Dimana ini …?
Itulah kalimat tanya yang terus mengitari isi kepalaku sejak tadi. Di saat aku membuka mataku, yang kulihat sepanjang luasnya tempat ini hanyalah dipenuhi bunga Glaze Lily.
"Kamu tidak apa-apa, Guizhong?"
Ada orang selain aku rupanya di tempat ini. Dia duduk sambil menatapku khawatir. Dia memakai pakaian putih dengan semacam penutup kepala, jadi aku tidak bisa melihat jelas wajahnya. Dari suaranya sih, aku yakin dia laki-laki dan … terdengar agak familier. Apa aku mengenalnya, ya?
"Uhm! Aku baik-baik saja, kok!"
Tunggu! Meski suaranya feminin, tapi itu tadi bukan suaraku! Dan aku bahkan belum memikirkan untuk membalas apa pertanyaan lelaki itu. Dia benar-benar bertanya padaku, 'kan? Di sini tidak ada siapapun lagi selain kami berdua, loh.
"Kamu yakin? Hari ini, kamu sepertinya bertingkah aneh. Kurasa lebih baik kita kembali saja, dan membiarkan tubuhmu istirahat sejenak."
"Tidak, jangan! Aku ingin sedikit lebih lama lagi di sini …."
"Kalau—itu, Guizhong— … lah."
"Ter … sih"
Pembicaraan mereka semakin tidak terdengar jelas olehku. Mulut lelaki itu dan "mulutku" terus bergerak, namun suaranya sulit kudengar. Ini membuatku semakin penasaran. Menyebalkan!
Aku ingin sekali melihat wajah orang itu, tapi … tidak bisa. Seolah aku tidak memiliki kendali atas tubuh ini. Apa aku sedang di dalam tubuh orang lain? Eehm, tubuh ini sejak tadi terus menunduk, menatap Glaze Lily yang sedang mekar.
Jika kuingat-ingat lagi, aku yakin sedang tiduran di kamarku. Jika ini memang mimpi …, semuanya terasa begitu nyata.
"Aku sena—sa … Morax."
Apa dia baru saja mengucapkan kata "Morax"? Maksudnya itu Lord Geo, 'kan?!
Meski suaranya putus-putus, aku yakin sekali memang kata itulah yang diucapkan si pemilik tubuh yang kudiami ini!
Eh? Apa yang terjadi?!
Aku merasa seolah diriku tertarik ke atas. Sekarang aku melihat dengan jelas tubuh perempuan itu, rambut abu-abunya dengan ujung yang dihiasi sedikit warna biru, tampak berkilauan diterangi sinar bulan. Bahkan sekarang ia menoleh ke atas dan tersenyum … seolah dia bisa melihat kehadiranku!
Aku yakin, senyuman indah itu bisa menenangkan hati siapapun yang sedang menghadapi masalah berat.
"Tunggu dulu! Jika memang benar lelaki di sampingmu itu Lord Geo, tolong biarkan aku berbicara dengannya!"
Tidak peduli bagaimanapun aku berteriak, keduanya tidak menanggapiku. Kurasa suaraku memang tidak bisa tercapai ke mereka.
"Heeiiiiii! Rex Lapiiiiss!"
.
.
.
"… na?"
"… Nona!"
Tubuh wanita itu terhenyak cukup keras dari tidurnya. Dia kemudian duduk di atas kasur megahnya, masih berusaha mengumpulkan kesadarannya, hingga akhirnya bisa melihat jelas salah satu bawahannya sedang berekspresi cemas.
"Maaf karena saya memasuki ruang pribadi Anda tanpa izin. Saya mendengar dari luar … Anda terus berteriak keras. Apa Anda baik-baik saja, Nona Ningguang?"
Namanya adalah Baishi, seorang gadis muda berkacamata dengan rambut hitam yang diikat ponytail. Ia adalah salah satu bawahannya, lebih tepatnya bekerja sebagai sekretarisnya.
Sementara wanita muda yang dimaksud … namanya Ningguang, seorang Tianuan salah satu dari Liyue Qixing.
Liyue Qixing atau 7 Bintang Liyue merupakan sebuah komite yang didirikan oleh 7 saudagar dan pemimpin bisnis untuk memimpin dan mengurus pemerintahan Liyue, terutama di sektor perdagangan. Tugas Qixing adalah menerapkan kebijakan yang ditetapkan oleh Archon Geo, Morax, dan mengelola pemerintahan sehari-hari di wilayah Liyue. Bisa dibilang, mereka adalah tangan kanan sang Rex Lapis.
Ningguang mengurut pelipisnya. "Eehm ya, tak perlu khawatir. Aku hanya bermimpi saja, kok."
Baishi mengangguk singkat. Ia yakin jika Ningguang hanya kecapekan karena urusan bisnis belakangan ini. Merasa tak ingin mengganggu bosnya lebih lama dari itu, ia pun izin untuk kembali ke pekerjaannya.
Setelah terdiam cukup lama, Ningguang akhirnya beranjak dari tempat tidur. Ia berjalan, tangannya menggapai jendala itu dan membukanya, membiarkan angin malam membelai wajah cantiknya. Wanita itu mengembuskan napas, menciptakan uap hangat keluar dari celah bibir ranumnya.
Pemandangan dari atas sini sungguh memukau. Dia sedang berada di Jade Chamber, bangunan megah yang melayang di atas langit. Itu adalah pencapaian yang sangat Ningguang banggakan atas hasil kerja kerasnya bertahun-tahun ini.
Padahal Ningguang berniat rebahan sejenak di kasur, tapi siapa sangka kalau ia sampai terlanjur ketiduran begitu?
"Tadi aku mimpi apa, ya …?"
Mimpinya terasa begitu cepat, jadi hanya kejadian samar-samar yang tersimpan di memori ingatannya. Padang bunga Glaze Lily dan pria bernama Morax, hanya kedua hal itu yang bisa Ningguang ingat.
"Lord Geo … kah? Aneh sekali, kenapa pula aku memimpikannya." Ningguang bahkan tidak yakin kalau pria itu beneran sang Rex Lapis.
Setahun sekali, pada saat Rite of Descension, Rex Lapis turun di antara warga Liyue untuk memberikan ramalan ilahinya mengenai bisnis yang menguntungkan di tahun mendatang. Nah, sang Archon Geo memang selalu muncul dengan penampilan yang berbeda, contohnya seperti gabungan dari dua tubuh binatang—namun tak pernah sekalipun dia muncul dalam bentuk manusia fana.
Ningguang jadi pusing sendiri memikirkannya. Sekali lagi, ia mengembuskan napas sebagai tanda kelelahannya. Sepasang mata berwarna merah delima miliknya menatap rembulan yang bersinar terang. Entah mengapa, bulan itu terlihat lebih indah dibanding malam-malam yang biasanya.
"Percuma memikirkannya terus-menerus."
Ningguang beranjak dari situ. Masih banyak dokumen yang harus ia kerjakan, jadi ia pikir hal itu bisa memberinya kesibukan daripada membuang waktunya untuk menerka isi dari mimpi anehnya.
.
.
.
.
.
15/Oktober/2023
Kontrak yang Melampaui Waktu
By: Abidin Ren
Summary: Perang Archon adalah satu kejadian masa lalu yang masih meninggalkan banyak misteri hingga saat ini. Di sisi yang lain, Inkarnasi adalah konsep yang cukup menarik di mata beberapa orang zaman sekarang.
Disclaimer: [Genshin Impact] MihoYo.
This Story Created by Me!
Genre: Romance, Supranatural, Fantasy, etc.
Pair: [Zhongli Ningguang]
Rated: M
Warning: Alternate Universe(?), Out of Lore, Out of Character, OneShoot, etc.
.
.
[Fanfic Komisi dari Dradlos]
.
.
.
Pelabuhan Liyue adalah sebuah kota yang dibangun di selatan Gunung Tianheng, memiliki banyak kapal yang datang dan pergi silih berganti setiap harinya—hal yang mungkin tidak akan pernah membuat kalian bosan melihatnya. Tempat yang juga dikenal sebagai Kota Kontrak ini di ketiga sisinya dikelilingi oleh pegunungan, bukit tinggi, dan ladang yang luas. Selain itu, pertambangan yang dipenuhi oleh bijih besi dan logam berharga pun menjadi aset penting bagi bisnis orang-orang di kota ini.
Liyue merupakan bangsa yang selalu merasakan kedamaian serta ketentraman berkat dewa mereka yang melindungi wilayah itu, salah satu The Seven yang menduduki kursi penguasa Teyvat sebagai Archon Geo. Atau … warga kota ini lebih sering memanggilnya dengan nama Rex Lapis.
Suatu bangsa yang hidup serta tumbuh berdampingan bersama Dewanya, itulah Liyue.
Sementara itu, di sebelah barat daya tidak jauh dari Pelabuhan Liyue, di sinilah cerita akan terfokus. Jade Chamber milik salah satu Qixing , yaitu Ningguang, melayang di sekitar sini.
Ningguang sering memindahkan Jade Chamber miliknya dari satu tempat ke tempat lain dalam rentang waktu tertentu. Selain karena ingin melihat berbagai pemandangan indah di Liyue, alasan utamanya adalah agar orang-orang selalu melihat kemegahan bangunan itu.
Yah, lagipula … Ningguang bahkan berencana untuk terus memperbesar Jade Chamber miliknya hingga semua orang di ketujuh Bangsa Teyvat bisa mengagumi dan sadar betapa hebatnya hasil karya terbaiknya ini. Seorang wanita yang penuh ambisi, 'kan?
Meski begitu, tidak ada seorangpun yang menertawakan kata-katanya. Warga Liyue yakin, jika itu "Ningguang" … maka semua akan mungkin untuk terlaksana.
"Jika Anda seperti ini terus, Anda akan sakit, Nona Ningguang. Kenapa Anda tidak istirahat, meski beberapa menit saja?"
Ningguang yang sedang fokus dengan dua lembar kertas di tangannya, mengalihkan perhatiannya ke arah suara berasal. Setelah terbangun dari mimpinya tadi malam, Ningguang terus terjaga di meja kerjanya hingga pagi hari tiba.
"Kurasa kau benar, Baishi."
Gadis sekretaris itu mengelus dadanya penuh syukur. Ia senang karena kali ini, bosnya mau mendengarkan sarannya. Mau bagaimana lagi, Ningguang sangat bersemangat jika menyangkut perihal mengumpulkan Mora demi pembangunan Jade Chamber-nya.
Terlebih semenjak Rite of Descension enam bulan yang lalu, kini Ningguang bahkan sudah memiliki beberapa rancangan bisnis yang akan membuatnya menghasilkan banyak sekali Mora dengan cepat. Beberapa rencana bisnis itu pun sudah mulai terlaksana.
Wanita anggun itu membuka pintu terluar Jade Chamber, bangunan tempat ia bekerja sekaligus sebagai rumahnya.
"Eeeeenggh~" Ia merentangkan kedua tangannya ke atas.
Setelah melemaskan otot-ototnya yang kaku karena duduk semalaman, Ningguang merasa kini badannya sedikit lebih enak.
Udara pagi yang sejuk, langit yang cerah, dan burung-burung berkicauan penuh semangat. Ya, ini adalah awal yang bagus untuk memulai hari!
"Hm …? Apa yang terjadi di bawah sana?"
Seminggu ini, dia memang merasa kalau orang-orang di bawah sana sering berisik. Kalau tidak salah, perumahan itu dimaksudkan untuk disewakan sebagai tempat tinggal. Ningguang sering menemui berbagai macam tipe orang, jadi memiliki tetangga yang seperti ini tidaklah membuatnya kerepotan.
"Sebaiknya aku menyapa mereka nanti." Itulah yang dipikirkannya. Selain itu, Ningguang memang berencana pergi ke Pelabuhan Liyue karena punya keperluan disana, jadi mampir sebentar ke perumahan itu tidak ada salahnya, 'kan?
Tapi sebelum itu, dia harus mandi terlebih dulu. Bagi Ningguang, penting sekali untuk menjaga penampilan ketika akan menemui orang lain.
.
.
.
Beberapa menit sebelumnya di bawah Jade Chamber ….
Di salah satu area perumahan disana, duduk seorang pria jangkung berambut coklat-gelap dengan poni sedikit panjang di sisi kanan kepalanya. Meski wajahnya terlihat dingin, kurang ekspresif, dan segala penyebutan serupa … namun sebenarnya ia adalah tipe orang yang bisa membuat nyaman lawan bicaranya ketika diajak berbincang-bincang.
"Kalau kau ingin membuat senjata yang sangat kuat, berarti bahan mentah yang dipakai harus kualitas tinggi. Di Liyue, Dragonfall adalah pilihan terbaik yang bisa kusarankan padamu. Namun, di zaman sekarang kau akan kesusahan mendapatkan batu itu."
Pria itu menjelaskan panjang lebar. Ia mengangkat gelas yang berisi teh, menghirup sebentar aromanya, kemudian menyeruputnya penuh kekhidmatan.
Dragonfall adalah jenis kristal langka yang terbentuk dari reaksi Elemental. Ribuan tahun yang lalu, bebatuan itu terdapat banyak sekali di pertambangan Chasm, namun dikarenakan terus diambil tanpa kejelasan yang berarti, kini keberadaan Dragonfall cukup sukar ditemukan.
Sementara itu, pemuda yang duduk di depannya hanya mengangguk-angguk. "Heeeh~ begitu, ya."
Dia kembali membuka mulutnya, "Susah bukan berarti mustahil. Jika masih ada orang yang menjual batu itu, kau hanya perlu mengeluarkan sedikit tambahan Mora saja ."
Pemuda berambut kuning jabrik itu tertawa canggung. Ia tak begitu yakin seberapa banyak dari maksud "sedikit" itu. Terlebih lagi, dia tahu tentang masalah pria ini yang punya penilaian cukup "unik" mengenai Mora.
"Kau tahu, pemasukan uangku tidak akan cukup untuk membelinya, Zhongli-san," pungkasnya.
Pria jangkung yang diketahui bernama Zhongli itu masih tetap dengan ekspresi datarnya. "Benarkah? Itu sangat disayangkan." Dia kembali meminum tehnya.
Sang pemuda mengeluarkan sesuatu yang terbungkus oleh kain, dan meletakkannya di atas meja. Itu adalah barang peninggalan leluhurnya. Sejujurnya ia jarang memperlihatkannya kepada orang lain, dan meski dia baru mengenal Zhongli beberapa hari ini, ia bisa percaya padanya.
Setelah kainnya terlepas seluruhnya, kini terpampanglah sebuah katana bersarung lengkap. Ketika ditarik, bilah berwarna biru mengkilap memukau mereka yang melihatnya. Bahkan, aura yang dipancarkannya bisa membuat orang bertekad lemah merinding seketika.
Meski ekspresi wajahnya tidak berubah, di dalam hatinya Zhongli merasa kagum pada pedang itu. "Kalau kau sudah punya pedang sebagus ini, lalu untuk apa kau membuat pedang lagi, Naruto?"
Kata-kata itu sontak membuat orang yang ditanya berubah melamun. Ingatannya kembali ke beberapa tahun sebelumnya, saat dirinya untuk pertama kali … melihat katana yang ada di tangannya ini.
Uzumaki Naruto sang Pandai Besi Pengelana, membuka mulutnya untuk membalas pertanyaan barusan, "Katana ini adalah peninggalan leluhur keluargaku. Tepat sebelum kakekku, Jiraiya, wafat … beliau mempercayakan benda ini padaku."
Zhongli tetap diam mendengarkan cerita anak muda di depannya.
Kedua safir Naruto melihat sesuatu yang ada di antara bilah dan pegangan pedang, itu adalah simbol warna merah yang berbentuk melingkar. "Nama katana ini adalah … Shinkai no Uzushio. Aku kagum dengan benda tempaan leluhurku, karena itulah aku bercita-cita untuk melampaui hasil karyanya."
"Jadi, itulah alasanmu mulai mengelilingi dunia, sambil mengumpulkan pengetahuan dari para Penempa Pedang di seluruh Teyvat ini, hm?" Zhongli mulai paham.
Naruto mengangguk. "Benar. Meski … aku tidak tahu butuh berapa lamanya sampai aku berhasil, aku akan tetap berusaha!"
"Semoga para Dewa memberkati perjalananmu, Naruto," ujar Zhongli.
Keduanya terdiam selama beberapa saat. Zhongli masih menikmati teh hangat yang ada di cangkirnya. Sementara Naruto sendiri memandangi dengan seksama katana buatan pendahulunya itu.
Setelah perbincangan itu, keduanya kembali membicarakan banyak hal. Naruto menanyakan senjata hebat apa saja yang pernah dilihat Zhongli, dan pria itu membalas dengan jawaban yang membuat Naruto puas.
"Pengetahuanmu sungguh luas, Zhongli-san! Aku bersyukur bertemu denganmu ketika singgah di kota ini."
"Kau terlalu memandang tinggi diriku, Naruto. Aku hanya mengatakan kepadamu, apapun yang kuketahui. Kadang kala, tidak sedikit orang yang kurang puas setelah mendengar penjelasanku."
Zhongli sungguh rendah hati. Naruto tidak heran kenapa pria itu bisa terkenal di kalangan para peneliti dan arkeolog, pengetahuannya mengenai sejarah berada di tingkatan yang berbeda dengan orang-orang.
Zhongli sedikit menoleh ke belakang karena mendengar sesuatu. Begitu pula Naruto, sayup-sayup ada suara yang dikenalinya.
"Hm? Mereka …."
Dua orang datang dari arah Pelabuhan Liyue, dan mereka mengarah ke rumah sewaan yang ditinggali Naruto. Pemuda itu mengenal mereka.
Yang pertama adalah seorang gadis bernama Ayaka dari keluarga Kamisato, yang kebetulan mengikuti Naruto sejak setahun yang lalu. Dia punya perasaan terhadapnya, itulah mengapa Ayaka berpetualang bersamanya demi bisa mengenal Naruto lebih jauh lagi. Gadis itu bahkan sudah menyiapkan proposal untuk menjadi istri yang baik di masa depan Naruto kelak.
Sementara orang kedua, gadis itu memiliki kulit putih bersih, rambut berwarna ungu yang sedikit diikat seperti dua telinga kucing di atas kepalanya. Rambut sisanya dia biarkan tergerai dengan model twinstail sampai sepinggul. Namanya adalah Keqing, seorang Yuheng salah satu Liyue Qixing.
"Sudah kubilang …, Naruto-kun sedang tidak ingin menemui siapapun!"
Dari kejauhan, terlihat Ayaka yang berusaha menarik lengan Keqing. Entah apa yang mereka ributkan sejak awal, tetapi baik Zhongli dan yang lain bisa mendengar teriakan keduanya meski masih berada cukup jauh dari area perumahan.
"Ohoo~ benarkah? Lalu bagaimana kamu menjelaskan hal itu? Bagiku, disana terlihat cukup ramai loh, Ayaka." Keqing membalas kata-kata Ayaka dengan seringaian kemenangan. Dia tahu betul kalau Ayaka sedang berbohong padanya.
Akibat kalimat itu, tentu saja Ayaka segera memastikannya. Dan benar, di rumah sewa yang ia tempati bersama Naruto, ada Zhongli. Keduanya tampak serius membicarakan sesuatu.
"Dasar, Baka-Ruto! Kenapa dia malah membawa tamu ke rumah, sih?!" Ayaka menggumamkan kekesalannya sepelan mungkin, namun sayangnya Keqing masih bisa mendengarnya
"Ketahuan 'kan, Ayaka, kalau kamu hanya ingin menjauhkanku dari Naruto?" Dengan kata-kata itu, Keqing segera mempercepat langkahnya, meninggalkan Ayaka yang sibuk menggerutu di belakang.
"Keqing! Heeiiiii! Tunggu aku!"
Namun Keqing tidak mau menuruti teriakan si gadis Kamisato.
Dia akhirnya sampai, kemudian berniat untuk menyapanya. "Ah, halooo … Naruto. Bagaimana kabarmu?" Keqing selalu merasa malu ketika bertatapan muka dengan pemuda Uzumaki itu.
Naruto hanya mengangguk singkat. "Aku baik. Terimakasih atas bantuanmu selama seminggu ini, Keqing-san."
"Uhm! Tidak, jangan sungkan begitu. Kalau kamu butuh sesuatu, datang saja ke tempatku. A-Aku akan mengusahakan yang terbaik demi kamu!"
Pemuda itu tersenyum sebagai formalitas.
Zhongli hanya memandang pembicaraan mereka tanpa ekspresi yang berarti. Tanpa dijelaskan pun, walau hanya melihat sedikit tingkah Keqing barusan, dia bisa mengetahui bahwa gadis itu punya ketertarikan terhadap Naruto.
"Selamat pagi, Keqing."
Orang yang merasa namanya dipanggil pun menoleh. "Ehem. Pagi juga, Tuan Zhongli."
Naruto mengalihkan pandangannya ketika Ayaka sudah sampai di rumah. Di tangannya ada sebuah keranjang berisi sayuran dan ikan yang terlihat segar. "Okaeri, Ayaka. Kau sudah selesai berbelanja?"
"Hmph. Begitulah," jawabnya ketus. Wajahnya berpaling ke samping. "Pagi tadi kamu bilang, kalau kamu akan pergi untuk mencari bijih besi di pertambangan. Kenapa kamu masih di rumah, Naruto-kun?"
Naruto tertawa gugup. Ayaka pasti cemburu melihatnya berbincang-bincang dengan Keqing.
Dulu kejadian serupa pernah terjadi ketika Naruto dan Ayaka singgah di sebuah desa yang berada di wilayah padang pasir. Secara tak sengaja, ia melihat Naruto yang terlihat sangat asyik bertukar kata dengan seorang gadis cantik penduduk setempat. Hasilnya, Ayaka bahkan tak mau berbicara dengannya selama seharian.
"Itu memang rencanaku. Tapi aku teringat kemarin sudah membuat janji dengan Zhongli-san, jadi aku mengubah sedikit jadwalku dan menunggu kedatangannya. Ahaha." Naruto masih bingung harus berkata seperti apa lagi, karena Ayaka bahkan tak mau menatap wajahnya.
Mengerti arah pembicaraan itu, wajah Keqing tiba-tiba menjadi bersemangat. "Oohh! Kalau kamu mau, aku bisa mengantarkanmu ke Chasm, Naruto! Begini-begini, aku tahu sedikit loh setiap area pertambangan disana. Hehe~"
"Itu terdengar bagus." Naruto cuma tidak terbiasa menolak kebaikan orang lain. Memang begitulah sifatnya.
"Hanya 'sedikit', huh? Aku rasa, kamu bahkan tak akan memberi banyak bantuan, Keqing," celetuk Ayaka.
Keqing mendelik kesal gadis di sampingnya. "Baiklah … kuralat. Aku paham BANYAK jika itu adalah area Chasm!" Dia itu tipe orang yang tidak mau mudah mengalah dari berdebat.
Keduanya saling menatap tajam satu sama lain. Setelahnya, entah bagaimana, muncul semacam percikan listrik rivalitas yang menghubungkan mata Ayaka dan Keqing.
Tidak ingin mereka sampai berkelahi, Naruto pun akhirnya memisahkan keduanya. Dia menjadi penengah antara Ayaka dan Keqing ketika mereka mulai beradu mulut lagi.
Ketika mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing, seseorang datang mendekati perumahan disana. Naruto yang pertama kali menyadari kehadirannya pun menyambutnya.
"Oh, jarang-jarang Anda datang ke sini. Ada yang bisa kubantu, Ningguang-san?"
Meski hanya seorang pendatang, Naruto cukup mengenali setiap orang penting di kota ataupun desa yang disinggahinya. Begitu juga mengenai sosok Ningguang, tidak mungkin ada orang yang tak pernah mendengar namanya disebut.
Ningguang menampilkan senyuman ringan atas keramah-tamahan pemuda di depannya. "Ehm, tidak, aku sebenarnya berencana ke Pelabuhan Liyue, tepatnya ke Yuehai Pavilion. Karena kebetulan lewat sini, jadi aku hanya ingin menyapa kalian."
Tempat yang ingin dituju Ningguang adalah sebuah bangunan yang dimaksudkan untuk para Qixing membahas urusan resmi mengenai Liyue. Itulah Yuehai Pavilion.
Naruto mengangguk mengerti. Pebisnis memang selalu sibuk setiap hari, ya? Itulah yang dipikirkannya saat ini.
"Ohh, ternyata ada Keqing juga di sini?" Ningguang melemparkan senyum ramah kepadanya.
"Ningguang …."
Keqing langsung berwajah masam kala melihat wanita berambut pirang-platinum itu. Bisa dibilang … para Liyue Qixing, meski tidak semuanya, hubungan mereka tidak begitu akrab karena rivalitas internal yang mereka punya.
"Jadi, Naruto … bagaimana kalau kita ke Chasm sekarang?" Keqing membawa topik pembicaraan sebelumnya.
"Eeeh, tapi …."
Naruto tak enak jika harus meninggalkan Ningguang begitu saja. Padahal wanita itu sudah menyempatkan waktu berharganya untuk mampir ke rumahnya.
Ningguang sedikit paham dengan tingkah lelaki itu yang kebingungan. "Ah, kalau kamu punya kegiatan, silakan lanjutkan saja, Naruto. Aku tidak akan lama di sini, jadi tidak perlu repot-repot menjamuku."
"Ahaha, maaf kalau begitu." Naruto membungkuk berulangkali, sebagai tanda hormatnya kepada sang Tianquan.
Setelahnya, ia pun izin pamit. Ningguang melihat Zhongli yang kebetulan ada disana, jadi ia berniat menyapa, "Oh, Tuan Zhongli, lama tak jumpa."
Baik Keqing ataupun Ningguang, mereka terkadang menaruh hormat kepada orang yang lebih tua dari mereka, itulah mengapa mereka memanggil Zhongli seperti itu. Meski di mata keduanya Zhongli bukanlah pebisnis yang bisa memberi pengaruh besar di Liyue, mereka sangat mengaguminya karena pengetahuan luas yang dimiliki pria itu. Ketenaran Zhongli di Pelabuhan Liyue sudah dikenal oleh banyak orang.
"Halo juga, Ningguang. Kau tadi bilang akan ke Pelabuhan Liyue, 'kan? Kebetulan aku juga ingin kembali ke Wangsheng."
Pembicaraannya dengan Naruto pun telah usai, jadi ia tak punya kepentingan lagi di sini. Dan yang dia maksud tadi adalah Wangsheng Funeral Parlor …, Zhongli bekerja disana sebagai konsultan.
Wajah pria itu tetap tak berekspresi ketika membalas lawan bicaranya. Meski begitu, Ningguang tidak mempermasalahkannya. Ia tahu betul kepribadian Zhongli dan dirinya yang tak pandai mengekspresikan setiap keadaan.
"Kalau begitu, kita bisa berjalan bersama ke sana. Punya teman mengobrol sepertimu cukup menyenangkan, Tuan Zhongli."
Tanpa banyak alasan, pria itu menerima tawaran Ningguang. Mereka pun mulai berjalan meninggalkan area perumahan itu.
"Huh? Kau ingin ikut ke Chasm, Ayaka? Bukankah kau tadi bilang ingin masak?"
"Aku tidak bisa tenang jika meninggalkanmu berduaan dengan Cewek Genit ini, Naruto-kun!"
"Aku bahkan lebih heran kenapa Naruto bisa tahan bepergian dengan Cewek Dingin sepertimu."
"A-Apa kamu bilang, Kucing Pencuri?!"
"Kamu yang mulai duluan, Putri Es!"
"Sudahlah kalian berdua. Haaah~"
Ningguang sedikit menoleh ke belakang tatkala suara perdebatan itu terdengar olehnya. Jarang-jarang ia melihat Keqing yang seperti ini. "Fufufu~ mereka terlihat menikmatinya."
"Ya. Selagi mereka masih punya kesempatan untuk bersenda gurau bersama, lebih baik menikmati hari-hari mereka yang seperti itu."
Yang dimaksud Zhongli adalah, tidak ada yang tahu umur hidup masing-masing. Makanya, ia sering mengingatkan orang-orang yang berbincang dengannya, agar jangan sampai melewatkan satu momen berharga dalam sehari bersama keluarga dan orang terkasihnya.
Ningguang melirik pria itu lewat ekor matanya. Untuk sesaat, ia seolah melihat setitik cahaya kesedihan di wajah dingin yang selalu Zhongli kenakan.
"Kamu benar."
Setiap kali berbincang dengan Zhongli, Ningguang terkadang merasa ada yang aneh pada dirinya. Dia seolah sudah mengenalnya sangat lama sehingga bisa mengerti setiap apa yang pria itu katakan.
Wanita cantik itu menggeleng pelan, mencoba mengenyahkan pikiran aneh di kepalanya.
'Itu tidak mungkin. Tuan Zhongli saja mulai pindah ke Liyue sejak 10 tahun yang lalu, jadi mana mungkin aku mengenalnya lebih lama dari itu.' Begitulah yang dipikirkannya.
—Setelahnya, dalam perjalanan Zhongli dan Ningguang, banyak hal lagi yang mereka perbincangkan.
.
.
~Kontrak yang Melampaui Waktu~
.
.
Ningguang bersama asistennya keluar dari salah satu rumah. Tentu saja, apalagi yang mereka lakukan di sini kalau bukan karena urusan bisnis?
Keperluannya di sini sudah selesai, jadi ia ingin segera kembali ke Jade Chamber. Namun, tak disengaja kedua matanya melihat sosok yang dikenalinya di depan sana. "Baiwei, kamu pulang duluan saja. Ada hal lain yang harus kulakukan."
Ningguang mengatakan itu tanpa mengalihkan pandangannya. Tentu saja, dia hanya mencari-cari alasan agar punya waktu sendirian.
Seorang gadis muda berambut hitam bob lurus sebahu, tampak kebingungan. Di daftar jadwal yang ia pegang, tak ada rincian mengenai apapun lagi yang harus dilakukan Ningguang di Dihua Marsh ini.
"Eh? Kalau Anda bilang begitu …, eehm baiklah. Saya izin pamit, Nona Ningguang."
Baiwei tak ingin mempertanyakan lebih lanjut karena percaya pada kata-kata wanita cantik itu. Dia pun segera beranjak pergi dari sana.
Setelah memastikan asistennya itu tak kelihatan di sekitarnya, Ningguang akhirnya berjalan menuju ke jembatan yang tidak jauh darinya. Di atas jembatan besar yang terbuat dari batu itu, berdiri Zhongli dengan ekspresi datarnya. Pandangannya seolah menerawang entah ke mana.
Setelah di dekatnya, Ningguang pun membuka suara terlebih dulu, "Ehem! Kebetulan sekali kita bertemu di sini, Tuan Zhongli."
Yah, yang wanita itu katakan tidak sepenuhnya salah. Itu tadi hanya untuk basa-basi saja. Ningguang ingat terakhir kali mereka bertukar kata adalah sekitar empat hari yang lalu.
Zhongli menoleh ke samping kirinya. "Oh, Ningguang …."
"Kamu sering berada di sini?"
Kalau tak salah ingat, dua minggu yang lalu, Ningguang sempat melihat Zhongli sendirian di sini. Entah apa yang dilakukannya, karena Ningguang tidak sempat menyapanya.
Zhongli mengangguk sebagai jawabannya. "Benar. Tempat ini memiliki banyak arti bagiku."
Ningguang baru tahu kalau tempat bernama Dihua Marsh ini seberharga itu bagi Zhongli. Menurutnya, ladang luas yang dipenuhi air ini hanyalah tempat penghasil Mora bagi Ningguang, tanah subur yang bagus untuk pertanian. Tidak ada yang spesial selain itu.
"Dulu sekali … area ini adalah tempat paling indah di wilayah Guili Plains, tapi semuanya mulai berubah semenjak Perang Archon dimulai. Perang para Dewa telah membuat struktur tanah dan bebatuan di sini menjadi berantakan, kamu bisa melihat buktinya dari sekitar sini, Ningguang."
Wanita itu tentu saja kaget karena Zhongli tiba-tiba membahas sejarah masa lalu. 'Eeeh, apa dia bisa membaca pikiranku? Maaf karena aku hanya memikirkan soal Mora!'
Karena Ningguang tak kunjung menanggapi perkataannya, Zhongli pun melanjutkan, "Dihua Marsh pernah dipenuhi oleh padang bunga Glaze Lily. Itulah mengapa banyak orang yang sering datang ke sini, meski hanya untuk memandangi dan menikmati aroma harum yang dikeluarkannya."
Ujung telinga Ningguang menjadi merah. Ia merasa malu karena sempat mengatai di dalam pikirannya, bahwa tempat di depannya ini hanya sebagai area bercocok tanam. Ia bahkan tak tahu sejarah tempat ini ternyata sebagus itu.
"Ehem, benar … Glaze Lily." Ningguang mencoba untuk kembali ke dirinya semula. Ia menoleh ke pohon besar yang tidak jauh darinya. Di bawah pohon, tumbuh dua bunga Glaze Lily yang kelopaknya tertutup.
Menatap bunga itu cukup lama, tanpa ia sadari, mulutnya mulai menyenandungkan sebuah lagu ….
"When the lilies bloo~om at ni~ight."
"When you see the sta~ar up hi~igh."
"Shining for you~"
Zhongli tampak terkejut mendengar alunan nada yang dipakai Ningguang. Ia menoleh ke samping, kedua pupil matanya bergetar pelan. Pria itu seolah melihat bayang-bayang dari seorang kenalannya, berdiri tepat di samping Ningguang.
"Tu-Tuan Zhongli?"
Lamunannya terbuyarkan, bayangan yang Zhongli lihat pun berangsur menghilang seolah ikut terbawa angin. Pria itu menggeleng berulang kali.
Ningguang menghentikan nyanyiannya karena menyadari perilaku aneh dari Zhongli. "Kamu … baik-baik saja?"
"Yeah. Jangan khawatir."
'Sepertinya, Tuan Zhongli tadi terlihat … bersedih.' Ningguang masih ragu. Tapi, ia juga tak berani menanyakannya secara langsung.
"Dulu saat aku kecil, di malam harinya aku sering bernyanyi di depan bunga itu." Ia mencoba untuk membuka topik lain.
Di Pelabuhan Liyue juga ada bunga serupa, namun Glaze Lily disana ditanam secara mandiri oleh warga sekitar untuk menghiasi pekarangan rumahnya. Sementara bunga yang ada di Dihua Marsh, semuanya tumbuh dengan alaminya karena faktor alam.
Glaze Lily adalah bunga yang unik. Kelopaknya tertutup di siang hari, dan malamnya akan mekar dengan sangat indah. Ketika kau bernyanyi di dekatnya, maka bunga itu akan meresponsnya dengan mengeluarkan aroma harum yang menenangkan.
Zhongli berdehem sekali. "Kau tadi bernyanyi sangat bagus. Dari siapa kau belajar?"
"Ohh, lagu tadi?" Ningguang tampak berpikir, mencoba menggali ingatan terdalamnya. "Itu sudah sangat lama, bahkan aku ingat masih kecil waktu itu. Aku tidak sengaja mendengarnya ketika sedang berada di hutan. Saat aku mencari tahu darimana suaranya berasal, aku tidak bisa menemukan siapapun. Aneh, bukan? Fufufu~"
Zhongli yang mendengar itu pun, kini berubah merenung. Ia yakin, teman lamanya pernah menyenandungkan lagu yang sama dengan yang barusan Ningguang lakukan.
Setelahnya, keduanya tampak berbicara mengenai banyak hal. Ningguang bahkan tersenyum beberapa kali karena cerita dari pria itu sungguh menghiburnya. Angin sepoi-sepoi menerpa wajah mereka, melengkapi cuaca siang hari yang sedikit cerah ini.
Zhongli memilih topik pembicaraan yang lain, "Ngomong-ngomong, apa sedang yang kau lakukan di sini?"
Ningguang tersadar dari lamunannya. "Ah, itu … aku hanya mengingatkan kepada warga sekitar Dihua Marsh, mengenai rancangan pertanian yang akan dimulai beberapa hari ke depan."
Zhongli paham. Sebentar lagi memang sudah waktunya menanam padi, dan tumbuhan yang lain. "Kau tidak kenal lelah bekerja, ya?"
"Semua yang kulakukan hanya semata-mata demi Liyue." Dia tersenyum, wajahnya menengadah ke atas. "Tanpa bantuan dan ramalan Ilahi Rex Lapis, bangsa Liyue tidak mungkin bisa berkembang sejauh ini."
"Tapi tetap saja, buah pikiran serta usaha kalian semua lah yang menghasilkannya. Kalian harus bangga."
Ningguang mengangguk atas perkataan Zhongli.
"Kau memang wanita yang pekerja keras, Ningguang. Tindakan serta cara berpikirmu … membuatku teringat kembali pada teman lamaku," ujar Zhongli.
"O-Oh … itu, sebuah kehormatan untukku." Pipinya sedikit merona, Ningguang jadi salah tingkah. Bahkan ia merutuki jawabannya barusan yang terdengar aneh.
Wanita itu selalu mendapat pujian oleh banyak orang di Pelabuhan Liyue. Karena sudah terbiasa, maka ia terkadang hanya akan memberikan sebuah senyuman singkat sebagai tanggapan. Namun … ketika Zhongli yang memujinya, Ningguang tahu bahwa itu terasa berbeda. Ia sendiri bingung kenapa dia selalu merasa malu setelah mendapat pujian darinya.
Dia mencoba untuk kembali ke dirinya semula, seorang wanita yang elegan. "Ehem! Lalu, di mana dan apa yang sekarang sedang temanmu itu kerjakan, Tuan Zhongli?"
"Dia … sudah tenang di atas sana."
"Ahh, maafkan aku …." Ningguang merasa tidak enak karena sudah menanyakan itu.
"Tak usah dipikirkan. Aku sudah merelakannya, kok."
Zhongli menggeleng. Wajah yang selalu memasang ekspresi dingin itu, meski hanya sebentar saja, Ningguang yakin kalau dirinya melihat pria di sampingnya itu … tersenyum lembut.
Entah dari mana benda itu dia keluarkan, tiba-tiba saja, di tangan pria itu ada sebuah batu berukuran sedang dengan ukiran-ukiran rumit layaknya puzzle. Batu itu bercahaya terang, memiliki warna seperti meteorite dari luar angkasa. Sebuah benda yang menyimpan misteri, bahkan Zhongli sendiri tidak pernah bisa membuka puzzle-nya.
"Satu-satunya peninggalan darinya hanyalah ini."
Ningguang yakin, yang dimaksud itu pasti adalah temannya tadi. "Benda yang sangat indah. Apa … aku boleh memegangnya sebentar?"
Mendengar kata-kata itu, Zhongli terdiam. Sejujurnya … dia sendiri jarang memperlihatkan benda itu ke orang lain, apalagi sampai membiarkannya disentuh. Tapi karena Ningguang bukan orang asing baginya, terlebih lagi dia selalu mengawasi wanita itu sejak awal, maka Zhongli yakin bahwa Ningguang tak 'kan berbuat aneh-aneh—seperti mencoba menjualnya demi*uhuk* Mora atau semacamnya.
Zhongli menyerahkannya, dan diterima dengan baik oleh Ningguang.
"Hmm … aku belum pernah melihat benda semacam ini," gumam sang Qixing. Ia meneliti setiap inchi dari batu itu.
"Temanku tidak pernah cerita darimana ia mendapatkannya." Zhongli bersedekap dada. "Aku menamainya … Memory of Dust. Sepertinya temanku pernah meninggalkan pesan saat menyerahkan batu itu padaku, sayangnya aku tidak bisa mengingat dengan jelas soal apa itu."
Zhongli ingat jika ia ditantang untuk membuka batu puzzle itu. Tapi, di saat temannya sudah di ujung ajalnya, dia dengan senyuman lemah di wajahnya … malah meminta Zhongli untuk melupakan tantangannya. Bukankah itu sangat kontradiksi sekali?
"Begitu, ya." Ningguang hanya mengangguk-angguk.
Sriiiing~
Ketika batu di tangannya tak sengaja berdekatan dengan permata Vision milik Ningguang, Memory of Dust memancarkan cahaya terang selama beberapa detik. Baik itu Ningguang maupun Zhongli, mereka terkejut bukan main.
Takut kalau-kalau batu itu akan meledak, Ningguang sesegera mungkin mengembalikannya ke Zhongli. "Sumpah! Aku tidak melakukan apa-apa!" Wanita itu berteriak panik, dia saat ini bahkan tidak peduli lagi dengan karakter anggun yang selalu ia jaga di depan warga Liyue.
"Yeah, kau tidak perlu ketakutan begitu."
Tadi itu pun di luar prediksi Zhongli. Ia masih tidak mengerti dengan apa yang barusan terjadi. Pria itu memeriksa apakah ada yang berubah dengan batu puzzle peninggalan temannya.
"A-Apa … ada yang rusak?" tanya Ningguang agak ragu.
Pria tinggi itu menggeleng. "Tidak ada. Tapi, sesuatu di ba—"
"Heeiiiiii …! Zhongli-saaaaaaan!"
Pembicaraan mereka terganggu karena teriakan seseorang. Keduanya menoleh ke belakang, dan menemukan Uzumaki Naruto sedang berlari ke arah mereka.
Badannya membungkuk dengan tangannya masing-masing bertumpu pada lututnya. Pemuda itu menarik napas sebanyak-banyaknya seolah tak pernah merasa cukup.
"Haaaaah! Setelah bertanya ke berbagai orang, akhirnya aku menemukanmu, Zhongli-san. Itu melelahkan sekali, loh!"
"Maaf menyusahkanmu. Jadi, ada apa kau mencariku?"
Sebelah alis Naruto terangkat. "Huh? Kau lupa …? Ini soal bijih besi. Pagi tadi kau bilang, kalau kau luang siang ini. Aku sudah menunggumu tapi kau tak kunjung datang ke rumahku."
Zhongli baru ingat jika dia memang berkata seperti itu. "Sepertinya aku terlalu asyik berbincang dengan Ningguang sampai lupa waktu."
Ningguang yang berdiri di samping Zhongli tertawa sambil menutupi mulutnya.
Naruto tersenyum lebar. "Santai, santai … melupakan sesuatu adalah hal normal bagi manusia, 'kan? Hehe!"
"… manusia, benar." Zhongli berubah melamun.
Ningguang sedikit menyadari ada yang aneh ketika Zhongli menggumamkan kata itu. 'Ada apa dengannya?'
"Oyaaa~ di sini mulai ramai, huh?"
Suara baru itu, kembali mengagetkan lagi mereka yang berdiri disana. Sekelompok orang datang menginterupsi kegiatan mereka.
"Aku sudah lelah menunggu dari kejauhan. Jadi, apa kalian sudah selesai?"
Mereka bertiga lekas menoleh bersamaan ke sumber suara. Di bagian paling depan, berjalan seorang wanita dewasa berkulit putih pucat. Rambutnya yang berwarna pirang-platinum dibiarkan menjuntai, sementara sebagiannya lagi diikat menjadi dua sanggul berbentuk mawar di belakang kepalanya. Wanita itu memakai anting di telinga kirinya dan sebuah topeng yang menutupi mata kanannya.
Selain dia, ada dua orang lain yang memakai pakaian aneh tertutup. Sepertinya mereka adalah laki-laki semua, terlihat jelas dari postur tubuhnya. Keduanya berjalan di belakangnya—seperti penjaga atau bawahannya.
"Aku punya urusan penting yang harus kubicarakan dengan Zhongli."
Namanya adalah Rosalyne-Kruzchka Lohefalter, atau … dia lebih dikenal sebagai La Signora, anggota ke-8 dari Fatui Harbinger.
Dia sejak tadi mencari Zhongli, namun ketika menemukannya, ternyata pria itu sedang bercengkrama dengan Ningguang. Karena tak ingin mengganggu mereka, jadi ia memutuskan untuk menunggu sambil memantau dari kejauhan. Lalu setelah menunggu sekian lama, ia melihat Naruto menghampiri kedua makhluk beda gender itu. Dan begitulah, Signora sekarang muncul karena sudah bosan menunggu.
"Sabar, Signora, aku membuat janji lebih dulu dengan Zhongli-san, dan … bukannya kau." Naruto membalasnya tanpa basa-basi.
Signora yang mendengar itu pun mendengus, kemudian bersedekap dada.
Ini bukan pertama kalinya Naruto bertemu Signora. Bisa dibilang dalam perjalanannya, meski tak sengaja, ia sering berjumpa wanita dingin itu di kota-kota besar. Yah, anggap saja kalau Naruto sudah sedikit memahami bagaimana sifat yang dimiliki Signora, makanya pemuda itu tak merasa sungkan berkata demikian.
Bawahan Signora tampak tersungut kemarahannya karena sikap Naruto. "Hei! Jaga bicaramu di depan—"
Sret!
Kata-katanya berhenti tepat setelah Signora mengangkat tangan kirinya. "Tidak masalah, aku bisa menunggu lagi. Lagipula, aku tak terburu-buru meninggalkan Liyue."
"Meski begitu, Signora-sama, dia berbicara tidak sopan kepada Anda. Setidaknya … saya harus—"
"Berisik. Apa aku memberimu izin berbicara?"
Anggota Fatui itu langsung diam seribu bahasa tatkala merasakan hawa dingin di sekujur kulit tubuhnya. Itu pasti karena aura yang merembes keluar dari Delusion milik atasannya.
"Aku sudah sering mengatakannya pada kalian, jangan pernah memulai masalah hanya karena alasan sepele." Sebelah mata kiri Signora yang tak tertutup topeng, melirik ke sekitarnya. Di sini ada beberapa perumahan, ia bisa melihat adanya lansia bahkan juga anak-anak.
Perlu diketahui, meski ia selalu bersikap kejam kepada lawan-lawannya, Signora tetaplah masih memiliki hati yang baik. Wanita cantik itu tak pernah sekalipun memulai pertempuran di tempat yang bisa memakan korban jiwa tak bersalah, terutama dari perempuan dan anak-anak.
Kedua bawahannya tidak merespon, atau paling minimal … mengangguk. Bukannya tak mengerti atau tidak menerima kata-kata Signora, mereka hanya masih merasakan ketakutan akibat hawa dingin itu.
"Semua laki-laki saja, sulit untuk diatur. Hmph!"
Ningguang dan Zhongli tetap memilih diam tanpa ingin ikut campur mengenai cara Signora yang "mendidik" anak buahnya.
"Maa, maa, tenanglah! Sifat seperti itulah yang membuatmu sampai sekarang tidak bisa memiliki pasangan, Signora," ujar si pemuda berambut kuning jabrik itu.
Signora berdecak pelan. "Berhenti bicara seolah kau mengenalku, Uzumaki."
Naruto mengendikkan bahunya. "Yah apapun masalah yang sudah kau alami … aku yakin, paling tidak kau pasti punya seorang kenalan laki-laki yang bisa kau percaya, 'kan?"
Mendengar hal itu, tiba-tiba saja Signora teringat pada Rostam, seorang Knight of Favonius yang juga merupakan kenalan baiknya ketika ia masih menjadi seorang "Rosalyne". Mereka pada akhirnya menjadi akrab, bahkan berjanji untuk terus hidup bersama.
Tapi, setelah semua kebaikan yang Rosalyne berikan … balasan apa yang ia dapat? Rostam meninggalkannya sendirian di dunia ini. Janji yang mereka buat, kini seolah tak pernah tercipta. Fakta kematian laki-laki itu masih tidak bisa Rosalyne terima sampai sekarang.
Rosalyne selalu menjadi sentimental kalau mengingat laki-laki yang disukainya itu. Mau seperti apapun, Rostam adalah cinta pertama dan terakhir baginya.
Rosalyne—atau yang sekarang berganti nama ke Signora—kembali memejamkan matanya. "Huh. Itu bukan urusanmu," ujarnya sinis.
Naruto hanya bisa menggeleng pasrah berulang kali. Ia selalu pusing jika harus bertukar kata dengan orang seperti Signora.
Signora menatap Zhongli. "Kalau begitu, aku akan menunggumu di Liuli Pavilion. Jika urusanmu dengan bocah ini sudah selesai, tolong segera ke sana, Zhongli."
Liuli Pavilion adalah salah satu tempat makanan yang terkenal di Pelabuhan Liyue. Itu tempat yang menurut Signora cocok untuk mendiskusikan hal penting.
Pria itu mengangguk. "Ya, baiklah."
"Apaan sih? Aku sudah besar, tahu." Begitulah yang digumamkan Naruto karena jengkel.
Sebelum meninggalkan mereka bertiga, Signora masih sempat-sempatnya mencuri pandang ke Naruto. 'Dia dan Rostam benar-benar mirip, terutama di sifatnya yang suka ikut campur urusan orang lain. Dasar merepotkan.' Tanpa disadari siapapun, Signora tersenyum senang.
Pada awal pertemuannya dengan Naruto di suatu tempat, wanita itu berpikir bahwa Rostam-lah yang ada di depannya. Namun tak berselang lama, ia sadar jika mereka adalah dua orang yang berbeda. Signora tahu betul bahwa mereka yang sudah mati … tidak akan mungkin kembali ke dunia fana ini.
Setelah kelompok Signora tidak kelihatan lagi, Zhongli melanjutkan percakapannya dengan Naruto yang sempat tertunda.
"Gimana kalau kita bicara saja disana, sambil berteduh? Aku sedikit kepanasan karena berlarian sejak tadi." Naruto menunjuk perumahan yang memiliki meja dan kursi di pekarangan rumahnya. Ia rasa, pemiliknya tidak akan keberatan jika mereka izin untuk memakainya sebentar.
"Boleh saja." Zhongli menoleh ke tempat Ningguang berdiri. "Bagaimana denganmu?"
Wanita anggun itu menunjuk dirinya sendiri. "Aku …? Ah, tidak perlu mencemaskanku. Aku memang berencana untuk segera kembali ke Jade Chamber, kok."
"Begitu, ya."
Setelah berpamitan, Zhongli dan Naruto pun beranjak pergi dari area jembatan batu di situ. Ningguang yang sendirian, menatap lahan subur luas di depannya. Mendengar cerita Zhongli tadi mengenai Dihua Marsh, ia jadi teringat dengan mimpinya beberapa hari yang lalu.
"Padang bunga Glaze Lily …, jadi itu berada di sini?"
Tatapan wanita itu kini berpaling ke arah dua pria itu berjalan, tepatnya lebih kepada punggung Zhongli. Ia merasa postur tubuhnya dengan laki-laki di mimpinya malam itu … keduanya hampir sama persis.
'Tuan Zhongli … siapa kamu sebenarnya?'
.
.
~o0o~
.
.
Seminggu berlalu semenjak hari itu di Dihua Marsh. Malam-malam yang Ningguang lalui pun, ia selalu memimpikan Rex Lapis. Dia menduga itu ada hubungannya dengan batu puzzle yang pernah ia sentuh. Satu hal yang tak ia katakan kepada Zhongli setelah bersinarnya batu puzzle itu adalah, bahwa Ningguang bisa merasakan perasaan nostalgia dari Memory of Dust tersebut.
Selain itu, meski ia selalu melupakan wajah Rex Lapis di dalam mimpinya, Ningguang sangat yakin sekali bahwa suara yang dikeluarkannya terdengar mirip dengan suara Zhongli. Jika memang benar kalau si Konsultan Wangsheng itu adalah sang Lord Geo, Morax, maka tidak heran mengapa Zhongli bisa mengingat banyak kejadian di masa lampau, yang mana itu mustahil untuk orang seperti dirinya karena keterbatasan ingatan milik manusia fana. Dan penampilan Zhongli yang tak terlihat menua sedikit pun … juga menjadi nilai tambah dari pemikiran Ningguang.
Ia sudah berencana untuk menemui Zhongli dan membicarakan masalahnya, sayangnya … waktu Ningguang berkunjung ke Rumah Pemakaman Wangsheng, pria itu tak pernah kelihatan ada disana. Sepertinya Zhongli sibuk belakangan ini.
Saat ini malam hari dan kebetulan Ningguang yang baru pulang dari Yuehai Pavilion, sedang lewat di depan bangunan bernama Third-Round Knockout. Itu adalah sebuah kedai makanan yang memanfaatkan cerita masa lampau Liyue sebagai hiburan ke pelanggannya. Perhatiannya terfokus pada seseorang yang sedang duduk disana sambil menikmati secangkir tehnya.
'Tuan Zhongli …,' batin Ningguang. Melihatnya setelah sekian lama saling tak bertukar kata, sungguh membuat wanita itu sekarang merasa senang. 'Tidak, tidak … ini bukan karena aku seperti merindukannya, 'kan?' lanjutnya kebingungan.
Mengenyahkan pikiran aneh dari dalam kepalanya, Ningguang pun memutuskan untuk menghampirinya. Zhongli kali ini menyadari kedatangannya, jadi pria itu memutuskan untuk menyapa lebih dulu.
"Malam, Ningguang. Ada yang bisa kubantu?" tanyanya. Dia tahu betul, kalau orang sibuk seperti Ningguang tak 'kan mungkin mendatanginya hanya karena urusan sepele. Seseorang dari Wangsheng pun mengatakan padanya bahwa beberapa hari ini dia selalu dicari Ningguang.
"Sepertinya kamu sibuk akhir-akhir ini, Tuan Zhongli." Dia ingin berbasa-basi dulu.
"Ah, maaf soal itu. Aku mendapat banyak tugas dari Bu Direktur untuk pergi ke berbagai tempat."
Yang dimaksud Zhongli adalah pemimpin sekaligus pengelola Wangsheng, yaitu Hu Tao. Gadis itu mengambil alih tugas sebagai Direktur ke-77 Wangsheng di usia mudanya.
Wanita anggun itu tersenyum singkat. "Ada yang ingin kubicarakan denganmu. Bisa kita pindah ke tempat lain?"
Awalnya dia hanya diam, tapi mulai menyanggupi permintaan Ningguang. "Tentu. Kalau boleh, aku ingin menghabiskan minumanku terlebih dulu."
"Tak apa. Aku bisa menunggu, kok."
Ningguang menggeser salah satu tempat duduk di situ untuk ia gunakan. Ia duduk di samping Zhongli, memperhatikan cara pria itu dalam menikmati teh miliknya. Dia memulai dengan mencium aroma tehnya, kemudian baru meminumnya.
"Kamu bahkan punya gaya tersendiri saat meminum teh, ya," celetuknya tiba-tiba, membangunkan Zhongli dari dunia nyaman yang telah dia buat.
"Menikmati teh yang disajikan dengan sepenuh hati, berarti menghargai orang yang menyeduhnya. Teh yang bagus sukar didapat. Orang yang mampu menyeduh teh … sesuai dengan suasana dan perasaan dari pelanggannya, malah lebih langka lagi."
Pria itu menjelaskan panjang lebar, dan Ningguang mengangguk-angguk sebagai tanggapannya.
"Jadi begitu yang kamu pikirkan. Fufufu~" Menurutnya, Zhongli memang punya pandangan yang sedikit unik dari kebanyakan orang.
Beberapa menit terlewati, baik Zhongli dan Ningguang asyik mendengarkan dongeng yang dibawakan oleh Tian, pekerja di kedai. Laki-laki itu membawakan dongengnya dengan baik, meski menurut Zhongli ada beberapa yang seharusnya tidak perlu diceritakan, seperti penambahan cerita yang dilebih-lebihkan walau hanya untuk memberi kesan mendalam kepada pendengarnya.
"Jadi, kita akan kemana?" ujar Zhongli setelah melihat isi gelasnya telah kosong.
"Hm? Oh, benar." Ningguang bahkan hampir melupakan tujuan awalnya karena sudah tenggelam menikmati dongeng yang ia dengar. Maklum, dia jarang memberi waktu bersantai pada dirinya sendiri karena sibuk dengan tumpukan dokumen.
"Ayo, ikuti aku," kata wanita cantik itu.
Mereka berdiri, kemudian beranjak pergi dari kedai tersebut.
.
..
.
Ningguang membawa langkahnya hingga berhenti di Kuil Yiyan. Itu adalah kuil yang didedikasikan untuk sang Archon Geo, Morax, sekaligus tempat dimana Rite of Descension selalu diadakan.
"Kurasa di sini tak masalah," ucap Ningguang. Ia menatap dua bunga Glaze Lily yang mekar tak jauh darinya.
Beberapa menit berlalu begitu saja, tak ada di antara mereka yang memulai pembicaraan.
"Jadi …?"
Zhongli mengutarakan kebingungannya karena wanita itu yang malah diam.
Ningguang mengambil napas panjang. Sorot matanya berubah serius. "Tuan Zhongli, apa benar kamu itu Rex Lapis?"
"…"
Dia hanya diam. Ekspresi wajahnya tak berubah, sama seperti biasanya.
Ningguang mengerling ke samping. Sebelah tangannya mengusap tengkuknya secara tak nyaman. "Tolong, bicaralah sesuatu. Aku tahu, aku tidak punya banyak bukti. Dan kupikir, kamu akan langsung membalas perkataanku dengan semacam; 'Alasanmu sungguh tak berdasar', sambil marah-marah."
Angin malam yang dingin menerpa helaian rambut Ningguang. Dia sedikit melirik pria di depannya itu.
Zhongli tampak berpikir sejenak sebelum mulai mengeluarkan suaranya. "Aku ingin tanya satu hal, Ningguang. Kenapa kau berpikir aku ini Lord Geo?"
"Soal itu … Guizhong, salah satu pendiri Liyue, akhir-akhir ini dia selalu muncul dalam mimpiku. Ia tak sendirian, melainkan bersama seseorang yang ia panggil dengan nama Morax …."
Wanita itu tampak kesulitan melanjutkan kata-katanya. Ningguang benar-benar gugup. "Ehm, kamu tahu … mimpi itu mulai sering datang setelah aku memegang benda peninggalan temanmu itu. Aneh, bukan? A-Ahaha~"
Mendengar kata-kata itu, Zhongli tanpa berpikir dua kali langsung mengeluarkan Memory of Dust miliknya. "Maksudmu ini …?"
"Benar, yang itu!" Ningguang baru menyadari ada sesuatu yang tampak beda dari terakhir kali ia melihatnya. Sekarang ia malah tak yakin. "Eh, aku yakin bentuknya tidak seperti itu, deh."
Zhongli kagum pada wanita itu. "Tidak hanya penglihatanmu yang tajam, ternyata ingatanmu cukup bagus."
"Itu … kamu terlalu berlebihan." Wajah Ningguang sedikit merona karena lagi-lagi dipuji Zhongli.
Mengabaikan perilaku yang jarang muncul dari Ningguang, Zhongli lebih memilih fokus pada penjelasannya. Dia menunjuk batu puzzle yang ada di tangannya. "Pada awalnya, hanya bagian ini saja yang berubah. Tapi, aku mulai sadar bahwa setiap harinya, meski hanya sedikit demi sedikit … semua bagiannya ikut bergerak."
Dia menduga bahwa itu ada hubungannya dengan cahaya yang muncul ketika Memory of Dust dipegang oleh Ningguang. Entah karena Vision milik wanita itu atau karena kekuatan yang ada di dalam tubuhnya. Zhongli sendiri hanya bisa menebak-nebak saja.
"Kalau kau bisa membukanya, memecahkan misteri batu puzzle ini … mungkin kau akan mendapatkan jawaban dari pertanyaanmu tadi, Ningguang." Zhongli mengulurkan benda di tangannya kepada Ningguang.
Dia bahkan tak yakin apa dirinya bisa melakukan hal itu. "Tapi, ini adalah benda peninggalan berharga dari temanmu, 'kan?" Justru Ningguang takut kalau ternyata malah akan merusaknya. Dan juga … apa benda itu adalah peninggalan para dewa terdahulu?
Zhongli tidak mengatakan apa-apa. Yang dia berikan pada manusia fana di depannya, hanyalah tatapan untuk meyakinkannya.
Sekali lagi, dia menatap pria itu. "Lalu, bagaimana jika ternyata aku tidak menemukan jawaban yang kucari?"
"Sebagai gantinya, aku sendiri yang akan menjawabnya. Kau boleh menanyakan hal lain sampai kau puas. Bukankah ini adil?"
Lagipula, sudah bertahun-tahun lamanya Zhongli menyerah untuk membuka teka-taki pada batu tersebut. Jika Ningguang bisa melakukan sesuatu terhadap Memory of Dust, maka Zhongli pun akan diuntungkan.
Zhongli tahu … bahwa ada sesuatu yang sangat penting dalam hidupnya yang sudah ia lupakan. Ia tak bisa mengingatnya meski sudah berusaha seperti apapun, dan itu berhubungan dengan Memory of Dust. Ada sesuatu dalam diri Ningguang yang selalu membuatnya penasaran, yang mana Zhongli yakini jika wanita itu bisa menyelesaikan permasalahannya.
Ningguang setelah memantapkan pilihannya, menerima batu puzzle tersebut. "Kamu berjanji …?"
"Ya, tentu. Kita bisa menganggapnya sebagai kontrak kalau kau meragukanku. Tidak ada orang yang berani melanggar kontrak di Liyue, 'kan?"
Bangsa Liyue percaya bahwa Morax sangat menjaga dan mementingkan kontrak lebih dari apapun. Karena itulah, siapa saja yang berani mengingkari kontrak yang telah dibuat, maka dia akan merasakan murka dari sang Lord Geo!
Ningguang menggeleng sekali. "Tidak perlu sampai segitunya. Aku percaya padamu, Tuan Zhongli."
Perempuan itu memegang Memory of Dust menggunakan kedua tangannya. Kekuatan yang merupakan berkah dari para dewa, yaitu Vision Geo milik Ningguang, mulai bersinar terang. Tak berselang lama, batu puzzle itu bergerak melayang di atas tangannya, kemudian ikut mengeluarkan cahaya emas yang menyilaukan mata mereka.
Zhongli menyadari adanya perubahan bentuk pada batu itu. Awalnya hanya gerakan pelan, namun mulai bertambah semakin cepat hingga seluruh kaitan dari batu balok kecil itu terlepas. Di dalam Memory of Dust, ternyata ada sesuatu yang tampak seperti kelereng berwarna emas. Benda itu terbang melayang … dan jatuh tepat di telapak tangan Zhongli.
Cahaya emas tadi mulai memudar hingga menyisakan butiran-butiran debu cahaya. Dan salah satunya … hinggap di ujung hidung Ningguang.
Ningguang menatap kejadian itu dengan ekspresi tak percaya. Ia berhasil membuka batu puzzle itu? Semudah itu?! Bagaimana dia melakukannya …? Ningguang sendiri bahkan tak sadar dengan apa yang sudah dilakukannya!
"Tuan Zhongli! Benda … itu …?" Tubuh Ningguang tiba-tiba terasa lemas, ia bahkan tak kuat menahan kesadarannya. Ia seolah merasa bahwa ingatannya tersedot oleh sesuatu.
Zhongli sendiri dengan sigap menahan tubuh Ningguang agar tak jatuh, saat menyadarinya yang terhuyung-huyung ke segala arah. "Ningguang …? Kau baik-baik saja?"
Zhongli masih bisa merasakan napas perempuan itu. Ia pikir, Ningguang hanya pingsan. Jadi, dia menggendongnya ke kursi panjang terdekat untuk membaringkannya.
Kali ini, fokusnya teralihkan pada batu emas seukuran kelereng itu. Zhongli bisa merasakan ingatannya berangsur bertambah setelah memegang benda itu. Ia sekarang sudah mengingat salah satu kejadian di masa lalunya, dan tentang satu kontrak yang ternyata pernah ia lupakan.
Selagi ia menatap wajah Ningguang yang terlelap dengan tenang, mulutnya mengucap sesuatu yang sangat ambigu, "Guizhong … jadi begitu …."
.
..
.
"Eeenggh~"
Ningguang merasakan sesuatu yang empuk sebagai bantalan kepalanya. Ia membuka matanya, dan yang terlihat pertama kali olehnya adalah wajah Zhongli berada tepat di atasnya. Butuh beberapa detik untuk dia dapat mendapatkan kesadaran penuhnya.
"Oh, kau sudah sadar, Ningguang."
Kedua matanya kini terbuka lebar. Ia langsung bangkit berdiri dengan wajah merah sempurna, seperti tomat. Sudah berapa lama dirinya pingsan dan mendapat bantal khusus yang berupa paha Zhongli?!
—Oke, mungkin reaksi Ningguang terlalu berlebihan.
"Ma-Maaf karena sudah tidak sopan, Tuan Zhon … eh, tidak, maksudku … Rex Lapis!"
Mendengar Ningguang memanggilnya begitu, maka bisa Zhongli asumsikan bahwa ia sudah tahu semuanya. Jadi, ia tak perlu menjelaskan lebih lanjut.
Memang benar, saat pingsan tadi, Ningguang kembali bermimpi … atau lebih tepatnya bahwa dia melihat ingatan masa ribuan tahun lalu milik Guizhong yang tersimpan di Memory of Dust, benda peninggalannya.
Ningguang menyaksikan bagaimana pertemuan dua dewa-dewi itu, perjanjian yang mereka buat, sampai perpisahan Zhongli dan Guizhong yang terjadi akibat dari Perang Archon.
Selain itu, Ningguang juga mengetahui bahwa alasan Guizhong memberikan batu puzzle sebagai tanda perpisahannya dengan Zhongli adalah untuk menyegel ingatan sang Lord Geo tentang kontrak yang pernah mereka buat. Ia tahu betul mengenai watak Zhongli yang sangat mengedepankan kontrak melebihi apapun, maka Guizhong tak ingin terus-menerus menyaksikan kesedihan Morax karena gagal menjaga kontrak miliknya.
Mengingat itu semua jadi membuat Ningguang sedih. "Sepertinya, membuka batu puzzle itu adalah suatu kesalahan, Rex Lapis." Ia bahkan tak berani lagi menatap mata Zhongli.
Karena Ningguang telah membuka Memory of Dust, itu berarti Zhongli sudah mengingat kembali kontraknya dengan Guizhong ribuan tahun lalu; "Membangun Liyue, menjaganya, dan hidup berdampingan bersama-sama selamanya."
Sayangnya, tidak lama setelah Guizhong membuat kontrak itu dengan Zhongli, tiba-tiba kejadian perang di antara para dewa … pecah. Dirinya yang tidaklah cukup kuat, tentu saja tak 'kan mampu bertahan di kerasnya masa-masa itu. Guizhong takut kalau kontrak yang mereka buat tak bisa bertahan bahkan sebelum mereka memulainya.
"Kau melewatkan satu hal, Ningguang, jadi jangan salahkan dirimu. Kurasa, sudah kehendak Guizhong untuk membiarkan benda peninggalannya terbuka malam ini."
Wanita itu tak paham dengan apa yang dimaksud Zhongli.
"Guizhong sengaja menambahkan mantra agar cuma dirinya yang bisa membuka Memory of Dust, itulah mengapa selama ribuan tahun ini, bahkan aku masih tak sanggup melakukannya. Jadi kau harusnya pun demikian, Ningguang, kecuali kau memiliki kerterkaitan dengan Guizhong. Apa kau tahu artinya?"
Bagi orang seperti Ningguang, setelah mendapat penjelasan serinci itu, tentu ia langsung tahu mengenai hal yang ingin pria itu sampaikan kepadanya. "Maksudmu … lewat mimpi … Guizhong sendiri yang memberiku izin?"
"Sebenarnya, setiap malam yang kau lihat bukanlah sekedar mimpi, tetapi ingatan dari kehidupanmu yang sebelumnya. Tepatnya, aku menduga jika kau adalah Inkarnasi Guizhong."
Zhongli pun menambahkan penjelasan mengenai pengamatannya selama ini terhadap Ningguang. Wanita itu memiliki berbagai kesamaan dengan Guizhong, seperti kebijaksanaan yang dimilikinya, ketertarikannya yang mendalam terhadap mekanika, bahkan sifatnya yang ingin melindungi Liyue ….
Ditambah dengan terbukanya Memory of Dust, ingatan yang tersimpan di dalamnya, kini telah menyempurnakan bagian lain dari diri Ningguang.
"Itulah mengapa Vision yang kau bawa, memiliki kekuatan yang mirip dengannya, Ningguang," pungkas Zhongli. Ia tersenyum tipis hingga tak mungkin bisa disadari orang lain kalau tak memperhatikan wajah pria itu dengan cermat.
Bagi Ningguang sendiri yang melihat senyuman dari sang Archon Geo, itu adalah suatu berkah yang tak mungkin akan ia lupakan.
"Lalu, sekarang aku harus apa?"
Meski Zhongli bilang kalau dia adalah inkarnasi Guizhong, Ningguang tetaplah manusia biasa. Ia pun tak memiliki kekuatan illahi seperti para dewa lainnya.
"Tak ada yang berubah. Ningguang, kau tetaplah Tianquan dari Liyue Qixing, itulah jati dirimu di kehidupan ini." Zhongli berdiri, sedikit mendekatkan dirinya ke tubuh Ningguang.
"Tapi, aku akan mulai menganggap bahwa janji milik Guizhong … akan berpindah kepadamu. Kau tidak keberatan, 'kan?"
Ningguang mengingat-ingat kembali janji yang disebutkan Guizhong di dalam mimpinya. Setelahnya, wajahnya pun berubah merona. 'Tunggu, bukankah itu seperti aku sedang dilamar?!' batinnya.
"Tapi, aku hanya manusia fana, Rex Lapis. Aku tak mungkin bisa hidup lama sepertimu." Membayangkan Zhongli yang akan menangis saat melihatnya meregang nyawa, mengingatkan Ningguang pada salah satu mimpinya ketika melihat perpisahan Guizhong dan Zhongli di padang bunga Glaze Lily. Itu sedikit menyayat hati kecilnya.
Zhongli memegang tangan Ningguang, saling merekatkannya dari sela jari-jari mereka. "Kontrak tetaplah kontrak, jadi aku harus bisa memenuhi janji itu, meski itu denganmu sebagai inkarnasinya."
Zhongli pernah merasakan perasaan hangat ketika bersama-sama dengan Guizhong, namun ia sudah lama melupakannya bersamaan dengan ingatannya yang disegel oleh sang Dewi. Sekarang setelah ingatannya kembali, Zhongli bisa merasakan lagi perasaan familier itu dari Ningguang.
"Kali ini … aku tak 'kan kehilanganmu. Aku pasti akan menjagamu, memberimu ketenangan dalam menjalani kehidupan sehari-harimu."
Siapapun akan luluh jika mendengar kata-kata seperti itu, termasuk Ningguang. Wanita cantik itu ikut merekatkan dirinya ke tubuh pria di depannya, menerima pelukan yang diberikan oleh Zhongli.
"Kalau begitu, dengan senang hati aku akan menerimanya, Rex Lapis," ujarnya bahagia. "Tidak peduli seberapa singkatnya kehidupanku ini, tolong izinkan aku untuk terus berada di sisimu."
Kumpulan kunang-kunang yang entah darimana muncul, mulai terbang di sekitar dua makhluk yang memiliki takdir berbeda. Seorang dewa dan manusia fana saling memadu kasih karena janji dari ribuan tahun silam. Malam yang dingin pun menjadi saksi bisu dari kontrak yang mereka berdua buat.
Dengan sebelah tangannya, Zhongli mengangkat dagu Ningguang agar dia mau menatapnya. Satu kecupan singkat yang dia tempelkan ke bibir ranum di bawahnya, itu saja sudah membuat Ningguang langsung menjadi salah tingkah. Untuk pertama kalinya, wanita itu merasakan apa yang dinamakan jatuh cinta.
"Dan … tolong berhenti memanggilku dengan nama itu. Aku sekarang hanyalah Zhongli, seorang konsultan dari Wangsheng."
Ningguang tak mampu membalas kata-kata Zhongli karena masih terkejut dengan ciuman dadakan tadi. Ia hanya mengangguk ringan sebagai tanggapannya.
Setelah malam itu, hari-hari yang mereka berdua lalui semakin terasa indah. Bagi seseorang yang sibuk dengan pekerjaannya, Ningguang tak pernah berpikir jikalau dirinya akan menemukan cinta miliknya.
Selesai
A/N:
Fic komisi dari Dradlos.
Beberapa hal dibuat beda dari lore game demi mendukung alur fic ini. Sedikit lirik musik di atas bukan aku yang buat yak. Aku cuma penulis, gak jago kalo urusan bikin lagu, wkwk. Kalo ada yang pengen tahu full liriknya, bisa cek di akun YouTube: hanamiseason.
(Sssst! Sebenernya ngecantumin lirik lagu di FFn itu dilarang. WKWKWK!)
Itu aja dariku, sekian.
.
.
.
Tertanda, [Abidin Ren]. (15/Oktober/2023).
