Balas Review! :D

StrideRyuuki: Begitulah... -v-/ Ini udah lanjut...

RosyMiranto18: Yah... Aku sengaja nge-pun judul Chapter aja sih... 'v'a

Mathias: "Masalahnya ini korslet di siang hari bung..." -w-/

Tartagus: "Jangan ditanya itu monster apa, ngeri deh!"

Thanks for Review.

Happy Reading! :D


Chapter 129: Complicate Recovery


"Apa kau lihat Hendry?" tanya Ilia.

"Aku tidak tau dia kemana, tapi aku tidak bisa lama-lama mengobrol denganmu. Aku harus pergi ke rumah teman." Salem segera berjalan pergi.

Ilia pun kembali mencari.


Di pojok perpustakaan, Hendry semakin khawatir dengan keberadaan kembarannya.

"Hey Ashley!"

"Ya?"

"Apa ada cara untuk memperlihatkan diri di depan orang biasa?"

"Aku ragu soal itu, tapi mungkin saja bisa."

"Tapi aku merasa tidak yakin..."

"Sebaiknya kau mencari cara lain untuk menjelaskan yang sebenarnya tentang kalian pada Ilia." usul Ashley.

"Aku tau..." Hendry pergi keluar perpus.


Cyclops dan Akai menemukan sebuah ramuan di perpustakaan, tapi tidak sengaja menyiramnya ke arah Digger dan ramuan itu membuatnya menjadi anak kecil. (Note: Jangan dibayangin kayak gimana rupanya!)

Selagi menunggu efek ramuan itu hilang, kedua makhluk itu ditugaskan untuk menjaga Digger.

Sekarang Digger terlihat sedang menangis.

"Hey Cyclops!"

"Ya Akai?"

"Apa ini?"

"Aku rasa itu anak-anak."

Digger masih menangis.

"Ke-kenapa dia membuat suara seperti itu?"

"Aku tidak tau."

"Yah, suaranya sedikit mengganggu."

"Aku tau."

"Buat dia berhenti!"

"Aku tidak tau caranya!"

"Tanyakan saja dia!"

"Hey nak, apa yang kau inginkan?!"

Tapi Digger tidak menjawab dan terus saja menangis.

"Aku rasa dia sedang kacau."

"Aku tau."

"Aku punya ide!"

"Cepat lakukan!"

"Akan kulakukan."

Sebuah buku mengenai wajah Digger.

"Kenapa tidak berhasil?"

"Biasanya bekerja!"

"Sekarang bagaimana?"

"Aku tidak tau!"

"Nyanyikan sebuah lagu!"

"Aku tidak bisa bernyanyi!"

"Lakukan saja!"

"Apa yang harus kunyanyikan?!"

"Apa saja!"

Cyclops pun terpaksa bernyanyi. "Three six nine! Dad she fine! Nanananana one more time!"

"Get low! Get low! Get low! Get low! Get low!"

"To the windoooooww!" pekik Akai dan Cyclops bersamaan.

Abaikan saja mereka!


Di dapur markas, Grayson sedang menjadi guru masak untuk Rina, Elwa, dan Chilla.

"Nah, anak-anak! Sekarang siapkan spatula kalian!"

Elwa dan Chilla sudah mengeluarkan spatula mereka, tapi...

"Apa tadi aku bilang ikan tongkol?" tanya Grayson sweatdrop saat melihat Rina yang malah memegang seekor ikan dan anak itu pun segera menukar ikan tadi dengan spatula-nya. "Nah, sekarang nyalakan kompor kalian ya!"

Ketiga anak itu mulai menghidupkan kompor mereka, tapi...

"Kenapa punya kamu nggak nyala-nyala?" tanya Grayson bingung saat melihat kompor Elwa tidak menyala dari tadi. "Lakukan dengan benar!"

"Begini aja deh..." Elwa menutup mata.

Ketiga orang lainnya langsung bengong, kemudian...

"Amaterasu!"

Api hitam pun mulai muncul di atas kompor dan menyebar sampai membakar kompor di sebelahnya.

"Matikan apinya!" pekik Grayson panik plus ketakutan.

"Emaaaaak!" jerit Rina sambil lari bolak-balik.

Chilla langsung manjat tembok, sementara Elwa malah bersikap biasa saja.

Ini juga abaikan saja!


Di rumah Alpha...

"Hey Al, apa kau punya sesuatu untuk diminum?" tanya Salem.

"Ya, di dalam kulkas." jawab Alpha.

"Hey Sal, uhmm, beri aku segelas Malk." pinta Saphire.

Salem membuka kulkas. "Mereka tidak punya 'Malk', tapi aku bisa memberimu berapa 'Milk'."

"Itu yang baru saja dia katakan." ujar Alpha.

"Ya, aku hanya ingin beberapa Malk." timpal Saphire.

Salem menutup kulkas. "Tidak, kau salah menyebutnya. Kau bilang 'Malk', seperti itu adalah sebuah penyakit."

Alpha terkekeh. "Bagaimana kau mengatakannya?"

"Aku mengatakannya seperti cara semua orang seharusnya mengatakan 'Milk', eM aI eL Key." jelas Salem.

"Right, like two percent." balas Alpha.

"Like whole Malk." timpal Saphire.

"No no no no no, katakan 'Milkshake'." perintah Salem.

"Milkshake." ulang Saphire.

"Oke, jadi sekarang katakan 'Milk'."

"Malk."

Salem terdiam sesaat dan menatap Alpha. "A-apa kau mendengarnya tadi?"

"Ya, dia ingin segelas Mulk." balas Alpha.

Salem terkejut mendengarnya. "Mulk?!"

"Beri dia Mulk, Salem!" seru Alpha.

"Alpha, tolong pelankan suaramu." pinta Yato di depan pintu dapur.

"Maaf, Ayah." Alpha menghela nafas. "My spiky friends."

Yato pun pergi dari dapur.

"SALEM! TUANGKAN AKU, SEGELAS, MALK!" pekik Saphire.

"Kenapa kau berteriak padaku?" tanya Salem.

"Berikan saja dia Malk sialan itu!" seru Alpha lagi.

"Kalian bahkan tidak mengatakan hal yang sama!" balas Salem.

"KAMI SEMUA BILANG MALK, SALEM!" teriak Saphire.

"TIDAK! KAU BILANG MALK! KAU BILANG-"

"MALK!"

"MAAAAALK!"

"MAAAAAAAAAAAAAAAAAAALK!"

"MOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOO-"

Selagi trio heboh itu saling teriak dan menyalahkan satu sama lain, kita kembali ke markas.


"Belakangan ini ada kejadian misterius di kota..." gumam Daren yang sedang membaca koran lama. "Seminggu yang lalu ada tabrak lari yang menyebabkan satu-satunya korban terluka parah. Supir truk yang ditetapkan sebagai tersangka mengatakan dia sudah menekan klakson saat melihat korban di tengah jalan, tapi korban tidak mendengarnya dan sang supir yang terlambat menghentikan kendaraannya menabrak korban."

"Kurasa dia orang bodoh yang ingin mati tertabrak jika tidak mendengarkan klakson." komentar Alexia.

"Kemudian ada berita seorang pasien kabur dari rumah sakit, dan diduga dia adalah korban tabrak lari sebelumnya." Daren menutup korannya. "Aku merasa semua ini berhubungan dengan Rendy..."

"Hah?" Alexia mengangkat alis. "Memang ada apa dengannya?"

"Sudah lebih dari seminggu ini dia menghilang! Tuan Minotaur bilang Rendy pergi ke kota."

"Lalu bagaimana dengan kembarannya yang jadi roh pelindung? Hanya beberapa orang yang bisa melihatnya!"

Daren menggeleng. "Ashley bilang Hendry tidak bersamanya belakangan ini..."

Kemudian mereka berdua pun terdiam.

"Hey! Bicara soal Hendry, aku merasa namanya mirip nama seorang raja dayo!" celetuk Musket tiba-tiba. "Kau tau, Raja Hendry Kelima!"

"Itu Henry, tanpa huruf 'd'!" ralat Alexia. "Lagipula, kami sedang membicarakan masalah serius di sini!"

Musket menunduk malu. "Ma-maaf..."

"Sudahlah! Yang terpenting, kita harus memastikan kebenaran berita itu dulu! Aku akan menanyakan Kaichou untuk ini!" Daren berjalan pergi.

"Aku juga ada urusan, jadi aku pergi dulu." Alexia pergi meninggalkan Musket.


Di tempat para fujodan...

"Hey, menurut kalian pairing paling bagus di ML apa?" tanya Iris memulai pembicaraan.

"Kalau aku sih GoVal..." gumam Hikari.

'Buset! Masangin guru sama murid!' batin yang lain dengan tampang Yao Ming.

"Aku mah HarleyCyclops~" celetuk Emy watados.

'Lha bujug, si shota dipasangin sama si mata satu!'

Para anggota fujodan lainnya ikut menyebutkan pairing masing-masing, sampai...

"Meh, aku mah apa atuh, nge-pair Karina sama Selena..." keluh Alexia sambil menopang dagu.

Sriiiiing...

"Apa?" Alexia hanya memasang wajah cuek di saat para cewek menatap tajam ke arahnya.

Sebenarnya mereka berniat mengeroyok Alexia, tapi dicegat oleh...

"IIRIIIIIIIIIIS!"

Yang bersangkutan menengok dan mendapati...

Pacarnya yang membawa Gitar Spanyol.

"Lu mau ngapain hah? Pake bawa gitar segala..." tanya Alexia sweatdrop.

Tartagus nyengir lebar, kemudian mulai memainkan gitarnya.

Oh, wahai sang gadis pujaan~

Pertemuan kita bagaikan lelucon~

Penuh canda tawa dan juga konyol~

Tapi perlahan, ku mulai jatuh cinta padamu~

Dan hubungan kita mulai menjadi serius~

Ku nyanyikan lagu ini untukmu~

Agar kau mau menjadi pasangan hidupku~

Kemudian Iris disodorkan sebuah cincin.

"Co cwit ya! Aku juga udah dilamar Thun-kun lho!" celetuk Emy.

Para anggota fujodan lainnya terkejut. "Eeeh, masa sih?!"

"Nih buktinya!" Emy memperlihatkan cincin di jari manisnya.

"Lex, lu sendiri kapan lamar Garcia?" tanya Hikari.

"Dih, jangan bahas itu deh!" jawab Alexia sewot.

"Gimana, Ris?" tanya Tartagus menunggu jawaban.

Silakan tebak sendiri seperti apa reaksi Iris.


Hendry menghela nafas. "Baiklah, aku sudah memutuskan untuk menulis surat pada Ilia. Aku harus melakukannya, apapun resikonya."

Sebenarnya dia berniat ke kamar Rendy, tapi ketika melihat pintu kamar sang ketua yang terbuka saat sedang jalan-jalan di koridor, dia memilih untuk segera masuk ke dalam.


Di sana terdapat Girl-chan dan Daren yang sedang mengobrol beserta Nana yang sedang membuat origami di pojokan.

Gadis itu menghela nafas. "Kalau memang itu benar dia, kita harus segera mencarinya..."

Daren mengangguk. "Ya, aku takut dia sudah bunuh diri sebelum kita bisa menemukannya. Tingkat depresi Rendy sudah terlalu parah."

Hendry terkejut mendengarnya. Dia ingin segera pergi mencari saudaranya, tapi dia teringat tujuan awal.

'Aku harus mengambil pulpen dan kertas untuk menulis surat pada Ilia, baru pergi mencari Rendy.' batinnya sambil mengendap-endap ke arah meja.

Dia memang tidak bisa dilihat orang biasa, tapi masalahnya dia takut kalau Nana akan memergokinya (walaupun sebenarnya dia ragu apa Nana bisa melihatnya).

Hendry berhasil mengambil pulpen dari meja sang ketua squad tanpa membuat suara sedikitpun. Tapi ketika akan keluar, dia tidak sengaja menginjak ekor Belga yang tertidur di tengah jalan sampai anak kucing itu menjerit kesakitan dan membuat ketiga orang di sana terkejut. Alhasil, Hendry segera bersembunyi di balik pintu.

"A-ada apa, Belga?" Daren menghampirinya.

"Meow..." Belga hanya mengibaskan ekornya.

Daren mengangkat anak kucing itu dan menenangkannya. "Tidak mungkin ada yang menginjak ekormu!"

Girl-chan yang sedang meraba meja mulai menyadari sesuatu. "P-pulpenku kemana?!"

Kemudian dia melihat ke arah pintu dan terbelalak kaget. "P-pulpennya terbang!"

Pulpen itu pun langsung menghilang entah kemana.

"Aku rasa itu bukan sekedar pulpen yang melayang..." gumam Nana yang mendapat tatapan bingung dari kedua orang lainnya.

"Memangnya apa yang kau lihat, Nana?" tanya Daren.

"Ada seseorang, rambutnya perak sebahu, matanya tertutup kelopak mata, memakai mahkota kecil di kepalanya, baju putih dengan pita abu-abu, celana hitam, tanpa alas kaki, dan juga ada tali di pergelangan kaki kanannya." jelas Nana polos.

Girl-chan dan Daren semakin kebingungan, kemudian mereka saling berpandangan.

'Setauku yang punya rambut perak sebahu itu cuma Rendy, atau jangan-jangan yang dilihat Nana itu...'


Sementara itu, Hendry sedang mencari kembarannya.

'Aku yakin dia pasti berada di suatu tempat...' Hendry berpikir sejenak, kemudian dia teringat sesuatu. 'Ah ya, aku tau tempat biasanya!'

Kemudian dia bergegas menuju hutan.


Ilia mulai gelisah karena tidak menemukan apa yang dia cari.

"Mencari Hendry?" tanya Ashley yang menghampirinya.

Ilia mengangguk.

Ashley mengeluarkan secarik kertas." Ini surat untukmu, Hendry yang menulisnya. Bacalah."

Ilia mengambil kertas itu dan membaca isinya.


Kebenaran memang menyakitkan, tapi setidaknya itu lebih baik daripada terus terjebak dalam kebohongan.

Ketika kau membaca ini, tolong pahamilah baik-baik.

Saat kita bertemu, kau menganggapku orang yang istimewa dan aku tidak keberatan dengan itu.

Tapi ketika kau mengatakan tidak menyukai saudara kembar, aku membuat sebuah kebohongan terbesar dalam hidupku.

Sebenarnya aku memiliki saudara kembar, dia mengalami kebutaan sejak kecil. Aku selalu menemaninya dan menjadi matanya di saat-saat tertentu. Aku selalu menceritakanmu padanya, tapi aku tidak berani menceritakan dia padamu, bahkan saat kau pindah. Dan dua bulan setelah kau pindah, aku mengorbankan nyawaku untuk menyelamatkan saudaraku di saat dia hampir tertabrak truk. Tapi sebelum itu, aku sempat membuat pesan untuk orangtuaku agar mereka menggunakan mataku padanya.

Setelah kau memahami semuanya, aku ingin meminta satu hal padamu.

Kau boleh membenciku karena telah berbohong padamu, tapi tolong jangan membenci saudaraku, Rendy. Dia sudah cukup menderita karena kepergianku, aku tidak ingin kau membuatnya semakin terpuruk karena hasil dari kebohonganku. Hatinya terlalu rapuh untuk menerima kenyataan pahit yang dia alami selama ini.

Rendy satu-satunya keluarga yang kusayangi melebihi siapapun di dunia ini, dia adalah saudaraku yang paling berharga. Kami selalu bersama sejak kecil, dan kepergianku telah membuatnya sangat terpukul sampai dia menyalahkan dirinya sendiri atas kejadian itu. Bahkan ketika aku dihidupkan kembali sebagai roh pelindung untuknya, itu masih belum cukup untuk mengembalikan kebahagiaannya seperti dulu.

Sekarang aku harus pergi mencari Rendy. Sudah lebih dari seminggu ini dia menghilang, aku tidak mau dia sampai bunuh diri dan membuat pengorbananku menjadi sia-sia.

Kumohon padamu, jika kau tidak bisa menerima kenyataan ini, biarlah semuanya terlupakan begitu saja.

Aku mencintaimu, walaupun semuanya sudah terlambat.


Matanya terbelalak lebar dan tubuhnya bergetar hebat setelah membaca surat itu.

"Ti-tidak mungkin..."

Ashley menghela nafas. "Yah, kenyataan memang pahit, tapi itulah yang terjadi. Cepat atau lambat, mereka juga akan menyadari kalau Rendy menghilang dan ikut mencarinya, lalu masalah ini akan semakin rumit."

Kemudian Ashley melayang pergi meninggalkan Ilia yang mulai diselimuti rasa bersalah.


Hujan mulai turun di sebuah hutan. Seorang pemuda berambut perak sebahu yang memakai baju pasien sedang duduk di bawah sebuah pohon. Manik birunya menatap langit yang dipenuhi awan hitam, kemudian pikirannya mulai memutar kenangan masa lalu.


Ada sepasang anak berambut perak sedang memperhatikan hujan yang turun dari jendela rumah mereka.

"Wah, hujan!" celetuk salah satu dari mereka.

"Hendry, apa itu hujan?" tanya kembarannya.

"Hujan itu adalah keadaan dimana kau bisa melihat awan hitam berkumpul di langit dan menurunkan banyak air, biasanya orang-orang yang ingin keluar rumah pada waktu hujan akan memakai baju dari plastik untuk melindungi diri agar tidak kebasahan oleh air hujan." jelas Hendry. "Ah, cobalah arahkan tanganmu keluar, Rendy! Dengan begitu kau bisa merasakan air hujan."

Rendy mengulurkan tangannya keluar jendela dan membiarkan air hujan mengenai tangannya. "Rasanya basah dan dingin. Apa nanti aku bisa melihat hujan?"

"Suatu hari kau pasti akan melihatnya!"


Tangannya terulur untuk merasakan air hujan yang turun.

"Apa hujan ini mengingatkanmu pada sesuatu?"

Rendy segera menengok dan mendapati kembarannya sudah menghampirinya.

"He-Hendry? Ba-bagaimana kau bisa tau aku di sini?"

Hendry langsung duduk di sebelahnya. "Dulu aku sering pergi ke hutan dekat rumah kita dulu ketika ingin sendirian, jadi kupikir kau juga akan ke sini."

Rendy hanya diam dan memeluk lutut.

Hendry mengusap kepala kembarannya dengan lembut. "Rendy... Semua ini memang berat bagimu, tapi kau tidak perlu sampai seperti ini... Ada hal yang lebih penting daripada menangisi kepergian orang yang kau sayangi, yaitu berjuang sekuat tenaga untuk hidup demi semua orang... Jangan sampai pengorbanan mereka menjadi sia-sia karena duka yang kau alami..."

Rendy mulai menatap kembarannya. "Yah, mungkin perkataanmu itu ada benarnya juga..."

"Bagaimana kalau kau kembali ke rumah sakit? Aku akan menemanimu sampai sembuh."

"Terima kasih..."


"Oh ya ampun... Hari ini sangat melelahkan, dan pasien itu masih belum ditemu-"

Sang dokter terdiam seketika setelah mendapati sang pasien yang selama ini dicari telah kembali ke kamar rawatnya, dan sekarang dia sedang bermain kartu bersama kembarannya.

"Ada kartu 7 hati?"

"Aku hanya punya kartu 2 hati. Kau punya kartu 5 wajik, Rendy?"

"Tidak ada kartu wajik padaku, Hendry. Beri aku kartu 3 sekop."

"Baiklah."

Sang dokter pun hanya bisa garuk-garuk kepala melihatnya.


Keesokan harinya...

Girl-chan sedang menerima telepon dari seseorang.

"Ah iya, terima kasih." Dia menutup telepon, kemudian menghampiri kerumunan di ruang tengah.

"Ada berita baru?" tanya Salem.

Gadis itu tersenyum tipis dan mengangguk. "Dia sudah kembali ke rumah sakit, dan katanya dia akan pulang beberapa hari lagi."

Semua orang di sana langsung bersorak gembira.

"Hey, sebagai perayaan kembalinya Rendy, gimana kalau kita adakan stand up comedy lagi?" usul Saphire.

"Asal jangan Garcia yang jadi pelawaknya lagi! Yang ketawa sama leluconnya cuma Tumma doang, itupun lebih dari tiga jam!" gerutu Alexia mengingat kejadian sebelumnya.

Dan mereka semua pun tertawa bersama.


And a few day later...

"Nah, sekarang kita pulang~"

"Hey Hendry."

"Ya?"

"Setelah kupikir-pikir, menyia-nyiakan pengorbanan orang lain adalah hal yang bodoh. Kau sudah terlalu banyak berkorban untukku, lebih dari apapun."

Hendry merangkul kembarannya. "Hey ayolah! Kita ini saudara, sudah seharusnya aku melakukan itu untukmu!"

Rendy hanya tersenyum tipis, kemudian dia membuka pintu markas dan mereka berdua masuk ke dalam.


"Lho, Ilia?" Keduanya berpapasan dengan gadis yang bersangkutan di lantai dua.

"Hay..." Ilia (yang sepertinya sedang murung) tersenyum miris.

Rendy sedikit bingung dengan ekspresi gadis itu dan Hendry membisikkan apa yang terjadi saat dia pergi, kemudian mereka berdua mulai merasa bersalah pada Ilia.

"Ehmm... Ilia, aku-"

Ilia menggeleng. "Tidak perlu minta maaf padaku, aku sudah tau. Kalian saling menyayangi, jadi tidak heran kenapa dia mengorbankan segalanya untukmu. Aku membenci kebohongan Hendry, tapi penderitaanmu setelah dia pergi membuatku tidak tega. Perpisahan saudara kembar merupakan salah satu hal paling menyedihkan di dunia ini. Aku memang tidak bisa melihatnya, tapi aku tau dia akan selalu bersamamu."

Suasana mulai hening sesaat, kemudian dipecahkan oleh...

Syuuuuuuuung!

Sebuah tombak yang muncul entah dari mana terbang melewati mereka.

"A-apa itu?" tanya Ilia kaget.

Kemudian mereka melihat kerumunan cewek yang mengejar seorang cowok pirang.

"Mereka kenapa ya?" tanya Rendy bingung.

"Otou-chan dikejar-kejar teman seforumnya gara-gara dia bilang nge-ship Karina dan Selena..." jelas Lucy yang muncul entah dari mana di dekat mereka.

Mereka langsung sweatdrop mendengar itu.


To Be Continue, bukan Timberlake Bieber Coldplay (?)...


Ah sudahlah, yang penting lanjut... -w-/

Bagian Akai dan Cyclops dari video 'Why Prussia and Denmark Make Terrible Babysitters', sementara bagian di rumah Alpha dari video 'Malk' versi Awesome Trio dari Hetalia, dan dua-duanya sama-sama berasal dari YT... -v-a

Sebenarnya aku tau kalau menyelipkan unsur lucu di Chapter serius terkesan nonsense, tapi mau bagaimana lagi... 'w'a

Review! :D