Balas Review! :D
StrideRyuuki: Ohoho~ :V
Daren: *ngasih sekantung telur.* "Nih, gratis buat lu!"
Ini udah lanjut! ^^/
RosyMiranto18: Mungkin aku akan membantumu memilih jika ada waktu... .w./
Daren: =w= *nggak bisa bayangin telur rasa salmiakki.*
Jangan ditanya, itu hanya mereka yang tau... ^^/ Thanks for Review! :D
I'mYaoiChan: Coba ide yang udah ada di note-mu digabungin sama bagian 'Halloween Costume'-ku dengan versi sendiri, mungkin itu bisa membantu, karena aku juga sering begitu (walaupun tanpa izin sih)... 'w'/
Salem: "Kejam amat! Bisa nggak biarin gue jadi orang normal dulu?" =w="
Arie: "Daripada lu, takut badut?"
Jean itu (terlalu) polos, jadi jangan dipikirkan... ^^/
Saphire: "Mana?!" *celingukan dan baru nyadar udah ditipu.* "Eh bangke, sini lu Eris!"
Tartagus: "Iya iya..." *pergi mandi.*
Makasih Review-nya! :D
Happy Reading! :D
Chapter 96: Every Pet Have Their Story
Seperti judul Chapter-nya, kita akan melihat keseharian para anggota Garuchan dari sudut pandang para hewan peliharaan (walaupun mungkin ada yang nggak nyambung nanti).
~Tsuchi dan Flore~
"Nyaw?" Tsuchi menemukan buku diary Flore di dalam kardusnya, dia pun mengambil buku itu dan membukanya.
~Bagian 16: Kaichou~
Kaichou itu perempuan paling aneh yang pernah kutemui.
Kadang dia bisa bijak dan tegas, kadang juga ceria dan tak tau malu, atau bahkan mengerikan.
Tapi ada sesuatu yang kusukai dari dia: nama aslinya cukup unik.
"Hmm, jadi kau beneran ingin tau?" tanya Kaichou saat aku memintanya menyebutkan nama aslinya.
Aku mengangguk, kemudian dia terlihat memasang pose berpikir.
"Aku hanya menyebutkan ini secara pribadi, mau pakai atau tidak terserah padamu! Lagipula, hampir semua orang di squad sudah tau dan itu tidak masalah bagiku!"
Kemudian dia mendekatkan mulutnya ke telingaku dan menyebutkan namanya.
~Bagian 17: Sayuran~
Aku paling benci makan sayuran.
"Heee... Sayuran lagi!" keluhku saat melihat sayuran di makananku.
"Kamu harus makan sayur agar bisa tumbuh besar!" nasihat Nenek Rilen.
Aku mencembungkan pipi. "Tapi aku ingin tetap jadi anak kecil..."
Entah kenapa Nenek Rilen tersenyum sambil mengeluarkan aura gelap di tubuhnya.
"Hiiiiiiiii! Ampun, Nenek!"
Kalau sudah begitu, mau tidak mau aku terpaksa makan sayuran.
"Memangnya kenapa kamu tidak mau makan sayur?" tanya Nenek Rilen setelah selesai makan.
Aku mencembungkan pipi dengan sebal. "Ikan lebih enak daripada sayur!"
Nenek Rilen terlihat menghela nafas. "Tapi kamu harus tetap makan sayur! Kamu jangan seperti Ikyo yang hanya makan daging!"
"Kenapa harus aku sih, Bibi?" Terdengar suara Paman Ikyo yang protes di belakang.
Tapi bagaimanapun, aku masih benci sayuran.
~Bagian 18: Sekolah~
"Nenek, apa itu sekolah?" tanyaku ketika dituntun Nenek Rilen ke sebuah gedung besar.
"Sekolah adalah tempat dimana kamu bisa belajar banyak hal dan juga bertemu banyak teman." jelas Nenek Rilen.
"Oooh..."
Kami berdua memasuki gedung dan terus berjalan sampai berhenti di depan sebuah pintu ruangan.
"Nah, kamu masuk ke dalam ya."
Aku mengangguk, kemudian membuka pintu dan mengintip sedikit ke dalam.
"Ah, sepertinya teman baru kita sudah datang. Masuklah." ujar seorang wanita di dalam ruangan itu.
Aku masuk ke dalam dan sedikit menelan ludah karena agak gugup berhadapan dengan banyak orang. "Umm, namaku Flore Blanca Noir. Salam kenal."
Beberapa anak terlihat mengobrol sendiri, sepertinya sedang membicarakanku.
Wanita itu memegangi tanganku dan menuntunku ke sebuah kursi kosong. "Nah, kamu duduk di sini ya."
Aku duduk di kursi itu dan dia kembali ke depan. "Sekarang kita mulai pelajaran hari ini."
Saat aku sedang serius mendengarkan, tiba-tiba ada yang menarik ekorku.
"Kyaaaaaaah!"
Ketika aku menengok, ternyata berasal dari anak yang duduk di belakangku.
"Ma-maaf bu, abisnya saya penasaran sama ekornya." jelas anak itu.
Ketika aku kembali melihat ke depan, wanita itu terlihat menghela nafas. "Ya sudah, kita lanjutkan pelajaran."
Ketika jam istirahat, ada monster yang muncul saat anak-anak sedang bermain. Anak-anak yang melihatnya langsung kabur ke gedung sekolah karena takut, tapi aku berjalan mendatangi monster itu. Kemudian aku memunculkan sepasang tangan raksasa dan meninju monster itu sampai terbang entah kemana.
Aku menghilangkan tangan raksasaku, kemudian mendatangi anak-anak yang lain dan para guru sambil menepuk tanganku dengan wajah sumringah. "Nah, sudah selesai! Sekarang kita bisa main lagi!"
"Jadi, bagaimana sekolahmu?" tanya Mama setelah aku pulang.
"Lumayan, Ma! Banyak teman yang asik!" jelasku senang, tapi setelah itu aku menunduk takut. "Walaupun ada tidak enaknya juga..."
"Hah? Apanya yang tidak enak?"
Aku melihat Papa yang baru datang dan duduk di sebelah Mama.
"Tadi ada anak yang duduk di belakangku, terus dia menarik ekorku..."
"Lalu apalagi?" tanya Papa.
"Saat istirahat ada monster yang muncul, jadi aku pukul saja!"
Entah kenapa, aku merasa reaksi Papa dan Mama sama seperti ekspresi anak-anak dan para guru di sekolah: mereka terlihat ngeri. Bahkan Papa sampai tepuk jidat.
~Bagian 19: Fliqy~
Fliqy itu nama tikus yang kutemukan di gudang saat main petak umpet.
Tapi aku tidak mengerti kenapa setiap kali aku membawa Fliqy, Paman Alpha selalu kabur dariku.
Sampai akhirnya aku menanyakan hal itu pada Papa dan Mama.
"Kalau soal itu, dia takut tikus..." jelas Mama sambil minum teh.
Papa mengangguk sambil mengunyah cupcake-nya.
"Kenapa Paman Alpha takut tikus?" tanyaku penasaran sambil melirik Fliqy di pangkuanku dan mengusap kepalanya dengan jari.
Papa menelan cupcake yang dimakannya dan berdehem sesaat. "Entahlah, mungkin trauma masa lalu... Kenapa kau tidak tanyakan dia? Tapi jangan bawa tikusmu saja!"
Aku mengangkat Fliqy dan menaruhnya di pangkuan Mama. "Apa aku boleh titip Fliqy pada Mama?"
"Tentu saja sayang!"
Kemudian aku pergi menemui Paman Alpha yang sedang sibuk melakukan sesuatu di kamarnya.
"Eh? Flore? Kau sedang apa di sini?" tanya Paman Alpha saat melihatku di depan pintu.
"Paman, aku mau tanya!"
Dia menghentikan kegiatannya dan menghampiriku. "Mau tanya apa?"
"Kenapa Paman takut tikus?"
Entah kenapa, aku seperti mendengar suara anak panah menusuk dadanya.
"Oooh... Soal itu ya... Errr..." Paman Alpha terlihat memasang pose berpikir, kemudian dia menghela nafas dan membungkuk untuk mengusap kepalaku. "Maaf nak, aku tidak bisa beritahu. Itu rahasia pribadi..."
"Oooh... Baiklah..."
"Kak Tsuchi!"
Anak itu langsung kaget dan buru-buru memasukkan kembali buku diary itu ke dalam kardus.
"Nyaw! Nyaw nyaw?" tanya Tsuchi agak panik ketika didatangi Flore yang baru pulang sekolah.
Flore merasa curiga dengan wajah panik kakaknya. "Kakak tadi ngapain?"
"Nyaw, nyaw nyaw!" Tsuchi mendorong adiknya untuk pergi ke tempat lain.
"Oh iya Kak, aku boleh nanya nggak?"
"Nyaw?"
"Soal Hato, bagaimana Kakak bisa bertemu dengannya?"
Tsuchi menengadah sesaat. "Nyaaa..."
-Flashback-
"Woof! Ada kucing, woof!" Hato menghampiri seekor kucing berbulu kecoklatan di sebuah jalan, kemudian mengangkat kucing itu dan melihat sebuah kalung di lehernya.
"Hem... Tsu-Tsuchi... Oh, namamu Tsuchi ya. Hehe... Apa kau sedang jalan-jalan sendirian?"
"Nyaw~"
"Baiklah~ Silahkan tidur di pangkuanku."
Tsuchi turun dan melingkar di pangkuan Hato.
"Uwah, aku berharap masih jadi anjing dan berteman dengannya..." gumam Hato bersemangat.
-Flashback End-
Flore hanya ber-'oh' ria mendengarnya.
"Nyaw nyaw nyaw nyaw?" (Kau menanyakan itu untuk diary-mu ya?)
"Hah? Dari mana Kakak tau? Kakak baca diary-ku?"
Tsuchi hanya menghela nafas pasrah. "Nyaaa..." (Begitulah...)
"Udah ya Kak! Aku mau panggil Paman Daren di belakang dulu, disuruh sama Paman Vience soalnya! Dadah!" Flore langsung pergi meninggalkan kakaknya.
Ketika menuju halaman belakang, Flore merasa mendengar suara air, sepertinya Daren sedang sibuk menyiram tanaman.
Flore berjalan keluar dan melihat Daren yang hanya mengenakan celana pendek coklat dan kaus ungu sedang asyik menyiram tanaman.
"Paarappapara paari papari, pari papareido~ Paarappapara paari papari, pari paparareru~"
Pemuda berambut coklat ikal itu menyenandungkan lagu yang diputar di handphone-nya dan tidak menyadari keberadaan Flore di belakangnya.
Menyadari Daren tidak mungkin mendengar panggilannya, Flore berjalan menghampiri dan tangannya berniat menepuk pundak sang Treasure Hunter.
"Paman, ayo makan si-"
Rupanya tepukan ringan di punggung itu membuat Daren terkejut dan berbalik secara refleks sambil menyemprotkan air ke sekujur tubuh Flore yang sukses membuat gadis kucing itu basah kuyup dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Daren yang menyadari kesalahannya langsung mematikan air dan mencabut earphone di telinganya, kemudian bergegas menghampiri Flore (yang masih berdiri kaku karena shock) dengan panik.
"Astaga, Flore! Maaf banget! Aku nggak tau kamu di belakang! Aku beneran nggak sengaja!"
Daren segera mengambil sebuah handuk kotor dengan noda oli (dari atas jok motor yang terparkir di garasi) dan buru-buru memberikannya pada Flore, bahkan mencoba membantunya mengeringkan diri. Tapi yang bersangkutan menolak dan memutuskan untuk mengeringkan diri sendiri.
"Nggak apa-apa kok!"
Daren harus cepat-cepat membawa Flore ke dalam markas untuk ganti baju karena kalau sampai Flore mati kedinginan karena disemprot air penyiram tanaman, dia bisa dipastikan 'almarhum' saat Teiron pulang nanti.
Tapi, entah kenapa Flore terlihat sangat menggoda seperti ini!
Efek basah telah membuat kaos putih tipis yang dipakainya terlihat transparan dan menunjukkan lekuk tubuh menggoda itu. Bukan hanya tubuh molek di balik pakaian basah itu yang membuat Daren menahan nafas, rambut pendek Flore sekarang tampak lebih menarik dengan butir air yang mengalir sensual menuruni tiap helai rambut ke tulang pipi menuju bibir menggoda yang membuatnya tak bisa melepaskan pandangan.
"Umm, aku mau ganti baju dulu..." gumam Flore pelan sambil memberikan handuk kotor bekas noda oli itu pada Daren, walaupun dia sedikit kesal karena sekarang malah ada bercak hitam di kaosnya. "Paman makan siang dulu, nanti aku menyusul!"
Daren hanya mengangguk karena kotak suaranya mendadak enggan bekerja. Mata ungu sang Treasure Hunter hanya memperhatikan Flore yang berjalan menjauh tanpa bergerak sedikitpun.
Ketika gadis kucing itu sudah cukup jauh, Daren langsung mendapat pencerahan.
"Anjrit, masa gue pedo?"
~Kopen~
Mathias sedang menyebutkan barang-barang yang baru saja datang di halaman depan markas, Luthias sibuk foto-foto, Kopen sendiri asik nangkring di atas kepala pemiliknya sambil memperhatikan pemandangan sekitar.
"Nah, sudah semuanya! Terima kasih ya!" Mathias menyerahkan daftar barang yang diangkut kepada sang pengantar.
"Sama-sama!" Sang pengantar pun pergi.
"Aniki, apa perlu aku gabungkan semuanya?" tanya Luthias.
"Ah, tidak perlu! Biar aku saja yang lakukan-"
BRAAAAAAK!
Tiba-tiba seekor ikan terbang raksasa muncul dan menabrak Mathias.
"Itu..."
Luthias dan Kopen langsung mangap lebar melihat kejadian di depan mereka.
KRETEK!
Dan terdengarlah suara tulang patah dari si pirang jabrik.
Setelah itu...
"Dakara... Skyfish yang kau maksud itu hanya sisa serangga di kameramu!" ujar Giro sambil melihat-lihat foto di kamera yang dipegangnya dan berusaha mendorong Luthias menjauh dengan kakinya.
"Kau bisa bilang begitu karena tidak melihatnya dengan mata kepalamu sendiri!" bantah Luthias yang berusaha mengambil kembali kameranya. "Aku bisa melihatnya dengan baik, di sini! Itu hanya kebetulan ada serangga di sana!"
"Maaf sudah membuatmu khawatir!" ujar Mathias santai seolah tak terjadi apa-apa di sela perdebatan mereka. "Ini bukan hal serius. Seperti yang kalian lihat, aku baik-baik sa-"
KRETEK!
Mathias langsung jatuh ke lantai dengan tidak elitnya. Luthias dan Giro yang menyadari itu hanya terdiam, sementara Kopen malah sweatdrop dari tadi.
"Meong..." Kopen pun turun dari atas meja dan pergi mencari kegiatan sendiri.
Referensi: Kekkai Sensen and Beyond episode 5 (silakan cari sendiri di website subbing terdekat). Pak Gilbert 'bukan Prussia :V' Franke Altstein emang rada kasihan (atau ngakak?) di awalnya, tapi di pertengahan lumayan keren sih... ^^a
~Naoto~
"Kau pasti lelah setelah hari ini, pergilah tidur." nasihat Naoto.
Ketika pemiliknya mengabaikan nasihat barusan, kucing biru itu terlihat sebal. "Apa kau tidak lelah? Sebaiknya tidurlah!"
Kemudian Hikari dan Naoto saling adu tatapan.
Ketika Hikari menarik bangku dan berniat duduk, kaki depan Naoto menahannya dan gadis itu langsung dibanting oleh si kucing biru di atas kasurnya.
Referensi: Fancomic Persona 5.
~Figaro~
"Kau tau, Nona? Mungkin aku bisa mencuri data di markas untuk mengetahui berat badan Maurice." usul Figaro (dalam wujud anak cowok berambut merah yang memiliki gaya rambut sama dengan Maurice dan bermata hitam) pada suatu hari.
"Sssh! Jangan sampai dia de-"
"Aku mendengarnya..." potong Maurice dengan wajah datar.
"Defak?! Kau itu siluman atau apa sih?! Bagaimana caranya kau bisa muncul entah dari mana secepat itu?!" sembur Monika kaget.
"Ma-Maurice, jika kau mau, aku punya kumpulan foto-foto telanjang Nona Monika!" ujar Figaro watados.
"Tunggu, apa?! Kapan?! Bagaimana?!" pekik Monika shock.
Referensi: Fancomic Elsword dengan pairing Add job Mastermind dan Eve job Code Empress.
~Firen~
Masih ingat dengan burung peliharaan Zen?
Udah lupa? Oh, baiklah! *ditodong pedang sama Zen.*
Bercanda coeg, turunkan pedang itu!
Maaf, abaikan saja yang barusan!
Burung pipit berwarna merah ini pernah mengalami kejadian tidak enak saat bersama Arie.
"Zen kemana, Firen? Tumben nggak keliatan dari kemarin..." tanya Arie yang sedang baca koran di ruang makan ditemani secangkir kopi di atas meja.
"Dia pulang dulu, katanya kangen sama Lady Zela." jawab Firen yang bertengger di dekat Arie. "Oh iya, aku boleh minta uang jajan nggak?"
"Tumben minta uang jajan, emangnya mau berapa?" tanya Arie sambil meminum kopinya.
"Nggak banyak kok, cuma seribu Dark Peso saja." balas Firen watados.
Dan kalimat barusan sukses membuat Arie menyemburkan kopi yang diminumnya.
(Note: 10 Dark Peso di Dunia Iblis sama dengan 100 ribu Peso di Dunia Manusia, jadi silakan hitung sendiri. 'v'/)
Dia langsung menangkap Firen dengan tangan kanannya dan mencengkeramnya sambil tersenyum angker, kemudian mengeluarkan bara api di tangan kirinya. "Buat apa uang sebanyak itu?! Kamu mau minta dibakar ya?!"
"A-ampun, Arie! Gi-gimana kalau seratus Dark Peso saja?" pinta Firen ketakutan.
"Masih berani nawar kamu?!" Arie malah semakin ingin membakar Firen.
Jangan tanyakan nasib Firen selanjutnya, tapi semoga saja dia masih hidup!
Referensi: Komik di Fanpage 'Rouzille Art' dimana Neco minta uang jajan sama Lady D.W. dan diancam dengan virus karena ternyata mintanya 3000 coin (silakan cari sendiri untuk mengetahui seberapa mahalnya kalau dirupiahkan)! :V /
~Jeronium~
Naga yang satu ini adalah makhluk paling penyabar sedunia.
Bayangin aja! Dia udah sering ngeliat orang berantem di depannya! Paling sering Vience dan Tartagus, kadang Saphire dan Daren juga suka ribut.
Vivi selaku orang yang cukup dekat dengan keempat bocah Andreas itu benar-benar tidak mengerti bagaimana caranya Jeronium bisa sangat sabar menghadapi kelakuan mereka.
"Jero, aku penasaran deh! Kenapa kau begitu sabar melihat mereka bertengkar?" tanya Vivi yang bersender di tembok dekat kandang Jeronium sambil melipat tangan.
Naga itu hanya diam. Dia bukannya nggak bisa bicara, tapi dia tau betul kalau gadis berambut ungu itu tidak akan mengerti bahasanya.
Vivi juga baru ingat kalau dia tidak bisa bahasa hewan, tapi dia juga tidak bisa minta bantuan Ikyo atau Maurice karena mereka terlalu sibuk (entah lagi ngapain).
Dia tak sengaja melihat Tsuchi lewat di depan mereka sambil membawa buku catatannya.
"Tsu-chan~"
Anak itu menengok dan menghampiri Vivi. "Nyaw?"
"Kamu ngerti bahasa Jero kan? Coba kamu tulis apa yang dia katakan di bukumu!"
Tsuchi mengangguk dan mulai menyiapkan bukunya.
"Sekarang aku ulang pertanyaanku ya, Jero! Kenapa, kau, begitu sabar, melihat, majikanmu dan saudara-saudaranya, bertengkar?"
Jeronium mulai angkat bicara dan Tsuchi mencatatnya dengan cepat.
"Nyaw!" Anak itu menyerahkan hasilnya pada Vivi.
Gadis itu mengambil buku catatan Tsuchi dan membaca tulisan yang tertera.
Aku hanya berharap bisa berubah jadi manusia dan melerai mereka.
Vivi hanya ber-'oh' ria setelah memahami maksud kalimat itu.
~Miorin~
Seekor rakun berbulu coklat terlihat berlarian di sekitar markas, sepertinya dia tersesat cukup jauh dari hutan.
Ketiks dia terjatuh di depan markas, seseorang mengangkat rakun itu dan memutar badannya, mata hitam rakun itu berhadapan dengan manik coklat Yubi.
Di dalam markas... (Mari kita mengulang screen di Chapter 'Random Drabble Again'! *plak!*)
"Jadi begini, semuanya berawal saat-"
"Tumma! Tumma!" panggil Yubi yang berlari ke arahnya. "Aku menemukan seekor rakun! Lihat! Lihat! Dia sangat manis dan aku ingin memberi nama dia Miorin! Tidakkah dia imut? Dia sangat imut kan?"
"Ya, Yubi..." Tumma meraba pipi Yubi yang memasang wajah imut. "Dia sangat, sangat imut..."
"Awwwwwww~"
Tumma langsung blushing berat. "Waaah! Kenapa aku bisa lupa kalau sedang berada di tengah kerumunan?!"
Setelah itu...
Tumma sedang baca buku di atas tempat tidurnya ketika didatangi Miorin yang tiba-tiba muncul di pangkuannya.
Dia mengusap kepala rakun itu dengan lembut dan teringat musangnya yang sudah lama mati, kemudian memeluk Miorin dengan berlinang air mata.
Tanpa dia sadari, ada seseorang yang mengintip dari celah pintu.
"Setidaknya dia mendapat pengganti Mocha..."
~Greif~
Entah sudah berapa Chapter Griffin biru yang satu ini nggak nongol, jadi langsung saja simak bagian ini untuk kompensasi... .w./
"Siaaaaaal!"
"Emy-sama, bertahanlah!"
Kemudian pintu perpus dibuka dan terlihat Emy yang sedang memegangi tangan kirinya yang patah beserta Teiron dan Greif di belakangnya.
"Sakit! Sakit!"
Thundy langsung bertindak dengan cara...
PLAAAAANG!
Memukuli wajah Emy dengan nampan besi.
"Huwaaaaa!"
Dan yang dipukuli langsung tepar di lantai.
"Emy-sama!" pekik Greif panik.
Thundy yang menyadari kesalahannya ikutan panik. "Ma-maaf! Tadi kau terlihat berbahaya, jadi aku langsung-"
"Kenapa?!" tanya Teiron skeptis.
Tiba-tiba Lisa langsung muncul dengan membawa kotak P3K dan langsung membalut tangan Emy yang patah dengan perban.
"Aku sudah memanggil ahli medis, dengan begini seharusnya tidak apa-apa." ujar Lisa.
Teiron dan Greif langsung tepuk tangan dengan wajah kagum. (Jangan tanya gimana caranya Griffin bisa tepuk tangan dengan kaki depan burung elang!)
Referensi: Sama dengan bagian Kopen.
Setelah itu...
"Thundy-sama?" Greif mendapati Thundy duduk sendirian di atap markas.
"Tolong jangan ganggu aku, Greif!"
"Kenapa?"
"Aku hanya ingin sendiri..."
Tapi Griffin itu mendekati tuannya dan duduk di sebelah, kemudian dia meletakkan kaki depannya di pangkuan pemuda biru itu dan memasang wajah memelas.
Thundy hanya menghela nafas dan mengusap kepala Greif dengan lembut.
Sementara itu...
"UNO! The game! Huahaha! Menang lagi!" seru Alpha sambil joget Cesar.
"Gue tau lu menang, tapi nggak usah segitunya juga!" balas Ikyo yang sepertinya punya phobia terhadap Cesar. *dicakar.*
"Sudahlah, jangan diperdulikan!" timpal Adelia sambil memilih kartu yang akan dikeluarkannya. "UNO..."
Permainan UNO yang dilakukan oleh beberapa orang itu kini hanya menyisakan sepasang cowok berambut spiky yang saling bertarung demi tercapainya semua cita-cita. *lebay!*
"UNO!" teriak mereka berdua bersamaan saat salah satu dari mereka meletakkan kartu, kemudian saling adu tatapan.
"GUE DULUAN YANG BILANG!"
"GUE!"
"GUE!"
"GUE!"
Sepertinya mereka berdua tidak mau mengalah.
"Udahlah Sap, mending lu ikhlasin aja kartunya!" nasihat Tartagus.
Saphire hanya menggembungkan pipi karena sebal.
"Oke, berarti sekarang giliran gue kan?" tanya Saphire sambil mengangkat salah satu dari satu (?) kartunya. "U-"
JEGEEEEEEER!
"Apaan tuh?"
Back to the roof...
"Ya ampun, Kaichou-sama!"
"Waaaah, jangan lagi!"
Beberapa menit kemudian...
Thundy sedang pundung di pojok kamar si ketua Garuchan setelah membuat yang bersangkutan tersambar petir.
"Sudahlah, Thundy-sama. Tidak perlu dipikirkan..." hibur Greif di sebelah pemuda biru itu.
"Kalau tau-tau otaknya korslet gimana?!" tanya Thundy sewot.
"Emang bisa ya?" tanya Mathias sweatdrop setelah menaruh gadis itu di kasurnya.
Pemuda biru itu malah manyun. "Siapa tau aja gitu!"
Jangan tanya apa yang akan terjadi selanjutnya...
Bonus:
Thundy mendengus kesal sambil menggeliat di atas tempat tidurnya. Dia sibuk mencari posisi yang enak untuk tidur.
Seharusnya dia sudah tidur dari jam sembilan malam, tapi ternyata dia masih belum bisa tidur sampai jam dua belas malam.
Ah, mungkin karena dia tidak terbiasa tidur tanpa ada orang yang menempati sisi sebelah tempat tidurnya. Pemuda biru itu mulai menggerutu dengan kebiasaan yang membuatnya susah sendiri.
Terkutuklah Emy karena ini, terkutuk!
Biasanya Emy akan tidur di belakang Thundy sambil melingkarkan kedua tangannya di pinggang pemuda biru itu dan tertidur lelap dengan kepala di leher Thundy. Biasanya Thundy akan ikut terlelap setelah Emy.
Mendengar suara dengkuran halus gadis berambut coklat itu membuat rasa kantuknya datang, mungkin ibaratnya sebagai lagu nina bobo bagi Thundy.
Thundy langsung kesal sendiri dan melihat jam dinding yang tergantung di atas pintu kamar.
Sudah tiga jam lebih dia tidak bisa tidur, padahal besok pagi dia harus menjalankan misi penting dari ketua menyebalkan itu!
Seharusnya Thundy tidak membiarkan Emy pergi tadi sore.
Dia bilangnya mau jalan-jalan saja sih, tapi sepertinya 'jalan-jalan sebentar' langsung berubah menjadi 'minum-minum sampai mabok' hanya dalam waktu sepuluh detik setelah meninggalkan markas.
Thundy mendadak bangun dan duduk di pinggir tempat tidurnya.
Dia tidak bisa seperti ini terus! Dia harus bisa untuk tidur tanpa Emy!
Dia merasa malu sendiri dengan kebiasaannya yang tidak bisa tidur tanpa 'dikelonin' Emy, tapi dia tidak berani mengatakan hal itu kepada yang bersangkutan. Soalnya, nanti yang ada Emy malah tertawa mendengarnya dan Thundy bakalan berakhir menjadi 'duda' karena dia tidak akan segan-segan menikam mulut Emy dengan setruman karena menertawakan hal itu.
Tiba-tiba mata biru Thundy tertuju pada sebuah keranjang pakaian kotor yang terletak di samping pintu kamar mandi saat dia sedang berjalan sambil berpikir mencari sesuatu untuk membuatnya tidur.
Dia segera berjalan menghampiri keranjang itu dan mengobrak-ngabrik isinya seperti mencari benda penting di dalamnya.
Setelah cukup lama mencari, akhirnya dia mendapatkan apa yang dicarinya: Jaket milik Emy.
Thundy mengamati jaket berwarna coklat tua di tangannya dan mendekatkan benda itu ke hidungnya, baunya terasa seperti Emy karena memang dia yang punya!
Thundy tersenyum kecil dan kembali ke tempat tidurnya sambil membawa jaket coklat yang masih memiliki bau khas Emy: harum manis-manisan bercampur alkohol.
Thundy kembali mencari posisi yang enak untuk tidur ditemani jaket bekas Emy yang melekat di lehernya dan selimut tebal yang membungkus tubuhnya.
Dalam beberapa detik saja, Thundy sudah tertidur lelap. Dia tertidur nyenyak sekali, bahkan sampai mendengkur.
Sementara itu, Emy yang baru pulang jam dua malam (dan hebatnya, ternyata dia tidak terlalu mabok) hanya bisa tersenyum sendiri melihat Thundy yang tidur sambil menciumi jaket miliknya.
Dia harus segera memotret kejadian manis ini untuk diabadikan ke dalam album foto miliknya, walaupun dengan resiko akan dibantai Thundy besok pagi.
To Be Continue, bukan Tie Beta Coster (?)...
Random Fact Today:
1. Percayalah, Greif emang bisa ngomong kok! Dia jadi pendiam di awal-awal karena belum terlalu akrab dengan pemiliknya... ^^a
2. Firen bukan burung pipit biasa, jadi jangan heran kenapa dia berwarna merah dan bisa bicara.
Mau gimanapun lanjutinnya, udah keliatan jelas kalau lagi kurang ide... -w-a
Review! :D
