Hikaru, Umi dan Fuu berlari di sepanjang lorong menuju pintu keluar kastil. Mereka memutuskan untuk bergerak cepat.
"Jadi, apa yang akan kita lakukan untuk mencegah invasi ketiga negara sekaligus menemukan Sang Pillar?" tanya Umi. Rambutnya yang panjang bermain-main seiring dengan larinya yang gesit. Ia sedikit mendahului kedua sahabatnya.
"Kita perlu mengetahui situasi Cephiro yang sebenarnya. Kita perlu mengukur kemampuan lawan dan kemampuan Cephiro sendiri, baru setelah itu kita dapat berstrategi," jawab Fuu.
"Bagaimana dengan pencarian Sang Pillar? Aku lupa bertanya pada Clef bagaimana caranya menemukan Sang Pillar..." kata Umi lagi.
"Kupikir, Pillar tidak untuk dicari atau ditemukan," kali ini Hikaru.
"Apa masudmu?"
"Jika Sang Pillar adalah manusia dengan hati terkuat dan mulia, ia akan datang sendiri demi menyelamatkan Cephiro. Jika ia belum ditemukan, itu hanya karena kita belum melihatnya. Ia benar-benar sudah ada di dekat kita."
"Kau benar, Hikaru. Tapi, apakah kita hanya bisa menunggu?" tanya Umi.
"Tidak. Masih ada banyak hal yang harus kita lakukan. Mungkin kita perlu banyak melihat-lihat terlebih dahulu. Panggil mashin kalian," kata Hikaru ketika ia melihat pintu keluar sudah ada di depan mereka. Ketika sampai di beranda besar tempat mereka tadi mendarat bersama Fyula, "Rayearth!"
"Celece!" seru Umi.
"Windam!" Fuu memanggil mashin-nya.
Muncul tiga makhluk raksasa yang masing-masing menyerupai singa, naga dan elang, berlapiskan pakaian tempur dan helm pelindung kepala. Rayearth adalah singa merah yang diselimuti api. Celece adalah naga biru bersayap dan berekor. Windam adalah elang hijau dengan sayap yang besar di punggungnya. Tubuh ketiganya berkilauan tertimpa cahaya. Kaki-tangan yang luar biasa kekar.
Ketiga mashin berbicara berbarengan menyambut mereka. Suara mereka berat dan bergemuruh, "Magic knight dari dunia lain, kalian datang sekali lagi untuk menyelamatkan Cephiro dari krisis... Apakah kalian hendak mengenakan kami lagi? Lakukanlah dan kita maju ke medan tempur..."
"Aku akan berjuang," kata Hikaru tegas.
"Aku mengerti apa yang terjadi saat ini," sambung Umi.
"Sudah kuputuskan untuk bertarung demi Cephiro!" Fuu menutup pernyataan mereka.
"Magic knight, kami menerima hati kalian." Sinar warna merah, biru dan hijau muncul dari kristal di dada ketiga mashin. Sinar itu membawa magic knight masuk ke dalam tubuh mashin mereka. Mereka pun terbang menembus pelindung kastil, menuju langit yang luas...
Tanpa sepengetahuan mereka, dari puncak salah satu menara, seseorang mengawasi ke mana mereka pergi sampai akhirnya mereka menghilang dengan matanya yang tajam. Sosoknya terselubung kegelapan. Jubahnya berkibaran tertiup angin...
"Magic... knight..." gumamnya dengan penuh kegetiran.
Diam di udara, ketiga mashin melayang-layang menghadapi tiga jalan yang diciptakan oleh ketiga negara penginvasi untuk memasuki Cephiro. Jika di peta langit yang ditunjukkan Clef jalan-jalan itu tampak kecil, sekarang mereka tahu bahwa ukurannya sungguh luar biasa besar. Ketiga mashin yang berukuran raksasa bagaikan semut. Hikaru, Umi dan Fuu terperangah, mereka pun semakin menyadari keseriusan situasi mereka.
"Bala tentara musuh akan melewati jalan ini..." kata Umi tegang, sementara Fuu tengah berpikir-pikir. "Mereka pasti ribuan."
"Pemandangan ini seperti mimpi," kata Hikaru menyampaikan kesannya. Jalan-jalan itu memang bercahaya dengan begitu indahnya. "Tapi... ini kenyataan."
"Hei, kalian mau coba menyentuhnya?" tanya Umi sambil menyeringai iseng.
"Jangan," kata Fuu tegas. "Cahaya ini mampu menembus Cephiro. Tentu sangat kuat... Jangan ambil tindakan berisiko."
"Kita tidak akan tahu sebelum mencobanya. Kita mungkin perlu menghancurkannya."
"Tidak, Umi," kata Fuu memperingatkan. "Jangan bermain-main kali ini."
"Baiklah. Rasanya, kita memang bisa mati kali ini." Umi memandang jauh ke sekelilingnya. "Lihatlah jalan-jalan ini... Bayangkan akan ada ribuan prajurit yang melewatinya... Bayangkan semuanya bertarung memperebutkan Cephiro..."
"Aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada kita di Tokyo jika kita mati di sini. Tidakkah kalian takut?" tanya Fuu.
"Tentu saja. Ada negeri yang harus kita lindungi dan kita berpacu dengan waktu. Aku tidak tahu seberapa besar kekuatanku untuk menghadapi semua ini, tapi aku akan melakukan yang terbaik," jawab Umi.
"Kita akan berjuang sekuat tenaga, jadi kita tidak akan menyesalinya ketika kita kembali ke Tokyo nanti."
"Kau selalu optimis, Hikaru."
"Kita masih punya harapan... karena kita akan berjuang bersama-sama."
"Ya!" kata Umi dan Fuu serempak.
Kapal perang Autozam, NSX
"INI MENAKJUBKAN!" Di hadapan sebuah monitor yang menampilkan radar, dua orang prajurit berebut untuk melihatnya. Di radar pesawat NSX, tampak tiga titik energi. Pemindaian dan pengamatan objek tersebut selanjutnya, tersusun struktur benda tersebut. Bersamaan dengan munculnya keterangan-keterangan mengenai objek tersebut, terdengar bunyi bip. "Eagle!" panggilnya pada seseorang.
"Ada apa, Geo?" Seorang pemuda berusia 20 tahun muncul di belakangnya bersamaan dengan terbukanya pintu menuju ruang kendali. Prajurit-prajurit lain yang duduk menghadapi komputer-komputer memberi hormat padanya ketika ia masuk dengan langkah-langkah tegap, ciri khas disiplin militer.
"Aku akan menampilkannya di layar besar. Tiga benda ini muncul di dekat jalan yang kita buat dan tidak berpindah tempat sedikit pun..." jawab Geo memberitahu. "Ini sangat aneh..."
"Sesuatu yang aneh?" Eagle bertanya dengan nada mencemooh. Ia melangkah mendekat. "Tidak ada yang aneh di Cephiro... Inilah negeri di mana kau dapat tetap tampil seperti anak-anak sementara usiamu sudah ratusan tahun... Tidak ada yang aneh jika kau menguasai magic..."
Muncul bunyi blip dan layar besar di hadapan semua orang menyala. Orang-orang pun terpukau.
"Lihatlah."
Mata Eagle yang sewarna dengan mata elang berbinar-binar.
"Tiga robot raksasa seperti FTO-mu. Aku ingin tahu apa yang mereka lakukan di sana..." Perkataan Geo terpotong oleh seruan kagum rekan kecilnya, Zazu si mekanik.
"WOW! Robot! Dapatkah mereka bertransformasi?"
"Kau sangat senang karena kau ini mekanik, bukan?" Geo, dengan tangannya yang kekar meninju lengan Zazu. "Kau ingin memeretelinya, bukan?" Geo mengacak-acak rambut Zazu.
"Kau sendiri juga tak tahan, bukan?" Dengan tangannya yang kecil, sesuai dengan ukuran tubuhnya yang sedikit kecil untuk pemuda seusianya, Zazu balas meninju. "Kau ingin segera bertarung, bukan? Kau seorang petarung!"
Keduanya tertawa-tawa. Keduanya dipenuhi semangat.
Sejauh ini Eagle hanya diam sampai akhirnya ia berkata, "Itu adalah mashin Cephiro yang legendaris."
Geo dan Zazu seketika berhenti tertawa-tawa. "Jadi... itulah mashin? Di dalam mereka ada..."
"Magic knight." Eagle melengkapi kalimat Geo. Eagle tiba-tiba berbalik. Jubahnya berkelebat di belakang punggungnya. "Zazu! Tolong siapkan FTO-ku untuk tinggal landas!"
"Apa?! Kau mau pergi ke mana?!" tanya Zazu.
"Aku akan menyapa mereka. Kita harus memperkenalkan diri kita dengan baik kepada lawan..." jawab Eagle sambil tersenyum gembira.
"Tunggu!" Geo menghentikan Eagle. "Mengapa komandan utama kapal ini harus menjadi yang pertama keluar untuk bertarung? Ada aku di sini!"
"Itu karena akulah yang bertanggung jawab atas keberhasilan misi ini. Aku harus secara resmi memperkenalkan diriku dan Autozam kepada ketiga ksatria penyelamat Cephiro itu. Kau, ambil alih kepemimpinan kapal untuk sementara. Jangan menolak lagi."
Geo tak bisa berbuat apa-apa.
"Sudah cukup melihat-lihatnya?" tanya Umi. "Rasanya lemas sekali. Apakah ini sudah waktunya mengisi perut? Karena tidak ada matahari aku tidak tahu apakah sekarang ini siang atau malam hari."
"Kita kembali sekarang?" tanya Fuu. "Hei, Hikaru, mengapa kau diam?"
Hikaru tampak sangat serius. "Aku merasa sesuatu mendekati kita..."
"Hikaru." Umi berubah waspada. Ia mendengar suara bergemuruh di sekeliling mereka. "Ada suara mesin... Mesin?"
"Umi, awas!" Tiba-tiba Fuu berteriak keras.
Umi menyadari sesuatu muncul di belakangnya, keluar dari jalan cahaya... Begitu cepat dan ia tidak sempat menghindar. Matanya terbelalak ketika melihat sebuah pedang laser di tangan... "Robot?!"
"AWAS!" Hikaru mendorong Umi untuk menyingkir. Dengan pedang apinya, ia menangkis pedang robot tersebut. Robot itu terus mendesaknya, menggiring Hikaru menjauh dari jalan cahaya dan kedua temannya. Hikaru melihat Umi dan Fuu mengejarnya dan bersamaan menyerang balas robot putih berbentuk seperti manusia itu. Dua mata di kepala robot itu menyala-nyala seakan benar-benar menatapnya. Gerakannya gesit dan sangat cepat.
Hikaru mengira Umi dan Fuu akan berhasil, tetapi robot itu benar-benar punya senjata yang bagus. Robot itu menangkis serangan Umi dan Fuu dengan lapisan pelindung yang menyelimuti tubuhnya... Robot itu seakan sangat bernafsu menghabisinya... menghabisi mereka! Hikaru dan robot itu saling beradu pedang dan bersamaan dengan itu ia mendengar suara seorang laki-laki...
"Aku Eagle Vision dari Autozam," diucapkan begitu tenang. Bunyi mesin robot itu semakin berat. Serangan-serangan robot itu semakin intens dan kasar. "Akhirnya, kita bertemu, magic knight yang legendaris..." katanya lagi. Nada suaranya begitu riang seakan pertarungan ini hanya permainan. Sambil tertawa pelan ia berkata, "Kemarilah... biar aku membunuhmu-"
Hikaru sangat terkejut. Robot itu telah berada di hadapannya. Benar-benar cepat! Tidak. Aku akan kena! Hikaru melihat pedang laser itu terhunus ke arahnya... Tiba-tiba tanpa peringatan sebuah bola energi ditembakkan dan meledak di tengah-tengah mereka. Hikaru dan Eagle Vision, masing-masing terhempas ke dua arah yang berlawanan. Umi yang gesit cepat menangkap Hikaru...
"Siapa?!" teriak Hikaru.
"Di atas!" tunjuk Umi, sementara Fuu terbang di depan untuk melindungi Hikaru dan Umi.
Dilatarbelakangi langit gelap yang berhiaskan halilintar, tampak figur seorang pria yang sangat gagah menunggangi seekor kuda terbang berwarna hitam. Baju tempurnya sesekali berkilauan memantulkan cahaya kilat. Wajahnya tersembunyi di dalam bayang-bayang, tetapi sesekali tampak bahwa ia seorang pemuda yang rupawan. Di tangannya ada pedang panjang, sementara di pundaknya bertengger seorang peri hutan mungil dari ras kupu-kupu biru.
Tidak jelas bagaimana ekspresinya, tetapi mereka tahu, pria itu memandang ke arah mereka, ke arahnya... Apakah musuh? tanya Hikaru dalam hati. Tak ada jawaban, tetapi ia sempat melihat bagaimana robot yang tadi menyerangnya berubah aneh, menjadi diam.
"Lantis."
Siapa? Hikaru terkejut mendengar apa yang dikatakan Eagle Vision. Ia tidak merasa salah dengar. Ia mendengar si pengendara robot mengucapkan sebuah nama. Dengan gerakan cepat, ia seketika memutuskan mundur dengan kembali ke dalam jalan cahayanya.
"Hei, tunggu!" teriak Umi mencegahnya. "Kita belum selesai!" Umi mengejarnya. Ia lupa bahwa di hadapannya adalah jalan cahaya... Ia ingat di detik terakhir bahwa ia seharusnya tidak menyentuhnya. Terlambat...
"Umi!" jerit Fuu ketakutan.
Umi berteriak. Bukan karena kesakitan atau ketakutan, melainkan kemarahan. Cahaya itu memblokirnya dari mengejar si robot dan menolaknya. "Aku tak bisa masuk! Jalan itu tidak mengizinkan kita masuk... Jalan ini hanya untuk pembuatnya!"
Fuu membantu Umi yang ingin merobek jalan cahaya itu dengan kekuatan mereka. Berbeda dengan keduanya, Hikaru justru tertarik pada penunggang kuda terbang itu. Hikaru melihat pria itu berbalik pergi... "Tunggu!" Hikaru mengejarnya. Orang itu terbang ke arah kastil... "Orang itu menuju kastil!"
Hikaru kini yakin orang itu bukan musuh. Hikaru cepat mendarat dan keluar dari mashin-nya. Baju tempurnya menghilang dan ia kembali mengenakan pakaiannya yang biasa.
"Hikaru!" Umi dan Fuu yang akhirnya memutuskan mengikutinya memanggilnya. Keduanya juga ikut mendarat.
"Orang itu... menghilang... Ia orang Cephiro."
