Disclaimer: Semua karakter Mobile Legend BangBang adalah kepunyaan Moonton, saya hanya meminjam karakter yang ada di dalam fic ini.

Warning: Typo di mana-mana, Timeline serta setting yang acak.

.

.

.

.

.

.

.

Berbulan-bulan Alice terus mencari keberadaan pemuda yang selama tiga tahun telah mengisi hidupnya. Ia mencari jejak Julian ke segala penjuru tempat yang biasa mereka atau Julian kunjungi seorang diri. Bahkan jika harus menghabiskan sepanjang hidupnya selama puluhan tahun ke depan hanya untuk mencari Julian. Pemuda itu benar-benar menghilang tanpa jejak. Satu-satunya yang tersisa dan membuktikan pada Alice bahwa Julian sosok nyata dalam hidupnya dan pernah bersamanya hanyalah sehelai jubah pasukan raven milik sang Scarlet Raven itu.

Alice di sudut kamarnya terduduk bersimpuh, merengkuh sehelai jubah hitam tersebut, seolah sang pemilik lah yang saat ini berada dalam dekapannya. Wanita itu membenamkan wajah beserta tangisannya dalam helaian kain hitam beraroma mint segar, aroma khas yang senantiasa melekat pada helai merah pria tersayang. Masih membekas dalam ingatan Alice bagaimana dulu, ia menyandarkan kepalanya pada pundak Julian yang begitu nyaman dan menenangkan.

"Aku merindukanmu," ujarnya lirih. Wanita itu membaringkan tubuhnya tanpa melepaskan jubah milik Julian barang sedetik pun. Mencengkeramnya erat seolah tidak ingin benda itu diambil darinya. Sesal menumpuk dalam dadanya, seolah mencekik paru-parunya meski kini ia sudah tidak bisa disebut sebagai manusia lagi, ia merasa seperti merasakan kematian untuk yang kedua kali dalam hidupnya.

Alice tidak ingat pasti sejak kapan hatinya merasakan kehangatan untuk pria itu. Sebelum kehadiran Pria berambut sewarna darah itu, Alice hanyalah sesosok monster yang mematikan sebagian besar cinta kasih yang ia miliki. Semua orang yang ia cintai mengkhianatinya, semua orang yang menyayanginya telah dirampas paksa darinya. Tidak ada yang menginginkannya meski sehelai rambut saja.

Abyss menemukannya. Memberikan kekuatan tak terhingga dengan bayaran yang setimpal, semua orang yang pernah menyiksanya jatuh ke dalam Abyss, terkutuk selamanya menjadi budaknya, berada di bawah kepemimpinan Alice tanpa bisa melepaskan diri darinya. Ia lah yang mengatur semuanya. Ia yang berkuasa.

Ia memiliki segalanya. Dengan satu jentikkan jari, ia dapat menaklukkan apa pun kecuali rasa sepi yang mengusik hatinya.

Sampai pada suatu ketika. Bocah dengan sepasang iris scarlet dan rambut berwarna senada tanpa sengaja masuk ke dalam hidupnya. Hitam dan putih dalam hidupnya perlahan memudar, berganti warna merah cemerlang yang begitu cantik. Julian bukan hanya memberikan satu warna dalam hidupnya. Banyak hal yang secara tidak sengaja menumbuhkan cinta di hati Alice. Terasa indah dan layaknya bunga yang terus disirami sepanjang waktu, perasaannya pada Julian semakin besar, hanya dengan keberadaan pemuda itu di sisinya.

.

.

.

2 tahun lalu*

"Aku menyukaimu."

Alice tidak pernah menangis sepanjang hidupnya, bahkan ketika orang-orang yang ia cintai mencampakkannya. Ia mati rasa. Tetapi, pada suatu hari, kala mulutnya tak sanggup lagi membendung suatu hal baru yang terasa asing baginya.

"Aku menyukaimu, Julian! Ini hal memalukan bagiku tapi... Aku benar-benar menyukaimu! Aku mohon biarkan aku berada di sisimu selama mungkin..."

Melegakan. Alice tidak pernah menyangka rasa suka akan bereskalasi menjadi rasa cinta dan pada suatu titik ia sungguh tidak ingin kehilangan Julian satu detik pun.

.

.

.

.

1 Tahun Lalu.

Ia menyukai keberadaan pemuda merah kesayangannya, menikmati setiap momen yang ia habiskan dengan pemuda itu, sesederhana berlarian bersama seperti anak kecil dan memancing ikan dan berburu berdua.

Ia sangat mencintai Julian, di saat yang sama ia benci kenyataan.

Setahun setelah ia mengungkapkan perasaan. Pemuda itu menghilang dalam misinya. Selama berminggu-minggu pemuda itu tidak kembali padanya. Alice dalam wujud penyamarannya mendatangi salah seorang rekan Julian yang berpapasan dengannya di depan gerbang lumina city, berkeliaran di pusat kota selama berhari-hari.

"Dia sudah tidak ada kabar selama berhari-hari meski kami mencarinya di seluruh titik lokasi kemungkinan tempatnya berada, jika dalam tiga hari ke depan masih belum ditemukan, anggap saja dia sudah mati."

seorang rekan Julian mengabarkan padanya bahwa kemungkinan pemuda itu sudah tiada, Alice refleks menampar keras prajurit itu.

"Jaga omonganmu. Aku merasakan dia masih hidup! Dia baik-baik saja entah dimana! Jangan sekali-sekali kau mengatakan kalau dia sudah... Brengsek kau!"

Alice adalah makhluk Abyss terkutuk, akan tetapi pada hari itu, ia bersimpuh semalaman berdoa kepada sang Ancient One agar Julian kembali dengan selamat dan baik-baik saja.

Dan sehari sesudahnya, Julian pada akhirnya pulang dalam keadaan terluka dan belum sepenuhnya pulih.

Alice merasa tidak bisa melakukan apa-apa selama pemuda itu menghilang, keadaan pemuda itu setelah ditemukan benar-benar membuat hatinya remuk. Seharusnya dia ada di sisi pemuda itu di saat Julian berjuang menahan berbagai macam penderitaan sebelum berhasil ditemukan. IA TIDAK BERGUNA.

Di satu sisi ia menjadi sadar akan satu hal pula, Julian bisa pergi meninggalkannya selamanya, kapan saja tanpa bisa mereka cegah, sama seperti orang-orang yang ia kasihi sebelumnya.

.

.

.

.

Hari yang ditakutkan Alice pun terjadi, malam itu Julian berpamitan untuk pergi dalam waktu yang mungkin akan agak lama.

Dia takut tapi tak bisa mencegah karena saat itu ada kepentingan yang sangat mendesak. Alice dengan rasa berat hati membiarkan orang yang disukainya pergi dan ia berjanji akan menunggu pemuda itu kembali sampai kapan pun.

Wanita itu begitu setia menunggu kepulangannya, entah mengapa Julian jadi merasa bersalah disaat ia memutuskan untuk kembali, karena sejujurnya saat ia pergi untuk mengurusi klannya ia berniat untuk tidak kembali menemui Alice. Tapi hatinya sakit mengetahui wanita itu bersedih hanya karena menunggunya yang tak ada kabar.

'Alice pasti akan marah kalau tahu aku berniat untuk meninggalkannya lagi,' ucapnya dalam hati saat kakinya melangkah berjalan berdampingan dengan Alice yang berceloteh tiada henti sejak beberapa menit lalu dan wanita itu mengajaknya untuk pergi ke sebuah kedai minuman kesukaannya sebagai hadiah penyambutan.

Masuk ke dalam kedai pikirannya masih belum jernih. Ia bingung dengan situasi seperti ini. Ia memang biasa menerima cinta tapi takut tidak bisa memberi apa yang diharapkan. Hanya saja ia tak ingin kehilangan Alice, ia menyukai keberadaan wanita itu yang ternyata memiliki banyak kesamaan minat dengannya. Apakah Alice akan membencinya? Tapi tak ada salahnya kan dia mencoba berkomitmen dan benar-benar serius kepada Alice? Saat ini Alice menjadi satu-satunya wanita yang paling dekat selain Melissa.

Maka ketika keduanya duduk dan Alice memesan minuman untuk mereka berdua, Julian memutuskan untuk bicara.

"Alice, sepertinya aku akan mulai mempertimbangkan perasaanmu," ucapnya secara dadakan membuat Alice yang tampak tak siap pun jadi terkejut.

"Maksudmu apa?"

"Yah, maksudku kita bisa mulai menjalani ini, kalau memang seandainya aku ditakdirkan bersamamu aku tidak keberatan, tapi aku ingin melihatmu dulu..."

Satu hal yang Julian tak terlalu pikirkan. Bagaimana kalau ternyata mereka tidak berjodoh? Apakah semuanya akan tetap bisa berjalan sama?

"Kalau begitu kau jangan selalu pergi meninggalkanku..."

Julian mengiyakan mencoba melakukan yang terbaik pada janji itu, tapi pemuda itu pada akhirnya selalu pergi dan menghilang setiap kali ia mulai merasa resah kepada Alice dan Alice akan pergi berjam-jam menelusuri kota-kota kecil yang ada untuk mencari si pemuda dengan perasaan kalut dan khawatir.

Tentu dia sangat kalut sekaligus mungkin curiga kalau pemuda itu menemukan kenyamanan bersama orang lain atau dia diculik pria hidung belang di tengah jalan? Tak percaya? Julian terlalu polos untuk menjadi seorang raven terkuat karena ia mudah mempercayai orang lain, hal yang membuat dirinya terjebak oleh orang-orang aneh.

.

.

.

.

.

.

.

End of Chapter 2