BoBoiBoy © Monsta
Through a Glass, Darkly © Roux Marlet
.
.
.
The author gained no material profit from this work of fiction.
Alternate Universe, Fantasy with Magic
BoBoiBoy's Elemental Triplet (original trio)
Rated M for violence & couple scene (more than 2 pairings ahead)
Available in Indonesian & English versions.
.
.
.
PROLOG
.
.
.
.
.
Everyone carries a demon inside. Setiap orang menyimpan iblis dalam diri masing-masing. Tak terkecuali Taufan, keturunan keluarga kerajaan Windara, yang naik takhta di umur delapan belas tahun dan dikudeta rakyatnya sendiri di umur dua puluh.
Mantan raja Windara itu didorong ke arena dengan kasar sampai jatuh berlutut. Sebilah pedang ikut dilempar ke hadapannya, berkelontangan dengan nyaring di atas tanah batu.
"Tak bisa bertarung dengan sepasang pedang, hm? Lemah."
Penyesalan datangnya selalu terlambat. Taufan menyesali waktu dahulu Windara masih aman dan tenteram dan dirinya di masa muda punya seorang guru berpedang yang mahir, malah menyia-nyiakan waktu berlatihnya dengan kesenangan-kesenangan sesaat. Di saat Taufan sangat membutuhkannya kini, di atas tanah asing di negeri yang jauh, hanya kemampuan dasar dengan pedang tunggal yang ada pada dirinya.
Sorakan-sorakan membahana di sekeliling arena. Lawannya sudah datang. Monster itu, iblis itu. Dia membawa sepasang pedang di kiri-kanan tangannya yang kekar, maju mendekat ke arah Taufan yang masih berlutut di tanah dan belum meraih pedangnya sendiri.
Di balik semua teriakan, Taufan bisa mendengarnya. Cemoohan, sindiran, bahkan taruhan.
"Aku bertaruh sepuluh Dalc, dia akan tumbang dalam satu menit."
"Satu menit? Sepuluh detik saja aku akan takjub!"
"Hei, benarkah dia itu si raja gila dari Windara?"
"Apa benar? Artinya, dia memang lemah, 'kan? Sampai dikudeta rakyatnya sendiri …."
Hentikan itu …. batin Taufan dengan merana. Sudah cukup semua penderitaan dan penyesalannya sampai detik ini. Ibundanya tercinta terbunuh, negaranya hancur, dan kini dia dipaksa menyongsong pertaruhan terbesar di hidupnya selepas beberapa siksaan tak tertahankan sampai tadi pagi.
Tubuhnya perih, jiwanya letih. Lalu, kalau Taufan sampai mati dalam pertarungan ini, dia tidak akan bisa melihat senyuman itu lagi …. Senyum indah milik wajah cerah yang senantiasa terselubung kerudung merah jambu.
"Berdiri kau!"
Monster—iblis—itu berseru kepadanya. Sorakan penonton makin membahana, membuat kepala Taufan diserang pening. Bagaimana bisa iblis buta itu tahu dia masih terduduk menyedihkan di atas tanah, Taufan tak mau berpikir lagi. Diraihnya pedang dengan tangan kanan dan dibawanya tubuh penuh luka itu untuk bangkit.
"Aku tak mau bertarung denganmu," seru Taufan, disambut sorakan menghina dari para penonton. Sial, baru berdiri di hadapannya saja sudah membuat Taufan terhuyung. "Kau juga tahu ini bukan pertarungan yang adil."
"Tak ada gunanya bernegosiasi denganku," salak si iblis sembari mulai melepas topeng yang menutupi separuh atas wajahnya. "Aku tak pernah gagal menjalankan perintah Tuanku Maharani."
"Lemah, lemah!" sorak orang-orang.
Sesungguhnya bukan bertarung melawan iblis ini yang dimaksud Taufan dengan tidak adil. Motif dari diadakannya pertarungan satu lawan satu sampai salah satu mati inilah, yang tidak masuk akal dan jauh dari kata keadilan.
Tapi siapa Taufan, berhak menimbang soal keadilan, kalau dahulu jadi pemimpin saja dia gagal?
"Yaya …." Taufan menghunus pedangnya dan menatap lawannya. Kalau Taufan mati, dia akan kehilangan Yaya. Kalau iblis di depannya ini yang mati … yah, Taufan akan kembali kepada Yaya, dan sang Maharani akan kehilangan sesuatu yang berharga. Belum pernah seumur hidupnya yang baru dua dekade lebih sedikit, Taufan merasa sebegitu berkonflik dalam batinnya. Kenapa dia dan iblis ini harus bertarung kalau apa yang mereka perjuangkan berbeda sejak awal?!
"GRRRRRM. Akan kuhabisi kau!"
Topeng itu telah terlepas sepenuhnya, dilempar sembarangan oleh sang empunya. Manik safir Taufan terbelalak saat dia diterjang dua bilah pedang yang masih tersarungkan. Pemuda itu terjengkang, punggungnya menghantam lantai batu, dan si penyerang menindihnya.
"Aku membayangkan seperti apa ekspresi wajahmu saat ini," geram si iblis, kilatan merah menguar dari kedua mata sewarna rubinya, sekujur tubuhnya, dan juga sepasang tangannya yang memegang pedang.
"Aaaaaarrrgghhh!" Hantaran listrik dikirim ke seluruh tubuh Taufan, membuatnya kejang-kejang, bahkan pegangannya pada pedangnya sendiri terlepas.
Tidak, tidak, tidak … Taufan tidak boleh berakhir di sini tanpa berjuang apa-apa. Saat itulah, sepasang matanya yang mulai kehilangan fokus melihat sesuatu pada diri si iblis dan dengan itu sebuah desakan kuat bangkit dalam dirinya sendiri.
"GROOOOAAAAAAAHHHH!" Raungan yang ini milik Taufan.
Ada bunyi letupan angin keras dan si iblis merah terlempar sampai ke seberang ruangan, menabrak dinding yang juga terbuat dari batu. Orang-orang membisu, terpana.
Setiap orang membawa iblis di dalam dirinya. Taufan juga demikian; di waktu yang belum terlalu lama berlalu, iblis itu terbangun dan membawa keluluhlantakan atas Windara … dan, hari ini, iblis itu bangkit kembali.
Seseorang tersenyum di atas singgasananya menyaksikan semua itu.
.
.
.
.
.
To be continued.
.
.
.
.
.
Author's Note:
Judul ceritanya diambil dari kutipan Alkitab 1 Korintus 13:12, tapi cerita ini bukan tentang agama apa pun. Semesta yang menjadi latarnya adalah dunia fantasi, terinspirasi dari banyak lagu, dan sisanya imajinasi Roux belaka. (Menjajal nulis fantasi, nih~)
(Untuk mata uang Dalc, itu diambil dari universe-nya Spy x Family XD)
Roux sangat terbuka akan kritik dan saran! Terutama dari penulis/pembaca yang sudah lama berkecimpung di genre fantasi :3
Singkat dulu untuk awalannya, terima kasih sudah membaca :)
[19 November 2023]
