Title: Gossip
Genre: Romance
Rate: T
Words: 3k+
"Oh, lihat siapa yang datang."
Harry langsung menghentikan langkahnya saat mendengar suara yang tidak asing itu. Ia menatap jengkel pemuda Slytherin yang kini tengah duduk di atas sebuah batu sambil menyeringai kearahnya.
"Apa yang kau lakukan di sini? Mengganggu saja."
"Kau yang mengganggu, aku sudah di sini dari tadi."
Harry mencibir kepada Draco. "Kenapa kau masih menyebalkan? Kupikir kau sudah berubah setelah perang berakhir."
"Perang mengubah banyak orang, tapi bukan berarti membuat orang yang menyebalkan menjadi tidak menyebalkan," balas Draco tanpa menoleh.
"Kau mengakui kalau kau menyebalkan?" Harry tersenyum di sudut bibirnya.
Draco kembali menatap Harry, ia mendengus. "Aku tidak akan menyangkal yang satu itu."
Harry berseru terkejut. Draco Malfoy mengakui jika dia menyebalkan, sulit dipercaya. "Kau makin menyebalkan tiap tahunnya."
"Sangat menyenangkan menggodamu," kata Draco yang sepertinya mulai menikmati obrolan mereka. "Apalagi di tahun ketiga. Harry Potter takut pada Dementor," Draco kembali menyeringai.
"Wajar, kan? Membayangkannya saja sudah buat merinding!" Harry membela diri.
Seringai Draco makin lebar. "Lalu, apa kau masih takut sekarang? Ayo kita lihat," dan Draco segera memakai tudung jubahnya. Kembali bertingkah seperti di tahun ketiga, Draco berpura-pura menjadi Dementor.
Harry menatap tajam Draco. "Kenapa kau selalu menjadikan ini candaan? Coba kau yang berhadapan dengan mereka, kau pasti sama takutnya."
"Huu... Harry Potter mengakui jika dia takut Dementor, huhu..." Tidak mempedulikan tatapan tajam Harry, Draco malah makin menggodanya.
Harry ingin sekali mengambil tongkatnya dan mengutuk Draco saat ini. Namun ia lebih memilih untuk menendang tanah sekuat mungkin hingga pasir-pasir yang beterbangan langsung menuju ke arah Draco. Ia menepis tangannya untuk menghalau pasir-pasir yang ditendang Harry. Namun beberapa pasir ternyata masuk ke matanya. Tentu Draco langsung mengusap matanya yang terasa perih.
"Eh?" Harry mendadak khawatir saat Draco terus saja mengusap matanya sambil berteriak kesal padanya.
"Kau tidak apa-apa?" Harry segera maju mendekati Draco dan menahan tangan pemuda itu yang terus mengusap matanya. "Jangan diusap terus, nanti matamu malah makin perih," Harry memaksa Draco untuk menatapnya.
Harry maju sedikit lagi, ia kemudian meniup mata Draco yang kemasukan pasir. "Bagaimana sekarang?" tanyanya.
Draco mengedipkan matanya beberapa kali. "Hm, jauh lebih baik,"
Harry merasa cukup lega. "Sorry, aku hanya sedang kesal."
"Kau yang kesal, aku yang susah."
"Kau yang membuatku kesal."
Tidak membalas lagi, Draco turun dari batu yang ia duduki dan segera pergi. "Terserah, kau mengganggu waktuku, lebih baik aku cari tempat lain." Dengan segera Draco pergi dari danau.
Harry mendengus tercengang. "Seriously, untuk apa aku khawatir."
.
Dengan perasaan dongkol, Harry menaiki tangga sambil menghentakkan kakinya. Raut cemberut tidak bisa hilang dari wajahnya.
"Mate, di sini kau rupanya!"
Harry segera menoleh dan mendapati Ron berlari kearahnya. "Apa?"
Ron tidak langsung bicara, ia menepuk pundak Harry dan tersenyum lebar. "Kenapa kau tidak memberitahuku kalau kau punya pacar?" bisik Ron girang pada Harry.
Otak Harry membeku saat mencoba memproses perkataan Ron. "Sorry?"
"Ayolah, kau tidak perlu malu," ucap Ron sambil merangkul Harry. "Siapa dia? Gadis yang kau cium di dekat danau."
"Aku... mencium seseorang?"
Ron menghela napas lelah. "Kalau kau tidak mau memberitahu siapa dia, baiklah, tapi setidaknya beritahu aku dia di asrama mana."
"Tidak," Harry menggeleng. "Aku tidak mencium siapa siapa di sana."
"Aku melihatnya dari sini," kata Ron, "kau mencium seseorang yang duduk di atas batu. Sayang dia memakai tudung jubahnya, jadi aku tidak bisa melihat dia dari asrama mana."
Harry melongo. Ron salah paham dan ini adalah kesalahpahaman terbesar tahun ini. "Tidak! Kau salah lihat!" Harry mencoba meluruskan kesalahpahaman ini. "Lagipula kau tidak lihat, setelah orang itu turun kemudian pergi—"
"Aku tidak melihatnya," jawab Ron bahkan sebelum Harry selesai bicara. "Setelah kulihat kau menciumnya, aku langsung berlari dan memberitahu orang-orang jika kau punya pacar."
Harry mendesah putus asa. "Ronald, kau— wait, what?" Mata Harry terbuka lebar. "K-kau memberitahu orang-orang?"
Ron mengangguk. Sungguh Harry benci wajah sok tidak bersalah itu.
"Well, pada akhirnya nanti juga kau akan memberitahu seluruh dunia tentang hubungan kalian, jadi ini bukan masalah," Ron memberikan senyuman terbaiknya untuk meyakinkan Harry.
"Kau tidak mengerti!" Harry frustrasi. "Itu bukan... itu..." Harry menggigit bibir bawahnya. Ia tidak tau harus menjelaskan apa. Tidak mungkin ia bilang jika itu bukan seorang gadis melainkan Draco Malfoy. Apa reaksi Ron nantinya?
Harry mengacak rambutnya. "Argh!" teriaknya dan ia segera pergi meninggalkan Ron yang kebingungan dan mencoba memanggilnya.
Harry melangkah terburu-buru sambil melihat sekelilingnya. Ia terlalu sibuk mencari pemuda Slytherin yang tadi bicara dengannya.
"Harry?"
Harry berhenti saat seseorang memanggilnya. Ia berbalik dan mendapati Luna Lovegood di belakangnya. Ia cukup terkejut mendapati gadis itu tiba-tiba muncul.
"Kau mau ke mana? Sebentar lagi makan malam, lho," tanya Luna pada Harry.
"Aku sedang mencari seseorang," jawab Harry terburu-buru.
"Pacarmu?"
Harry kembali terkejut. "Kau mendengarnya dari Ron?"
"Ya, dia memberitahu seisi sekolah."
Harry tidak tau bagaimana harus meresponnya. Seluruh sekolah sudah tau? Ini bahkan baru sepuluh menit sejak dia bertemu Draco di danau.
"Aku harus pergi," tanpa bicara lagi, Harry segera pergi dengan terburu-buru meninggalkan Luna.
Harry berjalan tanpa arah karena ia memang tidak tau Draco ada di mana sekarang. Draco mungkin saja sudah berada di aula, tapi Harry tidak mau ke sana. Harry yakin jika dia masuk ke aula, semua orang akan menatapnya dan mulai berbisik.
Harry berseru ketika akhirnya menemukan Draco dan murid Slytherin lainnya. Harry segera menghampiri Draco dengan tatapan serius.
"Kita perlu bicara," tanpa menyapa terlebih dahulu, Harry segera menarik Draco menjauh membuat murid Slytherin lainnya bingung.
"What the hell are you doing?" protes Draco ketika Harry masih menariknya. Dari cara Harry menariknya, Draco tau jika Harry sedang marah.
Harry akhirnya melepaskan Draco ketika mereka berada di tempat yang sepi. Harry menatap Draco tajam, sedang pemuda Malfoy itu menatapnya seolah tidak peduli.
"Kau kenapa sih?" ucap Draco malas. Namun kemudian Draco menyeringai. "Ngomong-ngomong, kau ternyata datang ke danau untuk bertemu dengan gadismu, ya? Harusnya aku tetap di sana agar aku bisa melihat siapa dia!"
Harry makin kesal mendengar perkataan Draco. "Aku tidak bertemu siap pun di danau selain kau."
Draco mengernyit bingung. "Maksudmu?"
Harry mendesah lelah. "Aku serius," ia berhenti bicara sebentar untuk melihat reaksi Draco. Namun Draco tetap tidak mengerti.
Harry hampir berteriak frustrasi. "Aku hanya bertemu denganmu di danau." Harry menekankan setiap perkataannya, "Ron salah paham. Dia melihatku meniup matamu dan mengira jika aku mencium seseorang."
"What?"
"Dia melihat dari menara kastil, jadi wajar jika dia tidak melihat dengan jelas apa yang sebenarnya terjadi," jelas Harry, "tapi aku tidak menyangka jika dia akan menyebarkannya keseluruh sekolah,"
"Lalu kenapa kau tidak beritahu saja dia?" Draco memberi saran.
Harry jelas menampilkan wajah menolak. "Dan bilang jika aku bertemu Draco Malfoy, mengobrol dengannya dan kemudian meniup pasir yang masuk ke matanya?" Harry menggeleng. "Dia tidak akan percaya dan aku tidak mau disangka akrab denganmu,"
Draco mendengus. "Terserah, tapi ingat, ini masalahmu aku tidak mempersalahkannya. Lagipula mereka tidak tau jika orang yang kau temui di danau adalah aku."
Harry terdiam. Benar, bagi Draco ini bukanlah sebuah masalah. Lalu kenapa dia malah menyeret paksa Draco kemari?
"Tapi setidaknya tolong aku," Harry memohon.
"Kau bilang tidak mau disangka akrab denganku."
"Please, Malfoy," Harry merengek. Dia akan membuang harga dirinya kali ini saja. "Kau tidak tau betapa merepotkannya ketika orang-orang bergantian bertanya siapa pacarku. Rasanya melelahkan. Aku tidak tau apakah meminta bantuanmu ini akan berguna atau tidak, tapi aku mohon Malfoy, kau satu-satunya yang tau kejadian sebenarnya! Kau—"
Kedua bola mata Harry melebar ketika ia dipaksa bungkam sebelum menyelesaikan perkataannya. Dia terkejut bukan tanpa alasan. Ia terkejut karena Draco membungkamnya dengan sebuah ciuman.
"Wha—" Harry menutup bibirnya dengan punggung tangannya. Sayang ia tidak bisa menutup wajahnya yang sudah semerah tomat.
Draco menatap Harry jengkel. "Kau cerewet, aku tidak sempat bicara."
"Lalu itu menjadi alasanmu untuk menciumku?" Harry meninggikan suaranya.
"Dia... apa?"
Harry dan Draco serempak menoleh kebelakang dan langsung mengumpat dalam hati. Mereka tidak percaya akan terciduk oleh Ron Weasley, orang yang menyebarkan gosip sialan itu.
"Ron," Harry mencoba untuk bersikap senormal mungkin.
"Kau..." Ron menunjuk Draco, "... mencium Harry?" tanyanya tidak percaya.
"Tidak, kau salah paham," balas Harry. Cukup dengan berita besar tentang ia punya pacar, Harry tidak mau ada gosip lainnya.
"Ah!" Ron sama sekali tidak mendengarkan, "mungkinkah yang kau cium di danau itu Malfoy?" Ron terkejut dengan perkataannya sendiri, sedang Harry mulai putus asa. "Kalian berkencan?"
"No!" sangakal Harry mencoba meyakinkan sahabatnya.
"Ya, kami berkencan."
Harry menoleh ke arah Draco tidak percaya. Ron yang dari awal sudah terkejut makin terkejut. Draco yang kini menjadi pusat perhatian menampilkan seringainya, ia merangkul Harry.
"Aku dan Harry memang berkencan," ucapnya percaya diri.
"Apa?!" seru Ron dan Harry bersamaan.
"Tunggu, kenapa kau juga terkejut?" tanya Ron pada Harry.
"Tentu aku terkejut! Aku bahkan tidak tahu!" balas Harry mencoba melepaskan rangkulan Draco.
"Ayolah Harry," Draco kembali merangkul Harry, "dia sudah melihatnya, kita jujur saja." Seringai Draco makin melebar. Ia merangkul Harry makin erat hingga wajahnya begitu dekat dengan si pemuda berkaca mata. "Jangan malu Harry, beritahu seluruh dunia jika kita berkencan dan kita tidak perlu bersembunyi lagi."
"Kalian berkencan?"
Tidak, sekarang bukan Ron yang bertanya. Tapi pertanyaan dengan nada terkejut itu berasal dari tiga orang yang kebetulan lewat.
"Shit," Harry bisa merasakan jika badai lainnya datang ketika melihat Seamus, Dean dan Neville berdiri di belakang Ron.
Draco yang melihat kedatangan tiga murid Gryffindor itu ikut memaki. Dia tidak menyangka jika akan ada orang lain yang mendengar mereka. Padahal niat awalnya hanya untuk menjahili Ron, tapi sekarang ia tidak bisa menarik kembali candaannya.
"Kau dan Malfoy berkencan?" tanya Seamus terkejut.
"Ini berita besar," gumam Dean yang langsung diangguki Neville dan Seamus.
"Tidak," Harry menarik nafas dalam, "kalian salah paham," ia mencoba untuk tenang. "Kumohon, jangan menceritakan hal ini pada siapa pun..." Harry tercengang ketika menyadari jika teman-temannya sudah pergi dari hadapannya.
Ya, mereka sudah bersiap menyebarkan gosip baru. Harry tidak punya waktu untuk menghentikan mereka. Kecepatan murid Gryffindor dalam bergosip bahkan lebih cepat dari cheetah yang berburu.
Harry menoleh ke samping dan menatap Draco tajam. "Lihat apa yang kau lakukan,"
Untuk pertama kalinya, Draco terintimidasi dengan tatapan Harry. "Aku hanya bercanda. Aku hanya ingin melihat wajah konyol Weasley, aku tidak menyangka jika Gryffindor lain akan datang," Draco membela diri.
"Bloody hell. Aku sungguh membencimu," Harry tidak bisa berkata-kata lagi.
Lama Harry hanya menatap Draco tajam. Harry akhirnya memutuskan untuk pergi.
"Hey, kau tidak mau makan malam?" tanya Draco merasa bersalah.
Harry menghentikan langkahnya untuk menoleh pada Draco. "Dengan seluruh siswa yang menatapku sambil berbisik? Selera makanku hilang!" dan ia kembali melangkahkan kakinya dan tidak menoleh lagi.
"Tidak seburuk itu jika kau hanya fokus makan, kan?" tanya Draco pada dirinya sendiri dan kemudian segera beranjak menuju aula.
Baru saja Draco masuk ke aula dan ia akui jika Harry tidak salah. Ia yakin jika beberapa detik yang lalu aula begitu ribut. Namun sekarang semua orang terdiam dan menatapnya. Draco mencoba tidak peduli, tapi ketika ia sudah duduk di mejanya dan orang-orang mulai berbisik, Draco berharap jika ia tidak masuk ke aula dari awal.
.
Besoknya, Harry mencoba untuk menghindari semua orang yang ditemuinya. Alasannya sudah jelas. Harry sudah mencoba menyangkal, tapi tetap saja orang-orang lebih memperpercayai gosip itu.
Kini Harry berjalan keluar kastil, mencoba menenangkan pikirannya. Harry sekalian ingin mencari Draco yang sedari pagi tidak bisa ia temukan. Bagaimana pun juga, Draco penyebab semua ini.
Tidak lama, Harry yang hanya berjalan tanpa arah akhirnya menemukan Draco yang berbaring di atas rerumputan. Ia langsung menghampiri pemuda itu.
"Malfoy," panggil Harry terdengar serius.
Draco yang dari tadi memejamkan matanya langsung terduduk begitu mendengar suara Harry. Ia begitu terkejut saat Harry sudah berada di depannya. "Potter... um, ada apa?"
Harry menatap Draco tajam dan duduk di sampingnya. "Kau sengaja menghindariku karena tau aku akan mengamuk padamu, kan?"
"Well..." Draco menghindari tatapan Harry. "Aku tidak menyangka jika seluruh sekolah membicarakan hal itu tiap detik."
"Jangan lari dari masalah yang kau buat, kau merepotkanku!" Harry meninggikan suaranya.
Draco akhirnya menoleh dan ia menggeleng. "Jangan bicara seolah ini semua salahku. Kalau saja kau tidak menyeretku pada masalahmu, aku tidak akan menutup mulutmu dengan ciuman dan tidak akan membuat candaan jika kita berkencan. Atau seharusnya kau tidak perlu mengobrol denganku di danau. Saat aku memintamu untuk pergi, seharusnya kau pergi dan tidak memperpanjang obrolan. Dari awal kau kan memang tidak suka berbicara denganku, tapi kau malah meladeni candaanku. Kau sendiri juga yang mengkhawatirkanku saat mataku kemasukan pasir. Kau sumber masalahnya—"
Draco terpaksa menutup mulutnya ketika Harry mulai memajukan tubuhnya. Ini sama seperti cara Draco membungkam Harry kemarin. Draco tentu terkejut mendapati Harry menciumnya. Bukankah pemuda Gryffindor itu yang tadi marah-marah pada Draco? Lalu kenapa dia malah meciumnya dan bahkan lebih lama daripada ketika Draco mencium Harry kemarin.
Baru saja Draco ingin menikmati ciuman kejutan ini, ia dikagetkan dengan beberapa gadis yang berdiri tidak jauh dari mereka.
Harry yang merasa jika perhatian Draco teralihkan segera menoleh ke belakang. Ia mengumpat ketika melihat beberapa gadis berlari menjauh. "Apa mereka melihat kita?" tanyanya was was.
Draco hanya mengangguk sebagai jawaban. "Jangan salahkan aku kali ini," Draco membela diri sebelum Harry sempat buka suara.
"Siapa juga yang menyalahkanmu," suara Harry terdengar lelah. Harry mengacak rambutnya frustrasi. "Bagaimana sekarang? Mustahil menarik semua gosip itu sekarang,"
"Itu masalahmu," kata Draco tidak peduli. "Aku sih tidak masalah. Lagipula ini tahun terakhir kita, lima bulan lagi kita sudah meninggalkan Hogwarts. Kita hanya perlu diam, berlagak tidak peduli dan kemudian semuanya akan kembali seperti biasa." Dengan tenang, Draco berdiri.
"Kau yakin?" tanya Harry. Masih tidak mengerti kenapa Draco bisa setenang ini. Draco mengangguk. "Hubungan percintaanmu sedang dibicarakan seluruh sekolah lho."
"Lalu? Ini bukan seperti kita memang memiliki hubungan spesial, kan?" dan Draco segera pergi meninggalkan Harry yang masih diam di tempatnya.
"Dia benar-benar akan membiarkan ini begitu saja?" tanya Harry pada dirinya sendiri. Ia masih menatap Draco yang makin jauh darinya. Entah kenapa, ketika mengingat perkataan Draco barusan, ia begitu kecewa.
Draco serius dengan perkataannya. Dia tidak peduli. Dia membiarkan semuanya mengalir dan dia benar. Cerita itu perlahan menghilang. Bahkan sekarang seolah tidak ada yang ingat jika beberapa bulan yang lalu seluruh sekolah sibuk membicarakan hubungan Draco dan Harry.
Namun, ada satu hal yang masih menyebalkan bagi Harry. Dia tidak pernah lagi bicara dengan Draco selama beberapa bulan terakhir. Saling menyapa pun mereka tidak. Kenapa tiba-tiba Harry peduli dengan Draco? Kenapa Harry begitu ingin bicara dengan Draco? Awalnya ia juga bingung, tapi sebulan yang lalu Harry menyadarinya. Draco Malfoy mencuri hatinya.
Namun Harry sudah menyerah. Draco jelas tidak tertarik padanya. Lagipula dia juga sudah tidak punya kesempatan, karena sekarang dia sudah berada di Hogwarts express bersama Ron dan Hermione. Ya, mereka sudah menyelesaikan sekolah mereka di Hogwarts.
Harry hanya memandang keluar jendela tanpa sedikit pun tertarik dengan obrolan Ron dan Hermione yang sedang merencanakan liburan mereka bertiga nanti. Bukannya Harry tidak suka untuk bersama sahabat-sahabatnya itu saat ini, tapi ada hal lain yang begitu ingin Harry lakukan sekarang. Bertemu Draco dan mengobrol walau hanya sebentar.
"Harry, bagaimana menurutmu?" tanya Ron yang kesulitan untuk memutuskan bersama Hermione.
"Terserah kalian saja," balas Harry tanpa menoleh.
Ron menghela napasnya. "Kau bahkan tidak mendengarkan."
Harry tidak membalas dan masih menoleh keluar. Dia sedang malas bicara.
"Harry, ada masalah?" tanya Hermione bersimpati.
"Tentu." Malah Ron yang menjawab. "Kau pasti memikirkan Malfoy."
Harry akhirnya menoleh dan menatap Ron tajam. "Kau menyebalkan," tanpa bicara lagi, Harry segera berdiri dan meninggalkan Hermione dan Ron.
"Lihat apa yang kau lakukan!" Hermione menegur Ron ketika pintu sudah tertutup.
"Aku hanya bicara apa adanya," balas Ron membela diri. "Jangan kau pikir aku hanya sekedar menggodanya. Aku juga merasa bersalah sudah membuatnya kerepotan karena gosip itu. Tapi, apa kau tidak menyadarinya?"
Hermione mengernyit. "Menyadari apa?"
Ron tersenyum. "Kita tunggu saja sampai dia menceritakannya sendiri."
.
Harry menghentakkan kakinya kesal. Harry tidak mau mengakui jika dia benar-benar akan meninggalkan Hogwarts dan tidak punya kesempatan bertemu Draco lagi. Ini bukan pertemuan terakhir Harry yakin jika mereka akan bertemua lagi suatu saat, tapi Harry berharap setidaknya ia bisa berbicara dengan Draco sekarang. Bahkan Harry akan merasa senang sekali pun Draco hanya sekedar berteriak dan meledeknya.
Harry yang sedari tadi hanya berjalan tanpa arah tiba-tiba berhenti. Ia menghela napas berat. Lama Harry hanya diam, ia akhirnya memilih untuk kembali.
Baru saja Harry berbalik, ia menabrak seseorang yang berjalan kearahnya. Harry langsung diam ketika melihat Draco berdiri di depannya sambil menatapnya jengkel. Harry terlalu terkejut hingga lupa untuk berbicara.
"Kau tidak mau bilang sesuatu?" tanya Draco yang menyadarkan Harry dari keterkejutannya.
"Bilang apa?"
"Seharusnya kau meminta maaf, 'kan?"
"Ah, ya. Sorry," ucap Harry sambil menundukkan wajahnya. Sekarang Harry merasa bodoh. Baru satu menit yang lalu ia begitu ingin bertemu Draco dan mengobrol dengannya, tetapi begitu Draco kini berada di depannya ia malah tidak bisa menatap pemuda itu.
Melihat Harry yang hanya diam saja, Draco memilih untuk segera pergi. Namun, sebelum ia sempat melangkah, Harry menahan lengannya membuatnya bingung. "Apa?"
Harry bergeming, masih memegang lengan Draco. Ia bahkan tidak mau mengangkat kepalanya untuk menatap Draco.
"Kau kenapa?" Draco sepenuhnya berbalik menghadap Harry. "Kau ingin bicara sesuatu? Kalau begitu cepat katakan."
Harry menggigit bibir bawahnya. Ada banyak hal yang ingin dia katakan pada Draco, tapi dia tidak tau harus memulai dari mana. Ia ingin setidaknya Draco tau tentang perasaannya. Biarlah jika nanti Draco menolaknya.
Draco menghela napas, terlalu lama menunggu membuatnya kesal. Lagipula, melihat raut wajah Harry dan bagaimana pemuda itu masih belum melepaskan pegangan di lengannya, Draco sepertinya tau apa yang ingin dibicarakan Harry sekarang. Draco segera menarik Harry, membawanya ke gerbong belakang yang kosong.
"Katakan sekarang," kata Draco pada Harry. Nada suaranya melembut. Draco sendiri sebenarnya bingung karena bicara selembut itu pada Harry.
Harry menatap Draco ragu. Ia menarik napas dalam sebelum bicara. "Aku sebenarnya kesal padamu," kata Harry akhirnya bicara, "aku kesal karena kau benar-benar bertingkah seolah tidak peduli dengan rumor tentang kita yang berkencan."
Draco menghela napas. "Kau masih membahas itu?"
"Ini bukan sesuatu yang bisa aku lupakan begitu saja," balas Harry segera, "kau benar-benar membuatku gila. Kau tidak peduli tapi aku tidak bisa berhenti memikirkannya. Sampai-sampai aku..."
Draco menaikkan sebelah alisnya saat Harry tak kunjung melanjutkan perkataannya. "Sampai-samapi kau kenapa?"
Harry menatap Draco ragu. "Tidak, bukan apa-apa," kata Harry sambil menundukkan kepalanya.
Draco memberikan sebuah seringai. "Kau bodoh dalam menyembunyikan perasaanmu."
Harry tertegun. Jadi, Draco tau tentang perasaannya? "Kau... menyadarinya?"
"Bodoh jika aku tidak tau," kata Draco sambil bersandar. Ia melipat tangannya di dada dan menatap Harry dengan seringainya. "Kau marah kemudian menyalahkanku, mengomeliku setiap ada kesempatan dan lagi-lagi menyalahkanku, tapi apa kau akan tetap menyalahkanku sekarang? Kau jatuh cinta padaku dan itu adalah masalahmu,"
"Ya, aku tau," jawab Harry sambil mencoba menghindari tatapan Draco. Dia lama terdiam, tidak tau harus berkata apa.
Draco menghela napas saat Harry tak kunjung mau bicara lagi. Dia memecah keheningan. "Lalu apa yang akan kau lakukan sekarang? Bukan aku yang seharusnya memberikan penjelasan sekarang,"
"Aku tidak perlu menjelaskan apa-apa lagi. Aku menyukaimu dan kau tau hal itu, aku tidak berharap kau membalas perasaanku." Harry mengangkat kepalanya menatap manik kelabu Draco.
"Jadi kau menyerah bahkan sebelum mencoba?"
Harry mengedikkan bahu. "Mungkin. Lagipula aku hanya ingin mengucapkan selamat tinggal."
Draco menatap Harry yang diam begitu lama. Sejujurnya, menurut Draco, Harry lah yang merepotkan. Dia begitu bodoh.
Dengan satu tarikan, Draco memeluk pinggang Harry dan membawanya mendekat. Harry yang begitu terkejut dengan tindakan tidak terduga Draco langsung mendapati wajahnya memanas. Detik berikutnya yang Harry tau hanyalah ciuman manis yang diberikan Draco di bibirnya.
Ciuman itu berlangsung lama dan begitu manis. Atau mungkin bergairah saat Harry dengan sengaja mengalungkan lengannya di pundak Draco. Tidak mau melepaskannya begitu saja, Draco juga makin mengeratkan pelukannya pada pinggang Harry. Draco tidak segan untuk mengakui jika Harry memiliki bibir yang membuatnya candu.
Ciuman itu berakhir sebelum keduanya menyadari jika mereka akan menginginkan lebih. Harry menatap Draco yang juga tidak bisa mengalihkan perhatiannya pada Harry. Lengan Draco menariknya makin mendekat, Harry menyadari hal itu.
"Jadi, apa maksud ciuman ini?"
"Goodbye kiss? I don't know," jawab Draco yang agak membuat Harry kecewa. Cukup mudah bagi Draco untuk menyadari kekecewaannya. "Aku sudah bilang, kau yang harusnya bicara bukan aku, tapi sepertinya kita tidak punya waktu."
Harry makin kecewa saat Draco melepaskan pelukannya. "Well, kalau begitu lebih baik kita lupakan saja apa yang terjadi hari ini. Kita tidak pernah berciuman di sini, kau tidak tau jika aku menyukaimu, dan ya, aku akan menyimpan perasaanku seperti sebelumnya,"
"Kau yakin?"
Harry mengangguk. "Sangat yakin,"
"Tapi aku tidak," kata Draco yang kembali merapikan penampilannya, bersiap keluar. "Pertemuan berikutnya, kita harus bicara lebih banyak lagi, katakan semua yang ingin kau katakan padaku dan kau akan mendapat apa yang kau inginkan. Seperti sebuah ciuman," Draco menampilkan senyumnya saat wajah Harry lagi-lagi memerah. "Dan... mungkin juga seorang pacar." Detik berikutnya, Draco sudah keluar meninggalkan Harry yang masih terdiam di tempatnya.
Terkejut saat menyadari jika Draco pergi begitu saja, Harry mencoba untuk menyusulnya. "Draco!" panggil Harry sebelum pemuda Malfoy itu masuk ke gerbong lainnya.
Draco berhenti dan menoleh. "Ya?"
"Well..." Harry terdengar gugup, "sampai jumpa!" katanya dengan senyum lebar di wajahnya.
Draco balas tersenyum. "Ya, sampai jumpa," balasnya dan segera masuk ke gerbong lainnya.
Harry menghembuskan napas lega, merasa jika semua bebannya sudah pergi. Dia tidak bisa berhenti tersenyum, wajahnya masih terlihat memerah. Harry merasa bahagia, begitu bahagia hingga tak tau harus berkata apa. Satu-satunya yang Harry pikirkan sekarang adalah, dia tidak sabar menunggu pertemuannya dengan Draco lagi.
Gossip — Completed
