Selama satu minggu orang-orang masih terus membicarakan pertandingan qudditch antara Slytherin vs Gryffindor. Mereka membicarakan bagaimana untuk kali pertama tim Slytherin tidak melakukan pelanggaran karena kesengajaan. Mereka menang bersih dengan skor tinggi dan kini berada di puncak klasemen.
Beberapa kali Hermione mendengar teman-teman satu asramanya masih membahas itu. Yang membuatnya sakit telinga adalah mendengar para gadis membicarakan Draco Malfoy yang menangkap Snitch dengan keren. Mereka sampai harus berbicara pelan karena takut dengan tatapan menyeramkan Ginny. Mereka seakan lupa kalau beberapa bulan yang lalu gadis-gadis takut pada Draco Malfoy. Mereka lupa kalau Draco tadinya seorang Pelahap Maut.
Ginny sendiri masih tidak dalam suasana hati yang baik. Dia menjadi sosok yang pemarah hanya karena kesalahan kecil. Hermione dapat memahaminya. Kalah dari Draco Malfoy adalah tamparan besar baginya terlebih bagi seluruh tim quidditch.
Hermione yang tidak menonton pertandingan dan tidak pernah menyukai olahraga itu adalah salah satu dari sedikit orang yang masih diajak bicara oleh Ginny. Padahal, jika saja Ginny tahu Snitch kemenangan Draco ada padanya, tersimpan aman dan rapi di dalam kopernya, Ginny mungkin tidak akan mau berbicara lagi dengan Hermione. Meskipun ia tidak peduli, tapi ia tetap menghargai Ginny.
Hal yang sama terjadi pada Luna dan Neville. Setelah pertandingan, Hermione merasa keduanya sedikit menjauh dari Ginny. Ia tentu saja tahu alasannya: Ginny kerap kali menghina teman-teman dekat Draco Malfoy yang notabenenya adalah, yeah, kekasih Luna dan Neville.
Rumit sekali, pikir Hermione. Apa yang akan terjadi jika hubungan mereka terbongkar? Merlin. Tidak ada hubungan diantara Hermione dan Draco. Mereka hanya pernah berciuman beberapa kali. Berciuman tidak berarti mereka menjalin hubungan atau berkencan.
"Miss Granger, kenapa kau masih di sini?"
Hermione mendongak dan mendapati Profesor Vector masuk ke dalam ruang kelas.
"Saya sedang mengerjakan tugas dari Anda, profesor," jawab Hermione terbata-bata tapi tidak berbohong. Alasannya sebenarnya karena ia masih tidak siap bertemu dengan Draco Malfoy jadilah ia memilih mengerjakan tugasnya di sini.
"Kelas ini akan dipakai sebentar lagi," kata Profesor Vector. "Sayang sekali aku harus memintamu untuk pindah ke tempat lain, Miss Granger."
Hermione tersenyum maklum lalu merapikan barang-barangnya.
Begitu ia keluar dari ruang kelas tersebut, ia mendadak bingung. Ia tidak tahu harus pergi ke mana. Satu-satunya lokasi di sekolah yang tidak mungkin didatangi oleh Draco Malfoy adalah asrama Gryffidor tapi di sana ada Ginny. Bertemu dengan Draco memang lebih baik dari pada mendengar keluhan Ginny tapi jika bertemu Draco, ia tidak bisa mengontrol dirinya.
Merlin! Jika tidak ada Neville hari itu, ia dan Draco mungkin melakukannya. Mungkin juga tidak atau mungkin melakukannya tapi tidak sampai ke sana.
Hermione kesal sendiri sembari mengacak-acak rambutnya yang memang sudah berantakan. Ia bahkan merasa celana dalamnya mulai basah. Shit. Ia tidak mungkin terangsang saat ini hanya karena memikirkan Draco. Ia hanya memikirkannya tanpa mengingat detail ciuman mereka tapi ia merasa basah. Apa yang terjadi jika ia mengingat semua detailnya?
Tidak. Tidak. Ia harus berhenti. Ia tidak bisa mengulangi apa yang dilakukannya kemarin. Ia tidak akan menyentuh dirinya sendiri lagi hanya karena memikirkan Draco.
Setelah pergulatan panjang dengan dirinya sendiri, Hermione memutuskan untuk kembali saja ke ruang rekreasi. Ginny mungkin tidak ada di sana atau jika dia mencarinya, Hermione akan berpura-pura tidak ada di kamar atau beralasan lain.
Tapi, ia belum sampai di ruang rekreasi ketika berpapasan dengan Luna dan Blaise Zabini. Kedua pasangan itu buru-buru melepaskan gandengan tangan mereka dan menjadi kikuk. Keduanya itu diam seribu bahasa seperti habis melihat makhluk menyeramkan. Baru kali ini Hermione melihat Luna tidak seperti Luna.
"Aku bisa menjelaskannya padamu, Granger," kata Blaise Zabini khawatir.
"Aku tidak bertanya, Zabini," Hermione tidak peduli sama sekali. Ia menduga keduanya, mungkin, habis menghabiskan waktu berdua di Ruang Kebutuhan. Hanya tempat itu yang memungkinkan dapat didatangi keduanya. Seketika Hermione bergidik. Memori membawanya ke hari ketika ia melihat Blaise dan Luna melakukan sesuatu yang tidak pantas. Di perpustakaan. Jika di tempat umum saja mereka berani melakukan hal seperti itu, bukan tidak mungkin keduanya melakukan kegiatan yang lebih liar di Ruang Kebutuhan.
Selain itu, Hermione sampai harus memutar bola matanya melihat kesalahan yang begitu jelas: Luna mengenakan jubah Slytherin dan Blaise Zabini mengenakan jubah Ravenclaw. Orang yang tidak mengenal baik salah satu dari mereka pun akan tahu kalau sesuatu terjadi di antara mereka.
"Kau tidak terlihat terkejut, Hermione," kata Luna. Dia sepertinya sedang bersikap senormal mungkin layaknya Luna Lovegood.
Hermione berdehem, berusaha menghindari tatapan keduanya. Namun, ia merasa konyol. Kenapa jadi ia yang bersikap seperti tersangka. Bukan ia yang habis tertangkap basah keluar dari Ruang Kebutuhan dengan bergandengan tangan. Tidak mungkin kan ia memberitahu Luna kalau ia tahu kegiatannya dengan Blaise Zabini di perpustakaan tempo hari.
Hermione pun bergantian menatap mata mereka dan agak menyipitkan matanya pada Blaise Zabini. Ia ingin Blaise Zabini sedikit sadar kalau ia sebenarnya protektif terhadap Luna.
"Aku tahu apa yang terjadi di antara kalian," jawab Hermione. "Atau, aku menduga-duga tapi ternyata, sepertinya aku benar."
"Memangnya apa yang terjadi di antara kami?" tantang Blaise dengan suara penuh kebanggan.
"Aku melihat kalian bersama di perpustakaan beberapa hari yang lalu."
Kebanggaan dalam diri Blaise hilang seketika dan dia seperti habis tersambar petir tapi tidak dengan Luna; dia masih tenang seakan ini bukan masalah besar.
"Kami hanya mengerjakan tugas," bantah Blaise cepat. Dia tampak panik.
"Ha... ha... ha...," tawa Hermione hambar dan menyebalkan. "Tugas? Kalian tidak berada di tahun yang sama."
"Aku membutuhkan bantuan Blaise, Hermione," jawab Luna.
"Ahhh... bantuan ya," ucap Hermione menyebalkan. Ia tidak menyangka Luna akan berbohong.
"Aku membantunya mengerjakan tugas Mantra," jawab Blaise tidak bergetar sama sekali. Mungkin keduanya berkata jujur hanya saja tidak sepenuhnya jujur.
"Ahhh... Mantra rupanya," Hermione menyeringai sembari menaikkan salah satu alisnya. "Apakah bantuan yang kau berikan termasuk untuk," Hermione mendekati Blaise dan berbisik tepat di telinga kirinya, "Membuat Luna mengerang saat kau sedang memakannya?"
Hermione menarik diri dan dapat melihat semburat merah menghiasi wajah Blaise. Ia kembali menyeringai dan merasa senang, seperti habis memenangkan lotre ratusan pounsterling.
"Aku bisa menjaga rahasia," kata Hermione dengan isyarat mengunci mulut sembari menahan tawanya. "Tapi aku tidak tahu dengan temanmu."
"Temanku?" tanya Blaise hampir berteriak.
Hermione melanjutkan langkahnya dan tidak memedulikan Blaise Zabini yang berteriak memanggil namanya. Ia memutar bola matanya. Kenapa Luna tidak mendiamkan pacarnya? Blaise Zabini bawel juga rupanya.
.
Ia berharap detensi dengan Draco Malfoy akan segera berakhir. Bukan karena perasaannya pada Draco yang tidak menentu atau desiran dalam dirinya tiap kali mencuri pandang ke bibir laki-laki itu, tapi, Hermione hanya ingin tenang. Ia ingin tubuhnya tenang dan tidak merasa bergairah atau terangsang jika berada di dekatnya.
Dan detensi hari ini tidak membantu sama sekali.
Mr Flinch menyuruh mereka membersihkan ruang piala tanpa sihir. Sungguh sebuah penderitaan! Ia tidak bisa berada di ruang tertutup hanya berdua saja dengan Draco Malfoy.
Ia tidak bisa melupakan ciumannya di ruang kelas Ramuan. Caranya mencium leher dan membauinya, tangannya yang menyentuh dada lalu mencubit putingnya. Ia jadi penasaran bagaimana rasanya jika saat itu ia memberanikan diri membuka pakaian dan membiarkan tangan itu atau mungkin, mulutnya bermain-main di puncak dadanya.
Merlin! Pikirannya tidak bersih saat ini. ia sampai harus merapatkan kedua pahanya. Ia harus segera melupakan kalau saat ini celana dalamnya basah. Shit!
Kendalikan dirimu, Hermione!
Tepat saat itu juga, pintu ruang piala terbuka. Bukan Draco melainkan Mr Flinch dan kucingnya. Wajah penjaga sekolah itu tidak ramah sama sekali.
"Sepetinya kau harus detensi sendiri, Miss Granger."
"Kenapa? Di mana Malfoy?" Hermione pun tidak ambil soal. Nada suaranya juga tidak ramah sekali.
"Sepertinya Mr Malfoy harus menghabiskan waktu beberapa saat di rumah sakit."
"Apa?" Hermione terkejut akan suaranya sendiri. Ia tidak seharusnya berteriak.
Mr Flinch memberikan tatapan terakhir kali pada Hermione sebelum dia pergi dan berkata, "Sepertinya Miss Weasley tidak terima dengan kekalahannya dan mengutuk Mr Malfoy sampai pingsan."
.
Hermione bergegas menuju Hospital Wings setelah selesai detensi. Sayang sekali, Madam Pomfrey tidak mengizinkannya untuk melihat Draco karena dia sedang tidak dalam kondisi yang baik. Madam Pomfrey mengatakan kutukan Ginny mengakibatkan luka lama pada tubuh Draco terbuka lagi. Hermione tidak mengerti apa yang dimaksud dengan luka lama dan tidak mendapatkan kesempatan untuk bertanya, jadi memutuskan kembali ke ruang rekreasi.
Lagi-lagi hal yang tidak ia inginkan terjadi. Ia bertemu Ginny di sana; sedang duduk dengan wajah cemberut di depan perapian. Sebelum menyapa Ginny, ia melirik jam yang sudah menunjukkan hampir pukul 10.
"Hey, Gin," sapa Hermione seperti biasa. Ia memberitahu dirinya kalau Ginny tidak tahu kalau Hermione tahu insiden antara dirinya dan Draco. Ia akan memainkan peran sangat baik untuk mendapatkan informasi.
Ginny tidak tampak senang melihat Hermione tapi dia tetap bertanya, "Dari mana kau?" Nada suaranya tidak menyenangkan sama sekali.
Hermione pura-pura tidak menyadari ketidakramahan pada suara Ginny. "Detensi. Ini kan hari Minggu."
Ia mendengar Ginny mengerang. "Ok."
"Kau kenapa?"
Ginny menggeleng. "Tidak terjadi apa-apa. Aku akan kembali ke kamar. Selama malam, Hermione."
Tak lama setelah Ginny masuk ke kamar, Hermione pun naik dan menuju kamarnya. Beruntung mereka tidak berada di tahun yang sama sehingga kamar mereka berbeda.
Di kamar, hanya tinggal Parvati yang belum tidur dan kelambunya masih terbuka. Dia sudah berpakaian tidur lengkap dan sedang membaca sesuatu yang Hermione yakni adalah Witch's Weekly.
"Kau baru selesai detensi?" tanya Parvati.
Hermione memberikan anggukan seraya duduk di pinggir kasurnya. "Malfoy tidak datang detensi jadi aku harus membersihkan ruang piala sendirian." Hermione berusaha sebaik mungkin untuk terdengar kesal. "Menyebalkan sekali. Dia pikir dia siapa bisa melewatkan detensi begitu saja."
Parvati menutup majalahnya. Dia tampak tidak yakin untuk bersuara tapi sikapnya sangat kelihatan sekali. "Kau tidak tahu apa yang terjadi padanya?"
"Memangnya dia kenapa?" Hermione berdiri dan melepaskan jubahnya. Ia berharap Parvati tidak menyadari kalau Hermione sedang berakting.
"Dia terlibat pertengkaran dengan Ginny."
"Apa?"
"Mereta bertengkar, adu mulut sampai membuat Ginny kesal dan mengutuknya. Dia pingsan di tempat dan mungkin sedang bermalam di Hospital Wings."
"Ginny mengutuknya?" tanya Hermione agak mendramatisir. Ia pun mengambil baju tidurnya, tidak langsung mengenakannya, malah memeluknya lalu kembali duduk di pinggir kasur.
Parvati hanya mengangguk; tidak sadar kalau Hermione sedang berakting.
"Aku tadi bertemu dengan Ginny tapi dia tidak mengatakan apa-apa."
Parvati menaikkan bahu. "Aku di sana, Hermione. Aku mendengar pertengkaran mereka. Harus aku akui, bukan Malfoy yang memulainya. Dia juga tidak mengeluarkan kata-kata hinaan atau semacamnya tapi Ginny sepertinya tidak senang dengan hal itu, jadi dia, ya, mengatakan sesuatu yang tidak pantas."
"Tidak pantas?"
"Pelahap Maut."
"Dan?"
"Malfoy tetap tidak berkata-kata apa lalu berjalan begitu saja. Mungkin hal itu membuat Ginny kesal dan mengutuknya. Kutukan Ginny mengenai dadanya dan dia pingsan begitu saja. Tidak ada yang tahu apa terjadi pada Malfoy. Setelah mengetahui apa yang terjadi, kepala sekolah memberikan detensi pada Ginny sampai tahun ajaran berakhir."
"Apa?" Kali ini Hermione tidak berpura-pura.
Ternyata kejadian ini lebih buruk yang Hermione bayangkan. Detensi dengan Kepala Sekolah sampai tahun ajaran berakhir. Detensinya dengan Draco hanyalah hal kecil jika dibandingkan dengan Ginny. Apakah yang dilakukan Ginny sangat fatal sampai membuat dia mendapatkan detensi? Kepalanya terasa berdenyut-denyut karena informasi ini.
"Apa yang membuatnya Ginny melakukan hal itu?" tanya Hermione.
"Aku tidak yakin," jawab Parvati. "Tapi mereka membicarakan quidditch."
"Olahraga bodoh," umpat Hermione. "Apa Malfoy sendiri?"
Parvati mengangguk. "Mungkin dia sedang dalam perjalanan untuk detensi bersamamu."
"Jadi, ini semua salah Ginny aku harus menggosok piala dan mengepal lantai tanpa sihir selama 2 jam penuh?" Hermione mulai menggerutu. Ia tidak sepenuhnya berakting saat ini. Menggosok piala tanpa sihir sungguh melelahkan. "Oh, Parvati. Aku sungguh tidak tahu harus marah sama siapa. Malfoy yang tidak datang detensi atau Ginny yang membuatnya tidak datang."
Parvati menatapnya bingung, seakan tidak percaya kalau yang Hermione pedulikan hanya detensi.
"Semua orang membicarakannya, Hermione," ujar Parvati, tidak peduli dengan keluhan Hermione. "Mereka membicarakan Ginny yang hilang kendali, Malfoy yang berubah, dan sikap Kepala Sekolah yang begitu baik dengan Malfoy. Tidakkah itu aneh?"
Aneh, jawab Hermione dalam hati tapi ia tidak mau menjawabnya dan memberikan Parvati ide yang dapat membuat keadaan makin runyam.
"Aku tidak tahu," jawab Hermione pada akhirnya. "Kurasa Kepala Sekolah tidak hanya baik terhadap Malfoy saja. Beliau mengatakan padaku kalau semua murid harus diperlakukan dengan adil, terlepas apa status mereka sebelum perang."
"Kau ada benarnya," Parvati sambil mengangguk-angguk. "Aku masih tidak menyukai Malfoy dan teman-temannya tapi aku melihatnya tidak melawan dan membiarkan dirinya terluka, aku jadi merasa iba padanya."
Ia ingin mengakhiri percakapan dengan Parvati saat ini. Ia butuh tidur yang nyenyak untuk menghadapi hari esok yang mungkin saja akan sangat melelahkan fisik dan pikirannya. Hermione pun memaksakan seulas senyuman seraya bergerak untuk mengganti pakaian tidur. "Jangan merasa iba padanya, Parvati. Dia terlalu angkuh untuk mendapatkan rasa iba dari orang lain."
