@ Naruto by Masashi Kishimoto
Anime X-overs Concept Art
.
.
.
Dahulu, aku tidak pernah menyangka bahwa apa yang selama ini kuyakini sebagai hal mustahil dalam komik yang sering kubaca justru terjadi pada kehidupanku sendiri.
Ayahku berkata, "Apa yang ditulis oleh para ahli merupakan gambaran jelas tentang dunia menurut persepsi mereka."
Aku tidak menduga bahwa aku akan menganggukkan kepala menyetujui apa yang beliau tuturkan saat semuanya kembali jelas ke atas permukaan ketika tabir mulai menyingkapi dirinya sendiri sedikit demi sedikit.
.
.
.
Namikaze Uzumaki Manor
Sebuah rumah bergaya istana abad pertengahan bercat putih kusam dengan taman luas yang memenuhi seluruh bangunan. Bisa dilihat berbagai macam aneka pepohonan dan tanaman hias mempercantik halaman saat pertama kali memasuki pekarangan rumah.
Sebuah jalanan setapak berkelok yang dihiasi batu krikil kecil melengkapi pemandangan hayati. Sebuah jiplakan panorama alam yang tersaji indah dari gerbang masuk sampai ke halaman depan rumah dan menjadi ujung jalan yang ditandai sebuah patung kolam air mancur berbentuk bunga Tulip berwarna putih dengan sedikit ornamen hitam pada setiap ujung sisinya.
-
Nampak sepasang anak kecil tengah bermain di taman. Seorang gadis mengenakan pakaian dress merah dibalut dengan jaket merah marun, boots hitam menjadi alas yang melindungi kaki putihnya, rambut cokelat panjangnya diikat simpul satu ke belakang membiarkan sisa rambutnya menjuntai ke depan membingkai wajahnya yang cantik jelita. Lalu anak laki-laki berambut pirang jabrik dengan kulit eksotis mengenakan kaos oblong putih polos dan celana khas militer berwarna hitam serta sepatu kets putih melengkapi penampilannya.
"Kau tahu, Naru, kepompong ini berasal dari ulat yang sudah memasuki tahap pertama untuk menjadi kupu-kupu yang cantik," tutur Aerith menunjuk pada sebuah metamorfosis yang menggantung di sebuah tanaman hias kecil.
"Dari mana kau tahu, Aerith?" imbuh Naruto, agaknya ia sedikit terkejut saat melihat kepompong yang Aerith tunjuk.
"Ibuku membelikan sebuah buku tentang kehidupan flora dan fauna. Untuk selebihnya aku tidak tahu karena aku belum membacanya sampai selesai," kelakar Aerith sambil tersenyum lebar.
Naruto termenung sejenak sebelum akhirnya ia tertawa. Melihatnya, Aerith juga ikut dalam kebahagiaan kecil yang mengelilingi mereka.
"Hei, lihat! Itu indah sekali!" beo Aerith saat matanya tak sengaja melihat sebuah batu kecil berwarna hijau mengkilap.
Naruto memungutnya, ia pun mengangguk-angguk kecil mengiyakan ungkapan Aerith sambil terus memperhatikannya.
Hap!
Naruto terkesiap tatkala Aerith dengan tiba-tiba mengambil batu itu dari genggamannya.
"Siapa yang menemukannya lebih dulu, ia yang punya," ejek Aerith berlari meninggalkan Naruto seraya menjulurkan lidahnya.
"Aerith!" tukas Naruto mengejarnya.
"Ini punyaku, Naru! Siapa yang menemukan, siapa yang dapat!" pekik Aerith, langkahnya semakin lambat.
"Tapi batu itu ada di tamanku!" titah Naruto saat jaraknya kian mendekat.
Kedua anak kecil itu berlari memasuki sebuah bangunan kecil yang di dalamnya terdapat sebuah riset untuk pengembangbiakan tanaman-tanaman obat yang langka.
Naruto tiba hal yang pertama kali ia lihat adalah rak-rak toples berisi tanaman yang berjejer rapi. Aroma pestisida langsung menyeruak masuk ke dalam hidung mancungnya yang sudah terbiasa dengan hobi kecil sang ibunda tercinta.
Naruto dengan pelan melangkah supaya tidak menimbulkan suara yang bisa didengar oleh orang yang tengah bersembunyi di salah satu bilik rak.
Ting!
Naruto menghentikan langkahnya, ia melihat dari mana suara itu berasal. Tersenyum, nampak air di dalam toples kaca sedikit bergelombang. Naruto semakin mempercepat laju langkah kakinya menuju rak tiga bilik dari tempatnya berdiri.
"Siapa yang menemukan, siapa yang dapat!" sentak Naruto saat menemukan orang yang dicarinya tengah meringkuk melindungi batu yang ia klaim sendiri.
Aerith cemberut dan mengumpat, "Kau tidak menyenangkan!"
Naruto hanya terkekeh geli, ia mendekat lalu mendudukkan dirinya di sebelahnya walaupun tidak ada alas sekali pun. Aerith semakin mendekatkan dirinya pada Naruto yang disambut baik dengan mengalungkan lengannya ke pundak gadis itu.
"Kau bisa mengambilnya dariku, tapi sebagai janji, Naru," bisik Aerith mendongakkan kepalanya.
"Janji apa?" timpal Naruto mengarahkan pandangannya pada gadis yang berada di sebelahnya.
"Janji kalau kita akan selalu bersama," pinta Aerith dengan senyum manisnya.
Naruto untuk sesaat diam, nampak ia seperti memikirkan sesuatu sebelum akhirnya ia mengangguk. Aerith senang, ia dengan rela menyerahkan batu itu pada Naruto yang langsung diambilnya.
"Aku akan menjaganya, Aerith," tegas Naruto sambil menggenggamnya kuat-kuat.
Bruk!
Aerith terjungkal ke belakang lantaran Naruto tiba-tiba berdiri dan berlari darinya.
"Siapa yang menemukan, siapa yang dapat!" teriak Naruto saat sudah berada di kejauhan.
Aerith yang tersentak langsung berdiri, dengan wajah memerah entah malu atau karena dorongan emosi ia mulai mengejar Naruto yang keluar melalui pintu belakang.
-
Namun saat berada di luar Aerith tidak menemukan siapapun, hanya taman luas yang dikelilingi pepohonan lebat sejauh mata memandang.
Di sisi lain, Naruto yang bersembunyi tepat di samping bangunan tidak menyadari kalau tempat ia berpijak adalah tumpukan kayu yang renta.
Saat sedang mengamati tingkah laku Aerith yang menurutnya lucu, Naruto dengan perlahan melangkah mundur bermaksud mengerjainya dengan meninggalkannya di taman.
Brak!
"Ah!"
Aerith yang mendengar suara bising serta teriakan yang berasal dari samping bangunan mendekat dengan langkah gelisah.
"Naru?!" jerit Aerith saat melihat sebuah lubang besar yang di dalamnya Naruto tengah tersungkur dengan beberapa balok kayu yang menimpanya.
Panik.
Aerith dengan tergesa-gesa berlari menuju rumah sambil berteriak, "Ibu! Tuan Kakashi!"
-
Dalam kesendiriannya Naruto meringis menahan sakit pada kaki dan pergelangan tangannya. Naruto menoleh ke samping ia menemukan sebuah celah curam seukuran tubuh orang dewasa ketika berjongkok dengan beberapa tetesan air.
Naruto sebisa mungkin mengangkat sebuah balok yang menimpa kakinya saat melihat di dalam gua kecil itu terdapat sepasang mata yang menyala terang menatap ke arahnya.
Naruto semakin dibuat panik ketika derap langkah kaki semakin dekat.
Bruk!
Naruto berhasil memindahkan balok kayu itu kemudian saat ia kembali melihat ke dalam celah sesosok rubah seukuran serigala salju berbulu putih sudah berada tepat di depan wajahnya menatap langsung ke arah matanya.
Naruto terkesiap.
Sekujur tubuhnya kaku bak mati rasa tatkala ia melihat pantulan dirinya dari mata sang rubah.
Dalam momentum itu entah mengapa Naruto merasakan sensasi lain saat pandangan mereka bertemu. Naruto merasa adanya kontak batin yang mengikat dirinya dengan sang rubah.
Naruto mencoba mengangkat tanga kanannya yang terluka untuk mendaratkan helaian ke atas kepalanya.
Mengejutkan!
Rubah itu bergeming bahkan memejamkan matanya merasakan helaian Naruto.
Naruto pun tersenyum sambil berkata, "Aku bisa merasakan dirimu."
Namun halnya hewan buas, insting terkuat mereka timbul saat berhadapan dengan mangsa yang lemah. Naruto mengernyitkan dahinya melihat rubah itu menampakan wajah yang sangar.
Kejadiannya begitu cepat.
Hal terakhir yang Naruto ingat adalah rongga tenggorokan sang rubah menutupi seluruh pandangannya.
-
Naruto terbangun!
.
.
.
Hari Ini
Tepat 20 Tahun Yang Lalu.
Naruto bangkit dari tempat tidurnya, pria jangkung dengan janggut dan rambut jabrik panjang yang tak tertata rapi berdiri. Sebuah ruangan sepetak yang penuh dengan warna putih dan aroma obat-obatan adalah ucapan selamat pagi yang menyambut dirinya.
Setelan rumah sakit berwarna biru muda sudah melekat pada dirinya sebagai pakaian sehari-hari.
Naruto melangkah menuju wastafel samping ranjang untuk mencuci wajahnya dari tidur yang panjang. Ia melihat dirinya dari pantulan cermin dan mendapati manik biru samudera itu sangat kosong akan kehidupan.
Naruto meraih serbet yang ia gunakan untuk mengelap air dari wajahnya.
Ia meletakkan kembali kain basah itu dengan sembarang. Naruto lalu berjalan menuju pintu lalu membukanya, hal pertama yang dilihat adalah orang-orang dengan pakaian sama dengannya tengah berbaris rapi sambil memegang baki besi yang diisi sepasang sendok dan garpu.
Beberapa dari mereka ada yang cekikikan, tertawa tanpa sebab bahkan ada yang meringkuk ketakutan di pojok lorong yang kini tengah ditanggapi oleh petugas rumah sakit.
"Naruto Namikaze," sapa seorang pria tersenyum yang entah dari mana datangnya ia sudah berdiri di sebelahnya
"Namaku Iruka Umino. Hari ini dan seterusnya aku akan menjadi pengasuh barumu," lanjutnya.
Naruto hanya mengangguk kecil tanpa mengeluarkan sepatah katapun dari mulutnya.
"Karena hari ini adalah hari pertamaku bertugas, jadi, biar aku saja yang mengurus semua keperluanmu hari ini, Tuan Naruto," lontar Iruka seraya menutupi pintu kamar Naruto.
"Mari."
Iruka dan Naruto berjalan menuju kafetaria, sepanjang perjalanan Iruka menjelaskan kalau pengasuh Naruto yang kemarin mengundurkan diri karena dirinya akan dipersunting oleh seseorang yang menjadi pelabuhan terakhir hatinya. Iruka juga menambahkan bahwa selama suster itu mengasuh Naruto tidak sedikitpun ia merasa diperlakukan seperti orang asing atau orang tak waras lainnya, justru suster itu berkata, "Tingkahnya sangat penurut, aku hampir saja mengadopsinya menjadi bagian keluargaku."
Entah didengar atau tidak, Naruto hanya diam menyimak semua penjelasan dari pengasuh barunya.
-
Tiba di kafetaria, seperti yang ia ucapkan sebelumnya pengasuh baru itu benar-benar melakukan semua yang menjadi kebutuhan Naruto mulai memilihkan tempat duduk, mengambilkan makanan, menyiapkan minuman bahkan Iruka menawarkan bantuan untuk menyuapinya, namun Naruto menolaknya dengan menggelengkan kepalanya.
Iruka dengan sabar menemaninya dalam kebisuan.
Kilas balik sejarah singkat tentang pasien yang tengah menyantap sarapan pagi dengan khidmat mulai memenuhi kepalanya. Iruka mengingat kembali apa penyebab utama kenapa anak dengan masa depan cerah seperti Naruto bisa berakhir di rumah sakit jiwa. Dalam catatan kepolisian menerangkan tentang beberapa kejadian yang menimpa keluarga malang itu hingga menyebabkan kerusakan mental dan gagalnya pola pikir dalam diri Naruto.
Dan itu merupakan sebuah pukulan telak bagi dirinya yang masih sangat muda.
Namun sepanjang yang ia lihat, Naruto masih memiliki kendali atas dirinya sendiri entah itu disebabkan karena dorongan hidup atau kesadaran otak yang sudah malfungsi ia sendiripun tidak tahu.
-
Taman
Saat ini banyak para pasien tengah menjalani terapi pemulihan dengan melihat pemandangan alam dan udara yang segar. Banyak tanaman-tanaman indah dengan panorama alam yang tersaji baik dan sangat terawat.
"Ayo, Para Senior! Mari kita nikmati keindahan taman ini! Udaranya sangat bagus untuk tubuh! Jadi, jangan lewatkan kesempatan ini!" sorak seorang suster yang berdiri di tengah-tengah mereka mengarahkan dengan penuh semangat.
Saat berada di taman, para pengasuh hanya boleh mengawasi dari bilik kaca pada ruangan berbeda yang berada di lantai atas, hal ini bermaksud untuk memberikan kebebasan kepada para pasien dalam menjalani terapi.
Iruka masih belum melepaskan pandangannya pada Naruto yang kini hanya duduk diam pada sebuah kursi di sisi taman yang agak sepi.
"Tragis, bukan?" timbrung seseorang yang datang sambil memberikan segelas kopi panas.
"Benar. Terima kasih," timpal Iruka seraya menerima pemberian dari orang itu.
"Genma Shiranui," sambungnya memperkenalkan dirinya.
"Iruka Umino," jawab Iruka sambil tersenyum.
Keduanya sama-sama menikmati kopi panas seraya melihat ke masing-masing pasien mereka yang tidak terlalu berjauhan dengan pasien lainnya.
"Banyak orang baru masuk ke sini, beberapa kasus sangat umum sepertinya ekonomi, percintaan, karir bahkan hal sepele seperti pengangguran dan gagal dalam tes pun tidak sedikit. Namun, aku belum pernah menemukan kasus seperti Namikaze," cicit Genma saat melihat Naruto masih belum bergerak sama sekali dari tempatnya.
"Orang tuanya terbunuh sadis, rumahnya terbakar, pelayan pribadinya juga masih kritis, tapi itu belum bagian terburuknya," lanjut Genma sambil meminum kopinya.
Iruka menoleh ke arahnya memintanya untuk meneruskan ucapannya.
"Keluarga besar dan sanak saudaranya juga ikut terbunuh di malam yang sama dan aset mereka juga berakhir dengan cara yang sama pula."
"Bagaimana reaksi polisi?"
"Polisi, hakim bahkan kesatuan elite sudah dikerahkan untuk mengusut tuntas kasus tersebut, tapi layaknya mencari jarum di lautan jerami semua tindak-tanduk ditunda sampai adanya bukti yang menguatkan agar kasus itu kembali digelar."
"Masih bisakah kasus itu kembali dibuka?"
Genma hanya menatap lurus ke wajah Iruka sebelum akhirnya berucap, "Itu sudah 20 tahun yang lalu. Hakim sudah menganggapnya selesai. Daripada mengusut sesuatu yang sama sekali tidak ada kejelasan, hakim mengubah operasi penyelidikan menjadi kompensasi terhadap keluarga korban. Mengingat putra mahkota kota ini adalah satu-satunya yang selamat, namun kondisinya sudah sangat rusak baik secara mental, spiritual, emosi dan fisik."
Iruka kembali mengarahkan atensinya ke arah Naruto.
Terdengar pintu terbuka dan seorang suster berkata, " Petugas Iruka, kau ada kunjungan tamu."
"Ya, terima kasih," beo Iruka mengangkat tangan kanannya dan suster itu pergi dari tempatnya berdiri.
"Baiklah, sepertinya aku harus kembali. Terima kasih kopinya, Petugas Genma, aku akan mentraktirmu di lain kesempatan," pamit Iruka menjauh.
"Saat kau menemukannya dalam keadaan kurang stabil, katakan saja, 'Kau tidak sendirian.' Itu akan menormalkan kembali tekanan dalam dirinya," saran Genma saat melihat Iruka sudah berada di dekat pintu.
Iruka hanya menoleh dan mengangguk seraya berlalu dari sana.
-
"Ini dia, silakan," titah Iruka saat ia mengantar seseorang untuk bertemu dengan Naruto.
"Terima kasih, Petugas."
"Um, untuk memastikan saja jika Anda mendapati pasien saya dalam kondisi tidak stabil, katakan saja, 'Kau tidak sendirian.' Itu akan meredakan gejolak emosi yang berada di dalam dirinya," sergah Iruka memberikan langkah pencegahan.
Orang yang dimaksud hanya mengangguk sambil tersenyum dan berkata, "Terima kasih lagi, Petugas, aku kini sudah tahu apa yang harus aku lakukan. Dan jika Anda berkenan saya mau menemuinya."
"Ah, ya, silakan! Maafkan saya, Tuan. Kalau begitu saya akan meninggalkan Anda," pamit Iruka, di dalam matanya ia sangat mengkhawatirkan keadaan Naruto.
Saat Iruka sudah menjauh, pria itu mendudukkan dirinya di samping Naruto yang masih berdiam diri setelah menarik sebuah kursi yang berada di dekatnya.
"Pengasuh barumu begitu perhatian dengan kondisimu layaknya seorang ayah, sangat berbeda dengan suster kemarin yang selama ini selalu mengurusi semua kebutuhanmu dan menganggap dirimu adalah bagian dari keluarganya, Tuan Naruto," jelas pria bersetelan jas lengkap sambil melihat petugas yang mengasuh Naruto sudah kembali ke tempatnya.
Sedangkan Naruto merasa dirinya dipanggil oleh orang asing yang tidak dikenalnya mulai menolehkan kepala ke arahnya.
Sadar akan perubahan yang terjadi pada Naruto membuat pria itu membawa atensi ke arahnya sambil tersenyum dan berkata, "Aku kenal baik dengan ayahmu, Naruto."
Tatapan kosong itu masih tak ubahnya seperti lubang kekosongan yang tidak dapat diterangi oleh cahaya kehidupan.
Begitu hampa.
"Namaku Jiraiya dan aku berbicara untuk Akatsuki sebuah perkumpulan liga bayangan yang dibentuk untuk melindungi orang-orang dari ketidakadilan di negeri ini dari balik kegelapan," tutur Jiraiya memperkenalkan dirinya dan kelompok yang ia wakili.
"Orang sepertimu masuk rumah sakit ini adalah sebuah pilihan, namun apapun yang menjadi tujuanmu, kau sudah sangat kehilangan dalam pencaharianmu," imbuh Jiraiya menambahkan.
"Akatsuki bisa memberimu sebuah jalan, kesempatan untuk berbuat benar. Dan jika kau membuat dirimu untuk menjadi lebih dari sekadar seorang pria, memberimu sebuah idealisme, maka kau sudah membuat dirimu layak menjadi seorang legenda, Tuan Namikaze," papar Jiraiya seraya mengambil sebuah amplop dari dalam kantung jasnya.
"Kau mungkin akan menemukan kembali sesuatu yang sudah lama terenggut darimu," bisiknya sambil menaruh amplop itu ke pangkuan Naruto.
Jiraiya berdiri ia merapikan sedikit tatanan setelannya seraya berkata, "Aku akan memberimu waktu 30 hari untuk memikirkan tawaranku. Dan jika kau menyanggupi, aku akan berdiri di depan rumah sakit ini, Tuan Namikaze."
Sebelum berlalu, Jiraiya menyempatkan diri untuk memegang bahu Naruto.
-
Setelah kepergian Jiraiya, Naruto dengan perlahan membuka amplop yang ditinggalkan untuknya.
Naruto merasa tangannya mulai bergetar saat mendapati sebuah foto, kedua matanya mulai berisi secercah kehidupan tatkala foto dalam genggamannya memperlihatkan sebuah potret seorang gadis dewasa yang sangat dikenalnya tengah berjualan bunga di dekat alun-alun kota.
Brak!
Di sisi lain, sebuah suara nyaring menarik semua perhatian petugas rumah sakit, mereka terkejut melihat Naruto terjatuh dari duduknya. Iruka yang paling panik saat mendapati pasiennya tersungkur lemah dan meraung keras.
Iruka buru-buru melangkah menuju tempat Naruto.
-
"Oh, Tuhan, tidak! Kumohon! Jangan dirinya! Aku mohon padamu! Ia layak mendapatkan hidup yang lebih baik! Aerith!" jerit Naruto menyebut nama gadis dalam foto seraya merangkak.
Entah kenapa kekuatan kakinya menghilang saat dirinya dipertemukan dengan takdir pilu tatkala ia menganggap bahwa ia sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi di dunia ini.
Iruka datang ia dengan cepat mencegah Naruto menyakiti dirinya sendiri. Sementara sang pasien masih terus meraung-raung dalam pedih tangisnya mengetahui masih tersisa harapan dirinya untuk terus bertahan hidup.
"Aerith!"
-
TBC
A/N:
Pendapat? Silakan review di bawah. Terima kasih atas dukungannya di karya-karya saya yang lain.
Tertanda, minurighazali
