Tidak seperti Umi yang tidak dapat mengejar pengendara robot bernama Eagle Vision itu, tidak ada dinding cahaya atau apapun yang menghalangi dirinya dan penunggang kuda sihir itu selain jarak. Tidak mau menyerah, ia berlari sekuat tenaga mengejar pria itu... Meskipun pria itu tak meninggalkan jejak, Hikaru merasa tahu harus pergi ke mana.

"Hikaru!" Umi dan Fuu memanggil-manggilnya.

"Tunggu! Aku akan menemukannya!"

"Dia orang asing! Apa yang ingin kau lakukan?"

Paling tidak... "Berterima kasih!" jawab Hikaru sambil melambai. Sial, ia menoleh ke belakang, tak melihat apa yang merintanginya di depannya.

"Awas!"

Terlambat. Tak sempat mengerem...

"PUU!" Mokona nyaris terinjak olehnya. Hikaru yang kehilangan kontrol akan tubuhnya pun jatuh terjerembab mencium lantai. "Puu! Puu!" Mokona terdengar cemas.

"Hikaru, kau tak apa-apa?" tanya Fuu cepat-cepat.

"Aku baik-baik saja..." Hikaru menahan nyerinya. Ia mengelus-elus lututnya.

"Benarkah?" Fuu tak percaya. Ia memeriksa di sana dan di sini.

"Benar, tidak apa-apa." Hikaru berseru senang melihat Mokona melompat dalam pangkuannya. "Mokona!" Hikaru langsung menyambar makhluk seperti kelinci itu dan memeluk-meluknya. Ia menggosok-gosok bulu Mokona yang halus Mokona memekik kesenangan.

"Kalian tetap akrab..."

"Mokona, maafkan aku hampir membunuhmu!"

"Kau mencelakakan dirimu sendiri, Hikaru," Umi memperbaiki ucapan Hikaru. Ia menggeleng-geleng, "Ya Tuhan, kau tetap ceroboh..." Umi menarik Hikaru berdiri.

Mokona melompat-lompat bersemangat ke suatu arah.

"Ia ingin kita mengikutinya!"

"Kau juga tetap hebat memahami bahasa Mokona, Hikaru!"

"Ayo, kalian!"

Mokona berhenti dan melompat-lompat di tempat di depan sebuah pintu yang tertutup. Pintu itu besar dan indah, sama seperti pintu menuju Aula Besar tempatnya bertemu Clef.

"Kau ingin aku membukanya?" tanya Hikaru. "Baiklah... ada apa di dalam-" Hikaru terkejut setengah mati ketika seorang wanita yang muncul dari balik pintu tiba-tiba memeluknya.

"Lama tidak bertemu denganmu! Aku merindukanmu, sayangku!"

"Caldina?!" Umi dan Fuu berseru bersamaan.

"Lepaskan aku, aku tak bisa bernapas!" Hikaru meronta-ronta minta dilepaskan.

"Oh, oh! Aku lupa!" Caldina tertawa dengan aksennya yang khas. "Apa kabar kalian?"

"Kau tampak baik-baik saja, Caldina," kata Hikaru terengah-engah.

"Tentu saja..."

Dari dalam ruangan kemudian keluar seorang pria...

"LaFarga!" Umi dan Fuu kembali berseru berbarengan. "Kau juga tinggal di kastil?" tanya Umi. LaFarga hanya tersenyum...

Caldina tertawa. "Hahaha... ia harus tinggal di kastil. Kami sudah menikah!"

"Wah!" seru Hikaru, Umi dan Fuu bersamaan. Hikaru kini ganti memeluknya untuk menyelamatinya. "Akan ada bayi!" Ia begitu senang.

Caldina bersemu merah, sama seperti LaFarga. Ia tertawa lagi. "Itu masih lama!" Caldina menepuk-nepuk bahu Hikaru, salah tingkah. Ia berusaha mengalihkan topik pembicaraan. Ia tampak mencari-cari... "Ia tidak bersamamu?" tanyanya pada LaFarga. "Ia seharusnya ada di sini!"

"Siapa, Cal?" tanya Fuu ikut mencari-cari.

Caldina tiba-tiba menegakkan badannya. Tangannya di pinggang dan wajahnya digembungkannya karena kesal. "Hei, jangan bersembunyi saja. Kemarilah, kau pemalu..." Orang yang dicari Caldina bersembunyi di balik salah satu pilar ruangan itu. "Kau..." Caldina akhirnya mendekatinya dan menyeretnya... "Mengapa kau sembunyi?" Orang itu begitu keras kepala. "Jangan malu-malu. Kau akhirnya dapat bertemu mereka lagi!"

"Siapa?" Umi ingin tahu. Orang itu akhirnya menampakkan dirinya; seorang pemuda jangkung dengan poni menutupi matanya. Ia menunduk dalam-dalam. "Penampilanmu seperti Ascot..." Umi mendekatinya dan melihat baik-baik. "Apakah kau seorang pengendali monster juga?"

Umi tak mengerti dan Caldina seketika terbahak. "Pemuda ini Ascot!"

Umi sangat terkejut. "APA?! TIDAK MUNGKIN! Terakhir kali aku melihatnya, ia sependek ini!" Ascot dahulu mengambil wujud anak-anak... "Tidak mungkin tumbuh menjadi setinggi ini!" Untuk dapat melihat Ascot, kini Umi perlu bersusah-payah menengadah. "Tidak mungkin..." Bukan, ini sangat mungkin, pikirnya. Ini Cephiro! Ia ingin pingsan saja.

"Ascot memutuskan untuk bertambah tinggi untuk membuatmu terkesan-"

Ascot cepat membungkam Caldina. Wajahnya seketika merah padam.

"Apa?" Umi ingin tahu lebih banyak.

Caldina berhasil melepaskan diri dari Ascot. "Kau membuatku tak bisa bernapas!"

"M-maaf..."

"Ya Tuhan, kau benar-benar Ascot!" Umi terbelalak. "Kau benar-benar berkembang, Ascot! Sesungguhnya, aku senang melihat kau baik-baik saja."

Merah di wajah Ascot semakin parah saja... Memandang wajah Umi, ia seperti terbius.

"Aku pun senang melihat kalian lagi!" kata Hikaru.

"Meskipun demikian, kami harus meminta maaf," kata Caldina. "Kami pernah menjadi orang yang melakukan hal-hal buruk pada Cephiro, juga pada kalian."

"Aku bersumpah tidak akan mengangkat senjata melawan orang-orang yang melindungi Cephiro..." LaFarga.

Ascot pun menyambung, "Kalian mengajarkanku bagaimana aku seharusnya menjaga teman-temanku. Sekalipun mereka monster, sekarang mereka semua diterima hidup di kastil. Terima kasih..."

"Kau bisa mengajak kami untuk melihatnya?" Umi meminta pada Ascot. Ascot mengangguk senang.

Di tengah kondisi yang sulit ini, ternyata masih ada hal baik yang terjadi. Semua orang tampak telah berkumpul di kastil dan sama-sama bertekad untuk melindungi Cephiro. Ini berarti, Cephiro masih punya lebih banyak kekuatan untuk bertahan. Hikaru tiba-tiba teringat sesuatu akan urusannya sebelum ini yang belum selesai.

"Umm... Aku ingin menanyakan sesuatu. Ketika tadi kami memeriksa situasi di luar kastil, kami diserang oleh robot tempur dari Autozam..."

"Kami menyaksikan pertarungan kalian..." kata LaFarga.

"Hei, kalian tidak terluka, bukan?!" tanya Caldina tiba-tiba cemas.

"Kami baik-baik saja..." kata Fuu menenangkan. "Berkat seseorang."

"Siapa?" Caldina ingin tahu.

"Seorang pria," jawab Umi. "Ia menunggangi seekor kuda terbang. Ia mengenakan pakaian tempur hitam dan... semoga aku tidak salah lihat, ia bersama seekor kupu-kupu. Ia menembakkan sesuatu untuk menghentikan pertarungan Hikaru dengan robot Autozam itu."

Wajah LaFarga berubah masam. Caldina dan Ascot pun terdiam. Hikaru memperhatikan itu dan perasaan tidak enak menyelimuti hatinya.

"Kalian tahu siapa dia?" tanya Fuu.

"Tentu saja," jawab LaFarga ketus. "Pengecut itu..."

Tiba-tiba ada sesuatu yang terbang melintas cepat di depan hidung mereka. Semua terkejut. Umi terbelalak mengetahui kupu-kupu itu ada di depan matanya. "Apa katamu? SEEKOR KUPU-KUPU?!" teriak kupu-kupu itu sambil memukul-mukul kepala Umi membuat Umi menjerit-jerit.

"Hentikan!"

"Aku tidak terima! Akan aku balas-" Sebelum sempat ia melakukan sesuatu yang mungkin lebih mengerikan, Mokona menyambarnya... "LEPASKAN AKU, KELINCI!" Kupu-kupu kecil itu meronta-ronta, Mokona menindihinya, melompat-lompat kegirangan.

"Mokona!" Hikaru segera menarik Mokona ke dalam pelukannya. Kupu-kupu itu akhirnya bisa melepaskan diri dan melesat terbang tinggi di atas kepala mereka. Hikaru ternganga... "Kau kupu-kupu itu!"

"Apa yang kau lihat?" tanyanya berani. "Aku bukan kupu-kupu. Aku ini pixie, peri."

"Peri?"

"Kau belum pernah melihat peri? Ck ck ck. Biar kuberi tahu kau." Peri itu terbang rendah tepat di depan mata Hikaru. "Peri itu makhluk istimewa, memiliki gabungan kekuatan antara manusia dan hewan." Ia tertawa, bangga pada dirinya.

Hikaru bisa melihat itu. Peri itu memiliki tubuh manusia, tetapi berukuran dan berpenampilan seperti kupu-kupu. Sayapnya mengepak-ngepak dan setiap gerakan lincahnya menyisakan jejak cahaya.

"Jadi... kau punya nama?"

"Primera."

"Aku Hikaru... Dia Umi," Hikaru memperkenalkan Umi yang masih cemberut, kesal pada kupu-kupu itu. "Dia Fuu." Fuu membungkuk sopan. "Maafkan kami yang belum mengenalmu."

"Baiklah... Bisa dimaklumi."

"Primera, boleh aku tahu, siapakah orang yang bersamamu tadi? Di mana dia sekarang?"

"Orang?"

"Kau bersamanya hadir dalam pertarungan kami melawan robot Autozam di langit Cephiro, bukan?"

"Maksudmu Tuan Lantis?"

Lantis? Hikaru akhirnya mengerti. Itu juga nama yang sama seperti yang digumamkan Eagle Vision. "Bisakah kami bertemu dengannya?"

"Kau tidak bisa menemuinya." Primera melengos dan pergi dari mereka. "Ia milikku."

Primera terbang menjauhi mereka. Hikaru melihatnya, ia kecewa. Umi dan Fuu berdiri mengapitnya. "Ia peri yang tidak menyenangkan..." kata Umi.

"Ya..."

Hikaru tetap merasa tidak tenang. Ia tidak menyangka bahwa tidak semua orang mau bersahabat dengan mereka. Atmosfer di sekeliling mereka berubah muram. Siapapun dia, pemuda bernama Lantis itu sepertinya tidak disenangi di sini.

Awalnya samar, tetapi mereka kemudian dapat mendengar suara langkah yang berat di lantai dan berirama. Peri Primera terdengar berbicara cepat pada seseorang. Keduanya mendekati mereka. Hikaru, Umi dan Fuu terkesiap.

"Tuan Lantis!" panggil Primera dengan suara manja. "Ayo kita segera pergi... "

Pemuda Lantis muncul di hadapan mereka. Ia sangat jangkung dengan rambut pendek berwarna hitam. Matanya pun berwarna kelam, begitu dingin dan menyorotkan tatapan bermusuhan. Tidak ada senyum... atau kegembiraan, di wajahnya, seakan-akan senyum adalah hal yang paling sulit dilakukannya.

"... Jangan lihat mereka. Kita lewati saja..." kata Primera sambil mengangkat hidungnya.

Perasaan tidak enak dalam hati Hikaru semakin nyata. Ia tidak tahu apakah ia harus menyapanya atau apa. Hikaru sempat yakin bahwa orang ini bukan musuh, tetapi sebagai teman ia bersikap tidak menyenangkan. Apakah hanya karena mereka baru pertama kali bertemu dan belum saling mengenal? Ataukah ini karena mereka salah, memulai perkenalan mereka dengan prasangka yang tidak baik... mendengarkan perkataan LaFarga, "Pengecut itu..."

Hikaru terpaku di tempatnya, hanya dapat memandang wajahnya, tepat pada kedua matanya yang kelam yang balas memandangnya, lalu pada sosoknya yang berlalu ke arah pintu keluar kastil. Mengapa orang ini terlihat sangat familiar? Dan matanya... ada sesuatu di sana, yaitu rahasia atas pertanyaan mengapa ada kesedihan dan kemarahan mendalam di sana.

Hikaru ingat apa yang harus dikatakannya. "Terima kasih..." Lantis menghentikan langkahnya dan menoleh pada Hikaru. "Kau telah menyelamatkan kami. Terima kasih!"

Hikaru menunggu apa yang akan dikatakannya. Hikaru merasakan kegelisahan kedua temannya yang berdiri dekat di belakangnya.

"Jadi... kalianlah Magic Knights itu," kata Lantis lirih. Desahan keluar dari mulutnya, seolah akhirnya ia puas akan pengetahuan mengetahui siapakah Magic Knights. Lantis kembali berlalu. Ia menangkap makna tatapan mata LaFarga. "Aku tahu bahwa..." katanya pada LaFarga, "aku sama sekali tidak diterima di sini." Ia pun melewati LaFarga dan pergi. Primera menyusulnya, tak lupa mencibir pada mereka.

"Peri yang betul-betul tidak menyenangkan..." Umi balas mencibirnya.

"Pria yang sangat dingin..." Fuu menyampaikan kesannya.

"Ia..." kata Hikaru tak yakin. "Aku seperti pernah melihatnya..."

"Tentu saja ia tampak tidak asing," jawab LaFarga benar-benar jujur menunjukkan ketidaksukaannya pada Lantis. "Lantis adalah adik Zagato."