Balas Review! :D
I'mYaoiChan: Nggak sengaja nemu di kumpulan kaset milik abangku sih, jadi kepikiran aja... 'w'/
Salem: *bikin surat wasiat.*
Rendy: "Mau ngapain bikin surat wasiat (lagi)?"
Salem: "Mau gantung diri..."
Rendy: "Eh goblok, jangan!"
Satu hal yang perlu kuberitahu: KU TAK SUKA JENGKOL DAN PETE (APALAGI TAHU)! DX Oke, makasih Review-nya... -w-/
StrideRyuuki: Ya ya...
Edgar: "Kupikirkan dulu nanti..." =w=a
Ini udah lanjut... -w-/
RosyMiranto18: Tanyakan sang EG untuk urusan bawang itu... -w-/ Oh, dan coba ingat lagi Chapter kemunculan Monika!
Tumma: "Yah, kurang lebih..." ._.
Entahlah, mungkin untuk semua piring... .w.a Oh, Thanks for Review! :D
Happy Reading! :D
Chapter 111: Coup(rob)le(m)
"Akhirnya kebeli juga es krim mochi!" seru Girl-chan sambil memegang sebuah bungkusan berwarna ungu dengan tulisan 'Aice Mochi' disertai benda bulat berwarna putih di dalamnya.
"Lu beli itu gegara ketohok omongannya Chilla?" tanya Salem yang nimbrung dari belakang dengan memakai syal merah, kaos putih, jaket jingga, celana coklat, dan sepatu hitam.
"Iye, tuh anak polos-polos ngomongnya nusuk banget anjir!" sembur si ketua Garuchan sambil membuka bungkus es krim itu dan memakan isinya.
"Gimana?" tanya Salem penasaran.
Gadis itu mengunyah agak lama sebelum akhirnya ditelan. "Hmm, luarnya emang berasa mochi, terus dalemnya es krim vanila."
"Kurasa aku akan membeli beberapa es krim rasa buah untuk Kak Naya..." Salem berniat pergi, tapi dia dicegat Girl-chan. "Kenapa sih?"
Gadis itu melipat tangan dan menatapnya dengan curiga. "Gue pengen nanya, sejak kapan lu pake syal? Lagi ngumpetin sesuatu?"
GLEK!
Salem mulai gelagapan dengan pertanyaan itu. "Errr..."
Dia berpikir keras sampai akhirnya dapat ide. "Hey, di belakang ada Morgana lewat lho!"
"Hah?" Girl-chan segera menengok ke belakang.
Begitu perhatiannya teralihkan, Salem segera kabur saat itu juga.
"Mana, nggak a- Woy kampret, sini lu!" Girl-chan yang menyadari telah tertipu segera mengejar Salem.
Abaikan saja mereka berdua.
Di squad ini, ada dua makhluk yang paling sering dikomporin dengan dua topik yang berbeda, tapi memiliki lingkup yang sama.
Yang pertama seseorang berambut pirang dengan mata rubi. Topik yang paling sering membuatnya kesal adalah: Kapan dia akan punya anak dengan istrinya?
Yang kedua seseorang dengan rambut dan mata biru. Topik yang sangat menyebalkan baginya adalah: Kapan dia akan menikahi kekasihnya?
Intinya, keduanya ditanyakan soal masalah menjalin hubungan rumah tangga dengan pasangan.
"Gar, kapan lu mau punya anak?"
Edgar langsung menyemburkan kopi yang diminumnya, kemudian menatap si pirang jabrik di depan pintu ruang makan dengan tampang sebal. "Lu nanya itu mulu, bisa ganti pertanyaannya nggak?"
"Iye iye..." Mathias berpikir sejenak, kemudian mendapat pencerahan. "Gar, gue pengen nanya!"
"Hmm?"
"Kapan lu mau ngasih cucu ke bapak lu?"
BLETAK!
"SAMA AJA, GEBLEK!" bentak Edgar setelah melempar cangkir kopi ke kepala Mathias.
Untung yang dilempar cangkir plastik. Karena kalau cangkir keramik, dia bisa diomelin gegara mecahin barang.
Sebenarnya Edgar punya alasan tersendiri kenapa dia tak kunjung punya anak.
Alasan logis: Dia merasa masih terlalu muda untuk melakukannya.
Alasan tak logis: Dia sadistik dan berusaha keras menahannya.
Nah, lebih percaya yang mana?
Lain Edgar, lain pula Thundy.
"Thundy-sama, kau yakin tidak ingin menikahi Emy-sama?"
"Diamlah, Greif! Aku tidak ingin memikirkannya!"
Griffin biru itu memiringkan kepala dengan bingung. "Kenapa?"
"Aku tidak mau membahasnya!"
Greif semakin bingung dan memilih untuk mengabaikannya, kemudian beranjak pergi.
Di sisi lain...
"Emy, kok lu dari dulu nggak pernah hamil ya? Padahal lu udah sering 'nganu' sama Thundy lho!" tanya Elwa sambil melipat tangan.
"Ada dua alasan kenapa aku nggak bisa hamil, alasan logis dan alasan tak logis." jawab Emy.
"Alasan logis?"
"Manfaatin masa subur."
"Alasan tak logis?"
Emy langsung nyengir. "Rahimku baru mau mengandung anak kalau udah nikah sama Thun-kun..."
Elwa langsung sweatdrop mendengarnya, kemudian dia tak sengaja melihat Greif lewat di dekat mereka. "Hey Greif, kemarilah!"
Greif segera terbang ke arah mereka. "Ya?"
"Apa ada sesuatu yang mengganggumu?" tanya Elwa.
Griffin biru itu mengangguk. "Ya, ini soal Thundy-sama..."
"Thun-kun? Kenapa dia?" tanya Emy penasaran.
"Dia seperti menghindar setiap kali ada yang bertanya kapan dia akan menikahi Emy-sama, dan itu selalu membuatku kepikiran..." jelas Greif sambil mendarat di atas meja di sebelah mereka dan duduk.
Elwa berpikir sejenak. "Hmm, menghindar ya..."
Emy hanya tersenyum miris dan mengusap kepala Greif. "Yah, kau tidak tau saja kalau Thun-kun itu Tsundere. Tenang saja, nanti dia akan terus terang kok."
Greif menghela nafas panjang. "Yah, semoga..."
Sementara itu, sang pemuda biru sedang berada di bawah pohon sambil membaca buku. Di dekat tangannya terdapat sebuah kotak kecil.
Dia berhenti membaca dan menatap kotak di sebelahnya, kemudian mengambilnya dan memperhatikannya sambil menghela nafas panjang.
"Eigentlich will ich es jetzt nicht machen, weil ich nicht bereit bin, sie zu heiraten..."
Di tempat lain...
"Balik ke sini!"
Sang ketua Garuchan itu masih saja mengejar Salem sampai turun ke lantai dasar dan memutari halaman depan markas.
"Permisi, apa ini markas Garuchan?"
Girl-chan langsung berhenti dan menengok ke arah gerbang.
Di sana terdapat seorang pria berambut merah yang memakai kacamata dan baju ala bangsawan bersama seorang pria berambut abu-abu dengan wajah diperban dan memakai baju ala butler.
"I-iya, ada apa ya?"
Salem yang menyadari gadis itu sudah tidak mengejarnya segera kembali ke lantai atas untuk mencari kakaknya.
Kemudian...
"Lu pada liat Edgar nggak?" tanya Vience pada sekerumunan orang yang main poker di ruang tengah.
Mereka semua menggeleng. "Nggak tau..."
"Ada yang liat Kak Naya?" tanya Salem yang baru datang.
Mereka semua kembali menggeleng. "Nggak tau juga, Sal..."
"Apa kau mencurigai sesuatu?" bisik Hendry ke saudaranya.
Rendy berpikir sejenak. "Hmm... Gimana kalau kita cari mereka aja?"
Semua orang langsung setuju dan segera mencari mereka ke seluruh markas.
Tartagus sempat mendengar suara dari kamar mandi dan meminta mereka untuk berkumpul di sana.
Ketika pintu didobrak, ternyata...
"Ya ampun... Edgar, Naya..."
"Lha bujug, lu berdua ngapain di situ?"
"Kalian pengen nyusul mereka ya?"
"Kak Salem, kenapa mataku ditutup?"
"Kamu masih terlalu polos untuk melihatnya, Edward..."
"Lu abis ketohok omongan siapa sampe pengen nganu di situ?"
"Gar, kalau mau bikin anak mah boleh aja, tapi jangan di sini..."
"Walah, ternyata kalian diam-diam begitu ya..."
"Ehmm, Tuan Edgar... Kita ketauan ya?" tanya Naya agak bingung.
Kepala Edgar langsung berasap, kemudian dia menjauhi Naya dan segera mengeluarkan aura hitam plus sabit keramat keluarga Lammermoor di tangannya.
"MATI AJA LU SEMUA!" pekik Edgar kesal dan segera mengejar mereka semua yang sudah kabur duluan (kecuali Salem dan Edward yang masih tinggal untuk menemani Naya).
Sementara Naya terlihat kebingungan dan hanya memakai handuk untuk menutupi tubuhnya yang telanjang. "Apa yang terjadi?"
"Kak Naya tidak pakai gelang ya?" tanya Edward begitu menyadari ketiadaan gelang di tangan kakak iparnya.
Naya menggeleng. "Aku meninggalkannya bersama pakaianku karena takut rusak saat mandi..."
Silakan bayangkan sendiri apa yang terjadi barusan... -w-/
To Be Continue, bukan Tutu Boom Ceremony (?)...
Random Fact Today:
Greif hanya menggunakan honorific '-sama' pada tiga orang: Thundy, Emy, dan Girl-chan (tapi khusus untuknya 'Kaichou-sama').
Maaf kalau judul dan bagian akhirnya agak absurd, karena aku udah kelewat capek mikirinnya... -w-/
Review! :D
