Sequel Love in the Library

Title: Boyfriends in the Library

Genre: Romance

Rate: T

Words: 1k+


Harry tidak tau sudah berapa kali ia menguap sejak masuk perpustakaan. Namun sayangnya ia tidak bisa untuk menjatuhkan kepalanya di atas meja karena Hermione yang mengawasi dan memastikan bahwa ia dan Ron tetap membaca buku. Sekali saja Harry mengalihkan perhatiannya dari buku, Hermione akan langsung menatap tajam ke arahnya.

Mencoba menghilangkan rasa kantuk, Harry berdiri dari tempat duduknya. Harry mengatakan bahwa ia akan pergi mengambil beberapa buku lain saat Hermione mencurigai dirinya mau kabur.

"Aku pergi denganmu," kata Ron dan segera berdiri mengikuti Harry. Dia juga tidak bisa tahan hanya duduk selama berjam-jam di depan buku, semua orang tau itu.

Setelah cukup jauh dari Hermione, Ron langsung duduk dan menjatuhkan kepalanya di atas meja. Ia menghembuskan napas lelah dan wajahnya mengantuk. "Dia bahkan lebih menakutkan daripada Dementor."

Harry tertawa pelan dan duduk di kursi di depan Ron. "Kau harus maklum. Ujian NEWT hanya dua minggu lagi. Hermione ingin kita melakukan yang terbaik."

Ron mengangguk. Ia juga tau akan hal itu. Dan itu artinya, masih ada empat belas hari lagi untuk dirinya berhadapan dengan Hermione yang bagaikan Dementor ini.

"Ah, by the way, mencari buku cuma alasanmu saja agar bisa kabur, kan?" tebak Ron.

Harry menggeleng. "Aku serius mau mengambil buku lagi. Tapi benar juga kalau aku mau kabur sebentar darinya." Harry dan Ron kompak cekikikan. Mereka sebenarnya mau tertawa lepas, tapi mengingat sekarang mereka ada di perpustakaan, ya, mau bagaimana lagi.

Setelah beberapa menit duduk diam di tempatnya, Harry akhirnya kembali berdiri untuk mencari buku yang ia butuhkan. Harry tidak bisa lama-lama bersantai, bisa-bisa Hermione datang dan seketika mengamuk sambil menyeret mereka kembali belajar.

Harry menyusuri satu rak yang setahunya menyimpan buku yang diinginkannya. Saat akhirnya Harry mendapati buku yang diinginkannya berada di rak paling atas, ia menoleh kesana kemari mencari tangga yang bisa membantunya. Tapi Harry tidak menemukan tangga di tempatnya, jadi ia memanggil Ron untuk meminta bantuan.

Dengan mudah Ron langsung mendapatkan buku itu di tangannya. "Ini." Ron segera memberikannya kepada Harry.

"Thanks, Ron." Baru berterima kasih dan belum sempat menerima buku itu, tiba-tiba saja seseorang lewat di depannya. Lewat dengan sangat tidak sopan diantara dirinya dan Ron.

Kesal sekaligus bingung, Harry bahkan tidak sempat untuk memanggil Draco yang lewat begitu saja. Pemuda Slytherin itu bahkan dengan sengaja menyingkirkan tangannya tanpa mengatakan permisi terlebih dahulu.

Kalau Ron sih, sudah pasti kesal. "Bloody hell." Ia sampai berbalik untuk memastikan bahwa Draco mendengarnya.

Tapi Ron makin dibuat kesal karena Draco benar-benar tidak mempedulikan mereka. Ia menoleh, bahkan menatap keduanya cukup lama. Tapi tanpa membuka mulutnya sedikit pun, Draco langsung saja pergi. Ia sama sekali tidak mempedulikan umpatan yang dilemparkan Ron untuknya.

Sementara itu, Harry yang berada di samping Ron sama diamnya dengan Draco. Keningnya berkerut karena bingung. Dia itu kenapa? tanyanya dalam hati.

Setelah umpatan terakhirnya tersampaikan, Ron menoleh kepada Harry. "Apa kau tau apa yang terjadi dengannya? Kenapa dia jadi orang menyebalkan dengan tidak bicara apa-apa begitu?"

Harry menggeleng. "Entahlah. Lagian, kenapa kaupikir aku tau apa yang terjadi padanya?"

"Well, he's your friend."

"Ha?" Harry yakin kalau Ron terlalu lama belajar hingga otaknya jadi gila begini. "Kau pasti bercanda."

Ron menghela napas. "Lalu aku harus menyebutnya apa lagi? Belakangan ini kalian makin dekat. Kau pikir aku lupa kalau dia selalu mengambilkan buku untukmu? Dan kau masih menyangkal kalau kalian teman? Yah, meskipun teman seharusnya tidak bertingkah seperti itu."

"Seperti apa?"

Tidak salah kalau Ron menyebut Harry bodoh. Bagaimana mungkin temannya itu lupa dengan apa yang terjadi seminggu yang lalu. "Bukankah kau yang mengambil buku yang tidak diperlukan sehingga Malfoy datang untuk membantumu?"

Harry langsung menyangkal dengan menggeleng. "Aku serius tidak tau kalau kita tidak membutuhkan buku itu!"

Ron mendengus. "What a bad liar."

Harry sekali lagi memberikan alasan yang menurut Ron sama sekali tidak berguna. Mau sebanyak apapun Harry menyangkal, Ron tidak akan percaya.

"Terserah," potong Ron karena lelah mendengar semua alasan itu. "Ayo kita kembali sebelum Hermione mencabut nyawa kita."

Setelah kembali ke meja mereka—dengan Hermione yang curiga karena mereka pergi terlalu lama, Harry termenung menatap bukunya. Meskipun tatapannya tertuju pada buku, tapi pikirannya jauh dari itu. Ia masih memikirkan apa yang terjadi pada Draco. Tidak biasanya pemuda Malfoy itu diam begitu saja saat mereka bertemu. Atau, tidak biasanya Draco mengabaikan Ron yang siap memulai pertengkaran dengannya.

Lama tenggelam dalam pikirannya, Harry tiba-tiba berseru. Hermione dan Ron kompak menoleh padanya dan bertanya apa yang terjadi. Tapi ia hanya mengatakan bahwa ia berseru karena bacaan di buku.

Harry tidak memberitahu kedua sahabatnya kenapa ia berseru. Ini tentang Draco. Ia akhirnya tau alasan Draco bertingkah aneh tadi.

Harry diam-diam tersenyum dan menyembunyikan tawa kecilnya. Ia merasa gemas memikirkan jika tebakannya benar. Harry tidak sabar untuk bertanya langsung pada Draco.

"Sudah waktunya makan siang. Ayo kita pergi sekarang," ajak Ron dengan senyum lebar di wajahnya. Ia bahagia sekali karena akhirnya bisa keluar dari perpustakaan.

Hermione mengangguk dan berdiri mengikuti Ron. Ia kemudian menoleh pada Harry yang masih duduk di tempatnya. "Kau tidak pergi?"

"Kalian duluan saja. Aku akan menyusul," jawab Harry dengan canggung.

Ron menyipitkan matanya mencari hal mencurigakan dari Harry. Namun sebelum ia sempat mengutarakan pikirannya, Harry sudah mengusirnya. Dan ia mau tidak mau harus pergi karena Hermione sendiri juga sudah sangat lapar.

Memastikan bahwa kedua sahabatnya telah pergi, Harry segera bangkit dari kursinya. Ia langsung meluncur menuju sisi lain perpustakaan. Harry berjalan dengan percaya diri karena ia yakin betul bahwa pemuda Slytherin itu masih ada di tempat favoritnya.

Melihat Draco yang membaca buku di sudut perpustakaan yang sepi, Harry mempercepat langkahnya. Setelah sampai, Harry tidak menyapa dahulu pemuda berambut pirang itu. Ia dengan santainya duduk di samping Draco membuat pemuda itu terkejut.

Kedua alis Draco langsung menekuk. "What the hell are you doing here?"

Harry mencibir. "Sangat tidak ramah," ledeknya.

"Kembali sana, dengan teman-temanmu itu," usir Draco dan kembali memusatkan perhatiannya pada buku.

Harry mendengus. "Apa kau bertingkah seperti ini karena cemburu?"

Draco langsung menoleh dengan wajah terperangah. Ia tertawa mengejek. "Kau pasti sudah gila. Aku cemburu karena apa dan pada siapa?"

Harry mengedikkan bahu. "Aku juga tidak yakin, tapi biar kujawab. Kau cemburu karena Ron mengambilkan buku untukku."

Draco tertawa kencang mendengar perkataan Harry. "Kenapa juga aku harus cemburu?"

"Well, itu tugasmu."

"Tugasku? Memangnya aku ini pelayanmu."

Kini giliran Harry yang tertawa. "Lalu aku harus menyebutnya apa? Kau melakukannya bahkan tanpa kuminta."

"Tapi aku tidak akan pernah mau jadi pelayanmu."

"Lalu kau maunya jadi apa?"

Draco hanya diam sambil terus menatap Harry yang menunggu jawabannya. Semakin Harry memintanya untuk segera menjawab, semakin Draco bingung harus bicara apa.

"Jadi majikanmu. Kau yang jadi pelayanku." Draco akhirnya menjawab dan mengalihkan pandangan kembali pada buku di depannya.

Di sampingnya, Harry mencibir kesal. Itu jawaban paling menyebalkan yang bahkan tidak pernah ia pikirkan.

Melirik, Draco tersenyum melihat wajah cemberut Harry. Ia kemudian kembali menghadap Harry, melupakan bukunya. "Apa kau sangat yakin kalau aku cemburu?"

Harry mengangguk sebagai jawaban.

"Lalu kenapa kau tidak menahanku? Aku lama diam di sana untuk menunggu reaksimu."

"Ah, begitukah? Saat itu aku belum tau kalau kau cemburu. Aku butuh waktu lama untuk menyadarinya," balas Harry sejujur-jujurnya.

Draco diam-diam mengagumi keimutan pemuda di depannya. Ia berusaha mempertahankan sikap tenangnya.

"Dan sekarang kau mengakui kalau kau cemburu?" tanya Harry penasaran.

Draco menampilkan senyum sebelum akhirnya mengangguk. Dan entah kenapa, Harry yang seharusnya tertawa penuh kemenangan kini malah berganti terdiam. Ia bahkan mundur sedikit agar Draco tidak menyadari jantungnya yang tiba-tiba berdebar kencang.

"Sekarang karena kau sudah tau kalau aku cemburu, jangan sampai ada orang lain lagi yang mengambilkan buku untukmu selain aku."

Harry akhirnya berhasil menenangkan debar jantungnya. "Seolah kau akan selamanya ada di perpustakaan."

"Aku tidak peduli," balas Draco segera. "Mau aku sedang di aula, asrama, atau bahkan di luar Hogwarts pun, kau hanya bisa meminta bantuanku."

Harry tertawa mendengar perkataan berlebihan Draco. Ia yakin sekali Draco berani mengatakan hal itu karena mereka hanya punya waktu sedikit lagi hingga ujian NEWT. Kalau saja mereka masih ada satu tahun lagi di Hogwarts, Harry yakin jika Draco akan langsung melupakan perkataannya.

"Kau benar-benar akan jadi pelayanku."

Bukannya kesal seperti sebelumnya, Draco malah tersenyum tipis. "Bisa kau ulang pertanyaanmu sebelumnya? Tentang aku yang menjadi pelayanmu."

Harry mengernyit bingung. "Untuk apa?"

"Aku ingin memberikan jawaban yang lebih baik."

Harry awalnya sibuk memikirkan jawaban apa yang sebenarnya ingin Draco katakan. Ia bohong jika mengatakan kalau dirinya tidak berharap.

"Hm, baiklah," Harry berusaha keras agar terdengar tidak terlalu antusias. "Kalau kau tidak mau jadi pelayanku, kau maunya jadi apa?"

Sudut bibir Draco makin terangkat. Ia bahkan dengan berani mendekat hingga mata keduanya saling menatap dengan jarak yang begitu dekat.

"Aku sih mau jawab kalau aku mau jadi orang yang akan selamanya mencintaimu. Selalu berada di sisimu saat susah maupun senang. Menjadi orang yang akan selalu melindungimu. Membuatmu selalu merasa spesial. Dan aku ingin menjadi seseorang yang akan kau cari ketika kau butuh bahu untuk bersandar. Tapi sekarang terlalu cepat untuk mengatakan itu semua. Jadi, aku akan memulainya dengan menjadi pacarmu."

Harry tidak bisa menahan senyumnya mendengar perkataan Draco. Wajahnya tidak memerah karena malu, jantungnya pun tidak berdebar kencang seperti sebelumnya. Harry merasa lega, tenang, dan bahagia.

Draco menatap dalam kedua manik sehijau zamrud itu. Ia tidak mau mengalihkan padangannya. Sedetik pun, ia tidak ingin melewatkan keindahan yang terpancar dari balik kaca mata bundar itu.

Begitupun Harry. Ia bahkan sudah tidak peduli lagi dengan siapa ia bicara sekarang. Ia tidak peduli jika pemuda di depannya adalah orang yang sama yang ia benci dulu. Siapa sangka jika pemuda Malfoy yang menyebalkan itu akan membuatnya seolah tersihir begini. Harry sama sekali tidak mau memutuskan pandangannya sama seperti Draco.

"Apa teman biasanya saling menatap dengan tatapan penuh cinta begitu?"

Serentetan kata kasar hampir keluar dari mulut Harry ketiak mendengar suara dari pemuda berambut merah yang begitu dikenalnya. Ia terkejut bukan main melihat Ron dan Hermione tiba-tiba saja sudah berada di depan mereka. Harry otomatis mendorong Draco menjauh dan seketika tergagap. "Apa yang... Kenapa kalian masih ada di sini?"

"Well, kami pikir sebaiknya kau juga ikut. Kami khawatir kau akan kelaparan karena terlalu lama belajar," jawab Hermione merasa tidak enak. "Tapi sepertinya kami mengganggu, ya?"

"Sangat mengganggu."

Harry menyikut Draco yang seenaknya menjawab. Sedangkan yang disikut hanya mengangkat bahu tidak peduli.

Melihat Harry dan Draco yang kini merasa canggung, Hermione kembali bicara. "Sepertinya kau tidak mau terburu-buru untuk makan siang. Kalau begitu kami pergi dulu."

"What? No!" Ron menolak saat Hermione mengajaknya. "Aku mau menagih permintaan maafnya soal yang tadi."

"Sudahlah, tinggalkan saja mereka." Hermione menarik Ron sekuat tenaga. Ia tidak akan membiarkan pacar tidak pekanya ini mengganggu waktu Harry dan Draco.

Melihat kedua sahabatnya itu pergi—dengan cara yang aneh, Harry hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala.

"Apa gadis itu baru saja memberikanku restu?"

Pertanyaan Draco membuat Harry kembali menoleh padanya. Dan ia lagi-lagi dibuat terkejut karena tiba-tiba saja Draco sudah kembali mendekatkan wajahnya. "Entahlah, mungkin begitu," jawabnya gugup.

Melihat Harry yang malu hingga wajahnya memerah, Draco tidak bisa menahan gemasnya. Sebenarnya Draco mau saja mencium Harry saat itu juga, tapi ia tidak mau kepergok lagi seperti yang terjadi sebelumnya.

"Hm, aku sudah lapar. Ayo kita ke aula sekarang." Draco segera berdiri dan diikuti oleh Harry.

"Aku harus mengembalikan buku-buku ini dulu," kata Harry sambil mengemas buku di depannya.

Sebelum Harry sempat mengangkat buku-buku itu dari atas meja, Draco sudah lebih dahulu mengambilnya. "Tidak hanya mengambilkannya, aku juga akan mengembalikannya untukmu."

Harry tersenyum hingga matanya ikut tersenyum. "Thanks, Draco!"

"No problem," balas Draco. Ia kemudian memajukan tubuhnya untuk berbisik di telinga Harry. "Ini tugasku sebagai seorang pacar." Dan begitu saja Draco langsung menghilang di antara rak-rak meninggalkan Harry yang memerah menahan malu di tempatnya.


Boyfriends in the Library Completed