Title: Happy Christmas
Genre: Romance
Rating: K+
Words: 1k+
Harry bangun dengan terlalu bersemangat hingga hampir terjatuh dari tempat tidurnya. Ia terburu-buru keluar kamar, bahkan melompati dua tangga sekaligus saat turun.
"Morning Harry," sapa seorang pria di depan sebuah pohon natal besar pada Harry yang masih berada di tangga. "Happy Christmas!"
"Happy Christmas, Sirius!" balas Harry dan segera mendekati pohon natal yang di bawahnya telah terkumpul setumpuk kado.
"Kau mendapat banyak kado tahun ini Harry. Sepertinya satu sekolah mengirimkanmu kado," canda Sirius sambil mengambil sebuah kado berbungkus kertas coklat. "Yang satu ini dari Mrs. Weasley, mau membukanya?"
Harry menerima kado yang diberikan Sirius padanya. "Well, aku sudah tahu apa isinya, tapi tetap saja aku senang menerimanya," jawab Harry setelah membuka kado Mrs Weasley dan menemukan jumper berwarna maroon dengan huruf H di tengahnya.
"Ah, Sirius, apakah The Weasleys dan Hermione akan berkunjung malam ini?" tanya Harry saat ia mengambil kado dari kedua sahabat terbaiknya.
Sirius mengangguk. "Ya, mereka akan datang untuk pesta natal nanti malam."
Harry berseru gembira dan kemudian kembali sibuk membuka kado-kado dari teman-temannya. Hanya melihat nama-nama dari pengirimnya, Harry terhenti di sebuah kado tanpa nama pengirim. Didorong rasa penasaran, Harry segera membuka kado tersebut.
Harry berseru kagum saat mendapati sepasang sarung tangan berwarna abu-abu. Harry juga mendapatkan sebuah kartu ucapan yang menurut Harry belum bisa di sebut singkat.
Merry Christmas Harry
Hanya tiga kata itu yang tertulis di kertas persegi itu. Harry bingung pada awalnya, tetapi ia hanya tersenyum. Bagaimana pun juga ia tetap harus berterima kasih pada pengirimnya, 'kan?
Malamnya, sebuah pesta natal sederhana berlangsung meriah. Fred dan George memberikan beberapa lelucon pada Percy hingga membuat pemuda itu memerah karena marah. Hermione yang juga mengajak kedua orang tuanya menceritakan banyak hal tentang museum sihir yang ia kunjungi di Irlandia. Tidak lupa juga dengan santapan lezat dari Mrs. Weasley.
Harry juga tidak akan membiarkan sahabat-sahabatnya itu sekadar berkunjung saja, dia pasti akan memaksa mereka untuk menginap. Harry setidaknya ingin menghabiskan sisa liburan natal bersama Ron dan Hermione.
Ketika pagi datang, Harry berseru girang melihat salju yang turun dari jendela kamarnya. Ia langsung beranjak dari ranjangnya dan membangungkan hampir semua orang di dalam rumah tersebut.
Hermione juga tidak kalah bersemangat, dia sudah lebih dahulu mengambil pakaian hangatnya dan bersiap untuk bermain di luar.
Masalahnya hanya ada pada Ron yang sulit sekali bangun. Sampai-sampai Harry perlu menyeretnya agar turun dari ranjang. Kemudian ketika Ron baru saja keluar dengan wajah yang masih mengantuk, Harry dan Hermione sekali lagi mencoba membangungkannya dengan lemparan-lemparan bola salju.
Perang bola salju dimulai!
Kalau sudah bersenang-senang, sudah pasti kita semua tidak peduli lagi dengan waktu. Satu-satunya yang akan menghentikan kita hanyalah rasa lelah.
Harry, Hermione, dan Ron langsung terbaring di atas tumpukan salju setelah perang salju mereka yang sungguh brutal.
Harry yang masih berbaring sesekali mengeruk salju dan melemparkannya ke sembarang arah. Setelah beberapa tembakan, Harry diam menatap tangannya yang terbungkus sarung tangan abu-abu yang diterimanya kemarin.
"Kau kenapa?" tanya Ron memecah keheningan saat ia menyadari jika Harry hanya diam saja.
"Bukan apa-apa, hanya saja sarung tangan ini benar-benar hangat," jawab Harry sambil mengangkat kedua tangannya sehingga Ron dan Hermione bisa melihatnya.
"Bukankah sarung tangan memang seharusnya hangat? Lagipula sarung tangan itu ssepertinya memiliki kualitas yang bagus."
"Ya, aku tahu itu," balas Harry, "tapi ini sedikit berbeda. Rasa hangat yang ... nyaman."
"Kau pasti mendapatkannya dari seseorang," Hermione memberikan pendapatnya.
Harry mengangguk. "Iya, hadiah natal tapi tidak ada pengirimnya. Dari mana kau tahu jika ini hadiah?"
"Kau sendiri yang bilang, rasanya begitu hangat dan nyaman. Itu bukan hanya karena bahannya, tetapi bisa jadi juga karena pengirimnya ingin memberikan perasaan mereka padamu. Aku juga tahu kau tidak akan buang banyak uang untuk sebuah sarung tangan."
Harry merenung sesaat. "Jadi, menurutmu orang ini benar-benar tulus memberikan sarung tangan ini padaku?" Harry bisa melihat Hermione mengangguk saat ia menoleh. Harry tersenyum, "Siapa pun pengirimnya, aku ingin sekali berterima kasih padanya."
.
Liburan natal mungkin sudah berakhir tetapi di Hogwarts masih terpasang beberapa atribut natal yang menghiasi tiap sudut sekolah.
"Kalian tunggu di sini saja," kata Hermione pada Ron dan Harry yang dari wajahnya sudah terlihat bosan. "Aku hanya akan mengambil beberapa buku lagi."
Harry dan Ron hanya bisa mengangguk. Selalu seperti ini setiap kali mereka pergi ke perpustakaan. Hermione tidak akan puas membawa keluar satu buku saja, dia pasti akan menahan Harry dan Ron agar bisa membantunya membawa buku-buku yang dipinjamnya. Apalagi ini sudah masa-masa ujian, Hermione bisa meminjam sekitar duapuluh buku.
Harry dan Ron hanya duduk diam di kursi mereka sambil mengobrol ringan. Saat tidak ada lagi hal yang bisa mereka bicarakan, perhatian Harry teralihkan pada sebuah buku catatan yang sedari tadi sudah berada di atas meja di sampingnya.
Harry mengambil buku tanpa nama tersebut dan membuka sembarang halaman. Sebuah catatan ramuan—yang cukup rapi—ternyata. Melihat bagaimana orang ini mencatat semua detail yang dijelaskan oleh Profesor Snape, Harry yakin jika dia salah satu siswa yang selalu mendapatkan peringkat atas di sekolah—setelah Hermione, tentunya.
Harry masih terus membolik-balik halaman buku. Harry tahu kalau itu tidak sopan, tapi dia tidak bisa bertahan dengan kebosanannya.
"Ronald, bisa kemari sebentar?"
Suara Hermione yang berasal dari rak belakang membuyarkan lamunan Ron. Ia segera berdiri dan pergi menuju arah suara Hermione. Sedangkan Harry sedikit pun tidak berdiri dari tempat duduknya. Well, ia rasa itu memang tidak perlu, Hermione hanya memanggil Ron saja.
Kembali memperhatikan buku catatan di tangannya, Harry mulai merasa aneh. Bentuk tulisan pada buku ini mulai terlihat familiar. Harry yakin pernah melihatnya di suatu tempat.
Kedua alis Harry terangkat saat ia ingat di mana ia melihat kata-kata dengan bentuk tulisan yang sama.
Harry segera mengambil buku catatannya dan mengambil sebuah kertas persegi yang terselip di dalamnya. Itu adalah kartu ucapan natal yang Harry terima bersama sarung tangan abu-abu sebelumnya. Jangan tanya kenapa Harry menyimpan kartu itu dalam buku catatannya. Harry sendiri tidak tahu kalau dia akan membutuhkannya.
Wajah Harry tampak bersemangat saat membandingkan tulisan di kartu dan tulisan di catatan itu. Tulisan tangannya tidak hanya mirip, tapi persis sama. Jelas pemilik buku catatan inilah yang memberikan Harry sarung tangan.
"Sama saja dengan kado itu, dia juga tidak memberi nama pada catatannya," bisik Harry sambil tersenyum. Entah kenapa dia merasa begitu bersemangat sekarang.
"Ah!" Harry tiba-tiba berseru, wajahnya tersenyum makin lebar. "Mungkin jika aku menunggu sedikit lebih lama, aku bisa bertemu dengannya!"
Harry menunggu di tempatnya dengan gugup. Sesekali mengangkat kepalanya saat seseorang datang dan kecewa jika mereka hanya lalu.
"Harry?"
Lagi-lagi harapan Harry pupus saat melihat Hermione muncul dari belakang rak. "Ayo kita kembali, dan tolong bantu aku membawa buku-buku ini," ucapnya sambil mengangkat setumpuk buku.
Harry mendesah. Dia menatap buku catatan itu dengan lemas. Saat ingin berdiri, Harry teringat sesuatu. Dia merogoh kantong celananya dan mengambil sebuah pensil. Membuka halaman terakhir dan menulis di sana.
"Harry, kau mau menolong atau tidak sih?" Ron yang juga sedang membawa buku-buku pinjaman Hermione muncul dengan raut jengkel. "Terlalu lama di tempat ini bisa-bisa aku pingsan!" keluhnya.
"Iya, iya," sahut Harry malas. Ia segera mengambil beberapa buku yang dibawa Hermione.
"Kau meninggalkan bukumu?" tanya Hermione saat mereka mulai berjalan menuju pintu keluar.
"Itu bukan punyaku," jawab Harry.
"Lalu kenapa kau menulis di sana?"
Harry hanya tersenyum sebagai balasan. Ia menoleh ke belakang, ke arah buku catatan yang ia tinggalkan di atas meja.
"Apa pun itu, aku benar-benar ingin keluar dari sini sekarang," keluh Ron mempercepat langkahnya.
Hermione tertawa gemas melihatnya. "Harry, ayo, jangan sampai ketinggalan," ajak Hermione pada Harry yang terdiam di belakangnya. Pemuda itu masih menoleh ke belakang, tempat mereka tadi berkumpul.
Hermione mungkin tidak memperhatikan saat senyum lebar Harry tiba-tiba menghilang. Raut wajahnya seketika mengatakan jika ia terkejut, tidak percaya. Namun anehnya, kedua pipinya mendadak memerah. Hermione memanggilnya lagi, Harry mengangguk dan segera mengikuti Ron dan Hermione keluar dari perpustakaan.
Di meja yang baru saja ditinggalkan oleh para Golden Trio, beberapa murid Slytherin tiba di sana.
"Ternyata memang ada di sini," ucap seorang pemuda berambut pirang sambil memungut buku yang tergeletak di atas meja.
"Lain kali, perhatikan barang-barangmu agar tidak kelupaan lagi, Draco," omel satu-satunya gadis di sana.
Draco hanya mencibir sebagai balasan dan segera mengajak teman-temannya untuk kembali ke asrama. Tapi Draco malah satu-satunya yang tidak beranjak dari tempanya. Ia mungkin sudah pergi sekarang sebelum ia membuka buku catatannya. Wajahnya terlihat bingung dan terkejut. Namun, hanya butuh satu detik hingga sebuah senyum mengembang di wajahnya.
"Kau kenapa?" tanya Pansy saat melihat senyum itu. Ia makin bingung saat Draco tiba-tiba tertawa geli.
"Beruntung aku meninggalkan buku ini," gumamnya masih tersenyum melihat halaman terakhir di belakang buku catatannya.
Terima kasih untuk sarung tangannya. Aku sangat menyukainya!
Merry Christmas!
.
Hermione terus saja tertawa pada setiap protes yang Ron berikan pada buku-bukunya. Harry yang berjalan di belakang mereka hanya diam. Wajahnya dengan jelas mengatakan jika dia sedang memikirkan sesuatu. Ah, dan jangan lupakan dengan rona merah yang makin menambah gemas di pipinya.
"Harry, katakan sesuatu juga!" seru Ron sambil menoleh ke belakang.
Harry menoleh sekilas dan kembali melamun. Tentu saja hal itu membuat kedua sahabatnya bingung. Keduanya memandang Harry bingung saat pemuda Potter itu tiba-tiba tersenyum ke arah mereka dengan sangat lebar.
"Apa kau kerasukan salah satu hantu Hogwarts?" tanya Ron horor.
Bukannya menjawab, Harry malah menertawakan tebakan sahabatnya itu.
"Serius, kau kenapa sih?" kini giliran Hermione yang bertanya.
Harry menggeleng. "Tidak apa-apa, aku hanya ... merasa bersemangat!" jawabnya dengan senyum yang lebih lebar lagi. "Dan kau benar, Hermione. Dia memberikannya dengan tulus! Kita bisa tahu dari senyumnya saat kita ucapkan terima kasih, 'kan?"
Ron dan Hermione saling bertukar pandang. Tidak yakin harus bereaksi bagaimana. Terlebih lagi, mereka tidak tahu apa yang sedang dibicarakan Harry sekarang.
"Ayo cepat, kenapa kalian lama sekali jalannya?" Harry yang entah sejak kapan sudah berada di depan menegur keduanya.
"Dia makin menyeramkan," bisik Ron pada Hermione.
Hermione hanya mengangkat bahu tidak peduli lagi. "Biarkan saja, selama dia senang."
Happy Christmas — Completed
.
.
A/N
Merry Christmas untuk yang merayakan ^^
