Disclaimer : Jujutsu Kaisen by Gege Akutami
A Fanfiction by Noisseggra
Pair : Gojo Satoru X Fushiguro Megumi
Genre : Drama, Supernatural, Romance
Warning : OOC (Out of Character), iya di fanfic ini sengaja OOC, nggak terlalu mirip sama Manga/Anime, demi plot.
YAOI, BL, RATED M, Semi Canon, maybe typo (s)
You have been warned !
This fic inspired from manhwa The Ordinary Lifestyle Of A Universal Guide by Kang Yoonwoo
A/N : Fanfic ini ditulis untuk kepuasan pribadi, jadi serah aing mau nulis apa :"V
.
.
Kiseki no Hiiraa
.
.
Perlahan matahari mulai terbenam di ufuk barat, suasana mulai gelap. Megumi mulai bersiaga, Seiji yang sudah tenang juga kembali menghampiri Megumi. Mereka mengawasi sekitar.
Prick…
Saat itulah Megumi merasakan sesuatu, entah apa ia juga tak tahu, tapi yang jelas ia merasakannya. Sesuatu seperti menekan tubuhnya.
"Heh, muncul juga," ucap Seiji, menatap ke arah gedung depan sebelah kiri dari tempat mereka berada. Ia lalu meraih ponsel untuk menghubungi Shino.
"Shino, kutukannya akan muncul di area sini. Sebaiknya kau bergegas kemari. Gedung berwarna biru tua di depan gedung tempat kami berada."
.
Megumi menatap ke arah yang disebutkan oleh Seiji, ia perhatikan baik-baik. Dan benar saja, ia melihat seperti ada pergerakan.
"Sensei, apa kau perlu sembunyi? Atau ikut berhadapan dengan kutukan itu juga?" tanya Seiji.
"Ah, umm…" Megumi belum sempat menjawab saat dari ponsel mereka terdengar suara Shino.
"Hey, seriusan kalian tidak bisa lakukan sesuatu? Tahan kutukannya atau apa? Secepat apapun aku pasti butuh waktu sampai kesana," ucap Shino dengan suara terengah, mungkin sedang berlari ke sana. "Kalau itu lolos, kita harus bermalam di sini loh, sampai kutukannya lenyap."
"Huuuhhh," omel Megumi. Ia lalu menatap Seiji. "Ya sudah, ayo kejar kutukan itu," ucapnya sambil segera menuju tangga turun, Seiji mengikuti.
"Hey, Seiji-san," obrol Megumi sambil bergegas turun. "Apa kau merasakan sesuatu, seperti ada yang menekanmu begitu. Meski samar saja."
"Menekan? Tidak a–...oooh, mungkin maksudmu kau merasakan hawa keberadaan kutukan itu Sensei," jelas Seiji.
"Hawa keberadaan?"
"Ya. Kurasa itu maksudmu. Sebelum ini kau bilang kau ikut misi E dan D kan? Biasanya di misi itu kutukannya lemah, bahkan ada yang tak masuk kategori. Jadi wajar kalau kau tak merasa apa-apa meski dikelilingi mereka. Tapi dari misi C ke atas, biasanya kutukan sudah mulai kuat. Jadi wajar kalau hawa keberadaan mereka kau rasakan, seperti tekanan begitu kan? Hmm…apa ya, pokoknya seperti kau merasakan sesuatu meski kau tak melihat apa-apa dan tak tahu sumbernya dari mana?"
"Ah, ya. Kurang lebih begitu," balas Megumi.
"Ya, itu tandanya kau merasakan keberadaan kutukan itu, Sensei. Para jujutsushi sudah terlatih dan terbiasa dengan itu, kami bahkan bisa pin point lokasi atau melihat residu dari suatu kutukan."
"Begitu ya," Megumi mulai mengingat pengalamannya saat dengan Gojo. Ia memang merasakan tekanan yang menyesakkan sekali, hampir membuatnya tak bisa bernafas. Tapi kali ini hanya seperti hawa tipis saja, mungkin karena level nya memang beda jauh. Meski begitu Megumi memang merasakan ada sedikit kesamaan, dan ia kini mengerti bahwa apa yang dirasakannya adalah respon atas kehadiran kutukan. Tadi ia tak mengenalnya karena perasaan itu masih terasa asing, belum terbiasa.
Mereka tiba di lantai dasar, dan bergegas menuju gedung berwarna biru tadi. Megumi yang memimpin di depan karena Seiji memang harus mengawal, memastikan Megumi aman. Saat menuju perempatan gang, Megumi seketika menghentikan langkah saat melihat sesuatu berwarna hitam. Seperti lubang hitam dengan posisi vertikal, dari dari sana sedang bermanifest sesosok kutukan mirip tikus, hanya saja ukurannya sebesar kudanil.
"Urk…" Megumi mematung di tempat. Ia benar-benar belum terbiasa melihat kutukan mengerikan dengan ukuran besar. Kutukan kecil saja baru kemarin-kemarin dia agak terbiasa, yang seperti ini masih membuatnya bergidik ngeri. Bayangkan saja ada tikus sebesar kudanil di hadapanmu, kau pasti akan merinding juga.
Tep…
Seiji melangkah ke samping Megumi dan melintangkan tangannya di depan Megumi seolah melindungi.
"Mundur saja. Tugas Sensei bukan melawan kutukan, cukup membiasakan diri dengan kondisi yang ada."
Megumi pun mundur perlahan, ia menuju gedung di sebelahnya dan berlindung di balik tembok. Iya sih dia tak terlalu terganggu dengan tekanan kutukannya, ia hanya ngeri saja. Kalau mau turun ke misi dia harus membiasakan diri dengan penampakan semacam itu. Megumi pun menghela nafas dalam-dalam, mencoba rileks, lalu mengintip setengah badan ke balik tembok.
Kutukan itu kian manifest seiring matahari yang semakin terbenam. Ia melihat Seiji meraih senjata dari sabuk di kaki nya, mirip yang dikenakan Megumi. Ia menyalakan senjata itu, muncul garis cahaya yang mirip cambuk, lalu beberapa saat kemudian Megumi merasakan tekanan lagi, tapi kali ini bukan tekanan kutukan, mungkin ini kekuatan Seiji? Karena detik berikutnya Megumi melihat cambuk yang dipegang Seiji berubah ukuran berkali-kali lipat.
Setelah matahari terbenam sepenuhnya dan kutukan itu muncul seluruh badan, Seiji mengayunkan cambuknya melilit kutukan tersebut, menahan pergerakannya.
"Yah, begini cukup lah," ia lalu menoleh ke arah Megumi. "Ini Shino yang harus menangani kan?"
"Ya, soalnya ini misinya dia," balas Megumi. Ia menatap ke arah kutukan itu yang meronta-ronta dan tampak semakin ganas, tapi Seiji tampak santai, tak menunjukkan struggle sama sekali. "Ano…kau baik saja?" tanya Megumi.
"Hng?" Seiji menatap bingung. "Oooh, ini," ia melirik ke arah kutukan yang tengah meronta itu lalu kembali kepada Megumi. "Ini hanya misi kelas C, tikus ini kutukan level 3 atau maksimal semi-grade 2 paling. Aku jujutsushi level 1 loh Sensei. Aku bahkan diharapkan untuk bisa melawan kutukan level special grade 1."
"Hah? Special grade 1? Kupikir jujutsushi level 1 juga misi level 1, melawan kutukan level 1 begitu," Megumi terkejut.
"Tidak, level jujutsushi sedikit berbeda. Soalnya–..."
"Wooyy…kalian…" Shino menghampiri dengan terengah. Akhirnya ia datang juga. "Uwah, besar juga," ucapnya begitu melihat kutukan yang tengah ditahan Seiji.
"Ya sudah, cepat bereskan," ucap Seiji.
"Oshh," balas Shino. Ia meraih sebilah golok dari sabuk di pinggang belakangnya, lalu menghampiri kutukan itu yang masih menggeliat tak jelas.
"Hati-hati, tebas tepat di–..." belum selesai ucapan Seiji, Shino sudah menebas di arah leher, tapi karena kutukan itu terus menggeliat, tebasan Shino pun meleset.
Kiiiiaaaarrrccckkk…
Kutukan itu meringkik keras, detik berikutnya tubuhnya melebur, berubah menjadi ribuan tikus kecil dan berlarian ke segala penjuru.
"Kau! Sudah kubilang!" omel Seiji.
"Hah? Kan aku sudah menebas di–...aaaakkk…" Shino berteriak saat gunungan tikus menuju ke arah mereka.
Gasp…!
Megumi juga terkejut. Tikus-tikus itu seperti ombak besar, menyebar ke segala penjuru. Dia harus apa?
"Khh…" Seiji segera melesat ke arah Megumi, ia menubruk tubuhnya dan membopong tubuh Megumi, lalu melompat menaiki bak sampah, tiang lampu, lalu mendarat di atas gedung sebuah toko. Sementara Shino masih di bawah sana berusaha menghindari tikus-tikus itu yang untungnya mulai menipis.
"Kan sudah kubilang tebas bagian vital nya," omel Seiji lagi, masih mendekap Megumi di pelukannya. Soalnya mereka mendarat di luar pagar pembatas atap sebuah toko, jadi tempatnya sempit sekali.
"Haaah, tadi kan aku juga mau melakukannya, meleset karena dia bergerak terus," Shino membela diri.
Seiji menghela nafas lelah. "Heeeh, sudahlah. Sekarang harus ap–..." ia menatap Megumi dan baru sadar ia masih memeluk healer itu. Wajah Seiji memerah, ia membawa Megumi melewati pagar pembatas lalu menurunkannya. "Gomen, Sensei. Aku tidak bermaksud," ucap Seiji sweatdrop.
"Ya, tak masalah. Arigatou," balas Megumi.
Shino menyusul mereka ke atap beberapa saat kemudian.
"Jadi? Sekarang apa?" tanya Seiji.
"Ya…menunggu sampai pagi," Shino menggaruk pipinya yang tak gatal.
"Huuh?" ucap Seiji dan Megumi tak terima.
"Informasi dari Madou, kutukan itu muncul tepat saat matahari terbenam, dan akan kembali menghilang menjelang fajar. Jadi ya…karena tadi terpecah jadi tikus kecil begitu, harus menunggu dia berkumpul jadi satu lagi. Dan kemungkinan ya saat dia mau menghilang, menjelang fajar itu."
"Apa tidak ada cara lain? Masa kita harus bermalam di sini," ucap Megumi.
"Ung…" Shino juga tampak bingung. "Ah, mungkin kita harus membasmi tikus-tikus kecil itu satu per satu?"
"Ya, bisa saja. Tapi itu banyak sekali. Tidak tahu bisa selesai semalaman atau tidak, atau ada pengaruhnya atau tidak pada wujud aslinya. Sebaiknya kita keliling dulu, mencoba cari keberadaan kutukan itu, dan barangkali menemukan cara untuk membasminya," ujar Seiji.
Mereka pun menyetujui rencana itu dan berpencar. Tapi Seiji tentu saja tetap bersama Megumi. Megumi juga menghunus senjatanya, kalau tikus kecil dia sih berani saja.
"Ugh, hawa keberadaannya ada di mana-mana," Megumi bergidik merasakan udara di sekelilingnya penuh hawa tipis yang ia rasakan sejak sore.
"Iya, dia benar-benar memecah tubuhnya jadi lebih kecil," Seiji menghentakkan cambuknya untuk membasmi beberapa tikus yang sempat nampak.
"Jadi itu kekuatanmu eh? Cambuk?" obrol Megumi.
"Hng? Oh, tidak juga," Seiji membuka jubahnya dan memperlihatkan beberapa gagang senjata yang ada di baliknya, tertata rapi dalam belt senjata. "Ini hanya senjata. Yang ini pedang, yang ini pistol, yang ini multiple arrow," tunjuk Seiji satu per satu. "Kekuatanku hanya menaikkan efeknya beberapa kali lipat. Termasuk cambuk ini juga."
"Souka. Shino juga sepertinya begitu ya."
"Iya, mirip. Hanya saja dia memakai senjata kutukan fisik, yang tadi dia pakai namanya tozama. Kalau aku lebih ke senjata yang berbasis energy, sama seperti senjata di tanganmu itu Sensei. Lebih simple dan gampang dibawa, dan efek yang dihasilkan tergantung kekuatan jujutsushi masing-masing. Kalau yang dipegang Shino itu senjata fisik yang sudah dialiri CE sejak pembuatannya. Bisa dibilang terpisah dengan CE milik Shino sendiri."
"Begitu rupanya," balas Megumi. Ia terdiam sesaat sebelum mengingat sesuatu "Ah, yang mau kau bilang sebelum ini apa? Soal level jujutsushi dan kutukan itu."
"Oh itu, tadi Sensei bilang kalau jujutsushi level satu pergi ke misi dengan kutukan level 1 kan. Sebenarnya tidak selalu begitu. Level jujutsushi akan dipairkan satu tingkat di atas level kutukan. Jadi semisal jujutsushi level 2, harus bisa menangani kutukan level 2 dengan mudah, dan diharapkan bisa menghandle kutukan level semi-grade 1. Jujutsushi level 1 sudah pasti harus bisa handle kutukan level 1, dan diharapkan bisa menghandle kutukan level special-grade 1. Begitu.
Pokoknya harus lebih kuat dari kutukan yang dihandle. Kalau tidak begitu ya pihak jujutsushi akan selalu kewalahan dalam setiap pertempuran. Apalagi kondisi pertempuran itu tak terduga, bisa saja levelnya berubah, atau ada kutukan dengan kemampuan tertentu. Pokoknya harus siap segala resiko pertarungan."
"Apa itu berlaku untuk jujutsushi non-CE juga?" tanya Megumi.
"Tentu saja. Kalau soal level jujutsushi, baik CE maupun non-CE, levelnya sama."
Megumi merengut. Jadi Toji selama ini pergi misi tak hanya melawan kutukan level 1, tapi special grade 1 juga? Dada Megumi sesak. Rasanya ia jadi ingin menyuruh Toji berhenti lagi. Ia menghela nafas lelah, sudahlah, sekarang bukan waktunya untuk itu.
"Ah, itu ada lagi," Seiji menatap ke lantai dua sebuah gedung.
"Tapi itu terlalu jauh," ucap Megumi.
"Takkan kubiarkan kabur," ia lalu menggunakan kekuatannya untuk membuat cambuk itu memanjang berkali-kali lipat. Ia sabetkan dan berhasil melenyapkan beberapa tikus kutukan yang ada.
Megumi mengusap tengkuknya sesaat. "Yang tadi itu, apa itu tekanan kekuatanmu?" tanya Megumi. Ia sekali lagi merasakan tekanan yang sama seperti sebelumnya, saat Seiji menggunakan cambuk itu dengan kekuatan.
"Ooh, ya. Sepertinya. Apa terlalu berat bagimu? Aku akan lebih berhati-hati lain kali," balas Seiji.
Megumi mengerutkan alis. "Jujutsushi juga memiliki tekanan kekuatan?"
"He? Tentu saja. Bahkan jujutsushi level tinggi seperti Geto-san, Gojo-san, dengan tekanan kekuatan saja bisa membasmi kutukan level dua ke bawah loh."
"Hah? Serius?" Megumi terkejut. Ia jadi teringat ucapan Shoko yang bilang kutukan akan kabur dengan keberadaan Gojo saja. Tapi ia pikir kabur dalam artian takut dan bersembunyi, bukan lenyap karena tekanan kekuatan.
"Hey, tapi aku pernah ikut misi dengan Gojo-san, aku tidak merasakan tekanan apapun darinya," tanya Megumi.
Giliran Seiji yang mengerutkan alis. "Masa sih? Aku pernah satu misi dengan Yuuta-san, special grade juga, tekanan kekuatannya benar-benar gila. Seperti menembus sampai tulang. Jadi mana mungkin Gojo-san tidak begitu. Hup…!" Seiji kembali mengayunkan cambuknya karena melihat kutukan lagi.
"Ya Sensei saja juga merasakan tekanan dariku kan, padahal aku level 1," tambah Seiji.
Megumi tampak berpikir. Apa ia tak merasa? Atau tercampur dengan tekanan kutukan yang ada? Tapi tidak ah, tadi saja dia bisa membedakan mana yang tekanan kutukan mana yang kekuatan Seiji.
"Atau…ya mungkin bisa saja dia memiliki kemampuan untuk menyembunyikan tekanan kekuatannya darimu, Sensei. Supaya kau tidak merasa terganggu," Seiji menambahkan.
"Memangnya yang seperti itu bisa?" tanya Megumi.
Seiji mengangkat pundak. "Aku sih tidak bisa. Tapi barangkali dia bisa. Tokyuu dakara."
Mereka lanjut menyusuri jalanan distrik. "Tidak banyak yang diketahui tentang dia selain yang tertera di official page. Bahkan para jujutsushi yang sudah lama di HQ sekalipun. Kami hanya dengar rumor, atau cerita dari satu orang ke orang lain yang pernah misi bersamanya. Ya, semacam itu."
"Begitu. Rumor ya…"
"Yeah…" balas Seiji sedikit panjang.
Megumi terdiam, mengerutkan sebelah alis. Ia lalu melirik Seiji. "Jadi…yang kau bilang sebelumnya soal dia seorang player, juga dari 'rumor' ?" tanya Megumi.
"Hmmm, yeaah…" balas Seiji tanpa menoleh.
Megumi mendengus dan tertawa kecil. Ia hanya bisa geleng-geleng kepala.
"Hey, tapi rumor itu nggak selamanya salah kan," ucap Seiji kemudian. "Maksudku, semisal soal kekuatannya. Rumor didapat dari tim HQ yang ikut dia misi. Semacam itu."
"Lalu rumor dia player dari siapa? Mantan mantannya?"
"Justru karena dia tidak punya mantan tapi tidur sana sini makanya rumor dia sebagai player menyebar."
Megumi menatap sangsi ke arah Seiji.
"Serius. Kurasa di healer department malah rumor tersanternya," jawab Seiji tanpa perlu Megumi tanya. "Katanya dia sudah meniduri hampir semua healer nya."
"Tapi kau tahu kan bahwa dia kesulitan mendapatkan heal? Mungkin itu cara dia untuk bisa menemukan heal yang cocok," balas Megumi.
"Mungkin. Tapi tetap saja kan, sudah meniduri banyak healer. Kebanyakan dari jujutsushi tak akan tidur dengan healer nya, kalaupun ada juga tidak semua healer ditiduri."
Megumi hanya menarik nafas panjang mendengar itu.
"Karena itulah Sensei…kupikir, kau harus hati-hati padanya," tambah Seiji. "Aku khawatir kau juga masuk list healer yang ingin ditidurinya saja, setelah itu dilepas. Sama seperti yang lainnya. Aku…tidak ingin kau dipermainkan."
Megumi tersenyum kecut. "Dan kau memperingatkanku karena…?"
"Yaaa…karena…aku peduli padamu."
"Dan kau peduli padaku karena…?"
"Yhhaaa…tak masalah kan…aku hanya…peduli saja. Aku merasa kau orang baik dan…dan berhak mendapatkan yang terbaik."
"Dan itu denganmu?"
"HAH?! I-itu…" Seiji langsung salah tingkah dan kelabakan sendiri.
Megumi hanya tersenyum dan kembali geleng-geleng kepala. Ia lalu melihat tikus kutukan di gang sempit sebelah kanannya, dan ia memutuskan untuk menebas tikus itu. Saat ia menegakkan tubuh setelah membungkuk menebas tikus, Seiji sudah berada di belakangnya dengan tangan bertumpu ke tembok, mengurung Megumi
"Tapi serius deh, tidak bisakah denganku…?" ucap Seiji. "Kau memberinya kesempatan. Kenapa tidak memberi kesempatan padaku juga? Maksudku…kalian bukannya sudah jadian juga kan. Dia memberi harapan padamu, kau menganggapnya serius, dan sekarang dia yang baru sadar bahwa kau serius. Terlihat seperti orang brengsek bagiku."
"..." Megumi terdiam, ia menghela nafas lalu melipat tangannya di depan dada. Ia tak merasakan ada niat buruk dari Seiji, jadi ia santai saja. Ia bahkan menyandarkan punggung ke tembok, dengan tangan Seiji yang masih belum bergerak dari posisinya.
"Baiklah, aku tanya satu hal padamu. Kau, kenapa tertarik padaku," tanya Megumi.
"Karena…kau ramah, wajahmu manis, senyummu juga," goda Seiji. "Lalu…heal denganmu menyenangkan," tambahnya.
Megumi mengangkat sebelah alis. "Kau tidak merasakan itu dari heal mu dengan yang lain?"
Seiji menggeleng.
"Memang perasaan seperti apa yang kau rasakan saat heal denganku? Kenapa heal denganku begitu istimewa, berbeda dengan heal mu yang lain?"
"Hmm…ini pertama kalinya aku merasakan nikmat saat heal. Kenikmatan yang benar-benar berbeda."
Megumi menyeringai. "Kau terangsang saat heal denganku?"
"Hey…! Itu–..." wajah Seiji memerah, tak menyangka kata-kata vulgar itu terlontar dari Megumi.
Megumi menyeringai, lalu menepuk pundak Seiji dengan punggung tangannya, menyuruh minggir. Seiji pun membuka jalan untuk Megumi lewat, membawa mereka kembali melanjutkan langkah.
"Kau tahu, kau bukan orang pertama yang mengatakan itu padaku," ucap Megumi.
"Benarkah? Lalu apa yang membuatmu memberi kesempatan pada Gojo-san dan tidak pada yang lainnya?"
Megumi menoleh menatap Seiji. "Ya tadi itu. Perasaan yang kau sebutkan tadi, aku hanya merasakannya dengan Gojo-san."
Seiji mengerutkan alis. "Tapi bukankah heal itu dua arah? Harusnya yang kau rasakan juga sama."
"Memang. Tapi saat heal denganmu atau jujutsushi lain, aku hanya merasakan perasaan biasa. Nyaman dan sejuk, rileks, semacam itu. Tapi tidak lebih. Hanya dengan Gojo-san aku merasakan sesuatu yang lebih. Mungkin sama sepertimu yang merasakan hal berbeda saat heal denganku. Kau bukannya tak merasa nyaman juga saat heal dengan orang lain kan? Hanya saja kau merasakan hal lebih saat bersamaku."
Seiji terdiam lalu menghela nafas panjang. "Heeeh, sepertinya benar-benar tak ada kesempatan untukku ya," ucapnya kemudian. Megumi hanya tertawa kecil meresponnya. "Tapi Sensei, bagaimana kalau dia mempermainkanmu? Kau bisa datang padaku kapan saja," goda Seiji.
"Aku lebih tahu tentang dirinya daripada kau yang hanya dengar dari rumor," balas Megumi santai.
"Geezz…" hanya itu respon Seiji. Mereka pun melanjutkan patroli mereka.
.
.
Sekitar jam 11 malam, mereka berkumpul di depan sebuah toko. Shino membawakan roti, snacks dan minuman untuk mereka.
"Kau dapat dari mana?" tanya Seiji.
"Toko. Aku tinggalkan uang kok," Shino menjelaskan. "Sebelum penutupan distrik, pemiliknya sengaja tak mengunci beberapa pintu, karena jaga-jaga kutukannya akan masuk ke gedung, supaya jujutsushi yang bertugas bisa masuk tanpa membobol. Jadi barang-barangnya juga masih ada, termasuk dagangan."
"Begitu."
Mereka pun melanjutkan makan. Shino menatap sekeliling. "Aku sudah memutari distrik. Tak ada tanda-tanda kutukan itu akan manifest jadi satu lagi," ucap Shino. "Sepertinya memang harus menunggu fajar. Membasmi tikus semalaman juga tak terlalu berguna. Bikin capek saja."
"Lalu apa? Kembali ke mobil? Cari penginapan?" tanya Seiji.
"Kalian terserah saja. Aku tetap di sini, ada banyak gedung yang bisa ditempati kok. Sekalian aku patroli tiap dua atau tiga jam. Ini misi ku, jadi tanggung jawabku."
Seiji menatap Megumi seolah meminta pendapat. Megumi terdiam, sibuk menghabiskan roti nya. Ya, ia bisa saja pergi. Tapi ia merasa kasihan juga pada Shino bertugas sendirian, distrik seluas itu.
"Aku tetap di sini juga deh, tanggung sudah sejauh ini," balas Megumi kemudian.
"Ah, souka," balas Shino. Meski terdengar biasa, tapi Megumi bisa menangkap nada senang dari ucapannya. "Gedung di sebelah itu, lantai dua nya kosong, tempat menginap orang yang begadang jaga distrik. Kalian istirahat saja di sana. Aku akan ke daerah sebelah sana," tunjuk Shino.
"Oke," balas Megumi. Mereka pun berpencar. Shino pergi ke arah yang dia tunjuk tadi, Seiji dan Megumi menghampiri gedung sebelah yang garasinya terbuka setengah. Mereka masuk lewat garasi itu lalu naik ke lantai dua. Ada sebuah ruangan besar beralaskan tatami. Ruangan itu kosong sama sekali, hanya ada satu meja rendah di salah satu sudut.
"Katanya tempat bermalam, betulan cuma ruangan kosong," ucap Seiji.
"Sudahlah ini juga sudah bagus, tatami nya lumayan hangat," ucap Megumi. Ia sudah merasa lelah karena aktivitas sejak sore. Ia pun berbaring dan melepas jaket seragam nya untuk ia gunakan sebagai bantal. "Bangunkan aku saat waktunya patroli," ucap Megumi.
"Ya…" balas Seiji. Ia masih duduk bersandar ke dinding, menatap pintu yang terbuka. Ia mengawasi keadaan luar siapa tahu ada pergerakan mencurigakan. Angin malam berhembus masuk melewati pintu itu, membuatnya sedikit bergidik. Ia menoleh ke arah Megumi, yang berbaring hanya memakai kaos pendek kini karena jaket panjangnya ia jadikan bantal. Tangannya meringkuk seolah supaya memberi sedikit kehangatan.
Seiji melepas coat nya, lalu pelan-pelan, menyelimutkannya ke Megumi. Coat itu cukup panjang sehingga bisa menutup dari pundak ke kaki Megumi. Megumi tampak lebih rileks setelah mendapat kehangatan itu, dan mau tak mau membuat Seiji tersenyum. Ia menatap wajah damai Megumi yang lelap. Perlahan…ia menundukkan wajahnya ke arah Megumi.
"Sensei…" panggil Seiji lirih. Ia nyaris mencium Megumi tapi segera menundukkan kepala. Ia menghela nafas panjang dan akhirnya kembali duduk berjaga menatap keluar pintu.
.
.
"Ng…" Megumi terbangun saat udara dingin semakin terasa. Perlahan ia membuka mata, suasana gelap. Ia mengernyitkan dahi, bukankah tadi cukup terang karena pintu terbuka? Ia bergerak untuk menoleh ke arah pintu yang memang tertutup, dan Seiji tak ada di sampingnya.
Perlahan mata Megumi terbiasa dengan pencahayaan ruangan dan mulai bisa melihat dalam temaram, masih ada sisa cahaya dari luar, jadi tidak gelap total juga. Ia duduk, dan baru menyadari ada sesuatu yang menyelimuti tubuhnya. Ia menatap benda itu dan mengenali kalau itu coat milik Seiji.
Megumi menghela nafas lelah, kembali menatap sekeliling. Meski Seiji tak ada ia merasakan seluruh ruangan itu diisi oleh energy nya. Mungkin itu cara Seiji melindungi Megumi, meninggalkan sisa energy nya sementara ia sendiri pergi. Ia rasa itu juga yang dilakukan Gojo waktu itu, yang membuat Megumi bisa bernafas kembali di tengah tekanan kutukan yang menyesakkan.
Megumi berniat bangkit saat pintu ruangan itu bergeser terbuka dan Seiji muncul di sana. "Oh, Sensei, kau sudah bangun," ucapnya seraya mendekat. Bisa Megumi lihat Seiji hanya memakai kaos pendek di udara yang dingin itu.
"Geez, kan kubilang bangunkan aku saat mau patroli," ucap Megumi dengan suara serak baru bangun tidur.
Seiji tertawa kecil lalu mengusap rambut Megumi yang turun ke pelipis, merapikannya ke belakang telinga. "Suaramu saat baru bangun, manis sekali," ucap Seiji.
"Hmmh," Megumi menampik pelan tangan Seiji lalu melepas coat di tubuhnya, menyerahkannya kembali pada Seiji. "Ini jam berapa? Bagaimana kondisi di luar?"
"Sudah lewat fajar, kutukannya sudah dibasmi kok. Ini aku kembali untuk membangunkanmu."
"HHHUUUHH?!" ia menatap kesal. "Kenapa kau tidak bangunkan aku."
"Sensei, membasmi kutukan bukan tugas mu. Kau hanya perlu membiasakan diri dengan kutukan dan kondisi lapangan yang ada, dan itu sudah kau lakukan semalam. Jadi tidak perlu memaksakan diri lagi."
Megumi hanya menghela nafas mendengar itu. Ia meraih jaket nya sendiri lalu kembali memakai jaket itu, mereka pun keluar dari sana. Megumi menatap langit yang masih gelap rupanya karena tertutup gedung-gedung di sana. Setelah turun ke jalanan, ia bisa melihat kalau bagian bawah langit mulai terang.
Megumi menguap sambil berjalan, dan bisa ia lihat dari sudut mata kalau Seiji tersenyum kecil. Megumi membuang pandangan, mengusap tengkuknya.
"Yang semalam…terimakasih," ucap Megumi kemudian.
Seiji mengerutkan alis. "Soal apa?"
"Kau meninggalkan energy mu untuk melindungiku."
"Aaahh, itu. Ya, seharusnya aku malah tak meninggalkanmu, tapi aku tak tega pada Shino. Distrik sebesar ini memang harusnya dipegang dua orang sih, apalagi dia masih level 3. Tapi keadaan memaksa," Seiji mengedikkan bahu. "Yeah, tapi kalau misi di atas level ini, aku pasti tak akan meninggalkanmu sih. Ini karena memungkinkan saja. Kalau bisa, jangan lapor ke atasan ya, hehe," Seiji menaruh telunjuk di bibirnya.
Megumi tersenyum melihat itu dan hanya bisa tertawa kecil. Ia tak masalah, lagipula tak ada hal buruk terjadi padanya.
Mereka berjalan keluar distrik, menghampiri mobil dan asisten manager yang sudah berdiri di sana. Shino tampak sedang mendapat perawatan dari asisten managernya.
"Dia terluka," tanya Megumi.
"Hanya luka kecil, cuma berdarah saja," balas Seiji.
Saat mereka sudah dekat barulah Megumi bisa lihat kalau tangan kiri Shino diperban di pergelangan tangannya.
"Yo," ucap Shino melihat Megumi dan Seiji mendekat.
"Hng," Megumi mendekat meraih tangan Shino.
"Hanya luka kecil, ini diperban supaya darahnya berhenti saja," jelas Shino.
"Begitu. Butuh heal energy?" Megumi sedikit merasa bersalah tak ikut pembasmian meski Seiji bilang tak apa.
"Hah? Eh, umm…" Shino tak langsung menjawab. Jadi Megumi meraih pergelangan tangan Shino dan memulai heal.
Seiji menghela nafas dan tersenyum kecut melihat ekspresi Shino saat merasakan heal dari Megumi.
Tak berapa lama Megumi melepas heal mereka. "Sudah, level energy negative mu tidak separah itu ternyata," ia menepuk pundak Shino lalu berjalan ke mobil yang satunya.
"Sensei, aku juga sudah bekerja keras. Mau heal dong," goda Seiji.
"Geez kau ini," balas Megumi seraya membuka pintu mobil. Seiji hanya tertawa meresponnya. Mereka pun masuk ke mobil dan mulai meninggalkan tempat itu. Megumi melirik Seiji yang duduk diam di tempatnya. Jujutsushi itu sudah begadang semalaman, memberikan coat nya untuk selimut, dan meninggalkan energy nya untuk melindungi Megumi. Megumi menghela nafas, ia rasa Seiji berhak mendapatkan heal nya.
Megumi membuka sebelah jaket healer nya, sekedar bisa melepas input device yang melingkar di lengan, supaya data heal nya sudah tak terekam lagi.
"Sini tanganmu," ucapnya setelah itu.
"Hah? Eh?" Seiji kikuk. "O-oh, tidak perlu, aku hanya bercanda tadi."
"Jadi nggak mau nih?"
"Ungh…" Seiji tampak enggan menolak. Ia pun mengulurkan tangannya untuk kemudian disambut oleh Megumi. Megumi meraih pergelangan tangan Seiji, melakukan heal padanya. Seiji menatap wajah Megumi sembari mendapatkan heal, dadanya berdegup kencang. Ia menelan ludah berat menatap wajah manis itu, jadi ia segera memalingkan wajah. Ia merasa bersyukur ada asisten manager bersama mereka, karena kalau tidak mungkin ia sudah lepas kendali dan mencium Megumi.
"Sudah," ucap Megumi setelah beberapa saat. Ia memakai kembali jaket nya.
"Arigatou…" balas Seiji.
"Oda-san, apa sudah ada perintah dari HQ lagi untuk misi selanjutnya?" tanya Megumi.
"Belum. Saya malah mendapat perintah untuk membawa Anda kembali ke HQ dan memastikan Anda istirahat," jawab Oda. "Saya rasa mereka juga mengirimi Anda pesan."
Megumi mengerutkan sebelah alis lalu mengecek tab kerja nya. Ya, rupanya ada direct message dari HQ, menyuruhnya istirahat dan standby setelah misi kali itu. Mungkin mereka masih menentukan misi berikutnya, pikir Megumi. Ia pun diam saja dan melanjutkan perjalanan.
.
~OoooOoooO~
.
Karena belum ada perintah lanjutan, Megumi hanya chill saja di paviliun. Ia sudah mandi, sudah makan, dan sekarang tiduran santai di sofa kamar sambil memainkan ponsel.
Ia membaca chat dari Gojo yang mengatakan ia belum bisa kembali, larena setelah misi yang kemarin, ia sudah dikirim lagi ke misi berikutnya.
Megumi menghela nafas lelah, meletakkan ponselnya di dada. Ia merindukan Gojo. Andai saja yang ikut misi semalam adalah Gojo, yang menjaganya saat tidur, menyelimutinya, lalu membelai rambutnya saat ia bangun, mungkin Megumi sudah mencium jujutsushi itu. Tapi sayangnya itu bukan Gojo.
Megumi meraih bantal sofa lalu memeluknya. Memikirkan kembali kejadian semalam. Ya, Seiji memang baik, perhatian juga. Tapi Megumi sudah terlanjur melabuhkan hati nya pada Gojo, dan ia tak mau merubah itu.
Tapi orang yang dipilihnya itu malah menggantungnya seperti ini.
"Hishh…" kesal Megumi sambil kembali meraih ponselnya, membuka chat dengan Gojo. Waktu itu Gojo bilang mencintainya kan, dan sekarang Megumi sudah membalas perasaan itu. Kenapa juga mereka belum resmi. Gojo bilang ingin bicara tatap muka, tapi untuk sekedar jadian bisa lewat chat kan, atau telefon. Lagipula mereka sudah tahu mereka saling punya rasa.
Sambil manyun Megumi mengetik pesan pada Gojo.
'Gojo-san, apa tidak bisa kita bicara lewat chat/telf saja?' begitu ketiknya. Ia benar-benar tak suka merasa gelisah begini.
Megumi menghela nafas lelah, lagi, entah sudah keberapa kali. Tentu saja belum ada balasan dari Gojo, jujutsushi itu sedang sangat sibuk. Megumi pun bangkit, bingung juga dia mau apa. Akhirnya ia putuskan untuk kembali ke greenhouse di perpustakaan untuk menghabiskan waktu.
.
Sekitar jam 11 siang Megumi mendapat chat dari HQ mengatakan bahwa seseorang akan datang ke paviliun Megumi. Jadi Megumi pun segera membereskan buku-buku dan kembali ke paviliun nya.
Tak lama berselang, bel paviliun Megumi ditekan, dan Megumi membukakan pintu. Seseorang yang tak Megumi kenali berdiri di sana.
"Permisi, saya Hizama, salah satu bagian dari divisi yang memegang eksperimen dengan Anda. Saya di sini untuk menanyakan beberapa hal," ia memperkenalkan diri.
"Ah, ya, silahkan masuk," Megumi mempersilahkan dan membawanya ke ruang tamu. "Silahkan duduk."
Hizama pun duduk, lalu membuka tas yang ia bawa, mengeluarkan tab kerja beserta pen nya. "Baiklah, saya mulai ya."
"Ya," Megumi mengangguk.
"Bagaimana kondisi Anda setelah misi semalam."
"Baik. Rekan misi saya memberikan banyak waktu untuk saya beristirahat," balas Megumi.
"Baguslah. Lalu apakah ada perbedaan yang Anda rasakan dalam misi semalam? Dibanding dengan misi-misi sebelumnya."
"Ya, ada. Dalam misi semalam saya bisa merasakan tekanan kutukan itu. Saat kutukan itu muncul pertama kali saya juga bisa merasakan hawa keberadaannya. Di misi-misi saya sebelum ini tidak begitu."
"Dalam skala 1-10, seberapa berat tekanan yang Anda rasakan."
"Saya rasa…1? Saya pernah ikut misi dengan Gojo-san, tekanannya hampir membuat saya tak bisa bernafas. Tapi yang semalam, saya hanya merasakan seperti ada aura tertentu saja. Tapi tidak mengganggu sampai membuat saya kesulitan bernafas atau hal semacam itu. Ah, dibanding tekanan kutukan, saya rasa saya malah lebih bisa merasakan tekanan energy dari Seiji-san, jujutsushi yang mengawal saya."
"Beliau menggunakan kekuatannya? Apa beliau membantu misi?"
Megumi sweatdrop. Mungkinkah seharusnya ia tak bilang? "Hanya sedikit saja, dia membantu menahan kutukan itu supaya tak pergi, karena jujutsushi yang bertugas ada di lokasi lain. Kami sempat berpencar karena lokasi misi yang cukup luas."
"Souka. Dari skala 1-10, menurut Anda seberapa besar tekanan energy yang Anda rasakan dari jujutsushi ini."
"Kurasa…3 ? Dia hanya menggunakan sedikit kekuatannya saja. Dan aku juga tak segitu parahnya merasakan tekanan itu, hanya saja memang di atas tekanan energy kutukan yang ada di sana."
"Begitu," Hizama tampak mencatat sesuatu di tab nya.
"Dia tidak dalam masalah kan?" tanya Megumi khawatir.
"Oh, tidak sama sekali. Saya di sini hanya fokus pada data Anda."
"Begitu rupanya," balas Megumi. Untuk beberapa saat suasana hening, Hizama masih sibuk dengan tab nya. "Apa setelah ini ada misi lagi?" tanya Megumi.
"Tunggu sebentar, saya akan membahas itu," Hizama menyelesaikan aktivitas nya di tab itu lalu kembali menatap Megumi. "Mungkin Anda juga sadar bahwa akhir-akhir ini sedang masa sibuk sekali untuk para jujutsushi."
Megumi mengangguk.
"Karena itulah HQ ingin Anda standby, kami khawatir Anda akan segera diturunkan ke real case untuk heal jujutsushi dalam misi."
Megumi sempat terbelalak, jantungnya berdegup lebih keras.
Hizama memperlihatkan data di layar tab nya. "Dalam beberapa minggu terakhir, sejumlah jujutsushi melampaui angka 90% dalam misi mereka. Seiji-san termasuk, meski dalam kasusnya ada sedikit kecurangan, tapi intinya kasus di atas 90% ini terjadi pada beberapa orang.
Untungnya mereka masih sempat dibawa ke rumah sakit terdekat dan mendapat heal segera. Tapi kami khawatir, kalau ini terus berlanjut, akan ada jujutsushi yang benar-benar berserk.
Batas persentase jujutsushi yang dikhawatirkan akan memasuki fase berserk adalah 95%. Kalau ada jujutsushi yang mendekati angka itu, saya rasa Anda akan segera diturunkan ke misi."
Megumi mengangguk tanda mengerti. Meski dalam hati tersenyum kecut. 95% sudah dikhawatirkan memasuki fase berserk? Lalu bagaimana dengan Gojo yang statusnya seringkali di atas 95%?
Hizama melanjutkan ucapannya. "Sebenarnya ini terlalu terburu-buru, Anda bahkan baru mencapai tahap mengikuti misi kelas C. Karena itulah kami perlu mengetahui seberapa besar tekanan yang dapat Anda hadapi dalam misi. Karena itulah, HQ berniat mempercepat proses tahapan misi Anda.
Anda akan dibebastugaskan dari heal di HQ untuk sementara waktu. Sebagai gantinya Anda akan difokuskan untuk ikut misi. Kalau sesuai jadwal harusnya Anda mengikuti misi kelas C sebanyak 6 kali, tapi karena kondisi mendesak, setelah ini misi yang akan Anda ikuti adalah misi kelas B. Setelahnya kelas A, tapi dengan level kutukan 1, atau special grade 1. Kami belum akan menurunkan Anda ke misi special grade.
Kami memutuskan untuk mencoba ini, dan jika Anda mengalami tekanan lebih dari yang Anda bisa hadapi, barulah kami akan menarik Anda dari misi tersebut. Bisa dibilang Anda terpaksa kami turunkan ke misi untuk merasakan kondisinya terlebih dahulu, dan menarik mundur jika kondisi tak memungkinkan."
Megumi mengangguk mengerti. "Baiklah," ucapnya.
"Kami benar-benar meminta maaf, tapi tidak ada cara lain. Jujutsushi yang memiliki kemungkinan lebih besar mengalami berserk adalah jujutsushi level 1 ke atas. Level 2 dan 3 juga ada, tapi persentase nya lebih sedikit. Dan dengan kondisi masa sibuk seperti ini, resiko itu meningkat lebih tinggi."
"Ya, saya mengerti."
"Tapi jika Anda merasakan tekanan yang berat, tolong langsung katakan pada kami, jangan memaksakan diri. Semua ini masih eksperimen, dan kami tak ingin kehilangan dua sisi dari jujutsushi dan healer. Meski berat, kami lebih memilih mengambil resiko dari sisi jujutsushi, bukan keduanya. Seperti yang sudah berlangsung selama ini."
"Baik, saya mengerti."
"Untuk misi selanjutnya adalah nanti malam, pukul 8. Misi kelas B. Prediksi level kutukan, level semi-grade 2 sampai semi-grade 1, saat ini masih didalami oleh para Madou," Hizama menggeser layar tab nya untuk memperlihatkan data. "Jujutsushi yang bertugas, Zennin Maki, Zennin Mai. Dan jujutsushi yang akan mendampingi Anda adalah Seiji."
Megumi menarik sebelah bibir. Lagi-lagi Seiji. Gara-gara dia sedang kena suspend.
"Istirahatlah yang cukup, dan jaga kondisi Anda, Sensei. Mungkin kami meminta terlalu banyak, tapi kami berharap semuanya berjalan lancar."
"Baik, terimakasih banyak," balas Megumi.
.
.
Karena nanti malam akan pergi misi lagi, Megumi pun memutuskan untuk tidur siang. Saat ia sudah naik ke ranjang dan bersiap tidur, ponselnya berdenting pelan. Megumi pun meraih ponselnya kembali. Ada chat balasan dari Gojo.
'Aah, aku ingin bicara langsung dengan Sensei, tidak mau lewat telefon," begitu balasnya. Megumi merengut, bukannya membalas, ia malah menekan tombol call. Lama sampai akhirnya panggilan itu baru diangkat, padahal Megumi melihat status online di akun Gojo.
"Aaahh Sensei," rengek Gojo begitu mengangkat telefon.
"Apa sih, apa susahnya bicara di telefon. Kita tidak tahu ketemunya kapan sedang musim sibuk begini, aku lelah harus menunggu," balas Megumi.
"Iya tapi aku tidak mau di telefon. Sudah cukup aku mengacau saat pertama kali mengatakan itu, sekarang aku ingin melakukannya dengan baik."
Megumi masih merengut, ia sudah mau berucap sampai akhirnya mendengar suara seseorang di seberang telefon.
"Gojo-san, sudah waktunya."
"Iya sebentar," balas Gojo yang menjauhkan ponsel dari wajahnya. "Ya sudah Sensei, aku duluan. Pokoknya aku ingin bicara secara langsung, dan melakukan itu dengan baik kali ini. Sampai jumpa," pamit Gojo.
Megumi menghela nafas lelah lalu meletakkan ponsel itu dan membenamkan wajah ke bantal. Jadi masalahnya hanya timing untuk meresmikan saja kan. Itu artinya sudah positif mereka saling menyukai kan.
"Ada ada saja," gumam Megumi sebelum meraih bantal guling dan mulai memejamkan mata.
.
.
.
~To be Continue~
.
Support me on Trakteer : Noisseggra
