Title: The Loveliest Scent

Genre: Romance

Rate: T

Words:1k+

The Sweetest Scent sequel


Dari jari-jari yang terus mengetuk meja, tampak jelas kalau Draco begitu gugup sekarang. Ia juga terus melihat ke jendela sambil bergumam tidak jelas. Yang pasti, Draco terlihat sangat tidak sabar menunggu Hogwarts Express untuk berhenti. Ia ingin segera keluar dari kereta ini dan langsung menuju Hogwarts. Memang tidak wajar, tapi begitulah keadaannya.

Setelah kereta akhirnya berhenti, Draco pun langsung bergegas keluar. Ia sampai meninggalkan teman-temannya yang masih menurunkan barang-barang mereka. Draco sangat buru-buru sampai mendorong semua orang di depannya untuk menyingkir. Karena itulah Draco berhasil keluar dalam waktu kurang dari tiga menit.

Setelah keluar dari kereta, Draco tidak langsung pergi begitu saja. Ia malah menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari seseorang. Sudut bibirnya terangkat saat menemukan siapa yang ia cari. Namun saat orang itu berbalik dan hampir bertatapan dengannya, Draco langsung memalingkan wajah. Ia juga tidak lupa untuk menyembunyikan senyumnya. Saat dirasanya orang itu sudah pergi, barulah Draco berani untuk kembali memperhatikannya.

Jangan tanya siapa yang dicari-cari oleh Draco. Tentu saja orang itu adalah Harry Potter. Pemuda dengan aroma manis yang sudah memenuhi pikirannya dari tahun lalu.

Ya, Draco tidak akan pernah melupakan aroma yang sangat istimewa itu. Saat aroma manis apel yang segar bercampur dengan aroma alami dari tubuh Harry, Draco tidak bisa menemukan sesuatu yang lebih memikat dari itu.

Draco juga sangat beruntung, karena Harry tidak keberatan saat dirinya ingin menghirup aroma manis itu. Harry beberapa kali membiarkan Draco berdiri di dekatnya karena tahu jika Draco ingin menikmati aroma apel dari rambutnya. Bahkan sesekali, Draco dengan blak-blakan meminta kepada Harry untuk bisa menghirup aroma manisnya.

Semuanya berjalan baik untuk Draco. Masalahnya hanya ada satu. Draco tidak bisa menenangkan jantungnya saat berada di dekat Harry. Setiap kali wangi tubuh Harry menyapanya, Draco bisa merasakan bahwa jantungnya berdebar kencang. Lalu, saat ia berdiri sangat dekat dengan Harry, Draco akan gugup dan berharap Harry tidak melihat wajahnya yang memerah.

Butuh waktu lama bagi Draco untuk menyadari bahwa itu semua bukan hanya karena wangi tubuh Harry. Ini lebih dari itu. Draco bukan hanya menyukai aroma apel dari tubuh Harry. Draco menyukai Harry.

Itulah kenapa sekarang Draco semakin sering mengikuti Harry. Bukan hanya karena aroma manis yang menariknya, tapi karena Draco mau membuat langkah. Ia akan membuat Harry berdebar sama sepertinya saat mereka bersama. Dengan begitu Draco bisa mengungkapkan perasaannya tanpa takut ditolak.

Lagi pula, sepertinya Draco punya kesempatan. Harry tidak membencinya, ingat? Harry bahkan dengan senang hati membiarkan Draco menghirup wangi rambutnya. Draco juga harus mengatakan bagaimana senyum dan tawa Harry setiap kali Draco memberikan komentar konyol. Misalnya, "Ternyata mugle juga bisa membuat barang yang bagus. Tapi aku tidak akan memakainya. Rambutku berharga, aku tidak mau mengambil resiko memakai sampo mugle yang sangat tidak alami itu."

Harry juga beberapa kali mengatakan kalau dia menyukai sifat Draco yang di luar dugaan sangat berbeda dengan yang selama ini diketahui orang-orang, ia ternyata tidak terlalu menyebalkan. Jadi, Draco pantas mencoba, kan?

Draco tidak memulai dengan terburu-buru. Ia, seperti biasa akan mengikuti Harry setiap kali mencium aroma apel itu. Ia juga akan duduk atau berdiri di dekat Harry saat kelas berlangsung seperti biasanya. Sungguh sangat biasa. Tapi kali ini, Draco tidak hanya diam saja. Ia memberanikan diri untuk mengobrol dengan Harry. Ya, dia mengajak Harry berbicara di sekeliling teman mereka yang kebingungan. Semuanya seolah bertanya, "Sejak kapan Malfoy dan Potter itu jadi dekat?" Tapi baik Draco maupun Harry tidak ada yang peduli. Mereka tidak merasa aneh dan mengobrol dengan nyaman.

Hingga pada akhirnya, Draco yang tidak sengaja bertemu Harry langsung menahannya untuk mengobrol sebentar. Draco akan mengambil kesempatan ini untuk mendekati Harry.

"Jangan bilang kalau kau menemukanku dengan hidung anjingmu itu," canda Harry sambil terkekeh pelan.

Tentu saja Draco menyangkal. Meskipun hidungnya paling bisa menemukan aroma Harry, pertemuan mereka kali ini murni takdir. "Jangan kau pikir aku berjalan-jalan hanya untuk menemukanmu."

Harry hanya balas terkekeh pelan. "Tapi aku memang mencarimu," ucapnya membuat Draco terkejut. Ekspresi terkejutnya terlalu jelas untuk tidak disadari.

"Ini." Harry mengeluarkan sebuah botol kecil dari sakunya. Ia menyodorkannya pada Draco yang tampak bingung. "Kau tidak mau memakai sampo yang kugunakan karena tidak mau merusak rambutmu. Jadi, ya, aku membawakanmu parfum dengan aroma yang sama."

Draco menerima parfum yang diberikan Harry. Ia menyemprot sedikit parfum itu ke pergelangan tangannya. "Jadi kau juga memakai parfum dengan aroma yang sama?" Harry mengangguk. Pantas saja aroma apel yang ia cium dari Harry lebih kuat dari tahun sebelumnya.

"Well, thanks," ucap Draco singkat.

Jarang-jarang mendapati Draco berterima kasih, dan Harry masih belum puas. Ia pikir Draco akan jauh lebih bersemangat dari ini. Bukankah pemuda Malfoy itu selalu menyukai aroma apel dan karena itulah dia mengikuti Harry?

"Kau tidak suka?" tanya Harry. "Atau kau tidak suka karena ini barang mugle?"

"Tidak, tidak, tidak begitu," Draco langsung menyangkal, "aku suka aromanya dan ini tidak ada hubungannya dengan barang mugle atau bukan. Aku juga sangat menyukai aromanya. Seolah-olah aku membelah sebuah apel dengan tanganku. Hanya saja... aku merasa kalau..."

Harry tetap diam agar Draco melanjutkan perkataannya. Meskipun ia bingung kenapa Draco tiba-tiba jadi gugup begini. Dan Harry makin bingung lagi karena Draco mengambil tangan kanannya, lalu menyemprotkan parfum itu ke punggung tangannya. Harry benar-benar tidak menduganya. Apa lagi saat Draco menunduk, mendekatkan punggung tangannya ke wajahnya. Harry sempat berpikir Draco akan mencium tangannya, namun yang dilakukan pemuda itu hanya menghirup wangi parfum itu.

Draco mengangkat kembali kepalanya. Tidak ada senyum di wajahnya, namun tatapannya begitu lembut. "Aku, lebih suka saat aroma manis apel itu bercampur dengan wangi tubuhmu."

Keinginan terbesar Draco saat ini adalah masuk ke hutan dan tersesat untuk selamanya. Atau setidaknya ia ingin melompat ke danau dan tenggelam sedalam mungkin. Dia malu! Draco bahkan tidak tahu apa yang terjadi pada wajahnya sekarang. Mungkin ia sudah semerah tomat, karena Draco bisa merasakan betapa panas wajahnya.

Jantung Draco berdebar tidak karuan. Ia gugup dengan reaksi Harry. Apa yang ia katakan terlalu norak hingga Harry tidak membalas perkataannya untuk waktu yang lama?

Harry akhirnya berdeham untuk mengakhiri suasana canggung yang tiba-tiba datang. "Er... Jadi, kau... um..." Harry mendadak gugup. "Memangnya, aroma tubuhku seperti apa? Bukankah seharusnya sama saja jika aku memakai parfum ataupun sampo beraroma apel?"

"T-tidak. Wanginya sama sekali berbeda." Draco jadi bingung bagaimana harus menjelaskannya. Ia mencoba mencari kata-kata yang paling tepat untuk menggambarkan wangi tubuh seseorang. "Parfum ini memang memiliki aroma apel yang akan mengingatkanmu pada sebuah apel. Tapi tidak saat kau yang menggunakannya. Bukan hanya sebuah apel, tapi... tapi sekeranjang penuh apel. Keranjang kayu yang, memiliki aroma khas. Seperti saat pohon yang baru di tebang. D-dan bukan hanya itu. Aku juga merasa seolah-olah berada di tengah-tengah kebun apel yang luas, dengan rumput hijau yang begitu lembut menyapa kakimu. Lalu, sinar matahari yang melewati celah-celah daun, yang tidak membuat panas, malah membuatmu merasa sejuk. Po-pokonya kau pasti tau aroma unik dari hari yang cerah. A-atau mungkin permen apel. Sebuah permen apel yang dicelupkan ke madu. Dan... Dan juga..."

Melihat Draco yang sudah kehabisan kata-kata membuat Harry gemas dan tertawa. "Aku benar-benar tidak mengerti apa yang kau katakan."

Perkataan Harry membuat Draco berhenti mencari penjelasan lain. Sungguh, ia sangat suka dengan tawa itu sampai-sampai Draco tidak mau mengalihkan pandangannya.

"Well, meskipun aku tidak sepenuhnya mengerti, tapi aku akan mencoba untuk memahaminya." Harry berhenti tertawa. Awalnya ia balas menatap Draco—yang memang belum sedetik pun mengalihkan pandangannya. Tetapi kemudian pandangan Harry menurun ke tangannya yang masih digenggam oleh Draco. Sebuah ide jahil muncul.

Harry mendekatkan tangan Draco yang masih digenggamnya itu ke wajahnya. Ia menghirup aroma dari punggung tangan Draco seperti yang dilakukan pemuda itu sebelumnya. Tidak tahu saja Harry kalau hal itu membuat jantung Draco berhenti berdetak dan sedetik kemudian langsung meledak.

"Hm... Dan kalau menurutku, aromamu sedikit berbeda," ucap Harry sambil memasang wajah berpikir. "Jika kau mengatakan bahwa aromaku seperti pohon yang baru ditebang, maka aromamu seperti salju yang meleleh di penghujung musim dingin. Lalu, jika kau mengatakan kalau aromaku seperti hari yang cerah dan hangat, maka kau seperti hari yang dingin tapi tidak membuat kedinginan. Seperti, saat kau menikmati musim dingin di jendela kamar dengan selimut hangat yang memeluk. Dan... seperti permen mint dengan perisa apel yang dinikmati dengan orang yang kau suka."

Hanya dengan satu lirikan dan senyum yang tipis, Draco seketika berada di bawah kendali Harry. Harry pun tertawa tertahan melihat reaksi pemuda Malfoy. Ini pertama kalinya Harry melihat Draco bertingkah sebodoh ini. Kapan lagi Harry bisa melihat Draco, dengan wajah yang sudah sepenuhnya merah, kepala yang langsung berpaling karena malu, semuanya sangat tidak terbayangkan akan muncul dari seorang Malfoy.

Harry pada akhirnya tidak bisa menahan tawanya lebih lama. Ia membiarkan dirinya tertawa sepuasnya. Harry tidak berniat mengejek Draco dan Draco pun tidak merasa tersinggung. Hanya saja, Harry secara tidak sengaja membuat Draco makin berdebar karena tawanya.

"Apa yang kau tertawakan?" tanya Draco setelah menangkan dirinya.

Tawa Harry akhirnya mereda. Namun senyum masih mengembang lebar di wajahnya. "Kau sudah membuatku terkejut berkali-kali hanya karena aroma apel. Apa masih ada hal yang bisa membuatku terkejut sekarang?"

Tentu saja! Kau pasti akan sangat terkejut jika kubilang kalau aku menyukaimu! Draco berteriak dalam hati. Ia berusaha untuk tidak mengucapkannya keras-keras.

"Hm? Sepertinya memang ada," ucap Harry menebak. Ia langsung mendesak Draco untuk mengatakannya.

Cara Harry yang mendesaknya dengan terus mendekat membuat Draco tak tahan. Ia akhirnya bicara. "Aku... A-aku suka..." Draco begitu gugup saat melihat manik hijau itu menatapnya dengan ceria dan terus menanti. "Aku suka aromamu..."

Ah, Draco mengakui betapa pengecutnya dia.

Harry tidak langsung membalas. Ia mempertahankan senyumnya. Sayang sekali Draco tidak melihat kekecewaan di balik senyum Harry. "Kau sudah mengatakan itu berkali-kali, aku tidak terkejut."

"Ah, oh... Hm, aku..." Kening Draco sampai berkerut hanya untuk mencari sebuah alasan—selain mengungkapkan perasaannya.

Harry terkekeh pelan karena Draco tak kunjung juga melanjutkan perkataannya.

"Sudahlah, lupakan saja." Harry mengambil langkah mundur dan memberi jarak kembali antara dirinya dan Draco. "Aku akan kembali ke asramaku. Dan, jika kau memang tidak mau parfum itu..."

"Aku akan mengambilnya," ucap Draco sambil menggoyangkan botol parfum itu sebelum memasukkannya ke dalam saku. "Aku tetap menyukai aromanya walaupun ini buatan mugle. Yah, meskipun aku paling suka jika aroma apel itu bercampur dengan aromamu." Sungguh Draco bicara tanpa berpikir, sehingga ia langsung memerah saat menyadari apa yang ia katakan.

Harry hanya tersenyum. Ia sudah mendengarkan penjelasan panjang lebar Draco tentang aroma tubuhnya, jadi ia tidak begitu terkejut. Tapi Harry tetap senang mendengarnya. "Hm, kalau begitu aku duluan," ucapnya dan langsung berbalik, kembali ke asramanya.

Sebelum Harry pergi terlalu jauh, Draco yang awalnya ragu-ragu menghentikannya. Draco tahu jika ia tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan lagi. Mungkin bukan hari ini ia akan mengatakan kata itu kepada Harry. Tapi ia harus maju satu langkah.

"Er, Harry," Draco mencoba menghilangkan kegugupannya, "besok, saat kita ke Hogsmeade, apa kau mau pergi bersamaku? Yah, ke mana kita nanti terserah kau saja."

Harry tidak langsung menjawab, ia tersenyum misterius. "Hm, kenapa aku harus pergi denganmu?" Harry mencoba sedikit bermain. "Kau bisa bergabung dengan aku, Ron, dan Hermione."

"Tidak, aku hanya ingin kita berdua."

"Dan kenapa harus kita berdua?" tanya Harry lagi. "Memangnya, kau mau mengajakku untuk apa sih?"

Draco sekarang mengerti. Melihat Harry menahan senyumnya membuat Draco sadar jika pemuda Potter itu hanya sedang menggodanya. Kalau begitu, sebaiknya Draco terang-terangan saja. "Kencan. Aku mengajakmu kencan. Besok. Hanya kita berdua."

Akhirnya senyum yang ditahan Harry mengembang di wajahnya. Ia mengangguk membuat jantung Draco seketika meledak. "Hm! See you tomorrow then!" Dan Harry langsung berbalik pergi.

Draco masih terdiam di tempatnya. Saat Harry sudah tidak lagi terlihat olehnya, Draco bersorak kegirangan, meskipun tidak berteriak, terlihat jelas jika ia sangat bahagia. Draco tidak percaya jika ia benar-benar akan berkencan dengan Harry besok. Oh, betapa Draco berharap malam segera datang dan digantikan oleh pagi.

Saat Draco berkali-kali meyakinkan dirinya bahwa ia tidak bermimpi dengan mencubit pipinya sendiri, Draco kembali terdiam. Ia dekatkan tangannya ke hidung. Aroma manis apel yang bercampur dengan aroma Harry menguasai indra penciumannya. Tampaknya karena terlalu lama menggenggam tangan Harry membuat wangi manis itu tertinggal di tangan Draco.

Sial. Sepertinya Draco tidak bisa mencegah dirinya untuk tidak memeluk Harry besok.

.

.

The Loveliest ScentCompleted

.

.

.