"KELUAR!" Lantis berteriak seperti gila. Ia terhempas lagi dan bangkit untuk melawan lagi. Pintu itu tetap tak bergerak. Kelelahan, Lantis yang frustasi tak lagi mempedulikan dirinya... Jika ini harus berakhir seperti ini, biarlah seperti ini. Ia tidak akan berhenti. Ia tidak ingin menyesal lagi. Ia takut menyesal lagi...
"Hentikan, Lantis!" Clef menghentikannya dengan suaranya yang tegas memperingatkan. Bersama dengannya muncul Umi dan Fuu yang terbelalak karena terkejut melihat Lantis ada di situ. Lantis balas memandang mereka dengan tatapan mematikan.
"Tidak lagi... Kau tak boleh menghentikanku!"
Fuu bertindak cepat dengan langsung mengikat Lantis dengan kekuatannya. "Maafkan aku... Kau hanya menyakiti dirimu sendiri..." Udara berpusing kuat mengikat Lantis. Lantis yang kehilangan keseimbangan jatuh tersungkur.
"Sial!"
"Jangan!" teriak Primera. Ia hendak menyerang Fuu, tetapi Umi mencegahnya dengan membekukan kedua sayapnya. Peri Primera jatuh pelan ke lantai dan mengaduh. "Lepaskan! Lepaskan Tuan Lantis!"
"Cukup, Lantis! Tak ada yang bisa kau lakukan... Ruang seleksi tak akan terbuka sampai Pillar baru terpilih..."
"Belum selesai. Mereka belum selesai. Aku harus menghentikan mereka!" Lantis meronta-ronta.
"Nak... Tak ada manusia yang bisa mengubah apa yang telah ditakdirkan. Apa yang dikehendaki harus terjadi akan terjadi. Kita tak bisa mencegah mereka... Yang bisa kita lakukan adalah percaya pada siapapun yang terpilih. Ia adalah yang terakhir... Aku bersumpah dengan jiwaku. Ia akan menjadi yang terakhir!"
"Bagaimana mungkin kau bisa sedemikian tenang seakan ini adalah hal yang biasa?" Lantis memalingkan wajahnya dari Clef. Ia ingin menyembunyikan air matanya. "Setelah semua sumpah yang kau ingkari, setelah semua kegagalanmu, aku tak bisa percaya padamu!"
Clef terhenyak. "Lantis..."
Umi dan Fuu memandang kedua orang itu, tak bisa berbuat apa-apa. Mereka tak bisa memikirkan hal lain kecuali Hikaru. Apa yang terjadi padanya? Apapun pilihannya, tak ada yang baik! Pintu itu belum terbuka, proses belum selesai...
"WATER DRAGON!" seru Umi tiba-tiba.
"Umi!" teriak Clef terkejut.
"Lantis benar! Aku pun tak bisa membiarkannya! Aku tak bisa membiarkannya!" Tangis Umi pecah. "Hikaru... Ia sahabat kami! Saudari kami! Kami tak bisa hanya diam!" Pintu itu berderak hebat dihantam naga Umi.
Lantis terkesiap. Fuu pun maju...
"Masih ada kesempatan..." Fuu benar-benar berharap. Angin bertekanan tinggi menghantam pintu itu. Energi yang dihasilkan sepenuhnya menghancurkan pilar-pilar di ruangan itu. Sebagian angkat terangkat oleh angin yang luar biasa itu. Batu-batu berterbangan. Kaca-kaca semakin hancur berkeping-keping...
Clef dan Lantis cepat membentuk mental shield untuk diri mereka. Ruangan itu hancur seperti habis terkena bom. Tidak bisa dipercaya, gerbang menuju dimensi seleksi itu menjadi penyok di beberapa tempat. Fuu berusaha keras menjebolnya.
"Hikaru tahu apa yang dilakukannya! Ia tentu tengah berjuang untuk menghentikan ini di dalam sana! Bagaimana bisa kau menyerah percaya padanya, Guru?" teriak Umi. "HIKARU, KELUAR!" Naga air menghantam pintu itu sekuat tenaga... muncul celah yang kecil. Udara bertekanan tinggi merembes keluar dari arah dalam. Semua orang melindungi diri mereka.
Clef pun menyadarinya... Magic Knights memiliki kekuatan yang luar biasa. Jika mereka dapat membunuh Pillar, mereka juga tentu dapat menghentikan proses seleksi. Tetapi, ruang seleksi ada di dimensi lain. Pintu ini hanyalah pintu yang membatasi mereka dengan sebuah ruang kosong. Tidak akan ada yang berubah tentang hal ini...
Tiba-tiba dari dalam sana lidah api besar menyambar ke luar. Cahaya yang begitu terang muncul dari arah dalam. Pintu membuka dengan sendirinya, semakin lama semakin lebar. Cahaya itu belum berhenti...
"Apa yang terjadi?" teriak Fuu.
"Tidak!" Lantis berteriak keras. Ia tidak bisa menerima ini. Ia membebaskan diri dari ikatannya dan berlari menuju ruangan itu. Ia menyiagakan pedangnya.
Clef terbelalak. Lantis hendak membunuh siapapun Pillar yang terpilih! "Jangan!" Clef mengangkat tongkatnya. Seketika muncul cahaya biru. Mental shield menyelubungi tubuh Lantis, memenjarakannya di dalam sana.
Primera bergetar hebat. "Lepaskan Tuan Lantis, Kakek Tua!" teriaknya.
"Kau diam!" Clef ikut memenjarakan Primera. Primera memukul-mukul dinding transparan itu, berusaha membebaskan dirinya.
Cahaya itu menghilang secepat kehadirannya. Gejolak yang melanda ruangan itu mereda seakan-akan tidak pernah terjadi. Begitu hening, tetapi jantung mereka berdetak kencang. Siapa? Mereka menunggu dan detik-detik berlalu dalam ketegangan. Tidak ada yang keluar...
Clef terengah-engah. Ia bergegas masuk ke dalam. Apa yang akan ditemuinya? Cahaya yang kini ganti menyorot dari luar menyinari sesuatu di dalam sana. Dua sosok terlihat di mana yang satu memeluk yang lain, yang terbaring. Keduanya begitu diam, seperti patung yang dikelilingi kegelapan.
Rambut merah nan panjang itu terurai menutupi wajah pemiliknya yang menunduk dalam. "Maafkan aku... aku gagal..." Hikaru pelan mengangkat wajahnya yang basah karena air mata. "Guru Clef..."
"Hikaru..."
"Maafkan aku... Tapi, aku... berhasil menyelamatkan nyawanya. Eagle Vision..." Hikaru memaksakan dirinya untuk tersenyum.
Clef tersadar dari keterkejutannya. Ia merendahkan tubuhnya, berlutut di hadapannya, "Pillar Cephiro..."
"Apa yang kau katakan, Guru?" tanya Hikaru dengan suara tercekat. "Aku berjanji, tidak akan ada Pillar lagi..." Bersamaan dengan ia berkata itu, tiga sosok lain muncul. Umi, Fuu dan Lantis yang berhasil membebaskan diri. Hikaru memandang Umi dan, terutama, Fuu dengan begitu lega...
"Hikaru..." Umi dan Fuu, entah mengapa, tak berani melangkah mendekat. Keduanya melihat Guru Clef yang berlutut di hadapan Hikaru, lalu Hikaru dan pemuda Eagle Vision yang sama-sama bersimbah darah.
"Fuu..." panggil Hikaru dengan suara bergetar karena menahan tangisnya agar tidak pecah. Hatinya begitu kacau. Ia tak berani memandang satu orang di situ, Lantis. "Tolong periksa Eagle Vision... Apakah ia baik-baik saja?"
Fuu mendekat, melewati Guru Clef, lalu bersimpuh di depan Hikaru, memeriksa Eagle Vision yang terbaring dalam pelukannya. Ia menyentuh nadi dan merasakan napasnya. "Ia tak sadarkan diri... Tetapi, ia hidup."
"Syukurlah..." Hikaru mengusap air matanya. "Aku berhasil mencegahnya... Aku membawanya keluar... Sahabatmu."
Lantis hanya diam memandangnya.
"Maafkan kegagalanku," kata Hikaru sambil bangkit, setelah mempercayakan Eagle Vision kepada Fuu. "Tapi... aku tahu... apa yang ingin aku lakukan."
Terseok-seok Hikaru berjalan dan Umi datang memapahnya. "Kau terluka..." Hikaru tak mendengarkannya dan terus berjalan untuk keluar. "Hikaru…"
"Aku akan membimbingmu untuk bertemu rakyat Cephiro..." kata Clef.
"Baiklah..." Hikaru melewati Lantis yang membeku. "Ada yang harus aku sampaikan kepada mereka." Clef meraih tangan Hikaru yang lain.
Ketiga orang itu berlalu menyisakan Lantis dan Fuu dalam ruangan temaram itu bersama Eagle Vision. Lantis hanya memandang tubuh yang tak bergerak itu. Eagle seperti sedang tertidur. Wajahnya begitu tenang dan menunjukkan kebahagiaan. Pelan Lantis melangkah mendekatinya...
Mau tidak mau ketenangan memenuhi sebagian hatinya. Bukan Eagle, melainkan gadis itu. Hikaru. Itu namanya. Lantis berlutut, lalu meraih tangan Eagle yang bernoda darah dan menggenggamnya kuat-kuat, merasakan kehangatannya. "Eagle, kau hidup..." Ia sangat bersyukur. Ia menarik Eagle dan memeluknya. Fuu memandang mereka berdua dengan terharu.
"Lantis..."
