Balas Review! :D

RosyMiranto18: Lucy suka menyingkat panggilan, walaupun dia nggak tau kalau itu bisa menimbulkan salah pengartian bagi orang lain... ^^a Kalau soal itu, liat aja entar... ^^/ Thanks for Review! :D

Happy Reading! :D


Chapter 41: Tum-Tum Four Season Story


Bagaimana cara Tumma yang notabene paling jarang keluar rumah menjalani keseharian dalam empat musim?

Yah, mari kita lihat yang berikut ini!


~Spring: Teman Lama~

Tumma sedang duduk-duduk di kursi taman dengan memakai kaos hitam tertutup jaket biru, celana hitam, dan sepatu biru (Crow Costume FYI), tentu saja tujuannya unuk beradaptasi.

"Bunga-bunga bermekaran, burung-burung berkicauan, musim semi hari ini cukup cerah sih..."

Tumma hanya menghela nafas dan berdiri dari kursinya, kemudian pergi dari tempat itu.

Tapi tanpa disadari, ada seseorang yang memperhatikannya dari atas pohon.

"Mitsuketa!"


Keesokan harinya, dia kembali duduk di tempat itu sambil bernyanyi.


deai ha arashi no youni otozurete

watashi no kokoro kaete shimau

isshoni ireba nanimo kowakunai

kono sekai no owari sae

wakari aeru koto mo, wakachi au koto mo, utakata no youni

toki no suna ni magire, tsukami kirenai to, akirameteta anata ni au made ha

"dore kurai itami wo, hitori de kakaete kite tano?

"dore kurai sabashisa, hitomi ni kakushite hohoen dano?"

deai no kiseki wo ima dakishimete

mitsume attara tsuyoku nareru

kore wo ai to yobanai tosuru nara

ima, dore wo ai to yobu no?

deai no kiseki wo ima dakishimete

mitsume attara tsuyoku nareru

kore wo ai to yobanai tosuru nara

ima, dore wo ai to yobu no?


Prok! Prok! Prok!

Dia berdiri dan menengok ke atas pohon begitu mendapati sesosok pria berambut hitam emo sedang tepuk tangan sambil duduk di dahan pohon.

"Kau siapa?" tanya Tumma sedikit terkejut.

"Eh? Kau tidak mengenaliku?" Pria itu melompat turun dari pohon. "Padahal kita ini teman dari kecil! Oh iya, kurasa kau akan mengenaliku jika seperti ini!"

Kemudian muncullah sepasang tanduk merah di atas kepala pria itu dan juga sepasang sayap ungu-hitam di punggungnya.

Manik amethyst itu langsung terbelalak melihatnya. Dia merasa sangat mengenali orang itu.

"Kau..."

Tanpa diduga, dia mendapat pelukan hangat dari pria itu.

"Akhirnya setelah sekian lama, aku bisa bertemu denganmu lagi!"

"Kenapa, kau mencariku? Dan bagaimana kau bisa mengenaliku dengan wujud seperti ini?" tanya Tumma.

"Karena aku tau kau pasti masih hidup saat menghilang dari perkemahan!" balas pria itu. "Suaramu yang lembut dan melankolis, permata amethyst di matamu, hanya itu yang tidak berubah darimu! Karena itu aku bisa mengenalimu seperti apapun dirimu!"

Perasaan hangat mulai menjalar di dalam hati Tumma, perlahan air matanya mulai menetes dan dia membalas pelukan pria itu.

"Terima kasih, karena kau masih mengingatku, dan mencariku sampai seperti ini..."


Setelah itu...

"Oh ayolah, untuk apa sih bikin piramida domino?"

"Liat aja entar!"

Kriieet!

Thundy yang mendengar suara pintu mengabaikan Alisa dan Monika yang berdebat, kemudian menengok begitu mendapati Tumma yang baru masuk. "Udah pulang?"

Tumma hanya mengangguk dan berjalan ke lantai atas.


Di kamar, dia melepas jaket dan merenung sesaat karena teringat pertemuan pertamanya dengan orang itu, kemudian memasang senyum tipis.

"Aku senang bisa melihatmu lagi, Arie..."


~Summer: Balada Kepanasan, Nyasar, dan Tragedi Es Krim Jatuh~

Sebagian cowok tengah berada di ruang tengah saat musim panas. Ada yang memakai kaos lengan pendek, kaos kutang, atau bahkan tanpa baju sama sekali (biasanya ini khusus para cowok dewasa).

"Haaah, panas ya..." keluh Edward (yang pake kaos kutang) sambil duduk di depan kipas.

"Yah, lebih panas dari biasanya..." timpal Teiron sambil menjilati es krim dan memakai kaos lengan pendek coklat.

Edward ngiler melihat es krim yang dipegang Teiron. "Kak Teiron, aku juga mau!"

Teiron memberikan es krimnya dan pergi ke dapur untuk mengambil es krim baru.


Tapi ketika membuka kulkas, dia malah mendapat sebuah kejutan. "Astaganaga, Luthias?!"

"Terlalu panas!" keluh Luthias yang berada di dalam kulkas hanya memakai celana panjang biru.

"Tapi nggak usah mendem di kulkas juga kale, cepat keluar!" sembur Teiron sambil menarik keluar Luthias.

"Oy oy, gue bawa semangka nih!"

"Semangka?" Kedua orang itu segera keluar dari dapur.


Mathias (yang cuma pake celana panjang merah) datang ke ruang tengah sambil membawa 13 piring semangka. (Wih, kuat juga dia!)

Alhasil, mereka semua langsung berebutan mengambil semangka masing-masing dan hanya tersisa satu piring.

"Kyo sama Tumma mana ya?" tanya Mathias.

"Tumma mendem di kamar, terus Ikyo berendem di bak mandi!" jelas Vience. "Lagian ngapain juga lu bawa 13 piring? Lu kan tau sendiri tuh Rubah Kampret nggak suka semangka! Mending lu kasih aja sisanya ke Giro, entar juga tuh anak balik pas udah selesai ngecat!"

"Iye juga sih..." gumam Mathias. "Ya udahlah, gue mau bawa semangka buat Tumma dulu!"

Mathias pergi ke lantai atas dan menuju ke kamar Tumma.


"Oy Tum, lu mau semang- MIN GUD!" Mathias langsung shock begitu melihat...

Tumma...

Cuma pake celana pendek loreng harimau...

Telentang di atas kasur...

Dengan es batu berbungkus plastik di atas kepala...

Lima kipas yang mengelilingi kasurnya...

Serta dua AC yang dinyalakan dengan suhu serendahnya...

Absurd? Sangat!

"Woy, lu mau mati kena hipotermia kalau kayak gitu caranya?!" bentak Mathias sewot.

"Berisik lu, Kambing! Gue lagi kepanasan!"

Wow, baru kali ini Tumma menggerutu SECARA LANGSUNG!

JLEB!

"Oke fine..." Mathias mulai mengeluarkan dark aura, kemudian...

BRAAAAAAAAK!

Kamar Tumma langsung kena gempa bumi dadakan.

Tumma langsung merinding karena Mathias sudah mengeluarkan kapaknya.

"MATIIN KIPAS DAN AC-NYA SEKARANG JUGA ATAU GUE OBRAK-ABRIK KAMAR LU!"

"Ba-baik, Mathias-sama!"


Setelah tragedi Kambing (nyaris) mengamuk kemudian...

"Udah deh! Daripada stress, mending kita ke pantai aja!" usul Edgar.

"Apa aku harus ikut?" tanya Tumma.

Vience melirik si Shaman berkulit hijau. "Kau belum pernah ke pantai kan? Aku sarankan kau harus ikut!"

Tumma memutar mata ke atas. "Yah, baiklah... Tapi hanya di tepi pantai saja, aku tidak begitu suka berenang..."


Keesokan harinya...

Para cowok naik bus ke pantai, tapi entah kenapa perjalanan berlangsung agak lama.

Oh iya, hampir lupa! Karena yang ada di dalam bus cowok semua, jadi Monika nggak nyetir kali ini!

Lagian siapa juga yang mau jantungan liat tuh cewek nyetir sambil nyetel lagu Initial D?

Tapi tidak ada yang tau kalau seseorang sedang nangkring di atap bus mereka sepanjang perjalanan.


"Kapan sampainya sih?" (Salem)

"Bentar lagi, paling tinggal beberapa kilometer..." (Vience)

"Rasanya gue pengen balik lagi ke bak mandi aja deh!" (Ikyo)

"Si Teiron enak amat tidur dari awal jalan!" (Rendy)

"Tau tuh!" (Maurice)

Mathias selaku supir bus yang mengangkut para cowok nista itu hanya menghela nafas capek.

"Oy Greeny, setel lagu dong, buat moodbooster..." pinta Mathias.

Luthias mengerutkan kening. "Lagu apaan? Orang playlist musikku isinya Eurobeat sama Initial D semua!"

"Yah masalahnya gue nggak bawa HP, disita sama Kaichou..." Mathias hanya bisa manyun.

Tumma yang duduk paling belakang merasa janggal ketika sedang memperhatikan pemandangan. "Errr, kalian nyadar nggak kalau kita udah lewat sini berkali-kali?"

CIIIIIIT!

Bus itu langsung berhenti mendadak.

Alpha yang duduk di belakang Mathias membuka GPS dan sedikit mengerutkan kening. "Thias, lu tadi belok kiri atau kanan?"

"Seingatku kiri, kenapa ya?"

Alpha menyetel mode hologram pada GPS-nya yang menampakkan sebuah peta, kemudian men-zoom posisi mereka dan memasang wajah datar. "Sepertinya kita salah jalan..."

Webek, webek...

"SALAH JALAN?!" koor sebagian orang mengulangi maksud Alpha barusan.

"Berarti kita nyasar dong?" tanya Teiron yang terbangun entah sejak kapan.

Webek, webek...

"BAKANIKI!" Luthias langsung menabok kepala kakaknya dengan buku tebal (yang entah dapat dari mana).

"Udahlah, muter balik aja sekalian!" usul Thundy.


Pesan Moral untuk Hari Ini: Jangan biarkan Mathias menyetir jika kalian tidak mau nyasar!


Akhirnya setelah kejadian nyasar barusan, mereka pun sampai di pantai.

Tapi begitu turun dari bus, Mathias langsung digebukin abis-abisan oleh teman-temannya.

"Ganti baju yok!" ajak Giro setelah puas menghajar Mathias.

Sebagian dari mereka segera ke tempat ganti dan setelah selesai ganti baju, mereka berenang dengan asiknya.


"Yok kita naik perahu, gue udah nyewa!" ajak Vience.

"Kak Edgar, aku mau ikut naik perahu juga!" pinta Edward.

Edgar hanya menghela nafas risih. "Geez, terserah deh!"

Mereka semua pun naik perahu, kecuali tiga orang: Thundy phobia laut, Teiron nggak tertarik naik perahu, dan Tumma... Kurasa dia tidak perlu ditanya!


Meanwhile di tepi pantai...

"Aku mau makan es krim!" ujar Teiron sambil pergi ke tempat penjual es krim.


"Nyanyanyanyanya~"

Tiba-tiba Teiron menabrak seseorang yang memunggunginya sampai es krim yang dibawanya terjatuh dan isinya berceceran.

"Maaf nak, kau tidak apa-apa?"

Teiron hanya diam sambil menatap nanar es krimnya yang jatuh, sampai akhirnya...

"HUWEEEEEEEEEEEEEEEEEEEE!"


BUK!

Tiba-tiba badan Thundy kejepit payung setelah membukanya sampai membuat dia berjalan mundur dan jatuh di atas istana pasir yang ditinggalkan pembuatnya.

Tumma yang melihat itu langsung panik dan segera menolongnya. "Kau tidak apa-apa, Thun?"

"Yap, dan aku punya firasat dia pasti menangisi sesuatu yang tidak penting..."


Di atas perahu...

"Kalian merasakan sesuatu nggak?" tanya Edward.

"Nggak tuh!" balas Giro datar.

"Aku merasa lautnya seperti bergetar deh, mau tsunami ya?"

BLETAK!

"Jangan bikin panik!" bentak Edgar setelah menjitak Edward.

"Tapi ini beneran lho!"

Alpha dan Ikyo yang mendengar percakapan mereka saling berpandangan karena satu hal.

"Apa jangan-jangan di pantai..."

"Tidak salah lagi, pasti karena anak itu..."


Back to the Beach...

"HUWEEEEEEEEEEEEEEEEE!"

Teiron masih nangis di tempatnya sampai akhirnya kedua temannya datang dan langsung sweatdrop begitu menyadari apa yang terjadi.


Setelah itu...

"Kau ini, cuma es krim jatuh saja sampe nangis?"

Teiron hanya menunduk malu, kemudian Tumma datang membawakan es krim baru untuknya.

"Tadi apa yang terjadi?" tanya Luthias yang baru kembali bersama beberapa orang lainnya.

"Jangan ditanya, terlalu memalukan untuk dibahas!" balas Thundy sambil mijit kening.


Sepulangnya...

"Ah, enaknya udah pulang~" celetuk Edward setelah tiba di markas.

Tumma sempat melirik atap bus dan mengerutkan kening sesaat.

"Kenapa, Tum?" tanya Rendy bingung.

Tumma menggeleng. "Tidak ada apa-apa!"

Kedua orang itu segera menyusul yang lainnya masuk ke dalam markas.

Sementara orang yang tadi berada di atap bus bergegas pergi dari situ, tapi sebelumnya dia mengatakan sesuatu.

"Tunggu saja, kawan! Aku akan menemuimu jika sudah tiba waktunya!"


~Autumn: Kenangan Masa Lalu~

Beberapa cowok tengah membersihkan halaman depan markas dari daun-daun yang berguguran.

"Banyak juga yang terkumpul..." gumam Mathias sambil mengelap keringat melihat hasil kerja keras mereka di dalam gerobak.

Luthias hanya mengangguk, kemudian tak sengaja melihat Alpha yang berniat pergi. "Kau mau kemana, Al?"

Alpha menengok sebentar. "Hmm, jalan-jalan saja..."

Kemudian dia pergi keluar markas.


Di sisi lain...

Seorang pria menunggu di tempat dimana Tumma biasa duduk sambil merenung sejenak dan mengingat masa lalu.


Mereka pertama kali bertemu saat masih TK.

Saat itu dia iseng melompat ke dalam gerobak yang didorong Tumma sampai daun-daun di dalamnya terbang berserakan, tapi Tumma yang kaget dengan itu malah menangis dan pergi dari situ.

Alhasil, perbuatannya tadi menimbulkan spekulasi negatif dari anak-anak sekitar.

"Anak iblis itu berulah lagi!"

"Dan sekarang korbannya si melankolis!"

Anak itu mulai tidak tega dan langsung mengejar Tumma.


"Hay..."

Tumma yang duduk memeluk lutut di bawah pohon maple menengok dan melihat anak itu di sebelahnya. "Hay juga..."

Anak tadi duduk di sebelahnya. "Maaf ya, aku tidak bermaksud membuatmu menangis..."

Tumma menghapus air matanya dan tersenyum tipis. "Tidak apa-apa..."

"Ngomong-ngomong, namaku Arie, kau sendiri?"

"Tumma..."

Sejak saat itulah mereka berteman.


"Ngomong-ngomong, kenapa kau disebut 'anak iblis'?" tanya Tumma saat mereka masih sekolah dasar.

Arie tersenyum. "Karena tentu saja aku ini iblis, kau mau bukti?"

Kemudian Arie memunculkan sepasang tanduk merah di kepalanya dan sepasang sayap ungu-hitam di punggungnya.

Tumma terdiam sesaat melihatnya dan Arie menunduk sedih. "Kau takut ya?"

Tumma menggeleng dan tersenyum kecil. "Aku hanya kagum, aku belum pernah melihat iblis seunik dirimu sebelumnya..."

Arie menghela nafas lega. "Oooh, terima kasih ya!"


"Apa kita akan terus berteman?"

Tumma sedikit terkejut mendengar pertanyaan Arie tadi. "Kenapa kau bertanya seperti itu?"

"Aku sedikit ragu, kita ini sangat berbeda, aku takut kita akan berpisah entah kapan..."

"Jangan begitu, Arie!" Tumma menepuk punggungnya. "Berjanjilah padaku! Kalau salah satu dari kita menghilang, yang lain akan mencari bagaimanapun caranya!"

"Hmm, aku janji!"

Dan mereka saling mengaitkan jari kelingking.


Ketika mendengar kabar bahwa Tumma menghilang di tengah hutan saat perkemahan, Arie sangat shock dan terpukul.

"Apa dia masih belum ditemukan?"

"Tidak, bahkan mereka memutuskan akan menghentikan pencarian dan menyatakan kalau dia sudah mati!"

Arie hanya meringkuk di atas tempat tidurnya sambil memeluk bingkai foto dirinya dan Tumma.

"Karena saat itu kita sudah berjanji, aku akan mencarimu suatu hari nanti, Tumma..."


"Arie?"

Yang bersangkutan tersentak dan mendapati Tumma sudah berada di sebelahnya.

"Oh maaf, aku melamun tadi!" Arie menggaruk kepala dengan tawa canggung.

"Kau masih ingat masa lalu ya?"

Arie hanya menunduk sedih. "Yah, bisa dibilang begitu..."

Mereka berdua mulai berbincang sebagai obrolan pelepas rindu, sampai akhirnya berpisah setelah menyadari bahwa hari telah sore.


~Winter: Balada Pintu Terkunci dan Perang Salju~

Tumma sedang duduk di depan jendela sambil memperhatikan pemandangan di luar markas yang tertutup salju.

"Hey Tum, mau main di luar?" tanya Alpha yang memakai baju tebal.

Tumma menengok dengan wajah datar. "Entahlah... Aku tidak yakin..."

Alpha melipat tangan. "Oh ayolah, biar rame! Kita kekurangan orang nih, soalnya Ikyo lagi hibernasi!"

Shaman berkulit hijau itu mengerutkan kening. "Hibernasi?"

"Ya namanya juga setengah rubah, hibernasi di musim dingin adalah prioritas utamanya..." Alpha angkat bahu dengan ekspresi seadanya. "Bahkan dia udah minta numpang di kamar Kaichou sepanjang musim dingin dari jauh-jauh hari, nggak mau diganggu katanya!"

"Ya wajarlah nggak mau diganggu, bukannya kau yang waktu itu menyeretnya ikutan perang bola salju pas dia mau tidur di sofa?" tanya Tumma sedikit menggoda yang mengingatkan Alpha akan kejadian dimana Ikyo memukulinya karena kesal dan menguburnya di antara tumpukan salju sampai terkena hipotermia. (Referensi: Fic 'Shiki no Monogatari'.)

Alpha langsung manyun. "Jangan bahas itu lagi!"

"Hahaha..." Tumma hanya tertawa garing. "Baiklah, aku akan ambil baju hangatku!"


Di lantai atas...

Edgar yang berniat masuk ke kamarnya sedikit keheranan begitu menyadari pintunya terkunci.

"Kenapa, Gar?" tanya Tumma heran saat melihat Edgar kesulitan.

"Pintunya nggak bisa dibuka, kayaknya Edward ngunci dari dalam!"

Tumma mengerutkan kening. "Perasaan tadi aku liat Edward lagi main sama Flore di bawah!"

"Te-terus, ini siapa yang kunci dari dalam?!" tanya Edgar panik.

"Coba aku teleport dulu ke dalam!" Tumma langsung menghilang.


Ketika berhasil teleport ke dalam kamar Edgar, dia melihat pengait pintu yang menempel dan langsung sweatdrop.

Ceklek! Kriieet!

"Pengait pintunya nempel sendiri, tadi kau membanting pintu saat keluar ya?" tanya Tumma memastikan sambil keluar kamar.

Edgar hanya diam, sepertinya dia baru ngudeng.

"Ah, sudahlah! Makasih!" Edgar langsung masuk ke dalam dan menutup pintu.

Tumma langsung kabur ke kamarnya untuk ngakak sepuasnya.


Setelah itu...

Sebagian anggota squad melakukan apa yang biasa dilakukan pada musim dingin di halaman depan markas, misalnya membuat boneka salju atau...

BUK!

Sebuah bola salju mendarat di wajah Vience yang langsung menatap kesal ke arah sang pelaku. "Awas kau!"

Dia melempar sebuah bola salju ke arah Mathias tapi malah mengenai Giro, yang bersangkutan balas melempar tapi malah kena Thundy, sampai akhirnya perang bola salju tak dapat dihindari.

Tapi sebuah bola salju lemparan salah satu dari mereka meleset ke dalam markas lewat jendela ruang tengah yang terbuka dan...

"Aduh!"

"Mampus, malah kena Naya!" seru Rendy panik.

"Emangnya kenapa?" tanya Monika bingung.

"Soalnya-"

BRAK!

Rendy belum sempat menjawab ketika pintu depan dibanting dan terlihat Salem yang mengeluarkan aura hitam di sana.

"Siapa tadi yang lempar?!"

Semua orang refleks menunjuk Alpha dan yang bersangkutan langsung kabur sebelum menjadi korban lemparan pisau.


Dan pada akhirnya, sisa musim dingin hari ini mereka habiskan dengan menyaksikan kegilaan Duo Ailurophilia yang tengah nge-fans dengan kucing-kucing terkenal di internet.

"Oh ya ampun, suaranya terlalu kawaii~"

"Pecahkan saja kokoro-ku, Luna-chan~"


"Mereka itu udah kayak cewek ketemu idola aja deh..." komentar Edgar dengan wajah risih.

"Ahaha..." Tumma sendiri hanya tertawa garing.

Tidak jauh dari mereka, Luthias dan Teiron sedang menonton video Luna Rose kecil yang mengeong sambil telentang ala kucing di laptop Luthias.


Bonus:

Pagi ini Tumma baru saja membuka jendela kamarnya begitu melihat...

"Halo Tum-Tum!" sapa Arie yang terbang di depan jendela kamarnya.

"ASTAGAKUCINGBONARJADISEJUTA!" pekik Tumma kaget. "Ya ampun, Arie! Jangan membuatku jantungan dengan terbang di depan jendela!"

Arie hanya memasang senyum miris plus sweatdrop. "Maaf maaf, tapi aku mau masuk!"

"Masuk tuh lewat pintu, bukan lewat jendela!" sembur Tumma sambil mengelus dada dengan tampang frustasi.

Arie memasang wajah murung (yang dibuat-buat). "Aku nggak berani, soalnya nggak kenal orang-orang sini!"

"Kenalan dulu sono, baru masuk!" Tumma langsung menutup jendela kamar.

Arie hanya bisa manyun. "Ugu~ Tum-Tum kejam ih!"


Di dalam markas...

"Kok sepi ya?" tanya Arie yang celingukan di ruang tengah setelah masuk lewat jendela.

Tuh orang bener-bener deh, emangnya dia sejak kecil nggak pernah diajarin masuk lewat pintu kali ya? =w="a

"Huwaaaa! Ada iblis!"

"Eh?"

"Mana iblisnya?! Oh, itu dia! Hajar!"

"GYAAAAAAH!"

Arie langsung kabur menghindari kejaran para cowok yang melihatnya.


Tumma yang membuka kembali jendela kamar melihat Arie sedang dikejar-kejar oleh teman-temannya yang lain.

"Ya ampun..." Tumma segera keluar kamar.


Meanwhile...

"Ada apa ini?" tanya Girl-chan saat melihat kerumunan cowok yang sedang menahan sesuatu.

"Kak Rara, tadi ada iblis masuk ke markas!" seru Edward.

"Hah?! Iblis?! Mana iblisnya?!"

Beberapa orang segera menyingkir dan terlihat Arie yang terikat.

"Siapa kau?! Berani-beraninya masuk ke markasku!" bentak gadis itu. "Enaknya diapain nih?!"

"Bakar!" (Salem)

"Kuliti!" (Ikyo)

"Setrum!" (Mathias)

"Lempar ke jarum pentul Colloseum!" (Alpha)

"Cincang kecil-kecil terus jadiin santapan Jeronium! Aduh!" (Vience langsung dijitak Edgar)

"Yang bener aja lu?!" (Edgar)

"Hentikan! Jangan sakiti dia!"

Semua orang menengok dan mendapati Tumma yang berlari ke arah mereka.

"Memangnya kenapa, Kak Tumma?" tanya Edward.

Tumma menggaruk kepala. "Dia itu, temanku..."

"APA?!"

"Kaichou, bisa bicara berdua saja?" pinta Tumma ke Girl-chan.

Girl-chan mengangguk dan mereka berdua pergi ke tempat yang agak jauh.

"Jadi, dia itu teman kecilku, namanya Arie, dan dia emang iblis..." jelas Tumma sedikit tidak enak hati.

Si ketua squad hanya ber-'oh' ria, kemudian kembali ke kerumunan. "Lepaskan dia!"

Mereka pun segera melepaskan ikatan Arie dan dia berdiri sambil membersihkan diri.

"Jadi, boleh aku tinggal di sini?" pinta Arie tiba-tiba.

"Hah? Tinggal?" Semua orang langsung kaget.

Arie mengangguk. "Aku sudah lama mencari Tumma sejak dia menghilang dari perkemahan dan begitu tau dia di sini, aku... Entah harus bilang apa, tapi aku tidak ingin berpisah dengannya lagi..."

Gadis itu berpikir sejenak. "Kalau begitu... Baiklah, aku izinkan..."

Arie langsung terbelalak. "Serius?"

Girl-chan mengangguk. "Yah, rasanya tidak tega juga kalau kau sampai tidak melihat teman lamamu lagi... Soalnya di sini ada yang pernah kehilangan kakaknya sampai dua tahun..."

Salem langsung tertohok mendengar dirinya disinggung.

Arie menjabat tangan gadis itu. "Oh terima kasih banyak, Rara-sama! Aku janji akan bersikap baik di sini!"

"Sama-sama... Tapi jangan memanggilku seperti itu, Arie... Itu terlalu formal..." balas Girl-chan agak risih. "Dan jangan pakai '-san' juga, aku lebih muda darimu..."

Arie memiringkan kepala. "Lalu, aku harus panggil apa?"

"Kaichou saja, atau Rara-chan juga tidak apa-apa!" balas gadis itu sambil tersenyum manis.

Arie sedikit blushing melihat senyum manis itu dan tanpa sengaja berceletuk, "Mau jadi istriku?"

"Hah?!" Para cowok (kecuali Edward) langsung jawdrop, bahkan Mathias sampai shock berat mendengarnya.

Girl-chan langsung sweatdrop. "Tidak terima kasih, aku tidak berminat punya pacar..."

Arie hanya ber-'oh' ria, sementara Mathias diam-diam menghela nafas lega.


To Be Continue, bukan Terang Bulan Cokelat (?)...


Aku tidak tau harus bilang gimana lagi untuk ini... -w-/

Yah ini terlalu berfokus pada Tumma, soalnya untuk menyesuaikan judul Chapter... 'w'a

Lagu yang dinyanyikan Tumma itu judulnya 'Unlimited'. Tau lagu itu gara-gara video 'Hetalia Unlimited' di YT, entah kenapa rasanya rada ngena kalau dia yang nyanyiin... 'w'a

Yang pintu terkunci itu kejadian nyata dimana bapakku ngira aku di kamar mandi gara-gara pintu diselongket dari dalam, padahal lagi tiduran di kamar... :V a *laknat amat, mbak!*

Profile Arie akan muncul Chapter depan... ^^/

Review! :D