Balas Review! :D
RosyMiranto18: Well, aku tidak begitu pintar menebak sih... ^^a
Ikyo: =_= "Udah dibilangin masih aja begitu... Lagipula, kenapa namaku kelebihan huruf 'u' sih?"
Me: "Mungkin typo..." ^^a
Luthias: "Ah ya, burung yang itu! Karena dia-lah Skipper benci Denmark (sepertinya)!"
Me: "Kau suka kartun itu juga?"
Luthias: "Yap, aku suka melihat beberapa episode yang menarik! Misalnya saat Skipper kabur karena takut jarum suntik, saat berusaha mengeluarkan bom di perut Rico, atau saat melawan tikus raksasa untuk mengambil mahkota raja Julien!"
Me: "Yah, sebenarnya aku juga suka episode-episode itu sih... Ditambah episode 'Miracle on Ice', 'The Helmet', dan 'Eclipse'..."
Tumma: "Thunderbird di LS kostumnya lebih mirip bebek, makanya disebut begitu... Cobalah cari artwork-nya, atau bisa lihat di salah satu album foto FB Ketua... Hmm, tawaran yang baik, tapi aku tidak suka naik mobil... Aku lebih suka makan sup lobak putih atau donat lobak merah... Lagipula, film-film itu isinya kebanyakan humor tanpa romance sih..."
Me: "Tunggu bentar, donat lobak merah?" owo
Tumma: "Memangnya ada yang suka itu juga?"
Me: "Di BoBoiBoy ada satu, si penguasa bayang!"
Tumma: "Oooh..."
Aku lebih suka martabak coklat-kacang daripada keju, kadang ortuku suka beliin sih... ^^a Okay, Thanks for Review! :D
I'mYaoiChan: Yah, begitulah! :V a Karena singkat aku nggak tau harus balas apa lagi, jadi makasih Review-nya! :D
Happy Reading! :D
Chapter 19: The Melancholy of Tumma-kun (Thundy: "Entah kenapa, judulnya membuatku jadi deja vu dengan anime 'Haruhi' yang itu..." ._./Me: "Judulnya emang kepikiran dari situ!" :V a/Thundy: "Pantesan..." -w-')
Di hari yang secerah ini pada jam tujuh pagi, terlihat seorang Tumma yang tengah molor di kamarnya hanya dengan celana bermotif belang harimau sebagai penutup 'area keramat'-nya.
"Hoammm..." Pemuda itu membuka mata dan menutup mulutnya yang menguap, kemudian mengambil jam weker di sebelah tempat tidurnya.
Jam 4 lewat 30 menit.
Sebentar...
Dia pun langsung bangun dengan wajah panik. "Astaga! Jam wekerku habis batere, pantesan aja nggak jalan!"
Alhasil, Tumma buru-buru mengambil handuk dan segera pergi ke kamar mandi.
'Semoga nggak ada orang!' batinnya harap-harap cemas.
Tapi sesampainya di sana, dia malah mendapati Mathias, Alpha, dan Vivi yang rebutan kamar mandi.
"Woy, gue yang mandi duluan!"
"Enak aja, gue yang mandi duluan!"
"Heh, biarin cewek duluan apa!"
"Nggak ada yang namanya 'Lady's First' di sini! Kalau mau, minta aja pacar lu mandiin di luar!"
"Sengklek lu, Alphamaret!"
"WOY!"
"Alpha-maret, Beta-april, Gamma-mei, Delta-juni, Epsilon-juli, Zeta-agustus, Eta-september, Theta-oktober, lota-november, Kappa-desember, Lambda-januari, Mu-februari, Nu-maret, Xi-april, Omicron-mei, Pi-juni, Rho-juli, Sigma-agustus, Tau-september, Upsilon-oktober, Phi-november, Chi-desember, Psi-januari, Zeta-februari..."
"Lu nggak usah ikut-ikutan, Mathias!"
Tumma hanya bisa sweatdrop melihat pertengkaran mereka dan mencoba melerai. "Sudahlah kalian bertiga..."
Ketiga orang itu menengok ke arahnya dan tiba-tiba langsung shock.
"MONSTER!" teriak mereka bertiga sambil kabur dari tempat itu.
Tumma pun kembali sweatdrop melihat kelakuan mereka, kemudian memasuki kamar mandi.
Oh, apa aku lupa bilang kalau mereka nggak tau itu Tumma?
Setelah mandi, Tumma buru-buru kembali ke kamarnya. Tapi sayangnya, dia malah bertabrakan dengan Luthias.
"Tu-Tumma, kamu abis mandi?" tanya Luthias.
"Iya! Seharusnya aku mandi jam setengah lima, tapi jam wekerku malah mati!" balas Tumma risih.
Luthias mengerutkan kening dengan sedikit bingung. "Memangnya kenapa?"
"Tadi Mathias, Alpha, sama Vivi langsung kabur saat aku ingin melerai mereka... Mereka kan nggak tau wajah asliku..." jelas Tumma sambil mijit kening.
Luthias langsung sweatdrop mendengarnya. "Jadi begitu..."
"Aku balik dulu ya!" Tumma pun segera kabur ke kamarnya.
Sementara itu, ketiga orang tadi sibuk jerit-jerit karena keberadaan 'monster' barusan, sampai...
BLETAK BLETAK!
Tiga buah gantungan baju langsung melayang ke arah mereka. Alpha terjungkal karena terkena di belakang kepala, Vivi terkena di bagian punggung, sementara Mathias berhasil menangkap gantungan yang NYARIS mengenai pelipisnya.
"Aduduh!" Kedua korban tadi mengelus bagian tubuh mereka yang terkena gantungan barusan.
"Lu pada ngapain teriak-teriak?!"
Ketiganya menengok ke belakang hanya untuk mendapati...
Pemimpin mereka...
Melipat tangan sambil memancarkan aura hitam pekat...
Dengan rambut acak-acakan karena baru bangun tidur serta memakai kaos biru bergambar Spongebob main bola dan celana olahraga berwarna biru bertuliskan 'SMPN 107' secara vertikal di bagian garisnya...
Dan tentu saja pemandangan itu sukses membuat mereka merinding nggak karuan.
"Ke-Ketua?" Alpha langsung speechless melihatnya.
Aura hitam itu malah semakin besar. "Kalian..."
"Tu-tunggu dulu, a-aku bisa jelaskan!" cegat Mathias panik.
Aura hitam itu mulai menghilang dan gadis di depan mereka hanya menghela nafas. "Ya sudah, tapi kalau sampai terjadi lagi akan kuhukum kalian! Paham?"
"Ba-baik!"
Girl-chan pun segera pergi meninggalkan mereka.
Di ruang tengah...
"Aku serius, tadi aku melihatnya!"
Luthias yang baru tiba mendapati para anggota cowok lainnya (kecuali Tumma) lagi ngerumpi di sana.
"Nggak mungkin, pasti kepalamu abis kebentur!"
"Ya elah, kalau masih ngeyel tanya aja Mathias!"
"Dia benar! Aku juga melihatnya!"
"Ada apa ini?" tanya Luthias ikutan nimbrung.
"Mereka bilang baru aja ketemu monster berkulit hijau di kamar mandi!" jelas Ikyo datar.
Luthias yang mendengar itu langsung sweatdrop akut.
"Oh ayolah Greeny, masa kamu nggak percaya sama abangmu ini?" Mathias memasang puppy eyes.
"Aku percaya kok..." ujar Luthias dengan senyum tipis yang sukses membuat sebagian orang cengo. "Percaya kalau itu hanya salah lihat..."
JLEB!
Panah imajiner langsung menusuk dada Mathias, sementara yang lainnya ngakak guling-guling.
"Ahahahaha! Good job, Luthias! Terbaik!" puji Thundy sambil mengancungkan jempol.
Mathias pun hanya bisa manyun. "Greeny kejam..."
Di sisi lain...
Tok tok tok!
"Tumma!" panggil Rina yang mengetuk pintu kamar barusan.
"Sebentar!" Pintu kamar pun terbuka dan terlihat Tumma yang tentu saja sudah memakai kostum bebeknya. "Ada apa?"
"Main bareng yuk!" ajak Rina
Tumma berpikir sejenak. "Hmm, baiklah!"
Di halaman belakang...
"Main apa?"
"Fur blocking!"
Webek, webek...
Kayaknya nih anak ketularan Salem deh!
"Badminton kali maksudnya!" ralat Tumma sweatdrop.
Rina memeletkan lidah sambil menggaruk kepala. "Iya, badminton! Ehehehe..."
"Ya sudahlah! Raketnya mana?" tanya Tumma.
"Ada tuh, sama Monika!" Rina menunjuk seseorang yang baru datang dengan membawa...
Apa hanya aku yang salah lihat, atau yang dia bawa memang raket tenis?
"Kok bawa raket tenis?" tanya Tumma kembali sweatdrop.
"Kenapa? Kan sama-sama raket!" balas Monika sambil melempar salah satu raket ke arah Tumma yang langsung menangkapnya.
"Ya sudahlah!" Tumma pun berjalan ke sisi kanan lapangan. "Siapa yang mau duluan?"
"Monika, siniin raketnya dong!" pinta Rina.
Monika pun melempar raket beserta bolanya ke arah Rina dan ditangkap oleh gadis itu.
Iya, bola! Kalau biasanya badminton pake kok bulu, ini malah pake bola plastik mainan anak-anak! (Mathias: "Badminton macam apa itu?" =.=a)
Rina segera berlari ke sisi kiri lapangan. "Aku siap!"
"Aku akan jadi wasit!" ujar Monika sambil duduk di pohon dekat lapangan. "Mulai!"
Permainan pun dimulai dan beberapa menit kemudian mulai berlangsung seru. Rina dan Tumma saling membalas pukulan satu sama lain.
Tapi di tengah permainan...
"Hiyaaaaat!" Rina melompat tinggi untuk melancarkan jump smash.
Tumma langsung panik dan segera mengejar bola sambil mundur. Dia tak menyadari ada batu di belakang dan tersandung.
"Auh!"
Tumma langsung jatuh terguling ke samping dan topeng bebeknya terlepas.
"Oh tidak!" Tumma buru-buru bangkit untuk mengambil topeng itu dan memakainya kembali.
Sementara kedua gadis yang melihat itu hanya terheran-heran.
"Rina..."
"Ya?"
"Ternyata rambut Tumma hijau..."
"Hijau pohon?"
"Terserah kau saja..."
Tumma berdiri sambil membersihkan diri, kemudian memperhatikan kedua gadis tadi. "Maaf ya, aku harus pergi!"
"Tunggu!" cegat Monika.
Tumma berhenti. "Kenapa?"
"Perlihatkan wajahmu!"
"Cukup rambutku saja yang kalian lihat, wajahku jangan!" Tumma pun langsung kabur ke dalam, sementara kedua gadis itu hanya saling berpandangan.
Yah, untung mereka cuma ngeliat rambut Tumma karena posisinya yang membelakangi. Kalau sampai mukanya keliatan, bakalan kabur mereka!
Sementara itu, Tumma sedang berada di ruang makan. Dia melepas topeng bebeknya dan menghela nafas risih. "Apa aku bisa menjelaskannya sekarang?"
Tanpa diduga, Mathias nongol di ruangan itu dan ekspresinya langsung berubah saat melihat Tumma.
"MONSTER!"
Tumma langsung kaget dan mendapati Mathias yang berniat menyerangnya.
"HUWAAAAAA!"
Tumma langsung menghindar sebelum kapak itu mengenainya, kemudian segera kabur secepatnya.
"JANGAN LARI!"
Kejar-kejaran pun tak dapat dicegah dan Tumma berusaha keras menghindari serangan brutal Mathias (yang ujung-ujungnya malah menghancurkan barang).
"Tolong, tolong! Siapapun tolong!"
Luthias yang mendengar teriakan barusan menengok dan langsung kaget melihat kakaknya kejar-kejaran dengan 'monster hijau' sambil membawa kapak.
"STOP JAGTER DET, BRODER!"
CIIIIIIIIIIIIIIIIIIT!
Teriakan itu sukses membuat Mathias berhenti mengejar Tumma yang segera kabur ke lantai atas dan mengurung diri di kamar.
"Apa maksudmu?"
"Aniki, aku tidak ingin memberitahumu sekarang, tapi sebenarnya dia itu si 'dia'!"
"Aku masih tidak mengerti, Greeny!"
"Detail-nya nanti saja!"
Mari kita lihat kondisi Tumma!
Tok tok tok!
"Tumma?"
"Aku tidak bisa keluar sekarang, Bibi Rilen! Topengku ketinggalan di ruang makan!"
"Are?" Wanita itu langsung heran. "Kenapa?"
"Tadi Mathias melihatku dan mengira aku monster!"
"Oooh..." Bibi Rilen merasa prihatin. "Nanti Bibi ambilkan topengmu, mau sekalian Bibi bawakan makanan?"
"Sup lobak putih seperti biasanya..."
"Baiklah..." Wanita itu berjalan meninggalkan kamar Tumma.
Di dapur...
"Ada apa, Bibi Rilen?" tanya Teiron yang kebingungan melihat bibinya agak murung.
"Ah, maaf!" Wanita itu sedikit tersentak. "Bisa tolong bawakan sup lobak ke kamar Tumma? Bibi harus mencari sesuatu!"
"Baiklah..." Teiron membawa sup itu dan berjalan ke lantai atas.
Di kamar Tumma...
Tok tok tok!
"Tumma?"
"Ada ada, Teiron?"
"Aku bawakan sup lobak dari Bibi Rilen!"
"Masuklah, tidak dikunci!"
Teiron membuka pintu kamar Tumma dan melihat kondisi kamar yang sedikit gelap dengan hanya lampu meja yang menyala. Dia juga sempat melihat sepasang mata berwarna amethyst di pojok kamar yang gelap.
"Taruh saja sup-nya di atas meja..."
Teiron menaruh sup lobak itu di atas meja. "Ada apa masalah yang membebanimu?"
"Yah, sedikit... Tapi aku tidak bisa memberitahumu..."
"Kau yakin? Aku bisa mendengarkan jika membutuhkan saran!"
"Tidak perlu..."
"Hmm, oke!" Teiron segera keluar dan menutup pintu.
Setelah kepergian Teiron, Tumma hanya menghela nafas panjang. "Aku tidak punya pilihan..."
Di sisi lain...
"Hoyah?" Bibi Rilen langsung tercengang begitu melihat...
Mathias yang sedang push up dengan sang pemimpin squad yang menduduki punggungnya sambil melipat tangan disertai beberapa orang yang menonton.
"Ada apa ini?" tanya Bibi Rilen kebingungan.
"Oh, Bibi Rilen!" Girl-chan langsung mendongak sesaat. "Begini, tadi Mathias menghancurkan beberapa barang, jadi kuhukum saja dia!"
"Oooh..." Wanita itu hanya bisa sweatdrop. "Ah iya, apa ada yang melihat topeng bebek di sekitar sini?"
"Maksudnya ini?" Elwa yang memegang topeng yang dimaksud langsung memberikannya kepada Bibi Rilen. "Tadi kutemukan di meja makan, untung nggak ikut rusak ditebas Mathias tadi!"
"Tunggu dulu! Topeng bebek?" Girl-chan yang sempat menyimak langsung jongkok di atas punggung Mathias.
"Aduh!" Mathias langsung tumbang karena kelebihan beban.
Girl-chan segera bangun dan menghampiri wanita itu. "Bibi Rilen, bisa kita bicarakan ini secara pribadi?"
Bibi Rilen mengangguk setuju dan keduanya segera pergi dari situ, Luthias diam-diam mengikuti mereka tanpa diketahui teman-temannya.
"Oy, gimana rasanya digencet pas push up tadi?" tanya Lucy sambil menoel Mathias yang udah tepar.
"Yang pasti sakit sekali!" timpal Alisa datar.
Di ruang baca...
"Sekarang bagaimana, Ketua? Bibi takut Tumma merasa terusir nantinya!"
"Aku juga tidak tau... Tapi sepertinya dia tidak bisa terus menyembunyikannya seperti ini..."
Luthias yang menguping pembicaraan merasa sedikit kasihan karena teringat cerita Tumma. Tapi tiba-tiba, dia mendapat sebuah ide dan segera pergi ke ruang tengah.
"Greeny, untuk apa kita semua berkumpul di sini?" tanya Mathias ketika para cowok (selain Tumma) ngumpul di ruang tengah.
"Main game!" jawab Luthias sambil mengeluarkan sebuah toples berisi banyak sumpit dan menaruhnya di atas meja.
"Game apa?" tanya Salem antusias.
"King of Truth or Dare..." balas Luthias to the point. "Jadi ini merupakan gabungan antara KoG dan ToD! Peraturannya, pemain yang mendapat sumpit 'King' harus mengajukan ToD kepada satu orang yang dipilih dan orang itu harus menjawab jujur atau melakukan apa yang diperintahkan!"
Edgar mendengarkan sambil manggut-manggut. "Menarik..."
"Mungkin terdengar mudah, tapi bagi yang menghindar atau bohong dalam KoToD ini, akan mendapat hukuman yang cukup sadis!" Luthias menyeringai tipis. "Pilihannya ada tiga: Nonton anime Haruhi Suzumiya atau anime Hentai tanpa di-skip sama sekali, merangsang partner yang sudah ditentukan, atau melakukan apa yang kalian benci selama seminggu penuh dengan pengawasan ketat! Bagaimana?"
Webek, webek...
"KEJAM AMAT HUKUMANNYA! LU MAU BUNUH HARGA DIRI ORANG YA?!" pekik semua cowok di sana (kecuali Mathias dan Luthias) sewot.
Sementara Mathias hanya bisa mijit kening. "Tidak kusangka Greeny bisa separah itu..."
Luthias sendiri malah tertawa laknat dalam hati, tapi dia teringat tujuan awalnya mengadakan game ini: Membantu Tumma agar mau memperlihatkan wajah aslinya.
"Ah iya, karena sumpitnya ada 24, jadi tolong panggil yang lain untuk ikutan ya!" pinta Luthias.
"Termasuk Ketua dan Bibi Rilen?" tanya Teiron sambil mengangkat alis.
Luthias mengangguk. "Yap!"
Alhasil, beberapa orang langsung pergi untuk memanggil teman-teman lainnya.
Di kamar Tumma...
Tok tok tok!
"Ada apa?"
"Keluarlah, aku bawakan topengmu..."
"Sebentar, Ketua..." Pintu pun terbuka sedikit dan terlihat manik amethyst yang mengintip dari celah kecil itu, kemudian celah itu melebar untuk memperlihatkan wajah asli Tumma. "Apa aku harus melakukannya sekarang?"
Girl-chan menghela nafas risih. "Memang hanya itu yang harus dilakukan... Aku tidak mau mengambil resiko yang cukup buruk untuk diceritakan..."
Tumma mengangguk, kemudian menengadahkan tangan untuk meminta topengnya yang langsung diberikan gadis itu.
"R***-CHAN~ AYO MAIN GAME DI RUANG TENGAH~"
BLETAK!
Mathias yang baru datang langsung terjungkal karena wajahnya dilempari sepatu oleh sang pemimpin squad.
Bad Luck Mathias! Setelah dihukum push up dengan beban di punggung, malah dilempari sepatu tepat di wajah!
"Ya ampun! Galak amat sih!" keluh Mathias sambil mengelus wajahnya yang terkena sepatu barusan.
"BEGO! JANGAN MANGGIL PAKE NAMA ASLI JUGA KALE! DI SINI MASIH ADA TUMMA!" bentak Girl-chan emosi.
Mathias hanya bisa menunduk sambil menaruh tangannya di depan wajah. "Ma-maaf... Aku tidak tau..."
"Geez..." Girl-chan mendengus sebal, kemudian melirik Tumma (yang sudah memakai topengnya). "Mau ikutan?"
"Baiklah..." Tumma pun berjalan mengikuti kedua orang itu.
Beberapa menit kemudian...
Semua orang sudah berkumpul di ruang tengah, dan tentu saja para cewek tidak diberitahu soal 'hukuman' itu dengan alasan bisa menimbulkan efek traumatis.
"Sumpitnya 24, tapi jumlah orangnya kurang satu..."
Luthias menyeringai licik karena Salem tidak tau kalau...
"Permisi..." Tiba-tiba Ashley langsung nongol di sebelah Salem.
"HYAAAAAAAA!" Salem langsung loncat ke arah Rendy dan memeluknya.
"Halo Ashley, mau ikutan?" tawar Luthias.
Ashley tersenyum lembut. "Boleh..."
"Se-serius, dia yang-"
"Kalau iya kenapa?" potong Luthias sambil nyengir melihat ekspresi ketakutan Rendy dan Salem yang saling pelukan tersebut.
Rendy menggeleng cepat. "Nggak ada sih!"
Yap, Ashley adalah orang ke-24 dalam permainan ini!
"Baiklah, ayo mulai!" seru Luthias sambil mengocok sumpit dan mengambil satu, kemudian yang lainnya ikut mengambil sumpit masing-masing.
"Siapa raja?" tanya Luhias. "Tolong lihat sumpit kalian!"
Mereka semua segera mengecek sumpit, sampai...
"Wah, Bibi yang dapat ya?"
Semua orang melirik Bibi Rilen yang memegang sumpit 'King'.
"Hmm, apa ya?" Wanita itu berpikir sambil menopang dagu. "Ah iya! Monika, Truth or Dare?"
Yang bersangkutan langsung tersentak. "T-Truth!"
"Coba ceritakan kejadian saat kau hampir menabrak anak-anak Reha Squad!"
GLEK!
Monika menelan ludah dan langsung merinding, terutama ketika teman-temannya ngasih tatapan 'Lu hampir nabrak mereka?! Yang bener aja!' ke arahnya.
"B-boleh dioper?" tanya Monika rada takut.
"Kalau kau mengoper padaku, mungkin kau sudah kujadikan patung es dari tadi!" ujar Luthias santai, tapi terdengar sadis.
"Hmm, oke..." Monika kembali menelan ludah. "Jadi, begini... Waktu itu mereka minta 'telolet' pas gue sama Luthias lagi jadi supir bus... Terus pas Luthias nyari tombol klakson, tak taunya malah mencet tombol pemutar musik..."
Semua orang yang mendengarnya hanya bisa sweatdrop.
Bibi Rilen tersenyum puas. "Nah, mari lanjutkan!"
Mereka semua menaruh kembali sumpitnya dan Mathias mengocok sumpit itu untuk diambil kembali.
"Siapa raja?" tanya Mathias.
Edgar angkat tangan dan nunjuk Thundy. "Oy Thun, Truth or Dare?"
Si rambut biru berpikir sejenak. "Hmm, Truth..."
"Kasih tau kita umur asli lu!" perintah Edgar sangar.
"What?!" pekik Thundy kaget.
"Emangnya ada apa dengan umur Thun-kun?" tanya Emy bingung.
"Katanya umur aslinya lebih tua dari badannya!"
Thundy langsung death glare Ikyo di sebelahnya. "Kapan gue ngomong gitu?"
Ikyo memutar mata. "Nggak inget? Yang waktu itu lu abis mabok gara-gara minum jus leci campur sake itu tuh!"
"Nggak ada hubungannya ah!" bantah Thundy.
"Lha? Lu kan ngomong begitu pas lagi mabok! Kalau masih nggak percaya juga, gue bisa nyuruh Alpha nunjukin rekamannya!"
GLEK!
Hayoloh, Thundy!
"B-baiklah! Jadi..." Thundy memainkan jarinya karena gugup. "Begini aja! Penampilan gue kan kayak anak umur lima belas, terus dikali sepuluh dan jumlahin hasilnya sama angka tadi!"
Mereka semua langsung menggunakan 'kalkulator' di luar kepala, sampai akhirnya...
"Se-seratus enam puluh lima tahun?!" seru Teiron shock. "Tua amat!"
Thundy hanya angkat bahu. "Mau gimana lagi?"
"Ternyata tuaan dia daripada gue!" Ikyo langsung tepuk jidat.
"Emang lu sendiri berapa tahun?" tanya Vience penasaran.
Ikyo mijit kening. "Tujuh belas kali sembilan, udah itu aja!"
"Se-seratus lima puluh tiga? Cuma beda dua belas tahun doang?!" pekik Teiron makin shock.
"Oke, biar kusimpulkan!" sela Alpha. "Aku bisa memaklumi Ikyo karena Gumiho memiliki kemungkinan berumur panjang (dari yang kutau sih)! Tapi soal Thundy... BAGAIMANA BISA?!"
Thundy memasang tampang skeptis. "Ceritanya sangat panjang..."
"Awwh~ Setua apapun Thun-kun, aku tetap sayang kok~" Emy memeluk kekasihnya.
"Geh weg von mir!" sembur Thundy sambil mendorong gadis itu menjauh darinya. "Udah, udah! Ayo lanjutkan!"
"Tidak kusangka kalau permainan ini bisa membuka rahasia terdalam seseorang..." gumam Girl-chan risih.
Permainan pun kembali diteruskan.
Setelah beberapa babak kemudian...
"Endelig kan jeg konge!" ujar Luthias saat melihat sumpitnya, kemudian langsung tersenyum kecil. "Truth or Dare, Te-Ha-A-eM?"
Webek, webek...
Ashley mulai angkat bicara. "I-itu, bukannya-"
"Inisial... Namaku?" sambung Tumma yang merasakan firasat buruk. "Aku, pilih Dare..."
Luthias tersenyum puas. "Mungkin ini berat bagimu, tapi lakukanlah!"
Mathias mulai menyadari sesuatu. "Tunggu, Greeny! Jangan bilang kalau-"
"A-aku, harus, membuka topengku?" tanya Tumma menyimpulkan.
"Yap!" Luthias mengangguk singkat.
"Mathy..." panggil Girl-chan. "Må ikke sige, hvis din lille broder-"
"Jeg kender ikke hans planer overhovedet, alvorligt!" potong Mathias meyakinkan.
Tumma terlihat ragu, sementara teman-temannya mulai ngobrol mengenai wujud aslinya.
"A-aku akan melakukannya..." Semua orang langsung cengo mendengar perkataannya barusan. "Tapi, sebenarnya wajahku sama dengan masa laluku: menakutkan..."
Tangan Tumma sudah bersiap untuk membuka topengnya. "Mungkin yang tadi pagi di kamar mandi sudah pernah melihatku..."
Ketiga orang yang dimaksud langsung terbelalak, terutama Mathias.
'J-jadi...'
Ketika topengnya sudah terbuka, beberapa orang yang tersisa ikut terbelalak.
Rambut hijau tua, kulit hijau pucat, dan sepasang mata ungu itu memancarkan rasa takut dan sedih yang begitu menyayat kalbu. Perpaduan mengerikan itu membuat beberapa orang yang telah mengetahui cerita di balik penampilan buruk rupanya merasa iba, apalagi ketika air mata mulai menggenangi manik amethyst itu.
"Beklager, Aniki... Ketua..." gumam Luthias lirih.
Mathias menggeleng pelan. "Det er ikke din skyld, Greeny..."
Girl-chan menghela nafas panjang, kemudian berjalan menghampiri Tumma dan menepuk punggungnya untuk menenangkan anak itu.
Alhasil, permainan dihentikan karena masalah pribadi Tumma.
"Aku merasa kasihan padanya..." gumam Maurice.
"Yah, seharusnya dia bisa menjelaskannya lebih awal..." timpal Alpha sambil menghela nafas risih.
Di sisi lain, Tumma sedang menangis di kamarnya.
Tok tok tok!
"Masuklah..."
Pintu kamar terbuka dan Luthias mulai memasuki kamar. "Tumma?"
Anak itu mendongak sedikit. "Ada apa?"
"Maaf ya, aku hanya ingin membantumu..." Luthias menunduk sedih.
Tumma menggeleng pelan. "Jangan menyalahkan dirimu... Kau orang yang baik, Luthias... Itu sudah cukup bagiku..."
Luthias berjalan menghampiri Tumma, kemudian berlutut dan memeluknya dengan erat.
"Luthias..."
Luthias melepaskan pelukannya. "Utoqqatserpunga, maafkan aku atas semuanya..."
Dua pasang manik amethyst itu saling menatap dalam keadaan sedih dan merasa bersalah.
"Tidak apa-apa..." Tumma tersenyum kecil. "Sudah lama aku tidak punya teman sebaik ini..."
Luthias meletakkan tangannya di atas pundak Tumma. "Kalau perlu kita bisa menjadi sahabat, apalagi kalau saling berbagi dan mengajarkan sesuatu!"
"Tentu saja!" Tumma menggenggam tangan Luthias. "Kau bisa mengajariku bahasa negaramu dan aku bisa mengajarimu resep makanan dari lobak!"
"Kau tau dari mana kalau aku suka lobak?" tanya Luthias heran.
"Kakakmu pernah cerita pada kami sebelum kau masuk squad ini, dia bilang di tempatmu hanya ditanami lobak!" jelas Tumma watados.
"Aniki itu emang mulut ember!" gerutu Luthias sebal.
Tumma sendiri malah tertawa kecil.
Keesokan harinya...
"Hey Tumma, sudah siap bela-" Luthias yang menyelonong masuk ke kamar Tumma mendapati anak itu sedang memakai kostumnya.
"Ah, aku belum terbiasa pergi keluar tanpa kostumku, jadi sepertinya aku akan tetap memakainya!" jelas Tumma sambil memakai topengnya.
Luthias hanya angkat bahu dengan ekspresi ala kadarnya. "Baiklah!"
Mereka berdua berjalan bersama, sampai tak sengaja bertemu Teiron di depan tangga. "Hey, mau kemana?"
"Kami mau belanja buat bikin kudapan nanti!" jawab Tumma.
"Kudapan? Apa ada cupcake-nya?" tanya Teiron antusias.
Luthias mengangguk. "Tentu saja!"
"Oke! Kalau begitu sampai jumpa!" Teiron langsung kabur dan sukses membuat kedua orang itu sweatdrop.
"Apa kakakmu tidak cerita kalau Teiron itu, maniak cupcake?" tanya Tumma rada risih.
"Sepertinya belum..." balas Luthias agak skeptis. "Aku akan menanyakannya nanti..."
Mereka pun segera pergi keluar markas.
Setengah jam kemudian...
"Yosh, ayo kita mulai!" seru Tumma bersemangat.
Sekarang dia sudah melepas kostumnya dan memakai baju lengan panjang hijau, celana panjang coklat, sepatu kets hitam, dan juga sebuah apron.
Luthias mengangguk kecil. Dia sendiri memakai pakaian santainya (baju lengan panjang kuning, celana panjang biru, sepatu boots putih) beserta apron juga.
Di atas meja terdapat bahan-bahan yang sudah dibeli dan keduanya pun mulai memasak bersama.
Tapi mereka tidak tau kalau ada empat orang yang mengintip dari balik pintu.
"Kok mereka bisa akrab ya?" tanya Ikyo terheran-heran.
"Entahlah, tapi sepertinya mereka bisa menjadi teman yang baik!" jawab Maurice seadanya.
"Yap!" Mathias mengangguk setuju.
"Saatnya foto!" Alpha mengeluarkan kamera dan segera memotret kedua orang itu.
Criiiiiiiiiing!
Sebuah lirikan tajam dari Luthias sukses membuat keempat orang itu segera ngumpet di balik tembok.
"Ada apa?" tanya Tumma bingung.
Luthias menggeleng. "Bukan apa-apa! Ayo lanjutkan!"
"Mathias, lu nggak cerita ya kalau adek lu bisa seserem itu?" tanya Maurice yang ketakutan melihat ekspresi barusan.
"Setauku dia jarang marah..." jelas Mathias seadanya.
Bonus:
"Yo semuanya! Ayo kita ke onsen, dan kali ini semuanya harus ikut!" ajak Vience kepada semua anggota cowok lainnya di ruang tengah.
Ikyo mengangkat alis. "Tanpa kecuali?"
"Tanpa kecuali!" ulang Vience. "Dan itu berarti, Tumma juga harus ikut!"
Semua orang langsung melirik seseorang yang ngumpet di belakang sofa dengan kepala nongol sedikit dan badan gemetar.
"Ayolah Tum, nggak ada yang akan memukulmu kali ini!" bujuk Rendy.
Perlahan-lahan Tumma mulai keluar dari balik sofa. "B-baiklah..."
"Yosh, kalau begitu ayo kita pergi!" ajak Alpha bersemangat.
"Sekarang?" tanya Teiron agak skeptis.
"Iyalah, masa tahun depan?" balas Alpha rada garing.
Di onsen...
Tok tok tok!
Edgar mengetuk pintu kamar ganti. "Tum, keluarlah!"
"Aku takut..."
"Ayolah! Kau baru pertama kali masuk onsen rame-rame kan?"
Kriiieeeet!
Manik ungu itu mengintip sesaat dan mulai menampakkan diri.
Edgar melipat tangan. "Kau ini! Jangan malu, santai aja!"
"Maaf..."
Beberapa menit kemudian...
"Lama amat!" keluh Salem dengan kepala yang ditaruh di tepi onsen.
"Bujukin Tumma itu rada-rada susah lho..." timpal Maurice risih.
"Tolonglah, jangan begini!"
Kemudian terlihat Edgar yang berusaha menarik Tumma agar mau bergabung.
"Oy, bantuin gue seret bocah ini dong! Susah banget bujuknya!" seru Edgar meminta bantuan.
"Benerkan..." gumam Maurice sweatdrop.
Thundy yang kebetulan belum masuk membantu Edgar untuk membujuk Tumma. "Di sini cuma ada kita doang! Nggak ada yang bakalan kabur melihatmu!"
"Ta-tapi..."
Thundy menghela nafas, kemudian meletakkan tangannya di pundak Tumma. "Aku tau kau masih belum terbiasa memperlihatkan penampilan aslimu di depan kami semua, tapi ayolah! Kita kan teman, harusnya saling mendukung dong!"
Air mata haru mulai menggenangi manik ungu itu. "Kalian..."
Edgar menepuk punggungnya. "Jangan nangis, ayo!"
Tumma menghapus air matanya dan mengikuti teman-teman yang lain ke dalam onsen.
"Hangat..." gumamnya setelah mencoba berendam.
"Yah, mungkin aku akan membuat yang seperti ini dalam iglo pribadiku di Greenland!" celetuk Luthias watados.
"Greeny..." tegur Mathias.
Luthias langsung nyengir. "Bercanda, Aniki!"
Mereka semua pun menikmati onsen dengan perasaan senang dan tenang.
To Be Continue, bukan Teng Beng Ceng (?)...
Fun Fact:
1. Yah, aku memang alumni 'Sertu' jika dilihat dari celana barusan... ^^a
2. Mungkin yang pernah baca 'ETP' pasti tau game KoToD, aku sengaja mengubah sedikit peraturannya biar lebih mudah dipahami. ^^/
3. Aku pernah baca di sebuah buku kalau Greenland hanya bisa ditanami beberapa tanaman keras seperti lobak, jadinya kubuat saja Luthias suka makan lobak. ^^a
4. Satu tahun umur manusia sama dengan sembilan tahun umur Gumiho, jadi jangan heran kenapa Ikyo setua itu. (Ngarang dikit nggak apa ye, soalnya aslinya kurang tau! :V a *digaplok Ikyo.*)
5. Super Ultimate Secret terungkap! Umur asli Thundy emang 165 tahun dan karena dia udah jadi 'Immortal' sejak umur 15 tahun, jadinya dia sudah hidup dalam keabadian selama 150 tahun! :V / *disetrum.*
Yah, terlalu rumit untuk menjelaskan ini, jadi tolong maklum... ^^V
Review! :D
