Balas Review! :D
JustReha: Yah, singkatan yang absurd... -w-
Tartagus: *pundung.*
Vience: "Dia masih takut..." *sweatdrop.*
Zen: *angkat tangan.* "Hey, aku hanya bercanda!"
Arie: "Bercandamu itu nggak lucu!"
Makasih Review-nya.
StrideRyuuki: Ya ya, ini udah lanjut... -w-/
RosyMiranto18: Udah ada yang jelasin tuh!
Salem: "Musket mah enak punya adek bisa netralisir kutukan! Lha, gue sendiri udah sial entah sejak kapan!" *pundung.*
Sebenarnya, memang dia yang dimaksud... 'w'a
Luthias: "Sebenarnya aku ini kidal, tapi aku juga bisa pakai tangan kanan, jadi kurasa itu hitungannya ambidextrous." *keluarin buku catatan.* "Jadi begini, Animorphs itu buku bergenre Sci-fi, jadi jangan heran kenapa ada alien-nya. Oh, jenis alien-nya ada banyak kok. Andalite, Hork Bajir, Taxxon, Yeerk, dan masih banyak lagi."
Itu sebenarnya ulang tahunku 9 Mei kemarin... .w.a
Teiron: *tangkap galonnya.* "Kayaknya enak nih..."
Thanks for Review.
Happy Reading! :D
Chapter 140: Roku no Boku
"Reha belakangan ini jarang keliatan, katanya dia mau kuliah ya?" tanya Hibatur yang jalan-jalan dengan si ketua Garuchan.
"Ya, dan aku yakin dia akan sangat sibuk ke depannya." jawab Girl-chan.
"Hey, kau mau pulang kan?"
"Kenapa emangnya?"
"Aku mampir ya, pengen liat Soramaru~"
"Serah lu deh!"
Di markas...
"Eeeeeeh? Kenapa strawberry?" keluh Teiron ketika disajikan semangkuk strawberry oleh Thundy.
"Ingat apa kata bibimu? Kau harus mengurangi gula. Lagipula, semua cokelat sudah dipakai Rina kemarin."
Teiron malah manyun.
Thundy hanya menghela nafas. "Apa kau ingat kejadian waktu itu? Di saat kita misi bertiga untuk mencari si 'raksasa batu' (only ML player who know him), kemudian Tumma kebanyakan masak sup brokoli dan kita terpaksa harus memakannya tiga hari berturut-turut."
"Jangan ingatkan aku soal itu! Obsesi brokolinya membuatku mual!" seru Teiron jijik.
Tapi bukan berarti dia benci sayuran, dia hanya nggak suka saja.
Thundy melipat tangan. "Tei, terkadang aku bingung padamu. Sesekali kau itu pemalu dan penakut, ceria dan kekanakan, pemarah dan keras kepala, sangat rakus, ceroboh, sering bertingkah bodoh, tapi juga bisa sangat pintar. Sebenarnya ada berapa banyak kepribadian dalam dirimu?"
Teiron memutar mata. "Ehmm... Sepuluh?"
Thundy mengangkat alis. "Sepuluh? Seperti judul lagu saja!"
Entah kenapa ada musik yang mengiringi ruangan itu.
saishou no watashi wa otonashii musume
koi ni yaburete kanjou wo tozasu no
atarashii jinkaku tsukuri age
watashitachi no kanjou wa ire kawaru
aaa aaa aaa
aa aa aa aa aa aa
san, ukeiretakunai kioku wo
yon, betsu no jinkaku to minashi
go, taningoto no youni furumai
roku, sou yatte jibun wo mamotta
nana, kioku no kyouyuu wa sarenai
hachi, tadai no sonzai mo shiranai
kyuu, toki ga nagare nagare ima wa
juunin no jinkaku ga koko ni ita
Thundy langsung melirik tajam Edgar yang memutar lagu 'Ten Face' dari Gumi via handphone di belakangnya.
Edgar mematikan lagunya dan menatap datar Thundy. "Apa?"
"Lupakan saja." Kemudian Thundy kembali melirik Teiron. "Kita bicarakan ini nanti, tapi kau harus habiskan makananmu. Kita harus segera ke rumah Emy karena dia ingin menunjukkan sesuatu."
Setelah itu...
"Hey semuanya! Coba lihat apa yang kutemukan!" Emy menunjukkan sebuah benda berkilau berbentuk bintang segienam pada keempat temannya di perpustakaan rumahnya.
Elwa mengambil benda itu dan mengamatinya. "Ini sebuah kristal, tapi aku ingin tau untuk apa."
Tiba-tiba Greif mengambil kristal itu dan membawanya pergi.
"Jangan main-main dengan benda itu!" seru Elwa yang mengejarnya.
"Apa ada sesuatu yang kau ketahui dari kristal itu?" tanya Tumma.
Emy menggeleng. "Karena itu aku memanggil kalian."
Tapi ketika Elwa berhasil mengambilnya kembali dari Greif, kristal itu mulai bersinar.
"Ehmm, sepertinya kristalnya bersinar." Elwa langsung mengoper kristal itu ke Tumma.
"Jangan aku!" Tumma mengoper ke Thundy.
"Kau saja yang pegang!" Pemuda biru itu mengoper ke Emy.
"Ini untukmu!" Emy mengoper ke Teiron, kemudian mereka segera menjauhinya.
Cahaya dari kristal itu mulai menyelimuti orang yang memegangnya, kemudian menyerapnya masuk ke dalam kristal. Ketika kristal itu jatuh terpecah menjadi enam dan bersinar lagi...
Dia terbagi menjadi enam orang yang masing-masing memiliki warna kalung berbeda.
"Ehmm... Kalian baik-baik saja?" tanya Elwa.
Teiron yang berkalung kuning tersenyum riang. "Ya, tentu! Oh, apa kita bisa makan sekarang?"
"Kau harus tau kalau makan sebelum jam makan siang akan mempengaruhi sistem pencernaan." sahut Teiron yang berkalung jingga.
"Hey, suka-suka dong! Kau tidak punya hak untuk mengatur!" omel Teiron yang berkalung Aquamarine.
"Ya, aku sangat lapar sekarang! Aku ingin makan dua ratus potong kue!" timpal Teiron yang berkalung Cream.
"Terlalu banyak orang..." gumam Teiron yang berkalung coklat sambil bersembunyi di bawah meja.
Teiron yang berkalung hijau berniat mengambil sebuah buku, tapi malah membuat buku-buku lainnya jatuh menimpanya. Dia memunculkan kepala dari tumpukan buku itu dengan wajah tanpa dosa seolah tidak terjadi apa-apa. "Aku baik-baik saja!"
Keempat orang yang melihat itu hanya terdiam untuk mencerna apa yang baru saja terjadi.
"Sepertinya kristal itu membaginya menjadi enam kepribadian." ujar Thundy menyimpulkan sambil mengusap dagu. "Kalung coklat menggambarkan sifat pemalunya."
"Hijau untuk kecerobohannya." (Tumma)
"Kuning untuk sifat kekanakannya." (Emy)
"Jingga, kepintarannya." (Elwa)
"Aquamarine, sifat keras kepalanya." (Tumma)
"Dan Cream adalah kerakusannya." (Thundy)
Elwa menaikkan kacamatanya. "Yah, setidaknya sekarang kita tau apa yang dia pikirkan."
"Kurasa tidak buruk jika kita punya enam Teiron di markas." cetus Emy.
'Tapi entah kenapa aku akan tambah stress dengan itu...' batin Thundy was-was.
Sepulangnya ke markas...
"Yang benar saja?" Girl-chan menelan ludah. "Apa kalian tidak punya cara untuk mengembalikannya?"
"Kami masih memikirkannya..." jawab Emy sambil menggaruk kepala.
"Aku bukannya tidak mau, tapi sepertinya mengurus enam Teiron akan lebih merepotkan." Gadis itu menghela nafas dan memijat keningnya. "Aku sudah kelewat stress mengurus keponakanku di rumah, aku tidak mau semakin stress jika harus jadi babysitter untuk enam Teiron."
Tumma menepuk pundak sang ketua squad dengan senyum lembut. "Tidak apa-apa, biar kami yang akan mengurusnya."
Kemudian keempat orang tadi (beserta Zen dan Arie yang nimbrung entah sejak kapan) mengajak keenam Teiron itu ke perpustakaan, tapi mereka malah membuat kekacauan.
Si Hijau yang menjatuhkan buku-buku dari rak, Si Coklat yang bersembunyi di berbagai tempat (bahkan sampai menyusup ke dalam baju Mathias dan di bawah jubah Estes), Si Kuning yang bermain-main dengan benda-benda di sekitarnya, Si Cream yang makan buku (waduh!), serta Si Jingga dan Si Aquamarine yang berdebat tanpa alasan.
"Sekarang yang harus kita lakukan adalah..." Thundy menarik nafas panjang. "Menyatukankembalimerekaberenamagarakutidaksemakinstresskarenasatusajasudahmerepotkanapalagienam!"
"Woah woah woah, ngomong tuh pake spasi mas!" nasihat Zen risih.
"Biarkan saja, Thundy kalau udah stress sering kayak gitu kok." timpal Tumma seadanya.
"Hey, kau!" Si Jingga menunjuk Tumma. "Mantan makhluk hijau sepertimu tidak punya selera humor! Recehan itu dipungut, bukan ditertawakan!" (Jangan tanya kenapa dia mengartikan 'recehan' secara harfiah alias tentang apa yang berhubungan dengan koin.)
Tumma yang mendengar itu langsung emosi dan mengeluarkan aura mengerikan, sampai-sampai Zen dan Arie yang berada di belakangnya langsung berpelukan saking takutnya.
'Seram... Sepertinya dia tidak suka jika selera humor-nya dihina...' batin Duo Iblis itu menyimpulkan.
"Jangan sok pintar kau ya!"
Kemudian mereka berdua mulai berdebat sampai akhirnya berantem dengan hebohnya.
Para makhluk ML dari squad sebelah yang kebetulan mampir ke markas hanya terdiam melihat kejadian di depan mereka.
"Entah kenapa kasus 'enam Teiron' itu lebih parah daripada kasus 'lima Layla'..." Alucard mulai mengingat kejadian serupa yang pernah terjadi sebelumnya.
-Flashback-
Sebuah insiden di markas Reha telah membuat sebuah kekacauan, karena...
"Oh tidak! Kita baru saja membagi Layla menjadi lima versi dirinya!" seru Fanny panik.
"Kau baik-baik saja, Layla?" tanya Zilong gugup.
Layla yang berambut hitam (skin Classic) menghampiri Zilong. "Sudah kubilang jangan main-main dengan benda itu!"
PLAK!
"Aw!" Zilong memegangi pipinya yang baru saja ditampar.
"Aku tidak suka berada di sini..." gumam Layla yang berambut coklat dengan baju pengantin (skin Cannon and Roses) sambil bersembunyi di belakang Layla yang berambut merah dengan baju polisi (skin S.A.B.E.R Breacher).
"Apa yang tidak disukai?" tanya Layla yang memakai baju ala 'bunny girl' (skin Bunny Babe) sambil memeluk mesra Clint.
Layla yang berambut hijau dengan baju ungu (skin Green Flash) bersendawa dan jatuh di dekat kaki Miya.
-Flashback End-
"Jangan tanya bagaimana cara kami mengembalikannya seperti semula, itu terlalu rumit untuk dijelaskan..." ujar Clint datar.
DUAK!
Mereka semua segera menengok dan mendapati Si Jingga yang baru saja membanting Tumma.
"Aaah, aku ingin sekali keluar untuk mencari sesuatu yang bisa mengasah otak! Adios!" Si Jingga langsung menghilang.
Dan tanpa diduga, kelima Teiron lainnya juga ikut menghilang.
"Mereka kabur!"
"Berpencar!"
"Cari mereka sampai ketemu!"
Dan pencarian enam Teiron pun dimulai.
"Kita ditinggal?" tanya Valir.
"Kurasa." balas Zilong seadanya.
At Brown Side...
"Tei, keluarlah!"
Tumma dan Emy berusaha membujuk Si Coklat agar keluar dari belakang rak buku.
Dia terus meringkuk di sana. "Aku tidak mau keluar."
'Bagaimana membujuknya ya?' Mereka berdua berpikir sejenak.
Tumma pun mendapat ide dan segera pergi, kemudian kembali lagi sambil menarik Bibi Rilen. "Nah, tolong bujuk dia!"
Bibi Rilen pun menghampirinya. "Keluarlah Teiron, tidak ada yang perlu ditakutkan."
Anak itu perlahan mulai mendekati bibinya, kemudian memeluknya dengan erat.
Bibi Rilen tersenyum lembut dan mengusap kepalanya. "Nah, sekarang kamu sama Tumma ya. Bibi akan membuatkan kue kesukaanmu."
Dia mengangguk dan membiarkan bibinya pergi, kemudian Tumma mendatangi Si Coklat dan menepuk punggungnya.
"Sekarang kami ingin bertanya padamu, apa kau tau cara menyatukan kalian kembali?" tanya Emy yang menghampiri mereka.
Si Coklat mengangguk, kemudian menunjuk kalungnya.
"Ah, begitu ya." Tumma mengambil kalungnya dengan lembut, kemudian kalung itu menyerap Si Coklat ke dalamnya. "Nah, satu sudah teratasi."
"Tinggal lima lagi. Sebaiknya kau beritahu yang lain." usul Emy.
Tumma mengangguk. "Tapi sementara itu, kita juga harus mencari lagi."
At Green Side...
Elwa yang sedang terbang memutari markas melihat Si Hijau terjelembab di antara tumpukan pot bunga di kebun, kemudian gadis itu segera menghampirinya. "Tei, kau baik-baik saja?"
"Aku tidak apa-apa!" Si Hijau segera bangun untuk berdiri dan membersihkan diri.
"Hey, apa yang terjadi?" tanya Tartagus yang mendatangi mereka.
"Tidak ada, hanya mencoba mengurus si ceroboh ini." Elwa menyikut Si Hijau.
"Memangnya kena- Oh ya ampun!" Tartagus terkejut ketika melihat kumpulan pot bunga yang berserakkan. "Jangan bilang dia yang melakukan semua ini?!"
Dan tak taunya, Si Hijau berjalan tanpa melihat depan dan langsung menabrak pohon sampai jatuh ke tanah, tapi dia malah terlihat biasa saja ketika berhasil bangkit. "Aku tidak apa-apa!"
'Dia mirip makhluk di fandom sebelah...' batin Elwa dan Tartagus sweatdrop.
Di suatu tempat, seekor anjing Dalmatian langsung bersin.
Elwa yang mendengar dering handphone-nya segera memeriksanya.
Tumma: Aku sudah tau cara menyatukan Teiron kembali!
Elwa: Oh ya? Gimana?
Tumma: Kau lihat kalung di lehernya? Jika kita bisa mengambil kalung itu dan menyerap masing-masing dari mereka ke dalamnya, kemudian menyatukan keenam kalung tadi, kita bisa menyatukan Teiron.
Elwa: Dimengerti! Kau sudah beritahu yang lain?
Tumma: Sudah!
Elwa: Oke, sampai nanti! Aku harus mengurus si ceroboh dulu.
"Arta, kau bisa men-summon sulur kan?" tanya Elwa memastikan.
Tartagus mengangguk. "Ya, kenapa?"
"Bantu aku mengikatnya!" perintah Elwa to the point.
Tartagus berpikir sejenak. "Ehmm... Oke..."
Setelah beberapa sulur kemudian...
"Nah, sudah." Tartagus menepuk tangannya setelah berhasil mengikat Si Hijau di pohon dengan sulurnya. "Sekarang apa?"
"Berbalik dan jangan mengintip sampai aku bilang selesai!" Elwa membalikkan Tartagus ke belakang, kemudian dia menghampiri Si Hijau. "Tei, sekarang tutup matamu!"
"Baiklah." Dia menutup matanya.
Elwa mengambil kalung di lehernya dan menyerap Si Hijau ke dalamnya, kemudian mengantongi kalung itu di saku bajunya.
"Sudah?" tanya Tartagus.
"Belum, tetap saja di situ!" balas Elwa yang segera terbang pergi.
Karena tidak sabaran, Tartagus pun berbalik, tapi dia langsung cengo setelah mendapati kedua anak tadi menghilang seketika. "Lho, kemana mereka?"
At Yellow Side...
Sekarang Si Kuning sedang melompat-lompat dari satu tiang ke tiang lainnya.
"Dia mirip Sun si monyet ya!" celetuk Akai.
"Monyet? Dari mana miripnya?" tanya Mathias skeptis.
"Dia kan suka melompat-lompat!" jawab Akai watados.
Mathias menghela nafas frustasi. "Sekarang kita harus mencari cara untuk menangkapnya!"
"Hey, Panda!"
Akai yang merasa terpanggil menengok dan mendapati Si Kuning yang berada tak jauh dari mereka.
"Coba tangkap aku, Panda Gendut!" Si Kuning langsung berlari dan Akai segera mengejarnya.
Si Kuning mengeluarkan kulit pisang dan menjatuhkannya, kemudian melompat ke tiang lampu. Akai yang berniat menangkapnya malah menginjak kulit pisang tadi dan langsung jatuh terguling.
Di saat yang bersamaan, beberapa cowok dari squad sebelah berjalan dari arah berlawanan.
"Weh goblok, awas ada Panda Guling di depan kalian!" teriak Mathias memperingati mereka.
Mereka yang baru menyadarinya terlambat untuk kabur karena sudah ditabrak Akai layaknya pin bowling.
"Sepertinya ini akan semakin sulit..." gumam Mathias sweatdrop.
"Don't run!"
Sebuah bola sihir mengenai Akai yang terus berguling dan berubah menjadi kurungan rasi bintang yang menghentikan pergerakannya.
"Oh iya, aku baru ingat kalau Cyclops ahlinya menangkap benda bergerak." Mathias melirik Cyclops yang baru datang. "Tapi, sekarang bagaimana? Kita kehilangan jejak Teiron."
"Apa kau punya petunjuk dia pergi kemana?" tanya Cyclops.
Mathias berpikir sejenak. "Ehmm... Aku tidak yakin sih, tapi kurasa..."
Sementara itu, Si Kuning baru tiba di Mansion Keluarga Avelon dan duduk di dahan pohon ketika melihat Adelia yang baru keluar.
"Adel!" Dia segera melompat turun dan menghampirinya.
Adelia tersenyum ramah. "Oh, Teiron. Tumben mampir."
"Yah, aku sudah lama tidak melihatmu." Si Kuning menggaruk kepala.
Adelia tertawa kecil. "Maaf ya, soalnya bayi kecil di perutku tidak betah di markas."
Si Kuning mendekatkan telinganya pada perut gadis itu. "Apa dia sedang tidur?"
"Mungkin." balas Adelia seadanya.
Tiba-tiba ada yang menarik kerah baju Si Kuning dan mengangkatnya, kemudian melemparnya menjauh dari Adelia.
"Apa-apaan kau datang-datang langsung mendekati bayiku?!" sembur Ikyo sebal.
Adelia berusaha menenangkan suaminya. "Sudahlah Kyo, dia kan hanya penasaran."
Mata Si Kuning mulai berkaca-kaca, sepertinya dia ingin menangis.
"Kyo, maafkan saja dia. Kau membuatnya sedih." nasihat Adelia yang mulai was-was.
Tangisan pembuat gempa akan terjadi dalam...
Tiga.
Dua.
Satu.
"HUWEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEE!"
"Akai?"
"Ya, Cyclops?"
"Dengar suara tangisan nggak?"
"Tangisan?"
Mathias mulai pasang telinga. "Sepertinya aku kenal suara ini..."
"Sebaiknya kau masuk ke dalam!"
"Tapi-"
"Masuk!"
Adelia memilih untuk menurut dan masuk ke dalam. Kemudian datanglah ketiga makhluk tadi. Akai dan Cyclops berusaha menenangkan Si Kuning, sementara Mathias mendekati Ikyo.
"Kyo, tadi lu abis apain dia?" tanya Mathias.
Ikyo menghela nafas frustasi. "Dia tuh datang-datang main deketin bayi gue, gimana nggak kesel?!"
"Ya biarin aja keles! Dia cuma salah satu dari enam kepribadian Teiron!" sembur Mathias.
Ikyo langsung kebingungan. "Hah? Maksud lu?"
"Teiron kebagi jadi enam, kami lagi nyari mereka buat disatuin lagi." jelas Mathias sambil melipat tangan. "Nah, yang ini tuh sifat kekanakannya."
Kemudian Adelia keluar lagi sambil membawa sepiring kue. "Aku rasa ini bisa menenangkannya."
Dia mendekati Si Kuning dan menyodorkan kue di depannya. "Teiron, ini untukmu."
Si Kuning yang melihat kue itu berhenti menangis dan langsung kembali ceria. "Kue!"
Kemudian dia segera mengambil kue tadi dan melahapnya.
"Ah, di situ kalian!" seru Thundy yang mendatangi mereka dari langit dengan menaiki Greif.
Setelah Greif mendarat di tanah, Thundy turun dari punggungnya dan si griffin biru pun berubah jadi kecil. Mereka pun menghampiri kerumunan itu. "Sebaiknya kita tunggu dia selesai makan baru ambil kalungnya."
Satu manusia, satu rubah, satu personifikasi, satu panda, dan satu monster bermata satu *detail amat!* yang mendengarnya terheran-heran. "Kalung?"
"Jika kita mendapatkan kalung mereka, kita bisa menyatukan kembali Teiron." jelas Thundy singkat.
Setelah sepotong kue kemudian...
"Baiklah, silakan diambil!"
Thundy mengambil kalung Si Kuning dan hal yang dialami pada kedua Teiron sebelumnya pun terjadi. "Nah, sekarang tinggal tunggu yang lainnya."
"Thundy-sama, aku akan pergi mencari Emy-sama. Mungkin saja dia menemukan Teiron yang lainnya." ujar Greif yang segera terbang meninggalkan mereka.
At Orange Side...
Si Jingga yang sedang jalan-jalan melihat sebuah brosur yang tertempel di depan sebuah toko.
"Ikuti lomba Cerdas Cermat ini, doorprize di akhir acara." Dia membaca isi brosur itu dan berpikir sejenak. "Hm, menarik!"
"Dude, kita harus cari kemana?" tanya Alpha kebingungan.
"Tunggu, kalian bilang Teiron yang jingga itu mewakili kepintarannya kan?" tanya Diggie memastikan.
Alpha mengangguk. "Ya, memangnya kenapa?"
"Kurasa aku tau tempat dimana para orang pintar berkumpul."
"Dimana?!"
"Tempat dimana mereka menyelenggarakan semacam kuis pengasah otak."
"Hey, coba lihat ini!" Luthias menunjukkan sebuah brosur yang diambilnya. "Mungkinkah dia ke sini?"
"Lomba Cerdas Cermat?" Alpha dan Diggie saling berpandangan.
Di suatu tempat...
"Mino Mino, berhenti sebentar deh!"
Minotaur yang sedang dalam mode banteng (alias empat kaki) berhenti. "Ada apa?"
(Untuk lebih jelasnya, kalau kalian melihat intro hero-nya, Mino berlari dengan empat kaki ke arah palunya, terus melempar palu dengan kepalanya, setelah itu kaki depannya berubah jadi tangan dan menangkap palu itu sambil mengayunkannya, kemudian dia menaruh palunya dan mengeluarkan suara -entah apa itu raungan atau lenguhan sapi (?)-, pokoknya begitu deh.)
"Coba lihat itu!" Nana yang berada di atas punggungnya menunjuk sesuatu di kejauhan.
Minotaur menengok ke arah yang ditunjuk dan mendapati Si Jingga sedang mengikuti lomba Cerdas Cermat bersama beberapa peserta lainnya di sebuah lapangan terbuka.
"Sedang apa dia?" tanya Minotaur.
"Entahlah, coba kita dekati." usul Nana.
Tapi ketika baru sampai depan gerbang...
"Maaf dek, bantengnya dilarang masuk." cegat seorang penjaga di depan gerbang.
"Bagaimana ini, Mino?" tanya Nana.
Minotaur hanya mendengus. "Turun."
Nana mulai merasakan firasat buruk, tapi dia memilih untuk menurut dan turun dari punggung Minotaur. Tanpa diduga, Minotaur langsung berdiri dan mengeluarkan palunya. Alhasil, si penjaga gerbang pun langsung kabur ketakutan.
Sekarang kita lihat apa yang dilakukan Si Jingga.
"Hero apa yang awalnya merupakan tengkorak hidup ketika di-rework menjadi manusia gurita?" Sang host lomba membacakan pertanyaan.
Si Jingga memencet bel. "Bane."
"Seratus point untuk Teiron!"
"Aku tidak tau kalau dia bisa sepintar itu." komentar Luthias yang menonton lomba tersebut.
"Bahkan dia bisa menjawab pertanyaan yang aku sendiri tidak tau harus jawab apa." timpal Alpha.
Ketika masuk ke soal bahasa asing, Si Jingga malah membiarkan lawannya menjawab semua pertanyaan dan tentu saja hal itu membuat para penonton terheran-heran.
"Apa hanya perasaanku, atau dia memang punya kelemahan dengan bahasa asing?"
"Aku jadi teringat sesuatu..." Luthias menaikkan kacamatanya. "Saat aku dan Teiron pergi ke acara CatCon di Amerika beberapa bulan yang lalu, dia tersesat ketika mencari Luna Rose dan kesulitan bertanya pada pengunjung sekitar karena tidak bisa Bahasa Inggris, jadi aku terpaksa menemaninya bertanya. Setelah itu aku membuat sebuah catatan jika ingin mengajaknya ke acara CatCon selanjutnya: Jangan pernah meninggalkan Teiron sendirian tanpa translator di sisinya."
"Rumit juga ya..." komentar Alpha sweatdrop.
Tunggu dulu, kemana Diggie? Bukannya dia bersama mereka?
Luthias merasakan sesuatu di kakinya dan ketika melirik ke bawah, dia melihat telur yang mematuk kakinya. "Ada apa, Diggie?"
Oh, rupanya dia menyusup di antara kaki penonton dalam wujud telur karena hewan tidak diizinkan masuk. (Note: Itu merupakan Passive Diggie bernama 'Young Again'. Ketika mati dalam game, dia akan berubah menjadi telur.)
"Mino ada di gerbang."
Mereka berdua segera melirik ke arah gerbang dan banteng itu memang sudah ada di sana.
"Mau ngapain dia? Ngerusuh?" tanya Alpha kaget.
"Kalau iya pasti bakalan runyam." timpal Luthias was-was.
"Mohon perhatian, ada banteng yang memasuki lapangan. Diharapkan untuk segera keluar dari lapangan sekarang juga. Terima kasih."
Seluruh penonton yang mendengar pengumuman itu langsung kabur berhamburan, kecuali Alpha dan Luthias yang hanya memasang tampang pokerface beserta Diggie yang kembali menjadi dirinya lagi.
Para peserta dan host acara juga ikut kabur, tapi Si Jingga tetap tenang di tempatnya, dan ketika Minotaur berniat menyerangnya...
SEEET!
Palu itu pun berhasil dihentikan dengan satu jari.
SATU JARI, COY! UDAH GITU PAKE JARI KELINGKING PULA!
Ketiga makhluk yang melihat itu hanya bisa cengo to the max, bahkan rahang mereka sampai jatuh ke tanah.
"Hmm... Tuan Mino, kau tidak boleh memakai kekerasan... Menurut Undang-Undang Dasar Garuchan Squad Tahun Tidak Diketahui Pasal Kacau Ayat Ngasal (?), disebutkan bahwa: 'Setiap orang yang berhubungan dengan squad tidak diperbolehkan melakukan kekerasan di tempat umum'."
Webek, webek...
Minotaur pun menurunkan palunya. "Baiklah, jika itu maumu."
Setelah kejadian absurd itu, mereka berlima pergi ke tempat lain.
Eh, berlima? Bukannya si Mino sama Nana ya? Terus kemana Nana?
"Akhirnya ketemu juga!"
Rupanya Nana bersama Emy dan Greif.
"Mino, jangan tinggalkan aku lagi! Masih untung aku bertemu Emy, jadi kami menyusul kalian!" gerutu Nana sambil mencembungkan pipi.
Minotaur hanya menepuk kepalanya. "Baik baik, aku minta maaf."
"Haaah, entah kenapa aku merasa kurang."
Mereka semua melirik Si Jingga yang murung.
Luthias mendekat dan menepuk punggungnya. "Tei, kau masih punya kepribadian lain yang terpisah darimu, karena itu kau merasakannya. Kepintaranmu memang menakjubkan, tapi ada kalanya kepribadianmu yang lain juga butuh perhatian, karena mereka saling melengkapi."
"Kau benar!" Si Jingga tersenyum lebar. "Lagipula, aku sudah cukup bersenang-senang sekarang! Jadi sudah waktunya untuk bersatu lagi!"
"Biar aku yang mengambil kalungmu!" Emy mendekati Si Jingga dan mengambil kalungnya. Setelah dia terserap, Emy mengantungi kalungnya. "Nah, ayo kita pulang selagi Teiron yang lainnya sedang dicari!"
At Aquamarine Side...
"Kenapa kalian ingin aku kembali?" tanya Si Aquamarine yang berdiri di tiang sutet. (Walah!)
"Karena kami harus menyatukanmu!" balas Zen.
Si Aquamarine memalingkan wajah. "Tidak mau!"
"Apa alasannya?"
"Aku tidak mau menyatu dengan si sok pintar itu!"
"Yah... Seperti kata pepatah, logika dan emosi tidak bisa bersatu." ujar Arie sweatdrop.
"Pepatah yang bagus, tapi aku belum pernah mendengar itu sebelumnya." timpal Estes.
"Sebenarnya, aku hanya asal bicara." balas Arie seadanya. "Tapi yang menjadi fokus kita sekarang adalah mencoba menurunkan si bocah keras kepala itu."
"Aku rasa kita bisa 'meminjam' sesuatu yang bisa menariknya turun. Kau tau, seperti hook milik Franco!" usul Zen watados.
Entah kenapa Estes seperti tergelitik dengan maksud perkataan Zen tadi. "Maaf, tapi sepertinya yang kau maksud itu adalah 'mencuri'."
"Terkadang aku kesal kenapa Estes ikut kita." keluh Zen.
"Kau sendiri yang tidak betah dengan orang bijak!" sembur Arie.
"Sebenarnya aku juga tidak betah dengan iblis seperti kalian, karena kalian seperti mengingatkanku pada Alice." timpal Estes kalem.
"..." Duo Iblis itu langsung terdiam seketika setelah mendengar perkataan Estes barusan.
"Daripada membahas tentang itu, lebih baik kita mencari cara yang lebih aman untuk menurunkannya." Estes mengembalikan topik.
Zen menghela nafas frustasi. "Mudah mengatakannya, tapi kadang cara halus tidak berhasil!"
"Hey, kalian lihat Teiron yang lainnya?" tanya Elwa yang baru datang.
Mereka bertiga menunjuk ke arah tiang sutet dan Elwa langsung sweatdrop melihatnya. "Bagaimana dia bisa di atas sana?"
"Tanyakan saja sendiri!" balas Zen sebal.
"Apa kau punya ide untuk menurunkannya?" tanya Estes meminta saran.
Elwa berpikir sejenak. "Sebenarnya ini sedikit berbahaya... Tapi jika kau tidak bisa menurunkannya, lebih baik jatuhkan saja dia."
"Kalau begitu kau saja yang lakukan!" perintah Arie ikutan sebal.
"Kalian berdua tidak mau melakukannya?" tanya Elwa setelah menyadari kekesalan pada Duo Iblis itu.
"Mungkin mereka kesal setelah aku bilang aku tidak betah dengan mereka." jelas Estes kalem.
"Ya ampun, pantas saja kaum elf dan kaum iblis selalu berperang!" Elwa hanya geleng-geleng kepala. "Ya sudah, serahkan saja padaku!"
Elwa pun terbang menghampiri Si Aquamarine. "Hey Tei, kau yakin tidak mau turun?"
Anak itu menggeleng.
"Baiklah..." Elwa tersenyum misterius, kemudian dia mulai ancang-ancang dan...
DUAAAAK!
Menubruk Si Aquamarine sampai jatuh.
"Huwaaaaaaaah!"
Elwa segera terbang menyusulnya dan menangkap anak itu, kemudian mengambil kalung dari lehernya dan berhasil menyerap Si Aquamarine ke dalam kalung itu. Dia pun terbang menghampiri ketiga orang tadi sambil menunjukkan kalung yang dipegangnya. "Mission Complete!"
"Sekarang yang belum ditemukan hanyalah Si Cream." keluh Thundy.
Sekarang rombongan pencari itu berniat pergi ke dapur untuk makan malam. Tapi tanpa diduga, mereka mendapati seisi dapur yang penuh sampah dan Si Cream asik tertidur di antara tumpukan sampah itu.
Tumma yang menyadari keberadaan Si Cream menunjuknya. "Dia sudah berada di sini sejak tadi? Seharian?"
"Dan menghabiskan semua persediaan makanan markas?!" pekik Luthias shock setelah mendapati seisi lemari penyimpanan dan kulkas yang kosong melompong.
Luthias yang emosi langsung menghampiri Si Cream dan mengambil kalungnya, kemudian menyerapnya ke dalam kalung itu. Setelah itu menyerahkan kalungnya pada Thundy. "Sekarang satukan kembali Teiron sebelum dia membuat orang semakin emosi!"
Di perpustakaan markas...
Thundy, Tumma, Emy, dan Elwa mengumpulkan keenam kalung tadi, kemudian menyatukannya membentuk bintang segienam yang mulai bersinar dan setelah sinarnya menghilang...
"Bagaimana keadaanmu?"
Sekarang mereka berempat berbicara dengan Teiron yang biasanya alias satu orang berkepribadian banyak.
Teiron yang baru terbangun hanya celingukan sesaat dan menggaruk kepalanya. "Yah, kurasa..."
Kemudian dia menyadari kalau kristal yang membaginya menjadi enam kepribadian menjadi kalung di lehernya. "Sejak kapan aku pakai ini?"
Keempat temannya saling berpandangan.
"Ceritanya panjang, tapi setidaknya kau bisa menyimpannya." jelas Emy seadanya.
"Baiklah..."
Keesokan harinya...
'Teiron yang terbagi menjadi enam kepribadian sangat merepotkan, tapi setidaknya sekarang dia sudah menjadi dirinya sendiri yang memiliki banyak kepribadian. Yah, kurasa lebih baik dia yang seperti itu saja sudah cukup, walaupun kadang bisa bikin stress.'
Thundy menutup bukunya setelah mencatat apa yang dia pikirkan barusan.
To Be Continue, bukan Tien Bang Cuan (?)...
Ini terinspirasi dari Teen Titans episode 'Colors of Raven', hanya saja aku nggak nonton full episode-nya karena susah dicari (kalaupun nemu paling adegannya ngacak semua)... 'w'a
Yah, kurasa hanya ini yang bisa kubuat... 'w'/
Review! :D
