Balas Review! :D

I'mYaoiChan: Tidak, bahkan Tiger-ku yang baru first evo aja jadi pajangan... -w-a

Vience: "Woy, balikin sepatu gue!" *ngejar Eris.*

Thundy: "Aku akan mengawasinya seketat mungkin..." ._.

Yah, semoga beruntung! 'w'/ Makasih Review-nya! :D

RosyMiranto18: Yah, dia tidak ingin menganggapnya dengan serius walaupun tau resiko-nya cukup besar... .w.a

Daren: "Yah, itu juga termasuk... Walaupun... Aku tidak mengerti kenapa dia, hmm... Lupakan saja!" .v./

Zen: "Senjataku pedang, kalau crossbow itu keahlian Arie, walaupun dia megangnya hanya satu di tangan kiri..."

Salem: "Sepertinya itu tidak akan berpengaruh sama sekali..." =w="

Rendy: "Soal Jumrah atau soal Castle?"

Salem: "Dua-duanya..." =w=

Thundy: "Hmm, Danke..."

Thanks for Review! :D

StrideRyuuki: Yah, aku anggap itu bukan apa-apa... ^^' Ini sudah lanjut! :D

Happy Reading! :D


Chapter 70: Drabble Collections (Jean-ius Innocent) (Oke, jangan tanya kenapa judulnya receh begitu!)


"Dua mawar pagi ini..." gumam Thundy sambil meletakkannya di atas meja, kemudian celingukan sesaat. "Kemana Greif?"


Dia keluar kamar dan mencari Griffin itu ke seluruh tempat, tapi begitu sampai di lantai enam...

"Paman, cepat tolong Nigou!" seru Flore yang menghampirinya dengan wajah panik.

"Memangnya dia kenapa?" tanya Thundy.

"Dia dipatuk burung aneh berwarna biru!"


Mereka segera ke ruang anak-anak dan mendapati Nigou sedang dikejar-kejar Greif.

"Huwaaaaaa! Papaaaaa!"

"Greif!"

Griffin itu berhenti mengejar Nigou dan segera menghampiri tuannya.

Thundy hanya menghela nafas selagi memeluk Griffin itu. "Dasar, jangan lakukan itu lagi!"


"Nyaw, nyaw nyaw?" tanya Tsuchi.

"Yah, sepertinya..." balas Nigou.

"Nyaw nyaw nyaw nyaw..." usul Tsuchi.

"Iya, takutnya patukan itu bikin luka lho!" timpal Flore.

"Mereka benar, tubuhmu harus diperiksa untuk memastikan tidak ada yang terluka." saran Thundy.

"Baiklah..."

Ketiga anak itu segera pergi.


"Markas lu kapan selesai?" tanya Girl-chan ke Reha.

Pemuda itu hanya angkat bahu. "Entahlah, gue belum ngeliat lagi sih..."

Gadis itu menghela nafas. "Yah... Aku hanya sedikit tidak enak saja, karena... Kau tau, aku sudah punya 40 anggota di sini sejak kemunculan Jean kemarin..."

"Ya ya ya, mungkin akan kuperiksa nanti..." gumam Reha seadanya.


Kita sudahi dulu bagian random barusan!

Yah, sebenarnya Jean hampir sama polosnya dengan Rina, tapi entah karena DNA mereka sama atau yang lainnya (?).

Lengkapnya ada di bawah ini...


1. Nama Lengkap

"Hey, boleh aku bertanya sesuatu?"

"Apa itu?"

"Namamu beneran Jean doang? Bukan kepanjangan dari Jeanne d'Arc?"

Webek, webek...

Sebagian orang di ruang tengah langsung sweatdrop berjamaah mendengar pertanyaan Alpha barusan.

"Bukan!" balas Jean singkat.

"Terus, nama lengkapmu apa dong?" tanya Alpha penasaran.

"Jean Cioccolato!" jawab anak itu polos.

Alpha hanya ber-'oh' ria.


2. Boy Love

Entah kenapa Jean tertarik dengan seorang pemuda berambut pirang spiky yang sedang berdiri di dekat patung kucing di lantai dua.

Setelah berpikir agak lama, akhirnya dia memutuskan untuk menghampirinya.

"Permisi... Boleh aku bertanya sesuatu?" tanya Jean.

Pemuda itu menengok. "Ya, apa itu?"

"Aku... Boleh nggak... Jadi pacar kamu?"

Webek, webek...

Dia hanya sweatdrop. "Hmm, kamu lagi bercanda kan?"

Jean menggeleng. "Tidak!"

"Errr, biar kupikirkan dulu..." Dia mundur beberapa langkah dan langsung kabur.


Sepertinya penyandang gelar 'anggota paling sial di Garuchan' pantas disematkan pada seorang Salem Morihayashi Al-Jumrah.

Bayangin aja! Udah di-friendzone berkali-kali, dikederin 'hantu kepala buntung' (baca: Alfred) berkali-kali, dibaperin berkali-kali, ditonjok sampai mental dua kali, sekarang malah ada cowok yang bilang mau jadi pacarnya! :V *ditebas.*

"Kenapa, harus, cowok?!" pekik Salem frustasi sambil menjedukkan kepalanya ke pohon terdekat.

"Kali ini kenapa coba?" tanya Edgar.

"Ada anggota baru yang bilang mau jadi pacarnya, dan dia cowok! Lu kan tau sendiri dia tuh nggak suka punya pacar cowok..." jelas Rendy risih.

Edgar langsung sweatdrop. "Tidak bisakah kita carikan pasangan untuknya?"

"Aku tidak yakin..." Rendy menggaruk pipi dengan telunjuk. "Soalnya..."


-Flashback-

"Kalau lu nggak berani nembak Mira dan udah ditolak Sarah, terus lu mau sama siapa?" tanya Rendy.

"Ehm..." Salem sibuk berpikir.

Rendy ikut berpikir. "Well, coba lu deketin cewek-cewek yang masih single di squad kita! Alisa misalnya!"

"Nggak, gue takut digebukin sama Alpha dan Maurice!"

"Kalau sepupunya?"

"Gue udah nyoba nembak Monika, tapi dia bilang gue bukan tipe-nya!"

"Rina?"

"Terlalu polos, bahkan dia bilang lebih seneng sama Arie!"

"Hmm, Marin?"

"Gue takut sama dia, soalnya penganut 'ajaran Deidara' (baca: Seni itu ledakan) sih!"

"Elwa?"

"Kelihatannya terlalu muda bagiku..."

"Gimana kalau Lucy?"

"Nggak yakin, takutnya gue dibantai sama Alexia..."

"Giro?"

"Please deh, dia tuh cowok! Lagian dia juga udah punya Luthias!"

"Serah, kayaknya lu nggak bakalan bisa dapetin cewek deh!"

"Lu nyumpahin?"

"Itu kenyataan kan?"

"..."

-Flashback End-


Edgar kembali sweatdrop setelah mendengar cerita barusan. "Baiklah..."


Setelah itu...

"Ayolah, aku mau jadi milikmu!"

"Nggak mau! Pergi!"

Beberapa orang langsung sweatdrop berjamaah melihat kejar-kejaran tersebut.


3. Masa Lalu

"Hey Jean, kalau dilihat dari armor-mu... Kamu ini Death Knight kan?" tanya Tartagus.

"Hmm, iya..." jawab Jean.

"Memangnya kamu sudah pernah mati?" tanya Tartagus lagi.

"Kenapa kau menanyakan itu?!" pekik Vience sambil menjitak kepala sepupunya.

(Note: Sebaiknya kalian mencari tentang 'Story Quest Death Knight', mungkin itu bisa menjelaskan sedikit maksud pertanyaan aneh tadi... .w./)

"Hmm, iya..."

Vience menengok dengan wajah terkejut. "Se-seriously?!"

"Ya..."

"Ngomong-ngomong..." Vience mengalihkan pembicaraan. "Bagaimana kau bisa kenal Rina? Kalian itu dulunya teman masa kecil atau apa?"

"Kami saudara..."

"Hah?!" Mereka berdua langsung kaget.

"Yah... Bagaimana menceritakannya ya?" Jean menggaruk kepala. "Dulu saat kami masih kecil, kami ditelantarkan orangtua kami di sebuah panti asuhan... Saat kami mulai beranjak remaja, ada perang yang menghancurkan panti asuhan tempat kami tinggal dan kami mati tertimpa reruntuhan... Setelah itu aku tidak begitu ingat kenapa aku bisa hidup lagi dan berada di dalam hutan... Karena aku berpikir kakakku juga bernasib sama di suatu tempat, jadi aku mencarinya sampai ke sini..."

Vience dan Tartagus saling berpandangan.

"Mengerikan..." gumam Tartagus.

"Sangat..." balas Vience pelan.


Setelah itu...

Jean menghampiri Rina di lantai tujuh dengan membawa dua bungkus cokelat.

"Mau cokelat?" tawar Jean.

"Tentu!" balas Rina.

Jean memberikan sebungkus cokelat pada Rina dan dia membuka bungkus yang satunya.

"Hey..." panggil Jean.

"Ada apa?" tanya Rina sambil membuka bungkus cokelatnya.

"Kau benar-benar tidak ingat masa lalumu sama sekali?"

Rina hanya menggeleng selagi memakan cokelatnya.

"Karena aku tau semua yang kau tidak ingat, mungkin aku bisa membantumu mengingatnya..."

"Benarkah?"

"Hmm, kurasa..." Jean hanya menatap cokelatnya tanpa memakannya sama sekali. "Jadi... Boleh aku meminta sesuatu?"

"Ya! Apa itu?"

"Apa aku... Boleh memanggilmu... Kakak? Tapi... Hanya saat berdua saja..."

"Tentu!"

Jean tersenyum kecil. "Terima kasih... Kak Rina..."

"Tidak masalah!" Rina menepuk punggungnya.

'Ini agak aneh, tapi kenapa aku merasa kalau dia benar-benar adikku?'


4. Kak Ogre

Jean sedikit terheran-heran melihat Tumma memojokkan diri di perpustakaan tanpa alasan.

"Kakak kenapa di sini?"

"Aku hanya ingin sendiri..."

Jean duduk di sebelahnya. "Penampilan kakak mirip ogre..."

"Yah, semua orang yang pertama kali melihatku juga bilang begitu..."

Dia langsung tidak tega melihat wajah Tumma yang mulai sedih. "Tapi hati kakak tidak seburuk penampilan kakak kan?"

"Yah..."

"Aku... Boleh berteman dengan Kak Ogre?"

Tumma tersenyum tipis. "Tentu, tapi..."

"Kenapa?"

"Aku punya nama..."

Jean menunduk malu. "Maaf..."

Tumma menepuk pundaknya. "Tidak apa-apa, aku tau kau masih baru di sini..."


5. Cooking Skill

"Aku punya firasat kalau masakan Jean hampir sama mengerikannya dengan Rina!" ujar Rendy tiba-tiba.

"Kau serius?" tanya Giro.

"Tidak juga sih..." balas Rendy sambil angkat bahu. "Tapi siapa tau aja kan?"

Giro berpikir sejenak. "Well... Kalau masakan Rina-pyon itu agak random (baca: kadang bagus kadang buruk, kadang enak kadang nggak), bisa saja masakan Jean-pyon bagus di luar tapi terasa mengerikan di lidah..."

Rendy mengangguk setuju. "Yap, itu yang aku takutkan..."

"Lebih menakutkan mana dengan masakan Arie-pyon dan Zen-pyon, atau Alexia-pyon?" tanya Giro.

"Mereka itu 'lethal chef' terparah di squad kita..." balas Rendy risih.

"Hmm, apa kau pernah mendengar 'lethal chef' dari Persona? Kalau mereka semua ikut lomba memasak bersama 'lethal chef' kita, mungkin para juri yang masih mau hidup akan segera kabur sebelum sempat mencicipi makanan mereka!" jelas Giro.

Rendy langsung merinding. "Pasti sangat buruk sampai segitunya, tidak heran kenapa setiap masakan yang buruk dan mengerikan selalu disebut 'Mystery Food X'..."


Di dapur...

"Kau buat sendiri, Jean?" tanya Daren saat anak itu menyajikan Ratatouille.

"Ya, begitulah..." jawab Jean seadanya.

"Boleh kucoba?" tanya Alpha.

"Silakan..."

Alpha memotong Ratatouille itu dan mencobanya, tapi...

"Hmm, rasanya seperti daging ti-"

Alpha yang menyadari sesuatu langsung kabur ke wastafel dapur dan muntah di situ.

"Ada apa dengannya?" tanya Rendy yang baru datang dengan Giro.

Raimundo melihat lebih detail bagian yang dipotong Alpha pada Ratatouille Jean dan langsung memasang wajah jijik, kemudian memperlihatkannya kepada para cowok lainnya dan mereka juga ikutan jijik karena...

Di dalam Ratatouille itu, ada seekor bayi tikus.

'Daripada Ratatouille, itu lebih pantas disebut Rat-tatouille...' batin mereka semua.

"Baru dibicarakan udah terjadi..." gumam Giro risih.

Rendy hanya mengangguk setuju.

Setelah selesai muntah, Alpha malah pingsan.

"Woy, Alpha!" pekik Saphire panik.

Alhasil, beberapa cowok segera menggotongnya pergi.

"Errr, memangnya ada yang salah dengan masakanku?" tanya Jean bingung.

Sebenarnya para cowok lainnya pengen mencela, tapi karena tidak tega, mereka hanya bilang:

"Tidak ada kok..."

Dan mereka mengucapkan itu dengan ekspresi yang tidak bisa dimengerti Jean.


Special Bonus: 'Mystery Food X The Final Edition' Garuchan Version

Pada suatu hari di dalam sebuah dungeon, si ketua Garuchan dan beberapa anggotanya sedang menjalankan sebuah misi.

"Ini pertarungan pertamaku, jadi aku tidak yakin harus bagaimana..." gumam Jean agak ragu.

"Tenanglah, semuanya akan baik-baik saja kok!" balas Rina sambil menepuk pundaknya.

"Aku merasakan sesuatu yang aneh, dan antena bahayaku berada di level tiga!" Alpha melirik seseorang di dekatnya dengan wajah aneh.

"Kenapa kau melihat ke arahku?" tanya Ikyo yang menyadari tatapan aneh dari Alpha.

"Tidak ada!" balas Alpha.

"Aku juga merasakan ini sepanjang perjalanan, mungkinkah itu? Meskipun aku tidak tau apa..." gumam Thundy bingung.

Entah kenapa, tiba-tiba Greif menggeram.

"Hah? Ada apa, Greif?" tanya Zen.

"Semuanya hati-hati, ada monster kuat terdeteksi di sekitar sini!" seru Tumma.

Tiba-tiba terdengar sebuah suara dan muncullah monster berbentuk pria macho di depan mereka. (Muehehe! :V)

"Aku tau makhluk seperti itu akan muncul!" pekik Alpha kaget.

"Se-sepertinya ini ide yang bagus untuk mundur..." gumam Salem.

"Hey, kenapa dia ke sini?! A-aku tidak mau tertangkap makhluk itu! Kita harus menjauh darinya! Lari!" seru Alpha yang segera kabur.

"Tunggu aku!" Saphire langsung menyusul.

Dan yang lainnya juga ikutan kabur dikejar-kejar monster itu.


"Kenapa dia mengejar kita?! Beri kami istirahat, sialan!" pekik Alpha.

"Hey, ada persimpangan di depan sana!" seru Mathias.

"Berpencar! Satu tim mengalihkan perhatiannya, yang lain menyerangnya selagi lengah!" usul Thundy.

"Gotcha! Aku akan ke kiri!" seru Alpha.

"Aku ke kanan!" timpal Maurice.


Di jalan kiri, terlihat Alpha, Ikyo, Teiron, Thundy, Mathias, Saphire, Salem, Edgar, dan Daren.

"Ikyo?! Kenapa kau lewat jalan ini?!" tanya Alpha.

"Hah? Lalu apa masalahmu?!" Ikyo nanya balik.

Kemudian terdengar suara monster tadi di belakang mereka.

"Lihat?! Aku tau dia akan lewat sini!" seru Alpha.

"Hey, apa yang harus kita lakukan?!" tanya Ikyo panik.

"Baik! Aku akan tinggal di belakang dan memancingnya pergi, kalian terus maju!" ujar Edgar.

"Apa kau mau mencoba bersikap keren sendirian? Aku yang akan mengurusnya!" balas Salem.

"Ayolah kalian, serahkan saja padaku!" timpal Mathias.

"Tidak, aku yang akan melakukannya! Aku sudah terbiasa berurusan dengan hal-hal seperti ini!" seru Alpha.

"Tidak, aku yang akan pergi!" ujar Thundy.

"Aku bisa melakukannya juga!" sambung Daren.

"Tidak, aku!" timpal Saphire.

"Tidak, aku yang akan pergi!" kata Teiron.

"Aku tidak bisa membiarkanmu melakukan itu, Teiron! Aku yang lebih tua di sini, jadi aku yang akan mengurusnya!" balas Ikyo.

"Itu yang kami ingin dengar! Yah, semoga beruntung, Kyo!" ujar Saphire.

"Maaf, Ikyo! Kami akan segera kembali untuk menyelamatkanmu, jadi bertahanlah sebisanya!" timpal Alpha.

"Ap- Hah- Hey- Sendirian?!" tanya Ikyo kaget.

Kemudian monster itu muncul di belakang dan menangkap Ikyo.

"Aaaaaaaaaaaaaaaaagh!"

"Kami akan datang mengumpulkan tulangmu, setelah itu tentunya!" seru Alpha.


Sementara di jalan kanan, terlihat sisa rombongan di sana.

"Hah? Kemana makhluk berotot tadi?" tanya Tumma.

"Sepertinya dia mengikuti tim lain." jawab Maurice.

Kemudian terdengar suara si monster dan teriakan dari tim yang satunya.

"Oh no! Makhluk macho itu datang ke sini!" seru Alexia.

"Tapi dia monster yang kuat, tidak mudah menghentikannya!" timpal Naya.

"Serangan fisik biasa tidak akan berhasil... Jadi kita perlu membuat serangan yang berbeda..." Tiba-tiba Maurice dapat ide. "Aku tau!"

"Apa itu?" tanya Alexia.

"Metode ini menggunakan makanan, jadi aku agak takut untuk melakukannya..." gumam Maurice agak ragu.

"Tidak ada waktu untuk berdebat tentang itu! Jika kita tertangkap, semuanya akan berakhir!" seru Tumma.

"Ya, beberapa pengorbanan harus dilakukan. Apa metode yang kau maksud?" tanya Naya.

"Luthias, apa kau membawa salmiakki bersamamu?" tanya Maurice.

"Eh? Hm! Ada di sini!" Luthias mengeluarkan sekotak salmiakki dari saku celananya. "Aku dan Aniki membawanya karena berpikir kita akan memakannya... Kau lapar?"

"Aku takut itu tidak akan cukup..." Maurice berpikir sejenak. "Bagaimana denganmu, Alexia? Kau punya sesuatu yang kau buat sendiri?"

"Me specifically?" tanya Alexia sambil mengeluarkan sesuatu. "Te-tentu, tapi... Is this okay? Ini cinnamon bun yang kubuat tadi pagi."

Entah kenapa cinnamon bun itu berwarna hitam.

"Aku juga memanggang kue!" ujar Zen. "Aku memberikannya pada Alexia tadi dan memintanya untuk membagi kue itu kepada semua orang kalau kalian lelah!"

"Oh iya, ini dia!" Alexia mengeluarkan kue yang dimaksud.

Kue yang dipegang Alexia terlihat berwarna hijau entah kenapa.

"Ooh... Aku mulai menyadari apa yang akan terjadi..." gumam Tumma.

"Um, bagaimana dengan beberapa beef stroganoff?" tawar Jean. "Aku memasaknya dan memasukkannya ke dalam onigiri tadi. Aku memastikan untuk memberikannya pada Rina."

"Oh, tidak. Aku tidak butuh makanan asli!" balas Maurice.

"Hah? Buatan kami juga makanan asli!" timpal Alexia.

"Jangan khawatir! Ini akan menjadi tambahan yang cukup menarik!" ujar Tumma.

"Ini onigiri buatan Jean!" kata Rina dengan sepiring onigiri di tangannya.

Tapi entah kenapa, uap naik deras dari onigiri yang dibawa Rina dan dia langsung kaget melihatnya. "Suhu interiornya berlipat ganda sejak dibuat, dan masih naik..."

"Ah, aku mengerti... Luar biasa..." gumam Maurice.

"Tapi, apa yang akan kau lakukan dengan ini?" tanya Luthias penasaran. "Jika kau ingin memberi makan yang lain, aku tidak yakin kita punya cukup waktu..."

"Kita akan melontarkannya!" jawab Maurice.

"Hah?!" Alexia langsung kaget.

"Jika kita meminta Arie menembakkannya satu per satu, aku yakin itu akan membuat damage yang cukup besar." jelas Maurice.

"Campurkan semuanya!" perintah Girl-chan.

"Ah, ide bagus! Ayo campurkan semuanya dan lemparkan ke arah musuh!" ujar Maurice.

"Wait... What?!" tanya Alexia kaget.

"Itu sangat kejam!" timpal Zen.

"Hanya itu kegunaan mereka!" kata si ketua Garuchan.

"Itu tidak benar! Makanan itu untuk dimakan!" bantah Luthias.

"Tidak ada waktu sekarang! Kita akan memakannya nanti!" seru Maurice.

"Fine..." balas Alexia.

"Kaichou, pastikan kau memakannya!" pinta Maurice.


Salmiakki Luthias, cinnamon bun Alexia, kue Zen, dan onigiri Jean dicampurkan.

Kemudian bau mengerikan segera menyebar di daerah tersebut.

Tumma langsung kaget melihat aura dari campuran makanan tadi yang dipasang pada crossbow Arie. "I-itu terlalu banyak!"

"Mataku! Mataku!" seru Edward sambil menutup mata.

"Ini senjata kimia!" kata Arie.

"Aku menyebutnya, 'Mystery Food X The Final Edition'! Ini adalah senjata yang melampaui semua harapanku!" jelas Maurice. "Arie, yang tersisa sekarang adalah menembakkannya pada monster itu!"

"Oke! Serahkan padaku!" seru Arie.

Kemudian suara monster itu terdengar lagi disertai teriakan seseorang.

"Bukannya itu... Suara Ikyo?!" tanya Maurice kaget.

Para laki-laki dari jalan kiri sampai di depan mereka dengan terengah-engah, tapi Ikyo tidak terlihat sama sekali.

"Hey, bagaimana dengan Ikyo?!" tanya Alexia.

"Maaf, kami akan jelaskan nanti..." jawab Thundy.

"Iya, kita perlu mengurus makhluk macho itu dulu!" usul Alpha.

"Serahkan pada kami! Kami baru saja selesai membuat senjata yang mematikan secara brutal!" ujar Maurice.

"Bukannya 'mematikan secara brutal' itu agak berlebihan?" tanya Mathias.

"Ack, dia ke sini lagi!" seru Alexia.

Maurice menggaruk kepala. "Aku ragu untuk memberikan perintah karena tau apa yang akan terjadi, tapi... Arie, jika kau mau..."

Arie mengarahkan crossbow-nya. "Aku harus membidiknya pada makhluk itu, benar?"


Satu tembakan dilepaskan, tapi malah mengenai Ikyo yang dibekap si monster.

"Gyaaaaaaaaaaaaaah!"


"He-hey, itu hampir membunuh Ikyo!" seru Salem.

"Arie, salah sasaran! Aku tau mereka terlihat sama, tapi bukan yang itu!" ujar Luthias.

"Maaf... Aku sedikit bingung..." Arie kembali melepaskan tembakan.


Kali ini tembakan itu tepat mengenai si monster yang langsung tumbang.

"Ya, kita berhasil!" seru Luthias senang.


"A-apa tadi barusan?! Itu membunuh monster dalam satu serangan!" seru Edgar terkejut.

"Jadi itu yang kau maksud dengan mematikan secara brutal... Itu sama sekali tidak berlebihan." timpal Alpha.

"Tapi senjata apa yang tidak mematikan?" tanya Mathias.

"I-itu hanya sekedar pidato..." gumam Maurice agak malu.

"Amazing! Aku ingin memanfaatkan kekuatan penghancur itu untuk penelitianku nanti!" seru Saphire senang.

"Ugh, itu bukan reaksi yang kuharapkan saat memanggangnya..." gumam Alexia sebal.


Setelah berurusan dengan monster, mereka pun berkumpul kembali.

Alpha menghela nafas. "Tadi itu mengerikan... Semuanya baik-baik saja?"

"Ya... Semuanya, selain Ikyo..." balas Maurice pelan.

Ikyo mendatangi mereka dengan sempoyongan. "Musuh yang sebenarnya... Ada di dalam diri kita... Tapi... Aku berhasil..."

"Hey Ikyo, bertahanlah!" pekik Teiron panik begitu mendapati Ikyo langsung tumbang.


"Guys, bagaimana kalian membuat senjata yang cukup kuat untuk membunuh monster dalam satu tembakan? Jika kita punya lebih dari itu, sisa misi ini akan sangat mudah!" ujar Edgar.

Keempat orang yang makanannya menjadi 'korban' hanya menggeram kesal.

"Kau tidak bisa membuatnya jadi mudah!" pekik Zen.

"Maaf..." Edgar hanya menggaruk kepala. "Sebenarnya apa yang terjadi di sini?"

"Yah... Aku tidak ingin mengatakannya... Itu satu-satunya pilihan kami saat itu... Bisa dibilang, ini adalah metode yang tidak akan bisa diulangi lagi." jelas Maurice.

"Hah?" Edgar langsung bingung.

"Sebaiknya kita pulang saja sebelum hari semakin gelap!" usul Daren.

"Ya, aku juga mau pulang!" timpal Edward.

Dan pada akhirnya, mereka semua kembali ke markas.


To Be Continue, bukan Tumpang Bocor Cerobong (?)...


Absurd kan? Yah, begitulah... -w-/

Review! :D