Balas Review! :D
I'mYaoiChan: Entah kenapa aku jadi prihatin... .w.
Alpha: "Bukan itu maksudnya..." =_="
Grayson: "Aku merasa tidak enak mendengar itu..." ._.
Edgar: "Bagaimanapun, aku hanya risih dengan Salem..." =.=/
Salem: "Ho-oh..." =w=
Makasih Review-nya! :D
RosyMiranto18: Yah, mungkin perlu kupertimbangkan dulu... ._.a
Teiron: "Aku sudah bahagia dengan Earth Magic-ku, aku tidak suka bela diri..." =w=/ (Pantesan nilai olahraganya di bawah rata-rata! *SALAH UNIVERSE!*)
Alpha: "Eh?" *mengecek salah satu boneka.* "Oh, baiklah, ide bagus..." *seringai angker.*
Kalau soal Danish Family lainnya, coba baca lagi fic 'The Long Lost Big Sister', penjelasan mereka itu personifikasi mana saja pernah dicantumkan di situ... 'w'/
Thundy: "Nambah satu lagi makhluk mesum..." =w="
Rilen: "Soal itu... Mayganor sudah lama pergi sekitar 16 tahun yang lalu, tepatnya setelah anak kembarnya (Teiron dan Teira) lahir... Sampai sekarang keberadaannya masih belum diketahui..."
Aku turut prihatin dengan keadaan Enara... .w.
Kivosya: "Aku nenek mereka!" :)
Monika: "Aku dan Alisa itu saudara sepupu... Oh, dan soal nama margaku, Merirosvo itu sebenarnya bahasa Finland, artinya 'bajak laut'... Yah, cukup aneh emang..." =_=a
Thanks for Review! :D
Happy Reading! :D
Chapter 45: Six New Member is Too Much for Our Squad
"Ada berita baru apa?" tanya Giro sambil mengelap gagang kuasnya.
"Anggota baru lagi, dan kali ini cukup banyak, enam orang! Salah satunya seumuran Bibi Rilen!" jelas Thundy.
BRUUUUUUUUUUUSH!
Beberapa orang langsung menyemburkan minuman mereka.
"Dan katanya mereka akan masuk hari ini!"
"Uhuk uhuk!" Tiba-tiba Vience tersedak kacang.
Mathias menepuk punggungnya. "Daijoudabe?"
Vience hanya mengangguk dan berjalan pergi.
"Mereka nggak datang sekaligus sih, tapi kita disuruh Kaichou untuk menyambut mereka dengan baik..."
"Kapan datangnya? Detail-nya, jam berapa?" tanya Ikyo.
Thundy memutar mata ke atas. "Kemungkinan siang ini..."
"Thun-kun, Tum-Tum~ Tolong kalian belanja sekalian jemput seseorang ya~" seru si ketua squad dari kejauhan.
"Ayo Tum!" Thundy tanpa basa-basi langsung menarik Tumma menjauh dari kerumunan dan pergi keluar.
'Siapa yang dijemput? Dan kenapa harus mereka?' batin yang lainnya bingung.
"Woy, Sepupu Kampret! Dibilangin jangan nyelonong lewat jendela!"
Semua orang langsung menengok, kemudian hanya bisa sweatdrop berjamaah begitu mendapati Vience sedang memarahi seseorang yang masuk lewat jendela.
"Maaf ya, sepupu kami memang begitu..."
Mereka semua kembali menengok, kali ini ke arah pintu dimana ada sepasang pemuda berambut coklat (yang satu spiky dan yang satu lagi rada bergelombang) berdiri di depan sana.
'Mereka bukannya adik-adik Vience? Terus yang di jendela itu sepupunya?' batin mereka semua terheran-heran.
Meanwhile...
"Lucky Musketeer?" tanya Tumma bingung.
"Itu hanya julukan saja, sebenarnya dia anak yang sedikit aneh... Kaichou bertemu dengannya karena sebuah 'kecelakaan'..." jelas Thundy.
"Heeeh?"
Thundy melanjutkan penjelasan sambil mengambil beberapa belanjaan. "Tidak ada yang tau asal-usul anak itu, bahkan tidak bisa diceritakan dengan detail... Katanya dia memiliki kutukan yang cukup berbahaya, 11-12 mirip 'Lucky Abrams'... Apa kau pernah mendengarnya?"
"Sedikit..." balas Tumma.
"Tapi walaupun begitu, kemungkinan dia menikmati keadaan atau malah terpuruk, itu masih menjadi misteri..." sambung Thundy ketika mereka sedang dalam perjalanan pulang.
"Maksudnya?" tanya Tumma.
Di seberang jalan sana, ada seseorang yang menunjuk mereka.
"Thundy! Mitsuketa dayo!"
Mereka berdua menengok dan bertepatan dengan itu, ada dua truk yang saling bertabrakkan di antara mereka dan menghasilkan sebuah ledakan besar.
Sebuah pecahan kaca muncul entah dari mana dan menancap di dahi Thundy sampai memuncratkan banyak darah.
Tumma langsung shock melihat kejadian itu, sampai akhirnya dia jatuh terjengkang karena wajahnya terkena lempengan besi yang entah datang dari mana.
"Wah, apa kabar dayo? Apa aku merepotkanmu lagi?" tanya seorang pemuda Musketeer berambut hitam bermata biru dengan wajah kelewat ceria di tengah situasi yang kacau sambil menghampiri mereka. "Berapapun nyawamu, itu tidaklah cukup dayo!"
"Errr, permisi, Musket-kun..." gumam Thundy. "Tapi bisakah kau menjauh sedikit dariku?"
Sepulangnya...
Ting tong!
"Selamat da- Astaga Kambing! Thundy, dahimu kenapa?!" Teiron yang membuka pintu langsung shock melihat dahi Thundy yang berdarah.
"Hanya kecelakaan kecil..." Thundy masuk ke dalam sambil memegangi dahinya. "Sekarang aku permisi dulu, kepalaku perlu diperban sebelum darahnya semakin banyak..."
"Errr, Tumma, apa yang terjadi dengannya? Dan siapa yang di belakangmu itu?" tanya Teiron sambil menunjuk Musket di belakang Tumma.
"Sangat panjang untuk diceritakan..." jawab Tumma seadanya.
Setelah itu...
"Baru empat..." gumam Ikyo sambil memperhatikan keempat orang baru yang duduk di sofa.
"Bagaimana keadaan dahimu?" tanya Tumma ke Thundy yang kepalanya diperban.
"Vielleicht gut, vielleicht nicht..." balas Thundy datar.
Tap tap tap!
Seorang pemuda pirang masuk ke dalam ruangan dan sukses membuat sebagian orang kaget.
"Halo..." sapa pemuda pirang itu sambil melambaikan tangan dengan wajah datar.
"KAU KAN-"
"Yeay, Otou(tou)-chan datang!" Lucy yang muncul entah dari mana langsung memeluk si pemuda merangkap adiknya.
"Udahlah Kak, nggak enak dilihatnya..." gumam pemuda itu risih.
"Ehehehehe..." Lucy segera melepaskan pelukan.
"Oke, jadi Alexia masuk sini pasti karena 'diminta' (baca: dipaksa) kakak sulungnya!" ujar Ikyo menyimpulkan.
"Terima kasih telah menebak dengan benar..." gumam Alexia skeptis.
"Berarti tinggal satu orang lagi..." gumam Teiron.
"Mungkinkah yang terakhir itu lebih tua dari kita semua?" tanya Rendy.
"Mungkin..." jawab Maurice dengan senyuman penuh arti, entah apa yang disembunyikannya.
Ting tong!
"Biar aku yang buka!" Maurice langsung kabur ke pintu depan.
'Kok dia semangat sekali ya?' batin sebagian orang sweatdrop.
Pintu terbuka dan terlihat seorang pria yang dikenalinya.
"Halo Paman, ayo masuk!" Maurice langsung menarik pamannya masuk ke dalam.
"Iya, iya..."
Dan begitu mereka masuk...
"Eh, itu bukannya..."
"Pamannya Maurice?" tanya Luthias melanjutkan perkataan Edward yang agak menggantung.
Webek, webek...
"MAURICE, SERIUSAN PAMANMU MASUK SINI JUGA?!" pekik semua penghuni lama shock.
"Yap, dan yap!" jawab Maurice watados.
"Sudah datang semua?" tanya Girl-chan yang muncul entah dari mana dan memperhatikan keenam penghuni baru secara detail. "Oh baguslah! Kalau begitu, selamat datang! Semoga betah dan terbiasa di sini! Ehehehe..."
'Ketua yang aneh...' batin Daren dan Alexia sweatdrop.
Sementara keempat orang yang tersisa hanya mengangguk sebagai jawaban seadanya.
Sekarang inilah keseharian para anggota baru!
~Tartagus~
"Vieny, mau kemana?" tanya Tartagus yang melihat sepupunya berniat keluar markas.
"Ngumpul sama anak squad sebelah!" jawab Vience singkat.
Tartagus memiringkan kepala. "Boleh ikut?"
"Ogah! Entar lu ngerecokin lagi!" sembur Vience yang langsung pergi.
Sekarang Vience lagi ngumpul dengan beberapa anak Reha Squad.
"Sorry telat, ada sepupu gue baru masuk squad soalnya!" seru Vience.
"Jadi Viencchi punya sepupu toh... Hmm..." gumam Eris sambil mikir.
"Emang napa?" tanya Vience.
Eris menggeleng. "Ora opo-opo sih... Tapi inget, jangan sampe ketauan... Lu pasti tau kan?"
"Apa dia itu hantu, Vien?" tanya Alfred.
"Bukan, dia hanya makhluk gila perusak keluarga saja!" jawab Vience santai.
Lu ngomong gitu udah kayak nganggep dia anak haram aja deh... =w=a
Eris manggut-manggut. "Ehm... Mudah-mudahan jangan sampe ketauan 'dia', entar senasib kayak kedua adek lu!"
"Masih inget doujin yang nimpa lu?" tanya Lectro.
Vience mengangguk. "Iye, gue rada kesel sama doujin itu..."
"Mudah-mudahan terulang lagi..." (Eh?)
Vience memasang wajah skeptis. "Doainnya jelek amat!"
"Gue salah ucap, mas, bukan doain lu biar bisa incest sama sepupu lu itu ye!" ralat Lectro.
"Wuih, B aja mas!" sela Eris.
Vience hanya ber-'oh' ria.
Tiba-tiba Iris nongol. "Ada apa nih? Mau apa ada empat cowok di sini? Foursome kah?"
Mereka semua langsung kicep.
"Hanya bercerita saja kok..." jawab Alfred.
Vience kembali memasang wajah skeptis, kemudian Eris membisikkan sesuatu padanya. "Apapun itu, jangan sampe si 'Saos Tartar' itu ke sini, dan jangan sampai dia tau tentang si pasta ikan itu..."
"Paham paham..." balas Vience mangut-mangut.
"Hayo, ngomongin apa? Eh, itu siapa yang pake jaket coklat berambut coklat?" Iris menunjuk Tartagus yang ternyata ngikutin Vience.
Eris yang melihatnya langsung kaget. "LUTUNG! BUANG DIA!"
Vience langsung melempar Tartagus sampai menjadi bintang di langit. Eris dan Lectro tepuk tangan, sementara Alfred hanya diam saja.
"Tadi siapa? Kok dibuang?" tanya Iris.
"Makhluk nyasar doang, abaikan saja!" balas Vience watados.
"Oh, ya udah!" Iris nyamperin Alfred. "Hupla, Alfred~ Boleh kasih tau tadi yang dilempar Vien siapa?"
Alfred masih diam.
"Dibilangin bukan siapa-siapa!" seru Vience.
"Diem lu, atau gue bikin saudara lu minum Jus Rajaijah biar incest sama lu!" sembur Iris. "Alfred~ Siapa dia barusan?"
"Um..." Alfred ngeliatin adiknya (Eris) dan Vience.
"Orang bukan siapa-siapa, ngeyel amat!" sahut Vience.
"Hmm..." Iris mikir sebentar. "Bagaimana dengan foto Eris lagi nggak pake baju? Mau berapa aja boleh kok!"
"Aa... Aa... Bagaimana ya?" tanya Alfred ragu-ragu.
"Huapah?!" Eris langsung kaget.
Tiba-tiba Tartagus mendarat dengan ngenesnya (alias pantat mendarat duluan) di tengah mereka semua.
"Asem!" umpat Vience.
Iris yang kegirangan langsung meluk Tartagus. "Yes! Nah, siapa namamu?"
"Eh?" Tartagus bengong sesaat. "Oh, aku Tartagus!"
"Panggil saja Agustus!" timpal Vience ngejek.
"Aku Iris, salam kenal! Eh, kamu ganteng deh, Tart!" celetuk Iris.
"Ada yang curiga?" tanya Eris was-was.
"Semoga bukan hal 'itu'..." jawab Vience mewanti-wanti.
"Gue yakin Iris-"
"Aku suka kamu! Mau nggak jadi pendampingku?" tanya Iris.
"Ada yang tersirat lho!" lanjut Eris.
Tartagus merasa tidak yakin.
Vience melipat tangan. "Kalau ada apa-apa sama lu, gue nggak tanggung jawab!"
"Ayo dong mau, aku lagi nyari pendamping hidup nih! Masa nggak mau sama cewek sih?" pinta Iris dengan puppy eyes.
"Teknik rayuan ultimate dia keluar tuh! Hampir semua cowok kalau udah digituin dia bakalan terpana lho!" bisik Eris.
"Helo, sudah waktunya acara keluarga! Gue serudukin lu pake Jeronium kalau nggak dateng!" ancam Vience (yang sebenarnya cuma alibi biar dia nggak lama-lama deket sama Iris).
"NYAH! JANGAN, VIENY! AMPUN NDORO!" pekik Tartagus yang langsung kabur.
"Ngoehehehehe..." Vience ketawa laknat.
"Gooood!" Eris mengacungkan jempol, kemudian memperhatikan Iris yang cengar-cengir sendiri. "Ngapa lu?"
"Gue barusan naruh nomor HP, FB, IG, Twitter, sama Line gue di saku celana dan jaket dia lho, jadi nggak bakalan lupa atau jatuh deh! Gue bakalan dapetin hatinya! Yuhuuu~" Iris langsung kabur sambil loncat-loncat kegirangan.
Eris langsung shock. "WAIT, JADI TADI ITU-"
"Cih..." Vience mendengus sebal.
"Oke fix, tadi dia nembak beneran! Gimana nih? Bikin acara kencan mereka runyam gitu?" tanya Eris meminta saran.
Vience mijit kening. "Entah, kalau entar dia nemu kertas di jaketnya, pasti gue yang ditanyain..."
"Bilang aja nggak tau, mungkin juga dibuang sama dia, kecuali kalau dia... You know, nyari pacar..." usul Eris.
Vience memutar mata ke atas. "Bisa aja sih..."
Eris melipat tangan. "Yah, jangan sampe tuh anak malah jadian! Gue nggak tau mau ngomong apa soal couple itu, entar takutnya dia malah disuruh macarin cowok juga lagi..."
Vience mengangguk. "Kalau yang itu jangan sampai terjadi..."
Eris menghela nafas. "Yah, aku berharap saja... Karena efek rayuan cinta Iris cepet meresap ke jiwa, dan juga dia ninggalin namanya di kertas itu! Gue pernah jadi korban sih, untung Alfred nolongin gue, jadinya nggak kena deh..."
Vience hanya mangut-mangut dengan wajah skeptis.
Di kediaman keluarga Andreas...
"Vieny!" panggil Tartagus.
"Ape?" tanya Vience ketus sambil mengalihkan pandangan dari buku bacaan.
Tartagus memperlihatkan kertas di tangannya. "Ini dari siapa ya?"
GLEK!
"Vieny?" Tartagus agak bingung karena sepupunya diam saja.
Vience kembali memasang wajah ketus dan melanjutkan bacaan. "Nggak tau!"
"Ya udah..." Tartagus langsung pergi.
Malam harinya, Tartagus (yang memakai piyama coklat bergaris hitam) masih memperhatikan kertas itu dengan penasaran sambil duduk-duduk di kasurnya.
"Apa ini dari gadis tadi ya? Ah, coba besok aja deh, siapa tau aja bener!"
Dia melipat kertas itu dan menaruhnya kembali di dalam saku celana yang tergantung di pintu kamar, kemudian beranjak tidur.
~Saphire~
Saphire sedang bermain Dance Dance Revolution dengan Alpha dan mereka tengah bertarung dance, anehnya skor mereka terus sama persis sampai tinggal satu panah yang tersisa.
'Sedikit lagi... Kalau aku bisa menginjaknya dengan nilai 'Perfect', aku pasti menang!' batin Alpha.
Panah itu semakin dekat...
Dekat...
Dekat sekali...
Dan...
MISS!
"WUAAAAARGH!" teriak Alpha frustasi.
Sementara Saphire berhasil menginjaknya dengan 'Perfect'.
"Aku kalah..." gumam Alpha.
"Al, sekarang main 'Pump It Up' yuk!" ajak Saphire.
"Ayo! Kita battle lagi, dan kali ini, aku tidak akan kalah!" seru Alpha.
Sepertinya mereka sudah menjadi rival deh!
~Daren~
"Hey Dary, entah kenapa kau mengingatkanku pada seseorang..." celetuk Vivi.
Daren mengangkat alis. "Je veux dire, j'aime le caractère d'un anime?"
"Yah, kurang lebih begitulah..." balas Vivi seadanya.
Daren hanya ber-'oh' ria.
FYI, Vivi ngerti bahasa Prancis karena kakaknya juga orang Prancis.
Emy dan Mathias tak sengaja mendengar percakapan mereka.
'Rambut bergelombang, mata ungu, ngomong bahasa Prancis...'
Mereka berdua saling berpandangan.
"Kau memikirkan apa yang kupikirkan?" tanya Mathias.
Emy mengangguk, kemudian langsung pergi.
"Daren~" panggil Mathias sambil menghampiri kedua orang itu.
"Qu'est-ce, Monsieur le Danemark?" tanya Daren.
'Positive thinking: dia pikir aku mirip Denmark, padahal emang bener sih...' batin Mathias tersenyum miris. "Pernah cosplay nggak?"
Daren menggeleng.
"Kebetulan ada yang punya kostum karakter France, tapi tidak ada yang mau pakai, dan karena sepertinya kau cocok dengan itu..."
"Kau ingin aku memakainya?" potong Daren menyimpulkan.
"Ja!" Mathias mengangguk.
Kemudian Emy balik lagi dengan kostum yang dimaksud. "Entah apa ukurannya pas atau tidak, tapi cobalah..."
"Eh bien, si tel est votre désir!" Daren mengambil baju itu dan pergi ke tempat lain untuk ganti baju.
Beberapa menit kemudian, Daren kembali lagi dengan memakai kostum itu beserta syal biru-putih-merah (warna bendera France... :V a) miliknya.
"Præcis som forventet, han er meget lig Frankrig..." gumam Mathias kagum.
"Tinggal lepas syal dan cat rambut jadi pirang, dia bisa jadi France versi mini (baca: pendek)!" celetuk Emy watados.
Entah kenapa Daren malah menunduk sedih. "Je ne veux pas laisser mon écharpe..."
"Apa?" Emy bengong sesaat dan melirik Mathias yang hanya angkat bahu.
"Dia bilang tidak mau melepas syalnya!" timpal Vivi.
"Kenapa?"
Daren mengeratkan sedikit syalnya. "Syal ini peninggalan ibuku..."
Mereka bertiga merasa sedikit prihatin.
"Yah, tidak apa-apa jika kau tidak mau melepasnya..." ujar Emy. "Kostum itu untukmu saja, kau bisa memakainya kapanpun!"
"Merci..." Daren tersenyum tipis dan berjalan pergi.
Ketika berjalan melewati ruang tengah, dia tak sengaja menarik perhatian beberapa orang yang mulai bisik-bisik.
"Bajunya keren juga ya..."
"Kok dia pakai kostum France yang itu?"
"Nggak tau, tapi lumayan mirip sih..."
"Dapet dari mana coba?"
"Kak Daren cosplay ya?" tanya Edward yang muncul entah dari mana dan sukses membuat semua orang di ruang tengah mangap lebar karena dia bertanya terang-terangan.
"Tidak juga... Aku hanya diberi kostum saja kok..." jawab Daren dengan senyum tipis, kemudian berjalan pergi.
Edward hanya ber-'oh' ria selagi melihat kepergiannya.
Luthias yang melihat kakaknya baru datang langsung menyikut lengannya. "Kau yang ngasih baju itu ke dia?"
"Bukan, itu buatan Emy!" balas Mathias.
~Alexia~
"Jadi asisten?" tanya Alexia sambil mengerutkan kening.
Emy mengangguk. "Kali ini nggak ada acara pake baju yang aneh-aneh deh!"
"Ogah! Masalahnya gue lebih doyan Yuri (tapi bukan berarti gue suka fandom idol macam LoveLive ya), sementara temen lu benci itu kan?"
"Emang sih... Tapi apa susahnya jadi asisten? Orang cuma bantu-bantu doang!"
"Nope! Tangan gue terlalu suci buat jadi asisten lu!" Alexia berjalan pergi.
"Yee, terserah! Kalau nggak mau ditraktir juga nggak apa!"
Telinga si pirang langsung berdiri mendengar itu, kemudian dia berhenti dan menengok ke belakang. "Traktir?"
"Iye, lima bungkus kue setiap bulan, mau nggak?"
Alexia mikir sesaat. "Kalau tiramisu mau sih..."
"Itu mah bisa diatur, yang penting deal nggak nih?"
Si pirang berbalik dan berjalan menghampiri Emy, kemudian mengulurkan tangan. "Deal!"
Mereka pun berjabat tangan sebagai tanda dimulainya kontrak.
~Musket~
Musket yang sedang makan sekaleng sarden didatangi Alexia.
"Aku punya satu pertanyaan untukmu!" ujar Alexia tiba-tiba.
Musket memiringkan kepala. "Apa itu dayo?"
"Bagaimana bisa kau 'terdampar' di squad aneh ini?" tanya Alexia sambil melipat tangan.
Musket tersenyum miris. "Kecelakaan..."
"Kecelakaan?" Alexia mengerutkan kening.
Musket hanya mengangguk. "Jadi..."
-Flashback-
"Miaw!"
Musket yang sedang duduk di kursi halte bus menunduk dan melihat seekor kucing kecil di depan kakinya.
"Oh, kucing kecil, ada apa dayo?" tanyanya sambil mengangkat kucing itu.
"Miaw!" Kucing itu menunjuk seorang anak kecil di bawah sebuah pohon dengan kaki depannya.
"Hey, kau! Kemarilah dayo!"
Anak itu menghampirinya. "Nyaw?"
"Ini kucingmu dayo?" Musket memberikan kucing itu ke anak tadi.
Anak itu mengangguk dan mengambil kucingnya, kemudian segera pergi menyebrangi jalan.
Tapi dari arah lain, terlihat sebuah mobil yang melaju cepat ke arah mereka.
Musket segera berlari ke arah mereka dan pengemudi mobil yang melihatnya langsung membelokkan mobilnya ke sembarang arah sampai menabrak gerobak penjual makanan keliling terdekat.
Musket buru-buru menuntun kedua makhluk itu ke seberang jalan dan mereka bertiga segera pergi.
Kemudian datanglah si ketua squad. "Tsuchi, Flore, kalian tidak apa-apa?"
Kedua makhluk yang dimaksud mengangguk.
"Maaf..." gumam Musket menunduk sedih dan meninggalkan mereka.
Gadis itu menyadari keberadaannya. "Eh? Tunggu dulu!"
Musket berhenti. "Ada apa?"
"Justru aku mau berterima kasih, tapi kenapa malah minta maaf?"
Musket menunjuk kecelakaan yang baru saja terjadi.
"Tapi bagaimanapun, kau telah menyelamatkan kedua kucing kami..."
"Tidak perlu balas budi, lagipula semuanya terjadi karena kutukanku..."
"Jangan begitu!" Gadis itu menghampiri Musket dan menepuk pundaknya. "Katakan saja, aku bisa membantu!"
"Aku... Sedang mencari squad untuk tinggal... Tapi dengan kutukan yang kumiliki, sepertinya tidak ada yang mau menerimaku..."
"Kau datang pada orang yang tepat!"
"Hah?"
Gadis itu menjabat tangannya. "Perkenalkan, ketua Garuchan Squad, menerimamu dengan senang hati!"
"Be-benarkah?" tanya Musket sedikit terkejut sekaligus senang.
Gadis itu mengangguk dan orang di depannya langsung membungkuk. "Ka-kalau begitu, to-tolong bantuannya!"
Gadis itu tersenyum ramah sambil menepuk pundaknya lagi. "Tentu saja, kawan!"
-Flashback End-
"Itu 'kecelakaan' paling aneh yang pernah kudengar..." gumam Alexia sweatdrop.
Teiron yang mendengarnya dari kejauhan entah kenapa malah merinding. "Kok kedengeran kayak 'Lucky Abrams' ya?"
~Grayson~
Sebuah pertanyaan meluncur dari mulut si pria berambut perak setelah mendapati fakta bahwa squad yang ditinggalinya sekarang ini kekurangan tempat untuk orang baru.
"Apa kau tidak terpikirkan untuk merenovasi rumah ini menjadi lebih luas, atau pindah ke tempat yang lebih besar?"
Gadis itu memiringkan kepala. "Aku tidak tau..."
Grayson mengangkat alis. "Untuk apa?"
"Merenovasi rumah supaya lebih besar membutuhkan daerah yang lebih luas, dan pindah rumah juga memerlukan persiapan yang lama..."
'Aku tidak mengerti bagaimana anak perempuan seperti dia bisa menjadi pemimpin squad ini...' batin Grayson sweatdrop. "Lalu, mungkin ini terdengar lancang, tapi untuk apa kau membuat squad ini?"
Gadis itu tersenyum miris. "Aku hanya ingin berteman dengan semua orang, bahkan menolongnya menjadi lebih baik jika diperlukan..."
Grayson hanya mangut-mangut dan teringat perubahan besar Maurice yang awalnya tidak pernah akrab dengan orang lain menjadi orang yang bisa bergaul.
-Flashback-
"Aku kesulitan mencari apartemen Paman..."
Saat itu Grayson tinggal di sebuah apartemen kecil dan Maurice kesulitan mencarinya karena tempat itu cukup jauh dari markas, apalagi dia hanya diminta mencari penunjuk jalan yang bisa mengantarkannya ke sana.
Bukannya dikasih peta, malah diberi petunjuk jalan yang membingungkan. Sungguh paman yang kejam... =w="a
"Maaf merepotkanmu, nak! Anggap saja latihan!" Grayson hanya tersenyum maklum, kemudian dia tak sengaja melihat seseorang di belakang keponakannya. "Itu siapa ya?"
"Oh, hanya te-" Maurice yang berbalik langsung memasang wajah datar begitu melihat...
Teman berambut merahnya sedang bermain dengan seekor induk kucing dan anak-anaknya.
"Teiron, kamu ngapain sih?"
Yang bersangkutan menengok dengan cengiran kecil. "Maaf, aku terlalu suka kucing sampai ingin mengajak mereka bermain..."
Maurice melipat tangan. "Kamu kan sudah punya Tsuchi, masa induk kucing sama anak-anaknya diambil juga?"
Cengiran si rambut merah malah tambah lebar.
Jangan tanya kenapa Teiron ngikutin Maurice, gue juga nggak tau! =3=/
"Sebaiknya kita masuk saja, akan kubuatkan biskuit untuk kalian..." ajak Grayson.
"Tempat ini tidak terlalu luas ya..." gumam Teiron sambil memperhatikan sekitar dan duduk di lantai.
"Memang, lagipula aku hanya menetap sementara di sini..." timpal Grayson yang berada di dapur.
Teiron memiringkan kepala. "Sementara?"
"Ini apartemen sewaan, dia tinggal di sini hanya beberapa bulan saja..." jelas Maurice yang duduk di sebelahnya.
Teiron hanya ber-'oh' ria.
Beberapa menit kemudian, Grayson datang sambil membawa nampan berisi sepiring biskuit dan dua gelas susu cokelat. "Nah, makanlah! Tidak usah malu-malu!"
Kedua anak itu mengambil sepotong biskuit masing-masing.
"Hmm, enak juga..."
"Rasa biskuit buatan Paman Grayson masih enak seperti biasanya..."
Grayson hanya tersenyum tipis. "Ngomong-ngomong, bagaimana kabar squad kalian?"
"Cukup baik! Teman-teman yang lain sangat ramah dan bersahabat, walaupun ada juga yang menyebalkan!" jelas Teiron sambil menyantap biskuit ketiga.
"Karena itu kami betah di sana!" timpal Maurice.
"Ah, begitu..."
Setelah itu...
"Terima kasih untuk biskuitnya! Oh iya, apa kucingnya boleh kubawa pulang?"
Sriiiiiing!
"Teiron..."
Yang bersangkutan langsung menelan ludah karena ternyata Maurice sudah masuk mode serigala.
"HUWAAA! AMPUNI AKU, MAURICE! AMPUNI AKU!" Teiron langsung kabur dikejar-kejar si serigala.
Grayson sendiri hanya bisa sweatdrop melihat kejadian itu.
-Flashback End-
"Setidaknya aku berterima kasih karena telah merawat keponakanku selama ini..." ujar Grayson dengan senyum tipis.
Gadis itu tersenyum ramah. "Tidak masalah..."
To Be Continue, bukan Tresno Buang Cireng (?)...
Tartagus Andreas (Trapper): Sepupu dari Andreas Trio. Vience hampir setiap hari ribut sama dia (entah karena benci atau apa). Hanya dia yang tidak suka makan telur di antara keluarga Andreas. Bisa dipanggil Arta atau Agus, atau kalau mau ngeledek, panggil saja dia Agustus atau 'Saus Tartar'! :V / (Vience: "Untuk yang satu ini, sangat setuju!" :V b/Thundy: "Perasaan ini udah pernah deh..." =_=a/Me: *nyengir.* "Ini sengaja ditulis ulang dengan sedikit perubahan..."/Thundy: "Pantesan..." =_=")
Daren Andreas (Treasure Hunter): Anak bungsu dari Andreas Trio. Terkesan lebih dewasa dari umurnya. Suka memakai syal dan berbicara dengan bahasa Prancis. Karena rambut bergelombang dan mata ungunya, dia sering disebut 'France-nya keluarga Andreas'.
Saphire Andreas (Crazy Sapper): Anak tengah dari Andreas Trio. Suka memainkan berbagai macam game (dan berpotensi menjadi saingan berat Alpha). Kadang suka ribut dengan Daren.
Alexia Mercowlya (Cowboy): Adiknya Lucy. Sedikit sarkastik dan Tsundere. Suka makan Tiramisu, tapi takut kadal. Diam-diam Fudanshi. Masakannya sangat beracun (bahkan lebih berbahaya dari England).
Musket Liferpoint (Musketeer): Anak aneh yang tak sengaja masuk squad karena sebuah 'kecelakaan'. Suka makan sarden dan mengakhiri dialognya dengan suffix 'dayo' (kecuali kalau sedang serius atau sedih). Dia punya kutukan yang bisa membuat orang lain di sekitarnya terkena musibah. (Tau Blitz T. Abrams dari Kekkai Sensen? Kurang lebih kayak gitu! Tonton aja episode 4 anime-nya biar tau kayak gimana! ^^/)
Grayson Harmaacinzenta/Wolvine (Zorro): Pamannya Maurice. Orang yang cukup berwibawa, walaupun sebenarnya sedikit risih sebagai pria tertua di squad (tidak menghitung Ikyo dan Thundy di sini).
Well yeah, sesuai judul Chapter ini, makin lama makin banyak yang masuk... ^^a
Sebenarnya Musket dan Grayson nggak resmi sih... Aku belum punya Musketeer permanen dan Zorro yang kudapat dari PHS event -sekitar- dua minggu sebelumnya masih dalam 'default style' (usahain dapet Paket Gaya kalau bisa)... -w-/
Oh, Chapter Tartagus-nya nggak jadi soalnya udah post di Note FB, tapi dia tetap muncul di sini kok... ^^/
Review! :D
