Sekuat tenaga Hikaru menyingkirkan reruntuhan yang menimpa dan menimbun tubuhnya. Ia berhasil berdiri, melangkah tertatih-tatih dan memandang sekelilingnya. Ia terkejut menemukan Fuu tergeletak beberapa jauh darinya. Ia berlari dengan rasa takut memenuhi hatinya... Kakinya terasa begitu lemah, hampir-hampir ia tak mampu menjangkau Fuu.

"Fuu!" Ledakan itu mengenai Fuu sedemikian hebatnya. "Fuu!"

Hikaru mengguncang-guncang tubuh Fuu. Fuu tak bergerak. Tampak luka di beberapa tempat. Air matanya mengalir deras. Ia memanggil-manggil... berharap ia punya kekuatan penyembuh seperti yang dimiliki Fuu. Fuu selalu menyelamatkannya... Fuu selalu ada untuk mengobati luka-lukanya. Bagaimana bisa ia tak mampu melakukan apapun ketika Fuu ganti membutuhkannya?

"Hikaru..." bisik Fuu membuat Hikaru terkesiap.

"Kau tak apa-apa?" tanyanya panik.

Tampak cahaya hangat menyelimuti tubuh Fuu. Fuu berjuang memulihkan dirinya sendiri... "Tidak apa-apa... Aku akan baik-baik saja." Ia merasakan Hikaru begitu erat memeluknya. "Hentikan dia... Eagle Vision... Menara... seleksi..."

"Bagaimana dengan kau?"

"Tinggalkan aku. Saat ini aku tak bisa bertarung... Cepat, Hikaru."

Hikaru mengangguk tegas. Ia pun menghapus air matanya dan berlari mengejar Eagle Vision.

Di tempat yang lain, Umi membeku. Ia tahu ia akan mati ketika robot biru itu benar-benar menyudutkannya. Begitu lucu, perkataan Fuu terngiang-ngiang di telinganya. "Sesungguhnya, aku tidak tahu bagaimana cara menghadapinya jika kematian mendekatiku..."... karena ia tahu apa yang harus dilakukannya.

Seperti cerita-cerita dongeng... seorang putri akan selalu punya pangeran yang menyelamatkannya. Ia hanya perlu menutup mata... menunggu semua berlalu, lalu keajaiban terjadi!

"Umi! UMI!"

Suara raksasa nyaris menjebol gendang telinganya. Ia merasa sedang berada di dunia dinosaurus. Ketika ia membuka mata, ada Ascot dan monster-monsternya. Robot biru melayang jatuh, menghantam bumi dan meledak hebat. Ascot menyelamatkannya! Umi tertawa sekeras-kerasnya.

"ASCOT!"

Eagle rubuh di kaki Menara Seleksi. Ia berusaha bangkit. Tak ada lagi penghalang... selain dirinya sendiri dan kelemahannya. "Tidak sekarang, kumohon..." Ia mulai menaiki tangga itu, satu demi satu. "Tempat yang menyusahkan..."

Bukankah seperti ini bagaimana seorang kandidat membuktikan dirinya? Jalan yang dilalui untuk sampai ke puncak seakan-akan menjadi jalan yang bercahaya. Ia akan sampai, sebentar lagi... Eagle mendorong tubuhnya agar terus mendaki. Ia mencengkeram anak tangga kuat-kuat ketika berkali-kali bumi berguncang kuat... Ia bisa menyaksikan reruntuhan di mana-mana dari atas sini.

Kehancuran... Kehancuran yang hanya sementara...

"Eagle Vision!"

Eagle tersentak seperti orang yang dibangunkan paksa dari tidur. Ia hampir mendekati puncak ketika ia mendengar seseorang memanggil namanya. Ia melihat ke bawah dan menemukan gadis berambut merah itu mengejarnya. Ia terbelalak.

Tidak mungkin... Mengapa ia tidak menyerah mencegahku? Gadis itu semakin mendekatinya, Eagle pun mengumpulkan kekuatannya lagi. Ia bertekad tak akan terkejar... Tak akan terkejar... Ia mendaki sekuat tenaga dan sampai pada puncaknya, sebuah ruangan yang begitu luas tak berdinding, tetapi memiliki banyak pilar penopang langit-langit yang begitu indah. Ada sebuah pintu besar di hadapannya...

"Kau tak boleh memasukinya!"

"Aku sang kandidat..." Pintu itu terbuka hanya dengan satu sentuhan jarinya. Udara berhembus dari arah dalam, menerpanya. Terdengar gadis itu semakin dekat... Cahaya yang begitu terang tiba-tiba memancar kuat dari dalam sana. Ia mengangkat kakinya, ia akan memasukinya... Ia masuk ke dalamnya...

"Aku mohon... jangan..."

Suara gadis itu dekat sekali dengan dirinya, seperti bukan kenyataan. Eagle merasa tubuhnya ditubruk dari arah belakang. Ia terdorong dan kehilangan keseimbangan. Seharusnya ia jatuh dan menghantam lantai. Tetapi tidak. Tidak ada rasa sakit... Ia membuka matanya.

Jantungnya berdegup kencang mengetahui dunia di sekelilingnya sekejap berubah. Ruangan yang dimasukinya menjadi sesuatu yang lain, seakan-akan ia telah berpindah dimensi. Semua begitu putih... dan menyilaukan. Ia merasa dapat menjadi buta. Tidak bisa ditolak. Ia terjun ke dalam jurang yang tidak diketahui dasarnya. Tidak jelas lagi di mana atas, di mana bawah. Ia hanya pergi semakin jauh ke tempat yang tak dikenal. Ia berpikir, mungkinkah ini kematian? Tetapi tidak. Ada sensasi-sensasi nyata yang bisa dirasakan dan dipahaminya...

Matanya dapat melihat. Garis-garis berpendar keemasan muncul, menyala dan membentuk pola-pola indah, seperti bunga-bunga yang mekar di tempat di mana seharusnya ada langit, dinding, dan lantai... Seperti menyambut kehadirannya...

Telinganya mendengar suara itu sekali lagi, bukan khayalan. "Aku mohon... jangan masuk..." Semakin bertambah nyata bahwa pemilik suara itu ada. Tubuhnya merasakan keberadaan seseorang selain dirinya, rapat dengan tubuhnya sendiri. Dua tangan melingkari tubuhnya, memeluknya dari belakang, erat, dan tak melepaskannya, seakan hendak melindunginya dari sesuatu...

"Jangan masuk..."

Seandainya ia ingin menarik kembali kata-katanya pun, tak ada yang bisa dilakukan. Ia sudah berada di dalam. Ia sudah masuk sedemikian dalam. Jadi, mengapa gadis itu bisa ada bersamanya? Bagaimana bisa? Pikirannya dihadapkan pada pertarungannya sendiri, antara kemampuan memahaminya, tetapi tak bisa menerima.

Siapa pun yang bukan kandidat tak bisa memasuki tempat ini... Orang biasa akan mati, terlempar ke luar, karena tak mungkin meniti jalan berbahaya ini... Mereka tidak mampu... Hati mereka tidak cukup kuat... Seperti disambar petir. Eagle tahu mengapa!

Keduanya terhempas kuat ke dasar yang akhirnya ditemukan. Tangan itu terlepas dan mereka terlempar jatuh terguling-guling. Terpisah beberapa jauhnya... Keduanya mengumpulkan kekuatan untuk berdiri tegak dan akhirnya saling berhadapan untuk pertama kalinya sebagai manusia, tidak dalam robot ataupun mashin...

"Mengejutkan. Rupanya aku tidak sendirian..." kata Eagle Vision sambil berusaha bangkit, "... yang menginginkan posisi Pillar."

Cahaya itu datang dan pergi dengan cepat... Menara Seleksi begitu terang lalu kembali menjadi gelap... Seperti sinar matahari yang menerobos melalui celah pintu yang terbuka, lalu menghilang setelah pintu itu menutup. Bersamaan dengan itu, guncangan pelan-pelan mereda... dan tak terasa apa-apa lagi. Bumi menjadi diam secara misterius. Pertempuran berhenti dengan sendirinya karena orang-orang yang ingin tahu apa yang sedang terjadi dan menunggu dengan waspada apa yang akan terjadi selanjutnya. Namun, sampai beberapa lama tidak ada yang terjadi.

"Guru Clef..." bisik Ferio tegang. Ia sepenuhnya sadar bahwa ada yang berbeda. "Apa ini? Gempa berhenti..."

Sementara Presea ternganga sambil menunjuk layar, Clef membeku menyaksikan Menara Seleksi di layarnya berpendar-pendar seakan membentuk suatu perisai untuk melindungi tubuhnya. Ia benar-benar mengenal peristiwa semacam ini... Ini yang ketiga dalam hidupnya... setelah Yang Mulia Rubina dan Putri Emeraude... Prosesi seleksi Pillar kembali berlangsung!

"Seleksi Pillar tengah dilakukan..."

"Apa?" Ia tidak bisa percaya. Ia melihat Hikaru mengejar Eagle Vision. "Tidak bisa dicegah?" Suara Ferio terdengar bergetar. "Mengapa? Mengapa dia gagal? Mengapa ia tidak menghentikannya..." Apakah itu pernyataan ataukah pertanyaan? Apa yang sebetulnya diharapkannya? Ia tidak bisa menerima kemungkinan yang terburuk. "Hikaru... Di mana dia?! Guru Clef!"

"D-dia... tidak mungkin... mati..." Air mata Presea mengalir.

Ia juga bertanya mengapa? Siapa kandidat selain Eagle Vision? Clef terbelalak. Hikaru? "Ferio... Presea..." Clef tiba-tiba membalikkan tubuhnya. Wajahnya begitu pucat. "Kalian tetap di sini." Ia pun keluar dari ruangan itu dengan langkah-langkah cepat lalu berteleportasi.

Ia masih sulit menerimanya. Ia dipenuhi pertanyaan-pertanyaan besar. Mengapa Hikaru? Mengapa harus dia? Namun, yang paling membuatnya menyesal: Mengapa ia tak bisa mengenalinya sebagai kandidat? Ia seorang Magic Guru! Apakah ia telah berubah tumpul? Mengapa kembali seperti ini setelah semua yang telah dilakukan untuk menghentikan sistem Pillar? Mengapa kembali tak bisa dihentikan?!

"Fuu!" Umi menemukan Fuu yang terbaring lemah. Ia mendarat dan keluar dari mashin-nya. Ascot melakukan hal yang sama. Umi merengkuh Fuu ke dalam pelukannya.

"Aku baik-baik saja..."

"Aku dan Ascot berhasil mengalahkan robot biru itu..." Umi mencari-cari. "Di mana Hikaru?"

"Ia mengejar Eagle Vision."

"Apa?! Dia pergi seorang diri?" Umi sangat terkejut. "Kau bisa berdiri, Fuu? Kita harus menyusulnya! Kita harus membantunya!"

"Kalian tidak bisa." Umi dan Fuu, serta Ascot mendongak dan menemukan Guru Clef yang muncul di hadapan mereka. Ia rupanya berteleportasi langsung dari ruang pertemuan tampatnya tadi mengawasi keadaan bersama Ferio dan Presea.

Tiba-tiba situasi menjadi riuh. Ada lebih banyak lagi orang yang berlarian menuju mereka.

"Apa yang terjadi?" tanya LaFarga sambil memimpin sepasukan sorcera. "Orang-orang Autozam menyerah." Ia berlari ke arah mereka yang berkumpul. "Pertempuran telah berakhir. Cephiro menang, tetapi apa yang terjadi?"

Caldina bersama orang-orang Chizeta, dan orang-orang Fahren menggabungkan diri. "Cahaya apa itu tadi? Cephiro berhenti berguncang, kalian semua merasakannya?"

"Pertanda baik!" seru seseorang.

"Tidak. Ketenangan ini menakutkan..."

"Tapi Cephiro menang! Orang-orang Autozam menyerah. Kita berhasil menawan komandan mereka."

Sebagian orang saling berpelukan dan menyelamati. Bunker-bunker kemudian dibuka dan rakyat yang selama ini berlindung di dalamnya berhamburan ke luar. Mereka merayakan kebebasan mereka... Orang-orang bersorak, tetapi ekspresi kegembiraan itu sesungguhnya berlawanan dengan apa yang tampak di wajah Guru Clef.

"Guru, katakan sesuatu untuk orang-orang… Mengapa kau diam?" tanya LaFarga. Kebahagiaan di wajahnya menghilang dan Caldina berhenti memeluk-meluknya. Caldina menatap Clef, kebingungan.

Guru Clef menunduk. "Seleksi Pillar sedang berlangsung." Orang-orang pun terdiam. "Siapapun yang berhasil keluar dari menara itu adalah Pillar Cephiro yang baru. Mari kita menunggu."

"Siapa?"

"Eagle Vision dari Autozam atau... Hikaru."

"Jangan bercanda... JANGAN BERCANDA!" Umi terperanjat, sama seperti orang-orang. Umi menolak apa yang dikatakan Clef mentah-mentah. "Ia tidak akan melakukan itu!"

"Umi..." Clef ingin Umi tenang.

"Hikaru mengejar Eagle Vision untuk menghentikannya... Ia tidak mungkin menjalani seleksi! Pasti ada yang salah. Kau salah! Aku akan membawanya kembali!" Umi serta-merta berdiri, menerobos orang-orang... "Ia harus kembali!" Ia memandang Menara Seleksi yang menjulang. Ketakutan merambatinya... "Hikaru..."

Kemungkinan tentang Hikaru yang terbentang di hadapannya hanya dua: menjadi Pillar atau mati di tangan Eagle Vision sebagai kandidat. Sekalipun ia tidak siap dengan apapun yang dapat terjadi, Hikaru tak terjangkau lagi... "Tidak ada yang bisa kau lakukan," kata Clef.

"Aku tidak akan menyerah sebelum berusaha!"

"Umi..." Tertatih-tatih Fuu mengejar. Umi menoleh dan menariknya untuk pergi bersamanya.

"Sebentar lagi aku akan melakukan upacara pengangkatan..." kata Clef sedih sambil memandang ke arah menara. "LaFarga, jagalah orang-orang tetap di sini." Ia pun berteleportasi.

Sesungguhnya, ini hanyalah ketenangan yang sementara sampai Sang Pillar benar-benar terpilih. Semua ini hanyalah tipuan... yang akan membawa badai yang lebih menghancurkan di masa depan. Satu orang memutuskan belum bisa berhenti dan tidak mau menunggu apapun lagi. Ia belum melepaskan harapannya bahwa sistem Pillar masih dapat dihentikan...

Lantis sekuat tenaga menghantam pintu yang memisahkan Cephiro dengan dunia seleksi dengan pedangnya. Pintu logam itu pun berdentang luar biasa keras, menggetarkan udara dan menggoyahkan pilar-pilar. Api terpercik ke mana-mana...

"Keluarkan mereka! Buka! Akan aku bunuh mereka!" raungnya. Yang ada di pikirannya adalah bagaimana menghentikan proses seleksi... Jika Sang Pillar terpilih, tak ada yang bisa dilakukannya lagi! Kilatan-kilatan listrik menyambar-nyambar di sekelilingnya membuat udara menjadi berbahaya. "Keluarkan mereka!"

Pintu itu tak terganggu sedikit pun...

"KELUAR!"

"Magic enhance!"

"Primera!" Lantis sangat terkejut.

"Siap!" Primera bergabung dengannya. Ia tahu, sungguh berbahaya berada di sini. Tetapi, ia mengerti apa yang sedang diperjuangkan Lantis, apa yang berusaha dicapainya. Karena itu ia tak bisa membiarkan Lantis sendirian. Ia akan selalu membantunya... Matanya berkaca-kaca. "Magic enhance!"

Seketika kekuatan Lantis bertambah berlipat ganda. Ia terus menghantamkan pedangnya, berusaha membelah, tetapi pintu besar itu tetap kukuh. Pada pukulan terakhirnya, justru muncul kekuatan misterius yang balas menolak dirinya dari mendekati gerbang itu. Lantis terhempas ke belakang dengan begitu menyakitkan, tetapi ia bangkit dan terus bangkit... untuk kembali melawan.

"SISTEM PILLAR HARUS BERAKHIR! AKU TIDAK AKAN MEMAAFKAN KALIAN! EAGLE VISION-" Lantis tercekat.

Seperti tersambar petir. Ia merasa diledakkan oleh kekalahan yang luar biasa, ketika ia hendak memanggil gadis itu, tak ada yang bisa keluar dari mulutnya. Ia sadar, ia tidak pernah sekalipun tahu namanya. Ia tidak pernah bertanya dan entah mengapa, ia merasa begitu menyesal.

"Apakah kau juga berpikir bahwa Sistem Pillar salah?"

Hati Lantis menjerit. Gadis itu menginginkan hal yang sama dengannya untuk menghentikan sistem Pillar, tetapi ironis justru ia yang tergiring masuk dalam perputaran takdir ini. Ia tak menginginkan posisi Pillar, bagaimana bisa ia masuk? Bagaimana bisa ia adalah kandidat?!

Lantis memandang pintu besi bersepuh emas yang menjulang di hadapannya dan begitu superior. Ia pun sadar betapa kecil dan lemah dirinya. Ia ingat ketika tangannya hampir saja dapat menjangkau gadis itu, tetapi jemarinya hanya dapat menangkap udara kosong... lalu pintu itu menutup rapat, sementara ia jatuh tersungkur. Andai ia mengejarnya lebih cepat, andai ia berusaha lebih keras... Gadis itu akan selamat.

Mengapa aku membiarkannya pergi? Ini kesalahanku. Aku yang membiarkannya... Mengapa aku bisa tak menyadarinya?

"Tuan Lantis!" Primera memanggilnya cemas.

Namun, suara Primera terdengar begitu jauh. Lantis terduduk, menunduk begitu dalam... Terasa aura keputusasaannya. Ia merasa ingin menghilang jauh ke dalam bumi, membawa pergi segala duka karena kegagalan-kegagalannya bersama kehidupannya.

"Itukah... yang diperbuat Cephiro terhadapmu?"

...

"Baiklah. Aku bisa... mengerti..."

Apa yang kau mengerti? Apa yang ada di pikiranmu? Apa yang kau pikirkan tentang aku? Kau tak tahu bahwa aku siap melakukan yang terburuk demi mengakhiri sistem Pillar! Aku siap membunuh, aku pun siap mati...

Lantis meraung. Ia mengumpulkan kekuatannya dan kembali mengangkat pedangnya... Meskipun begitu, hatinya dengan penuh kerendahan memohon belas kasihan. Ia tak mengharapkan apa-apa lagi, tetapi ia begitu ingin agar Tuhan mengabulkan yang satu ini saja:

Jangan dia. Aku mohon, jangan dia! Apapun yang terjadi, aku sudah bertekad untuk membunuh Eagle, tetapi denganmu... tidak.

"CRESTA!"