi sejajar. "Atau kamu mau kupanggil —tuan Huang, hm?"

"H-huang? Nama siapa lagi itu?"

Ide licik sudah bergerilya di otakku untuk menggoda anak ini. Aku berkata dengan suara rendah,

"Nama belakangku? If you like it, then you can have it,"

Gotcha.

Aku melihat Xiaojun menyerngitkan alis tebalnya, pasti dia mulai mikir nama 'Huang Dejun' diotaknya. Kikikikikik~

Dan sekejap muka itu bersemu merah dan menatapku dengan garang.

Lalu beberapa detik kemudian kesan pada Xiaojun berubah.

Anak ini benar-benar menggemaskan.

Aku tidak tahan untuk menggodanya untuk melihat pipi dia yang merona tipis.

Sial.

Mata marahmu, binar di pupilmu, semu merah di pipimu, semua ekspresimu aku menyukainya. Tapi aku belum satupun melihatmu tersenyum hari itu.

"By the way, nama Huang Dejun bagus juga." pikirku.

Entah jodoh atau apa, tapi ini mungkin sudah takdir. Seseorang yang dulu tidak kukenal dan terikat hubungan karena insiden tersandung skateboard tempo hari, akhirnya menjadi teman baruku.

Aku berlari menghindari amukan Zhongli-laoshi yang selalu mengomeliku karena aku sering bermain skateboard di koridor. Salahku memang tapi lebih cepat bergerak dengan papan beroda ini ketimbang jalan kaki, laoshi.

Di kejauhan aku melihat pria tinggi menjulang yang aku kenal, itu Lucas. Aku harus meminta bantuannya untuk mengalihkan kejaran guru itu.

Namun, ada yang mengalihkan pandanganku. Lucas sedang bersama dengan seseorang dengan seragam yang sama denganku tapi wajah itu...

"Xiaojun?!"

Aku terkejut bisa bertemu dengannya lagi. Dan Xiaojun juga kelihatan terkejut melihatku.

Tunggu, kenapa jantungku berdebar-debar sekarang? Apa karena aku bertemu Xiaojun lagi disaat tidak terduga seperti ini?

Seolah terpacu dengan perasaan antusias asing yang kurasakan, aku ingin menjadi lebih dekat dengannya.

"Ohya, Xiaojun. Nanti kita pulang bareng ya. Kamu datang ke toko kak Johnny kan? Bareng ya, nanti aku tungguin di depan gerbang~" kataku, saat ini aku tidak bisa mengontrol senyumanku.

"Tidak usah!" balas Xiaojun begitu tapi aku tertawa tidak memperdulikan jawabannya, bodo amat kalau dia menolak. Kekekekekek~

"Ahahaha, dadah. Sampai nanti, Xiaojun~"

Aku mau tidak mau pergi dari sana karena aku masih ada urusan dengan guru Zhongli itu. Aku terus melambaikan tanganku pada Xiaojun. Di otakku seolah otomatis tertanam sebuah pikiran —Xiaojun sepertinya jodoh untukku.

Awalnya itu masih samar jodoh dalam hal apa, mungkin persahabatan. Namun ternyata bukan...

Lalu seperti yang aku katakan pada dia diawal, kami pulang bareng. Benar-benar lucu untuk mengobrol dengan Xiaojun. Anak polos dan lugu. Dia bahkan masih takut denganku, dan menolak pulang bersama dan ngotot ingin menggunakan google maps sebagai petunjuk arah. Pfft—

Dan mengingat aku sangat hapal dengan seluruh seluk beluk kota ini, seakan setiap jalan adalah nadiku, aku iseng mengajaknya untuk jalan-jalan.

Tapi mengajaknya untuk jalan-jalan perlu waktu empat bulan lamanya karena Xiaojun terus menolak, entah masih takut padaku atau memang dia terlalu malas jalan-jalan.

Beruntung pucuk yang kutunggu tiba, Xiaojun menerima ajakanku untuk jalan-jalan dengan tawaran aku mentraktirnya. Aku jelas bisa melihat binar antusias dimatanya.

Lalu di hari yang kami tentukan, hari dimana aku mengajak Xiaojun kencan pun tiba. Itulah pikiran tololku memikirkan agenda jalan-jalan kami.

Aku menggunakan skateboardku dan Xiaojun menggunakan sepeda, aku menyuruhnya mengayuh kemanapun dia inginkan, seberapa jauhnya yang dia inginkan dan aku akan terus mengikutinya dibelakang.

Terlalu hanyut dalam kesenangan, aku sampai lupa apa itu rasa takut.

Sudah lama aku tidak merasakan takut dan detik itu jantungku berdebar ketakutan dan rasa khawatir dan cemas membolongi dadaku.

Xiaojun lenyap dari pandanganku dan itu hal menakutkan yang kurasakan selama hidupku.

Aku dengan cepat bergulir dengan skateboardku, bahkan sampai berlari untuk menghindari kerumunan manusia.

Aku berusaha menelponnya.

"XIAOJUN KAU DIMANA HAH? KAMU KENAPA HILANG!?" aku tidak sadar berteriak.

"Hendery, tolong aku! Aku di begal preman!"

Sialan, keberuntungan busuk macam apa yang kamu dapatkan langsung bertemu preman setelah lima menit hilang dariku, Jun.

"HAH?! DIBEGAL PREMAN?! APA YANG KAMU LAKUKAN DENGAN PREMAN ITU, XIAOJUN?!"

"Aku tidak tahu, cepat tolong aku bodoh!"

"PASTI KAMU ADA BERBUAT SALAH SAMPAI MEREKA MEMBEGALMU, CEPAT MINTA MAAF DULU!"

"Bodoh! Minta maaf saja tidak berhasil! Memang ada preman membegal pakai alasan segala!"

"YA BIASANYAー"

"Sudah jangan banyak bicara! CEPAT TOLONG AKU, HENDERY!"

Disini suara Xiaojun jelas gemetaran tapi aku juga sambil berlari mencarimu, Xiaojun. Aku frustasi.

"YA MASALAHNYA KAMU INI DIMANA? LOKASIMU HILANG DARI GOOGLE MAPー" beep.

"BANGSAT!" Aku mengumpat dan menendang udara kosong. Sudah lama aku tidak merasa perasaan tidak nyaman seperti ini.

Aku memutar otakku lagi dan kali ini aku mengandalkan keberuntunganku sendiri.

Hanya ada satu spot di daerah ini yang diisi preman kelas teri.

Aku berlari sekuat tenaga dan di dalam gang yang kukenal, disana ada segerombolan preman teri dan juga Xiaojun.

Tentu saja aku kenal orang-orang brengsek ini. Mereka pernah melawanku dan karena aku dulu kalah jumlah akhirnya aku menyuruh orang ayahku untuk membalas mereka. Dan setelah itu, mereka akhirnya mengenalku dan tidak berani macam-macam denganku. Hanya menyuruh mereka pergi, mereka segera pergi.

Aku hampir saja menghancurkan diriku sendiri. Aku ketakutan, tubuhku gemetaran sampai dititik aku bisa saja jatuh lemas tapi aku menahannya.

Xiaojun jauh lebih ketakutan dan tak berdaya. Aku menyesal. Tapi saat aku menatap bibir tipis yang digigit menahan tangis, aku ingin menciumnya.

Cium dia.

Rayu hatiku. Tapi aku menahannya. Ini salah. Ada yang salah denganku saat ini.

Aku akhirnya memeluknya, menyalurkan rasa frustasi, takut, cemas, khawatir akan semua hal yang mengaduk-aduk diriku.

Aku tidak pernah membayangkan jika aku kehilanganmu lagi lebih buruk dari ini, apa aku jauh lebih gila dari ini.

Setelah melewati hari dan bulan sebagai teman sekolah dan rekan kerja, hubungan kami juga menjadi akrab. Tapi akrab untuk sebelah pihak, aku perlahan-lahan tahu mengenai Xiaojun. Sebaliknya, Xiaojun jelas tidak tahu mengenaiku. Aku sebisa mungkin menghindari topik yang membicarakan soal keluargaku. Karena aku pikir Xiaojun tidak perlu mengetahuinya.

Dia hanya perlu mengetahui aku seorang.

Juga mengenal Xiaojun dan mempelajari sikapnya cukup mengalihkan pikiranku. Tidak sadar, bahkan saat di sekolah atau saat mandi pun aku terus memikirkannya. Awalnya aku menduga kalau aku telah menjadi tipikal pria kurang ajar dan bejat karena terus-terusan memikirkan pria lain diotaknya yang bekerja dengan tidak semestinya, tapi kemudian aku pikir ini jauh lebih baik.

Setidaknya dengan memikirkan Xiaojun saja, aku merasa jauh lebih tenang.

Tapi sungguh, hanya dengan memikirkannya aku menjadi lebih baik, seolah aku berhasil berenang kepermukaan saat aku hampir tenggelam dalam keterpurukan.

Aku suka senyum kecilnya. Aku suka binar dimatanya. Aku tidak suka ekspresi sedihnya. Aku suka memeluk pinggangnya.

Aku tidak suka tatapan sedihnya. Aku tidak suka bertengkar dengan Xiaojun. Aku tidak suka Xiaojun marah padaku. Aku suka melihat senyuman kecil Xiaojun.

Aku suka melihat Xiaojun berlatih skateboard. Aku tidak suka Xiaojun dekat dengan sepupuku.

Aku juga suka menggoda Xiaojun. Aku suka bekerja bersamanya. Aku takut Xiaojun membenciku. Aku takut Xiaojun menjauhiku.

Aku tidak suka suasana canggung kami. Aku suka menyelipkan rambut kebelakang telinganya. Aku suka melihat pipi merahnya. Dan aku suka menciumnya.

Oke, semuanya yang berkaitan dengan Xiaojun membuatku seolah antusias dengan bom. Itu bisa meledak kapan saja tapi memberikanku harapan.

Dan saat aku tidak berada di dekatnya, aku selalu menggali lagi momen yang telah kami lewati. Aku terus mengukirnya di kepalaku hingga dalam dan membekas sampai tak bisa hilang.

Ini membuatku gelisah dan gila. Aku harap aku bisa memilikinya dan menghadapi dunia kejam ini bersamanya. Aku akan membahagiakan Xiaojun dan kami akan membuat keluarga kami sendiri. Yang bahagia. 'Keluarga' yang kudambakan.

Ah, aku berharap aku selalu bisa bersamanya.

Aku tidak ingin semua ini berakhir. Jangan pernah.

Jun.

Ada hal yang kamu harus tau. Bertemu denganmu menjadi salah satu hal terbaik yang terjadi padaku dan kamu selalu ada di pikiranku.

Hari itu aku duduk di gazebo menatap taman dengan beberapa pohon kesemek yang mulai bersemi, sejak kapan ada pohon itu dirumah saja aku tidak tahu. Aku jarang memerhatikan apa yang ada dirumah.

Entah sejak kapan, jati diriku mulai ambruk. Setelah memiliki hubungan dengan kekasihku, Xiaojun, aku mulai memikirkan masa depan kami. Aku yang terlalu percaya diri percaya jika kami bisa bersama selamanya. Maka dari itu, bagaimana caranya aku bisa membangun pondasiku sendiri agar aku bisa menghidupi Xiaojun.

Hahahaha, betapa konyolnya. Seakan-akan Xiaojun ingin hidup dengan orang konyol sepertiku.

Namun aku tetap berubah. Aku menelan kata-kataku sendiri dan berakhir memilih menjadi penerus ayah. Meskipun berat tapi aku yang naif ini akan melewatinya.

Lalu beberapa hari yang lalu aku mendapatkan kabar kakak pertamaku kecelakaan. Beruntungnya bukan kecelakaan parah, tapi awal kakakku bisa teledor membawa mobil sampai tidak konsentrasi adalah karena ayahku. Malam sebelumnya mereka bertengkar, kakakku melindungiku. Dia ingin aku hidup bebas dengan semua impianku dan jalanku sendiri.

Aku tidak mengerti. Dulu kakak perempuan pertamaku-lah yang paling ingin menyingkirkanku. Hanya kakak kedua dan ketiga yang masih memerhatikanku. Tapi kenapa dia bertindak sejauh itu sekarang.

Semenjak memiliki anak laki-laki, ayahku mulai fokus padaku. Dia pikir anak perempuan hanya akan seperti ibunya. Wanita berstatus tinggi yang mementingkan kecantikan. Tapi ketiga kakakku tidak begitu. Mereka bahkan mampu menyaingi saudara yang lain dikeluarga kami tapi tetap saja, dimata bejat seorang ayahku, mereka tidak berguna.

Makanya kakakku dulu membenciku, tapi kenapa sekarang dia melindungi kehidupanku sendiri disaat aku sudah siap menerima semuanya.

Namun aku tidak bisa melepaskan gear yang sudah aku tarik. Aku tahu jika aku menyia-nyiakan perjuangan kakakku tapi aku tidak setega itu membiarkan mereka menderita juga. Toh, aku juga tidak memiliki bakat atau kemampuan apapun.

Aku benar-benar anak sekolah biasa tanpa prestasi.

"Kun-er." panggilan lembut dari seorang wanita muda membaurkan lamunanku.

Aku kembali sadar dan pandanganku kembali fokus pada rimbunnya pohon kesemek ditaman, lalu aku beralih menatap wanita di hadapanku.

"Maaf, kak. Aku melamun tadi."

Crystal tersenyum kecil menatap adik kecilnya. Laki-laki didepannya bukan lagi anak kecil yang memberontak dan sering dia lampiaskan kebenciannya. Hendery telah dewasa.

Senyum hangat terukir di bibir tipis Crystal, "Kun-er, maaf kakak tidak bisa menjadi kakak yang baik untukmu. Sekarang keputusan berada ditanganmu, kamu memilih menjadi penerus ayah. Tapi kamu jangan takut, kakak masih ada disisimu, menjaga dan mengawasimu. Kakak akan berusaha semampu mungkin agar ayah tidak semena-mena padamu dan kamu bisa melangkah dengan kakimu sendiri."

Itu kata-kata yang sangat kuingat setelahnya. Membuatku semakin yakin akan pilihanku. Bukan menjadi polisi. Bukan menjadi pemain skateboard profesional. Bukan menjadi pegawai biasa. Melainkan aku akan berakhir menjadi korporat seperti ayahku.

Namun,

Beberapa bulan kemudian aku menyesal dengan keputusanku sendiri. Aku akan pindah ke Beijing untuk melanjutkan studiku dan aku tidak diijinkan untuk menyentuh Makau.

Aku kembali gelisah dan cemas, memikirkan jika aku berpisah dan tidak bisa menemui Xiaojun adalah situasi terburuk yang kupikirkan.

Disaat aku merasa gundah, aku biasa menghisap satu atau dua batang rokok. Lucas ada di sebelahku, senantiasa mendengarkan curhatanku sambil merokok juga. Kami berada di atas kos-kosan lama yang biasa aku tempati untuk bersembunyi.

"Apa kamu serius tidak akan memberitahu Xiaojun soal ini, Hendery?" pertanyaan Lucas memecah suasana tenang malam itu.

Aku tersenyum kecut. "Aku belum siap, Kas. Aku benar-benar belum siap kalau aku harus pergi tanpa bertemu Xiaojun. Bagaimana jika membenciku dan dia melupakanku?"

Lalu aku tersadar jika jawabanku tidak menjawab pertanyaan Lucas sama sekali. Tapi aku benar-benar bingung.

Lucas menjatuhkan puntung rokoknya ke tanah dan menginjaknya dengan santai. Berucap, "Kalau kamu takut dia melupakanmu, belikan saja hadiah seperti cincin buat dijadikan token cinta."

Aku melirik temanku ini dan termenung.

Lalu beberapa hari kemudian aku mengikuti saran Lucas, aku membelikan sepasang cincin berwarna perak yang berkilau. Bentuk kecil namun kokoh ini sangat cocok dijari ramping Xiaojun, harusnya. Tapi dinosaurku tidak berniat menggunakannya sama sekali. Aku kecewa tapi tidak juga, toh dia menerima cincinku dengan wajah manis yang kusuka.

Ah, aku ingin terus bersamanya.

Namun waktu tidak pernah berhenti bergerak. Dan rahasia yang harusnya terjaga pada akhirnya terungkap.

Xiaojun mengetahui aku akan pindah ke Beijing dan itu gara-gara Lucas. Aku tau Lucas si bajingan tiang itu sengaja melakukannya dengan kedok dia tidak sengaja keceplosan. Menyingkirkan masalah Lucas itu, aku lebih memerhatikan Xiaojun yang anehnya tidak begitu marah atau menunjukkan ekspresi kecewa seperti yang kubayangkan.

Tapi dia malah membuat janji padaku; "Kalau musim dingin telah selesai, ayo kita main skateboard bersama dan bawa aku keliling kota lagi seperti dulu."

Aku tidak ingat apa jawabanku saat itu, apa aku mengiyakan atau tidak. Tapi yang kuyakini, jika aku memang sudah berjanji padanya, aku jelas mengingkarinya.

Kemudian, hari-hari semakin buruk. Ayahku mulai mencurigai setiap orang-orang disekitarku. Jadi aku mau tidak mau menghindari dari Xiaojun.

Musim dingin hampir berakhir, dan musik semi berkembang ditengah suhu dingin. Upacara kelulusan tinggal menghitung hari dan aku bertindak sangat bodoh. Menghindari Xiaojun disaat aku jelas-jelas akan meninggalkannya.

Lagi dan lagi. Tidak hanya waktu yang terus bergerak. Roda kehidupan juga sama. Disaat aku pikir duniaku aman, nyatanya tidak.

Hatiku mencelos, isi perutku seperti telah dikosongkan dan udara dingin menghela diantaranya. Aku menatap takut saat ayahku menunjukkan foto Xiaojun. Bajingan tua ini telah mengetahui rahasia hubungan kami.

Aku bertengkar dengan ayah dan ibuku lagi. Kakak-kakakku tidak bisa berkutik banyak. Aku terus menghajar orang-orang ayahku yang ingin menghadangku. Aku sudah berusaha sampai titik ini. Yang mereka inginkan hanyalah status bukan? Aku yang sebagai bidak boneka mereka apa tidak bisa memiliki dunianya sendiri?

Benar, sejak kapan bidak memiliki dunianya sendiri?

"JANGAN BERANI-BERANI KAU MENYENTUH DIA, DIA TIDAK ADA HUBUNGANNYA DENGANKU! AKU SUDAH SETUJU MENGIKUTI KEMAUAN GILAMU UNTUK MENJADI PENERUS KEGILAANMU KARENA WARISAN YANG KAU KEJAR ITU. JANGAN BERANI-BERANI KAU GANGGU DIA DAN KELUARGANYA!"

Kumohon.

Kemudian aku menatap wajah ibuku. Dan aku ingat ekspresi itu. Meskipun dia berkata dia akan menjadi ibu yang lebih baik, nyata ekspresi dingin dan riak jijik dimatanya saat menatapku tidak sekalipun berubah.

Kakiku melangkah secepat dan sejauh mungkin. Aku berhasil kabur dari rumah dan kejaran orang-orang ayahku.

Aku pikir tidak ada gunanya kabur sekarang tapi aku perlu menenangkan diriku. Langit malam tanpa bintang dan hembusan angin dingin menusuk tubuhku yang mulai bergetar lemah.

Aku tidak memiliki apapun lagi. Aku harus menghindari Xiaojun lagi dan lagi sampai Xiaojun tidak berurusan denganku. Aku takut. Aku tidak pernah merasa takut dengan apapun bahkan dengan kehidupanku sendiri. Di hidupku aku dua kali merasakan takut, pertama; saat Xiaojun hilang saat kamu berjalan-jalan, dan kedua; setiap saat kupikir Xiaojun akan mencampakkanku.

Akhir-akhir ini aku mulai memikirkan, bagaimana bisa Xiaojun menjadi begitu berharga bagiku? Bagaimana aku begitu bergantung pada dinosaur kecilku itu? Aku menjatuhkan diriku untuk dia. Apa ini yang dinamakan termakan oleh cinta?

Selama hidupku yang kurang mengenal dengan namanya cinta dan aku kurang menaruh hati dengan cinta pada pasanganku. Aku sudah menyerah dengan omong kosong itu pada awalnya sampai Xiaojun benar-benar datang, seolah-olah tidak sengaja menarik benang merahku yang terpintal-pintal dan merapikannya untukku karena kebaikannya. Dia harusnya hanyalah 'orang' yang lewat dalam hidupku untuk merapikan benang merahku yang kusut. Namun, aku sendirilah yang berdiri untuk mengikuti Xiaojun, yang telah merapikan benangku.

Jika aku berakhir berdiri diam disaat Xiaojun terus melangkah menjauh, maka benang-benangku akan kembali kusut dan kusut. Lalu kemudian, putus.

Di tengah pikiran kalutku, aku melihat sosok bayangan mendekat dengan ragu-ragu.

Aku tidak mengharapkan siapapun tapi yang muncul adalah,

─ ─Xiaojun.

Jun, jika aku terus mengingkari janjiku. Kutuk saja aku sebisa yang kamu mau. Pukul aku sekeras mungkin. Hina aku sekasar yang kamu inginkan. Tapi tolong, jangan tinggalkan aku.

Bahkan jika duniaku ini hancur, kamu satu-satunya yang dapat kuandalkan.

Xiaojun, jika musim terus berubah, apa kamu akan tetap berada disisiku?

Meskipun terpisah jarak. Aku tidak akan pernah melupakanmu.

Jika kamu melupakanku. Aku tidak marah. Kamu layak mendapatkan yang jauh lebih baik daripada aku.

Keesokan harinya tanpa mengucapkan sepatah kata apapun, aku meninggalkan Xiaojun.

Aku tidak pernah memaafkan diriku sendiri yang pengecut ini.

Empat tahun berlalu sudah aku meninggalkan Xiaojun dan aku tidak memiliki keberanian untuk memunculkan batang hidungnya di depannya.

Selama empat tahun aku tidak menatap senyum manis itu dan menyentuh tubuh kecil itu. Dan perlahan aku mulai melupakan seperti apa rupa, suara, suhu hangat tubuhnya, sensasi lembut bersentuhan dengan kulitnya —semuanya perlahan-lahan tampak samar di kenanganku.

Tapi.

Aku berlari kecil kearah depan saat melihat seseorang hampir jatuh tersandung papan skatenya. Beruntungnya aku bergerak tepat waktu dan saat orang yang kutolong menoleh, dengan senyuman yang tidak dapat kukontrol, aku tidak tahan berkata—

"Kau tidak apa-apa? Apa pelukanku terlalu nyaman?"

The Epilog of Bad Romance,
END

Akhir Kata

Halo untuk para pembaca Bad Romance~

Disini aku ingin mengucapkan rasa terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada kalian yang sudah membaca dan mendukung cerita ini, karena perjalan "Bad Romance" telah berakhir. Cinta kasih dan perhatian kalian tidak pernah kulupakan, juga aku ucapkan permohonan maaf untuk banyaknya kekurangan yang kuberikan dalam cerita ini.

Rasanya lega and plong, seperti kita akhirnya telah sampai tujuan dari perjalanan yang amaaaaat panjang dan melelahkan, lalu berbaring nyaman di ranjang kesayangan karena bisa menamatkan cerita 'Bad Romance'.

Dan disini sekalian aku juga pengen nambahin catatan kecil karena ada beberapa detial yang kucomot untuk cerita ini tapi tidak teraplikasi dengan baik untuk nyempil diantara narasi.

Titik awal: ini jelas terinspirasi dari anime "SK8 : The Infinity" karya original dan di produksi oleh studio Bones. Terus karakter Hendery disini aku terinspirasi dari lagu Mind Over Matter dari Young the Giant, And when the seasons change? Will you stand by me. Cause i am a young boy built to fall. dari lirik ini aku kembangin untuk karakter Hendery disini. related banget sama Gege satu ini, kan?

Lalu judul: aku paling payah buat nentuin judul. Tapi pada akhirnya aku beruntung bisa milih judul «Bad Romance» karena sesuai dengan kisah cinta remaja ala-ala henxiao disini yang amburadul alias bener-bener buruk sebagai cerita romansa anak sekolah. Dulu makai judul Bad Romance karena kepincut lagi Bad Romance yang di nyanyiin.

🎶 I want your love, and I want your revenge
You and me could write a bad romance.

Isi cerita dan plot: aku kalap. Semuanya berjalan gitu aja tanpa pertimbangan matang dan gak sesuai dengan ide awal. Pada akhirnya cerita berjalan karena aku nonton Toktok dan beruntung fypnya quotes2 yang cocok.

Baik, sekian akhir kata dariku dan sekali lagi terimakasih banyak semuanya.

Bad Romance
August 2023, End