Balas Review! :D
Hiba: Menurut lu?
Glinea: "Masalah buat lu?"
Ini udah lanjut... -w-/
RosyMiranto18: Hanya tidak suka saja.
Luthias: "Tidak." =_=
Zen: "Itu pedang warisan, paham?"
Tumma: *garuk pipi.* "Arta itu jarang pakai baju di dalam jaketnya, jadi... Bisa dibilang, setengah telanjang dada (?)."
Thanks for Review.
Happy Reading! :D
Chapter 234: MesSection
Anak-anak itu sedang belajar di rumah Tigwild.
Oh, sebenarnya hanya Nigou dan Ishar yang belajar, karena anak-anak lainnya malah bermain.
"Aku punya tebakan!" seru Flore tiba-tiba. "Apa yang menempel pada monaka dan manju, tapi tidak pada dorayaki?"
Beberapa anak berpikir sejenak.
"Apa ya?"
"Aku tidak tau."
"Kami nyerah deh."
"Aku tau." ujar Nigou yang dari tadi sibuk mengerjakan tugas. "Jawabannya bibir."
Webek webek...
"Hah? "Beberapa dari mereka kebingungan. "Maksudnya?"
"Kau tidak perlu menempelkan bibir jika mengucapkan dorayaki." jelas Nigou.
"Kok kamu bisa tau, Nigou?" tanya Flore.
Nigou melipat tangan. "Aku memang tidak menonton TV semalam, tapi aku tau betul kau akan menceritakan sesuatu yang berhubungan dengan 'Lupinranger vs Patranger'. Memangnya kau pikir aku tidak tau kebiasaanmu?"
KREK!
Flore langsung membatu seketika.
'Pantesan...' batin mereka semua (kecuali Tigwild dan Ishar) sweatdrop.
Note: Silakan nonton 'Lupinranger vs Patranger' episode 8 jika ingin lebih paham.
Itu saja intro-nya.
~Double Entendre~
"Thun-kun lagi beli kue nih. Kalian mau apa?" tanya Emy yang sedang teleponan pada tiga gadis yang berkunjung ke rumahnya.
"Dia kan suamimu." (Vivi)
"Jadi terserah kamu saja." (Yubi)
"Yap." (Ilia)
"Baiklah." Emy melanjutkan teleponnya. "Tiga vanilla creampie dan satu cheesecake saja ya~"
Mereka bertiga langsung sweatdrop. 'Vanilla? Creampie? Cheesecake?!'
~There's no Kill like Overkill~
"GYAAAAAH! TIKUS!"
"Tikus?" tanya Wiona yang sedang memasak dengan Lisa.
"Lisa, cepat panggil pembasmi tikus!" pekik Alpha yang ngumpet di bawah meja makan.
"Nggak usah khawatir." balas Lisa. "Aku sudah membeli perangkap tikus yang memakai lem kuat, tinggal taruh sepotong sosis dan semuanya beres."
Kemudian Lisa memasang senyum angker disertai aura hitam di tubuhnya. "Kalau nanti dia tertangkap, aku akan menggunting ekornya, mencukur bulunya, menyiraminya dengan bensin, dan membakarnya."
Wiona hanya terdiam mendengar itu.
"Nggak usah segitunya juga, keles!" sembur Alpha yang bergidik ngeri.
~Weird Imagination~
"Rice, kok kamu nggak risih dikatain pendek? (Teiron aja kepelatuk kalau dikatain begitu.)" tanya Musket.
"Itu mah biasa aja kok." balas Maurice seadanya. "Ini sih udah jadi ciri khas kali ya? Justru kalau aku jadi tinggi dan kekar, itu malah terkesan aneh."
Musket malah membayangkan Maurice jadi tinggi dan kekar.
"Kayaknya bisa jadi 'Alpha Seme' tuh. Uke-nya siapa ya? Hihihihi..." Musket malah cekikikan.
"Alpha Seme? Uke?" Maurice langsung menyadari sesuatu. "Tunggu sebentar!"
~Cover Band Concert~
"Aku jalan dulu ya! Mau nonton konser di Mall!" seru Lucy yang ingin pergi.
"Konser apaan?" tanya Hikari.
"Cover band, tapi mereka men-cover lagu band 'Baby Metal'."
Beberapa jam kemudian...
"Hah? Lu dicopet di konser itu?" tanya Hikari sweatdrop ketika ditelepon Lucy.
"Gue ogah jelasinnya, cepet jemput gue di Mall... (Sialan banget...)" balas Lucy risih.
~End of Month~
"Buset, bro!"
"Kenapa?"
"Padahal akhir bulan, tapi tuh dompet masih tebel aja. Banyak duit nih ye!" komentar Mathias kagum.
"Ya gitu deh..." balas Edgar datar.
'Padahal sih isinya cuma kasbon dan bukti transfer, tapi kalau ketauan bakalan diledekin sama dia.' batin Edgar sambil melambaikan tangan pada Mathias yang meninggalkan rumahnya.
Special Bonus: Birthday Christmas
Tahun ini Natal kedua Molf di dunia manusia.
Banyak hal yang berubah sejauh ini, itulah yang sedang dia rasakan.
Molf masih belum bisa beradaptasi, tidak seperti keluarga Arie yang sudah bertahun-tahun terbiasa dengan Natal (yang 'katanya' cukup ironis mengingat mereka itu iblis) atau perayaan lainnya.
Sekarang Molf sedang memperhatikan keadaan di luar dari jendela kamar, di sana terlihat Ney dan teman-temannya yang bermain salju.
"Kau tidak keluar dan bermain salju?"
Molf menengok dan mendapati Femuto yang berada di depan pintu kamarnya, dia tidak menjawab pertanyaan tadi dan kembali menatap jendela. Femuto hanya menghela nafas dan menghampiri keponakannya.
"Daripada di dalam dan hanya melihat saja, sebaiknya kau keluar dan bermain dengan mereka." Femuto memberikan sesuatu. "Ini untukmu."
Molf menatap benda yang diberikan pamannya di atas pangkuan, sebuah sweater abu-abu dengan motif zig-zag merah.
"Pakailah itu agar tetap hangat di musim dingin, atau mungkin kau bisa mandi dulu."
Nasihat itu cukup wajar mengingat Molf hanya memakai piyama hitam.
"Aku akan menyiapkan air hangatnya." Femuto berjalan keluar kamar.
Sekarang dia sudah memakai sweater pemberian pamannya di atas kemeja putih, celana hitam, sarung tangan ungu, dan sepatu boot.
Ketika dia berjalan menuju pintu depan, manik merahnya melihat sepupu dan teman baiknya sedang mengobrol.
"Oh, hay Molf. Selamat Natal." sapa Tumma.
Molf hanya mengangguk dan berniat kelu-
"Tunggu dulu!" Arie menghampiri sepupunya yang baru membuka pintu sambil melepas syal merah di lehernya dan memakaikan itu di leher Molf. "Pakailah ini untuk kehangatan ekstra."
Molf hanya tersenyum tipis. "Terima kasih."
Anak-anak itu asik bermain salju di luar rumah Arie. Anak laki-laki (Frans, Nigou, Arthur, Tigwild, Tsuchi, dan Harith) sedang perang bola salju dan anak perempuan (Ishar, Della, Ney, Flore, dan Marinka) sedang membuat boneka salju.
Molf hanya memperhatikan anak-anak itu dari kejauhan, sampai dia melihat seseorang yang sedang duduk di bawah pohon.
Gadis berambut hitam yang (anehnya) hanya memakai jaket dan celana longgar di tengah musim dingin.
Molf berjalan mendekatinya, tapi sambil menjaga jarak. "Apa kau tidak kedinginan dengan baju itu, Zen?"
Dia tidak menengok sama sekali, tapi tangannya memeluk tubuh yang sedikit menggigil.
Sepertinya Zen lupa kalau tubuhnya sekarang tidak bisa menghangatkan diri dengan sendirinya.
"Sebaiknya kau masuk ke dalam dan ganti bajumu, di luar cukup dingin."
Zen hanya menggeleng pelan. Molf menghela nafas dan menghampirinya lebih dekat, kemudian mengangkat Zen dengan bridal style.
"Molf?!"
"Aku tidak akan membiarkanmu mati kedinginan."
Zen hanya terdiam mendengar itu, dia menutupi wajahnya yang memerah dan membiarkan Molf membawanya masuk ke dalam rumah.
"Dasar! Seharusnya kau mendengarkan!"
Zen hanya murung sambil mengeratkan selimut di tubuhnya. Gluaria datang membawa beberapa gelas cokelat panas bersamaan dengan anak-anak yang masuk ke dalam untuk minum cokelat panas.
"Ada apa, Tum-Tum?" tanya Glinea yang melihat Tumma hanya terdiam menatap tangga.
"Ah, maaf." Tumma tersentak setelah melamun karena melihat Molf yang sudah pergi ke kamarnya. "Aku hanya teringat sesuatu. Rasanya aku pernah melihat sweater dan syal Molf sebelumnya."
"Itu memang sweater dan syal yang kau berikan waktu itu." jelas Arie.
"Begitu ya..."
Dulu sekali, saat keluarga Arie baru pertama kali merayakan Natal, Tumma menghadiahkan sweater dan syal rajutan ibunya pada mereka.
Terdengar suara ketukan pintu dan Glinea segera ke sana untuk membuka pintu.
Rupanya ada tiga orang di luar.
"Maaf terlambat. Aku harus membantu Kakek dulu." (Arta)
"Aku membawa hadiah titipan. Thundy tidak ingin datang, dan dia berusaha mencegah Emy membawa anak mereka di tengah musim dingin." (Teiron)
"Aku hanya mampir sebentar saja, masih ada yang harus kulakukan." (Elwa)
"Masuk saja." ujar Glinea seadanya.
"Kak Molf." Ney mendatangi Molf di kamarnya.
Molf yang melihat salju menengok. "Ada apa?"
"Aku punya hadiah untuk Kakak. Ini." Ney memberikan sebuah kertas.
Molf menatap bingung isi kertas itu. "Kambing gunung?"
"Yaaah..." Ney memainkan jari. "Aku menggambar kambing gunung karena dia penyendiri seperti Kak Molf."
"Penyendiri ya..."
Pada awal dia tinggal di dunia manusia, Molf lebih sering menyendiri dan hanya ingin menghabiskan waktu dengan membaca buku. Kalaupun diajak ngobrol, dia hanya berbicara satu kalimat singkat atau bahkan hanya satu kata.
"Ngomong-ngomong, gambar itu untuk hadiah Natal dan ulang tahun Kak Molf. Kakak suka kan?"
Molf hanya tersenyum dan mengusap pelan kepala Ney. "Terima kasih, Ney."
Ney tersenyum riang mendengarnya.
"Dia sedang di kamarnya, entar juga turun." jelas Arie yang berjalan pergi.
"Oh iya, aku bisa minta tolong nggak?"
Arta, Teiron, dan Tumma menghampiri Glinea yang membisikkan sesuatu pada mereka, kemudian mereka berempat menatap Zen.
Zen yang menyadari itu langsung curiga dengan tatapan mereka, dia pun mulai mengambil ancang-ancang untuk melarikan diri.
"Sekarang!"
Dan kejar-kejaran di antara kelima orang itu pun terjadi.
Arie mengawasi anak-anak yang sedang mendekorasi ruangan dan dia langsung facepalm melihat kejar-kejaran tersebut, sementara anak-anak itu hanya kebingungan.
"Kak, turun ke bawah yuk!" ajak Ney.
Molf mengangguk dan mereka berdua pun keluar kamar.
"Kalian..." Molf hanya terdiam dengan kejutan yang disiapkan teman-temannya.
"Tunggu sampai kau melihat hadiah spesial dari kami." Tumma menarik Molf untuk menunjukkan sesuatu yang tertutup tirai.
"Siap?" Teiron dan Arta langsung membuka tirainya dan...
"Tadaaaa~"
Ternyata hadiah spesial itu adalah Zen yang memakai kaus hijau di dalam jaket merah, rok merah-hijau berenda, topi santa merah, sarung tangan hijau, dan sepatu hijau dengan pita merah.
"Zen?" Molf hanya blushing melihat itu.
Zen memalingkan wajahnya yang merah padam. "Se-selamat, ulang tahun, Molf..."
"Dia sangat cantik kan?" tanya Glinea.
"Ya." Molf tersenyum. "Hadiah paling indah yang pernah kudapat."
Kemudian dia memeluk Zen dengan erat. "Terima kasih, Zen."
Dan Natal tahun ini menjadi hari paling indah bagi Molf.
To Be Continue, bukan Tree Bell Candle (?)...
Yah, gimana gitu deh... -w-/
Review! :D
