Balas Review! :D
I'mYaoiChan: Ahaha... :V
Edgar: "Dia emang begitu kalau udah kambuh..." =_=
Maurice: "Sebenarnya, kaos kaki itu belum dicuci tiga hari..." ._.
Luthias: "Pantesan kayak ada bau-bau aneh gitu..." -w-
Maurice: "Maaf..." ._.
Teiron: "Sepertinya ada yang minta dihajar nih..." *nyiapin Wand dengan dark aura.*
Maurice: oAo "Calm down Tei, calm down!" *nahan Teiron.*
Yah, makasih Review-nya! :D
RosyMiranto18: Hmm...
Thundy: "Sebenarnya aku tidak begitu tertarik dengan duel, tapi menarik... Hitung-hitung latihan..." *teleport ke Mikawa.*
Me: "Aku berharap dia bisa bertahan di sana..." -w-
Luthias: "Akan kutunggu..."
Mathias: "Aku dengar ada insiden di tempatnya dan aku tidak tau harus bagaimana memikirkan itu..." =w=a
Edgar: "Sebenarnya aku tidak masalah punya adik, tapi kalau incest-nya udah kambuh susah ngurusnya..." =_=
Alpha: "Itu cuma salah paham kan, kok sampe muntah?" 'w'a
Well, Thanks for Review! :D
Happy Reading! :D
Chapter 23: Ultah si Pawang Naga
30 April merupakan ultah seseorang di Garuchan Squad. Siapakah dia? Yuk kita cekidot!
Someone POV
Hari ini cerah-cerah aja sih! Kalau di cerita novel atau komik, biasanya hari kayak gini diawali dengan cicitan burung, sinar matahari, dan berbagai macam embel-embel lainnya. Tambahan, di sfx-nya suka ada suara 'Kriiiiing kriiiiing', 'Piiiiip piiiiip', 'kukuruyuuuuk', pokoknya kayak bunyi alarm gitu.
Itu artinya: 'Pagi sudah dimulai, pembaca. Mari kita intip kehidupan karakter utama kita. Namanya adalah Similikiti, dia merupakan orang abnormal yang blablablabla, dan blablabla, sampai suatu hari dia blablabla...' dan bacotan mainstream ala Narator biasanya.
Tapi, jangan salah sangka dulu! Bukan berarti gue nggak suka sama awalan cerita kayak gitu, yang ada mah gue malah pengen banget.
Kenapa? Yah, soalnya kesannya kayak suasana yang peaceful gitu. Tenang, damai...
Daripada pagi harinya diawali kayak gue!
"ALPHA, MANA TOPI GUE YANG KEMAREN LU PAKE BUAT NYIRAM API UNGGUN GARA-GARA DIKIRA EMBER?!"
"IH, BORO-BORO GUE LIAT! JAKET COKLAT GUE JUGA ILANG, PEA! GUE LAGI NYARI NIH!"
"JAKET LU MAH ADA DI KERANJANG COKELATNYA RINA! MAKANYA UDAH GUE BILANGIN NARUHNYA JANGAN SEMBARANGAN! SEMUA BENDA WARNA COKLAT DI MATA RINA TUH KELIATAN KAYAK COKELAT SEMUA! KETUA AJA NYARIS DIMASUKIN!"
"HAH?! WADUH! APALAGI HARI INI DIA MAU MASAK KUE COKELAT LAGI! GYAAAA, JAKET GUEEEEEEEEEE!"
"WOY ALPHA, BANTUIN CARI TOPI GUE DULU! ENTAR GUE BISA TELAT, DODOL! WOY, DENGER NGGAK LU?! "
Bisa bandingkan mana yang lebih baik kan?
Aaah, serius deh! Kuping gue sakit tiap pagi dibangunin pake alarm kayak gitu. Nyesel gue tinggal semarkas bareng Teiron dan Alpha yang berisiknya nauzubileh.
Asal tau aja, suara mereka yang udah kayak keselek toa itu bisa menjalar sampe sepuluh kilometer di sekitarnya.
Huh! Kalau bisa pindah mah gue udah pindah aja dari dulu!
Tapi masalahnya, gue nggak bisa pindah! Soalnya di tempat yang sama ada...
"Pagi Vieny, hari ini kupingmu bermasalah lagi ya?"
"Eh? AH! Vivi-chan! Selamat pagi!"
Vivi-chan~
Normal POV
"Oh iya, Vivi-chan nggak apa-apa?" tanya Vience sambil mendekati Vivi. "Nggak ada yang sakit kan?"
"Apa maksudmu?" Vivi nanya balik sambil mengerutkan kening karena bingung.
"Ah, maksudku teriakan Teiron dan Alpha hari ini lebih keras dari biasanya! Aku khawatir kalau kau bangun dengan cara yang tidak wa-"
"Hahaha, jangan meremehkanku! Aku sudah terbiasa dengan teriakan mereka, beda denganmu!" potong Vivi sambil tertawa kecil sambil menepuk pelan pundak kekasihnya.
Cowok pirang Wild Ponytail itu langsung blushing berat karena tindakan gadis itu.
"Seharusnya aku yang bertanya padamu! Kau nggak apa-apa, Vieny?"
"Eh?! Ah, i-iya! Aku nggak apa-apa, telingaku hanya sakit sedikit! Moncong-moncong, Vi-"
"Oh iya, aku ada urusan, jadi tak bisa lama-lama! Sudah dulu ya, bye!" Vivi langsung pergi dari kamarnya.
'Hidup ini nggak adil!' pikir Vience yang langsung manyun.
Tapi, benarkah hidup itu nggak adil?
Hei Vience, sepertinya mulai hari ini kau akan mengubah cara pikirmu itu!
Di halaman belakang...
"KENAPA GUE BISA KALAH LAGI SIH?!"
"LHA, BUKANNYA GUE UDAH BILANG KALAU GUE MASIH PEMULA?!"
"ARRRRRRRRGH! POKOKNYA GUE NGGAK TERIMA!"
"Huh, berisik!" keluh Vience sambil menutup telinga karena sebal. "Nggak di dalam, nggak di luar, pasti ada aja yang teriak! Ngomong biasa aja kenapa sih?!"
"Kan udah gue bilangin, kalau masuk squad ini nggak ada yang namanya 'damai'..." balas Teiron datar. "Tiap hari pasti aja ada kejadian ngaco yang bikin berisik satu markas, tapi lu masih ngotot mau masuk squad ini!"
Vience hanya mendengus sebal sambil memainkan batu di dekat kakinya dan sesekali melirik ke arah Alpha dan Salem yang masih teriak-teriak gaje karena hasil duel yang (menurut Alpha) sangat tidak seimbang.
Rendy dan Ikyo hanya bisa memasang tampang capek karena kebiasaan teman mereka yang seringkali merugikan: Yang berantem mereka, yang dibacok malah berempat.
"VIENCEEEEEE, MANA YANG NAMANYA VIENCEEEEEE?!"
PLETAK!
Vience langsung melempar batu yang dimainkannya akibat teriakan yang berasal dari dalam markas. Dia langsung menengok dan melihat sosok yang dikenalnya berdiri di depan pintu sambil celingukan.
Oh, ternyata hanya Edgar si Hawkeye.
"WOY, JANGAN DIKACANGIN! INI PENTING BANGET! CEPET, MANA VIENCE?! GUE LAGI NYARI! INI EMERGENCY, COY! MANA VIENCE?! VIENCEEEEEE! VI-"
"I'M HEREEEEEEEE!" potong Vience sambil melempar lima buah batu yang sukses nyungsep di lubang hidung Edgar (?). "GUE DI SINI! NGGAK USAH PAKE TERIAK NAPA, NGOMONG BIASA AJA! KUPING GUE BUDEG LAMA-LAMA!"
"GUE NGGAK TERIAK BEGO, LU YANG TERIAK!"
"GUE TERIAK KARENA LU TERIAK!"
"DAN GUE SEKARANG TERIAK KARENA LU TERIAK BILANG GUE TERIAK!"
"GUE INI TERIAK KARENA LU TERIAK BILANGNYA GUE YANG TERIAK PADAHAL LU YANG TERIAK DAN LU NYALAHIN GUE YANG TERIAK!"
"GUE TERIAK KARENA-"
"BERISIK!" potong Luthias kesal.
Semua orang (termasuk Tsuchi-tan yang udah siap-siap pasang pose 'yo dawg badum tss' (?) di sebelah Teiron) langsung menoleh ke arah Luthias.
"AKU TIDAK BISA KONSEN NYIKSA SIMSIMI SI AYAM PEMBUAT STRESS (?) INI TAU! KECILIN SEDIKIT VOLUME SUARA KALIAN! MENGGANGGU TAU NGGAK?! KALAU MAU BERANTEM DI TEMPAT LAIN AJA SANA!"
Webek, webek...
Mereka semua langsung masang pokerface.
Beberapa mikir 'Wah, ternyata dia bisa marah juga!' atau 'Tumben banget dia teriak-teriak kayak gitu!', bahkan ada juga yang mikir 'Nggak elit banget Luthias nyiksa ayam pembuat stress! Yang bego gue atau Author sih?'.
"Cieeeeeeee~ Luthias ternyata bisa marah juga ya?" komentar Maurice yang tiba-tiba sudah nemplok di pohon terdekat sambil nyengir gaje. "Lu ngakak ya kalau teriak, sekali lagi dong!"
"Diam kau Maurice, mood-ku lagi rusak tau!" balas Luthias dengan tatapan ala guru killer sedunia (?). "Teriakan dua orang itu udah bikin aku stress, jangan sampai kau ikut-ikutan juga ya!"
"Wessss, sabar! I know your feel!"
"Halah, bacot lu!"
"Bujug dah, Luthias OOC!"
"Bukan gue yang mau, Author-nya yang bikin gue kayak gini! Gyaaaa, kok aku jadi ngomong lu-gue?! Kok jadi kayak gini?! Siapa aku, dimana aku?! Kyaaah, kau apakan aku?! Kampret, OOC-nya terlalu! SOMEBODY HELP ME PLEASEEEEEEEE!"
"I WILL HELP YOU LUTHIAS, TAPI GOCAP DULU!"
"What the?! Nego aja deh! Gocengan aja, gue cuma punya goceng!"
"Sok banget goceng, orang gue udah baik sama lu! Eh jangan deng, entar gue rugi! Gope aja ya?"
"Gue bingung deh, yang blekok di sini siapa sih?!"
"Ajegile Luthias, kok bahasa lu bisa kayak gitu sih?" potong Salem yang masuk ke dalam pembicaraan.
"Woy Sal, masalah kita belum selesai!"
"Nanti aja Al, gue mau perhatiin bahasa Luthias dulu!"
"Emangnya gue makhluk apaan pake lu perhatiin segala?! Kelinci percobaan?!"
"Et deh Luthias, bahasa lu unik banget sumpah! Kesambet setan apaan sih tuh orang?"
"ARGH, OOT! Waktu woi, waktu! Durasi!" potong Teiron kesal karena inti pembicaraan sudah jauh melenceng dari perkiraan.
Tiba-tiba Edgar ikut-ikutan nemplok sambil tertawa nggak jelas gara-gara teriakan Teiron barusan.
"Ceileh Ron, ini mah FFN, bukan syuting film emak lu! Nggak ada durasi-durasian, sutradara aja nggak ada, jadi kalau mau OOT mah bebaaas!" ujarnya sambil goyang itik bareng Jeronium (?). (EH?!)
"Cih, entar kapan selesainya blekok?! Lagian, kalau nggak ada sutradara, gue aja yang jadi sutradaranya!"
"Halah, emangnya lu bisa jadi sutradara?!" potong Salem sambil masang muka 'ini pasti hanya mitos'.
"Yeeeeee, jadi sutradara mah gampang! Tinggal ngomong 'Cut!' atau 'Action!' sesuka hati, terus tinggal teriak-teriak 'Ekspresinya mana?!' sambil mukul-mukulin naskah dialog! Huh, cetek!"
"Gileee! Tuh anak udah pernah jadi sutradara BollyHollyMollywood (?) kale ya..." komentar Maurice sambil geleng-geleng kepala.
"Mungkin dia mulai lapar, kasih dia Snikers!"
"Eh jangan, iklan Snikers mah udah zaman kapan! Sekarang kan yang lagi ngetrend itu, nastar spesial pake ke-"
"Itu juga nggak zaman! Lebih update yang kabar gembira untuk kita semua! Good!" Alpha motong perkataan Rendy sambil ngeluarin sebotol vitamin (?) dari saku celananya.
"Yeeeeee, lagunya juga udah diganti! Nggak zaman ah! Sekarang yang lagi nge-trend kan itu tuh-"
Maurice masang aba-aba sambil tepuk tangan. Sontak, Alpha dan Salem langsung berdiri saling berhadapan dan menari sesuai irama. (Halah!)
"AMBUREGUUUUUL! EMESEYUUUU! BAHRELWAY, BAHRELWAY!"
"SUMIDAUUUN! AWUNGOOOT! AIII EMMM TITANIGOOOOOOOOOO!"
"What the Hell?! Liriknya misheard ngaco! Iklan apaan tuh!?" tanya Luthias cengo.
"Astaga Kambing, Luthias! Nggak update banget sih! Itu tuh, iklannya Klos Up!"
"Klos Up apaan?"
"WHAT?! LU NGGAK TAU?! Klos Up tuh yang odol warna hijau itu lhoooo!"
"Iiiih, Gar! Jijay ah!"
"SERIUS!"
"Suuuuuuut, ah! Malah ngomongin beginian! Cepetan, balik lagi ke topik!" Teiron marah-marah lagi sambil ngacungin Wand-nya ke seluruh penjuru.
"Ehem, ehem! Baiklah! Pemirsa, anda masih bersama saya, Je-Je-Je-Je-Jeremi Teti! Di Bogor, di Bogor-gor! Dari Bogor kita menuju ke Cilegon!"
"SUBUUURR! LIHAT MUKA SAYA! SAYA TIDAK TAKUT, SAYA TAU DI BELAKANG KAMU SIAPA!"
"Good Job!"
"Jika ingin membenar-benarkan sesuatu, ngaca dulu deh!"
"SOBHOOEERR, INI GAYA KAMU, KAN?! DAN SEMUA, YANG MASIH MEMBELA SUBUR, AKAN HABIS SEHABIS-HABISNYA, HABISNYA, HABISNYA, HABISNYA, HABISNYAAAAAHHHH! DEMI TUUUUHHAANNNN!"
"STOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOP!" potong Vience sambil meledakkan sebuah bazzoka yang entah dapat dari mana. "Ini kenapa jadi menggila semua?! Gue mah bukannya gimana, tapi kasihan orang yang lagunya lu cemarin! Lagian, itu nge-trend zaman kapan coba?! Bisa balik ke topik nggak?!"
"Iya iya, woles aja keles!" balas Edgar sambil masang tampang cuek yang... Menyebalkan.
"Bodoh amat dah! Gar, tadi lu mau ngomong apa sama gue?! Mau nyatain cinta? Sorry ya, hati gue cuma buat Vivi-chan seorang!" tanya Vience ke'PD'an tingkat tinggi.
Edgar langsung nyari clurit yang baru aja pre-order tahun lalu (?).
"Sorry ya! Gue bukan maho, gue ke sini cuma mau nyampein kalau lu dipanggil sama Mathias! Ditunggu di atap katanya!" balas Edgar yang mulai masuk ke pembicaraan sebenarnya.
Vience hanya mengangguk. Setidaknya dia normal, nggak kayak Salem, Alpha, Rendy, Ikyo, Maurice, Luthias, dan Teiron yang dengan lebay-nya langsung pasang muka kesambar petir.
"APAAAAAAA?! GUE NGGAK PERCAYA! KENAPA VIENCE YANG DIPILIH UNTUK MENEMUI MATHIAS DI ATAP?!" teriak Salem sambil melempar Rendy sampai nyungsep ke lubang galian sumur terdekat (?).
"WHAT THE HELL?! INI NGGAK MUNGKIN! PASTI ADA KECURANGAN DALAM MK!"
"GUE NGGAK TERIMA! GUE MINTA PEMILU-NYA DIULANG!"
"SUBUUUUUUUUUUUUUUUUUR!"
'Abaikan saja mereka!' batin Vience sambil berlari ke dalam markas.
Di atap markas...
"Kau sudah datang, Vience!"
Mathias tersenyum saat melihat sosok cowok pirang Wild Ponytail itu tengah membuka pintu atap dan menatap balik dirinya dengan tatapan tajam plus tidak suka. Setelah menutup pintu, dia maju beberapa langkah ke depan Mathias.
"Ada urusan apa? Kalau nggak penting-penting banget, mending gue balik ke ruang tengah aja!" sahut Vience kesal.
"Eh tunggu, ada yang ingin kubicarakan denganmu sebentar!" tahan Mathias. "Aku tidak bisa melakukannya sendiri, aku butuh bantuanmu!"
"Mending sama orang lain aja kalau minta bantuan!" Vience mengangkat tangan pertanda tidak perduli. "Ya u-"
"Ini tentang Vivi!"
Gerakan Vience langsung terhenti saat mendengar nama kekasihnya.
"Barusan ngomong apa?" tanya Vience sambil menoleh sedikit ke arah Mathias. "Tentang Vivi-chan?"
"Yap!" Mathias mengangguk dan mengeluarkan selembar surat dari dalam saku celananya.
"Aku ingin minta tolong! Sampaikan surat ini untuk Vivi, bilang kalau ini dariku! Surat ini sangat penting! Untuk sisanya, serahkan saja padaku!" jelas Mathias dengan mantap sambil menyerahkan surat itu ke tangan Vience yang matanya langsung meneliti surat beramplop putih itu.
"Apa isinya?" Vience berniat membuka isi amplop tersebut untuk mengintip.
Tapi sebelum sempat melihat sepatah kata dari surat itu, Mathias keburu menggenggam pergelangan tangannya pertanda dia melarang untuk melihatnya.
"Jangan dilihat, itu surat pribadi! Vivi juga pasti tidak ingin kau melihatnya!" kata Mathias.
Kalimat itu cukup kuat untuk membuat Vience mengurungkan niatnya. Bagaimanapun juga, dia tidak ingin mengecewakan kekasihnya.
"Eh? Jadi gue fungsinya cuma sebagai tukang pos doang gitu?" tanya Vience tidak terima. "Tadi lu bilang butuh bantuan gue, kalau cuma ngepos surat mah yang lain juga bisa!"
"Tidak, surat ini hanya bisa diantar olehmu!" balas Mathias kalem sambil tersenyum kecil, kemudian memelankan sedikit suara yang keluar sehingga terdengar seperti berbisik. "Untuk hari ini..."
"Maksudnya?" tanya Vience yang sepertinya mendengar bisikan itu.
"Hm? Hahahaha, nggak! Aku hanya bicara sendiri!" jawab Mathias santai. "Cepat antarkan surat itu! Itu hanya berlaku hari ini, besok tidak bisa!"
"Apaan sih isinya, sampai ada tanggal kadaluwarsanya segala?" Vience malah makin penasaran dengan isi surat itu.
Maklumlah, dia kan manusia biasa! Penasaran itu nggak bisa ditahan begitu aja!
"Nanti kau tau sendiri!"
"Tapi gue pengen taunya sekarang, buka di sini boleh ya? Vivi-chan kan nggak tau!"
"Jangan! Sudah kubilang Vivi tidak akan senang kalau kau ikut-ikutan membaca isinya, karena ini surat pribadi!"
"Terus apa hubungannya sama gue kalau ini surat pribadi?! Pasti ada apa-apanya nih!"
"Sudah, cepat sana! Antarkan surat ini!"
"Tapi gue penasaran!"
"Tadi kan aku bilang kalau kau akan tau sendiri! Cepetan!"
"Gue pengen bukaaaa!"
"Kubilang barusan-"
"Penasaran gilaaa! Gue buka ya?"
"Vience, please deh!" Mathias yang mulai kehabisan kesabaran terpaksa jadi OOC, karena kalau sabar terus nggak bakalan ada abisnya. "Lu udah gue bilangin taunya nanti, masih aja penasaran kayak adek gue yang suka nanyain 'Jaket gue mana, Aniki?!' pake suara ala Kazune dijahatin Karin yang selingkuh sama Kirika (?)! Udah cepetan sono! Kalau lu nggak pergi juga, entar gue penggal kepala lu atau bacokin lu pake cluritnya Edgar! Atau lu mau gue bacok sekarang juga?!"
"E-eh, nggak jadi deh!" Nyali Vience langsung menurun drastis gara-gara ke-OOC-an Mathias yang melebihi Luthias.
Dia bukannya takut sama Mathias, tapi takut kalau kebanyakan bacot entar dijadiin OOC juga kayak Luthias dan Mathias. Apalagi saat ini kepala Author penuh dengan imajinasi gila yang bisa membuat Vience OOC saat itu juga.
Dia pun pergi meninggalkan atap untuk melaksanakan misinya: Menyerahkan surat untuk Vivi.
Di halaman belakang...
"Lho?" Vience langsung celingukan begitu melihat kekasihnya tidak ada di sana. "Vivi-chan mana?"
"Ah Vience, akhirnya lu dateng juga!" Emy mengabaikan pertanyaan Vience sambil nyengir jahat dengan sikap mencurigakan, apalagi saat melihat amplop surat yang dibawa Vience. "Gue tau dia dimana, tapi gue nggak mau kasih tau lu karena informasi itu mahal!"
"Kena angin apaan sih lu? Mabok ya?" Vience langsung curiga dengan sikap Emy. "Udah, bacot lu! Gue dengerinnya nanti aja! Vivi-chan mana?"
"Gue bukan ngebacot! Gue tau Vivi dimana, tapi gue nggak mau ngasih tau! Harusnya lu maksa gue ngasih tau dong!" Emy melipat tangan di depan dada sambil memasang wajah capek.
Vience malah makin curiga. "Nggak ah, mending gue tanya orang lain aja! Sikap lu nyebelin!"
"Gitu banget lu ya, padahal gue udah bela-belain mau ngelakuin misi ini!" Emy langsung natap Vience dengan kesal. "Udah ah, gue males ngasih tau! Lu cari aja tuh anak sendiri! Bodoh amat sama nasib lu gimana!"
"Misi apaan?" tanya Vience tanpa menghiraukan ambekan Emy.
"Au ah gelap, kamu jahat!" Emy memalingkan wajahnya dengan gaya sok marah. (Jijay banget sumpah!)
"Ceileeeeh, gitu aja marah! Jangan ngambek dong, gue dengerin deh bacotan lu!"
"Udah gue bilangin gue bukan ngebacot, gue lagi ngasih kode buat lu!" kata Emy dengan perkataan yang rada-rada lebih ke arah 'romantis'.
Mau nggak mau, Vience terpaksa mundur karena takut diapa-apain. "Gue nggak ngerti, mau lu apa sih?"
"Gue mau lu dengerin gue! Udah itu aja, biar cepet selesai misi gue juga!"
"Misi mulu dari tadi, misi apaan sih?!" Vience mulai kesal dengan sikap misterius Emy yang mendadak ngomongin misi.
Emy hanya diam mendengar pertanyaan barusan. "Misi ya misi! Itu urusan gue, bukan urusan lu! Yang penting, lu mau dengerin gue nggak?!"
"Ya udah, cepetan! Lu mau ngomong apa?! Risih gue di sini terus, eneg sama sikap lu!" Sepertinya Vience udah nggak sabar sama sikap Emy.
"Ya udah, dengerin ya!" Emy langsung pura-pura batuk sambil narik nafas dalem-dalem. "Ekhem, ekhem! Gue cantik!"
"Hah?" Vience cengo setelah mendengar perkataan Emy tadi. "Apa tadi lu bilang?"
"Gue cantik! Gue pengen lu ngomong gue cantik, baru gue kasih tau cewek lu dimana!" Emy mulai memperjelas situasi sambil nyengir kayak orang gila.
Sontak, Vience langsung merinding karena persyaratan yang membahayakan nyawa itu.
"Hah? Bilang lu cantik? Nggak ada pilihan lain nih? Disuruh joget atau apa gitu?" Vience garuk-garuk kepala sambil nyari cara terlembut untuk menyampaikannya.
'Soalnya kalau gue ngomong lu cantik, kehidupan manusia bakalan terancam! Tepatnya kiamat, coy!' batin Vience.
"Cuma ngomong dua kata doang apa susahnya sih?! Dan nggak ada pilihan lain! Lu harus ngomong gue cantik, baru gue kasih tau cewek lu dimana!" Emy ngotot dibilang cantik sambil ngacungin staft-nya.
Karena merasa dipojokkan, Vience hanya bisa menelan ludah karena tidak punya pilihan lain. "Serius lu? Gue nggak mau tanggung ja-"
"IYEEEE, GUE SERIUS! CEPETAN!" teriak Emy nggak sabaran.
Vience pun menelan ludah lagi. "Ng... Uh..."
"Apa? Nggak kedengeran!"
"Kh... E-E-Emy..."
"Yang tegas!"
"Emy..."
"Apa? Emy apa?"
"Emy... Uh... Argh... Can-can... Tik..."
"Ulangi yang keras!"
"Emy, can-tik..."
"Nah, bagus!" Emy langsung tertawa bangga tanpa memperhatikan wajah pucat Vience. "Sebagai hadiah, gue kasih informasi yang lu mau! Dengerin ya! Cewek lu sekarang berada di ruang tengah, tepatnya di-"
TET TERETETET TERETETET! (?)
Vience dan Emy langsung diem saat mendengar suara aneh barusan.
"Suara apa itu?" tanya Emy cengo.
Vience langsung merinding saat melihat meteor segede gajah jatuh dari langit dengan suara keras.
SYUUUUUUUUUUUUUUUUUT! JEDEEEEEEEEEEEER!
"ANJEEEEEEER! TEROMPET SANGKAKALA! BENER KAN FIRASAT GUE! AAAAH, LU SIH NYURUH GUE BILANG LU CANTIK! MAAFKAN AKU, WAHAI UMAT MANUSIA! TAPI JANGAN SALAHIN GUE, SALAHIN EMY!"
"WHAT?! SALAH GUE APA COBA?!"
Ini hanyalah fiksi belaka! Anggap saja adegan tadi tidak ada, oke?
Di ruang tengah...
"Vivi-chan tadi ke sini?" tanya Vience saat tidak melihat kekasihnya di ruang tengah.
Padahal, dia sudah sampai di tempat yang disebutkan Emy secara detail.
Monika dan Alisa yang berada di ruangan itu langsung mengalihkan perhatian penuh kepada cowok itu.
"Tadi gue lihat sih, tapi buat apa gue ngasih tau lu? Nggak ada untungnya juga!" kata Monika dengan seringai ala setan (?) yang persis kayak Emy.
Cewek-cewek rambut coklat kayak mereka emang gitu semua kali ya?
"Kalau ingin dikasih tau, bagaimana kalau kita kasih tantangan? Kalau berhasil, nanti baru kita kasih tau dimana dia!" tambah Alisa.
Vience langsung curiga. Kok kayaknya mirip banget sama Emy ya?
"Kalian sekongkol ya?" tanya Vience ragu. "Jangan-jangan ini yang dimaksud Emy dengan 'misi'?"
"Misi?" Alisa malah balik nanya dengan wajah datarnya. "Bukan misi juga sih, kita hanya disuruh untuk- Hmppph!"
"Gimana? Terima tantangan kita nggak?!" tanya Monika sambil mendekap mulut Alisa dan berusaha mengalihkan perhatian Vience. "Kalau terima, entar kita kasih tau cewek lu ada dimana! Kalau nggak, lu cari aja Vivi sendiri!"
"Ya udahlah, gue capek dari tadi selalu kejadian ngaco yang dateng..." jawab Vience pasrah sambil menggaruk rambutnya.
Alisa yang memperhatikan sikap Vience yang tidak biasanya langsung melempar sebuah pedang tepat di depannya.
"Oi Vience, kalau kau bisa mengalahkanku dalam duel, nanti kuberi tau dimana Vivi!" teriak Alisa bersemangat. "Kau harus berusaha! Karena kami berdu-"
"Alisa, siapa bilang tantangannya begituan?!" protes Monika memotong perkataan Alisa. "Tantangannya kan main catur!"
"Lho kok?! Barusan yang kita sepakati duel!" balas Alisa.
"Nggak! Tadi kita udah tentuin pake hompimpah dan yang kalah itu gue! Kan yang kalah yang dapet!"
"Nggak! Orang dimana-mana yang menang yang dapet juga!"
"Licik ah lu, kan udah gue bilang yang kalah dapet!"
"Enak saja licik! Lagian, gue nggak ingat soal aturan itu! Seingat gue, kita sepakat kalau yang menang yang dapet!"
"Eh, masih ngotot aja lu! Nih ya gue ingetin! Tadi sebelum kita hompimpah, gue bilang nggak rame kalau yang menang terus yang dapet! Jadi siapapun yang kalah, boleh nantang si Vience apapun, terus entar ngasih tau kalau Vivi ada di kamar Luthias!"
"Tapi gue nggak bilang setuju!"
"Tadi udah!"
"Nggak!"
"Udah!"
"Terima kasih!" kata Vience sambil nyengir nista dan langsung lari ke kamar Luthias tanpa menghiraukan tatapan cengo dari Monika dan Alisa.
Monika langsung facepalm menyadari apa yang terjadi.
"AAAH, SIALAN! GUE KECEPLOSAN! LU SIH!"
"GUE YANG SALAH!? JELAS-JELAS LU YANG KELEPASAN!"
"SIAPA YANG BIKIN GUE KECEPLOSAN?!"
"LU YANG MULAI SENDIRI!"
"BUKAN GUE! LU!"
"LU!"
"LU!"
"LU!"
Di kamar Luthias...
"Biar gue tebak!" Vience menggelengkan kepala sambil menghela nafas berat. "Lu udah nyangka kalau gue bakalan nanya soal Vivi-chan, terus lu bakalan bilang lu tau dia ada dimana, setelah itu ngasih satu cobaan berat buat gue biar gue bisa tau dimana Vivi-chan bera-"
"Pertanyaan bodoh!" potong Luthias datar. "Aku memang melihat Vivi dan tau dia ada dimana, tapi aku tidak akan memberitahumu dengan cobaan berat! Aku hanya ingin kau melakukan sesuatu sebagai ganti informasi yang kuberikan!"
'Sama aja itu mah!' batin Vience kesal. "Ya udah, capek nih gue! Lu mau gue ngapain sebagai gantinya?"
"Dan biar kutebak juga!" Luthias malah membetulkan kacamatanya tanpa menjawab pertanyaan Vience. "Emy, Monika, dan Alisa bersikap sangat tidak wajar sampai kau ikut-ikutan curiga padaku kan?"
"Eh? Yah, begitulah!" jawab Vience singkat. "Sikap mereka sedikit tidak wajar waktu tadi gue-"
"Lupakan!" potong Luthias sambil menghela nafas dan matanya terlihat... Ganas.
"Aku hanya ingin kau menjawab pertanyaanku! Kalau berhasil aku akan beritahu dimana Vivi, tapi kalau gagal..." Luthias sengaja menggantungkan kalimatnya agar terdengar misterius. "LU BAKALAN GUE SIKSA PAKE CAMBUK! MUAHAHAHAHAHAHA!"
"WHAT THE HELL?!" Vience langsung kaget karena ternyata ke-OOC-an Luthias masih berlanjut. "Ogah gue kalau disiksa, entar kulit mulus gue rusak! Mending tanya sama yang lain a-"
"PERTANYAAN PERTAMA!" potong Luthias sambil membuka buku catatan. "SIAPA NAMA LENGKAP KAKAK CEWEK SALEM?!"
"Haaaah?! Salem punya kakak?! Emang gue bapaknya sampe tau begituan?!"
"SALAH! KAU KENA LIMA KALI PUKULAN CAMBUK! HYAAAAAAT!"
"ADUH, ADUH! SAKIT, KAMPRET! STOOOOOP! ADUH!"
"PERTANYAAN KEDUA! ADELIA NAKSIR SAMA SIAPA?!"
"Awww! Ah gampang itu mah, sama Ikyo! ADUH!"
"BENAR SEKALI! PERTANYAAN KETIGA!"
"ADUH! AW AW AW! GUE UDAH BENER KENAPA MASIH DIPUKUL SEGALA?! UDAAAH!"
"APA JUDUL LAGU FAVORIT EDGAR?!"
"ADUH! GUE JAWAB, TAPI JANGAN PUKUL GUE!"
"SALAH! DELAPAN KALI PUKULAN CAMBUK! HYAAAAAAAAAT!"
"ANJROT! SAKIT WOY, GUE BUKAN SEMUT YANG BISA LU INJEK SEENAK PAN- ADAW! ADUH!"
"PERTANYAAN KEEMPAT!"
"SAMPE BERAPA SIH PERTANYAANNYA?!"
Satu setengah jam kemudian...
"Kayaknya di sini nggak ada yang jaga..." keluh Vience yang terkulai lemas di depan kamar Vivi setelah melewati pertanyaan Luthias.
"Seumur hidup baru kali ini gue bener-bener berkorban buat Vivi-chan sampe segreget ini! Dosa gue apa sih? Dari tadi nasib sial mulu yang berjejer!" keluh Vience lagi sambil mengelus tangannya yang merah gara-gara dipukul Luthias pake cambuk barusan.
Pertama: teriakan Alpha dan Teiron, kedua: Vivi langsung pergi dari kamarnya tak seperti biasa, ketiga: Salem dan Alpha berisik, keempat: Edgar manggil dengan nada yang merusak mood, kelima: orang-orang menggila di saat dia jengkel, keenam: disuruh jadi tukang pos sama orang yang disebelin, ketujuh: Emy minta dibilang cantik, kedelapan: Alisa dan Monika gagal ngasih tantangan, kesembilan: dipukuli Luthias gara-gara disuruh jawab pertanyaannya.
Sekarang kejadian kesepuluh dan siap-siap mampus aja deh!
"Ah, mau gimana lagi? Nasib gue hari ini emang sial banget ya! Cepet kasih surat ini ke Vivi-chan ah, biar bisa cepet-cepet tidur!" Vience bersiap membuka pintu kamar sambil menggenggam erat surat beramplop yang merupakan penyebab kesialannya.
Entah kenapa, meskipun Vience sendiri babak belur, dia tetap menjaga agar surat itu tidak ada kerutan sedikitpun.
Krieeeet!
"SELAMAT ULANG TAHUN!"
"Eh?"
"CIEEEE! Yang ultah! CIEEE! Gue minta PU-nya dong!" Emy tertawa sambil menepuk Vience yang masih cengo. "PU-nya cukup bilang gue cantik ya!"
"Enak aja! Pohon kesayangan gue jadi tumbang gara-gara kesamber meteor tadi! Lu gara-garanya!" protes Ikyo sambil melancarkan bogem mentah ke arah Emy. "Awas ya kalau diulang, nggak ada ampun!"
"Huh, benar-benar buang waktu!" keluh Luthias yang tiba-tiba sudah berada di belakang Vience. "Kau harus berterima kasih padaku, karena tantanganku yang paling berkesan!"
"Argh, kesel gue nggak bisa ngasih tantangan buat Vience! Lu sih gara-garanya!" gerutu Monika sambil menunjuk sepupunya.
"Lho, kok gue yang salah?! Udah gue bilangin lu yang salah karena keceplosan!" balas Alisa nggak mau kalah.
"Kan lu duluan!"
"Bukan gue! Lu!"
"LU!"
"Sudah, sudah! Mau diapain lagi?" lerai Lucy. "Daripada berantem, gimana kalau kalian ambil kue ulang tahun Vience di meja sana?"
"Oh, iya! Gue yang ambil!"
"Gue!"
"GUE!"
"GUE!"
"GUE!"
"HOMPIMPAH AJA NAPA SIH?!"
"Vience, lu enak banget ya diperhatiin sampe segitunya! Ulang tahun gue aja nggak ada yang inget!" komentar Rendy sambil ikut-ikutan menepuk punggung Vience. "Tapi buat lu, tentu aja gue inget! Selamat ulang tahun!"
"Eh? I-iya, makasih!" Vience masih cengo sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Sial! Dia sendiri lupa dengan ulang tahunnya, tapi malah teman-temannya yang ingat!
"Vience, selamat atas kerja kerasnya!" Mathias datang sambil menepuk pundak Vience dengan cengiran khas-nya.
Vience menengok ke arah Mathias yang dipikir-pikir adalah 'pelaku utama' dari kejadian ini. Tapi, kenapa sekarang dia udah nggak sebel lagi melihat cengiran si jabrik itu?
"Lu ya, mau jahilin gue nggak bilang-bilang dulu!"
"Gimana mau rame kalau begitu caranya?" Tiba-tiba sebuah suara membalas perkataan Vience dari belakang. "Seharusnya kau berterima kasih padanya, bukannya protes nggak jelas begitu!"
"Hm? AH! Tumma! Akhirnya lu nongol juga!" Vience tertawa senang sambil memeluk si cowok Shaman berkulit hijau yang dari awal lupa dimunculin sama Author.
"Tentu saja... Kalau soal ultah temen, gue nggak bisa nggak ikutan!" Tumma memasang senyum terbaiknya sambil menyerahkan kotak kado berwarna merah. "Selamat ulang tahun!"
"Gracias!" Mood Vience mulai terangkat kembali.
Dia senang sekali karena teman-temannya sampai rela menjahilinya dengan ide bodoh hanya demi dirinya.
Ternyata hari ini nggak sepenuhnya sial, atau mungkin nggak sial sama sekali...
"Vieny..." panggil seorang gadis berambut ungu yang dari tadi dicari Vience setengah mati. "Terima kasih untuk kerja kerasmu, selamat ulang ta-"
"VIVI-CHAN, MATHIAS MENYURUHKU MEMBERIKAN SURAT INI PADAMU!" Vience memotong perkataan Vivi sambil menyodorkan surat beramplop putih tadi. "MAAF TERLAMBAT, KARENA BARUSAN-"
"Bodoh, itu untukmu!" sela Vivi sambil tersenyum kecil. "Sebenarnya dari awal surat itu bukan untukku, tapi untukmu! Coba kau buka!"
Vience kembali cengo ketika mendengar pernyataan kekasihnya seperti kesambar petir di siang bolong. "Eh? Jadi, suratnya bukan untuk Vivi-chan? Surat ini, untukku?"
"Iya! Kalau reaksimu begitu, aku yakin kau pasti belum mengintip isinya!" balas Mathias sambil tertawa kecil.
"Tadinya aku ragu kalau kau tidak akan membukanya, karena kalau dibuka, rencana kami pasti akan kacau balau! Tapi ternyata kesetiaanmu dengan Vivi berhasil menahanmu membukanya! Hebat juga kau!" puji Mathias sambil kembali memasang senyuman khas-nya.
Sedikit rona merah muncul di pipi Vience, apalagi saat melihat wajah kekasihnya yang tampak bangga.
"Karena sekarang kau udah bekerja keras, ayo dibuka suratnya!"
Vience kembali bingung karena penjelasan yang terbelit-belit barusan. "Hah? Eh? I-iya!"
Sesaat kemudian, tangannya sudah bergerak pelan untuk membuka penutup amplop yang ditahan oleh stiker berwarna merah. Saat dibuka, ternyata isinya adalah beberapa lembar kartu ucapan dari teman-temannya.
Vience, selamat ulang tahun! Aku harap Vivi semakin bangga dengan kejadianmu kali ini! ;)
(Mathias)
HAPPY BIRTHDAY! Wish you all the best!
(Teiron dan Maurice)
Vience, selamat ulang tahun! Aku doakan yang terbaik untukmu, terutama soal Vivi-chan!
(Lucy, Alisa, Monika)
Karena Tumma susah bikin kata-kata, jadinya digabungin sama punyaku aja! Met ultah ya, HBD! Semoga makin ganteng di ultahmu yang ke... Ke... Ini yang keberapa ya? ._.
(Luthias dan Tumma)
HBD, WYATB!
(Ikyo dan Edgar)
Wesssss-lah yang ultah! Iri gue, iri! Traktir gue kapan-kapan, met ulang tahun ya!
(Emy, Alpha, Salem)
Vience, gue minta maaf ya kalau gue punya salah sama lu! Selamat ulang tahun, semoga makin sukses ya!
(Rendy)
Vieny, maaf kalau selama ini aku mengacuhkanmu! Aku berterima kasih kepadamu selama ini, selamat ulang tahun!
(Vivi)
"Terima kasih banyak!" kata Vience sambil tersenyum bahagia.
Rasanya dia tidak tahan untuk tidak tersenyum, apalagi dengan kehangatan orang-orang di sekitarnya.
Mungkin, senyuman untuk lima tahun juga bisa kali ya?
To Be Continue, bukan Turney Bad Cover (?)...
Yeay yeay yeay, HBD for our Dragon Rider! \ :V / *digigit Jeronium.*
Biarlah hasilnya gaje, yang penting jadi! :V / *digigit lagi.*
Review! :D
