"Sistem Pillar adalah suatu kesalahan! ... Tak boleh lagi ada Pillar di Cephiro..."
...
Lantis mendengar itu begitu jelas di telinganya. "Kita memahami hal yang sama... Tapi, kita berjuang dengan cara yang berbeda. Eagle bukan orang yang dapat luluh dengan kata-kata, kau tahu?" Ia bangkit dengan Hikaru masih dalam pelukannya. Tubuh gadis itu begitu lemah danringkih, tetapi beban yang harus ditanggungnya begitu besar. Sedikit banyak ia merasa kasihan.
"Terima kasih..." Lantis mendengarnya bersusah-payah mengatakannya. Matanya masih terpejam rapat. Di wajahnya terlihat bahwa ia sedang begitu kesakitan. Meskipun demikian, mulutnya terkatup rapat dari menyuarakan rintihan.
"Kau terluka cukup parah. Aku akan membawamu ke kastil... Bertahanlah." Tak ada jawaban, tetapi Hikaru mengangguk lemah. Hikaru mencengkeram bagian depan jubah Lantis kuat-kuat. Lantis menjadi tempat bergantungnya satu-satunya. "Kau akan baik-baik saja." Hikaru mengangguk lagi, sementara air mata berlinang di wajahnya. Lantis melihat itu.
Lantis menghela kudanya. Ia memandang sekilas Cephiro yang hancur di sana sini setelah pertempuran usai. Ia kembali pada Hikaru... "Bagaimana bisa kalian menyusun rencana yang sedemikian gila?" Angin dingin menerpa mereka...
Hikaru tersenyum sedikit. "Itu seperti pujian..."
Itu bukan pujian. "Mengapa kau bertindak sejauh itu? Mengapa berjuang untuk Cephiro? Negara ini bukan negaramu. Dunia ini bukan duniamu..." kata Lantis getir. "Kau bahkan pantas membenci negeri ini..."
"Itukah... yang diperbuat Cephiro terhadapmu... sehingga kau berkata seperti itu?" Lantis terperanjat. "Inilah yang juga diperbuat Cephiro terhadap banyak orang, termasuk kami... Tak ada yang memaksa kami. Kami bertarung karena diri kami sendiri menginginkannya... agar kami tak lagi perlu menghapus air mata sesal..." Lantis memandang Hikaru, mendengarkan suaranya yang melemah. "Tidakkah itu pula alasanmu... kembali?"
Lantis... matanya menjadi basah. Mengapa kata-katanya begitu benar secara menyakitkan? Ia tak pernah menunjukkannya, tetapi air mata sesal membanjiri hati dan jiwanya sejak begitu lama... Lantis memalingkan mukanya ketika mengetahui Hikaru membuka matanya. Hikaru melihatnya, air matanya yang mengalir pelan, menetes lewat dagunya... Keduanya diliputi keheningan.
"Bolehkah aku bertanya?" Lantis tak kunjung berkata-kata. Mereka telah sampai di gerbang kastil. Orang-orang yang cemas tengah menanti mereka... "Siapakah Eagle Vision bagimu?"
Lantis tak tahu harus menjawab apa. Eagle Vision telah menjadi musuh baginya... Eagle Vision adalah musuhnya. Lantis tidak menjawab apa-apa...
Hikaru menghela napas. "Baiklah. Aku bisa... mengerti..."
Umi menyentuh dahi Hikaru... "Ia gemetaran," katanya cemas. Umi lalu meraih tangannya. "Begitu dingin..."
"Ia akan baik-baik saja. Luka-lukanya telah kusembuhkan," kata Fuu. Fuu menoleh pada Presea dan Caldina. "Ia perlu beristirahat. Jika kalian tidak keberatan, kalian bisa meninggalkannya. Aku dan Umi cukup untuk menjaganya..."
"Gadis kecilku..." Presea menunduk dan memeluk tubuh Hikaru. "Mengapa kau begitu keras kepala? Kalian tidak bisa bertindak ceroboh seperti itu lagi... Bagaimana jika kalian juga terluka?"
"Kami berdua tidak terluka, Presea..." kata Umi.
Caldina menyentuh Presea. "Jangan bicara seperti itu. Mereka benar-benar baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Mari kita keluar. Kita perlu bersiap-siap menghadapi apa yang mungkin akan terjadi. Autozam tepat ada di hadapan kita sekarang..."
"Itu benar dan syukurlah, Fahren dan Chizeta telah menjadi sekutu bagi kita..." kata Fuu. "Berita baik. Mereka memutuskan untuk melindungi Cephiro kali ini."
"Ah... aku harus menyapa mereka," kata Caldina gembira. "Senang mengetahuinya."
"Benar. Itu berita baik... Kabari kami jika ia sudah sadar."
Umi dan Fuu mengangguk berbarengan.
Waktu terasa berlalu begitu lambat... "Tidurlah Fuu... Kita bergantian." Fuu menggeleng. Ia terus mengawasi Hikaru dengan bagitu serius.
"Ia sedikit mengerikan, bukan?"
"Hikaru?"
"Seakan tidak takut pada apapun."
"Itu selalu menjadi kelebihannya. Keberaniannya, kecerobohannya, keteguhannya, kepolosannya... Cara berpikirannya sederhana. Ia mampu melakukan apa yang tidak bisa aku lakukan. Ketika melihatnya menghentikan jalan yang dibuat Autozam... Seakan duniaku berhenti."
"Ya, kematian sempat terasa begitu dekat... Mungkin selanjutnya, keberuntungan tidak lagi berpihak pada kita. Sesungguhnya, aku tidak tahu bagaimana cara menghadapinya jika kematian mendekatiku... Jika saat seperti itu datang lagi, mungkin aku tetap tidak akan tahu bagaimana menghadapinya..."
...
"Kita benar-benar bisa melakukan sesuatu untuk menemukan Sang Pillar sekaligus menghentikan perang. Kita buat mereka mengerti dan membiarkan mereka memilih..."
Clef memejamkan mata. Ia bisa memahami sesuatu mulai di sini. "Jika kita berhasil menemukan para kandidat, kita perlu menyampaikan apa yang senyatanya terjadi, semua kebenaran yang menyedihkan tentang sistem Pillar."
"Clef..." Presea menyadari sikap ekstrem Clef melunak.
Clef melanjutkan, "Kita semua mencintai Cephiro dan karena itulah kita ingin melindungi Cephiro. Tapi, aku sendiri tidak ingin lagi melihat hati orang-orang terluka lantaran sistem Pillar... Betapa pun sistem ini adalah yang selama ini melindungi kita, kita perlu melepaskan diri dari jeratannya dan memulai hidup dengan mengandalkan diri kita sendiri, semangat dan kekuatan kita..."
"Aku bersamamu, Guru Clef." Ferio menegaskan sikapnya. "Kita harus menjadikan kakakku yang terakhir. Jika kita berhasil menemukan sang kandidat, kita harus membuatnya paham kemungkinan tragis menjadi seorang Pillar. Meskipun karena pengetahuan itu sang kandidat berhak menolak menempati posisi Pillar..." Ferio memandang semua orang, "...kita akan menerima keputusannya. Cephiro akan memulai hari baru tanpa sistem Pillar."
"Fahren dan Chizeta memutuskan sesuai apa yang kita harapkan, tetapi tidak dengan Autozam..." Umi menggeleng sedih.
"Eagle Vision sangat menginginkan posisi itu... demi menyelamatkan negaranya yang berada di ambang kehancuran. Kita tak bisa menyalahkan ia yang mencintai negerinya, tetapi kita perlu membuatnya mengerti bahwa sistem Pillar bukan jalan yang terbaik."
"Aku membayangkan jika suatu hari nanti semua negara dapat bekerja sama dalam menyelesaikan masalah-masalah mereka..." Umi merebahkan dirinya di samping Hikaru. Ia tersenyum, "Seperti yang terjadi di dunia kita..."
"Ya... Semua negara bersatu dan membicarakan banyak hal bersama-sama. Bukankah itu mungkin diterapkan di sini?" Fuu ikut merebahkan dirinya. Ia menguap. "Kupikir, aku tahu mengapa kita dipanggil..."
"Apa?"
"Untuk memberikan perubahan, untuk memperbaiki... Tidakkah seperti itu?"
"Sepertinya kau benar. Di sekolah, dalam kehidupan kita, kita belajar banyak hal tentang hidup..." Umi terkekeh. "Pertama kalinya aku merasa hidupku bermakna karena aku bisa berguna..." Umi ikut menguap.
"Mari kita tidur."
