Balas Review! :D
SR: Yah, entah kenapa suka aja sih. 'v'a Ini udah lanjut... -w-/
RosyMiranto18: Aku kepikiran nama itu saja sih... Kalau kuingat lagi, Chandelier itu digantung pakai rantai kan? Makanya itu kutambahkan 'Chain'.
Ikyo: "Kalau mau sih bisa saja ubah tanggal di formulirnya, hanya saja kupikir biarlah seperti itu."
Salem: "Kalau itu... Kebanyakan sih anak perempuan (selain Emy), para anak kecil dan polos, Bibi Rilen dan Paman Grayson. Kebanyakan cowok di sini bisa sangat sableng kalau udah waktunya."
Yah, kalau nggak nambah hero di char setelah munculin di fic rada kurang sreg aja... .w.a
Molf: "Itu terlalu panjang untuk diceritakan."
Arie: "Oke, sebenarnya itu rumah orangtuaku."
Thanks for Review.
Happy Reading! :D
Chapter 157: Kitten Five DrabLupin (Hikari: *mengerutkan kening.* "Drabble + Lupin? Apa maksudnya?"/Me: "Itu sulit untuk dijelaskan...")
Hendry sedang bosan.
Dia merasa kesepian jika Rendy sibuk, apalagi hanya sebagian orang yang bisa melihatnya, jadi dia sedikit bingung untuk melakukan sesuatu.
Ingin rasanya dia mengadopsi hewan peliharaan untuk teman bermain, tapi dia ragu untuk membicarakannya.
Belakangan ini dia hanya iri melihat Kopen dan Naoto (beserta anak-anaknya) sangat akrab dengan pemilik mereka.
Hendry galau berat saking inginnya memelihara kucing sendiri, tapi dia nggak tau harus curhat ke siapa. Rendy sering sibuk, Ashley jarang kelihatan, dan tentu saja dia nggak bisa curhat ke sembarang orang.
Hayati ini bingung.
"Ren, lu nggak nyadar ya? Dari kemaren saudara lu aneh banget, kayak lagi galau gitu."
Rendy baru menyadari hal itu setelah diberitahu Tartagus, dan dia juga bingung melihat Hendry yang jalan bolak-balik kayak setrika.
"Tanyain aja yuk!" usul Tartagus.
Mereka berdua pun menghampirinya.
"Hendry, ada apa?" tanya Rendy.
Yang bersangkutan langsung gugup. "A-ah, maaf. A-aku sedang memikirkan sesuatu, tapi jangan marah ya?"
Rendy mengangkat alis. "Memangnya kenapa?"
Saudaranya menghela nafas. "Aku... Apa boleh aku memelihara kucing?"
Hening sesaat.
"Aku ingin menanyakan ini dari kemarin, tapi aku takut mengatakannya dan kau juga sibuk belakangan ini." Hendry menunduk sedih dan berniat pergi. "Kalau kau tidak suka, aku tidak keberatan merasa sendirian. Setidaknya aku sudah memberitahumu."
Setelah saudaranya pergi, Rendy mulai merasa bersalah. Seharusnya dia mengetahuinya sejak awal.
"Bicara soal kucing..." Tartagus memecah kesunyian. "Tadi aku sempat mendengar Teiron dan Luthias membicarakan soal 'pekan adopsi' di acara CatCon favorit mereka. Kupikir tidak ada salahnya jika kau ikut, mungkin ada kucing yang bisa kau adopsi untuk Hendry."
Rendy pun menyetujui ide tersebut.
Dua hari kemudian...
"Aku memang tidak bisa melihat Hendry seperti kalian berdua, tapi apa kau serius ingin mencari kucing untuknya?" tanya Luthias.
Rendy mengangguk. "Aku melakukan ini karena tidak ingin dia kesepian lagi. Belakangan ini aku cukup sibuk dan tanpa sadar telah mengabaikannya."
Luthias manggut-manggut. "Tapi yang terpenting, apa hewan juga bisa melihatnya?"
"Sepertinya bisa." sahut Teiron. "Bibi Rilen pernah cerita kalau dia melihat Kopen bermain dengan mainan yang melayang sendiri di pojok dapur."
Entah kenapa Luthias merasa ingin facepalm mendengar itu.
Mereka bertiga pun tiba di sebuah aula tempat diadakannya 'pekan adopsi'.
"Kau tidak apa-apa kan ditinggal sendiri, Rendy? Aku harus segera menyusul Teiron. Dia sudah kabur duluan mencari selebricat favoritnya. Aku hanya tidak mau dia tersesat dan bingung menanyakan arah karena tidak bisa English."
Rendy hanya bisa sweatdrop setelah mendengar penjelasan panjang lebar Luthias yang segera pergi meninggalkannya. Dia pun hanya menghela nafas. "Yah, kurasa tidak ada salahnya melihat-lihat..."
Dia pun berkeliling tempat itu untuk melihat-lihat, mungkin saja ada kucing yang cocok untuk Hendry.
Manik birunya tertuju pada sebuah kandang, di dalamnya terdapat seekor kucing berbulu abu-abu keperakan dengan mata tertutup dan mulut yang terlihat seperti sedang tersenyum.
Entah kenapa kucing itu sangat mirip dengan Hendry.
Dia mendekati kandang itu dan memperhatikan kucing di dalamnya dengan seksama.
"Haaah, Luna-chan nggak ada." keluh Teiron kecewa.
"Kau ini. Luna Rose nggak mungkin ada setiap tahun. Kalau Nala sih iya." balas Luthias. "Ngomong-ngomong, sekarang kita harus mencari Rendy."
"Dia di sana." Teiron menunjuk yang bersangkutan di depan sebuah kandang.
Mereka berdua segera menghampirinya.
"Oh, sudah kembali?" tanya Rendy sambil menengok ke samping. "Aku baru saja menemukan kucing yang cocok untuk Hendry."
Dia memainkan jarinya di depan si kucing dan kucing itu mengusel jari dengan hidungnya.
"Kucing buta? Seperti mengingatkanku pada Oskar." celetuk Teiron. "Dia selebricat yang juga buta, tapi sayangnya dia sudah mati bulan Februari lalu."
Luthias tersenyum. "Kalau kau memang ingin kucing itu, aku akan memberitahu staff tempat ini untuk menyiapkan perlengkapan adopsi."
Kembali ke markas...
"Jangan sedih. Dia hanya tidak menyadarinya." Tartagus sedang menghibur Hendry yang sedang murung di pojok perpus. "Aku rasa kau perlu membicarakannya lagi, mungkin dia akan mengerti."
Kring!
Dia memeriksa pesan yang masuk. "Oh, aku harus pergi. Ada acara keluarga di rumah."
Hendry hanya menatap kepergian Tartagus dengan senyum pahit, kemudian dia pergi ke kamar Rendy.
Ketika baru masuk kamar, dia mendapati seekor kucing yang menghampirinya.
"Miaw!"
Hendry mengangkat kucing itu dan memperhatikannya dengan seksama.
Bulu abu-abu keperakan, cek.
Mata tertutup, cek.
Senyuman kucing, cek.
"Miaw?"
Dia menurunkan kucing itu dan mengusap kepalanya. Kemudian dia menyadari ada kandang kecil beserta tempat makan dan minum di pojok kamar, selain itu ada juga sebuah surat di atas tempat tidur.
Hendry mengambil surat itu dan membacanya.
Maaf telah mengabaikanmu selama ini, aku tidak tau kalau kau sangat kesepian saat aku sibuk. Kuharap kucing itu lebih dari cukup untukmu.
Ngomong-ngomong, nama kucing itu Miss Mist. Bukan aku yang menamainya, dia memang sudah punya nama itu sebelum diadopsi. Oh, dia kucing betina dan sudah steril, jadi kau tidak perlu khawatir dia akan dihamili Kopen seperti yang terjadi pada Naoto. (Luthias dan Hikari langsung bersin seketika.)
Hendry hanya tersenyum, dia tidak perlu menebak siapa penulis surat itu.
Karena dia tau, Rendy akan melakukan semua ini untuknya.
Dia melirik Miss Mist yang mengusel manja di kakinya dan kembali mengusap kepalanya.
"Namamu lucu ya." Hendry terkikik geli. "Ayo kita main, Miss Mist."
"Miaw!"
Intro tentang kucing, isinya pun juga tentang kucing.
Sungguh keajaiban dunia. Naoto melahirkan lima anak kucing dengan warna bulu yang berbeda-beda, padahal dia nggak pernah berhubungan dengan kucing lain sebelum Kopen.
Inilah cerita kelima anak kucing itu.
~Belga~
Belga, singkatan dari 'belang tiga'. Seperti namanya, dia kucing belang tiga.
Dia paling senang mencomblangkan 'paman' dan 'bibi' di squad ini dengan berbagai cara, bahkan pernah sampai nekat melompat dari atas meja ke kepala sang 'paman' agar bisa mencium si 'bibi' ketika mereka sedang mengobrol di dapur.
Itu pun nyaris berhasil, jika saja mereka tidak segera menjauh sampai membuat Belga terlempar dari kepala sang 'paman'. Kucing itu pun segera pergi dari dapur sebelum mereka sempat melihatnya.
Bisa dibilang, dia adalah mak comblang versi kucing.
~Gråsne~
Dia menatap heran penghuni baru di markas.
Memiliki bulu abu-abu yang (terlihat) lebih terang.
Ukurannya lebih besar.
Matanya tertutup.
Memakai kalung biru.
Gråsne pun mulai mendekatinya.
Si kucing kecil mengendusi dada si kucing besar dan kucing itu membalas dengan mengendusi kepalanya.
Setelah beberapa menit, mereka pun mulai akrab.
'Imutnya...' Hendry dan Federico menutupi wajah dengan tangan.
Luthias merekam momen tersebut dengan handphone-nya sambil memasang tampang pokerface, walaupun sebenarnya dia juga gregetan sih.
~Black Jack~
Kucing hitam kecil ini memiliki kebiasaan menyelinap di tempat terpencil, terkadang kebiasaannya ini merepotkan semua penghuni markas karena dia hampir tidak bisa ditemukan.
Pernah suatu kejadian dimana Black Jack menghilang sampai sore, dan ternyata dia tertidur di dalam tas sekolah Flore. Bahkan anehnya, sang pemilik tas tidak menyadari keberadaannya sama sekali selama di sekolah.
Sejak saat itu, Alpha memasangkan microchip pada kalung para anak kucing untuk memantau keberadaan mereka jika ada yang keluar markas tanpa mereka sadari.
~Creamy~
Kucing ini paling senang jalan-jalan bersama ayahnya, bertarung dengan Black Jack (walaupun cuma main-main), dan juga bermain dengan apa saja yang dilihatnya.
Tidak jarang Creamy sering menyelinap ke tempat-tempat yang sukses mengotori bulu-bulunya, belum lagi dia sangat sulit dimandikan.
~Soramaru~
Kucing berbulu coklat ini adalah kucing favorit Hibatur.
Ya iyalah, wong dia yang ngasih nama.
"Uhmm~ Kamu imut banget!" Hibatur mengunyel wajah Soramaru berkali-kali.
"Aku tau kau suka dia, tapi nggak usah segitunya juga kan?" ujar Hikari risih.
Hibatur hanya nyengir dan...
"Kubawa pulang ya~" seru Hibatur sambil membawa pergi Soramaru.
"WOY!"
Setelah sebuah kejar-kejaran kemudian...
"Dilarang membawa pergi Soramaru sebelum kucing itu tumbuh dewasa!" sembur Hikari sambil menginjak badan Hibatur yang terkapar mengenaskan setelah dihajar terlebih dahulu.
"A-ampun, mbak..."
Itulah beberapa fakta dari kelima anak kucing tersebut.
To Be Continue, bukan Tears Brave Cosmos (?)...
Yah, kurasa hanya ini saja... -w-/
Spoiler Chapter depan: Tanggal 9 bulan 9, ultah kembar.
Review! :D
