DISCALAIMER! BACA INI DULU SEBELUM LANJUT.

Hai, semuanya. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya jika dalam proses membaca Find Me in Your Memory di chapter setelah ini. Draft awal dan ide cerita ini sudah hilang entah kemana makanya akan ada beberapa mungkin banyak perubahan tapi tentunya itu nggak bingungin banget sih. tapi, di antaranya tuh ini:

1. Setting: di awal nulis ini kan setting-nya tahun 2012 ya, ini aku ganti ke tahun 2014. karena apa?

2. Karena umur Scorpius dan Carina yang masih kecil banget kalo setting masih tahun 2012 karena ga akan relate sama cerita ini karena nantinya akan ada beberapa percakapan SC (bukan Sehun-Chanyeol) juga di chapter sebelum yang menurutku ga masuk buat anak umur 6 tahun.

3. Jadi, umur SC di sini adalah 8 tahun ya.


Draco Malfoy akan datang ke rumahnya hari ini. Hermione gugup dan bingung, padahal seharusnya ia bisa bersikap seperti tidak terjadi apa pun. Dia tidak tahu kalau ingatan Hermione sudah kembali. Dia bukan penyihir bodoh. Dia pasti akan menyadari jika ada perubahan pada sikap Hermione hari ini. Itulah yang dikhawatirkannya.

Apakah ia harus memberitahu Malfoy kalau ia adalah Hermione?

Apakah pria itu akan percaya?

Bagaimana jika tidak?

Ia yakin Malfoy akan melakukan hal yang di luar dugaan. Hal yang tidak terpikirkan olehnya.

Namun, bisa juga tidak.

Ia tidak bisa menjadi Mia Blanco. Mia Blanco sangat menyukai Draco Malfoy. Merlin! Mia mencintai Draco Malfoy. Mereka tidak bertemu beberapa hari terakhir dan jika ia adalah Mia, sudah pasti, mereka akan menjadi liar.

Tubuhnya merinding.

Ia membayangkan apa yang dilakukan Draco kepada Mia. Pria itu akan memeluk Mia, mencium puncak kepalanya, dan membisikan kata-kata cinta pada Mia yang tentu saja membuat dirinya meleleh. Mia akan meminta bahkan memohon agar Draco menyentuh dirinya, membuat Mia semakin meleleh sebelum akhirnya mereka bersatu dan mencapai puncak.

Hermione buru-buru menggeleng-geleng. Tidak. Ia tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Bercinta dengan Draco Malfoy adalah hal terburuk yang bisa ia pikirkan saat ini. Ia bukan Mia Blanco. Ia juga tidak mempunyai perasaan yang sama terhadap Malfoy seperti yang Mia rasakan. Ia adalah Hermione Granger dan ia akan memberitahu Draco Malfoy.

Setelah mengantar Scorpius ke sekolah, Hermione kembali ke rumah untuk bersiap-siap. Malfoy tidak pernah terlambat dan selalu menepati janjinya, setidaknya selama ia menjadi Mia, Malfoy selalu dapat dipercaya.

Suara ketukan pintu membuat Hermione terperanjat dari duduknya. Jantungnya berdetak cepat sekali sampai membuat lututnya lemas. Ia mengatur nafasnya terlebih dahulu sebelum membuka pintu.

Seperti yang sudah ia duga, Malfoy memeluknya, erat dan penuh kehangatan seakan memberitahu Hermione kalau dia sangat merindukannya.

Hermione seharusnya membalas pelukannya dan mengucapkan kata-kata manis seperti, "Aku merindukanmu. Atau, aku tidak bisa tidur semalam karena menanti kedatanganmu." Tapi, bukannya mengucapkan kata-kata manis, Hermione malah diam seribu bahasa, tubuhnya tegang dan kaku, juga tidak membalas pelukan Malfoy. Malfoy menyadari hal itu karena dia melonggarkan pelukannya.

"Kenapa aku merasa kau tidak senang akan kehadiranku?" ucap Malfoy kecewa.

Hermione memaksakan dirinya untuk tersenyum dan melepaskan perlahan melepas pelukan Malfoy. Ia memberi isyarat agar Malfoy duduk selagi Hermione menyiapkan teh untuknya. Ia sengaja memperlama proses pembuatan karena pikirannya saat ini sedang bekerja keras sekali: apa yang harus ia lakukan setelah ini?

"Mia, apa kau sakit?" tanya Malfoy khawatir.

Hermione menggeleng.

"Ada apa?"

Tidak ada gunanya berbohong. Ia juga tidak ingin berpura-pura menjadi Mia karena ia tahu mereka akan berakhir di ranjang.

"Ada sesuatu yang ini aku katakan padamu," ucap Hermione gelisah. Ia sudah duduk di samping Malfoy setelah meletakan teh di atas meja. "Tapi sebelumnya, aku ingin kau janji satu hal padaku," Malfoy mengangguk, menurut. "Kau tidak boleh memotong ceritaku dan kau harus jujur padaku jika aku bertanya padamu."

"Itu dua hal, Mia," kata Malfoy tersenyum.

Hermione tidak peduli. Ia tidak terbiasa dengan senyuman Draco Malfoy. "Apa kau berjanji?"

Malfoy mengangguk, dan masih tersenyum.

Hermione menutup wajahnya dengan kedua tangan, menarik napas panjang, dan menghembuskannya keras-keras.

Ia memberanikan diri menatap mata kelabu Malfoy. Mia selalu menatap Malfoy penuh cinta sampai setiap kali dia melakukannya, Malfoy akan menunduk dan mencium. Tapi saat ini, Hermione tidak memberikan tatapan tersebut. Ia yakin sekali, tatapannya saat ini adalah tatapan yang selalu ia berikan selama 7 tahun mereka saling mengenal: tatapan kesal, penuh kekesalan, jengkel, dan kebencian.

Di luar dugaan, Malfoy bereaksi sangat cepat. Tatapan penuh cinta yang diberikannya untuk Mia sudah menghilang dan berubah menjadi takut, kaget, tapi penuh harapan dan sedikit kesedihan.

Hermione menyeringai. "Kau tahu siapa aku."

Hermione tidak bertanya melainkan memberikan pernyataan. Mata kelabu Malfoy bergerak tanpa melepaskan tatapannya, mencari sesuatu seperti harapan atau juga ketidak percayaan atas apa yang dia saksikan saat ini. Pria di hadapannya tahu. Draco Malfoy tahu kalau ia bukan Mia Blanco.

Butuh beberapa detik bagi Malfoy untuk mengendalikan dirinya, lalu menjawab pertanyaan Hermione. "Kau bukan istriku," ucapnya singkat dengan suara pelan.

Hermione menarik tatapannya dan mundur sedikit menjauhi Malfoy, membuat jarak di antara mereka. Malfoy menyadari itu. Dia menatap jarak yang dibuat Hermione sesaat. Hermione bingung kenapa merasa bersalah tapi ia tidak bisa berada terlalu dengan pria yang di masa remajanya habis-habisan merundungnya hanya karena status darah.

"Tapi aku orang yang sama," ucap Hermione. Suaranya lantang dan menantang.

"Apa yang terjadi?"

Terlalu tenang, pikir Hermione. Tadinya, ia berasumsi Malfoy akan menolak menerima perubahan ini dengan penuh drama. Di luar dugaan, pria itu tenang sekali, terlalu tenang sampai membuat Hermione iritasi.

"Aku ingat semuanya."

"Tidak semuanya," ucap Malfoy pelan.

Hermione menaikkan alis kanannya.

"Kau akan langsung menghubungiku jika kau ingat semuanya."

Hermione tidak suka ini. Malfoy memang benar.

"Hal terakhir yang aku ingat adalah perang sudah selesai," balas Hermione tanpa basa-basi. "Perasaanku amat senang dan lega karena tidak akan ada lagi Voldemort dan antek-anteknya, Pelahap Maut. Termasuk kau, Malfoy, dan juga keluargamu dan semua penyihir yang terlibat."

Malfoy bergeming. Wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Hal yang tidak pernah Malfoy lakukan pada Mia.

"Kau tidak ingat apa yang terjadi setelahnya?" tanya Malfoy masih tanpa ekspresi.

Hermione menggeleng.

"Apa ingatanmu yang ini mempengaruhi dirimu yang sekarang? Sebagai Mia?"

Hermione tertawa pelan. Ia yang seharusnya bertanya pada Malfoy. "Tidak," jawabnya pelan. "Setelah aku sadar akan ingatanku, aku juga sadar bahkan hal selanjutnya yang aku ingat adalah malam di mana aku bangun dengan sebuah kertas dan Scorpius masih hidup. Aku rasa kau tentunya tahu kisahku selanjutnya."

Malfoy mengangguk.

Hermione diam sebentar untuk menarik nafas lalu melanjutkan ceritanya,

"Aku terbangun dari tidurku semalam dalam keadaan kepalaku sakit. Satu per satu ingatanku kembali, muncul di hadapanku seperti aku sedang menonton film. Tak lama, Scorpius datang. Aku terkejut bukan kepalang karena melihat ada anak laki-laki yang mirip sekali denganmu dan memanggilku Mum. Aku pikir aku gila tapi tidak. Oh, mungkin aku gila karena setelah aku sadar kalau aku adalah Hermione Granger, aku juga sadar kalau aku adalah istrimu. Bukan sadar karena aku ingat pernah menikah denganmu, tapi karena aku sebagai Mia pun tahu siapa namanya istrimu. Dan aku tahu seluruh kisahmu."

"Wow," hanya itu respons yang diberikan oleh Malfoy.

"Apa kita benar-benar menikah?" tanya Hermione frutasi. Ia tahu ini konyol tapi ia berharap Malfoy menjawab tidak. Ada banyak pertanyaan yang bisa ia tanyakan tapi ia memilih pertanyaan tersebut.

"Apa aku harus menjawabnya?" Malfoy tersinggung. "Kau tahu kisahku, Granger, dan kau masih bertanya?"

Hermione mendengus juga merasa tersinggung. Rasanya sudah lama sekali seseorang tidak memanggilnya Granger dan sejauh yang ia ingat, hanya Malfoy yang memanggilnya Granger dengan penuh tekanan. Dengan dia memanggil Hermione dengan nama belakangnya, maka Draco Malfoy yang dipuja Mia Blanco sudah tidak ada.

"Kenapa kau menikahiku?"

"Karena aku mencintaimu."

Hermione merinding mendengar jawaban Malfoy yang terlalu jujur dan tidak bertele-tele. Di satu sisi ia merasa lega karena memang benar pria itu mencintainya tapi di sisi lain ia merasa geli. Malfoy yang ia ingat adalah remaja berusia 17 tahun yang sedang galau akan kehidupannya sebagai Pelahap Maut. Ia sama sekali tidak mengenal Malfoy yang mencintainya.

"Kau merundungku selama 7 tahun, Malfoy," seru Hermione. "Dan dengan santainya kau bilang kau mencintaiku?"

"Aku memang mencintaimu, Granger," balas Malfoy gusar. "Tentu saja bukan kau yang sok tahu, suka menggurui, dan suka ikut campur urusan orang lain. Bukan juga kau yang sekarang. Bukan…" Malfoy diam sebentar. Dia juga terlihat frustasi. "Bukan dirimu sebelum perang. Percaya padaku bahwa semua perasaan ini ada, semua hal ini terjadi setelah perang. Aku tidak mempunyai sedikit perasaan romantis padamu sebelum perang, jadi, jangan terlalu percaya diri."

"Kau sungguh menyebalkan," gerutu Hermione.

"Percayalah, kau pun sama menyebalkannya."

"Kenapa?" Hermione hampir berteriak. Ia mungkin akan gila sebentar lagi. Ia memikirkan hal ini semalam suntuk. "Kenapa aku bisa hilang ingatan? Apa ini karma karena aku menghilangkan ingatan orang tuaku atau–"

Hermione mendadak berhenti dan ketakutan menjalar di sekujur tubuhnya. Orangtuanya. Bagaimana ia bisa tidak memikirkan orangtuanya? Ia terlalu sibuk memikirkan Draco Malfoy dan bagaimana mereka bisa menikah sampai-sampai ia lupa akan orang tuanya sendiri.

"Orangtuaku?" ujar Hermione lirih. Kemarahannya menghilang begitu ia mengingat orangtuanya. Ia meminta jawaban pada Malfoy, memohon dan berharap pria itu bisa memberikan jawaban yang ia inginkan. "Apa yang terjadi pada mereka?"

Ekspresi Draco melunak saat ini. Senyum tipis terlukis di wajahnya sebelum menjawab, "Mereka baik-baik saja. Auror berhasil mengembalikan ingatan mereka meskipun demikian mereka tetap tinggal di Australia. Mereka baru saja datang ke Inggris saat Carina ulang tahun dan sudah kembali lagi ke Australia beberapa minggu yang lalu."

Hermione menutup matanya dan merasa lega. Ia teramat rindu pada orangtuanya. Pasti sangat sulit bagi mereka menerima kenyataan bahwa putrinya tewas karena dibunuh oleh seseorang.

Dibunuh.

Itu yang harus ia tanyakan.

"Siapa yang melakukannya?" tanya Hermione tajam.

"Melakukan apa?"

"Membunuhku. Siapa yang membunuhku?"

"Aku tidak tahu."

"Apa?"

Itu bukan jawaban yang Hermione harapkan dari Malfoy. Kenapa mudah sekali baginya menjawab pertanyaan krusial seperti itu? Tidak tahu?

"Bagaimana mungkin kau tidak tahu, Malfoy?" seru Hermione kesal. "Kau punya sejarah di mana kau bisa melacak penyihir di mana pun mereka berada. Entah cara apa yang kau lakukan. Tapi, kau tidak bisa menemukan siapa yang membunuh istrimu?"

"Aku tidak tahu dari mana kau berasumsi kalau aku bisa melacak lokasi orang lain," balas Malfoy tersinggung. "Aku bukan orang yang tepat dalam memberikan penjelasan kepadamu kenapa aku tidak tahu. Bukan hanya aku, Potter bahkan tidak bisa meminta perpanjangan waktu untuk melanjutkan kasusmu. Kementerian menolak karena selama 3 tahun penyelidikan, mereka tidak menemukan satu bukti yang membawa pada pelakunya."

"Dan kau menyerah begitu saja?"

Malfoy tidak langsung menjawab. Wajah pucatnya merah seperti udang rebus, rahangnya mengeras mengisyaratkan dia sedang menahan emosinya.

"Harry adalah Kepala Auror, kan?" Hermione ingat Malfoy bercerita beberapa minggu yang lalu.

"Ya, baru saja dia naik jabatan awal tahun ini."

Hermione menggerung tak habis pikir. Kenapa bisa Kementerian berhenti melanjutkan penyelidikan terhadap kasusnya? Kenapa Harry tidak bisa menemukan bukti tentang kasusnya? Dan juga, kenapa Malfoy tidak bersikeras melanjutkan kasus ini?

"Kenapa kau menyerah?" Hermione bertanya penuh kekecewaan. "Kau bilang kau mencintaiku, kalau begitu, kenapa kau menyerah dan tidak melakukan apapun yang kau bisa untuk melanjutkan kasus ini?

"Damn it, Granger," seru Malfoy gusar. Dia berdiri sambil menjambak rambutnya menyebabkan tatanan rambut sempurna Malfoy kini berantakan. Dia seharusnya terlihat parah sekali dengan rambut berantakan dan luapan emosi yang tidak dia tutupi, tapi, Hermione tidak bisa memungkiri, pria ini memamg tampan.

"Kau bukan Auror," kata Hermione. Ia tidak ingin terdistraksi pada kenyataan betapa tampannya Draco Malfoy. "Kau mungkin tidak ikut andil dalam penyelidikan. Mungkin ada sedikit bagianmu, tapi tidak banyak."

"Kau salah," ujar Malfoy kesal. "Aku bahkan tidak ikut bagian sama sekali. Aku menyerahkan sepenuhnya kasus ini pada Potter dan Weasley. Mereka mempunyai tim yang andal tapi tetap tidak bisa menemukan satu bukti."

"Apa?! Kau tidak ikut andil? Apa kau benar-benar mencintaiku?"

Malfoy memandang Hermione penuh dengan tanda tanya. Ada banyak sekali kesedihan di wajah pria itu begitu Hermione selesai berbicara. Ia sempat merasa bersalah dan berharap bisa menarik kata-katanya tapi pria di depannya ini sering sekali menyakiti Hermione dengan kata-katanya.

"Aku kehilangan kau, Granger," suara Malfoy bergetar. "Aku kehilanganmu dan Scorpius. Carina kehilangan ibu dan kakaknya. Kau pikir aku masih punya tenaga untuk melakukan itu semua?"

Suara Malfoy mulai meninggi tapi dia masih bisa mengendalikan dirinya untuk tidak meledak.

"Kau dan Scorpius hilang berhari-hari," Malfoy melanjutkan ceritanya. "Ketika kami menemukan lokasimu, kami berpikir kau dan Scorpius akan baik-baik saja. Aku berharap kau dan Scorpius masih hidup, selamat tapi tidak."

Malfoy bernapas begitu cepat membuat dadanya naik turun. Dia terlihat kesal tapi Hermione tahu, dia tidak kesal, dia sedih dan terluka. Sakit hati. Dia seperti tidak bisa melanjutkan tapi dia ingin. Dia ingin melanjutkan tapi tidak ingin membuka luka lama. Tanpa diberitahu pun, Hermione sudah tahu, ia juga yakin kalau Malfoy amat terluka dengan kejadian itu.

"Kami menemukan kalian di bawah reruntuhan sebuah rumah yang terbakar," lanjut Malfoy. "Tubuh kalian berdua terbakar, tidak sampai hangus tapi... tapi sangat parah. Meskipun begitu, Potter dan Weasley bisa mengenalimu."

"Dan kau?"

"Aku tidak tahu apa yang terjadi setelah itu karena aku pingsan begitu melihat tubuhmu."

Hermione menutup wajahnya lagi dan berteriak. Ia ingin menangis tapi tidak bisa. Tidak berguna juga baginya untuk menangis.

Apakah separah itu kondisinya sampai seorang Draco Malfoy pingsan? Apa juga yang terjadi pada Malfoy selama beberapa hari Hermione menghilang? Kondisi pria itu mungkin juga tidak baik. Merlin. Hermione tidak ingin memikirkan perasaan Malfoy saat itu tapi tentu saja tidak bisa. Sulit rasanya bertanya mengenai hal itu tanpa membawa perasaan Malfoy. Selain dirinya, kemungkinan besar, Malfoy adalah orang yang paling tersakiti dalam kasus ini.

"Duduklah," pinta Hermione pelan pada Malfoy yang masih berdiri. Ia mengesampingkan egonya. Ia tidak ingin Malfoy marah saat ini. Pria ini harus segera didinginkan.

"Aku pikir, aku lebih baik pergi," kata Malfoy.

"Jangan pergi!," seru Hermione.

"Apa lagi yang ingin kau tanyakan?"

"Scorpius dan Carina."

"Ada apa dengan mereka?" Malfoy pun duduk saat ini

"Tidak. Tidak," jawab Hermione bingung. Ada banyak pertanyaan mengenai dua anak itu tapi, "Malfoy, apakah… apakah kau percaya begitu saja kalau aku memang Hermione Granger?"

"Apa kau ingin aku tidak percaya?"

"Oh, ya ampun. Bukan begitu," Hermione sebal sekali pada Malfoy. "Maksudku, kau tidak berpikir kalau aku sedang mempermainkanmu, kan?"

"Apa kau memang sedang mempermainkanku?"

"Oh yang benar saja." Hermione menghembuskan nafasnya keras. Malfoy memang menyebalkan. "Berhenti menjawab pertanyaanku dengan pertanyaan, Malfoy!"

"Lalu, apa yang kau inginkan?"

"Aku ingin melakukan tes DNA."

"Apa?"

"Tes DNA. Tes kedokteran muggle untuk mengetahui apakah aku memang Hermione Granger."

"Aku tahu fungsi dari tes itu, Granger," cemooh Malfoy. "Maksudku, kenapa kau ingin melakukannya? Apa kau sendiri tidak yakin kalau kau bukan Hermione?"

"Bukan untukku, tapi untuk Scorpius. Jika benar kita menikah dan kita mempunyai anak kembar, maka Carina juga anakku, dan tentu saja Scorpius anakmu. Aku tidak suka ketidakpastian jadi aku membutuhkan bukti kalau memang Scorpius adalah anakmu."

"Apa ciri-ciri fisiknya masih kurang meyakinkan?"

"Tidak, tentu saja tidak tapi bisa jadi kau bukan ayah Scorpius."

"Apa?! Tidak ada penyihir di Inggris yang bisa mempunyai anak seperti Scorpius selain aku."

"Tentu saja ada. Ayahmu."

"Kau gila, Granger. Kau berpikir kalau Scorpius adalah adikku? Kau membiarkan dirimu berpikir kalau kau dan ayahku…"

"Tidak! Tentu saja tidak, oh Merlin! Yang benar saja," Hermione memutar kedua bola matanya. Ia pun jadi merinding. Menikah dengan Draco Malfoy saja sudah menjadi hal yang di luar nalar. Kenapa bisa ia berpikir terjadi sesuatu antara dirinya dan Lucius Malfoy?

"Aku tidak ingat satu pun akan kehidupanku setelah perang selesai. Aku memikirkan banyak kemungkinan saat ini, ketidakpastian yang membuatku khawatir. Aku butuh kepastian. Aku melakukan ini bukan untukku, tapi untuk Scorpius. Jika kau memang ayahnya, aku ingin ada bukti. Aku ingin memberikan kepastian untuk Scorpius. Aku ingin Scorpius tahu kalau dia mempunyai seorang ayah."

Malfoy tidak mengatakan satu kata pun.

"Aku juga mau melakukan itu untuk Carina," lanjut Hermione. "Aku memang yakin kalau aku adalah Hermione Granger tapi aku bisa saja bukan Hermione. Seseorang bisa saja memanipulasi memori, melakukan berbagai macam cara agar aku mirip sekali dengan Hermione. Jika aku memang Hermione dan ibunya Carina, maka aku akan merasa lebih dari bahagia menerima fakta bahwa aku mempunyai 2 anak. Selain itu, ini akan menjadi hal yang membahagiakan bagiku, mengetahui bahwa anak-anakku - anak-anak kita - mempunyai orang tua yang lengkap."

.

.

.

Tanpa menunggu banyak waktu, Draco membawa Hermione menemui Blaise.

Amat melelahkan.

Semuanya terjadi begitu cepat sampai membuat Draco tidak sempat memikirkan perasaannya sendiri. Perasaannya mungkin akan sama bingungnya dengan pikirannya saat ini. Ia seharusnya senang tapi ia tidak bisa senang. Asumsinya selama ini benar. Mia Blanco adalah Hermione Granger.

Wanita yang kini duduk di sampingnya, menatap jalanan dengan padangan kosong sambil sesekali menghela napas, memang kehilangan ingatannya. Hermione mungkin kehilangan ingatannya tapi tubuhnya mengingat siapa dirinya. Cara Mia marah ketika sesuatu yang seharusnya dapat dia kendalikan tapi gagal. Ketika Mia tertawa akan sesuai yang amat lucu. Dan banyak hal kecil-kecil yang terlalu mirip.

Asumsinya benar. Mia Blanco adalah Hermione Granger.

Tapi, masalah tidak selesai sampai di situ.

Hermione ternyata masih hidup tapi dia tidak mempunyai memori tentang Draco. Draco yang dia kenal adalah remaja yang merundungnya selama di sekolah, seorang Pelahap Maut yang ikut andil dalam pembunuhan Dumbledore. Hermione yang ada bersamanya saat ini bukan Hermione-nya, bukan istrinya, bukan ibu dari anak-anaknya, bukan wanita yang ia cintai. Draco bahkan tidak tahu apa ia akan tetap mencintai Hermione jika ingatan wanita itu tidak kembali.

Ia tidak mempunyai sedikit pun ketertarikan pada Hermione sebelum perang selesai. Bukan karena dia adalah penyihir kelahiran muggle tapi juga karena dia sangat menyebalkan. Tapi, Hermione memberikan kesaksian untuknya. Saat itu lah Draco mulai berpikir untuk mengenalnya.

"Kenapa kau menyetir?"

Draco menoleh begitu mendengar Hermione bertanya. Ia pikir mereka akan saling diam selama perjalanan.

"Karena kau yang menyuruhku."

Draco memang sedang fokus menyetir tapi ia tahu kalau Hermione mendengus dan menggeleng-geleng kepalanya.

"Kita seharusnya ber-Apparate saja."

"Dan meninggalkan mobilku di depan flatmu?"

"Yang benar saja," gerutu Hermione.

"Kau yang memintaku untuk membawa mobil hari ini, Granger," ucap Draco sebal. "Kita seharusnya pergi berkencan hari ini. Apa kau lupa?"

Hermione tidak menjawab.

Mereka diam lagi.

"Jika kau mencintaiku, kenapa kau menyukai Mia?"

Kini, Draco-lah yang menggeleng-geleng kepala. Sungguh pertanyaan yang tidak ia duga. Beruntung sekali ia masih fokus memperhatikan jalan di depan.

"Aku tidak akan menjawab pertanyaanmu."

"Kenapa?"

"Apa pun jawaban yang aku berikan, kau tidak akan puas dan akan terus memberikan pertanyaan."

"Apakah begitu sulit bagimu?"

"Mudah sekali, Granger, tapi kau tidak akan menerima jawabanku begitu saja. Kau akan terus memutarbalikan jawaban dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak masuk akal. Sampai kiamat pun, kita tidak akan selesai dengan pertanyaan itu. Jadi, lebih baik aku tidak menjawab pertanyaanmu dan kau berhenti bertanya mengenai hal itu. Ada banyak pertanyaan lain yang lebih penting yang bisa kau tanya."

Mereka diam selama sisa perjalanan dan sampai di rumah Blaise. Draco bersyukur akan hal itu karena setidaknya, untuk beberapa saat ia dapat mengistirahtkan pikirannya sebelum segala sesuatu dapat mengakibatkan pikirannya berkerja sangat keras.

Blaise tidak tahu hal ini. Temannya itu mungkin akan bingung kenapa Draco membawa Mia bertemu dengannya. Mereka bertemu pertama kali di katedral beberapa bulan lalu dan belum bertemu lagi setelahnya.

Draco turun dari mobil tanpa membukakan pintu untuk Hermione. Ia melihat sepertinya wanita itu tidak mempermasalahkan hal itu sama sekali, karena begitu dia membuka pintu, alih-alih protes dia malah terkesima akan rumah Blaise.

"Tutup mulutmu sebelum serangga masuk, Granger," ucap Draco

Hermione memberikan tampang mencemooh lalu dia menatap Draco tajam. "Ini rumah Zabini?"

Draco mengangguk.

"Muggle pasti akan berpikir kalau dia mempunyai harta terpendam di suatu tempat,"gumam Hermione. "Rumah ini sangat mewah. Tidak semewah rumah Athena tapi Zabini mempunyai selera yang sangat bagus."

"Kita ke sini bukan untuk memuja rumah Blaise, ok?"

Tanpa menunggu balasan Hermione yang tampak sangat kesal, Draco mengeluarkan ponselnya dan menekan nomor Blaise.

"Kau bisa mengetuk pintu, kau tahu?" desis Hermione. Draco tidak peduli.

"Aku di depan rumahmu," ucap Draco begitu Blaise mengangkat teleponnya dan langsung memutuskan sambungannya tanpa menunggu respons dari Blaise.

Hanya butuh waktu kurang dari satu menit, pintu rumah Blaise terbuka. "Ada apa, mate?" sapa Blaise. Lalu pandangannya beralih pada Hermione yang masih berdiri, agak canggung, dan sedikit memaksakan dirinya untuk tersenyum. "Miss Blanco?"

"Jangan panggil dia Miss Blanco," ucap Draco lalu masuk padahal Blaise belum mempersilakan mereka masuk.

"Apa?" tanya Blaise bingung lalu beralih ke Hermione. "Masuklah, dan anggap saja rumah sendiri."

"Terima kasih, Zabini."

Draco yang sudah duduk nyaman di sofa melihat Blaise berdiri bingung. Setelah menutup pintu, Blaise berbalik dan meminta penjelasan dari Draco.

"Aku sudah memberitahumu," ucap Draco tenang. Sebenarnya, ia berpura-pura untuk tenang. Ia tidak memiliki waktu untuk menenangkan diri sejak tadi.

"Ada apa?" tanya Blaise bingung. "Umm, bukankah kalian seharusnya berkencan?" Dia beralih ke Hermione. "Dan, kenapa Aku tidak boleh memanggilnya Miss Blanco?".

Hermione tersenyum pada Blaise. "Karena Aku bukan Mia Blanco."

Respons Blaise lebih cepat dari yang Draco duga. "Holy shit," seru Blaise. "Hermione?"

Hermione tersenyum sopan. "Apa kabar, Zabini?"

"Kau memberitahunya?" Blaise bertanya pada Draco.

Draco menggeleng.

"Kau tahu itu?" Kini, Hermione yang berbicara. "Kau tahu kalau aku adalah aku dan kau diam?"

Draco menghela napas. Ia lelah sekali jika harus mendengar pertanyaan dari Hermione jika wanita itu bertanya dengan emosi yang meledak-ledak.

"Aku berasumsi, Granger," jawab Draco.

"Sejak kapan?"

Draco menaikkan bahunya. "Beberapa minggu setelah aku banyak menghabiskan waktu denganmu."

"Dan kau tidak memberitahuku?"

Draco memaksakan dirinya untuk tertawa. "Apa yang akan terjadi pada Mia jika aku memberitahunya kalau dia adalah Hermione Granger, istriku?" Draco menekankan kata 'istriku' sampai membuat Hermione bergidik.

Hermione tidak langsung menjawab.

"Tidak perlu kau jawab," kata Draco cepat. "Kita ke sini bukan untuk berdebat. Fakta kalau kini kau ingat siapa dirimu karena kau sendiri yang mengingatnya adalah hal terbaik yang terjadi."

"Bagaimana kau ingat semuanya, Hermione?" tanya Blaise pelan. Dia masih kaget dan bingung dengan semua ini.

Draco membiarkan Hermione bercerita pada Blaise. Ia tidak menginterupsi sama sekali karena ia kembali butuh waktu untuk pikirannya sendiri. Meskipun hanya sebentar. Ia akan menjadi sangat lelah jika Hermione terus meledak-ledak seperti tadi.

Ada banyak sekali yang akan mereka lakukan setelah ini. Ia yakin, Hermione tidak ingin berdiam diri di sini dan melanjutkan hidupnya sebagai Mia. Wanita itu pasti ingin mencari tahu siapa yang melakukan ini semua. Dia pasti akan melakukan segala cara untuk menegakan keadilan agar seseorang dibalik kasus ini membayar apa yang sudah dilakukannya.

"Jadi, apa yang akan kalian lakukan?" tanya Blaise setelah dia mendengar cerita dan penjelasan dari Hermione.

"Aku ingin melakukan tes DNA," jawab Hermione. "Baik cara muggle dan sihir. Aku ingin benar-benar memastikan kalau Aku memang Hermione dan Malfoy adalah ayah dari Scorpius."

Blaise mengangguk-angguk tanda kalau dia mengerti. "Kalau begitu, apa kalian sudah memberitahu Scorpius?"

Draco pura-pura batuk dan hal pertama yang ia lihat adalah Hermione yang sedang menatapnya rendah. "Kami baru saja membicarakan hal ini, Blaise, mana mungkin kami bisa memberitahu Scorpius tentang hal ini?"

"Aku bisa membantu kalian dengan mudah," jawab Blaise tenang. "Tapi, Aku ingin kalian memberitahu Scorpius dan Carina sebelum melakukan tes ini."

"Aku juga berpikir demikian," ucap Hermione. "Scorpius dan Carina adalah anak yang pintar. Tidak memberitahu mereka kebenaran adalah hal bodoh."

"Tapi, kalian tidak bisa memberitahu mereka secara terpisah."

"Kenapa?"

"Karena lebih mudah saja."

"Kita tidak mungkin membawa Granger dan Scorpius ke Inggris, Blaise."

"Bukan mereka yang ke sana, tapi, ajak Carina ke sini."

"Ibuku tidak akan setuju," ucap Draco. "Kejadian kemarin sudah membuat ibuku murka. Jika Aku harus membawa Carina ke sini, maka Aku harus mengatakan yang sebenarnya."

"Carina tinggal bersama ibumu? Di rumahmu?" tanya Hermione heran.

"Menurutmu?" tanya Draco.

"Apa tidak ada tempat lain untuk Carina tinggal selain di sana?"

"Tidak."

"Rumahmu adalah tempat terburuk yang pernah aku datangi, Malfoy. Ada banyak hal buruk di sana."

"Lihat siapa yang berbicara," seru Draco. "Hermione Granger. Ck ck ck, jika ingatanmu yang satunya sudah kembali, Aku yakin kau tidak akan mengatakan hal itu."

Andai saja wanita ini tahu apa yang dilakukannya pada Malfoy Manor satu sehari setelah mereka menikah, dia tidak akan lagi mengatakan rumahnya adalah tempat terburuk. Hermione mengubah Malfoy Manor menjadi tempat terbaik bagi Draco. Jika saja dia melakukannya lebih awal, Draco pasti tidak menunggu waktu untuk cepat kembali ke Hogwarts. Hermione membuat Malfoy Manor menjadi rumah dan mengembalikan kejayaan bangunan itu.

Hermione menggerung. "Apa Carina juga tinggal bersama para peri-rumahmu?"

"Tentu saja."

"Tuhanku! Aku pasti gila. Menikah denganmu? Tinggal di rumahmu? Bersama ibumu? Dan peri-rumah. Apa mereka digaji?"

"Tidak."

"Aku sungguh tidak ingin ingatanku kembali."

"Kau tidak boleh mengatakan itu, Hermione," ucap Blaise yang seketika terlihat terluka.

"Kau memanggilku Hermione."

Blaise menaikkan kedua bahunya. "Aku selalu memanggilmu Hermione. Dan, jika Aku boleh mengatakan ini, dibandingkan dengan Draco, Aku adalah teman yang jauh lebih baik."

"Aku tidak percaya pada diriku sendiriku karena bisa sedekat ini dengan kalian. Apa yang aku pikirkan?"

"Apa kami buruk sekali bagimu, Granger?" tanya Draco yang tiba-tiba penasaran dengan penilaian Hermione akan dirinya dan teman-teman Slytherin-nya. Ia tidak pernah berpikir untuk bertanya pada Hermione sebelumnya. Ia ingin tahu seperti apa Hermione menilai mereka sebelum dia memutuskan untuk memberikan saksi untuk Draco.

"Yeah, kalian buruk sekali," jawab Hermione. "Terutama kau, Malfoy. Kau yang terburuk."

"Kenapa aku bisa menjadi yang terburuk?"

"Kau yakin ingin tahu?" tantang Hermione. Draco menerima tantangannya. "Kau penyihir pertama yang menyebutku Darah-Lumpur, kau menghina keluarga Ron hanya karena keluarganya tidak kaya raya seperti keluargamu, kau mencemooh Harry setiap saat, merundungnya setiap kali kau bisa. Dan, kau tahu apa yang terburuk? Kau seorang Pelahap Maut. Kau membawa Pelahap Maut masuk ke Hogwarts. Kau ingin membunuh Dumbledore. Aku tahu kematian Dumbledore sudah direncanakan olehnya sendiri tapi tetap saja, kau membawa Pelahap Maut masuk ke dalam Hogwarts. Ahhh, tidak hanya itu, kau tidak melakukan apa-apa ketika aku disiksa oleh bibimu. Kau hanya berdiri di sana seperti pengecut, berlindung dibalik jubah ayah dan ibu yang sama buruknya denganmu."

"Wow. Kau berpikir seperti itu rupanya?" ucap Draco pelan. Apa yang dikatakan Hermione memang benar tapi ia tidak menduga kalau ucapannya membuat Draco terluka saat ini. "Aku sungguh penasaran apa yang Dumbledore katakan padamu sampai dia bisa meyakinkan dirimu untuk memberikan kesaksian untukku."

"Aku? Apa?"

"Hentikan!" seru Blaise yang masih mempunyai stok kesabaran yang cukup banyak. "Kita di sini bukan untuk membicarakan masa lalu yang indah. Semua itu sudah berlalu dan lihatlah, kalian saling jatuh cinta, menikah dan mempunyai anak meskipun kisah kalian belum berakhir bahagia seperti dongeng muggle kesukaan Carina."

Baik Draco dan Hermione sama-sama diam meskipun Draco melihat Hermione berusaha mengendalikan dirinya agar tidak meledak lagi.

"Dan tambahan informasi bagimu, Hermione," tambah Blaise, "Potter adalah ketua tim auror dalam penyelidikan kasusmu saat itu. Dia memang belum menemukan siapa dalang dibalik ini semua tapi, tidak ada satu jejak Pelahap Maut dalam kasus ini."

"Aku tidak berpikir kalau Pelahap Maut adalah pelakunya."

"Bagus sekali," ujar Blaise. "Aku sungguh berharap kalian tidak bersikap seperti anak kecil. Hal ini pasti mengejutkan bagi kalian berdua, karena aku juga terkejut, tapi, jika kalian terus bersikap seperti ini, bertengkar karena hal-hal sepele, maka masalah ini tidak akan selesai dan tentu saja, aku tidak mau membantu kalian berdua."

Draco setuju dengan ucapan Blaise. Sepertinya memang sulit untuk tidak bertengkar dengan Hermione karena masalah sepele, tapi jika terus seperti ini, mereka akan diam di tempat.

"Kalau begitu, Aku akan kembali ke Inggris untuk menjemput Carina," ucap Draco. "Aku minta maaf padamu Granger, tapi, Aku harus memberitahu orangtuaku mengenai hal ini."

"Apa mereka bisa dipercaya?"

"Well, mereka tahu hubunganku dengan Mia dan sampai hari ini, mulut mereka masih terkunci rapat. Potter dan Weasley pun tidak tahu."

"Baiklah," ucap Hermione tanpa pilihan.

"Dan satu lagi," kata Draco. "Kau dan Scorpius tidak bisa tidur di flat-mu beberapa hari ke depan."

"Kenapa?"

"Karena tidak aman bagi kalian. Bagaimana jika sesuatu seperti semalam terjadi padamu dan Scorpius tidak bisa melakukan apa-apa? Kau aman di sini. Ada Blaise yang akan menjagamu."

"Well, Hermione, aku mungkin tidak akan menjadi baby sitter-mu selama 24 jam, Hermione, tapi, Draco benar. Kau aman di sini."

"Selain itu, tidak boleh ada yang tahu jika ingatanmu kembali," tambah Draco sebelum Hermione menginterupsi. "Untuk beberapa hari ke depan, kau harus tetap menjalani hidup sebagai Mia Blanco. Menjadi Hermione Granger saat ini akan membahayakan dirimu dan Scorpius."

"Sampai kapan aku harus menjadi Mia?" tanya Hermione yang tampak frustasi. "Kepribadianku dan Mia sangat bertolak belakang. Bagaimana aku bisa menjadi dia?"

"Aku pikir, kau dan Mia adalah satu kesatuan," jawab Draco. "Kau bisa menjadi Mia tanpa menghilangkan Hermione dalam dirimu." Ia menghindari tatapan Blaise, juga tidak yakin bisa menatap Hermione. "Jika hasil menunjukkan kau memang Hermione dan Scorpius adalah anakku, kau bisa menentukan sendiri apa yang akan kau lakukan dan berhenti menjadi Mia, tapi aku meminta kau untuk membicarakannya padaku. Dan juga, aku akan membawa Potter dan Weasley ke sini setelah semuanya jelas. Kita bisa berdiskusi bersama sebelum menentukan apa yang akan kau lakukan."

"Hanya beberapa hari saja, Hermione," ucap Blaise seraya memberikan semangat.

"Baiklah," jawab Hermione tanpa perlawanan.


Hi. Terima kasih ya buat teman-teman yang senang karena FF ini kembali.

Oya. Di sini aku mau ngucapin makasih buat tim IFA yang udah ngehubungin aku di tahun 2022 bulan September. ya ampun, setahun yang lalu dan aku baru bacaaaaaaa. padahal ya padahal, beberapa minggu yang lalu tuh aku mencari tahu soal IFA karena pingin banget kenal sama sesama penulis FF apapun fandomnya. juga pingin banget makin banyak gitu FF Dramione berbahasa indonesia.

well, anw, aku mau ngucapin terima kasih buat choallie, Yukillua-Kira, zuzuzuu, Kisasa Kaguya, LaNiinaViola.

makasih untuk reviewnya karena review bikin aku semangat karena aku tahu ada masih ada yang baca cerita ini. untuk temen-teman yang udah Fav dan Follow pun makasih juga. aku yang bukan siapa-siapa tuh ngerasa seneng banget ada yang baca ceritaku ini. padahal kalo dibanding sama penulis lain, cerita aku mah apa atuh.

dan kali aja ada dari kamu yang juga baca Rahasia Selva dan Embracing the Soulmate, dua cerita itu satu kesatuan ya. Rahasia Selva sudah tamat dan Embracing the Soulmate adalah lanjutannya. untuk saat ini, aku ga bisa lanjut ETS karena pusing shay. kalo ini sudah selesai, aku akan lanjutin ETS. kita kelarin satu-satu yak.

sekali lagi, makasih semuanya ya. sehat selalu ya. banyak rezeki.