Kakashi berjalan perlahan di antara rumah-rumah yang tengah dibangun. Invasi Pain benar-benar memiliki dampak yang mengerikan. Meski Nagato telah mengembalikan jiwa-jiwa yang menjadi korban invasinya, tetap saja trauma yang diberikan Pain begitu besar. Terlebih bagi orang-orang yang belum pernah merasakan bagaimana pahitnya peperangan, terutama anak-anak kecil yang melihat peristiwa mengerikan di hidup mereka untuk pertama kalinya.

Ibu jarinya dengan lihai membalikkan halaman demi halaman buku bersampul kuning karangan sensei dari sensei-nya itu yang bertengger manis di tangan kanannya. Tangan kirinya ia masukkan ke dalam saku celana seragam jounin-nya. Meski netranya sibuk bergulir mengikuti kata demi kata yang tercantum dalam buku, pikirannya telah menyibukkan diri memikirkan kejadian yang tak ia sangka pada akhirnya terjadi di antara murid-muridnya.

Masih segar dalam ingatannya bagaimana Naruto dan Sasuke bersitatap kala Naruto menyelamatkan Sakura dari Sasuke yang berusaha membunuhnya. Kakashi menghela napas. Ia menutup buku favoritnya itu yang sedari apartemennya telah berada dalam genggaman, dan memasukkannya ke dalam kantong ninja di pinggulnya.

Tanpa sadar kakinya telah membawanya ke tepi desa. Dilihatnya Yamato yang tengah membantu pembangunan desa dengan mokuton-nya.

"Senpai!"

"Yo!" Ucap Kakashi membalas sapaan kōhai-nya itu.

"Kakashi-sensei!"

Kali ini suara feminim yang menyerukan namanya. Tanpa perlu membalikkan badan pun ia tahu siapa yang memanggilnya. Seorang kunoichi yang telah menyita pikirannya beberapa waktu terakhir.

"Sakura." Sapa Kakashi.

"Dari mana saja kau, para tetua tengah mencarimu."

"Aa..." Kakashi menggaruk bagian belakang kepalanya meski tak gatal. Ia lupa kalau dirinya saat ini adalah hokage. Meski hanya sementara, selama Tsunade-sama masih tak sadarkan diri. Demi menghadapi krisis yang tengah dialami dunia setelah Madara mengultimatumkan perang pada pertemuan para kage kemarin.

"Gomen, aku tak tau para tetua mencariku."

"Sekarang kau sudah tau, kan. Lebih baik kau pergi menemui mereka sebelum mereka mengamuk, Sensei."

Kakashi mengangguk. Ia telah membalikkan badan dan hendak melangkah sebelum ia sadar. Ia tak tahu di mana Koharu-sama dan Hotaru-sama berada. Kembali ia membalikkan badan menghadap Sakura.

"Etto, Sakura, di mana mereka?"

Sakura berdecak. "Kau ini sedang memikirkan apa sih, Sensei? Tak biasanya bertindak gegabah."

Aku sedang memikirkanmu, batin Kakashi, dan Naruto juga Sasuke.

"Tidak ada. Hanya berpikir seri Icha icha ke berapa yang harus kubaca nanti." Ujar Kakashi.

"Kau dan buku hentai-mu itu memang sudah seharusnya aku bakar dari dulu." Kata Sakura dengan nada kesal terdengar jelas. "Kita pergi bersama saja, kebetulan aku harus mengecek kondisi Tsunade-sama."

Sakura berbalik dan melangkah ke arah ia datang. Di belakangnya, Kakashi mengikuti langkah kaki Sakura tanpa kata. Keheningan yang melanda tak membuat keduanya merasa canggung. Meski mereka telah berpisah hampir tiga tahun lamanya. Kakashi dengan kesibukannya mengerjakan misi yang kebanyakan rank S. Dan Sakura dengan latihannya bersama Godaime Hokage. Latihan keras yang membuahkan segel byakugou di dahinya.

Kakashi tengah mempertimbangkan lebih baik memulai percakapan tentang kejadian tempo hari atau tidak, saat Sakura telah terlebih dahulu memanggilnya.

"Sensei."

"Hn." Kakashi berdeham, mengisyaratkan bahwa ia mendengar.

Namun, Sakura tak mengatakan apa-apa. Ia hanya berjalan lurus menuju posko sementara tempat Godaime Hokage berbaring tak berdaya.

Merasa tak mendapat tanggapan, Kakashi mempercepat langkahnya untuk memposisikan diri di samping Sakura. Kala langkah mereka telah sejajar, Kakashi dapat melihat ekspresi datar Sakura. Tidak. Itu bukan sekadar ekspresi datar, sebab raut wajah Sakura dengan jelas memperlihatkan bahwa ia sedang memikirkan banyak hal dalam kepala mungilnya. Kakashi membiarkan mereka berdua berjalan dalam keheningan lagi.

"Kau tau, Sakura." Ujar Kakashi pada akhirnya, tepat sebelum mereka sampai di posko. "Kau selalu bisa datang kepadaku. Bercerita atau membicarakan berbagai hal denganku. Atau mungkin berkeluh kesah saat kau punya banyak hal dalam kepalamu. Walaupun aku tak yakin aku mampu memberikan saran yang tepat, setidaknya aku mampu mendengarkan segala keluh kesahmu dan meredakan beban di pundakmu, meski hanya sementara. Aku selalu menerimamu dengan tangan terbuka."

Sakura menghentikan langkahnya tepat setelah Kakashi selesai mengucapkan kalimatnya. Dia menelan ludah saat Kakashi turut menghentikan langkahnya dan berbalik menatap dirinya.

Apakah sejelas itu? Batin Sakura.

Mata mereka saling mengunci.

Di detik itu Sakura tersadar.

Segala kegundahan yang ia rasa kala logika dan perasaannya saling menyerang. Keresahan yang melanda dirinya yang tak dapat memutuskan apa yang harus dia lakukan terhadap perasaan sukanya kepada pria Uchiha yang kini menjadi ninja buron seluruh dunia itu.

Dia sadar.

Di saat ia melangkah terlalu jauh mengejar pria dingin berambut raven yang tergila-gila dengan kekuatan demi membalas dendam, seseorang selalu berhasil menjadi alasannya kembali pulang ke tempatnya. Di saat hari-harinya tak berjalan lancar, seseorang selalu menghiburnya dengan kalimat-kalimat menenangkan dan beberapa dango dan ocha meski orang itu tak menyukai makanan manis. Di saat latihannya dengan Godaime Hokage tak berjalan mulus, seseorang selalu bersedia menemani latihan-latihan ekstranya tak peduli orang itu baru saja pulang dari misi rank S sekalipun.

Ya. Di masa-masa pelatihan Naruto untuk menghadapi Akatsuki, serta Sasuke yang menyerahkan dirinya ke Orochimaru, membuat Tim 7 hanya menyisakan Sakura seorang diri di desa, dan Kakashi yang lebih sering pergi misi. Namun, sesibuk apapun Sakura dengan latihannya, pun Kakashi dengan misinya. Mereka selalu memiliki cara untuk saling menghibur satu sama lain.

Kini Sakura telah mengetahui bagaimana cara menyudahi segala kegundahan dan keresahan hatinya. Ia telah memutuskan untuk membunuh perasaan sukanya kepada satu-satunya Uchiha muda yang tersisa itu, yang telah terpupuk selama bertahun-tahun lamanya. Sebagaimana Sasuke tanpa ragu berusaha membunuhnya kemarin.

Sakura membuka bibirnya untuk membalas perkataan Kakashi saat sebuah teriakan terdengar.

"Tsunade-sama!"