Disclaimer: Naruto and all character is belong to Masashi Kishimoto

Sasuhina Gaahina fanfiction

Alternatif Universe

Ooc, Typo, DLDR

.

.

.

.

.

.

.

.

Happy Reading! :)

"Ya kau tahu kan, saat di Paris aku bahkan harus berganti nomor 15 kali dan kau bisa selalu tahu nomor baru, akhh... bisa kau bayangkan itu Hinata?" Shion menjelaskan tentang betapa protektifnya Sasuke karena harus membiarkan Shion kuliah di luar negeri sendirian, dengan sebuah nada candaan tapi menurut Hinata itu tidak lucu sama sekali.

Hinata merasa Sasuke cukup mengerikan, disamping dia memang mengkhawatirkan adiknya. Terlihat Sasuke sedikit mengangkat bahu tanda dia tak merasa bersalah.

"Itu hal yang perlu aku lakukan untuk menjaga adik nakal ku ini." Balas pria itu membela diri.

"Ah sekarang aku senang sekali Sasuke memiliki seseorang untuk mengalihkan jiwa protektifnya dariku." Hinata terpaku sesaat, maaf? Apa gadis ini bersyukur telah melimpahkan hal yang menurutnya menyedihkan padaku? pikir Hinata.

Shion kemudian lanjut bercerita, "Dia bahkan tidak membiarkanku berpacaran dengan seorang pria pun sampai akhirnya dia mau mengizinkanku dekat dengan Naruto, itu pun karena Naruto adalah sahabatnya. Kau bisa bayangkan betapa menyedihkannya kehidupan kuliahku Hinata?"

"Oh sungguh sikap yang sangat manis..." Sindir Hinata menatap wajah pria itu, ada apa dengan Sasuke dan keharusan dia mengontrol seseorang?

"Hinata, kau akan mengerti jika berada di posisiku." Jawab Sasuke mencoba terdengar bijak.

"Tidak, aku tidak mengerti Sasuke. Kau ingin menjelaskannya padaku?" Balas Hinata dengan senyum semanis mungkin, tidak mungkinkan hanya karena dia seorang pria yang memiliki perusahaan dia harus bersikap sangat pengontrol seperti itu? itu hanya Sasuke yang mencoba semena-mena dengan orang disekitarnya, benar... kan? Hinata tiba-tiba meragukan pikirannya.

Sasuke menyatukan kedua tangannya dan menopang di sisi meja sambil menghela napas berat. "Seluruh keluargaku pernah mengalami ancaman pembunuhan Hinata." Balasnya dengan nada rendah, seolah sangat pahit mengucapkannya fakta itu kembali.

Hinata tersentak untuk sesaat, oh tidak dia telah mengacau. Gadis itu menelan ludah dengan sedikit susah payah, dan menatap wajah Sasuke yang mengeras. Dan ia melirik Shion, matanya menunjukan keterkejutan meskipun raut wajahnya berusaha ia tutupi.

"Ma-maaf telah menanyakan hal itu, aku hanya ingin tahu tentang dirimu." Ucap Hinata menyesal, ia merasa tidak bisa terlalu jauh mengetahui tentang kehidupan Sasuke.

Hinata merasakan suasana di sekitar mereka menjadi sedikit canggung, "Mmm aku permisi sebentar ke kamar mandi."

Hinata dengan ragu berdiri dari kursinya dan berjalan sedikit tergesa menuju arah kamar mandi, yang terasa begitu jauh di ruangan luas ini karena setiap langkahnya seolah mendapat tatapan tajam dari kedua kakak beradik itu.

Di kamar mandi Hinata bergegas mencuci tangan untuk setidaknya mendinginkan tubuhnya yang terasa meremang dan panas.

"Haaah..." Hinata menghela napas dengan berat sambil merundukkan pandangan pada tangannya yang masih basah, setiap hal yang ia lalui bersama pria itu seolah membuka kotak pandora, banyak hal yang mungkin sebaiknya tidak perlu ia ketahui.

Suara langkah kaki dari sepasang sepatu hills terdengar mendekatinya dan ia melirik ternyata kini Shion berada di wastafel sebelahnya. Gadis itu bersikap tenang dengan pandangan hanya lurus menatap cermin sambil kembali memakai lipstiknya dengan gerakan yang elegan.

"Itu hanya hal kecil Hinata." Ucap Shion tiba-tiba, membuat Hinata memalingkan wajah sepenuhnya pada gadis itu dengan pandangan tanya.

"Pernyataan Sasuke tadi, itu hanya sebagian kecil dari kehidupan Sasuke yang kakak ku itu coba tutupi. Yah bukan berarti dia orang jahat atau kehidupannya mengerikan, hanya saja kurasa jika kau memang yakin ingin memasuki kehidupan kakakku kurasa kau harus mempersiapkan dirimu." Ucap Shion sambil memberikan senyum manisnya setelah selesai merapihkan lipstiknya. Mempersiapkan? mempersiapkan untuk apa? pikir Hinata.

"Nah coba kulihat." Dia menghadap pada Hinata sambil memegang kedua bahu gadis itu membuat mereka kini saling berhadapan.

"Kurasa aku hanya lebih muda satu atau dua tahun darimu." Sambil berbicara dia menyentuh sedikit helaian rambut di sisi wajah Hinata.

"Kau tak menyadarinya? wajah ini, matamu, warna kulitmu itu begitu mirip denganku. Bahkan gaya rambutmu itu sama sepertiku selama bertahun-tahun hingga akhirnya aku kuliah dan kini merubahnya menjadi sedikit ikal." Shion berkata tenang sambil mengamati Hinata di berbagai sisi.

"Apa yang coba kau katakan padaku?" Tanya Hinata merasa tak nyaman.

"Sudah berapa lama kau mengenal Sasuke, satu bulan? dua bulan? Apa dia pernah mengaturmu? Memerintahmu untuk melakukan hal yang dia inginkan? Menjadikan lingkunganmu sesuatu yang bisa dia kontrol? Bahkan mengaturmu dalam hal yang ingin kau beli?"

Pertanyaan Shion seketika membuat Hinata membeku, karena sialnya semua pertanyaan Shion adalah benar adanya. Kini Hinata memandangnya sedikit syok.

Shion memberikan senyum miring, "Jika ya, kurasa kakakku hanya ingin mencari orang lain untuk melampiaskan jiwa posesif, pengontrol, dan dominannya. Awalnya aku merasa begitu bahagia dia melindungi dan menerimaku dengan baik selayaknya saudara kandung, namun lambat laun itu terasa memuakan. Dia selalu merasa aku akan hancur dan terluka jika tak ada dalam jarak pandangnya, dan itu membuat kita pernah bertengkar besar hingga aku berkata tak pernah menginginkan dia hadir dalam hidupku, dan mungkin di titik itulah dia mulai melunakkan sikapnya, tapi yah aku tetap menyayanginya."

Apa?! Sasuke hanya mencari pelampiasan atas jiwanya yang gila kontrol?! tanya Hinata yang mulai merasakan gejolak amarah mengumpul dalam dadanya.

"Hei... tenanglah." Shion berkata sedikit terkekeh, menyadari perubahan raut wajah Hinata yang seakan siap untuk murka.

"Kakakku tidak gila Hinata, hanya mungkin pada suatu titik kau akan kewalahan menanganinya, jika kau lelah mungkin kau bisa menggunakan trik ku. Ucapkan saja kalau kau tak pernah ingin dia hadir dalam hidupmu, mungkin itu akan berhasil." Shion kemudian menepuk pundak Hinata pelan dan akan bergerak pergi namun terhenti dan kembali lagi mendekatkan wajahnya pada Hinata, kini cukup dekat hingga bibirnya berbicara tepat disamping telinga gadis Hyuga itu.

"Ah ya dan sebagai pertimbangan lain, pernah ada momen saat Sasuke ingin mencium ku." Bisiknya pelan namun ucapan itu seakan ujung tombak yang langsung menghancurkan sesuatu dalam hati Hinata. Hinata merasa tangannya seketika dingin dan bergetar.

Shion memundurkan wajahnya dan kembali menatap mata Hinata yang kini seolah memiliki pandangan kosong. "Kuharap kau tidak tiba-tiba kabur atau mengamuk, itu justru membuat Sasuke semakin akan mengelak. Cukup jelaskan padanya jika kau memang tak ingin dia ada dalam hidupmu." Namun Hinata belum bisa mengatakan apa-apa.

"Kau wanita pintar, jadi pertimbangkan baik-baik keputusanmu untuk memasuki hidup kakakku. Aku duluan ya." Shion memberikan kembali raut wajah ceria dan senyum berseri cantiknya lalu lebih dulu melangkah ke pintu keluar, meninggalkan Hinata yang masih menatap kearah tembok dan terkekeh tak percaya dengan nada getir. Matanya mulai berkaca-kaca, aku tidak ingin menangis! jerit Hinata dalam hati. Tidak jangan menangis karena pria seperti itu Hinata!

Pikiran dan batinnya kini saling berperang, ia harus terlihat baik-baik saja layaknya pria itu tak memberikan pengaruh apapun padanya.

Saat Hinata kembali melangkah ke meja, ia berusaha mengatur napas dan raut wajahnya lalu duduk kembali dengan tenang.

"Apa kalian memiliki sesi wanita di dalam sana?" Tanya Sasuke dengan sedikit nada canda menyadari Hinata dan Shion di kamar mandi terasa cukup lama. Untunglah tadi tak ada siapapun yang masuk selain mereka berdua dikarenakan area VIP restauran yang sedikit pengunjung.

"Aku merasa lelah, bolehkah aku pulang sekarang?" Tanya Hinata tanpa menjawab pertanyaan Sasuke.

Pria itu sedikit mengerutkan dahinya mendengar balasan Hinata, pria itu seolah tahu perubahan suasana hati Hinata.

Setelah berpikir beberapa saat akhirnya Sasuke berbicara. "Baiklah, ayo aku akan mengantar kalian berdua." Dia bergerak untuk berdiri namun Hinata dengan segera berbicara.

"Kurasa tak perlu, sebaiknya kau mengantar Shion saja dia baru kembali dari perjalanan panjang." Ucap Hinata cepat.

Shion sedikit terkejut akan reaksi Hinata, "Ah! tak perlu aku tadi sudah mampir ke mansion Uchiha dan membawa mobil kemari. Jadi Sasuke sebaiknya kau mengantar Hinata, kau tak akan membiarkan wanita yang kau ajak makan malam pulang sendiri kan?" Ucap Shion, akhir kalimat Shion bagai menjelaskan kembali sifat Sasuke.

Akhirnya mereka bertiga meninggalkan restauran itu dengan Hinata yang tak banyak bicara.

Selama perjalanan Hinata hanya diam dan menatap ke samping kaca mobil, dan Sasuke sesekali melirik pada Hinata karena sudah jelas pria itu bisa merasakan keanehan, ternyata tak mudah menyembunyikan keadaan suasana hati yang kacau.

Gadis itu hanya menjawab saat Sasuke bertanya ingin diantar kemana, dan Hinata ingin menuju Rumah Sakit untuk menjaga Tou-sannya.

Setelah sampai di area parkir, Sasuke menghentikan mobilnya di area yang cukup sepi ia merasa perlu membahas hal yang mengganggu suasana hati Hinata sebelum gadis itu pergi.

"Kau ingin mengatakan sesuatu padaku?" Tanya Sasuke setelah pria itu mematikan mesin mobil.

"Mm." Geleng Hinata perlahan, merasa sudah tak memiliki niat dan tenaga untuk berdebat. Gadis itu bergerak untuk melepas seat beltnya namun Sasuke segera meraih tangannya.

"Apa yang mengganggu pikiranmu? Jangan katakan tidak ada karena itu jelas terlihat." Ucap Sasuke dengan tak melepaskan tangan Hinata sambil menatap kearah gadis itu dalam. Hinata mencoba melepaskan tangannya namun Sasuke seolah tak membiarkan itu terjadi, gadis itu mengangkat wajahnya dan menyelami gelapnya obisidian pria itu dengan segala kekacauan dan sialnya ketampanannya.

Hinata mencoba menarik napas dengan tenang, karena gadis itu tahu Sasuke tidak bisa dihadapi jika ia terus menghindar. Hinata mengangkat satu tangannya yang tidak ditahan dan ia daratkan ke sisi rahang tegas Sasuke, mengusapnya pelan merasakan kelembutan sekaligus sedikit janggut tipis yang mulai tumbuh disisi wajah pria itu.

"Aku tak bisa." Ucap Hinata akhirnya.

Sasuke memberikan pandangan tanya atas pernyataan Hinata.

"Kurasa aku tak bisa melanjutkan apapun yang coba kau jalani bersamaku ini, ma-maaf aku hanya merasa kita tidak akan pernah berhasil." Hinata merundukkan pandangannya mencoba menghindari tatapan Sasuke.

"Kau tidak bermaksud mengatakan itu." Balas cepat Sasuke yakin.

Hinata mendesah kesal mendengar balasan pria itu. "Berhenti mengatakan seolah kau mengetahui semua tentangku! sekarang lepaskan aku. Sasuke! Kumohon!" Hinata mengangkat wajahnya, memberikan tatapan jika ia lelah dan tak ingin dibantah.

Sasuke yang menyadari tatapan Hinata yang tak ingin berdebat lagi dengan terpaksa berusaha menekan egonya dan menuruti kemauan Hinata, ia lepaskan tangan gadis itu dan menekan tombol untuk membuka pintu kursi penumpang. Setelah suara klik dengan gerakan cepat Hinata melepas seatbeltnya dan bergegas keluar mobil Sasuke, melihat Hinata yang sudah keluar dari mobilnya Sasuke hanya bisa mencengkram kemudi mobilnya dengan kencang.

'Sial, tidak boleh seperti ini!' pikirnya dengan sedikit sentakan pada gagang setir, pria itu tak bisa membiarkan gadis yang menjadi pusat pikirannya pergi begitu saja dengan keadaan marah. Tangannya secepat mungkin melepas sabuk pengaman dan keluar dari mobil kemudian dengan keras menutup pintu mobil lalu berlari mengejar langkah Hinata yang masih berada di area parkir outdoor tak jauh dari area loby Rumah Sakit.

"Hinata, tunggu. Aku akan mengatakan maaf sebanyak apapun yang kau mau, tapi kumohon jelaskan apa yang mengganggu pikiranmu. Aku sudah pernah mengatakan padamu kan?" Sasuke mencoba meraih lengan Hinata, tapi gadis itu terus berusaha menghindar.

"Hinata, berhenti. Jangan seperti ini."

"Berhenti Sasuke!" Hinata akhirnya sedikit meninggikan suaranya karena Sasuke meraih lengannya hingga tak bisa mengelak lagi. Begitu Hinata berbalik kini ia menyadari, percuma mencoba menutupi suatu hal dari pria ini.

"Kau akan meminta maaf untuk sikapmu yang pernah ingin mencium adik angkat mu itu?!" Tanya Hinata akhirnya dengan nada pahit.

"What?!" Pria itu cukup syok mendapat pertanyaan itu.

"Ya, sekarang kau mau berkata bahwa Shion berbohong bahwa kau pernah ingin menciumnya? Tolong jelaskan padaku Sasuke itu benar atau tidak?!" Tantang Hinata mengangkat alis dan kini sudah berhadapan sempurna dengan Sasuke.

Pria itu hanya bisa menatap Hinata tak bisa berkata apa-apa.

Hinata membuka mulutnya, mendengus tak percaya jika semua itu bukanlah bualan Shion.

"Kau brengsek!"

PLAK

Setelah melayangkan tamparan pada pria itu Hinata melangkah cepat dengan mata yang telah berkaca-kaca, membayangkan betapa bodoh dirinya terus kembali percaya pada semua cerita Sasuke. Tentu saja tak mungkin pria itu tak pernah tertarik dengan adik cantiknya itu jika mereka bahkan tak memiliki ikatan darah!

"Hinata, kumohon tunggu. Aku bisa menjelaskan segalanya padamu, itu bukan seperti yang kau pikirkan. Saat itu keadaanya berbeda." Sasuke sedikit meninggikan suaranya, tapi Hinata melangkah semakin menjauh. Ia akui itu salah satu hal bodoh yang pernah ia lakukan sebagai seorang remaja.

Sasuke mencoba mengejar Hinata, namun langkah gadis itu tersentak berhenti melangkah saat melihat mobil kepolisian dan jaksa sudah terparkir di depan loby Rumah Sakit. Hinata menatap kebingungan keadaan itu dan ia kembali dikejutkan saat melihat Gaara mendorong seseorang di atas kursi roda yang tak lain adalah Otou-sannya.

"Tou-san... Tou-san, ada apa ini? Gaara kenapa kau membawa Tou-sanku?" Tanya Hinata bergetar ketakutan.

"Selamat malam Hinata, maaf jika hal ini mengejutkanmu namun hasil pemeriksaan ku hari ini dengan Ayahmu mendapatkan fakta baru. Ayahmu hari ini telah menjelaskan dan mengakui jika benar ia telah melakukan pencucian uang dan penggelapan dana konstruksi pembangunan cabang baru Uchiha Inc. Dan setelah konsultasi dengan Dokter, Ayahmu bisa dilakukan penahan karena telah sadar, namun ia akan ditahan di ruang rawat penahanan Tersangka." Jelas Gaara dengan tatapan sedikit iba pada gadis Hyuga itu, namun inilah pekerjaannya ia harus melakukan sesuai dengan bukti dan keterangan di lapangan.

"Tou-san..." Bisik Hinata bergetar, satu lagi hantaman berita yang begitu menyesakkan dadanya hari ini.

"Ak-aku ingin ikut menemani Tou-sanku kumohon." Pinta Hinata menatap penuh harap pada Gaara, karena dilihat dari kondisinya meskipun Hiashi telah sadar pria itu terlihat sangat lemah.

Pria itu untuk beberapa saat berpikir namun akhirnya mengangguk.

Bertepatan saat Hiashi dan Hinata sudah memasuki mobil tahanan polisi, Sasuke datang ke hadapan Hinata. Pria itu menatap Hinata penuh tanya akan kemana gadis itu pergi, tapi Hinata mencoba menguatkan hatinya saat ini tidak ada waktu untuk menanggapi Sasuke dan akhirnya mobil tahanan itu tertutup.

Sasuke segera mengejar langkah mendekati Gaara yang akan memasuki mobil kejaksaan.

"Apa yang telah kau lakukan?" Tanya Sasuke tajam.

"Melakukan tugasku sebagai jaksa, bukankah ini yang kau dan tim kuasa hukum mu inginkan? segera mengetahui kebenaran? Jika yang kau harapkan adalah kehancuran Tuan Hyuga, tontonlah hal yang kau nantikan itu." Balas Gaara dingin dan segera masuk ke dalam mobil lalu menutup pintu dan melajukannya mengikuti mobil tahanan kepolisian yang telah pergi lebih dulu.

"SIAL!" Maki Sasuke sambil meremas rambutnya.

.

.

.

Di hari persidangan Hinata duduk di kursi tamu sambil mendengarkan Jaksa membacakan Dakwaannya, dan ayahnya menerima itu semua, ia menatap kepada Kakashi kenapa pria itu tak melakukan penyangkalan atau pembelaan apakah ini yang Tou-sannya inginkan?

Ia menggenggam kedua tangannya begitu erat, ia ketakutan. Akalnya terus menolak, ia belum mempercayainya jika Tou-sannya melakukan semua itu. Iya tahu ayahnya tidaklah gila harta, seumur hidupnya meskipun ia hidup berkecukupan tapi mereka selalu menjalani hidup yang sederhana.

Kemudian saat beberapa Saksi dan barang bukti dihadirkan, Ayahnya membenarkan semuanya, meskipun hanya jawaban singkat berupa "Ya", "Benar", dan sebagainya karena kondisinya masih terlalu lemah untuk menjelaskan panjang lebar. Sampai akhirnya sidang ditunda untuk memberikan waktu kepada Jaksa menyiapkan Tuntutannya.

Selama persidangan Hinata hanya melihat kuasa Hukum Uchiha Inc. sebagai perwakilan, dan kembali lagi Sasuke tidak pernah menampilkan wajahnya di dalam persidangan. Mungkin bagi pria itu sama sekali tak penting membuang waktunya disini.

Setelah persidangan selesai, kepolisian kembali menahan Hiashi. Hinata sangat ingin menghampiri ayahnya tapi petugas keamanan segera memasukannya pada mobil tahanan.

Hinata menatap perih melihat Ayahnya yang masih sangat rentan harus menghadapi ini semua, ia kemudian melihat Gaara yang baru saja keluar dari ruang Jaksa sambil membawa berkas.

"Ga-gaara, bisakah aku berbicara sebentar?" Pinta Hinata penuh harap.

Gaara hanya membalas Hinata dengan raut wajah tegasnya dan sedikit memberikan anggukan. "Bicaralah, aku tak memiliki banyak waktu." Balas Gaara pelan.

Hinata menelan ludahnya tegang merasakan kini Gaara seolah berubah menjadi lebih dingin padanya, apakah karena sekarang dia adalah pihak keluarga yang harus Gaara lawan?

"Gaara, apakah semua barang bukti itu benar adanya apakah kau sama sekali tidak menemukan kejanggalan?" Hinata bertanya penuh dengan harap, meskipun rasanya pertanyaan itu hanya kesia-siaan karena semuanya baru saja dibuktikan dalam persidangan.

Gaara menghela napasnya berat. Ia mencoba menghilangkan ketegangan dalam dirinya melihat Hinata menatapnya penuh iba seperti itu. "Hinata, aku disini hanyalah sebagai seorang penuntut umum, aku akan menjelaskan sesuai apa yang terjadi dan apa keterangan yang diberikan, aku hanya memihak pada kebenaran, dan disini ayahmu secara sadar mengakui perbuatannya. Jadi aku tak bisa berbuat apa-apa akan hal itu." Pria itu menatap gundah, turut sedih dan iba pada netra indah itu.

Melihat Hinata yang hanya diam dan menatapnya dengan mata yang seakan siap menumpahkan segala lukanya Gaara melanjutkan. "Aku tak ingin terdengar jahat, tapi kini ayahmu adalah pihak yang harus aku persalahkan jadi kurasa kita tidak bisa terlihat terlalu dekat. Jika tidak ada hal lain yang ingin kau katakan aku permisi." Gaara mengangguk pamit.

Belum selangkah pria itu menjauh Hinata segera menahan lengannya. "Ga-gaara..." Bisik Hinata terdengar begitu bergetar.

"La-lalu bagaimana dengan orang yang ingin menyakiti Ayahku tempo lalu?"

"Sayangnya itu adalah hal lain, karena kesaksian, pengakuan dan barang bukti yang ada sudah cukup untuk mendakwa Ayahmu, jika kau ingin mengusut hal itu kau bisa membuat laporan tersendiri meskipun begitu timku akan terus menelusuri perihal itu." Mendengar penjelasan Gaara, Hinata dengan lemah mulai melepas pegangannya dan membiarkan pria itu pergi.

TAP

Namun pria itu tidak melangkah menjauh, tapi justru melangkah ke depan menjadikan tubuh mereka kini terlihat merapat, pria itu berbisik di dekat telinga Hinata.

"Tapi ku sarankan, kau terus berbicara dengan Ayahmu karena entah bagaimana lie detector menyatakan Ayahmu seolah berbohong akan semua pengakuannya, yeah meskipun alat itu tidak selalu tepat dan tidak bisa dijadikan pertimbangan barang bukti yang pasti." Setelah berbicara itu Gaara dengan cepat melangkah menjauh dan bergegas memasuki mobil kejaksaan.

Hinata menatap terkejut kepergian pria itu karena perkataannya. Sebenarnya kebenaran apa yang terjadi? Ataukah Ayahnya menyembunyikan sesuatu?

Setelah selesai persidangan, Hinata segera menyusul Ayahnya ke lapas tahanan Kota Tokyo, ia menemui Ayahnya di ruang kunjungan.

Hinata menatap begitu iba Ayahnya yang terlihat masih dalam kondisi kritis tetapi harus menjalani perawatan di gedung tahanan ini.

"Tou-san, bagaimana kondisimu?" Tanya Hinata dengan penuh rasa khawatir.

"T-tou-san baik." Jawab Hiashi pelan seolah memaksakan senyumnya.

"Tou-san..." Lirih Hinata dengan pandangan berkaca-kaca, ia merasa tak sanggup melihat Ayahnya menderita seperti ini.

"A-apakah Tou-san memang mengatakan yang sebenarnya? Tou-san bisa menceritakan apapun padaku, kumohon jangan menyembunyikan sesuatu. Kini hanya ada kita berdua, aku ingin selalu ada dan sebisa mungkin mendukung Tou-san." Jelas Hinata dengan semakin tak kuasa menahan matanya yang berkaca-kaca.

Hiashi hanya bisa menunduk tak sanggup menatap netra terluka anaknya. "Ma-maafkan Tou-san Hinata." Hanya kata maaf yang bisa pria paruh baya itu berikan.

Hinata mendekatkan badannya dari sebrang meja mencoba meraih tangan Ayahnya. "Tou-san, aku masih merasa Tou-san tak mungkin berbuat seperti itu, saat itu ada seseorang yang berusaha mencelakai Tou-san. Kumohon apakah itu ada hubungannya dengan semua ini?" Tuntut Hinata semakin sedih.

Hiashi hanya dapat menggeleng lemah.

"Tou-san, kumohon jangan menanggung semua ini sendirian. Katakan apa yang bisa aku perbuat untuk membantumu... Hiks..." Sebutir air mata kini tak kuasa lolos begitu saja dari amethys jernih Hinata.

"Pulanglah nak, kau perlu beristirahat." Kini pria itu sedikit mengangkat wajahnya, memberikan raut bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Hinata menggeleng sambil melipat bibirnya menahan isakan dan tangisannya "Tidak Tou-san, aku tahu Tou-san bukanlah orang seperti itu. Kumohon Tou-san, kau bahkan tak mau menjelaskannya padaku."

Hiashi mengeratkan rahangnya merasa sama tersiksanya melihat anaknya begitu terluka. "Hinata, Tou-san-- Ah!"

Tiba-tiba Hiashi memegang dadanya seolah merasa kesakitan.

"Tou-san?" Hinata seketika terkejut dan bangkit mendekati Hiashi, pria itu mengeluarkan napas terputus putus dengan susah payah.

"Tolong, kumohon tolong Tou-sanku!" Teriak Hinata pada penjaga di sekitar mereka, dengan cepat beberapa penjaga mendekat dan segera mendorong kursi roda Hiashi kembali ke arah sel tahanan.

"Tou-san, kumohon selamatkan Tou-sanku..." Mohon Hinata begitu panik dan mencoba ingin menemani Hiashi masuk ke dalam namun segera ditahan oleh seorang penjaga pria.

"Nona kumohon tenanglah kau tidak bisa menemani Tuan Hyuga karena statusnya sudah menjadi Terdakwa yang ditahan, Tuan Hyuga akan segera diperiksa oleh Dokter di lapas, jika terjadi sesuatu kami akan segera merawatnya. Jadi untuk saat ini saya harap anda bisa pulang." Jelas penjaga itu sambil mencoba menahan dan menghalangi tubuh Hinata agar tak menerobos masuk.

Hinata mencoba menarik napas menenangkan hati dan pikirannya yang begitu khawatir. Bibirnya bergetar dengan sisa-sisa air mata di pipinya. Ia terus menatap ke arah pintu dimana Tou-sannya di bawa pergi.

"Kumohon sekarang pulanglah." Perintah penjaga itu kembali karena Hinata bergeming.

"Petugas tolong bawa pengunjung ini keluar!" Akhirnya penjaga pria itu memerintahkan rekan wanitanya menarik Hinata keluar.

Sang petugas wanita yang juga menyaksikan apa yang terjadi pada Tuan Hyuga hanya menatap prihatin pada Hinata dan dengan lembut menarik kedua bahu Hinata agar bergerak ke arah pintu keluar.

"Ayo Nona, kau harus tenang. Dokter disini akan sebisa mungkin menolong Tuan Hyuga." Ucap wanita penjaga itu menenangkan.

Akhirnya Hinata dengan tak rela melangkahkan kakinya tertatih seolah tak ingin meninggalkan Tou-sannya sendirian.

Setelah dibawa ke luar dari ruang kunjungan, Hinata melangkahkan kaki keluar dari gedung lapas dengan pikiran yang tak tentu arah dan tubuh yang lemah. Dia hanya berjalan mengikuti langkah kakinya dengan pandangan yang begitu pilu, dan sesekali mengusap air mata yang masih keluar. Ia begitu ketakutan jika Tou-sannya meninggalkannya, ia begitu ketakutan jika ia tak ada di sisi Tou-sannya disaat terakhirnya.

"Kami-sama kumohon selamatkan Tou-sanku." Ucapnya lirih sambil menggenggam kedua tangan menatap pada langit, dan kini ia menyadari hari sudah berganti malam. Dengan lemah gadis itu mendudukkan dirinya di kursi tunggu pemberhentian Bis.

Pandangannya hanya bisa menatap lurus ke depan terdiam, suara disekitarnya seolah menjadi hampa dan lalu lalang orang serta Bis yang datang dan pergi terasa bagaikan gerakan yang dipercepat tanpa suara.

Ia memeluk tas selempang yang ia bawa begitu erat, seola hanya itu pegangan yang bisa menguatkannya.

Entah berapa lama gadis itu terdiam dengan pikiran risaunya hingga salah seorang supir Bis yang akan pergi membunyikan klakson membuat Hinata tersentak di tempat.

"Hei Nona, kau tak akan masuk? Ini rute Bis terakhir." Ucap sang supir sedikit berteriak.

Hinata seolah tersadar dan segera mengecek jam tangannya, benar ini sudah jam 10 malam ia tidak boleh melewatkan Bis ini. "Ah, iya saya akan masuk. Maaf membuat menunggu." Balas Hinata sedikit panik dan segera bergegas memasuki Bis itu.

Setelah memasuki Bis itu, gadis itu memilih kursi yang di dekat jendela dan memandang hampa kembali lalu lalang padatnya kota Tokyo di malam hari. Hingga matanya tak sengaja menangkap bangunan megah dan menjulang tinggi yang Bis ini lewati. Gedung yang sama yang pernah ia datangi, tempat dimana semua kegilaan hidupnya bermula setelah bertemu dengan pria itu.

UCHIHA INCORPORATION

Tulisan megah dan terlihat mewah dengan lampu sorotnya di malam hari itu mau tak mau membuat pikiran Hinata terlempar pada satu manusia, yang ia coba mati-matian untuk membencinya, untuk menghindarinya, untuk menolak keberadaannya, tapi semesta seolah tak mengizinkannya untuk melakukan itu semua. Hati dan pikirannya tak bisa ia ajak berkerjasama bila sudah bertemu dengan Uchiha Sasuke.

Ya pria itu, dengan segala kegilaan dan kemisteriusannya yang membuat Hinata terkadang tak mengenali dirinya sendiri. Hinata meremas tasnya sedikit erat, ia menggigit bibirnya yang bergetar kini ia merasa sangat putus asa pada keadaan Tou-sannya entah apa lagi yang harus Hinata lakukan agar bisa menolong Tou-sannya.

Gadis itu menelan ludahnya dengan sedikit susah payah, entah dorongan dari mana ia tiba-tiba merogoh ponselnya dan mengetikan sebuah pesan.

'Kau ada dimana? Bisa kita bertemu sekarang?'

Beberapa menit kemudian terlihat pesan itu terbaca, namun tak ada tanda dari penerimanya untuk mengirimkan balasan seolah sedang terdiam membaca pesan dari Hinata. Hingga akhirnya terlihat orang itu sedang mengetik.

'Aku sedang berada di Grand Nikko, kemarilah jika kau mau datang.'

Hinata terdiam sesaat melihat balasan dari Sasuke, tapi setelah memikirkan ulang akhirnya ia memutuskan menemui pria itu karena rute Bis ini masih satu arah.

'Baiklah.'

Setelah turun di halte daerah Shinjuku Hinata berjalan satu blok barulah dia menemukan gedung yang dimaksud pria Uchiha itu. Hinata menatap gedung dengan sedikit mengernyit, tempat apa ini? Tanyanya dalam hati, gedung itu terlihat mewah namun tidak terlalu besar dan terkesan sangat Maskulin dan minimalis.

Hinata sempat ragu melangkah kakinya ke dalam sana takut-takut itu adalah sebuah club malam, tapi untunglah setelah dia berbicara kepada resepsionis di depan ingin bertemu Uchiha Sasuke kini gadis itu tahu ini adalah gedung elit tempat bermain bilyard. Sang resepsionis memerintahkan seorang petugas wanita mengantar Hinata ke ruang VIP di lantai 2 dan ia mengikuti dalam diam.

Setelah sampai di depan pintu ruangan yang dimaksud, petugas tersebut mengetuk sebentar sebelum akhirnya ada yang membukakan pintu Marun tebal itu.

Terlihat seorang pria berperawakan tinggi dan memiliki tubuh yang lumayan kekar membukakan pintu.

"Ya, ada apa?" Tanya pria berambut abu gelap itu.

"Permisi Tuan Hidan, Nona ini ingin bertemu dengan Tuan Uchiha." Balas petugas wanita itu.

Kini atensi Hidan beralih menatap Hinata dari atas ke bawah, gadis itu terlihat berdiri canggung dan tidak nyaman berada di sini.

"Ooohh haha... Ternyata ini yang membuat Sasuke seperti tak memiliki semangat hidup." Seringai Hidan mengerti untuk apa kehadiran gadis dihadapannya ini.

Hinata hanya bisa membalas bingung ucapan pria dengan tubuh tinggi kekar itu.

"Masuklah." Pria itu membuka pintu lebih lebar, dan Hinata dengan ragu melangkahkan kaki ke dalam ruangan tersebut.

Setelah gadis itu masuk ia melihat ruangan yang cukup luas dengan dua meja bilyard besar premium, terdapat meja bartender dan lemari minuman tersendiri di ruangan ini. Terlihat beberapa orang yang sedang bermain bilyard seperti teman bisnis Sasuke karena kebanyakan masih memakai kemeja dan jas tapi Hinata tidak melihat Sasuke sama sekali.

Setelah Hidan menutup pintu, ia melangkah terlebih dahulu di depan Hinata sambil mengambil sebotol bir di dekat meja bartender. "Ikut aku, Sasuke berada di area sofa, dia bahkan tidak bersemangat untuk bermain meskipun datang ke sini."

"Mmm..." Hinata hanya bergumam sambil mengangguk membalas ucapan Hidan, setelah berbelok sedikit di ujung ruangan Hinata bertemu tirai pembatas yang cukup lebar dan mereka berdua melangkah masuk.

Kini Hinata melihat pria itu, sedang bersandar pada salah satu set sofa besar yang mengelilingi sudut ruangan ini, kepala Sasuke menengadah ke atas sambil memejamkan matanya rapat. Raut wajahnya seolah menunjukkan ada yang sedang mengganjal hatinya.

"Sasuke, dia datang." Ujar Hidan.

Seketika kelopak putih itu terbuka dan kini ia menatap lurus pada amethys Hinata. Gadis itu sedikit menelan ludah melihat tatapan Sasuke yang begitu tajam dan aura yang pria itu keluarkan untuknya, mereka berpisah dalam keadaan yang tak baik terakhir kali bertemu.

Akhirnya pria itu tersenyum, senyum miring dan terkekeh pelan seolah tak percaya kali ini Hinata sendirilah yang menemuinya.

"Hmm... Apa yang membuat Nona Hyuga ini sudi menemui ku? Terakhir kali kuingat kau ingin menghentikan apapun yang terjadi diantara kita." Tanya Sasuke mengangkat alis, nadanya seolah menyindir kata yang dilemparkan Hinata.

Hinata meremas genggaman kedua tangan di sisi tubuhnya, ia terus menerus mengulang kalimat menyakinkan dalam hatinya apa alasannya ia menemui pria ini. "Jika aku memberikan apa yang selama ini kau inginkan, apa kau akan mengabulkan permintaan ku?" Tanya Hinata mengangkat dagu mencoba tidak terlihat terpengaruh atensi Sasuke.

Sasuke mengernyit menatap bingung.

"Jika aku menyerahkan tubuhku dan kau gunakan hingga kau muak dan jijik padaku, apa kau mau mencabut Tuntutanmu?" Ulang Hinata kembali tanpa ragu, meskipun tubuh dan bibirnya bergetar dengan kalimatnya sendiri. Ia kini masa bodoh tentang anggapan Sasuke pada diri dan prinsipnya, keadaan Tou-sannya adalah yang utama.

Kini Sasuke membenarkan posisi duduknya dan terkejut mendengar ucapan Hinata.

Terasa kediaman yang begitu menegangkan diantara mereka hingga akhirnya pria itu mendengus geli dan mengalihkan pandangannya.

"Seolah kau berani melakukan itu." Sindir sasuke terkekeh meremehkan dan meragukan ucapan Hinata.

Hinata menggigit bibirnya sedikit keras kesal, ia berusaha mengumpulkan keberaniannya tapi Sasuke seolah tak menganggap serius ucapannya. Gadis itu mencoba berpikir keras dan melirik ke segala arah hingga ia melihat Hidan yang masih berdiri di sebelahnya masih menggenggam sebotol minuman.

"Aku bisa membuktikannya." Ucap Hinata datar.

Dengan tanpa terkendali Hinata meraih botol itu. "Aku minta sedikit minumanmu." Ucap Hinata cepat dan segera menegak minuman itu dengan tergesa langsung dari botolnya.

Hal itu membuat Sasuke sedikit melebarkan netranya, terkejut akan aksi Hinata. Setelah gadis itu selesai dengan beberapa tegukannya dia menyerahkan kembali botol minuman itu ke tangan Hidan.

Uhuk Uhuk

Gadis itu terbatuk cukup keras, karena tenggorokannya syok akan rasa membakar namun manis minuman itu, ia usap dengan gusar sudut bibirnya dengan punggung tangan. Astaga kini ia menyesal mencoba minuman aneh itu.

"Terima kasih." Lanjut hinata pada Hidan dengan serak. Lalu kini atensinya kembali mengarah tepat pada Sasuke yang masih terduduk.

Pandangannya kini tak gentar lagi dan entah kenapa lebih percaya diri. "Aku tak pernah main-main dengan ucapanku Tuan Uchiha." Ucap Hinata seolah berbisik lirih dengan sorot mata penuh keyakinan.

Dan hal selanjutnya yang terjadi adalah Hinata segera menaiki sofa itu dan duduk di atas pangkuan Sasuke, ia mengalungkan tangannya ke belakang leher Sasuke dan mengibaskan rambut panjang sesaat. "Akan aku buktikan padamu." Bisiknya tepat dihadapan bibir Sasuke dengan netra yang saling memandang.

Detik berikutnya kedua bibir itu bersatu, Hinata mencium Sasuke brutal meskipun terlihat dengan teknik yang salah. Sasuke menyambut dalam diam tapi ia tahu dan bisa merasakan ini hanyalah ciuman putus asa Hinata.

"Suuuuit... Owh Man." Siul Hidan lalu tergelak melihat adegan dihadapannya.

Sasuke melepas tautan mereka dan mendorong Hinata terduduk di sebelahnya lalu berdiri dan merapihkan jasnya. Seolah mengejek Hinata bahwa ia mengganggu pria itu.

Hinata sedikit terkejut tiba-tiba tubuhnya berpindah tempat, dan saat melihat pria itu berdiri dan seolah melangkah pergi gadis itu segera bangkit.

Tapi ternyata Sasuke berbalik, ia sedikit membenarkan kerah kemejanya yang bergeser. "Kau tahu, setelah kupikir aku sudah tak tertarik dengan wanita yang mudah menawarkan dirinya."

"Haahh..." Mulut Hinata terbuka tak percaya akan kata-kata Sasuke.

"Selamat malam Nona Hyuga." Balas Sasuke mengangkat bahu seolah tak peduli.

"Benarkah?" Tanya Hinata pilu dengan nada menantang pria itu. Maka sebelum sempat pria itu berbalik Hinata melakukan hal paling gila dalam hidupnya karena keputusasaan akan kondisi Ayahnya.

Ia dengan cepat meraih tangan Hidan yang masih berdiri diantara mereka, dan tanpa aba-aba gadis itu meraih rahang Hidang menghadap kearahnya dan mencium pria tergesa. Ia tak tahu dorongan dari mana ia melakukan semua ini, apakah karena minuman tadi?

Hinata bahkan bisa merasakan belum lima detik bibirnya bertemu bibir Hidan namun tautan mereka segera terpisah dengan paksa.

"Bakayarou!" Umpat Sasuke meninggikan suaranya. Hinata bisa melihat Sasuke mendorong Hidan begitu keras hingga pria itu jatuh terduduk di sofa.

Sasuke segera meraih lengan Hinata dan menggenggamnya erat. "Kau ikut aku!" Bisik Sasuke dengan tatapan tajam.

"Kuso Sasuke! Itu bukan salahku!" Teriak Hidan tak terima namun tak mengejar kedua orang yang menjauh dari hadapannya.

Kini Hinata hanya bisa mengikuti langkah tergesa Sasuke dengan debaran jantung yang menggila, ia bisa merasakan bahwa bisa saja ia sudah membangkitkan Singa dalam diri Sasuke, melihat pria itu sangat gusar.

Tanpa tahu arah tujuan mereka, Hinata tertarik ke sebuah ruangan yang ternyata itu adalah kamar mandi di ruangan VIP ini. Sasuke dengan kasar menutup pintu itu dan mendorong Hinata hingga punggung gadis itu membentur pintu cukup keras, dengan gerakan cepat yang seolah tak bisa dihentikan kedua tangan besar pria itu menahan kedua tangan Hinata ke atas.

Wajah pria itu maju begitu dekat dan berbicara di pipi Hinata. "Jangan meremehkan apa yang bisa aku lakukan padamu!" Geram Sasuke dengan nada rendah yang membuat Hinata gemetar.

Pria itu kembali menatap Hinata intens seolah Singa yang sedang mengintai mangsanya, bibir mereka hanya berjarak beberapa inchi.

"Sas--" belum sempat Hinata menyelesaikan katanya pria itu segera melumat bibir Hinata. Penyatuan bibir mereka tak terelakan, pria itu seolah hewan pemburu yang kelaparan, ia mengulum bibir atas dan bawah Hinata bergantian dengan cepat. Lidahnya menjulur dan mengajak Hinata berperang dalam lumatan penuh kenikmatan, gadis itu mencoba mendorong tangannya yang ditahan Sasuke tapi cengkraman pria itu sama sekali membuat ia tak bisa bergerak.

Hingga akhirnya entah kenapa ia mulai menikmati ciuman Sasuke, kali ini sensasinya terasa berbeda seolah pikirannya ringan dan beban yang selama ini ia tanggung tersisih sesaat entah kemana. Ia yakin ini adalah pengaruh minuman tadi.

Sasuke yang merasakan Hinata mulai membalas ciumannya, memperdalam cumbuan mereka. Tangannya kini sudah tak menahan lengan Hinata namun bergerak menautkan kedua jari-jemari mereka, Hinata meremas tautan itu karena sensasi yang timbul dari ciuman menggebu ini.

Ini gila, alam bawah sadar Hinata seolah berteriak ini harus dihentikan tapi yang terjadi justru tubuh Sasuke semakin menghimpit Hinata pada pintu membuat dada mereka saling menekan. Kepala Hinata sudah miring merasa kewalahan dan cukup kehabisan nafas meladeni ciuman brutal Sasuke.

Untuk sesaat pria itu melepaskan penyatuan mereka dengan nafas memburu yang saling bersautan dan saliva yang tercipta diantara mereka.

"Kau membuatku gila." Sahut Sasuke rendah.

Saat pria itu akan kembali mencium Hinata, gadis itu menggeleng namun sambil menggembungkan pipinya kini pria itu bisa melihat Hinata seolah ingin mengeluarkan sesuatu dan gelengan kepala gadis itu semakin cepat. Akhirnya dengan tak rela pria itu lepaskan genggaman kedua tangan mereka, dan dengan cepat Hinata berlari ke arah wastafel yang ada dalam kamar mandi itu.

Hal berikutnya yang pria itu dengar adalah suara muntahan Hinata. Kedua tangan gadis itu memegang pinggiran wastafel erat dengan masih mengeluarkan isi perutnya, Sasuke mendekatinya dan meraih kedua rambut Hinata yang menjuntai ke belakang agar tidak terkena muntahan. Pria itu mengusap punggung Hinata perlahan merasa khawatir melihat gadis itu terlihat kepayahan.

Setelah cukup tenang Hinata segera berkumur, kini kepalanya berputar begitu pusing dan perutnya masih tak baik-baik saja. Ia kini sadar dan merutuki perbuatan bodohnya, hari ini ia belum makan dengan benar dari pagi karena menghadiri sidang Ayahnya dan meminum cairan yang sudah pasti mengandung alkohol itu.

Begitu berbalik ia masih melihat Sasuke yang memperhatikan wajahnya dengan dahi yang berkerut pertanda khawatir. "Sudah merasa baikkan?" Nadanya seolah Hinata terluka.

"Sasuke..." Ucap Hinata lirih menatap sekali lagi pada wajah dan mata obisidian indah itu sebelum kesadaran terenggut darinya dan tubuhnya seketika luruh, dengan cepat Sasuke menangkap tubuh Hinata yang pingsan ke dalam pelukannya.

Pria itu akhirnya membopong tubuh Hinata dengan kedua tangannya dan membawa gadis itu pergi dari sana.

.

.

.

.

.

.

.

.

To be continue

Hola minna (ノヮ)ノ*.

It's been a long time since I updated this story, i've told you before this will be a super slow update.

But I really appreciate for everyone who still waiting and reading my story. And hopefully you all still wanna give vote and coment or feedback, i can't thank you enough.

It's just me who can't handle the mood to keeping up updating this story regularly because of my schedule.

Last thing, i hope everyone in a good condition and always happy, don't forget to smile to day 。‿。

See you (‿・)—

By chichiyulalice