Warning: Ini semua karena Ishizu! INI TUH HARUSNYA KAIYUGI TAPI KARENA AKU DAPET IDE INI PAS BACA ULANG BATTLE CITY ARC DAN BACA DIALOGNYA ISHIZU DENGAN PENUH PENGHAYATAN HASILNYA JADI GINI! TERUS GA SENGAJA NEMU MAD KAIATE BILIBILI PAKE LAGU ONE MORE TIME ONEMORE CHANCE! AAAAA! OH IYA TIATI TYPO JUGA DAN ANEH!
Pairing: KaiYugi feat. KaiAte (?)
Rate: T
"Millenium rod dan kekuatan nagaku akan menjdi musuh abadimu."
"Aku tak berniat untuk membantumu tapi juga tidak mau menyuruhmu tunduk pada kegelapan."
"Aku akan membunuhmu disini sekarang juga tapi, mungkin itulah yang paling kau harapkan."
"DIAHA!"
Kedua mata terbuka, mengembalikkan jiwa yang bermimpi kembali pada kenyataan. Manik birunya menatap langit-langit, mempertanyakan apakah yang tadi mimpi atau realita masa lalu.
"Atem."
Panggilnya, kedua tangannya terangkat ke atas, membayangkan wujud itu masih berada di hadapannya. Kehilangan sang raja membuatnya dirinya hilang arah dan tujuan. Harusnya tidak begini tetapi pikiran dan hatinya terus berontak satu sama lain.
Memimpikan kejadian 3000 tahun lalu, menjadi bukti bahwa jiwanya ini terikat dengan sang raja. Kehadiran sang raja sangat istimewa untuknya. Kaiba mengangkat tubuhnya, saatnya untuk kembali pada kenyataan.
"Salju ya," gumamnya.
Kaki melangkah melangkah mendekati jendela, manik birunya menatap keluar jendela, memandangi salju yang berjatuhan.
"Sudah lima bulan berlalu, lima bulan dia tidak ada."
Ekpresi wajah Kaiba tetap datar, tak memancarkan perasaan apapun, hatinya terus menghitung sudah berapa lama Atem pergi sementara pikirannya terus mengingatkan bahwa dia sudah lagi tak ada. Yugi juga tidak bisa membawanya kembali, hanya pada saat itu saja.
Saat melawan Aigami.
Itulah saat dia bertemu dengan sang raja, tidak hanya Yugi, dia juga bertemu dengannya tanpa saling menukar kata atau melempar senyum.
"Sekali lagi kuingin bertemu dengannya."
"Berikanku satu kesempatan lagi."
Hari ini Kaiba harus fokus dengan teknologi yang sudah dibuatnya untuk melewati dimensi. Dimensi yang tak tergapai oleh manusia biasa maupun ilmuwan sampai saat ini. Kali ini alat itu sudah bisa dipakai, dia harus menyelesaikan urusannya dengan sang raja.
Kaiba melangkah masuk ke dalam kamar mandi, membasuh diri, mencoba untuk meringkankan pikirannya dengan air yang menghujani kepala ke seluruh tubuhnya.
Setelah selesai Kaiba langsung memakai pakaian khasnya, serba hitam dengan sepatu bootnya berbalut jubah putih kebanggaannya.
"Kak sarapan sudah siap!"
Mokuba berteriak dari luar, Kaiba tak membalasnya, dia langsung mengambil koper perak yang berbaring diatas kasur dan melangkah keluar.
"Kak! Alatnya sudah siap coba."
"Hn."
"Kakak benar akan pergi menemuinya? Kakak ... kakak akan kembali lagi 'kan?"
"Tentu saja Mokuba."
Mokuba memperhatikan Kaiba sembari terus mengikutinya ke ruang makan, alis Mokuba turun, ekspresi sedih mulai terlukis, Mokuba bisa sedikit membaca kakaknya, jawaban itu terdengar bohong seperti Kaiba tidak memikirkan apakah dia akan kembali ke dunianya atau tidak. Kaiba seolah tak peduli sama sekali akan hal itu, yang terpenting adalah dia bisa berduel dengan sang raja, mengalahkan sang raja.
Langkah Mokuba terhenti tepat di pintu masuk menuju ruang makan, Mokuba sangat khawatir, tangan kecilnya terkepal di depan dada.
"Kakak ..."
Mokuba hendak mengintip kakaknya sedikit namun pintu malah terbuka lebar, Kaiba keluar dari ruang makan begitu cepat, apakah hari ini hanya sarapan roti panggang? Atau Kaiba memang makannya sangat cepat sjaa hari ini? Mokuba benar-benar bingung, kakaknya bertingkah aneh. Lebih aneh dari biasanya.
"Apakah kakak tidak sabar mencoba alat itu?"
Tap, tap, tap, Kaiba tak memperdulikan sekitarnya, langsung pergi begitu saja. Mokuba terus mengikutinya dari belakang, remaja ini tidak ingin sampai kehilangan jejak kakaknya dan juga ini tugasnya untuj terus bersama kakaknya, menjaga kakaknya.
Kaiba berangkat menuju KC menggunakan mobil diantar oleh Isono, sebelum itu dia harus mengecek keadaan semuanya sebelum pergi. Selama dia pergi Mokubalah yang akan mengambil alih perusahaannya sementara waktu. Kaiba harus memastikan semuanya stabil dan tidak membuat repot Mokuba saat dia pergi.
"Kak."
"Sisanya kuserahkan padamu."
Mokuba menatap heran kakaknya, Mokuba masih tidak tau alat itu bisa membawa kakaknya pulang lagi dengan selamat atau tidak, tetapi tak ada yang bisa menghentikannya, dan Mokuba terus membantunya agar keinginan kakaknya tercapai.
"Tapi kak ..."
"Semuanya masih stabil tidak ada pergerakan yang aneh maupun peretas yang mencoba masuk."
Mokuba tak berhenti mengikuti kemnaa kakaknya pergi, saat ini Mokuba menuju ruang simulasi duel bersama Kaiba, Mokuba hanya berdiri sedikit jauh karena Kaiba menyuruhnya demikian, kakaknya seperti sedang berbicara sesuatu pada keempat peneliti dengan serius. Mokuba meloncat kaget akibat teriakan kakaknya.
Apa ada yang salah? Tidak ada yang bisa menasihatinya juga, batin Mokuba sembari menerka-nerka apa yang sedang mereka bicarakan.
"Mokuba ayo."
"Baik kak!"
Mokuba lanjut kembali mengikuti kakaknya sampai ke lift menuju ruang angkasa. Bangunan ruang angkasa tempat khusus untuk melakukan penelitian Kaiba terhadap mencari keberadaan Atem dan Duel Links.
"Kak."
"Apa Mokuba?"
"Tidak jadi."
"Tenang saja Mokuba, aku tidak akan pergi lama, aku akan kembali ke tempat ini." Kaiba berkata seperti itu demi meredakan kegelisahan dalam diri Mokuba. Kaiba sangat mengerti adiknya khawatir akan dirinya, karena belum ada yang bisa melakukan hal ini kecuali dirinya.
Mengancam nyawa atau tidak Kaiba tak peduli akan hal itu.
Dua bersaudara ini melangkah keluar dari lift secara bersamaan, namun kedua berpisah ketika ada dua pintu di bagian kiri menyambut mereka diujung lorong. Mokuba memasuki pintu pertama dan Kaiba nomor dua. Mokuba menjadi pengendali sementara Kaiba memasuki sebuah ruangan yang ada sebuah kapsul yang akan mengirimnya ke dunia baru.
"Kak, all green. Kakak tinggal masuk dan perpindahan akan bisa dimulai."
"Baik Mokuba."
"Kak, kakak beneran akan melakukan ini?"
"Tentu saja Mokuba, ini semua bisa menjadi hal baru dan duel dimensi akan terbuka lebar. Kita bisa berduel dengan siapapun, dimanapun tak terkekang dengan waktu saat ini saja."
"Kakak hati-hati ya."
"Ya."
Meski enggan namun Mokuba diharuskan untuk mengaktifkan mesin ini, semuanya untuk kakaknya.
Kedua mata Kaiba tertutup perlahan, sebentar lagi dia akan bertemu dengannya lagi, untuk ketiga kalinya. Ketika kelopak matanya terbuka, Kaiba sudah berada di tempat yang lain, di depan sebuah istana megah yang tersusun dengan banyak batu berukuran raksasa, bergambarkan dewa mesir.
Tanpa ada rasa ragu Kaiba melangkah masuk ke dalam sana. Kehadirannya bak sudah ditunggu, raja yang duduk disinggahsananya berdiri, lalu tersenyum, menyapa Kaiba dengan hangat.
"Atem, kita selesaikan semua disini!"
Disinilah duel pertamanya mulai dan disini pulalah semuanya selesai. Semuanya akan kembali ke titik yang sama.
"Kaiba, aku akan mengalahkanmu."
Memori-memori lamanya terangkat kembali dari awal sampai saat ini, sampai akhirnya kedua kakinya menginjak di awal yang menjadi akhir dari semua ini.
"Diaha!"
Kata itu bergema, tanda pernyataan perang satu sama lain, giliran pertama diawali oleh Kaiba, dengan kartu yang ada ditangannya dia bisa langsung memunculkan Blue-Eyes White Dragon diikuti dengan giliran Atem memanggil sang penyihur penakluk kegelapan.
Duel yang sama dengan batu prasasti itu kembali terulang. Tak peduli sudah ribuan tahun terlewati, duel yang sudah ditakdirkan ini tak bisa dihindari.
"Jenazah terbaring, jasad menjadi pasir dan debu ... Emas dan pedang pun membungkus tubuhnya dengan penutup waktu. Tidak tertulis nama raja pada jasad."
"Waktu adalah medan perang roh. Aku meneriakkan syair pertempuran juga persahabatan."
"Bimbinglah aku menuju tempat yang jauh tempat persilangan roh, meski peradaban telah musnah, roh manusia dan kehendaknya tetap abadi."
Di tengah duel, waktu Kaiba sudah mulai menipis, tubuhnya terurai menjadi butiran hitam, tetapi Kaiba masih berusaha untuk meneruskan duelnya sampai tubuhnya tak lagi bisa berdiri. Grep, sebuah pelukan erat menyelimuti tubuh Kaiba, pelukan hangat dibalut kerinduan.
"Kaiba, jangan paksakan dirimu lebih dari ini, sudah waktunya kamu kembali ke duniamu, dunia kita berdua sudah berbeda. Ini yang harus menjadi yang terakhir."
Pelukan terlepas, sang raja menatap wajah Kaiba dengan lembut, senyum tipis.
"Seto, kita bertemu lagi nanti, untuk saat ini kamu harus kembali, aku akan menunggumu," ucapnya lembut sembari menempelkan dahinya pada dahi Kaiba.
Tangan sang raja terangkat perlahan, jempolnnya mengusap air mata yang keluar dari manik kebiruan indah milik rivalnya.
Ini pertama kalinya dia nelihat Kaiba yang begitu kuat menangis, di hadapannya.
"Sudah jangan menangis, Seto. Aku akan terus bersamamu meski ragaku tak lagi ada maupun jiwaku disini."
Tangan kiri Kaiba mencengkram jubah sang raja dengan kuat, menandakan keinginannya untuk tidak berpisah lagi, namun kenyataan tak begitu. Sosok Kaiba hilang di hadapan sang raja.
Kaiba terbangun dari tidur panjangnya, pemandangan putih menyambut kedatangannya kembali. Mokuba tertidur ditepi kasur. Dia sudah membuat adiknya menunggu. Ketika suara pintu terbuka bergema, fokusnya langsung tertuju kesana, berharap dialah yang datang.
"Atem."
Kaiba memanggil nama itu tanpa sadar, tetapi kenyataan memberikan jawaban yang lain, yang datang mengunjunginya adalah seorang anak laki-laki seumuran dengannya, berwajah manis juga murah senyum, mirip dengan Atem namun laki-laki itu bukanlah sang raja. Tangan digenggam erat olehnya.
"Syukurlah, Kaiba-kun sudah bangun. Mokuba-kun sangat mengkhawatirkanmu."
Dia berkata demikian meskipun sebenarnya dialah yang paling khawatir, dia tkut Kaiba tidak kembali dengan selamat, selama Kaiba tak sadarkan diri dia sering mengunjungi Kaiba tanpa bosan dan berdoa tanpa henti untuk keselamatan Kaiba.
Manik biru itu melebar, mungkin inilah kepingan terakhir yang selalu dia cari selama ini, tiba-tiba saja Kaiba bangun, dan menarik Yugi ke dalam dekapannya. Yugi tersentak kaget tiba-tiba dipeluk Kaiba, namun perlahan senyum muncul di wajah Yugi, senyum lega, lalu Yugi memeluk balik Kaiba dengan erat.
"Aku akan selalu bersamamu, Kaiba-kun," katanya dengan lembut sebari mengelus kepala Kaiba.
Kepingan terakhir sebagai bukti bahwa sang raja selaku bersamanya. Sang raja sejak dahulu sudah bersamanya, sang raja yang hidup di era yang sama dengannya sekarang. Mutou Yugi adalah kepingan yang hilang itu.
"Yugi ..."
"Kaiba-kun, aku sudah membuatkan sarapan untukmu."
