"Apa kabar kalian?" sapa Presea lembut.

"Presea!" Hikaru berlari ke arah Presea dan menubruknya. Presea pun memeluknya. Keduanya tertawa-tawa. "Aku melihatmu..." Hikaru seketika terisak. Ia ingat bagaimana mereka berpisah setelah Presea membuatkan senjata untuk magic knight dari kristal escudo. Presea hampir mati... "Aku sangat takut... kalau kau celaka..."

Presea menepuk kepala Hikaru dengan sayang. "Terima kasih kau memikirkanku. Aku baik-baik saja... Kau lihat?" Hikaru mengangguk bersemangat. Presea menoleh pada Umi dan Fuu. "Umi... Fuu..."

Umi dan Fuu tersenyum kepadanya. Dapat melihat master smith itu di sini adalah keajaiban. Keduanya berkaca-kaca. Presea adalah orang yang berharga bagi mereka. Dalam perjuangan mereka untuk menjadi magic knight, Presea hampir mati karena menyelamatkan mereka.

Presea tampak tak berubah. Rambutnya yang pirang panjang menonjolkan sisi femininnya. Ia mengenakan pakaian panjang berwarna jingga cerah dan sarung tangan yang tampak kotor. Sebuah senjata terikat pada tali di pinggulnya. Ia wanita yang bersemangat, tetapi tidak dapat disembunyikan ada kesedihan di wajahnya.

Presea membimbing mereka menyusuri lorong-lorong berdinding putih. Dari jendela besarnya, mereka bisa melihat pemandangan di luar kastil; keindahan di dekat mereka dan kehancuran yang luar biasa jauh di luar sana. Mereka berjalan dalam diam, tetapi sesungguhnya mereka memikirkan hal yang sama. Mereka ingin tahu apa yang terjadi di Cephiro.

Presea mencermati hal itu di wajah ketiga gadis. Ia menghentikan langkahnya lalu berbalik menghadapi mereka. "Aku menyesal, inilah Cephiro sekarang... Negeri yang kalian lindungi dengan jiwa dan raga kalian, inilah Cephiro pada akhirnya," katanya dengan kepala tertunduk. "Aku sangat menyesal..."

"Presea..." kata Hikaru. "Jangan menyalahkan dirimu sendiri..."

"Guru Clef pada akhirnya memberitahuku kebenaran; rahasia di balik legenda magic knight. Aku ingin meminta maaf... Senjata yang aku buat untuk kalian menyebabkan kesedihan bagi kalian. Andai aku tahu yang sebenarnya..."

"Karena kau, kami dapat melindungi diri kami! Aku justru sangat berterima kasih padamu..."

"Hikaru..."

"Presea, sesungguhnya kami pun merasa bersalah atas semua yang terjadi. Kita semua merasakan hal yang sama. Karena itu, kita pun bisa saling menguatkan dan menolong."

"Kata-kata yang baik, Fuu," Umi menyentuh bahu Fuu. "Kita kembali ke sini untuk melakukan sesuatu dan itu bukanlah meratapi masa lalu. Begitu bukan?"

"Baiklah. Kita lupakan hal ini sejenak. Aku diperintahkan untuk menyambut dan mengantar kalian kepada Magic Guru dan pangeran Cephiro. Keduanya menunggu kalian di ruang pertemuan." Mereka melanjutkan perjalanan mereka.

"Hei, aku tahu Clef. Ia Magic Guru," kata Umi. "Tapi, siapakah pangeran Cephiro? Apakah Cephiro punya kerajaan?"

"Ini mungkin hal yang belum kalian tahu. Cephiro adalah sebuah negara dengan sistem kerajaan. Sejak beratus-ratus tahun yang lalu Cephiro dipimpin oleh raja-raja..."

"Jadi, apakah Pillar itu?" tanya Fuu tak sabar. "Bukankah Pillar adalah pelindung sekaligus pemimpin Cephiro?"

"Itu benar. Putri Emeraude adalah Pillar pelindung. Anggota keluarga kerajaan dengan pangkat tertinggi. Ia ratu dan kepala pemerintahan di negeri ini. Ia sosok yang sangat penting..."

"Sang Pillar mengemban tanggung jawab yang luar biasa..." Fuu termangu-mangu. "Ia benar-benar manusia yang luar biasa."

"Namun, ketika ia pergi... Cephiro pun mengalami kekacauan yang luar biasa." Presea mendesah. "Kalian sudah melihatnya, meskipun mungkin belum semuanya. Cephiro yang indah dan damai... tidak ada lagi, musnah dalam sekejap."

Hikaru hanya diam mendengarkan. Akhirnya ia tahu akibat dari kematian seorang Pillar, akibat dari pembunuhan yang mereka, magic knight, lakukan. Dengan mudah ia pun menyimpulkan bahwa ada yang tidak benar dengan sistem Pillar ini. Memang sistem yang luar biasa; meletakkan tanggung jawab mengatur dan memelihara negeri pada pundak satu orang. Tapi, sistem itu menciptakan sebuah negeri yang luar biasa rentan dan sesungguhnya lemah...

"Tidak ada matahari... Kau tak bisa membedakan apakah ini siang ataukah malam. Tak ada yang dapat bertahan hidup tanpa matahari. Air menghilang dan udara menjadi buruk... Sumber daya alam menyusut sedemikian rupa, bencana terjadi di mana-mana, dan monster-monster muncul. Ada banyak sekali manusia yang mati..."

"Tidakkah kalian mempersiapkan diri untuk menghadapi ini semua?" tanya Hikaru membuat Presea terkejut, tetapi Umi dan Fuu mengerti. "Di duniaku, orang-orang selalu dipersiapkan untuk menghadapi bencana... Semua orang diajarkan untuk bertanggung jawab atas tempat mereka hidup... Tak peduli siapa mereka..."

"Jika kau punya seorang Pillar yang hidup 100 tahun lamanya dan menjamin segala yang ada, tidak ada yang perlu dipersiapkan..."

"Setidaknya, kalian perlu mempersiapkan diri jika Sang Pillar tiada..."

"Sang Pillar tidak bisa mati... Dan jika ia tiada, kami dapat mengangkat seorang Pillar yang baru."

"Di mana ia, Sang Pillar?"

Presea menggeleng.

"Andai kalian mengangkat Pillar yang baru pun, itu pun hanya akan-"

"Hikaru." Umi menangkap bahu Hikaru. Umi yang menangkap kegusaran di wajah Presea meminta Hikaru untuk berhenti bicara. "Orang-orang Cephiro punya cara mereka sendiri untuk hidup. Tempat ini bukan dunia tempat kita tinggal. Kau tak dapat menyalahkan mereka."

"Tapi, ini benar-benar salah!"

"Memang ini salah," kata Presea dalam dan mereka pun terperanjat. "Tetapi, adakah jalan lain bagi kami untuk bertahan?" Presea melanjutkan langkahnya.

Umi dan Fuu mengikutinya. Keduanya mengajak Hikaru bergabung, tetapi Hikaru hanya diam di tempatnya. Ia merasa benar-benar kacau. Ia melayangkan pandangannya ke Cephiro dan menemukan pantulan dirinya balas memandangnya di kaca.

Aku sudah berada di Cephiro. Aku tak punya jawabannya bahkan untuk mewujudkan tekadku sendiri.

"Kita sampai." Di hadapan mereka tampak sebuah pintu yang besar dan berukir warna emas. Lampu-lampu elektris menyala lebih terang di sekitar situ. Presea mendorong terbuka pintu itu. "Ini Aula Besar, ruang pertemuan kita. Mari masuk."

Clef yang memunggungi mereka, berbalik menyambut mereka dengan senyumannya yang khas. Tidak ada yang berubah padanya, kecuali mungkin kelelahan yang tampak jelas di wajahnya. Ia mengenakan jubah kebesarannya sebagai Magic Guru Cephiro.

"Clef..." Hikaru, Umi dan Fuu melangkah mendekat.

Sama seperti Presea, ada kesedihan di wajahnya. Dan sekali lagi sama seperti Presea... "Maafkan aku. Kalian bertiga, gadis dari dunia lain... Aku membuat kalian mengalami pertempuran yang menyakitkan. Aku benar-benar meminta maaf-"

"Tidak, Guru Clef," potong Umi. Ia tidak tahan dengan situasi semacam ini. "Jangan meminta maaf. Semua orang merasa sedih atas apa yang telah terjadi, tapi... keputusanmu, aku percaya itulah yang terbaik. Kau mengenal Putri Emeraude lebih baik daripada kami. Apa yang kau lakukan adalah yang terbaik yang bisa kau berikan... Kau memikirkan perasaan kami, tetapi semua ini pasti juga, bahkan terasa lebih berat bagimu."

"Umi..." Clef tersentuh, mengetahui Umi berusaha menghiburnya.

"Sekalipun ada yang harus meminta maaf, kamilah yang pantas meminta maaf," kata Hikaru. "Kami gagal membantu Cephiro maupun Putri Emeraude..."

"Kau salah."

Semua orang terkejut. Dari arah belakang mereka, seseorang berbicara menyanggah Hikaru. Suara seorang pemuda... dan mereka, terutama Fuu tidak akan pernah dapat melupakannya. Ia serta merta berbalik dan menemukan...

"Ferio?"

Ferio tampak baru memasuki ruangan tempat mereka berada. Fuu sangat ingin bertanya, mengapa pemuda itu bisa ada di sini, tetapi sesuatu menghentikannya, ketika ia mengamati penampilan Ferio yang tidak biasa. Ada kebesaran dan keistimewaan dalam jubah putih panjangnya dan ornamen-ornamennya yang berkilauan. Ia bukan Ferio yang pernah ia lihat di Hutan Keheningan.

"Kalian justru telah mengabulkan harapan kakak perempuanku."

"Kakak perempuan?" Hikaru tak mengerti dan mendengar jawabannya, ia terbelalak.

"Putri Emeraude adalah keluargaku satu-satunya. Ia saudara perempuanku."

Umi terkesiap. "J-jadi... kau adalah pangeran itu?" Umi menoleh bergantian pada Clef dan Presea yang mengiyakan. "Bagaimana bisa? K-kau pemuda biasa!"

"Benar, aku seorang pangeran, tapi aku menghabiskan sebagian hidupku dengan menjadi orang biasa." Ferio tersenyum. Ia ingin mereka yang mendengarnya bisa memahami kebebasan yang menjadi alasannya untuk meninggalkan kastil. "Gelar pangeranku adalah beban bagiku. Aku mengembara dan mengisi waktu dengan berlatih pedang..."

"Jadi, itulah mengapa kau tahu tentang legenda magic knight?" tanya Fuu tiba-tiba menjadi emosional. Ferio pun berubah cemas. "Kau adalah orang terdekatnya..."

"Mungkin seharusnya aku memberitahukannya kepada kalian?" Ferio mendekati Fuu. Ia melihat air mata Fuu menetes.

"Maka, itu berarti aku... Kakakmu..." Fuu bergetar... Ini kenyataan pahit yang lain.

Ferio menyentuhnya, menenangkannya. "Maukah kau mendengarkanku?" Fuu mengangkat wajahnya. Ferio pun menghapus air mata di wajahnya. "Sebelum Sang Pillar tiada, di saat-saat terakhirnya, aku mendengar bisikannya... Akhirnya, ia bisa merasakan kebahagiaan. Akhirnya, ia bisa bersama pria yang dicintainya dan berdoa sebagai seorang wanita... kepada kekasihnya, bukan sebagai seorang Pillar..."

"Aku juga mendengar suara itu..." kata Clef. "Ia memintaku untuk menyampaikannya kepada kalian. Ia meminta maaf, dan berterima kasih..."

"Terima kasih?" Hikaru tak bisa menahan air matanya lagi. Umi pun demikian... Mendengar semua yang diucapkan Ferio dan Fuu, ia semakin tak mengerti. Mengapa Emeraude berterima kasih? Apakah bagi seorang Pillar... mati lebih baik daripada hidup? Hikaru menyentuh dadanya, hatinya terasa begitu sakit.

"Kita semua telah melaluinya dan merasakan betapa beratnya semua ini. Tidak ada jalan untuk menyesali apa yang telah terjadi..." kata Clef meredakan emosi setiap orang. "Kita tak perlu mempersulit diri lebih jauh dengan mengenang-ngenang masa lalu. Betapapun buruknya, ini sungguh hari baru bagi Cephiro."

Ketiga magic knight pun menghapus air matanya. Mereka meneguhkan tekad bahwa ini akan menjadi air mata terakhir mereka. Mereka mengangkat kepala mereka dan misi mereka pun jelas. Ada sesuatu yang harus mereka lakukan untuk Cephiro, untuk Emeraude yang begitu mencintai negeri ini... untuk seseorang yang secara misterius membukakan portal untuk mereka.

Hikaru menemukan kembali suaranya. "Jadi, apa yang terjadi pada Cephiro? Mengapa semua tampak berbeda? Betulkah ini karena kematian sang Pillar?"