Blood : The Crimson Curse

Guguran bunga Sakura, terombang ambing leluasa di udara. Jumlahnya begitu banyak, tak terhitung oleh angka. Warna merah muda dari bunga tersebut begitu indah, sangat menenangkan untuk dilihat. Tapi wajah itu begitu kosong? Bukan lebih tepatnya shok. Ia hanya terdiam duduk disana. Irisnya membulat sempurna. Tak bisa memahami akan situasinya dimana ia berada ditempat asing.

Safir itu memandang lekat-lekat, seakan takut atau takjub akan keberadaan sosok dihadapannya. Rahang itu mengeras, satu kata entah kenapa begitu berat bagi bibir itu untuk bicara. Bergerak kecil, seperti sebuah isyarat untuknya berbicara.

Ia hanya terpaku pada satu-satunya keberadaan didepannya. Seorang wanita, berparas cantik, memakai kimono berwarna biru bermotif kupu-kupu. Iris merah delima miliknya sungguh menawan, namun tatapannya teramat tajam. Siapa dia? Apa dia tahu sesuatu tentang tempat ini?

"Aku sudah menunggumu. Kedatanganmu ditempat ini"

Ia masih saja terdiam. membisu. Seakan terhipnotis akan suara menawan dari wanita ini.

"Bukan tanpa tujuan kau berada ditempat ini. Tapi satu alasan pasti, kau itu sudah mati"

Kali ini ia terkejut. Perkataan dari wanita ini membuat iris safir miliknya kembali membulat.

"Ini adalah tanah kematian. Sebuah tempat yang tercipta, untuk menampung jiwa-jiwa yang mempunyai penyesalan dalam hidup mereka"

Pantas saja, tempat ini begitu asing. Ketika tersadar hal pertama yang ia lihat adalah langit gelap temaram. Bahkan ada objek aneh berwarna putih melayang-layang. Sedikit meringis menahan rasa sakit dikepala, ia paksakan untuk bangun. Melihat sekeliling, ada begitu banyak pohon sakura. Tak lama guguran bunga sakura mulai berterbangan. Ia tak tahu darimana datangnya angin ini. Guguran bunga sakura ini seperti mengelilinya, layaknya burung dalam sangkar. Sampai akhirnya ia datang. Wanita itu, dimana surai miliknya begitu persis seperti guguran bunga ini. memberitahu segala sesuatu mengenai kondisinya.

"Tak perlu cemas, cepat atau lambat kau akan segera terbiasa. Jiwa muda sepertimu yang sudah meninggalkan kehidupan duniawi, bukanlah hal asing bagi tempat ini. Sekarang, cobalah untuk menikmati kehidupan abadi nan kekal ditanah ini. Segala bentuk penyesalan yang kau miliki, biarkanlah semuanya menghilang. Kelak, saat tiba waktunya. Saat jiwamu sepenuhnya bersih dan tak ada satupun penyesalan. Kelak kau akan menjalani kehidupan selanjutnya, di dunia fana nanti"

...

Blood: The Crimson Curse

A/N: Bagi yang bingung ini adalah fic versi lengkap ataupun lain dari fic sebelumnya dengan judul blood the beginning of the dark.

Disclaimer: Naruto milik Masashi Kishimoto

Genre: Supernatural, Family, Tragedy, Horror dan lainnya.

Pairing : Naruto x …

Rate : T semi M

Warning: Alur yang terlampau cepat. Gaya penulisan rada absurd, OOC! OC!. Typo. Ejaan tak sesuai KBBI. Dan kesalahan lainnya yang ada di fic ini.

Hope you enjoy with this fic.


Suara para serangga terdengar begitu nyaring. Pagi ini sungguh cerah dimana hanya ada sedikit awan menghiasi langit. Teriknya sinar matahari bersinar begitu bagus untuk memulai hari. Disuatu kamar, disebuah rumah. Kedua kelopak mata itu akhirnya terbuka, menampilkan sepasang iris safir berwarna biru cerah. Suara para serangga terdengar sangat nyaring, membuatnya terbangun dari tidur nyenyaknya. Safir itu memandang langit-langit cukup lama, namun tak ada satupun ekspresi dari wajah itu.

Pemuda tersebut masih belum beranjak. Seakan termenung akan beberapa hal didalam isi kepalanya. Kembali berpikir akan apa yang terjadi dikala ia tidur. Mimpi. Sungguh aneh. Begitu samar dan sulit untuk dijelaskan. Didalam mimpi itu ia seperti berada disuatu tempat asing. Minim sekali pencahayaan, tapi disana ia melihat sakura berguguran. Jumlahnya begitu banyak, hampir menutupi seluruh pandangannya.

"Mimpi? Aneh sekali. Aku tak bisa memahami mimpi ini". Ucapnya seorang diri.

Perlahan pemuda itu mulai terbangun. Surai pirangnya begitu acak-acakan karena bangun tidur dan safir itu lagi-lagi tak menunjukan satu pun emosi. Melangkah kecil menuju sebuah jendela kamarnya guna membiarkan sejuknya udara dan teriknya mentari memasuki kamar. Sedikit menyipit guna menghalau sinar kuning dari langit. Safir itu melihat cuaca hari ini begitu indah. Sejenak ia membiarkan sejuknya udara pagi membasuh wajahnya. Sedikit dingin namun segar. Tapi mengapa, wajah itu tak sedikitpun menunjukkan ekspresi akan indahnya alam dihadapannya. Safir itu bahkan tak menunjukkan adanya kilauan cahaya.

Memberesakan Kasur miliknya dan segala sesuatu yang dirasa berantakkan. Pemuda itu langsung pergi menuju kamar mandi guna membersihkan wajahnya. Dinginnya air tak ia rasakan, layaknya indra perasa miliknya telah lama mati. Kembali kekamarnya guna mengganti pakaian tidurnya dengan pakaian yang biasa ia pakai. T-shirt berwarna abu dan celana Panjang berwarna hitam sudah cukup untuknya.

Sedikit kisah mengenai pemuda ini. Namikaze Naruto adalah namanya. Anak kecil berumur 8 tahun dimana tinggal disebuah desa bernama Konohagakure. Terlahir dari sepasang keluarga paling disanjung didesa. Namikaze Minato dan Uzumaki Kushina bukanlah orang biasa. Minato di desa ini menjabat sebagai pemimpin desa atau yang sering disebut Hokage. Kushina berasal dari salah satu klan paling terkenal di seluruh negara Shinobi. Tapi sayangnya akibat perang terdahulu membuat desa dan klan miliknya musnah. Hanya ada sedikit dari klan Uzumaki yang tersisa. Rambut merah panjang khas klan Uzumaki, ditambah iris violet miliknya begitu menawan. Karena keturunannya inilah Kushina terkenal akan Kecantikkannya.

Naruto mempunyai seorang kakak perempuan, walau mereka terlahir dihari yang sama. Dia Namikaze Naruko, seorang anak yang bisa dikatakan spesial. Bukan tanpa alasan dia dikatakan spesial. Walau terlahir di hari yang sama dan dirahim yang sama pula ada perbedaan mengenai keduanya. Naruko terlahir dengan bakat dan kemampuan yang berbeda dari anak seusianya. Diumurnya ini ia sudah menguasai dasar-dasar menjadi seorang Shinobi serta beberapa jutsu dan gaya bertarung.

Sungguh mengesankan, usianya memang masih belia tapi Naruko sudah mencapai tingkatan setara genin. Terlepas dari itu dia juga seorang Jinchuriki ekor 9 yang pernah menyerang desa. Karena itulah dia disanjung begitu tinggi oleh seluruh penduduk desa. Mereka semua mengganggap Naruko itu bagaikan seorang penyelamat. Tentu saja ada yang berbeda pendapat pula. Sebagian menganggap dia adalah monster. Karena tragedi tersebut beberapa dari mereka tidak suka padanya.

Bagaimana dengan Naruto, entahlah. Tak ada yang spesial mengenai dirinya. Ia sama seperti anak-anak kebanyakan. Terlahir biasa tanpa ada kemampuan ataupun bakat didalam dirinya. Ketika sesi latihan bersama, entah kenapa Naruko begitu mendominasi setiap latihan. Tidak seperti kakak perempuannya yang berkembang cepat. Perkembangan Naruto cenderung lambat dan ia begitu kesulitan dalam menangkap segala ilmu yang diajarkan padanya.

Kesal? Tidak juga.

Naruto menerima sepenuh hati akan keadaannya ini. Bila dibandingkan dengan kakak perempuannya, perbedaannya begitu jauh untuk dicapai. Naruto tahu cepat atau lambat Naruko akan menjadi seorang Shinobi dengan kemampuan hebat. Naruto memang menerima segala kekurangan miliknya dan berusaha lebih keras lagi agar ia bisa seperti kakak perempuannya. Walau tak sama setidaknya jarak antara ia dan Naruko tidak terlalu jauh.

itu semua bisa diterima. Ada kalanya keturunan sendiripun tak mewarisi bakat dan kemampuan orang tua. Tapi mereka, Kushina dan Minato seakan tidak menerima perkembangan Naruto yang jauh berbeda. Kemampuan miliknya sangat terbatas, bermodalkan kerja keras. Naruto sadar, ia tak bisa. Mengetahui itu sang ayah merasa kecewa akan perkembangan salah satu anaknya. Karena alasan itulah hingga sekarang, Naruto jarang sekali mendapat perhatian dari orang tuanya. Bahkan untuk sekedar bicara ataupun bersapa, ia tak pernah.

Disini, berada di sebuah lapangan cukup luas di dalam mansion Namikaze. Duduk terdiam diatas teras Lorong mansion, dimana safir itu memandang datar tanpa emosi. Naruto jelas sekali melihat Naruko didepannya begitu bersemangat berlatih bersama sang ayah. Kali ini mereka sedang berlatih Taijutsu dimana Naruko begitu antusias menyerang sang ayah. Naruto sendiri tak ada keinginan untuk berlatih bersama. Ia sadar akan posisinya. Berlatih bersama Naruko hanya akan menjadi penghalang untuknya. Karena itulah ia memilih diam. Sekedar melihat bagaimana latihan Naruko sekarang. Tanpa mempedulikan rasa sakit di kedua lututnya akibat cengkraman tangannya menguat.

Ia mulai tertunduk, safir itu bahkan mulai menyipit. Ada setitik perasan yang tak bisa ia ungkapkan. Kesal, kecewa, ataupun iri. Mungkin itu semua terlintas didalam benaknya. Tanpa bakat dan kemampuan, hanya mempunyai tekad dan kerja keras. Itu semua tak cukup untuk bisa sejajar dengannya. Menghembuskan nafas lelah guna menenangkan suasana hatinya. Terbangun dari lamunannya dan kembali melihat acara latihan mereka. Tentunya wajah itu tak berubah sedikitpun. Datar tanpa emosi.

Sesi latihan sudah selesai. Minato tampak memberi Naruko sedikit arahan yang sayang sekali Naruto tak bisa mendengarnya. Dengan kemampuan khas miliknya Minato langsung menghilang dengan cahaya kuning. Berdiri, Naruto memutuskan untuk bangkit dan angkat kaki dari sana.

Enggan rasanya ia untuk menyapa sang kakak perempuan, apalagi sang ayah. Bahkan ia sudah pergi begitu saja dengan cepat. Sadar akan adanya seseorang, Naruko lantas berpaling menuju tempat disalah satu teras guna melihat seseorang yang dari tadi duduk disana. Tapi sayang, dia sudah pergi jauh. Sebatas punggung pemuda itu yang terlihat. Wajah manis penuh semangat itu menjadi lesuh dan penuh iba, melihat Naruto sudah pergi dari sana.

"Naruto…". Ucapnya lirih.

Berjalan pelan di salah satu lorong Namikaze yang cukup panjang. Melihat kakak perempuannya berlatih tadi tak lantas membuatnya berkecil hati. Walau sulit menguasai 3 dasar Jutsu Shinobi setidaknya ada satu hal yang membuatnya tertarik. Sebuah gaya bertarung yang tak termasuk dalam 3 dasar seorang Shinobi. Kenjutsu. Naruto tak tahu kenapa ia begitu tertarik pada Kenjutsu.

Tapi ketika ia melihat seseorang berlatih menggunakan pedang. Saat itu ia terdiam, tak bisa berkata apa-apa. Hanya terpaku pada ayunan pedang mereka dan suara saat pedang itu saling beradu. Kilauan dari pedang tersebut dan suara saat mereka berayun dengan cepat. Karena itulah ia tertarik pada ilmu Kenjutsu.

Disisi lain lorong terlihat seseorang sedang berjalan berlawanan arah. Surai merah yang tergerai panjang dengan iris violet menawan. Uzumaki Kushina saat ini tengah berjalan menuju suatu tempat. Tak disangka kalau ia akan bertemu dengan salah satu anaknya. Naruto sendiri tak begitu menunjukkan ekspresi pada sang ibu. Ketika jarak mereka hanya tinggal beberapa inchi. Tak ada sapa atau interaksi yang terjadi. Seakan orang asing yang tak saling mengenal. Tapi ekor safir itu mendelik pada sang ibu. Terlihat raut wajah yang tenang namun serius. Begitu tak peduli akan keberadaan seseorang yang berada disampingnya. Bahkan jika seseorang itu adalah anak kandungnya. Terdiam Naruto melihat bagaimana punggung sang ibu yang perlahan mulai menjauh dari pandangannya.

Hening…

Begitu tak peduli, Naruto maupun sang ibu. Seakan lebih mementingkan diri masing-masing. Jangankan untuk bersapa, bertatap mata saja seakan enggan. Entah itu untuk memperlihatkan sebuah senyum tulus. Naruto masih terdiam disana melihat kepergian sang ibu yang begitu saja. Tanpa sapa atau sebuah elusan sayang seorang ibu. Bukan berarti Naruto membenci sang ibu walau ia sama seperti sang ayah. Hanya saja sebuah kejadian memilukan terjadi diantara ia dan sang ibu. itu terjadi sekitar satu tahun yang lalu. Cukup lama namun terkenang selamanya dihati.

Berada diruang makan dengan sebuah gelas yang jatuh dari meja hingga menimbulkan suara yang cukup keras. Dengan suasana temaram dari sinar mentari di sore hari. Terlihat suatu peristiwa bagaikan ada sebuah drama kecil. Seorang wanita tengah melakukan tindakan tak terduga. Ia sedang mencekik, mencekik anak kecil yang tak berdaya. Wajah itu mengeras tak mempedulikan sang anak yang meronta-ronta. Tanpa adanya tenaga yang cukup untuk melawan serta sesaknya nafas yang ia rasakan. Naruto hanya pasrah dengan perlakukan sang ibu padanya. Walau safir itu perlahan mulai meredup kehilangan cahaya. Di sisa-sisa terakhir safir itu melihat sang ibu yang begitu berbeda dari biasanya.

Cekikan itu bertambah kuat sejadi-jadinya, dengan kesadaran yang perlahan mulai menghilang. Wajah yang mengeras itu seketika menjadi shok. Dengan cepat cekikan itu langsung terlepas dari leher kecil Naruto. Sedikit terdorong hingga menabrak dinding.

Uhuk! Uhuk! Uhuk!

Terbatuk dari cekikkan sang ibu. Naruto merasa tenggorokkan miliknya seakan diremas dengan kuat. Jika itu terus berlangsung ada kemungkinan tenggorokkan miliknya langsung remuk. Sang ibu atau Kushina masih terdiam melihat kondisi Naruto yang terlihat kesakitan. Wajah cantik itu hilang, tergantikan oleh wajah datar dan tanpa emosi.

"Kenapa kau begitu berbeda…."

"Kenapa kau tak seperti Naruko atau anak-anak lainnya…."

"Kau bahkan membuatku bertindak seperti ini…."

"Kenapa…. Kenapa kau menunjukkan mata mengerikan itu lagi!".

Seakan kecewa melihat anak sulungnya ini yang mempunyai "Perbedaaan". Bahkan ucapannya tadi begitu getir seakan ingin menangis. Namun wajah itu bagaikan putus asa dan kecewa. Mungkin itu membuktikan kalau jiwa seorang ibu miliknya belumlah hilang.

Setelah kejadian barusan Kushina langsung pergi dari dapur, meninggalkan Naruto yang masih terbatuk-batuk. Naruto dengan jelas mendengar semua perkataan sang ibu barusan. Hanya saja ia tak mengerti dengan perkataan terakhir sang ibu padanya. Mata. Ibunya berkata tentang mata mengerikan itu lagi. Memangnya apa yang terjadi kepada matanya, apa ini berhubungan dengan kejadian ini. Naruto tak tahu.

Mencoba berdiri dengan rasa sakit yang masih terasa. Nafas miliknya yang masih terengah-engah akibat cekikan sang ibu. Naruto masih terpaku pada pintu dimana sang ibu pergi. Naruto terdiam, berpikir. Apa yang harus ia lakukan? Ibunya saja bahkan mencoba membunuhnya tadi. Apa menjadi sekuat Naruko akan membuat rasa kekecewaan sang ibu padanya hilang. Entahlah, sepertinya bukan itu.

Kali ini fokusnya teralih pada sebuah pecahan kaca dilantai. Nampaknya itu adalah gelas yang terjatuh dari meja makan. Menyudahi pemikirannya tentang apa yang akan ia lakukan nanti. Lebih baik ia membersihkan pecahan ini. Bila didiamkan takutnya terjadi hal buruk pada seseorang. Dengan perlahan ia muai mengambil satu demi satu pecahan tersebut. Ia harus berhati-hati agar pecahan itu tak menggores kedua tangannya.

Belum sampai 5 menit datang lagi seseorang menuju ruang makan. Dialah Naruko. Ia menuju ruang makan untuk sekedar mengambil beberapa cemilan. Namun yang ia lihat sekarang adalah sang adik yang tengah membersihkan pecahan kaca.

"Naruto apa yang terjadi? Darimana asal pecahan itu?".

Mendongak menuju asal suara, Naruto melihat kakak perempuannya yang sudah ada disana.

"Bukan apa-apa, Nee-sama. Aku sedikit ceroboh hingga membuat gelas ini pecah". Ucap Naruto menjelaskan.

"Begitu ya. Akan kubantu".

Naruko langsung mendekat kearah sang adik guna membantu mengumpulkan pecahan tersebut. Ia juga sempat melihat ada beberapa pecahan yang yeng tersebar agak jauh. Jika dibiarkan saja ada kemungkinan nanti pecahan itu terinjak hingga menyebabkan luka.

"Naruto kita harus cepat. Jika ibu melihat ini ia pasti akan marah".

"Iya Nee-sama".

Memang terlihat seperti kecelakaan kecil. Tapi Naruko tidak tahu pasti kenapa gelas itu terjatuh. Percaya pada sang adik karena kecerobohannya. Tanpa mengetahui kejadian yang sebenarnya barusan. Tidak apa. Ia tak akan memberitahu hal ini pada kakak perempuannya.

Itulah kejadian 1 tahun lalu. Alasan kenapa ia dan ibunya tidak terlalu dekat. Peristiwa memilukan yang terjadi diantara ia dan sang ibu. Hingga sekarang Naruto masih belum tahu mengenai maksud dari perkataan beliau. Mata mengerikan. Itu adalah sepenggal kata yang diucapkan sang ibu kepadanya. Oleh perkataan ibunya, Naruto terus bercermin guna mengetahui maksud sang ibu. Tapi yang ia lihat disana hanya safir berwarna biru yang tampak kusam. Apa mata itu hanya akan muncul bila ia berada diambang kematian. Ia tak ingin itu.

Pikikirkan itu nanti. Sekarang yang perlu ia lakukan adalah mengambil peralatan latihannya. Berupa pedang kayu dan kebutuhan lainnya yang dirasa perlu. Kembali menuju tempat khusus latihannya guna menghindari kontak dengan siapapun. Ia tak ingin ada gangguan dikala ia berlatih. Ia berpikir jika ia mempunyai satu kemampuan yang berada diatas rata-rata, ada kemungkinan ia bisa memperbaiki hubungan antara ia dan keluarganya. Seperti yang sudah disebutkan, ia tak membenci keluarganya. Entah itu perlakuan sang ayah yang begitu acuh padanya, atau sang ibu yang pernah mencoba membunuhnya sekali. Benar. Ia tak pernah membenci siapapun, bahkan membenci dirinya sendiri.

.

Blood: The Crimson Curse

.

Begitu banyak hal yang terjadi sekarang, dikala hari-harinya berjalan seperti biasa. Kakak perempuannya yang sudah lulus dari akademi dan mulai menjadi genin. Kemudian disusul olehnya yang mulai memasuki akademi. Naruto mulai memasuki akademi dengan jeda waktu 2 tahun. Ia juga tak tahu kenapa mereka tidak memasuki akademi pada tahun yang sama. Dari apa yang Naruto dengar sang kakak perempuannya lulus lebih cepat. Tidak seperti anak-anak yang lainnya

Hari pertama memasuki akademi, bagi Naruto ini adalah pertama kalinya ia mulai melangkah menuju dunia luar. Tahun demi tahun yang terlewat, sebagian besar Naruto selalu berada di lingkungan klan Namikaze. Walau ada beberapa anak seusia dirinya, tapi mereka semua tak pernah banyak menghabiskan waktu dengan Naruto. Bicarapun hanya sebatas sebuah sapaan saja, tak pernah berbicara panjang lebar. Atau mungkin bermain bersama dengan semuanya.

Di akademi pun baginya tak ada yang berbeda, semuanya sama. Entah itu berada dikediaman Namikaze atau didalam akademi. Seakan de javu akan kehidupannya yang sama sekali tak berbeda. Ia sendirian. Semua orang disini sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Mencoba bergabung atau mencoba berbicara dengan salah satu murid yang ada. Naruto sama sekali tak mempunyai kesempatan itu. Seakan ada sebuah dinding tak kasat mata yang menghalanginya untuk bergabung dengan mereka.

Atau mungkin karena ia berasal dari klan Namikaze. Klan Namikaze adalah sebuah klan terpandang yang keberadaannya hampir sama seperti kalan Uchiha maupun Hyuga. Dari cerita yang sering ia dengar kakak perempuannya bahkan terkenal di Akademi sebagai murid yang teladan. Dengan segala kemampuan yang dimiliki serta kecerdasan miliknya. Tak ayal jika ia berhasil melampaui salah satu murid dari klan Uchiha, yang kebetulan saat itu sekelas dengannnya. Berbeda sekali dengan dirinya, kakak perempuannya terlampau hebat sementara ia biasa saja. Tak ada kemampuan spesial yang dimiliki olehnya atau sebuah kelebihan. Karena alasan itulah mungkin, Naruto tak bisa berteman.

Tidak, sepertinya itu tidak terlalu berpengaruh. Karena ia meyakini kalau semua murid disini tak tahu apa-apa mengenai kehidupannya. Tapi ada kemungkinan beberapa tahu mengenai dirinya. Kabar angin terkadang berhembus lebih cepat daripada angin itu sendiri.

Alasan lainnya, ketika sebuah insiden mengerikan terjadi didesa Konoha. Saat itu, seharusnya malam yang dingin itu begitu tenang dimana semua orang tertidur guna menyambut hari esok, walau ada beberapa yang masih menjalankan beberapa aktifitas. Malam yang damai seketika berubah menjadi sebuah malam mengerikan yang dipenuhi oleh teriakan keputusasaan. Kyubi, siluman rubah berekor 9 muncul dipusat desa. Kemunculannya saat itu langsung memporak-porandakan desa. Tak terhitung berapa korban yang meregang nyawa serta semua kerugian yang dialami oleh Konoha. Dan untungnya insiden itu bisa ditangani dengan cepat. Monster itu akhirnya disegel pada seorang anak perempuan, yak tak lain adalah Namikaze Naruko.

Karena insiden itu beberapa warga desa dan para Shinobi kehilangan keluarga, sahabat dan kekasih tercinta. Tak perlu dipungkiri kalau ada beberapa dari mereka yang membenci Naruko. Karena Kyubi saat itu tidaklah mati melainkan tersegel pada tubuh seorang anak, membuat beberapa dari mereka tidak suka dengan keputusan yang dilakukan oleh sang Hokage. Tentu saja mereka hanya bisa memendam kebencian mereka pada Naruko yang tak lain merupakan anak dari Hokage keempat. Kemudian, kebencian itu akhirnya tersalur pada sang anak bungsu yang tak lain adalah Naruto. Karena itulah terkadang Naruto merasakan tatapan tak mengenakan dari beberapa penduduk desa.

Alasan terakhir sepertinya memang cocok dengan kondisi Naruto sekarang. Disini, di ruangan yang penuh dengan anak-anak seusianya. Mereka semua asik bercanda ria, tawa riang yang begitu terdengar keras. Sementara ia, hanya terdiam ditengah-tengah hiruk pikuk para murid. Baginya ia bagaikan sebuah titik cahaya kecil yang berada di ruang kosong yang luas. Ruangan itu begitu gelap, mustahil cahaya kecil seperti dirinya untuk bersinar terang menerangi segala sesuatu yang ada. Kemudian cahaya itu berakhir disana, meredup dan akhirnya padam oleh kegelapan itu sendiri.

Lagi-lagi, tatapan itu seakan sudah menjadi ciri khasnya. Datar, tanpa ekpresi, seakan tak ada keinginan untuk hidup. Safir itu yang dulu berkilau bagaikan langit biru yang luas, perlahan meredup setiap harinya bagaikan lautan dalam. Seakan terpancar aura kelam dari iris indah miliknya. Tak apa. Itu yang selalu Naruto camkan pada dirinya. Jika semua orang yang ada disini memang enggan untuk berbicara dengannya, ia akan menerimanya. Ia tak akan memaksa pada semua orang untuk mengikuti kehendak miliknya. Memaksa pada semua orang untuk mengakui keberadaannya.

Tak apa. Lagipula yang selalu menjadi acuannya adalah menjadi lebih kuat. Lebih dan lebih kuat lagi untuk menggapai kakak perempuannya yang begitu jauh meninggalkannya. Ia mempunyai jalannya sendiri untuk menggapai impiannya itu. Biarlah, kelak dirinya mungkin tak akan mengetahui sebuah arti kata "Teman", yang mana mempunyai makna yang begitu dalam. Sebatas yang ia tahu, itu mungkin sebuah kata yang mempunyai arti biasa seperti kedekatan antara seorang individu dengan individu lainnya.

Sang guru akhirnya tiba dan semua murid langsung berlarian menuju kursi mereka. Dengan keadaan tenang sang guru memulai pelajaran hari ini. Pelajaran kali memang biasa, seperti dasar seorang Shinobi, sejarah Shinobi serta pengetahuan dasar lainnya. Untuk akademi dasar ini memang kurikulum yang cocok untuk mereka yang masih awam dalam dunia Shinobi.

.

..

.

Seakan menjadi aktifitas rutin, seperti biasa Naruto pasti akan berada disini untuk memulai latihannya. Disebuah lapangan dimana dihiasi oleh rerumputan hijau, serta adanya sebuah sungai kecil dan tenang ditambah adanya beberapa pepohonan. Lokasi ini bisa dikatakan sangat ideal. Jika dirasa lelah Naruto bisa bersandar pada salah satu pohon rindang atau tidak ia bisa membasuh muka dialiran sungai.

Berlatih dan terus berlatih tanpa sampai menjadi kuat. Tangan kecil milik Naruto memegang kuat pedang kayu, dimana ia terus mengayunkan pedang ini tanpa henti. Terus dan terus mengayunkan pedang kayu itu sampai kedua tangannya merasa kaku. Target untuk hari ini adalah 300 tebasan. Jika hari sebelumnya ia hanya mampu melakukan 200 tebasan tapi kali ini ia harus melampaui batasannya.

Keringat bercucuran dari wajahnya serta tangan itu mulai gemetar memegang pedang kayu. Nafasnya terus memburu disetiap tebasan. Ia tak boleh menyerah. Bahkan setelah ini ia harus melakukan serangkaian latihan lain. Jika ia menyerah sekarang maka impiannya hanya sebatas angan-angan saja. Menjadi lebih kuat, itulah keinginannya.

Jauh dari tempat Naruto berlatih. Di salah satu pohon, terlihat adanya seseorang. Ia bersembunyi dibalik pohon dan terus memperhatikan Naruto. Ciri-cirinya terlihat seperti seorang gadis kecil seumuran Naruto. Mempunyai rambut hitam gelap panjang. Iris mata hitam pekat sama seperti rambutnya serta memakai pakaian dimana ada lambang Uchiha di punggungnya.

Bukan kebetulan ia menemukan Naruto sering berlatih disini. Semua berawal ketika ia membuntuti Naruto. Rasa penasaran membuatnya ingin tahu, setelah selesai dengan kegiatan akademi apa yang akan dilakukan olehnya. Berbeda dengan kebanyakan murid yang lebih memilih untuk bermain atau sekedar menambah ilmu di perpustakaan. Naruto selalu saja pergi seorang diri dari lingkungan akademi tanpa mempedulikan lingkungan sekitarnya. Hingga ia mengikuti Naruto dan sampailah ia ditempat ini.

Sementara itu, Naruto masih sibuk mengayunkan pedang kayu itu. Namun dibalik itu ia merasakan hawa keberadaan seseorang. Ini bukan kali pertama Naruto merasa diawasi, malah ia sudah sering merasakan perasaan ini. Walau tak setiap hari tapi tetap saja itu cukup membuat seseorang menjadi risih. Selama itu Naruto sengaja tak mengubris perasaannya ini dan mencoba mencari tahu siapa sekiranya orang ini. Naruto memilih untuk membiarkan wujud ini, entah itu seseorang untuk menunjukan dirinya. Namun sampai sekarang pun Naruto masih tak tahu siapa kira-kira si penguntit ini.

'Aku memang sudah lama merasakan perasaan ini. Perasaan ketika diawasi oleh seseorang. Aku memilih untuk mengacuhkannya saja dan membiarkan ia keluar menunjukan dirinya. Namun sampai sekarang sosok ini hanya terus memperhatikanku saja. Siapa orang ini? Apa dia punya urusan denganku.'

Berbicara pada diri sendiri diselang latihannya. Naruto sampai sekarang tak bisa memahami maksud dari sosok ini. Naruto berpikir jika suatu saat sosok ini akan segera menunjukan dirinya ketika ia memilih mengacuhkannya, namun sayangnya itu tak sesuai keinginan. Maka dari itu, Naruto akan bergerak pertama untuk mengetahui siapa sosok ini.

Ayunan pedang kayu Naruto terhenti, dibarengi akan parasnya menengok ke salah satu pohon. Dari iris safir Naruto, memang tak ada pemandangan aneh disana selain sebuah pohon. Namun dibalik itu ada seorang gadis tengah bersandar disana, namun raut wajahnya penuh akan keterkejutan. Dibalik pohon ini sang gadis cepat-cepat sembunyi agar tak ketahuan. Ia juga tak tahu apa ia sudah ketahuan, semoga saja tidak.

Ia juga tak menyangka jika Naruto akan berhenti di sesi latihannya, namun ia lebih terkejut ketika melihat paras Naruto langsung melihat ketempat persembunyiannya. Merasa akan ketahuan maka ia reflek menyembunyikan keberadaan dirinya. Dibalik pohon ini, ia bersandar untuk sembunyi sembari tidak membuat suatu suara. Ia berharap jika Naruto hanya asal saja berhenti ditengah latihannya. Menguatkan hatinya, sang gadis mencoba mengintip kecil guna melihat apa Naruto masih ada disana atau tidak. Ia berharap jika Naruto ada disana dan kembali berlatih. Namun amat disayangkan iris hitam onyx miliknya hanya melihat sebuah lapangan hijau kosong. Naruto tidak ada disana. Kemana dia pergi? Apa dia sudah menyelesaikan latihannya?

Ia terus mencari keberadaan Naruto dibalik pohon itu. Melihat kesetiap sudut tempat ini, namun itu semua tak lebih dari pepohonan dan sebuah lapangan. Melihat lebih jauh guna menemukan Naruto, karena ia yakin latihan Naruto belum selesai sampai disini.

"Apa yang sedang kau lakukan disini?"

"Kyaaaa!"

Sang gadis langsung berteriak cukup kencang ketika mendapati sebuah suara ucapan didekatnya. Ia langsung saja melihat menuju kearah sang suara tersebut, namun agak sedikit gelagapan. Mengetahui jika asal dari suara ini dari anak dilapangan itu membuatnya menjadi salah tingkah. Maka tak ayal jika ada sedikit semburat merah dikedua pipinya sembari ia berusaha untuk menjelaskan situasinya. Namun karena perasaan shoknya dia tak tahu harus berkata apa untuk menjelaskan maksud dari keberadaannya disini.

Disisi lain Naruto hanya terdiam melihat tingkah sedikit kikuk dari gadis ini saat dirinya tiba-tiba muncul. Naruto sendiri tak menunjukan suatu ekspresi berarti, seperti curiga, risih, atau tak nyaman ketika melihat gadis ini. Ini lebih kepada Naruto sendiri sedang menunggu jawaban dari gadis ini atau memang Naruto sendiri tak begitu peduli. Mungkin Naruto harus kembali bertanya pada gadis ini. Ada sedikit rasa bersalah padanya karena tiba-tiba langsung muncul dan membuatnya berteriak. Namun niatnya ia urungkan ketika gadis ini sudah kembali tenang.

Gadis ini meski tidak tahu harus berbuat apa. Namun entah kenapa ia menjadi bingung harus berbuat apa. Disamping sikap tadi, ia juga tak tahu harus berkata apa ketika melihat Naruto sedari tadi diam saja. Melihat itu ia langsung saja menenangkan dirinya. Namun tetap saja jantung miliknya masih berdebar kuat. Disamping rasa terkejut, entah kenapa ia juga merasa malu.

"I-itu… bagaimana aku mengatakannya…ma-maaf jika aku sudah mengganggu latihanmu. Aku juga tidak bermaksud seperti itu."

"Hmmm. Tak apa. Aku hanya penasaran saja. Kira-kira siapa yang sedari tadi memperhatikanku. Karena ini bukan pertama kalinya aku merasakan kehadiran seseorang."

Naruto sedikit menggelengkan wajahnya untuk tidak mempermasalahkan perbuatan sang gadis. Namun agak berbeda dari sang gadis ketika mendengar perkataan Naruto tadi. Bukan pertama kali. Jadi disaat ia memperhatikan Naruto ditempat ini, Naruto sendiri juga sadar jika dirinya sedang diawasi. Mendengar itu lagi-lagi ia menjadi terkejut. Ia tak menyangka jika selama ini perbuatannya sudah diketahui oleh Naruto. Tidak. Lebih dari itu ia juga mempunyai suatu niatan tersendiri didalam dirinya.

Ini semua berawal dari ketidaksengajaannya ketika melihat Naruto tengah berlatih seorang diri disini. Saat itu ia tak begitu peduli ketika melihat Naruto berlatih. Berbekal sebuah pedang Kayu dan terus mengayunkannya tanpa henti. Namun entah kenapa ketika ia mencoba iseng datang ketempat ini dilain hari. Pastinya ia akan menemukan Naruto berada ditempat ini. Tentunya tak lupa akan pedang kayu miliknya.

Tak peduli kapan dan diwaktu apapun. Ketika ia berkunjung ketempat ini, ia pasti akan menemukan Naruto sedang berlatih. Untuk beberapa alasan ada rasa kagum didalam dirinya ketika melihat Naruto terus giat berlatih. Untuk anak seusianya, biasanya latihan bukan merupakan suatu kewajiban. Malah anak seusianya lebih antusias untuk bermain bersama teman-teman daripada hanya sekedar berlatih. Namun entah kenapa dia agak berbeda. Memilih berlatih daripada bermain bersama anak-anak lainnya. Lagipula ia akhirnya sadar jika ia dan dirinya berada sama dikelas akademi.

Cukup membuatnya terkejut ketika ia dan Naruto satu kelas. Namun di akademi sendiri ia juga tahu mengenai reputasi Naruto. Tak ada satu pun teman sekelas mau berbicara ataupun bermain bersamanya. Lebih memilih menghindar darinya dan bermain bersama anak lain. Disisi lain, ekspresi Naruto juga tak banyak berubah. Terlihat begitu kosong dan tak peduli akan lingkungan sekitar. Seakan lebih senang untuk menyendiri daripada harus bergaul bersama teman lainnya.

Saat itu juga ia ingin tahu kenapa semua orang diakademi atau bahkan diseluruh desa menjauhi Naruto. Ia ingin tahu kenapa semua orang memperlakukan Naruto seperti itu. Terlebih akan paras miliknya, entah kenapa ia harus mempunyai paras seperti itu. Kebetulan, kali ini ia dan Naruto mempunyai kesempatan untuk berbicara satu sama lain.

Kembali pada Naruto. Ia masih berdiri dihadapan gadis ini. Naruto juga melihat gadis ini tampak seperti tengah berpikir, entah itu untuk bertanya lagi padanya. Lagipula Naruto sendiri tak mempunyai urusan apapun pada gadis ini. Ia juga tak mengenal gadis ini sama sekali. Setidaknya rasa penasarannya sedikit terobati ketika mengetahui siapa sosok penguntit ini. Karena itu saatnya kembali melanjutkan latihan.

"Kalau begitu aku mohon pamit."

"Tunggu dulu sebentar."

Baru mengambil beberapa langkah saja, Naruto kembali terhenti mendengar teriakan dari gadis dibelakangnya. Kembali terdiam dan berbalik untuk melihat sang gadis. Kali ini ia tampak sedikit tenang dari sebelumnya. Naruto juga tak tahu kenapa gadis ini menyuruhnya berhenti. Apa memang gadis ini mempunyai suatu hal untuknya. Kira-kira apa itu.

"Boleh aku berbicara denganmu. Mungkin agak sedikit lama. Ada beberapa hal yang ingin kutanyakan kepadamu."

"Tentu saja. Aku tak keberatan. Etoo…."

Naruto sempat terhenti dalam ucapannya. Melihat ini ia tahu kenapa Naruto berhenti disela ucapannya. Seharusnya ia mengatakan hal ini tepat saat ia dan dirinya bertemu.

"Ah maaf aku lupa memperkenalkan diriku. Aku Uchiha Mayuri, senang berkenalan denganmu."

"Aku juga. Namaku Namikaze Naruto, senang berkenalan denganmu."

Satu hal sepele yang terlupakan, yaitu nama. Seharusnya diawal mereka bertemu sudah sepatutnya untuk memperkenalkan satu sama lain. Entah itu dari sang gadis bernama Mayuri atau dari sang pria Naruto. Ada alasan lain memang kenapa Mayuri memperkenalkan diri pada Naruto. Mayuri sebenarnya sudah tahu siapa pria berambut pirang didepannya. Namun siapa sangka jika laki-laki dihapadannya memang tak tahu mengenai siapa ia. Bukan salahnya, mengingat situasinya diakademi ia bisa memaklumi itu.

"Bukankah kita ini satu kelas diakademi. Apa kau memang tak tahu mengenaiku, terutama namaku."

"Maaf. Aku tak begitu mengenal semua orang diakademi."

Seperti yang ia duga. Mendengar itu Mayuri sedikit membelakan mata. Ia memang sudah menebak jika Naruto memang tak tahu, mengingat kepribadiannya diakademi. Ia berpikir jika Naruto setidaknya tahu mengenai beberapa nama murid yang ada diakademi, termasuk dirinya. Tidak perlu semuanya minimal tahu beberapa nama.

Naruto sendiri juga baru tahu jika mereka berdua berada dalam satu kelas. Naruto sendiri jarang sekali memperhatikan teman diakademi, mengingat mereka semua menjauhi dirinya membuat ia berhenti memperhatikan mereka. Siapa sangka jika gadis ini, Mayuri merupakan teman sekelasnya. Ini sungguh tak terduga

"Tak apa kan jika kupanggil kau Naruto-kun?"

"Tentu. Silahkan saja. Ngomong-ngomong apa yang ingin kau bicarakan denganku?"

Mayuri sebenarnya agak sangsi untuk bertanya. Ia takut jika pertanyaan ini akan membuat Naruto tersinggung atau merasa marah. Pertanyaan ini agak mengusik sedikit privasi Naruto. Tapi meski begitu, Mayuri ingin tahu. Kenapa Naruto bersikap seperti itu di akademi. Apa karena terpaksa oleh keadaan atau karena keinginan dirinya sendiri.

"Kau tahu ini mungkin kurang berkenan, tapi tetap saja aku ingin tahu. Kenapa kau selalu terlihat seorang diri tanpa siapapun. Apakah terjadi sesuatu yang membuatmu memilih untuk menyendiri seperti itu. Aku tahu ini tidak sopan, tapi ketika aku melihatmu begitu aku merasa tidak enak. Apa memang terjadi sesuatu."

Mayuri mengungkapkan pertanyaannya kepada Naruto akan dirinya yang selalu seorang diri. Apa yang dikatakannya benar. Naruto selalu sendiri ketika berada diakademi. Pertanyaan ini benar-benar pribadi dan bisa saja menyakiti hati yang ditanyakan. Tetapi bagi Naruto ini bukan masalah serius sampai membuat orang lain menjadi khawatir padanya. Naruto rasa keadaanya ini entah kenapa sudah membuat Mayuri merasa cemas kepadanya. Sungguh gadis yang baik.

"Sama sekali tidak ada. Aku tak terlalu memikirkan hal itu. Lagipula hal itu sendiri tidak terlalu membebani diriku. Jika mereka merasa enggan untuk dekat kepadaku maka aku memilih untuk menuruti kemauan mereka. Aku tak bisa memaksakan keberadaanku kepada mereka."

Sungguh jawaban yang tak terduga. Mendengar itu, Mayuri berpikir jika Naruto memang sengaja membiarkan dirinya untuk menarik diri dari orang lain. Meski jawaban darinya bagus, tapi Mayuri merasa itu terlalu berat untuk dilakukan.

"Apa itu sungguh tak apa, Naruto-kun? Kau tahu, Apa kau tak merasa sebal kepada mereka yang selalu mengabaikanmu dan menghindarimu begitu saja. Aku selalu merasa bahwa mereka memang sengaja melakukan itu kepadamu. Melihat wajahmu sekarang, entah bagaimana mengungkapkannya, tapi itu penuh akan kepedihan."

Hal itu sukses membuat dirinya tertegun. Mendengar Mayuri memberikan penilaian akan dirinya ketika berada diakademi. Selalu seorang diri, dijauhi oleh semuanya, dan tak kesal'kah dirinya mendapat perlakuan seperti itu. Jujur saja, Naruto sama sekali tak punya hak untuk merasakan hal itu. Mengingat kejadian dari penyerangan monster Kyubi serta dampak setelahnya, tak lupa akan kondisi dirinya yang tak sesuai harapan orang tuanya. Memahami hal itu, Naruto sama sekali tak berhak untuk mengeluh. Oleh karena itu, Naruto hanya menggelengkan sedikit wajahnya untuk menjawab pertanyaan Mayuri.

"Sama sekali tidak. Jika mereka memang sengaja maka aku hanya perlu membiarkannya saja. Lagipula aku mempunyai tujuan penting yang ingin kugapai daripada memikirkan mereka. Untuk menjadi lebih kuat sampai aku bisa menyamai kakak perempuanku. Untuk itu aku memilih jalan pedang untuk bisa menggapainya."

Begitu. Karena tujuan yang ingin digapainya membuat Naruto memilih mengabaikan perlakuan teman-temannya diakademi. Itu bagus mempunyai tujuan besar untuk digapai. Menjadi seseorang yang kuat agar kelak bisa membuat mereka melihat kearah dirinya. Apa itu yang ingin dikatakan Naruto kepadanya.

Itu tidak baik. Menjadi kuat dengan mengorbankan diri sendiri seperti itu. Ini memang terdengar bagus untuk menyangkal perlakuan mereka dan memilih untuk berlatih keras sampai menjadi kuat. Akan tetapi hal itu juga akan membuat Naruto memilih untuk menyendiri daripada berteman dengan yang lainnya. Jika itu terus berlanjut disertai ekspresi miliknya ini, itu hanya akan membuat Naruto lebih tersakiti.

"Naruto-kun, ada sesuatu bukan? Ada suatu hal yang membuatmu harus menerima semua ini. Tak mungkin kau mau begitu saja menerima semua perlakuan tak menyenangkan ini'kan. Seperti yang kubilang, bahkan jika kau berkata bisa menerimanya, tapi sorot matamu itu sekarang penuh akan kepedihan. Pasti ada bukan, Naruto-kun."

Naruto tak bisa mengerti apa yang mendorong gadis ini untuk peduli kepada dirinya. Hanya karena ia mempunyai ekspresi muram seperti ini bukan berarti ia mempunyai masalah. Itu yang ingin ia katakan, tapi Naruto tak bisa menyangkalnya. Dia benar, perkataan Mayuri tentang dirinya tepat sasaran. Naruto memang menyimpan sesuatu, tapi itu bukanlah sebuah hal yang bisa dibicarakan begitu saja. Namun entah kenapa, Mayuri mau begitu saja untuk peduli akan apa yang terjadi kepada dirinya. Melihatnya membuat Naruto sedikit tersentak karena kagum.

"Ini cukup membuatku terkejut, seseorang yang baru saja kenal serta baru berbincang sebentar saja akan menunjukan rasa peduli yang tinggi kepada seseorang. Tapi yah, sesuai dugaanmu. Ada sebab kenapa aku memilih untuk menerima semua itu. Bukan karena terpaksa, tapi ini adalah kemauanku sendiri. Jika hal ini saja cukup untuk membuktikan keberadaanku, maka aku baik-baik saja untuk menjalaninya."

Mendengarnya membuat Mayuri tertegun. Kata-kata yang keluar dari pemuda didepannya penuh akan ketabahan. Tak peduli apa yang menimpa dirinya, dia sendiri memilih untuk menerima itu semua tanpa ada keinginan untuk mengeluh. Tapi tetap saja, bahkan jika dia terlihat untuk tegar. Kenapa, kenapa wajah miliknya berkata lain. Mayuri melihat sebuah senyum tipis pada bibir pemuda didepannya. Itu bukanlah sebuah senyum tabah untuk menerima itu semua, melainkan senyum kecut seraya tak punya pilihan lain. Apa yang membuatnya harus menjalani kehidupan seperti itu.

"Meski aku berkata seperti ini, tapi itu bukanlah sesuatu yang bisa diungkapkan begitu saja. Jadi maaf, aku tak bisa memberitahumu."

Yah Mayuri bisa menduga itu. Ia tahu pastinya itu bukanlah sesuatu yang bisa diungkapkan pada orang lain begitu saja. Terlebih ia sendiri baru beberapa saat mengenal pemuda ini. Wajar saja baginya untuk tidak memberitahu tentang seluk beluk yang terjadi. Tapi, dari apa yang sudah ia dengar darinya, serta beberapa hal yang ia tahu dari orang lain, Mayuri sendiri mempunyai beberapa dugaan.

"Naruto-kun apa ini ada hubungannya dengan kejadian kelam yang menimpa desa kita. Penyerangan yang dilakukan oleh monster ekor Sembilan. Apa aku benar?"

Naruto tak bisa menyembunyikan keterkejutannya akan tebakan yang dilontarkan Mayuri kepada dirinya.

"Tidak, itu…".

Naruto seakan tak bisa menjawab cepat untuk menyangkal apa yang dikatakan Mayuri kepada dirinya. Bibirnya terasa berat untuk menanggapi apa yang dikatakan Mayuri kepada dirinya. Melihatnya, Mayuri sudah menduga jika ini memang ada kaitannya.

"Tidak apa Naruto-kun. Aku bisa mengerti beberapa hal yang terjadi pada dirimu. Dari apa yang kutahu, monster itu tidaklah mati melainkan tersegel didalam tubuh seseorang. Tak lain dan tak bukan adalah kakak perempuanmu'kan, Naruto-kun. Tapi, hal itu tidak berakhir begitu saja bukan. Bahkan jika monster itu berhasil disegel kedalam tubuh kakak perempuanmu, apa yang terjadi setelahnya, adalah masalah lain yang menimpa dirimu."

Dia tajam sekali, bisa memikirkan ini untuk menjawab hal yang tak bisa ia ungkapkan. Apa karena ia memang begitu peduli kepadanya atau itu hanya semata rasa ingin tahu saja. Iris Naruto agak menyipit seraya menyelidik akan perkataan Mayuri padanya. Disisi lain, Mayuri melihat Naruto penuh keseriusan seakan apa yang dikatakannya memang benar. Disamping serius, tatapannya sendiri meyiratkan kepedulian dimana ia sendiri ingin mengulurkan uluran tangan. Melihat itu, Naruto tak tahu apa ia harus mengiyakan perkataan Mayuri dan memberitahukan kepadanya tentang apa yang terjadi setelah penyerangan Kyubi.

Agak lama mereka terdiam. Naruto dengan tatapan menyelidik serta berpikir akan jawaban seperti apa yang perlu ia katakan, sementara Mayuri ia sendiri masih teguh menunggu akan jawaban dari Naruto. Setelah beberapa saat, akhirnya Naruto memilih untuk menyerah kepada Mayuri. Tapi, sebelum itu Naruto ingin memastikan satu hal kepadanya.

"Iya. Itu memang benar. Melihatmu bisa menyimpulkan hal ini kurasa kau bukan sekedar gadis biasa. Sebelum aku menjawab pertanyaan ini, Mayuri-san apa kau bisa menjamin untuk menyimpan hal ini untuk dirimu sendiri."

Mayuri tak tahu apa hal ini memang berbahaya sampai Naruto menyuruhnya untuk menyimpan hal ini untuk dirinya sendiri. Apa hal ini memang harus dirahasiakan mengingat apa yang ia tanyakan tak lain adalah Naruto sendiri. Jika memang seperti itu maka ada alasan lain mengenai penyerangan Kyubi dan kenapa Naruto harus terasing diakademi. Jika kedua hal ini terhubung maka itu menjelaskan beberapa hal mengenai keadaan Naruto. Meski terasa berat jika harus menanggung sebuah rahasia, tapi karena ia sendiri sudah bertekad sedari awal maka ia akan menerimanya.

"Tentu. Atas nama Uchiha aku berjanji menyimpan hal ini untuk diriku sendiri."

Mayuri menjawab tegas atas nama klannya bahwa ia tak akan membeberkan percakapan ini. Meski begitu Naruto sendiri juga tak yakin apa perkataannya memang berbahaya jika semisalnya Mayuri membeberkan hal ini kepada orang lain. Entahlah.

"Begitu. Walau aku merasa ini juga bukanlah sesuatu yang seserius itu, tapi baiklah."

Setelah yakin akan semuanya Naruto mulai menjelaskan mengenai pernyataan Mayuri tentang dirinya dan kejadian kelam beberapa tahun lalu. Itu dimulai tepat ketika ia dan kakak perempuannya lahir ke dunia ini, namun itu sendiri berujung petaka dimana dibarengi kemunculan monster rubah ekor 9. Seperti yang sudah diketahui monster itu datang dan menyebabkan kerusakan parah pada desa. Belum lagi adanya korban jiwa yang berjatuhan oleh amukannya. Selang beberapa waktu berlalu monster itu berhasil dikalahkan. Tetapi monster itu tidak dibunuh melainkan disegel oleh Hokage ketiga pada seorang anak yang tak lain adalah kakak perempuan Naruto. Karena peristiwa itu Naruko sendiri dipuja sebagai penyelamat desa karena berhasil meredam amukan Kyubi.

Sampai disini Mayuri tahu, tapi hal itu sendiri tidak menjelaskan mengenai kondisi Naruto diakademi.

Penjelasan Naruto berlanjut. Penyerangan dari Kyubi bukan hanya memberikan kerusakan dan hilangnya nyawa manusia, tidak lupa akan kenangan buruk bagi para penduduk Konoha yang merasakannya. Rasa teror yang mencekam oleh amukan ganas dari monster itu meninggalkan efek trauma hebat. Meski berhasil mengalahkan monster itu rasa takut dan trauma yang dialami penduduk tidak mereda begitu saja. Belum lagi, ketika penduduk Konoha tahu jika Kyubi tidaklah mati melainkan bersemayam ditubuh seseorang, rasa benci dan dengki dari penduduk desa mulai menyeruak. Kyubi saat ini tertanam di tubuh seorang gadis bernama Namikaze Naruko, kakak dari Naruto.

Mengingat jika Naruko sendiri merupakan anak dari Hokage keempat, membuat para warga hanya bisa memendam kebencian mereka. Karena jika penduduk desa tahu mereka memperlakukan Naruko sebagai orang jahat, maka bisa saja hal buruk terjadi pada mereka. Karena itulah mereka melampiaskan semua kekesalan dan amarah mereka pada putra mereka, Namikaze Naruto.

Sampai titik ini Mayuri paham kenapa semua orang serasa enggan untuk mendekati Naruto. Kebencian para penduduk pada Monster itu juga beralasan mengingat betapa mengerikannya malam itu. Jadi itu alasan kenapa para murid akademi enggan untuk mendekati Naruto, namun hal itu tak berlaku untuk kakak perempuannya dimana dia begitu dipuja. Bukankah ini aneh kenapa hanya dia saja yang mendapat perlakuan seperti itu. Seharusnya Naruto juga mendapat perlakuan sama seperti kakak perempuannya. Kenapa bisa begitu.

"Tapi itu sungguh tidak beralasan. Jika kakak perempuanmu disanjung seperti itu seharusnya Naruto-kun juga mendapat perlakuan sama bukan, mengingat kalian ini saudara. Kenapa bisa seperti itu. Apa hokage-sama, ayahmu tahu akan perbuatan para penduduk. Naruto-kun seharusnya bisa meminta bantuan ayahmu'kan."

Mendengar ini tatapan Naruto agak menunduk. Ia tak mengira jika ayahnya sendiri juga akan diungkit. Naruto tak tahu harus menjelaskan seperti apa tentang ayahnya. Kenapa tak meminta bantuan sang ayah mengenai perlakuan para penduduk. Sayangnya ia dan beliau tak begitu dekat untuk bisa meminta hal tersebut. Naruto ingin mengatakannya, tapi ia takut jika Mayuri kelak akan memberitahu beliau tentang hal ini.

"Kalau itu… aku tak bisa. Kupikir ini bukanlah masalah yang harus membuat beliau turun tangan."

Mendengar itu, entah kenapa ada semacam hentakan yang Mayuri rasakan. Ketika Mayuri mengatakan tentang ayah Naruto, ia bisa melihat perubahan besar pada ekspresi miliknya. Dia sempat tertunduk seraya berpikir akan pertanyaan darinya. Tapi dari situlah ia melihat sebuah ratapan kosong ketika ia menyingung tentang ayahnya. Apa terjadi sesuatu diantara Naruto beserta keluarganya. Bahkan jika itu terdenger sepele untuk meminta bantuan pada seorang ayah, rasanya aneh jika itu tak bisa dilakukan.

Mayuri ingin bertanya lebih jauh lagi tentang apa yang terjadi diantara Naruto serta ayahnya. Tapi ia takut jika itu malah akan menyingung Naruto. Lebih dari ini bisa saja Naruto merasa tak nyaman jika ia terus bertanya lebih dalam. Akan ia sudahi ini dan setidaknya Mayuri bisa mengenal sedikit lebih dalam tentang Naruto. Mayuri tak menyangka jika apa yang dialami Naruto sendiri tak jauh berbeda dengan dirinya, tidak lebih tepatnya dengan klannya. Karena itu ia bisa mengerti sedikit tentang sikap enggan dari para murid akademi yang ditujukan kepada Naruto.

"Jika seperti itu maka Naruto-kun dan kami…."

Kali ini giliran Mayuri tertunduk seraya memikirkan sesuatu. Dia juga tampak berguman akan sesuatu dimana hal itu terdengar oleh Naruto.

"Ada apa, Mayuri-san? Apa masih ada hal lain yang ingin kau tanyakan?"

Mayuri tersentak begitu saja mendengar pertanyaan tiba-tiba dari Naruto.

"Ahh! Ti-tidak, bukan apa-apa."

Dari awalnya tertunduk beserta pemikirannya ia langsung beranjak dan sedikit berteriak. Mayuri yang semula terlihat tenang dan serius kembali gelagapan, sama seperti awal mereka bertemu. Melihat ini, Naruto tak tahu apa yang membuat Mayuri menjadi gelagapan seperti ini. Apa barusan ia sudah membuatnya kembali terkejut. Hmm, ia tak tahu.

"Begitu ya. Aku minta maaf, tapi kurasa hanya sebatas itu saja yang bisa kukatakan kepadamu. Dan juga Mayuri-san, tolong berjanjilah untuk tidak mengatakan hal ini kepada siapapun."

"I-iya. Tak apa, lebih dari itu juga akan sangat tak sopan untukku menanyaimu lebih jauh. Tentu saja aku berjanji untuk tidak membicarakan hal ini kepada siapapun."

Sempat terkejut ketika Naruto kembali bertanya disela-sela pemikirannya, Mayuri tak mempermasalahkannya hanya saja rasanya ia kembali menunjukan sisi memalukannya. Meski begitu Mayuri cukup senang karena ia bisa sedikit mengenal Naruto. Dia memang terlihat dingin dan seakan tak peduli akan lingkungan sekitar, namun nyatanya penampilannya berbanding terbalik. Dia begitu sopan dan ramah untuk diajak bicara, bahkan ia sampai menunduk ketika meminta maaf barusan walau hal itu bukanlah salahnya. Hal ini jarang sekali dilakukan oleh anak-anak seusianya.

Tapi tetap saja, Mayuri tak mengerti kenapa Naruto memilih untuk menerima perlakuan tak mengenakan para penduduk desa. Bahkan jika itu adalah keputusannya sendiri, rasanya terlalu berlebihan. Apa ini karena ada campur tangan dari keluarga Naruto sendiri. Bahkan Naruto sendir merasa enggan untuk meminta bantuan kepada ayahnya. Tidak. Mayuri yakin jika ini hanya kesalahpaham dari penduduk desa. Tetap saja, wajah itu, bagaimana bisa Naruto setenang ini ketika mendapati perlakuan seperti itu. Semua orang diakademi menjauhi dirinya serta tatapan para penduduk begitu tak suka kepadanya. Kenapa Naruto bisa sekuat itu menerima perlakuan ini.

Mayuri berpikir, bagaimana jika sekarang ini, dirinya berada diposisi Naruto. Apa ia akan sekuat dan setegar Naruto ketika mendapati perlakuan seperti itu. Ketika semua orang menjauhinya dan menatap tidak suka kearahnya. Membayangkan itu agak membuatnya takut. Sudah pasti dia tak akan bisa menahan semua itu. Tapi Naruto, dia mampu untuk terus hidup seperti ini. Tak peduli akan semua tatapan para penduduk desa atau sikap murid lainnya diakademi. Menyadari hal ini, entah kenapa sebuah senyuman langsung saja terukir dibibir kecil miliknya.

"Naruto-kun, terima kasih karena sudah mau mengabulkan keinginanku yang egois. Aku sadar jika itu semua bukan hal yang bisa dikatakan begitu saja, tapi tetap saja aku ingin tahu seraya aku ingin mengenalmu lebih dekat. Karena itu sudah kuputuskan…"

Mayuri terdiam sejenak sebelum kembali melanjutkan ucapannya. Kedua tangan miliknya terkepal seraya mengumpulkan tekad. Melihat itu, Naruto sendiri mulai bertanya-tanya mengenai perkataan Mayuri tadi. Ia memutuskan sesuatu, tapi apa? Untuk mengetahui itu, Naruto hanya bisa menunggu Mayuri menyelesaikan perkataannya. Jika sekarang ia menyela Mayuri, Naruto takut jika itu akan menghancurkan tekadnya. Bisa saja dia kembali gelagapan. Maka dari itu Naruto lebih memilih menunggu Mayuri mengatakan maksud perkataannya tadi.

….

..

.

"Mulai hari ini aku akan menjadi temanmu."

Ekspresi Naruto seketika berubah. Dari biasanya tenang, kali ini penuh akan ketidakpercayaan. Kedua iris miliknya terlihat agak melebar. Menjadi teman. Kata-kata itu keluar dari gadis bersurai hitam didepannya. Ekspresi Naruto terlihat kebingungan sekaligus tak percaya. Ini adalah kali pertama mereka bertemu dan saling berbicara satu sama lain. Namun kenapa tiba-tiba Mayuri mau menjadi temannya. Untuk seseorang seperti Naruto, dimana kesendirian seakan sudah menjadi teman terdekatnya. Namun sekarang gadis bersurai hitam ini berkata jika ia ingin menjadi temannya.

Dalam keterkejutan tak bisa memikirkan maksud dari ucapan Mayuri, tak disangka terpaan sejuk dari alam datang menyelimuti mereka berdua. Merasakan terpaan halus dari alam menyelimuti Naruto dalam keterkejutannya. Hembusan itu menerbangkan dedaunan serta membuat surai hitam dan pirang itu mulai menari-nari. Rambut milik Mayuri cukup panjang sampai punggung, membuatnya tampak lebih menari-nari daripada rambut pirang runcing milik Naruto. Iris safir itu tampak menatap tak percaya pada Onyx hitam penuh akan kesungguhan.

Terpaan sejuk dari hembusan alam perlahan mereda. Cukup lama Naruto terdiam akan perkataan Mayuri. Memikirkan akan jawaban apa untuk ia tanggapi mengenai pernyataannya. Aku akan menjadi temanmu, itulah yang dia katakan. Perlahan ekspresi shok miliknya mulai melunak dan kembali pada ekspresi yang senantiasa Naruto tunjukan.

"Aku senang mendengarnya…Tapi aku tak bisa."

Heh. Tunggu. Setelah semua percakapan ini. Kenapa… kenapa malah menjadi seperti ini.

Mayuri sangat jelas mendengar ucapan Naruto. Ia sama sekali tak mempunyai masalah pendengaran dan ucapan Naruto sangat jelas terdengar. Itu sukses membuat Mayuri memasang wajah kikuk penuh pertanyaan. Ia tak menduga jika permintaannya itu akan berakhir dengan penolakan.

"Eh! Ke-kenapa. Setelah kita bisa berbicara satu sama lain, kenapa kau menolak permintaanku Naruto-kun. Bisa kau katakan alasannya padaku?"

Mayuri tentu saja merespon tidak senang. Semua keberanian yang sudah ia kumpulkan untuk mengajak pemuda ini berbicara dan menjadi temannya, seolah hancur berkeping-keping. Ia kembali terkejut akan jawaban tak terduga dari pemuda bersurai pirang didepannya. Setelah semua pembicaraan diantara mereka, sudah seharusnya jika permintaanya langsung diterima. Tapi kenapa permintaan simpel ini malah berakhir dengan penolakan. Ia langsung saja melayangkan keberatan akan penolakan Naruto. Terlihat jika ada semburat merah beserta pipinya sedikit mengembung. Tampaknya Mayuri sedikit marah.

"Kalau itu… aku khawatir padamu. Bisa saja kau akan berakhir sama sepertiku. Jika orang-orang melihat kau dan aku berteman, bisa jadi kau akan menjadi bahan pembicaraan semua orang. Karena aku khawatir, aku tak ingin Mayuri-san juga berakhir sama sepertiku."

Alasan yang masuk akal. Perkataan Naruto memang ada benarnya. Jika Mayuri terlihat dekat dengan Naruto, kemungkinan besar Mayuri sendiri akan mendapatkan tatapan heran ataupun tak suka dari orang-orang, khususnya murid-murid akademi. Jika itu terus berlanjut maka Mayuri sendiri akan berakhir seperti dirinya, dikucilkan oleh murid-murid akademi ataupun penduduk Konoha.

Dasar Naruto ini. Mayuri kira apa ternyata ini alasan kekhawatirannya. Tapi tak apa, malahan ia senang jika Naruto mau mengkhawatirkannya. Mendengar itu, Mayuri kali ini memasang ekspresi lega akan peringatan Naruto. Jika Naruto sampai berkata seperti itu kepadanya itu malah membuat dirinya semakin bersemangat untuk bisa berteman dengan Naruto.

"Aku tidak peduli. Jika itu yang akan terjadi maka terjadilah. Malahan, rasa khawatirmu kepadaku justru membuatku ingin semakin mengenalmu. Ini pasti langkah awal yang berat untuk dilakukan, tapi aku yakin jika ini keputusan yang benar. Karena itu, biarkan aku menjadi temanmu Naruto-kun."

Naruto tak tahu kenapa, tapi tiba-tiba detak jantungnya terasa berdetak lebih cepat dari biasanya. Melihat Mayuri sekarang yang tersenyum kepadanya membuat dirinya tidak tenang. Jika Mayuri bersikeras untuk tetap dekat dengannya, Naruto tak ingin hal yang ia rasakan juga terjadi kepada Mayuri. Ia tetap ingin menolak gagasan Mayuri untuk menjadi temannya. Namun melihat Mayuri seakarang, Naruto seakan tak bisa berkata apa-apa untuk menolak keinginan Mayuri. Karenanya ekspresi miliknya sekarang agak menegang.

"Kurasa hari ini cukup sampai disini. Naruto-kun jangan khawatir. Tidak perlu memasang wajah tegang seperti itu. Aku yakin akan keputusanku ini, tidak malah aku merasa harus melakukannya. Senang rasanya melihat dirimu mempunyai ekspresi lain selain wajah tak peduli mu."

"Mayuri-san…."

Suara Naruto serasa tercekik ketika ia kembali ingin bersuara untuk menyampaikan pendapatnya. Tapi bibir miliknya tak bisa berkata apa-apa selain hanya memanggil namanya saja. Mayuri menyuruhnya untuk tidak khawatir tapi tetap saja ia tak bisa menyembunyikan rasa tegannya. Naruto tak tahu hal seperti apa yang menunggu Mayuri ketika kelak dia mulai mendekati dirinya.

"Kalau begitu aku pulang dulu. Aku ingat masih ada urusan lain. Sampai jumpa besok diakademi ya, Naruto-kun."

Setelah berkata pamit kepada Naruto, Mayuri mulai beranjak pergi dari tempat ia berpijak. Setelah berada cukup jauh, Mayuri kembali berbalik kearah Naruto dan melambaikan tangannya seraya berucap untuk pamit. Setelahnya Mayuri menghilang dari pandangan Naruto.

Terdiam disana, memikirkan kembali akan semua percakapan yang dilalui serta Mayuri yang ingin berteman dengannya. Naruto tak tahu apa keputusan ini benar-benar baik-baik saja untuk Mayuri-san. Memilih untuk berteman dengannya dimana mempunyai reputasi sebagai murid yang dikucilkan. Misalkan jika hal seperti ini juga terjadi pada Mayuri, Naruto tak tahu harus berbuat apa jika Mayuri berakhir seperti itu. Memikirkan ini membuat tangannya terkepal kuat.

Yang terjadi biarlah terjadi, sepenggal kata yang diucapkan oleh Mayuri kepadanya. Jika memang seperti itu, maka ia juga harus bersiap akan kemungkinan hal ini terjadi kepada Mayuri-san. Apa yang terjadi kepada dirinya, Naruto tak keberatan. Tapi beda cerita jika orang lain juga ikut terlibat oleh masalah dirinya. Untuk sekarang akan ia pikirkan itu nanti dan latihan hari ini cukup sampai disini saja. Hari sudah menjelang sore, sudah waktunya untuk pulang.

Naruto berharap besok tetap berjalan seperti biasanya.

.

Blood: Crimson Curse

.

Perjalanan pulang Naruto kembali ketempat kediamannya, klan Namikaze. Dalam perjalan pulang Naruto kembali kekediaman, ia juga merasakan tatapan dari penduduk desa. Ia yakin jika itu adalah tatapan tidak suka sekaligus benci yang diarahkan kepadanya. Menyadari hal itu, Naruto membiarkan tatapan tidak suka mereka. Naruto paham mengenai mereka dan alasan mereka melihat kearah dirinya seperti itu. Namun apa yang bisa ia perbuat, ia tak bisa melakukan apapun. Bergerak maju kearah mereka dan menyuruh mereka semua berhenti menatapnya seperti itu. Hal itu tak akan pernah bisa ia lakukan.

Lama Naruto berjalan akhirnya ia sampai digerbang kediaman Namikaze. Begitu memasuki gerbang, ia bisa melihat dua penjaga berada disana. Sedikit menatap untuk melihat siapa yang memasuki komplek perumahan mereka dan mendapati jika itu adalah Naruto kecil disana. Setelah melihat siapa yang datang penjaga tersebut lantas mengalihkan pandangannya seolah tidak peduli. Hal juga sama untuk Naruto. Ia langsung saja masuk kedalam tanpa mempedulikan sikap dingin kedua penjaga tersebut.

Klan Namikaze.

Sama seperti klan Uchiha maupun Hyuga yang mendiami desa Konoha. Klan ini mempunyai karakteristik unik sebagai salah satu klan ternama di Konoha. Kemampuan mereka dalam menguasai elemen petir dan angin sudah terkenal diseluruh dunia Shinobi. Bahkan rumor mengatakan jika kemampuan petir milik Klan Namikaze bisa meratakan sebuah desa besar. Karena kemampuan mereka dalam menguasai dua elemen ini menjadikan mereka sebagai klan yang terpandang di Konoha.

Lalu bagaimana dengan Naruto, sebagai bagian dari klan Namikaze apa dia juga mempunyai kemampuan dalam menguasai 2 elemen ini. Jawabannya iya, namun tidak sekuat seperti kebanyakan anggota klan Namikaze. Kemampuan Naruto masih berada dalam tingkat dasar, belum bisa dibandingkan dengan anggota lain maupun kakak perempuannya. Naruto perlu berlatih lebih giat untuk bisa menguasai kemampuan bawaannya sebagai anggota klan Namikaze. Walau Naruto sendiri tak tahu apa ia bisa mengusai kemampuan bawaannya.

Lama berjalan menuju kediamannya, Naruto akhirnya sampai pada sebuah tempat yang disebut sebagai rumah. Rumah berukuran cukup besar untuk ditinggali oleh 4 orang. Naruto ingin segera masuk saja menuju ruangan miliknya segera, namun ia tak bisa melakukan hal itu dikarenakan keberadaan seseorang didepannya. Sungguh tak terduga jika kakak perempuannya berada didepan pintu masuk. Melihat kearah dirinya dia tentu saja melambaikan tangan beserta senyum kearah dirinya. Melihat itu Naruto sendiri juga membalas lambaian sang kakak dan juga memberikan senyum sesuai kemampuannya. Mengingat ia sendiri jarang berekspresi membuat Naruto sedikit kaku. Karena keberadaan kakak perempuannya disini membuat Naruto tak bisa pergi langsung menuju ruangannya. Maka tak ada pilihan selain bersama kakak perempuannya sampai malam tiba.

Selesai menghabiskan waktu bersama kakak perempuannya. Naruto akhirnya berada seorang diri didalam kamar pribadi miliknya. Hanya ditempat inilah Naruto bisa merasakan perasaan tenang ketika berada dirumah. Kali ini ia tidak langsung menidurkan tubuhnya pada kasur dan menunggu hari esok. Ia terlihat sedang duduk di pinggiran kasur dimana terlihat sedang memikirkan sesuatu. Naruto masih tak bisa melupakan perkataan ibunya tentang mata miliknya yang terlihat berbeda. Naruto masih belum menemukan sesuatu yang bisa menjawab tentang perkataan ibunya. Karena itu ia begitu melamun sampai-sampai terlihat menahan kantuk.

Akan tetapi, ketika Naruto memikirkan hal ini lebih dalam….

..

..

..

"Akhirnya, aku bisa berbicara denganmu."

Sebuah suara halus milik seorang wanita tepat berbisik didekat telingannya.

..

..

..

TBC


A/N: Bjirrr wkwkwkwk, ane ga tau apa dunia fanfic indo bagian naruto masih ada apa ga. walau udah ngilang selama 8 tahun, tahu2 malah balik lagi kesini. untungnya nih akun masih tetep keinget belum lupa. sebenarnya sih ane nulismah nulis cuma gegara minder karena lama jadinya kelupaan dan gitu ga di upload. baru update 2 fic itupun yang nulis review ama baca cuma 3 doang wkwkwk.

tapi yah ketimbang dipendam lama mending upload aja dah, itung-itung ngeluarin stress. beberapa fic juga untuk jalan ceritanya udah ada ampe bisa dikatakan tamat, cuma ya keinginan nulis belum ada dan malah nulis fic lain yang ga diupload.

untuk sekarang sih pengen upload supaya bisa namatin nih fic biar ada puas. untuk cerita baru juga ada cuma nunggu dulu ampe fic lainnya udah aga panjangan.

yah gitu doang sih. paling ntar posting fic baru.