Happy Reading! :D
Chapter 205: Childi(stres)sh
"Katanya hari Minggu lalu tempat tinggal Kaichou kena pemadaman listrik dari jam dua belas siang sampai setengah tujuh malam."
"Tuh anak gimana kabarnya?"
"Lagi kesel dia, soalnya nggak bisa main siang, jadi mainnya malam. Terus besoknya malah padam lagi sekitar jam setengah sembilan pagi (pas dia masih tidur), jadinya dia nggak mau mandi sampai listriknya hidup lagi jam dua siang."
"Emangnya Kaichou tinggal di daerah mana?"
"Sekitaran Pasar Minggu sih, katanya itu salah satu daerah di Jakarta yang kena pemadaman listrik massal."
"Hey, ada yang mau roti buaya? Aku tidak bisa menghabiskannya sendirian." ujar Girl-chan yang datang membawa bungkusan besar.
"Apa itu roti yang terbuat dari daging buaya?" tanya Hamlet.
Gadis itu mengibaskan tangan. "Bukan bukan, yang kumaksud itu..."
Girl-chan mengeluarkan sebuah roti berbentuk buaya berukuran sedang dari dalam bungkusan.
Semua orang hanya manggut-manggut melihatnya.
"Ya sudah, yuk makan!"
Mereka pun memotong roti itu untuk dibagi-bagi.
Itu saja intro-nya.
~I Don't Wanna be Housewife!~
"Kenapa wanita harus jadi ibu rumah tangga?" keluh Girl-chan suatu hari.
"Memangnya kenapa?" tanya Marin yang kebetulan lewat.
"Nggak suka aja. Nggak pengen nikah, nggak pengen punya anak, nggak pengen ngurus kerjaan rumah, pokoknya nggak mau jadi ibu rumah tangga. Kalaupun dipaksa mah, paling nggak bakalan mau kulakuin dengan serius." jelas si ketua squad panjang lebar. "Kalau kasih tau ortu mah mereka nggak bakalan mau denger! Enaknya sih curhat di sini aja, lagian juga nggak ada yang mau perduli kok!"
"Terserah..." Marin berjalan pergi.
~Papan~
Eris memperhatikan sebuah papan, kemudian beralih menatap Salma yang sedang minum di sebelahnya.
"A-apaan sih?" tanya Salma risih.
"Kamu mirip papan ya? 'Itu'-nya." celetuk Eris tanpa dosa.
KREK!
Gelas minuman langsung remuk diremas gadis itu.
Di sisi lain...
Teiron sedang menggambar di buku sketsa dan Elwa mendatanginya.
"Tei, lagi gambar ya? Gambarin aku dong, sketsa kasar aja."
"Iya iya."
Semenit kemudian...
"Udah selesai."
"Cepat banget. Liat dong."
Ternyata yang digambar Teiron malah sebuah papan panjang yang diberi kacamata dan rambut merah twintail.
Elwa yang kesal langsung melempar buku sketsa Teiron ke arah wajah pemiliknya.
"Kenapa aku selalu dibully hanya karena dadaku rata?!" keluh Elwa jengkel.
'Aduh, gawat! Dia bisa bundir gara-gara dibully (walapun aku juga akan mati dibakar sih)...' batin Teiron khawatir.
"Te-tenanglah, Elwa. Walaupun dadamu sedatar triplek, tapi kamu tetap cantik kok." hibur Teiron seadanya.
"Aku tidak tau apa aku harus senang atau marah dengan ucapanmu itu." balas Elwa sinis.
"Lagipula, laki-laki tidak hanya melihat dari ukuran dada saja lho." Teiron menggaruk kepala.
Elwa mengangkat alis. "Hah? Lalu lihatnya dari apa?"
Teiron malah memasang wajah bodoh. "Dari pahanya...?"
"Itu kedengarannya mesum banget anjir!" sembur Elwa.
~Twin Problem~
"Aku mohon, tolong jangan lakukan ini." pinta Donna yang diseret oleh Zen dan Tumma pergi ke rumah Arie.
"Ayolah, beri dia kejutan. Kau saudaranya kan?"
"Tapi-"
Sementara itu...
"Yima, apa benar kau punya saudara?" tanya Molf.
Yima memiringkan kepala. "Aku tidak ingat."
Molf hanya manggut-manggut.
Arie melihat sesuatu yang berada tak jauh dari mereka. 'Itu si Zen sama Tumma ngapain bawa Donna ke sini?'
"Yima, lihat siapa yang datang?"
Orang yang bersangkutan menengok dan melihat gadis yang mirip dengannya. Tiba-tiba kepalanya mendadak pusing dan dia jatuh pingsan.
"Yima!" Arie menahan gadis itu agar tidak jatuh ke lantai. "Molf, bantu aku bawa dia ke kamar."
"Baik." Molf membantu Arie mengangkat Yima dan membawanya masuk ke dalam rumah.
"Baiklah Donna, sebaiknya kau jelaskan apa yang terjadi di antara kalian berdua." pinta Arie.
Donna menghela nafas. "Sebenarnya kami saudara kembar yang berasal dari keluarga pelayan, tapi ada sesuatu yang membuat kami terpaksa harus berpisah."
Wajahnya menengadah. "Aku pergi dari rumah karena tidak diizinkan mempelajari sihir. Yima ingin pergi denganku, tapi aku tidak bisa membiarkannya ikut, jadi aku menghapus ingatannya tentangku sebelum pergi."
Keempat orang yang mendengar ceritanya merasa prihatin.
"Lagipula, hubungan kami lebih dari saudara." Donna menunduk. "Apalagi karena Yima memiliki 'penyakit'."
"Hah? 'Penyakit'?"
"Sebenarnya dia mempunyai kelamin ganda."
"Futanari?" tanya Tumma memastikan.
Donna mengangguk.
"Kalau kau masih menyayanginya, sebaiknya perbaiki hubungan kalian. Itu lebih baik daripada lari dari masalah." nasihat Arie.
Kemudian...
"Maafkan aku..."
"Itu bukan salahmu, Kak. Kalau itu demi kebaikanku, aku bisa menerimanya."
Yima memeluk Donna.
"Aku senang bisa melihatmu lagi, Kak."
"Ya."
'Yah... Setidaknya masalah mereka sudah selesai.' batin Arie lega.
Tapi tanpa diduga, mereka semua (bahkan Molf) langsung kaget dengan apa yang terjadi selanjutnya.
'Sepertinya Donna sangat serius ketika dia bilang hubungan mereka lebih dari saudara.' batin Arie risih.
~Quick Attacker~
"Lex, kok lu kayak tertekan banget dah kalau lagi jalan sama Garcia?" tanya Daren kebingungan. "Kalian sering diterror?"
Alexia mijit kening. "Bukan itu sih, hanya saja..."
Tiba-tiba terdengar suara orang meminta tolong, rupanya ada perampokan bank tidak jauh dari mereka.
"Danger detected! Attack mode active!" Tiba-tiba mata Garcia menyala merah.
"Heeeh?!" Daren langsung kaget.
"Weapon standby!" Sepasang peluncur misil muncul dari punggungnya. "Missile launch!"
Syuuuuuung!
Terdengar suara ledakan setelah misil-misil itu ditembakkan.
Alexia mijit kening lagi. "Nah, sekarang lu ngerti kan?"
"..." Daren hanya speechless. 'Dengan refleks dan persenjataan seperti itu, kurasa dia bisa menjadi anggota militer.'
Bonus:
"Sudahlah, yang penting handphone-nya masih ada Dumb Ways." ujar Salem.
"Iya, mending main sekarang daripada tambah kesel." nasihat Saphire.
Edgar hanya mendengus sebal. "Terserah..."
"Ya sudah! Main yuk! Edgie duluan!" seru Mathias.
Edgar menekan tombol play. Di situ ada orang pink menggoyangkan pinggang di dalam air, terdapat tulisan 'Defends the private parts' 'Flick The Piranhas Away'.
'Kenapa harus ada goyangan lagi?' batin Edgar jijik. Saking fokusnya pada batin, piranha menggigit bagian bawah orang itu.
"Gar! Jangan bengong!" seru Salem.
Skor 0. Di bawah skor ada tiga orang biru yang menari sambil memegang uang, satu jatuh ke dalam lubang dan berubah jadi batu nisan.
Edgar yang melihat itu semakin shock. "AKU BUKAN MINAJ WANNABEEEE!"
"Ya elah, itu tandanya nyawa kita tinggal dua!" jelas Saphire.
"Tapi dari tadi goyang mulu orangnya! Biru goyang, pink pun bergoyang! Asdfghjkl!" sembur Edgar kesal.
"Emang ada yang goyang ada yang nggak, Gar. Lanjutin aja!"
Next! Tulisannya 'Stand back' 'Move characters below the yellow line'. Ada tiga orang pink dengan rambut kuning kocar-kacir. Mereka pake headphone semua, kaki-kaki bergoyang.
Edgar langsung jijik lagi, bahkan mau muntah. 'Ini game joget mulu aaaaarrgh!'
Dia segera menggerakkan ketiga orang itu ke bawah garis kuning yang ada. Kereta api lewat, semua selamat.
"Yeay! 100!" seru Salem sambil melihat dua orang joget pemegang uang di bawah skor.
Berikutnya muncul tulisan 'Duck' 'Tap screen at the right time', ada orang warna kuning yang memegang ranting dan menyodok beruang besar beserta ikon beruang yang bergerak di bar putih agak transparan yang di tengah-tengahnya ada bar kuning pendek.
'Kuharap yang ini nggak joget lagi, please! Gue bakalan muntah nanti!' batin Edgar.
"Joget! Joget! Joget! Joget!" seru Mathias.
Edgar pun menyentuh layar saat ikon beruang berada di bagian paling kanan bar putih. Si Kuning dimakan beruang. Air mancur darah.
"Lho? Kok dimakan?" tanya Edgar bingung.
Nyawa Edgar tinggal satu sekarang. Keempat orang lainnya semakin panik.
Tiba-tiba ada tulisan 'FASTER!'.
Sekarang musik terdengar cepat dan terdapat tulisan 'Run!' 'Tap as fast as you can'. Ada orang biru yang agak gemuk, di atas kepalanya ada kobaran api, dia berusaha lari tapi nggak maju-maju.
"Ini mah gampang, Gar!" seru Salem.
Karena Edgar sedang phobia joget, dia malah menganggap tangan dan kaki orang itu sedang berjoget di tempat. 'JOOOOGEEET LAAAGIIIII!'
Vience memperhatikan wajah Edgar yang menghijau. "Woy, lu kenapa?"
"Ini nggak joget, Gar! Cuma lari di tempat kebakar rambut sendiri!" ralat Saphire.
"Nggak kuuaaaaaat!" Edgar langsung menaruh handphone di atas kasur, lari ke tempat yang agak jauh, kemudian menggali lubang yang cukup dalam dan muntah di sana.
Keempat orang yang berada di atas kasur malah bengong. "Ini beneran Edgar atau anjing ya?"
"INI EDGAR SI EDGANJING!" teriak Edgar yang muntah lagi.
"Terserah deh."
To Be Continue, bukan Tele Bib Cu (?)...
Ya, itu saja... -w-/
Review! :D
