Disclaimer: Naruto milik Masashi Kishimoto, tidak ada keuntungan apa pun yang diambil melalui fanfiksi ini.

.

.

.

Restoran Paradise. Ukurannya tak begitu besar, bagian depannya dikelilingi tanaman perdu, terdapat rangkaian mawar sepanjang lima meter yang mengiringi jalan setapak batu yang menuju ke pintu masuknya. Belum lagi dengan pohon sakura yang berdiri kokoh di samping restoran itu sehingga kesan nyaman terasa sangat nyata. Bangunannya, meja dan kursi, serta pernak-pernik penghiasnya sebagian besar terbuat dari kayu. Nyaman sekali, membuat siapa pun yang berkunjung betah untuk berlama-lama di sana.

Alunan musik yang mengikuti trend terkini setia mengalun, menemani acara santap bersama para pelanggan.

Para Chef dan pelayan di sana pun terdiri dari gadis-gadis cantik yang sangat ramah. Nilai tambahan untuk menarik minat pelanggan.

Makanan yang disajikan cukup beragam setiap harinya, campuran antara menu a la Timur dan Barat. Namun, yang membuat restoran ini sangat terkenal selain makanannya yang terkenal lezat adalah sajian penutupnya, Es Krim Paradise yang menjadi simbol restoran tersebut.

Sederhana, es krim itu memiliki warna layaknya helaian-helaian surai unicorn. Bagi banyak orang, terutama mereka yang masih memiliki mimpi negeri dongeng, unicorn adalah hewan surga. Layaknya fairy tale, kelezatan es krim itu seolah membawa penyantapnya memasuki negeri impian. Setiap hari Restoran Paradise hanya menyediakan sekitar seratus porsi, tak heran pada jam makan siang orang akan berlomba-lomba datang.

Ekspresi senang tak terkira saat es krim itu lumer di mulut sering membuat seorang gadis diam-diam tersenyum lebar. Haruno Sakura, sous-chef di sana, sang pencipta es krim ajaib itu. Siapa yang tak senang melihat orang lain menikmati makanan buatannya?

Hanya saja dia tak bisa terlalu lama larut dalam imajinasinya. Waktu makan siang adalah medan perang bagi para chef dan commis. Pengunjung yang datang tanpa henti, komplain akibat kehabisan es krim andalan restoran tersebut, serta hal tak terduga lainnya menuntut mereka untuk siap sedia. Terlebih ketika kepala chef mereka, Shizune tak ada di tempat, sebagai seorang sous-chef Sakura harus mengontrol dapur dan memastikan semuanya sempurna.

"Sous-chef, orang itu masih belum pergi juga," bisik salah satu commis perempuan.

Sakura langsung mengerti siapa yang dimaksud. Pria itu memang sudah cukup menyusahkan selama sebulan terakhir ini. Dia selalu datang setiap restoran sudah cukup sepi, lalu mengambil tempat yang tak begitu menarik perhatian orang lain sampai menjelang tutup.

Pun dengan hari ini.

"Apa dia masih meminta hal yang sama?"

"Ya, dia masih ingin bertemu dengan Anda."

Ah, mau tak mau kali ini Sakura harus keluar. Dia sudah berusaha untuk menghindari pria itu selama ini. Kenapa dia tak mengerti juga kalau Sakura tak ingin diganggu?

Andai saja dulu aku menolak permintaan Naruto untuk membuat es krim di ulang tahun temannya, keluh Sakura dalam hati.

Uzumaki Naruto, satu-satunya sahabat lelaki Sakura adalah sumber masalahnya—walau tak adil menjadikan lelaki itu sebagai kambing hitam.

"Lihat saja nanti, aku akan menggantung Naruto kalau aku bertemu dengannya," dengus Sakura, masih dalam keadaan ogah-ogahan bertemu dengan seseorang yang tampaknya memiliki kesabaran ekstra.

"Sous-chef, apa Anda mengatakan sesuatu?"

"Tidak … ya sudah, aku akan keluar untuk menemuinya di depan. Kau bersihkan saja dapur bersama yang lain." Saat itulah Sakura baru sadar kalau hanya berdua yang berada di dalam ruangan memasak itu. "Ke mana yang lain?"

"Errr, itu, Sous-chef, mereka semua membersihkan ruangan di depan."

Sakura mengernyit, gadis-gadis itu, batinnya. Lelaki tampan sudah seperti daging lezat di tengah singa kelaparan saja. Oh, tidak, bukan maksudnya dia menganggap lelaki itu tampan.

Argh, dia memukul ringan kepalanya sendiri sembari berjalan keluar dapur.

"Kenapa kalian semua berkumpul di sini? Sekarang semuanya ke dapur, kalau aku menemukan sedikit saja kotoran di sana, maka kalian semua akan kulaporkan pada Kepala Chef."

Dan semua orang bergegas, berlomba-lomba menuju dapur.

Sedangkan orang itu … dia menyeringai tipis. Seseorang yang dinantikan akhirnya muncul di depannya. Dia tak mengerti apa yang membuat Sakura tak mau bertemu dengannya selama ini.

"Tuan, restoran ini sudah tutup, Anda bisa pergi sekarang."

"Shizune-san sama sekali tidak mempermasalahkannya." Pria itu menurunkan kacamata hitam yang sejak tadi bertengger di atas hidungnya.

Dalam benak Sakura, dia membayangkan sudah menendang bokong lelaki itu keluar.

"Bagi saya itu masalah. Kepala Chef sedang tak ada di sini, jadi sekarang sayalah yang meminta Anda untuk pergi."

"Kau mengusirku?"

"Saya hanya mencegah terjadinya masalah."

Lelaki itu lalu membuka topi merahnya, menyamankan posisi duduknya, dan terus melihat gadis di depannya. "Tamu adalah raja."

Wajah itu, Sakura sangat mengenalnya! Ke mana pun dirinya pergi, wajah itu pasti akan selalu muncul. Dari billboard iklan besar, televisi, bahkan di berbagai platform. Sakura mendekat, berusaha mengambil topi lelaki itu untuk dipakaikan kembali. Namun, lelaki itu tak kalah sigap, tangannya lincah meliuk-liuk menghindari gerakan Sakura.

Menyerah, Sakura mengembuskan napas kasar. "Bagaimana kalau ada wartawan yang mengikuti Anda? Saya tak mau ada gosip tak benar yang menimpa orang-orang di Restoran Paradise karena Anda."

"Mereka bukan hal yang perlu kaukhawatirkan."

Dasar, kenapa semua artis sangat pandai mencari alasan? Lama mengenal Uzumaki Naruto sudah tentu membuatnya mengenal kebiasaan tersebut.

Dia Uchiha Sasuke, penyanyi muda yang sedang naik daun. Lagu-lagunya banyak menjadi hits. Sakura tak mengikutinya, tapi Sasuke sangat terkenal sampai cukup bagi gadis itu untuk mengenal wajahnya. Dia tak begitu tertarik dengan musik yang menjadi genre yang sering dibawakan Uchiha Sasuke. Gadis itu lebih menyukai musik lawas yang menenangkan, sementara pria yang ngotot untuk menemuinya adalah seorang rock star.

Kaitannya dengan Uchiha Sasuke seperti sebuah konspirasi. Uzumaki Naruto, sahabat Sakura sejak kecil juga ternyata berteman dengan Sasuke. Mereka bertemu dalam sebuah proyek musik. Tak lama setelahnya, Naruto memutuskan untuk pindah ke label rekaman yang menaungi Sasuke. Kekasih kepala chef mereka, Hatake Kakahi, juga ternyata adalah senior mereka di label rekaman yang sama.

Karena itu, Sasuke tak sulit untuk beberapa kali meminta bertemu melalui Naruto atau Shizune. Sakura saja yang masih enggan.

Pertanyaannya, kenapa Sakura mati-matian tak mau bertemu atau berurusan dengannya? Sederhana saja, dia tak mau mendapat masalah. Sudah cukup dia melihat Shizune dikuntit wartawan, dikejar fans garis keras Hatake Kakshi. Website dan media sosial Restoran Paradise masih dibanjiri komentar jahat dari orang-orang yang menyatakan diri sebagai pembenci Shizune.

Sudah jelas Sakura tak ingin mendapat masalah yang sama—walau kemungkinannya memang kecil, tapi mencegahnya sejak awal adalah niat gadis itu. Bukan berarti dia percaya diri kalau Uchiha Sasuke menyukainya, sih. B-U-K-A-N.

"Bisakah kau memasak sesuatu untukku?"

Orang ini tahu maksudku atau tidak, ya?

Dalam hati dia terus mengulang-ulang prinsip tamu adalah raja, tamu adalah raja. Kalau tidak ….

"Aku kehilangan inspirasi … dan es krim buatanmu seperti memberiku sihir untuk menemukan kembali sentuhanku dalam bermusik."

Sakura mengamati pemuda itu, mencoba mencari seberkas kebohongan di sana.

"Saya tidak mengerti maksud Anda, tolong jangan melihat saya seperti itu. Naruto tak akan menyukainya."

Sakura langsung berbalik pergi, meninggalkan lelaki yang cukup terkejut di belakang sana. Dia harap, Sasuke menangkap maksud dari kalimat terakhirnya …

… meski itu adalah sebuah kebohongan.

Tak lama kemudian, sebuah pesan dikirim pada Naruto: ada yang ingin kutanyakan.

oOo

Setelah semua orang pulang, Sakura memastikan lagi apakah aliran gas sudah ditutup, kompor-kompor telah dimatikan, ruang pendingin juga telah tertutup rapat, dan tempat penyimpanan bahan makanan sudah kembali ditata dengan baik.

Sakura hampir melonjak kaget ketika menemukan lelaki itu membunyikan klakson mobilnya ketika dia sedang mengunci pintu restoran.

"Naiklah, aku akan mengantarkanmu pulang."

"Tak perlu," Sakura menjawab ketus.

"Naruto bilang tak masalah kalau kau memasakkan sesuatu untukku."

Uzumaki Naruto betul-betul tak paham situasi. Dia akan membuat perhitungannya nanti, lihat saja.

"Kau ini tak mengenal kata 'menyerah' ya?"

"Albumku berikutnya ada di tanganmu, tolong selamatkan karirku."

Sakura mencebik. Cara memohon yang aneh. Wajahnya tak memelas sama sekali, pun nada bicaranya yang datar. Tapi kenapa bagi Sakura dia seperti putus asa? Kenapa juga Tuhan menciptakan makhluk seperti ini?

Intuisinya berkata kalau hari-hari selanjutnya pasti akan lebih berat lagi.

.

oOo

.

Sasuke sendiri juga tak mengerti sejak kapan dia merasa lagu-lagu ciptaannya hambar. Semuanya terdengar monoton tanpa inovasi. Dia yang sudah terjebak pada zona nyaman atau memang idenya surut. Banyak masukan sudah dia lakukan. Pergi berlibur, menenangkan diri, menonton film, ke konser artis favoritnya. Segalanya telah dia lewati demi setitik inspirasi.

Tetap saja tawar, dan wanita sama sekali tak membantu.

Masalahnya bukan terletak pada dia sedang kesepian atau tidak. Harinya selalu ramai karena jadwal yang padat. Kreativitas itu saja yang tak kunjung kembali.

Sasuke bahkan memutuskan untuk hiatus dulu di tengah masa keemasannya. Dia tak ingin memberikan sesuatu yang serupa dengan karya sebelumnya. Dengan kepopulerannya yang sekarang, karya yang dicap mainstream, so so, atau bahkan paling buruk diangap karya sampah pun pasti akan memuncaki chart dengan pujian dari fans fanatik. Bukan itu yang Sasuke inginkan. Katakan dia terlalu idealis, tapi karya unik adalah tujuannya, karya-karya dengan nuansa berbeda tapi ciri khas seorang Uchiha Sasuke tetap tertancap dengan kuat.

Saking kepikirannya, dia bahkan lupa pada ulang tahunnya sendiri. Sudah lama dia mengabaikan notifikasi pada ponselnya. Telepon dari ibunya—orang yang paling dia cintai—tak tega untuk Sasuke abaikan, akhirnya setelah mendengar ucapan selamat dari wanita paruh baya itu barulah Sasuke sadar kalau hari itu adalah hari lahirnya bertahun-tahun yang lalu.

Dia juga akhirnya tak kuasa menolak Naruto yang memaksa masuk ke apartemennya. Alasannya sih membawa hadiah spesial. Hampir saja Sasuke melempar Naruto yang tersenyum lebar kala membuka hadiah sahabatnya itu. Sekotak besar es krim.

"Aku bersusah payah meminta seseorang membuatkan es krim ini."

Bodohnya, siapa juga yang minta? Apalagi Sasuke tak suka makanan manis. Lebih baik dia datang dengan tiket konser Kendrick Lamar atau Drake. Yah, tetap saja Sasuke berujung menerima sekotak es krim tadi, bagaimanapun Naruto adalah sahabatnya. Hadiah ini adalah pemberian ikhlas darinya. Tak lama berselang, mereka menghabiskan waktu berjam-jam untuk bermain playstation.

Sekotak es krim itu pun langsung terlupakan di dalam lemari pendingin.

oOo

Beberapa hari berlalu, dalam kondisi panas terik, air conditioner yang sedang bermasalah, niat ke studio yang tiba-tiba hilang tak berbekas, barulah Sasuke mengingat es krim pemberian Naruto.

Masih ogah-ogahan, dia mengambil es krimnya.

Pemberian sahabat tak boleh dibuang begitu saja. Begitulah isi pesan Naruto kemarin yang bertanya apa Sasuke sudah menyantap es krim pemberiannya.

Suapan pertama belum ada kesan.

Suapan kedua, ketika es krim itu meleleh di atas lidah, rasanya Sesuke seperti sedang terkena sihir. Sasuke digiring pada suasana yang menggambarkan rasa yang meledak-ledak di dalam mulutnya. Sasuke seketika larut, sebuah lampu besar akan dinyalakan, hanya tinggal menekan sakelarnya saja.

Dan tak membuang waktu lama Sasuke segera menghubungi Naruto, dia hampir memaki ketika sahabatnya tak kunjung menjawab pangilan telepon. Tak terhitung berapa kali ponsel malang itu menerima umpatan setiap kali Naruto gagal dihubungi.

Uzumaki Naruto sedang mandi saat ponselnya meraung-raung di atas ranjang. Ketika mengecek, ada tiga puluh satu panggilan tak terjawab dari Sasuke. Gawat, pasti darurat sekali. Dan makian adalah yang pertama kali Naruto dengar segera setelah menerima panggilan Sasuke. Untung saja Naruto masih mengingat kenyataan bahwa kedekatan mereka sudah layaknya saudara untuk tak balas memaki.

"Teme, ada apa? Tidak biasanya kau seperti ini."

"Siapa yang membuat es krimnya?"

"Oh, sudah kaumakan? Rasanya enak, kan? Aku sampai memohon-mohon aga—"

"Tak usah bertele-tele. Katakan saja siapa yang membuatnya!?"

Sekali lagi Naruto memberi peringatan pada dirinya sendiri kalau Sasuke adalah saudaranya.

"Sous-chef di Restoran Paradise, namanya Haruno Sakura."

Berikutnya hanya suara "Tuuuut" panjang yang didengar Naruto.

oOo

Selama ini Sasuke tak pernah tertarik mendengar cerita perihal kenalan wanita teman-temannya. Fokusnya dia pusatkan pada musik, jika memang ingin, maka dia akan mencari selingannya sendiri. Yang tak terduga sama sekali, ternyata perempuan bernama Haruno Sakura itu adalah kenalan seniornya, Kakashi. Pacar Kakashi, Shizune, adalah kepala chef sekaligus pemilik restoran tempat Sakura bekerja.

Pertama kalinya dia menyesal tak pernah ambil pusing dengan cerita mereka.

Dalam waktu singkat Sasuke langsung tahu sosok Sakura dari gambar yang dikirimkan Kakashi.

"Yang kiri itu pacarku, dan berambut merah jambu di sebelahnya itu Sakura." Setiap kata seniornya waktu itu masih diingatknya dengan jelas.

Waktunya mengumpulkan informasi.

Sasuke sudah menemukan semua yang ingin dia ketahui mengenai Sakura. Namanya Haruno Sakura, yang berarti Sakura di musim semi. Cantik sekali seperti orangya. Sakura lahir bulan Maret dan mereka seumuran. Berteman dengan Naruto sejak masih di taman kanak-kanak. Gadis itu jarang ikut berkumpul dengan Naruto karena tak menyukai sorotan kamera. Tak pernah juga menemani Shizune yang datang bersama Kakashi saat artis-artis di label mereka mengadakan pesta dengan alasan yang sama. Sasuke menyeringai tipis. Ya, memang dia tak perlu mencari tahu sedetil itu. Dia hanya tahu kalau tangan gadis itu memiliki sihir. Karya tangan Sakura adalah magis yang membuat pemuda itu menemukan secercah harapan. Masakan gadis itu layaknya sakelar penyambung inspirasinya.

Sasuke tak pernah membayangkan kalau masalah terbesarnya muncul saat gadis itu tepat di depan batang hidungnya.

Sakura menolak bertemu.

Dan ini yang paling membuat Sasuke frustrasi.

.

oOo

.

Satu lagi yang Sakura pelajari adalah Sasuke ternyata sangat gigih.

Hari berikutnya dia kembali datang. Sasuke menempati meja favoritnya. Dia memakai masker dan topi dengan pakaian yang tak terlalu mencolok—seperti biasa. Dia hanya akan membuka maskernya kala makanan sudah terhidang di atas mejanya, biasanya restoran sedang sepi sehingga tak banyak yang menyadari kehadiran pria itu.

Sakura masih berkeras hati untuk tak berurusan dengannya.

Yang ada dia malah jengkel sebab pelayan akan berebut melayani tamu yang berada di dekat Sasuke hanya untuk mengambil kesempatan.

Sekadar menyapa, begitulah alibi mereka.

Memang kepala chef sudah memberi peringatan untuk tak mengganggu Sasuke dan menjaga rahasia identitas lelaki itu—sungguh Sakura menganggap lelaki itu memiliki rasio kemujuran yang sangat tinggi. Sayang sekali, lelaki tampan memazuki zona yang penuh dengan gadis sama saja dengan perawan memasuki sarang penyamun.

Bukan hanya para pelayan, para penghuni dapur juga tak kalah hebohnya. Tak jarang mereka meminta izin ke toilet padahal kesempatan itu digunakan untuk mengintip ke depan. Gadis-gadis itu akan mengumpat ketika menemukan satu saja jerawat yang tumbuh, seolah Sasuke akan memerhatikan mereka saja.

Tahu tujuan Sasuke adalah untuk menemui Sakura, maka sering sekali dia harus mengabaikan rayuan koleganya agar menemui lelaki itu.

Seperti pagi ini, Sakura sedang mempersiapkan bahan untuk membuat es krim yang akan disajikan nanti, tapi seseorang mendekat. Untung saja itu Shizune, jika orang lain, maka orang tersebut akan tahu seperti apa Sakura yang sedang kesal.

"Nee-san, kalau Nee-san ingin aku menemuinya, maka jawabanku adalah tidak," serunya, melepaskan formalitas atasan dan bawahan mereka.

"Sakura-chan, aku bahkan belum bilang apa-apa." Shizune tertawa kecil.

"Aku tahu jalan pikiranmu, Nee-san. Bukankah dia aneh? Aku ini bukan penyihir," timpal Sakura tak sabaran.

"Masing-masing orang merasakan sihir dengan caranya sendiri. Mungkin saja apa yang kaubuat dengan tanganmu membangkitkan kembali ide dalam dirinya. Itulah sihir bagi Uchiha Sasuke."

"Nah! Itu dia maksudku. Dia pasti tak waras."

"Entah kenapa aku merasa kau lebih condong menjauhinya bukan karena dia 'tak waras' seperti katamu tadi."

Sakura menghentikan kegiatannya menimbang bahan.

"Kasihan dia itu, kehilangan ide bagi seniman adalah malapetaka. Lagi pula, menurut penilaianku dia itu anak yang baik. Sasuke orang yang memegang ucapannya. Dia sayang pada keluarga dan sangat loyal pada teman-temannya. Kakashi juga sangat mengapresiasi juniornya itu, baik bakat maupun kepribadiannya."

"Nee-san, kau sedang memintaku membantunya atau mempromosikan putramu pada calon menantu?" sindir Sakura. Semua yang mendengar lontaran Shizune tadi rasanya seperti mendengar calon ibu mertua yang sedang memuja-muji anak lelakinya.

"Sakura-chan," Shizune kembali terkekeh. "Anggap saja sambil menyelam minum air. Katakan padaku, apa kau membencinya?"

"Err … tidak, aku tidak membecinya."

"Kau merasa terancam kalau dekat dengannya?"

"Tidak juga, sepertinya dia bukan lelaki kurang ajar. Naruto banyak cerita tentangnya."

"Aah, kau punya mata-mata rupanya. Aku tahu …," ucap Shizune percaya diri, "kautakut jadi suka padanya, kan?"

"Tidak! Siapa juga yang suka padanya?" Barulah Sakura sadar kalau semua orang sedang memerhatikan mereka. Sejak tadi memang sudah ada beberapa orang yang diam-diam menguping. Mereka beruntung karena hari masih pagi dan belum waktunya restoran dibuka. Sadar kalau Shizune memberikan kode non lisan agar mereka kembali bekerja, gadis-gadis itu menurut dengan memendam berbagai pertanyaan.

"Berarti aku benar."

Sakura tak menjawab.

"Kautakut kalian jadi saling menyukai lalu kalian ketahuan dan … BOM! Media dan fansnya akan mengejarmu seperti yang aku alami sekarang."

Tidak, Shizune terlalu kejauhan. Sakura hanya takut kalau privasinya hilang karena berada satu frame dengan Sasuke. Terlalu berlebihan untuk urusan suka menyukai.

"Temui saja dia. Kenapa takut mencoba? Belum tentu juga kan semua kekhawatiranmu terjadi? Bisa saja saat ini dia sudah punya pacar."

Oh, apa kepala chef baru saja menyindirnya terlalu percaya diri?

"Aku dan Kakashi bisa melewatinya, dan kami terus bertambah kuat." Shizune mengakhiri pernyataannya, lalu meninggalkan gadis itu. Orang lain mungkin saja menganggap pernyataan atasannya ambigu, tak jelas hubungannya dengan topik pembicaraan mereka sejak tadi. Lain halnya dengan Sakura. Dia paham betul apa maksudnya.

Sebut saja dia adalah orang yang memilih untuk mencegah lebih dahulu sebelum terjadi sesuatu yang tak diinginkan. Segala kemungkinan bisa saja terjadi dan yang terburuk adalah yang paling mengusiknya.

"Oh, ya, kau bisa bertanya padaku tentangnya kalau ada yang ingin kau ketahui. Lebih baik kalau sumber informasimu berasal dari banyak orang, kan?" Shizune menyambung lagi dari kejauhan, jelas sekali dia sedang menggoda Sakura habis-habisan.

"Nee-san!"

Dia takut kalau Shizune benar.

oOo

Memilih berdamai dengan keadaan, Sakura akhirnya menyerah.

Sakura menemuinya di tengah keramian adalah hal terakhir yang bisa Sasuke pikirkan. Sayangnya, hal itulah yang terjadi. Sakura menarik kursi, duduk, kemudian melipat tangannya pada ujung meja bundar restoran.

"Jemput aku di akhir pekan, tapi setelah pekerjaanku selesai."

Sasuke tak tahu kalau hal kecil begini bisa membuatnya jauh lebih senang dibanding pernyataan cinta yang diterima gadis incaran! Menjaga ekspresinya tetap datar, Sasuke menatapnya. Yeah, seperti dia ingat saja kapan terakhir kalinya dia berkencan. Sasuke bahkan lupa kapan terkhir kali dirinya menerima ajakan keluar bersama dari orang lain.

"Bisa berikan nomor ponselmu? Biar komunikasi kita lebih mudah."

Gadis itu menggeleng. "Tapi, aku tidak melakukannya secara gratis. Aku sedang ingin makan masakan dari restoran Perancis yang sangat lezat."

Gampang! Itu bukan hal sulit buat Sasuke, terutama karena statusnya, dia tak akan sulit memesan tempat di restoran Perancis ternama.

oOo

Sasuke memilih restoran Perancis yang terletak di lokasi perhotelan yang sangat menjaga privasi tamunya. Kelihatannya Sakura juga tidak keberatan dengan restoran pilihan Sasuke. Dia pernah membaca ulasan di majalah kuliner mengenai masakan di sana.

"Kau saja yang pilih," ujar Sakura yang menutup buku menunya.

Mereka berdua tak saling berbincang sembari menunggu pesanan. Sasuke memejamkan mata sebentar, menikmati lantunan musik lembut yang mengalun.

"Aku tak tahu kalau rock star juga menyukai tipe musik seperti ini."

"Yang namanya musisi pasti mendengarkan berbagai jenis musik."

Oh, baiklah. Ingatkan Sakura kalau dia masih berusaha memasang pembatas di antara mereka.

"Kudengar kaubisa menentukan kadar makanan dan resepnya hanya dengan mencium aromanya."

Tepat pada saat itu, makanan pembuka mereka, escargot diantar dua pelayan yang memakai setelan hitam putih. Setahu Sasuke, itu adalah bakat khusus yang tak dimiliki semua chef.

"Mau coba?" tantang Sakura.

"Aku ingin tahu apa betul kau sehebat yang diceritakan."

Sepertinya bukan hanya Sasuke yang sangat dibanggakan seniornya.

Sakura menunduk, menghirup aroma lezat escargot. Dia lalu mengambil memo kecil dari dalam tasnya dan mulai menulis.

1 small garlic clove

3/8 teaspoon table salt

1 stick (1/2 cup) unsalted butter, softened

11/2 teaspoom finely minced shallot

1 tablespoon finely chopped fresh flat-leaf parsley

¼ teaspoon black pepper

1 tablespoon white wine

12 to 16 snails

2 cups kosher salt (for stabilizing snail shells)

Oven 450oF

Kemudian dia menuliskan kadar gizi yang diprediksi melalui resep tadi.

Calori: 320 cal

carbohydrate: 0.3 gr

protein: 9.5 gr

fat: 30.5 gr

"Selesai."

Lumayan cepat juga, Sasuke membatin takjub.

"Gaya sekali kau memakai Bahasa Inggris, kenapa tidak sekalian saja memakai Bahasa Perancis?"

"Uchiha Sasuke, kuingatkan kalau kita berdua tak sedekat itu, jadi jangan mengataiku."

"Hn."

Malas berdebat, Sasuke memanggil pelayan, meminta pelayan itu membawanya pada Chef Lee, temannya. Tak lama seorang lelaki tinggi dengan tatanan rambut unik, seperti mangkok terbalik, lengkap dengan seragam putih chef-nya muncul.

"Sasuke!" panggil Rock Lee bersemangat.

Sasuke hanya mengangguk. "Sakura, ini Rock Lee, kepala chef di sini," ujar Sasuke yang meperkenalkan keduanya.

"Aku masih belajar dari restoran kecil. Chef Lee, namamu sering dibahas di majalah kuliner dan forum-forum, banyak anak muda yang mengidolakanmu."

"Ah, jangan terlalu memuji. Sakura-san, kau punya bakat penciuman yang baik. Kadar makanan dan resepmu sesuai dengan apa yang kubuat."

Mau tak mau gadis itu tersenyum senang, ada kebanggaan di sana.

Sesungguhnya, bagi Sasuke kemampuan Sakura sudah sangat mumpuni. Dia tak kalah dari Rock Lee, mungkin saja memang dia yang ingin memulainya pelan-pelan. Seingat Sasuke, Rock Lee memang diajari langsung oleh salah satu chef ternama, melalui kerja keras, sekarang temanna itu sudah memiliki nama dalam dunia kuliner.

Asal tekun dan tetap berada pada jalur yang tepat, Sakura juga pasti akan berada di sana.

.

oOo

.

Sasuke membuka kulkas dua pintunya, membiarkan Sakura memilih bahan apa saja yang akan dimasak gadis itu.

"Cukup lengkap juga." Sakura memberi penilaian.

"Kebetulan aku baru berbelanja kemarin." Yang terjadi adalah dia menyusahkan manajernya dan meminta pria baik yang tak dapat marah itu untuk merampok seisi supermarket. Beruntung sang manajer cukup cerdas untuk tidak menanggapi serius perintah kalap Sasuke.

Sakura mengernyitkan dahi, Sasuke tanpa diduga menangkup kedua tangannya dengan dengan tangan besar lelaki itu.

"Kau—"

"Apa yang sebenarnya kau miliki di sini sampai-sampai aku jadi hampir gila begini?" rujuknya pada kedua telapak dan jemari gadis itu.

"Uchiha?"

"Ah, maafkan aku." Dia melepaskan Sakura tanpa semangat. "Aku tak akan mengganggumu di sini, gunakan saja dapurku sesuka hatimu."

Sesudah itu dia meninggalkan dapur, membiarkan Sakura menguasai teritori tersebut. Tadi dia sudah menunjukkan letak garam, tepung, dan bahan kering lain yang tertata rapi dalam kabinet di dinding sehingga Sakura tak akan kerepotan untuk mencari. Bangku kecil juga sudah tersedia, menjaga kemungkinan gadis itu tak bisa menggapai benda yang terletak pada tempat tinggi.

Sakura tertawa kecil. Sasuke terlalu mengantisipasi.

Sakura cekatan mengambil beberapa buah apel segar, mengetuk-ngetuk sisi setiap buahnya. "Bunyi renyah." Tanda apelnya masih segar. Mengingat jumlah apel merah di dalam kulkas lebih banyak dibanding buah lain, bisa jadi Sasuke menyukai buah itu. Sakura membuka kabinet, semua bahan yang dia butuhkan untuk membuat pai apel rupanya tersedia. Dan tomat, Sakura hampir melotot melihat banyaknya tomat di dalam kulkas.

Sekilas Sakura mengamati lokasi bekerjanya sekarang. Unik. Bukan kabinet membosankan yang biasa digunakan pada kitchen set. Sakura akui dia salah menduga. Tadinya dia berpikir kalau apartemen sasuke akan membosankan. Ada detail unik pada pegangan pintu dan setiap ujungnya. Lapisan luarnya digambar sendiri dengan tangan, motif abstrak yang provokatif.

Melalui pengamatan sekilas, dia dapat menyimpulkan kalau desain interior apartemen itu sangat Sasuke. Salah satu dinding kosong pada ruang tengahnya juga digambar dengan desain penuh makna. Gambaran hitam putih domba dengan wajah serigala yang berdiri di atas rerumputan, salah satu tungkainya memegang topeng wajah domba, di dekatnya terdapat rumah batu. Ukuran domba aneh itu sekitar tiga sampai empat kali lebih besar dari rumah di sebelahnya.

"Ah, Sakura."

"Ya, ada apa?" Sedang sibuk menghaluskan apel, dia berbalik sebentar.

"Sebaiknya kaubilang pada Naruto kalau kau sedang berada di sini. Tak enak kalau aku yang memberitahunya."

Rupanya Sasuke belum tahu soal Naruto. Dalam hati dia berharap semoga Naruto tak tahu apa-apa soal ini. Bisa gawat kalau dia habis-habisan menggoda mereka.

"Aku jadi merasa bersalah, kan," gumam Sakura untuk diri sendiri. Sasuke sudah kembali menghilang, membiarkan Sakura bekerja tanpa gangguan.

.

oOo

.

Tadinya Sakura berniat mencari Sasuke sesudah menyelesaikan aktivitas memasaknya. Akibat tak mendapati Sasuke di ruang tamu, Sakura memutuskan untuk mencari pemuda itu. Apartemennya cukup luas dengan banyak ruangan.

Sebuah pintu yang terletak di ruang santai lelaki itu terbuka yang ternyata adalah studio rekaman mininya. Berbeda dengan ruangan lain, tempat ini didominasi warna gelap. Banyak action figure dengan berbagai ukuran yang menghiasi pajangan dinding ruangan itu. Sasuke sedang tertidur pulas dengan posisi duduk, kepalanya dia telungkupkan di atas meja berukuran sedang yang letaknya tak jauh dari peralatan rekamannya yang rumit.

"Sasuke." Dia mengguncang lembut tubuh lelaki itu.

Sasuke hanya bergerak singkat, menurunkan lengan kirinya, kepalanya yang tadi menghadap ke bawah kini bergerak menyamping.

"Uchiha Sasuke," panggilnya pelan.

Tidur pulas, Sasuke tetap bergeming.

Sakura menimbang-nimbang, kalau langsung pergi begitu saja sepertinya sangat tak sopan. Sebaiknya dia menunggu beberapa lama, jika memang Sasuke tak kunjung bangun, maka dia akan menulis memo dan meletakannya di atas meja. Sakura menunduk, berbisik singkat di atas kuping Sasuke, "Aku akan menunggu di luar, selamat tidur."

Kesalahan terbesarnya adalah dia tak langsung pergi. Sakura mengamati lekat-lekat paras Uchiha Sasuke. Bertanya sendiri dalam hati kenapa dia bisa memiliki kulit putih, sangat mulus tanpa ada bekas jerawat.

"Tak adil bagi perempuan," gerutunya pelan, setengah berbisik.

Memang benar, sebab banyak wanita harus memakai berbagai produk perawatan wajah yang harganya selangit. Cantik itu mahal, itulah ucapan yang sering Sakura dengarkan.

Tak hanya itu. Garis alis Ssuke juga bagus, tebal, serta memberikan kesan tegas.

Tanpa sadar wajah mereka semakin mendekat. Jarak itu terpangkas secara perlahan.

Sakura masih setia dalam pengamatannya. Hidung tinggi itu, tulang pipinya, bibirnya …. Dia terus mengabaikan teriakan dalam dirinya yang meminta untuk berhenti.

Kata Shizune, Sasuke sangat profesional dalam menjalani peran menantang di music video-nya. Ah, bagaimana ini, kenapa pikiran Sakura semakin menjurus.

Sebaiknya dia menarik diri sekarang.

Dan ssekali lagi dia mengabaikan peringatan itu.

Lalu kelopak mata Uchiha Sasuke membuka.

Sakura melonjak, otomatis memundurkan tubuhnya.

Terlambat, pria itu sudah lebih dulu bangkit, tangannya jauh lebih cepat melingkari pinggang Sakura.

"Apa kau sedang menggodaku?" suara beratnya menuntut jawaban.

"A-aku—"

"Aku diam sejak tadi berharap kau segera pergi. Tapi, kenapa kau masih melakukannya juga?"

Sasuke tak bohong. Jemari gadis itu yang menyentuh pipinya, embusan napas hangatnya yang menerpa wajah Sasuke, suaranya yang berbisik.

Dia berpura-pura masih tidur. Setiap sentuhan Sakura membuat darahnya berdesir.

Perempuan itu sukses membuatnya terpancing. Bukan hal normal, sebab biasanya Sasuke selalu dapat mengendalikan diri kala digoda.

Insting buasnya bangkit karena Sakura ….

Tubuh mereka memanas, tak tahu mana yang lebih membara.

Suasana ini … cukup intim.

Sasuke semakin mendekat, kali ini Sakura yang bisa merasakan embusan napas lelaki itu menerpa pipinya.

"Aku sedang menahan diriku, tolong jangan lihat aku seperti itu."

Sakura tak sadar kalau wajah meronanya, bibirnya yang setengah membuka, matanya yang menatap sayu memberikan efek hebat pada Sasuke.

"A-apa?"

Tak kuat menahan hasratnya yang semakin menggebu. Sasuke menarik tubuh Sakura, mundudukannya di atas meja, mengurungnya dengan kedua tangan yang telah bertumpu ujung meja itu.

Sasuke menciumnya, tepat di bibir. Tak kasar, tapi juga tak bisa dibilang lembut. Sasuke mengerakkan bibirnya dengan niat yang tak bisa dicegah, mengulum bibir tipis itu, merasakan kelembutannya, menggodanya. Memberikan kecupan kecil pada sudut bibir Sakura, kecupan menggoda sepanjang rahangnya, kembali menekan bibir ranum itu. Memagutnya. Bibir mungil itu manis, menggodanya untuk melakukan lebih, lebih, dan lebih.

Sesekali dia berhenti, memberikan Sakura kesempatan untuk mengambil napas sebelum kembali menyerangnya.

Sakura tak berpengalaman, Sasuke dapat merasakannya. Naruto bodoh! Apa saja yang sudah dilakukannya selama ini?

Sasuke tak ingin berhenti, dia tak mungkin berhenti sekarang, dia tak bisa berhenti! Sakura memperparah keadaan dengan mencengkeram liar baju lelaki itu. Memacu Sasuke yang telah sampai pada batas pertahanannya.

Tangan kirinya naik, menyentuh tengkuk Sakura, membelainya, memberikan rangsangan sengatan listrik ke sekujur tubuh gadis itu.

Akal sehatnya dibuat menggila kala dia mendapati Sakura membalasnya.

Bibir tak berpengalaman itu mulai bergerak mengikuti ritmenya. Erangan kecil gadis itu layaknya bensin yang disiram di atas api, terus dan terus membakar Sasuke.

Deru gairah yang meninggi sejalan dengan dentuman dada yang tak lagi bisa dikendalikan. Darah mereka berdesir liar.

Bibir manis Sakura adalah candu. Dia memperdalam ciumannya, meneguk segala kenikmatan yang bisa dia raih.

Dunia terlupakan.

Sadar mereka membutuhkan udara, Sasuke memperlambat gerakannya sebelum pada akhirnya berhenti. Mereka berdua terengah-engah, menarik udara sebanyak mungkin untuk mengisi paru-paru.

Desah napasnya melekat di telinga Sakura.

"Sa-Sasuke." Sakura menekan tangannya pada dada Sasuke, berharap lelaki itu mundur.

Sasuke akui dia tergoda, dan jatuh dalam rayuan yang sama sekali tidak Sakura sadari sudah dia berikan. Lebih parah lagi, Sasuke sama sekali tak merasa bersalah, tidak pada Sakura, tidak pula pada Naruto. Nuraninya mungkin menjerit karena dia mencium kekasih sahabatnya sendiri, sayang sekali sisi gelapnya menyukai dosa yang dia lakukan.

"Kalau aku sudah tak bermoral begini sebaiknya tadi kautampar saja aku, bukan menikmatinya bersamaku."

Jelas sekali kalau Sakura memucat.

Dia mendorong Sasuke kasar, berjalan tergesa, dan membanting pintu studio mini itu. Pergi secepat yang Sakura bisa.

Malam itu Uchiha Sasuke menghabisakan semua yang tersaji di atas meja makannya.

Malam itu juga dia membuat dua lagu patah hati.

.

oOo

.

Seminggu berlalu, tetapi hidup Sasuke tak lagi sama. Dia tak mencari Sakura, tak juga berusaha menghubunginya, tapi bayangan gadis itu membekas dalam setiap sudut relung hatinya.

Dering ponsel meraung-raung. Sasuke sempat mematikan, berdering lagi sampai Sasuke menyerah. "Ada apa?" gumamnya malas dengan kelopak yang setengah terbuka setelah melihat siapa yang menelepon.

"Sasuke-teme, ayo ke apartemenku, Kakashi membawa daging sapi Kobe. Daging sapi Kobe!" tandasnya berapi-api.

"Aku masih mengantuk." Sasuke bahkan belum beranjak dari studio, dia ketiduran di atas meja bersejarah.

"Oh Teme, jangan jadi pemalas. Ini sudah siang!"

Suasana hati kacau, masih mengantuk, dan tidur diganggu, Uzumaki Naruto membuat Uchiha Sasuke menyusun beberapa langkah pembunuhan di dalam kepalanya.

Tawa girang Naruto meledak. Andai Naruto ada di depannya, Sasuke pasti sudah melemparnya dengan benda terdekat yang ada di sekitarnya. "Salah sendiri, ayo datang, Teme. Daging sapi Kobe adalah daging terenak di dunia. Kau akan menyesalinya kalau tak datang."

"Kau menyebalkan."

"Kau lebih menyebalkan lagi, kau tak tahu? Segeralah bangun. Aku akan menghubungi yang lain."

oOo

"Mana Kakashi?" Sasuke langsung berselonjor di sofa Naruto yang berada di ruang santainya.

"Sudah pulang, tadi hanya memberikan dagingnya saja. Mungin ada kencan dengan Shizune-nee." Naruto menyalakan tv, bersiap untuk bermain game. "Ayo satu babak FIFA 2023?"

Sasuke menarik tudung hoodie hitam sampai melewati matanya, tubuh lelaki itu sudah sepenuhnya memenuhi sofa Naruto, bersiap untuk melanjutkan tidur yang tertunda. "Malas. Lalu yang lainnya?"

"Aku bohong! Tak ada seorang pun yang kuundang. Daging seenak itu dibagi dengan banyak orang? Tak sudi!" Cengiran Naruto semakin tak bisa dibendung.

"Lalu, kenapa menyuruhku datang cepat-cepat?" sambarnya ketus.

Naruto sialan.

"Naruto, dagingnya mau dibumbui seperti apa?" Suara teriakan perempuan dari dapur. Tak kencang, tapi cukup untuk membuat Sasuke melompat.

Suara Sakura!

"Terserah kau saja, Sakura-chan."

Tak menunggu waktu lama bagi ketenangan Sasuke untuk meninggalkan tubuhnya. Dia sama sekali tak menduga kalau Sakura juga akan berada di kediaman Naruto. Bodoh sekali, mereka memang sepasang kekasih, tentu sangat lazim kalau Sakura juga berada di sana.

"Nar—"

Suara Sakura tertahan. Gadis itu tercekat di pintu yang langsung berhubungan dengan ruang santai yang sedang ditempati kedua lelaki yang itu.

Gawat! Sirine darurat menyala. Uzumaki Naruto sama sekali tak bilang kalau Sasuke akan datang. Bagaimana ini?

"Ah, bagus sekali kalau kalian bertemu di sini. Yah, Uchiha Sasuke kau sudah lama ingin bertemu dengannya, kan?"

Kali ini Sasuke ratusan kali lipat menyesal karena tak bercerita pada Naruto kalau dia sering menunggui Sakura di restoran.

"Kau juga, Sakura. Kau sering bertanya-tanya tentang dia kan. Ini adalah kesempatan kalian untuk berkenalan."

Senyum polos Naruto kini bagaikan vonis mati untuk Sakura. Mudah sekali dia mengucapkan hal tersebut di hadapan Uchiha Sasuke.

Sementara Sasuke tanpa terputus bergantian melirik kedua orang itu. "Naruto, apa maksudmu?" tanya Sasuke hati-hati.

"Sakura sering bertanya tentangmu, Teme." Naruto menggaruk-garuk pipiny yang tak gatal. "Duh, maaf tak bilang, kita jarang bertemu sih akhir-akhir ini."

Naruto bodoh! Berhenti bicara, jerit Sakura dalam hati. Dia terus mengirimkan kode-kode melalui ekspresinya, sayang sekali Naruto tak menangkap maksud gadis itu.

"Jadi, Teme, Sakura-chan, berterimakasihlah padaku yang sudah mempertemukan kalian di sini."

Sasuke masih ingin bertanya-tanya, kenapa Naruto bisa begitu bodohnya melakukan sesuatu yang tak wajar begini. Hell! Pria mana yang mau mengenalkan pacar dan sahabatnya yang saling penasaran?

Tunggu dulu … Sakura banyak bertanya tentang dirinya?

Tersinggung, dia bertanya pada Naruto, "Apa kau sengaja?"

"Tentu saja!" balas Naruto bersemangat.

Baiklah, amarah Sasuke mulai berkecamuk. Naruto mengatakannya seolah tanpa dosa. Dia sedang ingin menghukum mereka?

"Naruto, kau ini sedang berlaku sarkastik atau apa?"

Naruto yang ditanya menggaruk-garuk kepala bingung. Dia hanya berinisiatif tulus. "Aku kan hanya ingin membantu kalian," jawabnya polos.

"Baka Dobe," panggil Sasuke tajam, dia menaikkan tangannya, langsung menunjuk pada Sakura. "Aku sudah bertemu dan berkenalan dengannya, aku bahkan menciumnya minggu lal—"

"UCHIHA SASUKE!" pekik Sakura.

Uzumaki Naruto membelalak tak percaya. Dua orang itu? Kenapa bisa? Apa dia ketinggalan sesuatu?

"—dan dia membalas ciumanku."

Serasa semesta berhenti … berikut segala isinya.

"Ka-kalian …."

Sasuke sudah siap kalau sahabatnya itu akan menendang, memukul, atau membanting tubuhnya. Itu memang konsekuensi yang harus dia terima. Dia memang pihak yang salah di sini. Tidak, bukan hanya dirinya, melainkan juga Sakura. Mereka sudah main gila di belakang Naruto. Memang Sasukelah yang memulai, tapi Sakura juga berpartisipasi.

"BAGUS SEKALI!" Uzumaki Naruto melonjak-lonjak kegirangan.

Huh?

"Dobe?" Sasuke langsung menyimpulkan ada yang salah. Reaksi Naruto bukan reaksi orang normal yang mendapati sahabat dan pacarnya bermain api di belakang.

"Ah, kau memang temanku, Teme!" Naruto menyikut-nyikut tubuh Sasuke dengan kegirangan. "Kau juga Sakura-chan!" serunya sembari menaikkan kedua jempol tangannya.

"Sebentar, kalian tidak pacaran?" tanya Sasuke keheranan.

"Siapa? Aku dan Sakura-chan? Tentu saja tidak!"

Bagus sekali, dia tertipu selama ini!

Malam itu Sasuke memandangi makanan di atas meja selama berjam-jam. Nafsu makannya sudah lari entah ke mana. Batinnya berperang. Dia tersiksa. Mau dibuang juga sayang karena Sakura sudah bersusah payah membuatnya.

Sasuke akhirnya makan dalam keadaan terpaksa, pro-kontra dalam dirinya masih terlalu kuat. Susah payah, dia dapat mengalihkan kekacauan yang dia ciptakan sendiri.

Seperti yang sudah-sudah. Dia bisa langsung merasakan perasaan yang tertuang dari pembuatnya. Layaknya sebuah sihir dia langsung bisa merasakan kesungguhan hati gadis itu dalam memasak, perasaan gadis itu yang tercurah dalam setiap masakan yang dia buat, kecintaannya dalam mengolah rasa mengingatkan kembali Sasuke pada perasaannya kala membuat musik. Bagaimana musik berpengaruh dalam hidupnya, lirik-lirik yang langsung terangkai dalam kepalanya, melodi yang mengalun. Oh, dia sungguh mencintai musik.

Ternyata penderitaannya malam itu seolah tak bermakna apa-apa.

"Sasuke, itu se-sebenarnya—"

Kalimat Sakura terputus sebab saat ini Sasuke sudah memanggul Naruto seperti memanggul karung beras pada pundaknya.

"Teme! Bajingan gila, turunkan aku!" Naruto berteriak kaget.

Sasuke mengabaikannya, dia malah mempererat cengekeramannya pada pinggang lelaki itu. Sampai di luar Sasuke menurunkannya dan langsung mendorongnya melewati pintu. Sebelum Naruto bertanya, Sasuke langsung memasang gembok agar Naruto tak lagi mengganggu, mengingat ini apartemennya, jelas Naruto tahu kode untuk masuk. Dengan langkah lebar, dia kembali mencari Sakura.

"Jadi, kalian tak pacaran?" Emosi lelaki itu masih mendidih.

"Aku tidak tahu kalau kau menanggapinya serius, maaf."

Sasuke bergerak cepat mencengkeram bahu Sakura, tidak memedulikan gadis itu yang mengaduh. "Kau betul-betul membuatku gila!"

Sakura tak menimpalinya, dia menunduk, berusaha lari dari lelaki itu.

"Kau sering mencari tahu tentang aku?" kali ini dia menurukan volume suaranya. Sasuke tanggap kalau bisa saja dia membuat Sakura ketakutan.

"Kau itu seperti kucing liar yang datang tanpa diundang."

"Ini bukan waktunya untuk kiasan."

"Aku memang selama ini tak mau bertemu denganmu karena aku takut pada sesuatu. Tapi, kurasa apa yang kutakuti sudah terjadi."

"Jelaskan," tuntut Sasuke.

"Aku jadi cukup menyukaimu. Kau hanya duduk di sana setiap hari, lantas lambat laun aku jadi penasaran sendiri. Tapi aku terus membohongi diriku."

Jika dipikir-pikir memang ada benarnya. Mereka seperti benang kusut yang saling terhubung tapi sulit diuraikan. Harus ada pemicu yang membuat benang itu ditarik perlahan, membuka kait-kaitannya, sampai akhirnya benang itu bebas dari hambatan apa pun.

"Sakura." Sasuke bingung. Perbendaharaan kata dalam otaknya hilang tanpa bekas."Kau ini … kenapa semua hal kecil yang kaulakukan langsung berpengaruh padaku?" Mungkin memang takdir mereka telah saling berkonspirasi. Anggap saja keajaiban sedang terjadi.

"Aku ingin jujur. Aku tidak bisa tidur sejak malam itu, aku terus memikirkanmu," cicit Sakura.

Rupanya bukan hanya Sasuke yang menderita. Pemuda itu hampir gila karena tak bisa mengeluarkan Sakura dari dalam kepalanya.

"Aku juga minta maaf," ujar Sasuke, "karena kau jadi tak nyaman. Soal ciuman itu, aku tak akan minta maaf."

"Tidak, aku juga salah."

Sakura sadar betul bahwa mereka layaknya magnet, kutub positif dan negatif saling tarik menarik. Sejak awal ada percikan di antara mereka yang mati-matian Sakura sangkal. Mereka melakukannya bersama sehingga memang keduanya sama-sama salah atau malah tak ada yang perlu disalahkan.

Paling tidak mereka bisa lega sekarang. Air muka kemarahan Sasuke sudah hilang total. Sisa angkara murka telah lenyap. Sakura pun tak lagi merasa terbebani setelah mengakui.

"Aku tak mau terlalu cepat, bisa kita pelan-pelan saja? Kita jalani semuanya secara natural," ungkap gadis itu jujur.

Ya, Sasuke paham maksudnya. Dia menurunkan tangannya dari lengan gadis itu.

"Dan aku masih takut privasiku akan terganggu kalau berurusan denganmu."

Sasuke mendesah. Dia paham. Keadaan Kakashi dan Shizune yang disaksikan sendiri sedikit banyak memberi gambaran.

"Sakura, bisa berikan aku kesempatan? Aku janji akan menjaga privasimu."

Sakura menatapnya, lalu mengangguk singkat. Kesungguhan Sasuke dapat dia rasakan. Sakura tak mau terus berpura-pura. Dia tak lagi mampu untuk lari dari perasaannya sendiri. "Bisa kita mulai dengan benar?"

Diiringi senyuman tipis, Sasuke menangkup pipi Sakura, membelai lembut kulit mulus yang mulai merona itu. "Tentu," jawabnya.

Keduanya lantas tersipu, saling melempar senyum simpul sebelum kembali menunduk dengan wajah merona.

Layaknya kucing liar, Sasuke datang tanpa pemberitahuan.

Kucing hitam memasuki halaman rumah seorang gadis tanpa izin. Awalnya ia tak diterima dengan baik. Gadis itu mengusirnya. Pertama si gadis hanya berteriak. Tak mempan, hari berikutnya dia melempari kucing itu dengan batu. Kembali gagal, di hari lain gadis itu mengejar kucing dengan sapu. Semua cara telah dikerahkan, tapi kucing itu lebih gigih. Gadis itu menyerah. Dia biarkan saja kucingnya duduk di bawah pohon dengan tenang. Lama-kelamaan diam-diam dia memperhatikan kucing itu dari balik gorden, bukan hanya sekali atau dua kali, melainkan berkali-kali setiap hari. Kucing itu berbinar kala si gadis duduk disampingnya.

Beberapa hari kemudian, kucing itu mengeong manja sebab gadis itu mengelus tubuhnya yang dipenuhi bulu tebal.

.

.

End

A/N:

Kepala chef: executive chef, orang nomor satu di dapur.

Sous chef: asisten chef

Commis berada di bawah pengawasan chef de partie (orang yang bertugas sebagai quality control di dapur). Tugasnya adalah tugas dasar seperti menyiapkan bahan makanan.

.

Akhir-akhir ini saya kembali intens membaca ff sasusaku, levihan dan gojohime.

Lalu kepikiran untuk membuat ff sasusaku.

Saya tidak tahu cara upload di ao3 dan tidak bermain di wattpad, jadi kembali lagi ke ffn.

Saya pernah membuat kisah ini di platform lain, tapi terpikir sepertinya cocok juga untuk sasusaku. Jadi, terima kasih sudah membacanya.

.

.

.

.

.

Omake

Naruto mengetuk-ngetuk pintunya dari luar. Memencet bel berulang kali. Memasukkan sandinya juga percuma, pintu telah digembok secara manual dari dalam. Beberapa menit berselang dia tak kunjung mendapat jawaban, lelaki itu memutuskan melirik tetangga sekitar, siapa tahu ada yang membuka pintu, dia akan beralasan biar dapat memakai teras mereka untuk mengintip.

Mereka sedang apa sih di dalam sana? Jangan bilang terjadi sesuatu yang diinginkan Sasuke?

Awas saja kalau tempat tinggalnya jadi lokasi kegiatan senonoh.

"Sasuke-teme! Sakura-chan!" Dia memencet bel dengan interval yang sangat cepat. "Teme, aku bersumpah aku akan memanggil semua orang biar mereka tahu apa yang kaulakukan!"