Balas Review! :D

I'mYaoiChan: Beberapa bagian di Chapter kemarin sebenarnya dari fic HGAD... ^^a Yah, makasih Review-nya! :D

RosyMiranto18: Gelang itu sebenarnya alat bantu melihat, lengkapnya tanyakan saja Ars di fic Author sebelah... ^^/

Edgar: "Hah? Perasaan yang ngomong 'langgeng sama Vivi' itu si Vience deh..." =_=

Aha, hampir, yang penting lihat saja! ^^/ And Thanks for Review! :D

Happy Reading! :D


Kejadian sebelumnya:

"Kaichou..." Seseorang menepuk pundak Girl-chan.

Yang bersangkutan menengok ke belakang. "Ada apa, Luthias?"

"Maurice, bermasalah..."

"HAH?! BERMASALAH GIMANA?!"


Chapter 36: Half Wolf Syndrome


"Ceritanya panjang, lebih baik lihat saja sendiri!" usul Luthias yang langsung pergi.

"Oh, oke..." Girl-chan segera berdiri. "Nay, sebaiknya kita masuk saja!"

Naya hanya mengangguk dan mereka berdua masuk ke dalam markas.


Di dalam markas...

"Ada apa, Naya-san?" tanya Adelia ketika melihat Naya sedang memperhatikan sesuatu.

Naya menunjuk sesuatu di pojok ruang tengah. "Kalau boleh tau, siapa ya yang berambut abu-abu dengan telinga dan ekor itu?"

Adelia melihat ke arah yang ditunjuk Naya dan langsung terbelalak melihatnya.

Tapi ada satu hal yang tiba-tiba...

"Bagaimana kau bisa melihat lagi?"

"Aku tidak bisa menceritakannya." Naya berjalan pergi dan Adelia kebingungan mendengarnya.


Meanwhile...

Girl-chan melihat pemandangan absurd berupa Maurice yang sedang menggaruk telinga hewan yang entah sejak kapan muncul di kepalanya.

"Tumma? Bisa jelaskan apa yang terjadi di sini?" tanya gadis itu sambil menepuk si Shaman berkulit hijau.

"Errr, soal itu..."


-Flashback-

"Hey, Rice!"

"Iya?" tanya Maurice yang melihat keberadaan Tumma dan Luthias.

"Bisa jelaskan gimana caranya kau bisa punya kuping dan buntut?"

"Ini?" Maurice memegang telinga di kepalanya. "Entah, tiba-tiba bisa muncul begitu saja, tapi... Aku merasa jadi ingin bertingkah seperti anak anjing..."

Kemudian dia mulai menggaruk-garuk telinga itu dengan wajah tidak nyaman.

"Itu tidak bagus..." gumam Luthias yang merasakan firasat buruk. "Aku akan panggil Kaichou..."

-Flashback End-


"Aku tidak bisa menebak apa yang terjadi padanya..." gumam Girl-chan sweatdrop. "Haruskah kita panggil Paman Grayson untuk ini?"

"Siapa itu Grayson?" tanya Luthias yang muncul di sebelah Girl-chan.

"Pamannya Maurice..." jelas Girl-chan sambil berjalan menuju ke telepon rumah.


Dia melakukan panggilan dan menunggu, kemudian mendapat jawaban beberapa detik setelahnya. "Iya, Grayson di sini?"

"Ini Ketua Garuchan, bisa tolong datang ke markasku secepatnya?" pinta gadis itu.

"Memangnya ada apa?"

"Ini soal Maurice, sepertinya dia agak... Bermasalah hari ini..."

"Hmm, baiklah! Aku akan segera ke sana!"

Dan panggilan pun berakhir sampai di sini.

"Kami permisi dulu, Kaichou! Kami tidak punya kepentingan di sini!" Tumma langsung pergi sambil menarik Luthias.


Setengah jam kemudian...

"Terima kasih sudah mau datang ke sini!" ujar Girl-chan menyambut Grayson yang baru datang.

Grayson sedikit terheran-heran melihat gadis itu dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Kau ketuanya? Tidak kusangka kau lebih muda dari yang kuduga..."

Gadis itu hanya tersenyum miris. "Yah, begitulah..."

"Sekarang mana anak itu?"

"Mari kuantarkan!" Girl-chan berjalan ke ruang tengah diikuti Grayson.


Setelah sampai di ruangan yang dimaksud, gadis itu menunjuk ke pojokan. "Dia di sana!"

Grayson langsung terbelalak setelah melihat apa yang terjadi pada keponakannya. "Oh, ya ampun!"

"Menurutmu apa yang terjadi padanya?" tanya Girl-chan meminta pendapat.

Grayson berpikir sejenak. "Kurasa, dia mengalami sindrom langka yang hanya dialami oleh keturunan Werewolf..."

"Heee..."

"Ini sedikit sulit untuk dijelaskan, tapi intinya sindrom ini ditandai dengan telinga dan ekor yang muncul tiba-tiba, serta memiliki gejala bertingkah seperti anak anjing..."

"Apa kau pernah mengalaminya juga?"

Grayson menggeleng. "Tidak! Walaupun aku mengambil nama marga 'Wolvine' dari istriku, tapi aku bukan keturunan Werewolf!"

"Begitu ya..." Girl-chan mangut-mangut. "Lalu, apa ada cara untuk menyembuhkannya?"

"Tidak ada, tapi sindrom ini bisa hilang setelah sebulan..."

Si ketua squad memutar mata ke atas. "Baiklah... Kurasa masalah ini akan semakin panjang..."


Setelah itu...

"Aku akan berkunjung dua hari sekali untuk memantau kondisinya!"

"Yah, tolong bantuannya!"

Sekarang kita lihat keseharian Maurice dengan sindrom yang dialaminya.


~Tamu~

"Kutitip dia bentar ye!" Reha memberikan Nigou kepada si ketua squad.

Gadis itu menerima anjing itu dengan sedikit risih. "Yah, baiklah..."

Setelahnya Reha langsung pergi dari situ.

"Kaichou, itu tadi siapa yang da- UNTUK APA MAKHLUK ITU ADA DI SINI?!" pekik Teiron yang langsung jaga jarak karena melihat Nigou yang berada di tangan Girl-chan.

"Reha nitip..." balas Girl-chan singkat sambil menaruh Nigou di tanah.

Anjing itu langsung berlari ke arah Teiron. "Arf arf!"

"HYAAAAAAAAAAAAAAA!" Teiron langsung kabur sekenceng-kencengnya.

Girl-chan hanya geleng-geleng dan segera mengejar mereka.


Di sisi lain...

"Haaah, kalau nggak disuruh nginep sama Nii-san mah juga ogah gue ke sini..." keluh seorang pemuda berambut pirang dengan pakaian koboi yang berada di depan gerbang.

Pemuda itu membuka pintu gerbang dan berjalan memasuki perkarangan, tapi...

WUUUUSH! SYUUUUNG!

"Huwaaaa!"

Pemuda itu langsung diterjang Maurice.

"Wadoh, dia kenapa coba?" tanya pemuda itu kebingungan dan berusaha mencegah Maurice menjilati wajahnya.

Terdengar suara siulan yang membuat Maurice menjauhi pemuda tadi dan segera menghampiri sumbernya.

"Haaah, kau ini..." Grayson mengelus kepala sang keponakan yang memeluknya dengan manja.

"Ugh..." Pemuda itu segera bangun dan membersihkan diri.

"Hey, kau ini anggota baru ya?" tanya Grayson.

"Bukan, aku hanya berkunjung! Kebetulan kakak perempuanku anggota sini!" jawab pemuda itu.

Grayson hanya ber-'oh' ria mendengarnya.

"Aku masuk ya!" Pemuda itu berjalan ke dalam markas.

"Nah, ayo kita ke belakang!" Grayson menuntun Maurice pergi ke halaman belakang.


Meanwhile...

Seorang laki-laki berambut hitam ponytail berkacamata, memakai baju biru dan topi sedang berjalan di sekitar markas.

"Kurasa di sini..." gumamnya sambil melangkah ke arah gerbang yang terbuka dan masuk sambil menutup pintu gerbang.

Tapi tanpa diduga, dia melihat Teiron sedang dikejar-kejar Nigou.

"JAUHKAN MAKHLUK ITU DARIKU!"

"Arf arf!"

Girl-chan langsung berhenti tepat di depan laki-laki tadi. "Hay, ah maaf, Nigou baru saja datang dan Teiron ketakutan lagi seperti biasanya..."

Dia hanya ber-'oh' ria. "Ngomong-ngomong, apa anjing yang mengejarnya itu jenis Shiba Inu?"

"Hmm, yah, kurasa, aku tidak begitu tau jenis anjing karena lebih suka kucing..."

GUBRAK!

Mereka berdua menengok ke arah Teiron yang jatuh terjelembab karena tersandung semak-semak. Nigou segera melompat dan menaiki punggungnya.

"Huh, apes apes..." keluh Teiron meratapi nasib dan menatap kesal Nigou. "Turun dariku!"

"Arf!" Nigou langsung turun dari punggung Teiron dan anak itu segera duduk sambil mengelus punggungnya.

Girl-chan dan laki-laki itu segera menghampiri mereka.

"Kau tidak apa-apa, Ron?" tanya Girl-chan.

"Lu pikir dikejar-kejar anjing sampe muter lima kali itu nggak apa-apa?! TEGA LU YA!" bentak Teiron kesal.

Gadis itu langsung sweatdrop. "Sabar mas, gue juga capek ngejar lu berdua..."

"Hey, sini!" Laki-laki itu memanggil Nigou.

"Arf!" Nigou segera berlari dan melompat ke arahnya.

"Sejak kapan Zhunei datang ke sini?" tanya Teiron yang baru menyadari keberadaan laki-laki tadi.

"Barusan..." jawab Girl-chan singkat.

"Hey, boleh kupinjam Nigou sebentar? Aku sangat ingin memiliki Shiba Inu!" tanya Zhunei.

Gadis itu hanya angkat bahu. "Yah, tidak masalah..."

Teiron langsung kabur ke dalam markas karena tidak mau lama-lama melihat Nigou.


~Membujuk~

"Ngapain dia di atas pohon?" tanya Tumma yang melihat sesuatu dari jendela.

"Entah..." Edgar hanya angkat bahu.


Meanwhile...

"Oy, turunlah!" seru Vience dari bawah pohon.

"Ada apa ini?" tanya Thundy yang baru nongol.

"Dia nggak mau turun entah karena apa..." Vience menunjuk ke atas pohon.

"Eh?" Thundy mendongak ke atas dan mendapati...

Maurice nemplok di atas pohon.

"Sekarang gimana?" tanya Vience meminta pendapat.

Thundy berpikir sejenak dan menjentikkan jari. "Hey Rice, pamanmu mau bikin makanan enak lho!"

"Hmm?"

"Katanya kamu tidak akan dibagi jika nakal!"

WUUUSSSSSH!

Thundy hanya tersenyum puas, sementara Vience langsung sweatdrop begitu mendapati Maurice melesat turun dari pohon dan masuk ke dalam markas.


"Paman, aku mau mandi!"

"Ah iya, baiklah!"


Setelah itu...

"Nah!" Grayson menyajikan sepotong daging panggang untuk keponakannya.

Maurice langsung menyantap daging itu dengan lahap dan Grayson mengusap pelan kepalanya. "Anak pintar!"


~Lempar Tangkap~

"Kak Maurice, ayo main lempar tangkap!" ajak Edward sambil berlari keluar diikuti yang bersangkutan.

Mereka berdua mulai bermain layaknya anjing dan majikannya, sampai bola lemparan Edward melewati seseorang dan Maurice segera melesat ke arah...

"Kak Maurice, awas ada Kak Tei-"

"Huwaaaaaaa!"

BYUUUUUUUUUR!

"Ron..."

Mau tau apa yang terjadi?

Maurice menerjang Teiron yang sedang menyiram tanaman dan menutup mata anak itu sampai berjalan tak tentu arah dan akhirnya terjungkal ke air mancur. Edward sendiri hanya bisa kicep melihatnya.

"Kenapa ya gue ketiban sial mulu dari kemaren?" gerutu Teiron yang basah kuyup.


~Jilatan~

Girl-chan memiliki satu pantangan dalam hidupnya: dia tidak mau dijilati anjing jenis manapun.

Tapi masalahnya, Maurice mulai ingin menjilati orang sekarang.

"Eh?" Gadis itu sedikit kebingungan saat mendapati anak itu berdiri di depannya dengan puppy eyes ketika dia sedang membaca buku. "Kau mau apa?"

Maurice mulai mendekati Girl-chan, kemudian mendekatkan wajahnya di depan wajah si ketua squad yang mulai terlihat risih.

"Errr, kalau kau mau menjilati seseorang, sebaiknya kau jilati saja Tsuchi..."

Anak itu menggeleng dan mengusel kepalanya di dada gadis itu. Girl-chan hanya menghela nafas risih sambil menutup buku dan menaruhnya di atas meja, kemudian menjauhkan kepala Maurice dari dadanya.

Si pemilik surai abu-abu itu kembali menatapnya dengan puppy eyes dan gadis itu kembali menghela nafas.

"Hanya sekali ini saja, oke? Kalau kau kebablasan, aku akan mengurungmu di gudang, mengerti?"

Anak itu mengangguk dan menjilati pipi gadis itu sekali, kemudian menaruh kepalanya di pundak gadis itu.

Girl-chan menghela nafas lagi sambil mengelus kepala Maurice yang tertidur di pundaknya. "Dasar manja!"


~Aggressive Mode and Full Moon~

Maurice tak sengaja merusak barang kesayangan Alpha yang diletakkan di halaman depan.

Dia ingin minta maaf, tapi malah mendapat perlakuan buruk.

Dia ditendang, dipukuli, dipatahkan kacamatanya, ditarik ekornya sampai kesakitan, dan diusir dengan kalimat yang sangat menusuk.

"Pergi dan jangan pernah kembali lagi! Aku tidak mau melihatmu lagi!"

Maurice yang sakit hati segera pergi dari markas dan terus berlari sampai tanpa disadari, hari sudah malam dan dia telah berada di tengah hutan.

Ketika sedang memperhatikan bulan purnama, sesuatu di dalam dirinya telah mengubahnya menjadi makhluk yang liar dan agresif.


Di sisi lain...

"Alpha, aku bisa saja meminta temanku dari Amerika untuk mengirimkan penggantinya, karena benda itu cukup banyak di sana!"

Perkataan Mathias tadi membuatnya menyesal.

'Apa yang telah kulakukan?'

Alpha memperhatikan pemandangan dari luar jendela untuk menenangkan diri. Tapi begitu melihat bulan, dia menyadari sesuatu.

Dia segera pergi keluar markas dan berlari menuju hutan untuk mencari Maurice.


Dia terus mencari ke seluruh penjuru hutan, sampai akhirnya dia menemukan orang yang dicarinya sedang berada di tepi sungai.

"Maurice!"

Anak itu menengok dengan tatapan tajam.

"Hey, ini aku! Kau masih ingat kan?"

Tanpa diduga, sebuah cakar tajam nyaris mengenai wajah Alpha yang sempat menghindarinya.

"Maurice..."

Maurice terus menyerang Alpha tanpa henti dan membuatnya menerima banyak luka cakar.

"Ugh..."

Air mata mulai mengalir di wajah Alpha yang terus menahan rasa sakit karena luka di tubuhnya dan juga rasa bersalah yang memenuhi pikirannya.

"Kau, membenciku ya?"

"Aku mengerti... Aku tau aku salah... Aku terlalu emosi... Aku sudah, melukai perasaanmu..."

"Maafkan aku, Maurice..."

Alpha langsung jatuh pingsan dan Maurice meninggalkannya begitu saja.


Anak itu berjalan mencari tempat istirahat dan menemukan sebuah goa, kemudian dia tertidur di dalamnya.


Dia bermimpi berada di tengah kabut dan berjalan tanpa tau arah, sampai akhirnya melihat sepasang manusia di tengah kobaran api.

"Ayah, ibu..."

Pasangan itu menengok ke arahnya dan tersenyum tipis, kemudian mengatakan sesuatu yang nyaris tak terdengar.

"Jaga dirimu, Maurice..."

Kobaran api itu semakin besar dan melahap kedua orang tuanya. Dia hanya bisa menangis melihatnya.


Kemudian sekitarnya berubah menjadi putih dan dia berpindah tempat ke depan sebuah rumah tingkat dua bercat kuning yang dikenalinya.

Dia mencoba mengetuk pintu rumah itu, tapi sekitarnya kembali berubah dan sekarang dia berada di depan seseorang yang telah dilukainya beberapa menit sebelumnya.

"Maafkan aku, Maurice..."


Dia langsung terbangun dengan air mata mulai mengaliri wajahnya karena menyadari apa yang telah dilakukannya dan merasa menyesal karenanya.

Maurice segera berlari keluar goa ketika menyadari bahwa hari sudah pagi. Dia kembali ke tepi sungai dan menemukan Alpha yang masih tergeletak dengan kumpulan luka cakar di tubuhnya.

Anak itu membopong Alpha di atas punggungnya dan segera berlari keluar hutan untuk kembali ke markas.

Dia hanya bisa berharap mereka semua masih mau menerimanya.


Setelah sampai di depan markas, dia membuka pintu gerbang dan masuk ke perkarangan, kemudian dia meletakkan Alpha di atas rumput dan melolong sebisanya.

Pintu depan markas terbuka dan terlihat tiga orang yang keluar menghampiri mereka.

"Maurice, dari mana saja kamu?"

"Oh astaga, apa yang terjadi dengan Alpha?"

"Cepat bawa mereka masuk!"

Mathias segera membawa Alpha masuk, sementara Luthias dan Girl-chan menuntun Maurice.


Di dalam markas, semua orang menyambut mereka dengan perasaan cemas.

Tiba-tiba Maurice jatuh berlutut dan menangis sejadi-jadinya. "Hiks, maaf... Aku sudah melukainya..."

Bibi Rilen mendekatinya dan mengusap kepala anak itu. "Tidak apa-apa, yang penting kalian sudah kembali..."


Dua hari kemudian...

Tok tok!

"Masuk saja!"

Maurice membuka pintu kamar Alpha dan sang penghuni kamar tengah membaca buku dengan badan terbalut perban.

"Hey, ada apa?" tanya Alpha sambil menutup buku.

"Maaf..." gumam Maurice lirih.

Alpha menggeleng. "Aku yang harus minta maaf, aku yang menyakitimu duluan!"

Maurice masuk ke dalam kamar, kemudian duduk di atas kasur dengan wajah murung.

Alpha menepuk pelan kepalanya. "Jangan menyalahkan dirimu, kawan... Oh, dan ngomong-ngomong..."

Alpha mengeluarkan sebuah kacamata dan memakaikannya di wajah Maurice.

"Itu untuk menggantikan kacamatamu yang kupatahkan kemarin..."

Maurice tersenyum tipis. "Terima kasih..."

Alpha ikut tersenyum, kemudian menyadari sesuatu. "Kalau boleh tau, sindrom-mu sudah hilang ya? Karena tadi aku lihat telingamu sudah tidak ada!"

Maurice memegangi kepalanya dan dia memang tidak merasakan sesuatu yang dimaksud di sana. "Kurasa memang sudah hilang..."

"Baguslah, dengan begitu pamanmu tidak akan kerepotan lagi berkunjung dua hari sekali!"

"Memang tidak, tapi dia akan tetap berkunjung kok! Lagipula aku sudah menganggap Paman Grayson seperti ayahku sendiri setelah orang tuaku, mengalami kejadian itu..."

Alpha merasa kasihan. "Ma-maaf, aku tidak bermaksud mengungkit masa lalumu!"

"Tidak apa-apa!" Maurice berdiri dari atas kasur. "Cepat sembuh ya!"

Kemudian anak itu keluar dari kamar Alpha.


Bonus:

Beberapa jam sebelum berangkat ke markas Reha Squad...

"Errr, kalian serius memintaku ikut? Tanpa kostum sama sekali?" tanya Tumma sedikit ragu.

"Iyelah, kalau nggak ada lu jadi nggak rame!" balas Alpha.

Anak itu menggaruk pipi dengan telunjuk. "Entahlah... Aku tidak yakin..."

Salem melipat tangan. "Ayolah, lagian mereka kan udah tau tampang lu kayak gimana!" (Padahal nggak semuanya sih...)

Akhirnya Tumma mengalah dan hanya bisa menghela nafas pasrah. "Baiklah..."

"Nyaw?" tanya Tsuchi yang nimbrung.

"Oh, Tsuchi!" Teiron mengelus kepala kucing kesayangannya. "Kami mau menginap, kamu sama Kaichou saja ya!"

"Nyaw!" Kucing itu melenggang pergi ke tempat lain.

Luthias celingukan karena merasa ada yang hilang. "Thundy mana ya? Tumben nggak kelihatan!"

"Lagi dibujukin sama kembarannya, tuh anak nggak tau kenapa malah nggak mau ikut!" jawab Vience sambil minum.


Meanwhile...

"Thun, ayolah! Yang lainnya udah nunggu!"

"Ogah! Tinggalin gue sendiri!"

"Ya elah, emangnya napa sih?"

"Lu nggak usah tau, Ren!"

"Ren, satu-satunya cara agar dia mau ikut adalah memaksanya!" usul Girl-chan yang nongol di sebelahnya.

"Gimana caranya?"

Entah kenapa, seringai licik dari gadis itu sukses membuat Rendy merinding dan segera jaga jarak.

"JERONIUUUUM!" pekik gadis itu sambil mendobrak pintu kamar Thundy.


Di tempat lain, tiba-tiba Vience langsung tersedak minumannya sampai terbatuk-batuk.

"Oy, daijoudabe?" tanya Mathias sambil menepuk punggung Vience.

Vience mengelap mulutnya. "Entah, kayaknya ada yang nyebut nama nagaku deh..."

"Heee..."

"Yo!"

Semua orang menengok dan langsung sweatdrop berjamaah begitu melihat...

Si ketua squad...

Menarik...

Sebuah tali...

Yang mengikat...

Kumpulan balon berhelium...

Dan di bawahnya...

Ada Thundy yang diikat terbalik...

Kebayang nggak tuh seberapa anehnya?

"Itu cara menyeret paling aneh yang pernah kulihat..." komentar Edgar dengan wajah skeptis sambil menutup mata adiknya.


Setelah sebuah penyeretan absurd kemudian...

"Nah, sudah sampai!" seru beberapa orang setelah tiba di depan markas Reha Squad.

Ikyo yang berada paling depan menekan bel rumah itu.

Ting tong!

Pintu pun terbuka dan terlihat Romi yang membukanya, tapi dia malah memasang wajah eneg karena...

"Hai Sayang... Huwaaaaa!"

Dan tragedi Rubah Kampret ditonjok pun kembali terjadi.

"Rubah Kampret! Gini nih keseringan nonton Spongebob yang episode cokelat!" gerutu Teiron kesal.

"Hoho... Hee... Silahkan masuk!"


Mereka semua langsung masuk ke dalam, tapi Tumma yang pengen 'hajatan' malah cabut ke toilet.

Tapi dia nggak tau kalau di sana ada...

"HYAAAAA! KAK ALEX, TOLONG! ADA 'ITU' KAK!"

Seseorang yang belum pernah melihatnya.

BRAK!

Alex yang mendobrak pintu sambil membawa sniper langsung menurunkan senjatanya ketika melihat Tumma dan Andre nangis di pojokan.

"Damn! Aku lupa bilang!" ujar Alex sambil facepalm.


Beberapa penjelasan kemudian...

"Oh... Maaf ya, aku nggak tau kalau kamu seperti itu." kata Andre sambil menghapus air matanya.

Tumma hanya tersenyum tipis. "Yah, terima kasih..."

"Ada apa nih?" tanya Lectro yang tiba-tiba muncul dari belakang.

"Biasalah... Baru pertama kali liat Tumma pasti tau." balas Alex miris.

Lectro ber-'oh' ria sambil mengangguk.


Kembali ke ruang tengah...

"Yang tadi itu ada apa ya?" tanya Mathias bingung.

"You know lah... Kalau baru liat Tumma gimana..." jawab Alex sambil mengangkat bahunya.

Mathias hanya ber-'oh' ria mendengarnya.


Special Bonus: Kambing Edition :V

"Thias, kakakmu sama yang lainnya kemana?" tanya Tumma begitu mendapati hanya ada dia dan Luthias di markas.

"Katanya mau dangdutan di squad sebelah..." jawab Luthias datar sambil mengelus Kopen di pangkuannya.

BRAK!

Tiba-tiba pintu didobrak oleh Mathias yang entah kenapa memasang wajah masam dan melewati kedua anak itu.

"Itu kakakmu kenapa?" tanya Tumma heran.

"Kayaknya dia lagi bad mood..." balas Luthias agak risih.

Mau tau kenapa Mathias bad mood?

Ini dia alasannya!


-Flashback-

"Ada apa ini?" tanya Alucard yang baru balik dan melihat sebuah spanduk bertuliskan 'merayakan kemenangan Alucard nggak coretngerapecoret ngerayu Thundy lagi' beserta dangdutan massal di ruang tengah markas Reha Squad.

"TEGANGAN CINTA TAK DAPAT DIHINDAR LAGI, KUCOBA MENYAPAMU!"

"ASTUTIIIIII!"

"Demi dewa! Pada ngapain dangdutan di sini!?" Alucard hanya bisa facepalm karena dikacangin semua orang.

"Sabar ya mas, kacang mahal kayak hero unique." hibur Mathias.

"Iye, gue tau, Kambing."

CIIIIIT! SYUUUT! GUBRAAAK! TOWEWEWEW!

Semua orang langsung kicep dengan apa yang diucapkan Alucard barusan.

"Alucard, tadi lu ngomong apa ke Mathias?" tanya Alpha sambil berjalan ke arah Alucard dengan membawa mic-nya.

"Hah? Kenapa? 'Gue' hanya ngomong 'KAMBING' kok ke dia." jawab Alucard watados (tapi pas dia ngomong 'Kambing', Alpha sengaja mendekatkan mic-nya).

"Kambing!? Alucard ngomong Kambing!? Ke Mathias!?"

"Ayo sini nyanyi bareng!" ajak mereka semua sambil menyeret Alucard ke atas panggung.

Musik pun disetel, kemudian...

"Tu, wa, ga!" komando Alpha dan Teiron.

"POTONG BEBEK ANGSA, MASAK DI KUALI! MATHIAS ITU KAMBING, MINTA DISEMBELIH! POTONG DI SINI, POTONG DI SANA! LALALALALALALALALA~ KAMBING!" nyanyi mereka semua dengan penekanan di bagian 'Kambing' sambil nari gaje.

Mathias yang mendengar itu hanya bisa pundung di pojokan dengan aura suram.

"I know what you feel, bro." hibur Alfred di belakangnya.

-Flashback End-


"Tadi Bibi baru saja melihat Mathias, kenapa wajahnya ketekuk begitu ya?" tanya Bibi Rilen yang baru datang dari dapur.

"Dia bad mood, Bibi..." balas Tumma dan Luthias bersamaan.

Bibi Rilen sukses dibuat sweatdrop mendengarnya.


To Be Continue, bukan Tembakau Bakau Cawang (?)...


Fun Fact:

1. Untuk memperjelas maksud Grayson, sebenarnya istrinya adalah adik dari ibunya Maurice, jadi dia hanya mengambil nama marganya saja. Nama aslinya adalah Grayson Harmaacinzenta.

2. Orang tua Maurice meninggal dalam sebuah kebakaran dan dia diadopsi oleh pamannya.

3. 'Daijoudabe' itu gabungan dari 'daijoubu' dan 'dabe'.

4. Ikyo suka meniru hal-hal absurd yang pernah ditontonnya, padahal dia yang paling jarang nonton TV.

5. Akhirnya julukan nista Mathias di dua Universe (NNG dan HG) kepake di sini! :V / *dilempar kapak.*


Aku tau ini agak absurd dan kurang baper, tapi biarlah... -w-/

Review! :D