Balas Review! :D
RosyMiranto18: Well, aku rasa cukup rumit untuk membalas 3 Review sekaligus. .v.a
Arta: "Bulan lalu, biasanya aku pindah kerjaan tiga bulan sekali."
Luthias: "Aku tidak menggunakan bahasaku sendiri karena kurang populer, Aniki juga sibuk dan tidak bisa diajak main."
Edgar: "Nggak juga sih, paling banter dekat hutan. Aku sendiri nggak ngerti ada apa dengan si 'Duren' itu."
Tumma: "Ulang tahun Glinea 30 Oktober dan ulang tahun Arie 11 November, jadi hari tengahnya 5 November (ngomong-ngomong, zodiak mereka sama-sama Scorpio lho). Dan, yaah... Aku sedikit takut dengan serangga."
Mathias: "Aku kadang nggak ngerti sama Greeny. Dan soal Lopapeysa, itu sweater bermotif khas yang berasal dari Iceland."
Zen: "Ya kale gue bilang gitu ke dia! Entar yang ada gue malah digebukin sama Arie! (Lagipula, Incubus kayak Molf kadang bisa lebih mesum dari yang kau pikirkan.)"
Thanks for Review.
Hiba: Terserah...
Arie: "Nggak sudi!"
Ini udah update... -w-/
Happy Reading! :D
Chapter 242: B(r)or(b)rowing (Sebenarnya ini lelucon dari '50% Off'.)
"Luthias punya teman yang bisa Bahasa Finlandia nggak? Undang dia dong! Aku baru saja bikin game lho!" pinta Teiron.
"Jadi dia meminta kita untuk memainkan game buatannya?" tanya Enara.
"Begitulah..." Giro memijat kening. "Aku tau Luthias-pyon tidak akan suka melihatmu, tapi hanya kau orang yang kupikir cocok untuk ini..."
Enara melipat tangan. "Boleh aja sih, aku bisa 'Finnish' kok."
"Asal kau tidak mengatakan itu di depan Teiron-pyon yang sangat gagal paham dengan bahasa asing, entar dia malah mengira itu garis akhir di perlombaan (kalau bilang 'Suomi' malah lebih parah lagi, dia bisa saja plesetin jadi 'suami'). Jadi kusarankan untuk menggunakan 'Finlandic' saja (walaupun itu terkesan sangat salah)." nasihat Giro mewanti-wanti.
Enara hanya sweatdrop mendengar itu.
Itu saja intro-nya.
~Kabedon~
Tsubame-san, commish dong! Temanya kabedon!
"Hmm... Commish tema kabedon ya..." Hikari yang membaca pesan itu berpikir sejenak. "Tapi aku belum pernah merasakan kabedon sebelumnya, kayak gimana ya?"
"Aku bawa hadiah, dayo!" seru Musket yang tiba-tiba nongol sambil membawa sebuah mangkuk.
"Apaan tuh? Aku sedang diet!" balas Hikari.
"Kabe(tembok)-don(donburi)!" Musket menunjukkan isi mangkuk yang berupa nasi disertai potongan beton yang dilumuri kecap di atasnya.
Hikari hanya speechless melihat itu. "Bego..."
~How to Waking Up~
"Hey, kau tidak akan membangunkan Rendy jika melakukannya seperti itu. Bahkan itu tidak akan membangunkan anjing atau kucing. Suaramu menyenangkan dan baik, tapi itu tidak akan berhasil. Aku akan mengajarimu cara yang istimewa dan sangat menyenangkan untuk membangunkannya."
'Cara yang baik untuk membangunkannya?' batin Ashley penasaran.
Hendry mendekati saudaranya yang tertidur, wajah semakin mendekat dan...
"BANGUN! BURUNG AWAL MENDAPATKAN CACING! JIKA MATAHARI PAGI MENYENTUH WAJAH TIDURMU, KAU AKAN MENDAPAT LEBIH BANYAK BINTIK HITAM! BANGUNLAH! BANGUN DI PAGI HARI SANGAT PENTING UNTUK HIDUP SEHAT!"
DUAK!
"Uhuak!" Hendry langsung terhantam tembok setelah ditendang saudaranya.
"Hentikan itu! Apa yang kau lakukan pagi-pagi begini?!" sembur Rendy kesal.
Hendry hanya tersenyum puas. "Li-lihat? Dia bangun..."
Ashley mulai membuat kesimpulan. 'Orang yang mempertaruhkan hidupnya untuk membangunkan Rendy adalah Hendry. Dia adalah roh yang selalu berada di samping saudaranya.'
~Pilih yang Mana~
Sepasang cowok kembar berambut perak sedang asik mengobrol.
"Waaah... Pilih yang mana ya? Dua-duanya terlihat manis dan menggiurkan..."
Kemudian kamera berpindah ke arah Ilia yang memegang dua es krim.
"Pilih dua-duanya aja deh, biar si Yubi beli sendiri."
"Dia lagi ngomongin es krim, bukan kita berdua." komentar Rendy sinis.
"Lagian ngapain coba makan es krim pas cuaca lagi dingin-dinginnya? Dasar Ily." timpal Hendry terheran-heran.
~Mini Pet~
"Hendry!"
"Ya?"
"Aku bawakan hadiah untukmu." Teiron memberikan sebuah kotak.
"Oh, terima kasih. Coba kulihat." Hendry membuka kotak itu dan mendapati...
Seorang gadis kucing berukuran mini dengan rambut keperakan dan mata tertutup di dalam kotak itu.
"Teiron, bisa tolong panggilkan ambulans?"
"Hah?"
Rupanya Hendry sudah mimisan. "Aku tidak bisa mengatasi keimutan ini."
Beberapa menit kemudian...
"Jadi... Bisa jelaskan apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Rendy sambil menunjuk gadis tadi di tangan Hendry.
"Ini semua karena Tumma. Dia meminta sebuah ramuan dari cewek bego itu dan mengubah Miss Mist menjadi seperti yang kau lihat sekarang." jelas Thundy.
"Seharusnya dia tidak melakukan itu!" balas Rendy.
'Oh terima kasih, Tumma!' seru Hendry dalam hati.
Tiba-tiba Rendy tersentak sesaat dan mendapati Miss Mist menggigiti jarinya.
"Sepertinya dia lapar."
Pada malamnya...
Miss Mist berlinang air mata, sementara Rendy terlihat lelah.
"Huwaaaaa!"
'Aduh, bagaimana ini? Aku tidak bisa tidur jika dia terus menangis seperti ini! Besok aku ada misi penting!' batin Rendy frustasi.
"Biasanya anak-anak menangis jika mereka lapar." timpal Hendry di sebelahnya.
"Tapi kita kan sudah makan malam tadi."
"Mungkin dia belum kenyang."
"Bisa saja sih."
Kemudian...
"Hey, katakan 'ah'."
"Ah?" Miss Mist membuka mulut dan disuapi telur gulung.
"Aku membuatnya untukmu."
Setelah Miss Mist menghabiskan semua telur gulung, dia merasa kenyang.
"Setelah ini langsung tidur ya, kau tidak boleh terbangun larut malam." nasihat Rendy. "Ngomong-ngomong, apa kau menyukai telur gulung buatanku?"
"Miaw~" jawab Miss Mist riang.
"Hendry, sepertinya aku ingin jadi pengasuh anak saja. (Dia terlalu imut untuk diterlantarkan.)" gumam Rendy dengan wajah merah padam.
"Heeeh?" Hendry kebingungan.
~F Word~
Di sebuah stasiun radio, Edgar sedang membacakan berita ditemani Salem yang terkantuk-kantuk di sebelahnya.
"The fuck are you doing?!" Edgar menunjuk Hendry yang kebetulan lewat di depan mereka (Note: Grim Reaper selalu berurusan dengan roh, jadi jangan heran kenapa Edgar bisa melihat Hendry.), dia langsung menutup mulut setelah menyadari perkataannya barusan.
Hendry dan Salem yang kaget mendengar itu segera menengok ke arah Edgar.
Suasana hening sesaat dan Hendry segera meninggalkan kedua makhluk pirang itu dengan wajah skeptis.
Edgar menghela nafas pelan. "We need to acknowledge an unfortunate mistake that I made and one of the teases we bring to you before this program while we were live just after 10 o'clock I said a word that many people find offensive. I'm truly sorry, it was a mistake on my part, and I sincerely apologize."
Salem hanya memasang wajah datar.
(Note: Aku sengaja nggak translate dialog Edgar karena ada beberapa kata yang tidak kumengerti.)
~Prank Call~
Ada sebuah kejadian dimana Zilong dikerjai Mercowlya Brothers ketika sedang menginap di hotel yang sama, tapi ternyata malah berujung bencana.
Di kamar Mercowlya Brothers...
"You know what? Kenapa kita tidak mengerjai Zilong saja?" usul Exoray.
"What should I do?" tanya Alexia.
"Kenapa tidak melakukan prank call?" balas Exoray.
"Oh! Bro, good idea!" seru Alexia.
Alexia mengambil handphone dan melakukan panggilan.
Drrrt...
"Ihihihihi..." Alexia cekikikan.
Drrrt...
"We're so stupid." gumam Exoray sambil menahan tawa.
Drrrt...
Zilong keluar dari kamarnya dan mengangkat panggilan. "Halo?"
"Hello, sir." Alexia mengubah suaranya semirip mungkin dengan perempuan. "Hay, this is the front desk. Dengar, kami mendapat laporan mengenai banyak keributan yang berasal dari kamar anda. Do you think you could please keep the noise down?"
"Oh, maafkan aku. Aku tidak tau aku membuat keributan."
"Thank you, sir. Please keep them down."
"Baik."
Sepuluh menit kemudian, Alexia menghubungi Zilong lagi.
Drrrt...
"Ihihihihihi..." Alexia cekikikan lagi.
Drrrt...
Exoray mulai ikut cekikikan.
"Shut up bro, shut up." Alexia menenangkan kakaknya.
Drrrt...
Zilong keluar kamar lagi. "Halo?"
"Hello sir!" Alexia meninggikan volume suara, masih dengan suara perempuan yang sama. "Hay, front desk again! Dengar, jelas-jelas anda tidak mengerti dengan apa yang baru saja saya katakan tentang keributan tadi! You need to keep the noise down!"
"Tapi aku tidak membuat-"
"Sir, listen!" potong Alexia tegas. "You either keep down the noise, or I'm gonna call the authorities."
Zilong mulai terengah-engah. "Baik... Maafkan aku."
"Thank you."
Sebelum Alexia menutup telepon, dia mengatakan, "Damn Chinese."
Exoray langsung terkejut mendengar perkataan adiknya barusan.
Mereka bersumpah kalau 'Perang Tiga Kerajaan' akan terjadi lagi.
Zilong mulai marah, dia segera berlari ke kamar terdekat dan menggedor pintu.
Buk buk buk!
"Buka pintunya!"
"Bahahaha!" Kedua cowok itu tertawa bersama.
"Bro, we got him, we got him, we got him, we got him, we got him!" seru Exoray senang.
"Alright, shut up bro shut up." ujar Alexia yang terus tertawa (dan masih dengan suara perempuan). "Shut up!"
Kriieet!
Zilong membuka pintu kamar ketika mendapati...
"Whassup, dude?" sapa Exoray yang berpose ala 'draw me like your French girl' (cmiiw) di atas kasur, sementara Alexia memasang posisi 'kepala di bawah kaki di atas' di pinggir kasur.
"Kalian tidak akan percaya ini, hotel ini rasis!" seru Zilong sebal.
"Really?" tanya Alexia. "Kenapa kau mengatakan itu?"
"Wanita di meja resepsionis, dia tidak menyukai Chinese!" jelas Zilong.
"Apa yang akan kau lakukan soal itu?" tanya Exoray.
"Aku akan menghajarnya."
Mereka langsung kaget, kemudian segera bangun dan duduk.
"Dude, jangan membunuh siapapun! Mungkin kau hanya perlu bicara dengannya. Alexia, beritahu dia." ujar Exoray.
"Yeah, kau harus bicara." timpal Alexia.
"Itu yang akan kulakukan."
Zilong pun berjalan pergi dan mereka berdua saling berpandangan.
"We gotta see this, right?" tanya Alexia.
Mereka mulai mengikutinya ke lobby, tapi Zilong marah di tengah jalan dan mulai berlari.
'Dude, jangan lari!' (Alexia)
'Orion Orion!' (Exoray)
Exoray dan Alexia berlari menyusul, tapi Zilong tiba di lobby lebih cepat dari mereka.
Dan perlu diingat, para wanita di meja resepsionis itu tidak tau apa yang sedang terjadi. Mereka hanya melakukan tugas mereka untuk memeriksa orang-orang dan memberikan kunci, biasanya mereka mengatakan "Okay, thanks. Please come again." "Okay, here you go." "Alright, here's your key." "Fine there, okay."
Zilong pun langsung mendatangi mereka. "Baiklah, siapa di antara kalian yang tidak menyukai Chinese?!"
Dan mereka pun langsung panik.
"Oh My God, there's an angry Asian!" ujar salah satu wanita di sana. "Oh My God, ini bukan salahku jika perang itu pernah terjadi, oke? Tolong jangan ambil apapun dariku, oke?"
Orang-orang di sana terus saja berteriak. Pada akhirnya Exoray dan Alexia berhasil tiba di lobby dengan terengah-engah.
"Zilong, jangan lakukan itu! Dude, don't do it!" seru Exoray.
"Diamlah, kau tidak tau apa yang terjadi." balas Zilong.
"Aku bisa menjelaskan semu-"
"Diam!"
Tiba-tiba seorang penjaga keamanan datang dan menangkap Zilong, mencoba untuk melumpuhkannya.
"Aku harus menghentikan semua ini." Alexia menghampiri mereka. "Zilong, biar aku jelas-"
"Diamla-"
Alexia pun menarik telinga Zilong.
"Sir!" Alexia menggunakan suara perempuan yang dia pakai sebelumnya. "You're gonna need to keep the noise down!"
Suasana hening sesaat.
"Oh, itu kau?" tanya Zilong setelah dilepaskan petugas keamanan.
"Yes, sir." balas Alexia.
"Kau brengsek, bung." komentar Zilong.
"I know, sir..." Kemudian Alexia mengedipkan mata. "Tapi itu lucu kan?"
~Bartender~
Pada malam itu, terdapat sebuah kejutan di Mini Bar lantai 4.
Ada seseorang yang sedang membuat minuman di sana, dan orang itu tidak asing bagi para cowok Garuchan.
"Molf?!"
Dia sedikit kaget ketika ada yang memanggilnya. "Ah, umm... Aku bisa jelaskan..."
-Flashback-
Saat itu dia bertemu Tumma di toko buku ketika sedang jalan-jalan.
"Kau sedang apa di sini?"
Tumma terkejut melihatnya. "Oh, umm... Aku hanya butuh suasana baru..."
Molf menyadari sesuatu yang berbeda dari Tumma. "Benda apa di wajahmu?"
"Ini?" Tumma memegang benda yang dimaksud. "Ini kacamata, gunanya untuk memperbaiki penglihatan. Aku hanya memakainya untuk membaca, berbeda dengan Teiron yang setengah buta tanpa kacamata."
Molf hanya mengangguk paham. "Terlihat cocok denganmu."
"Aah, terima kasih..." Wajah Tumma sedikit memerah dengan perkataan Molf tadi. "Ngomong-ngomong, kenapa kau tidak berkeliling dan mencari buku yang kau suka? Aku akan membayarnya nanti."
"Baiklah..." Molf pun pergi berkeliling.
Setelah itu...
"Aku akan mengganti uangmu jika aku diterima bekerja di bar."
Ketika Tumma ingin menanyakan maksudnya, Molf sudah menunjukkan brosur lowongan pekerjaan dan sebuah buku berjudul 'Latihan dasar menjadi Bartender'.
"Baiklah, jika itu maumu..." gumam Tumma seadanya.
-Flashback End-
"Ada alasan lain kenapa aku ingin menjadi Bartender." Molf mengelap gelas." Sebenarnya aku ingin memiliki uang sendiri agar tidak merepotkan siapapun yang sudah sering membayar apa yang ingin kubeli dengan uang mereka."
Orang-orang yang mendengar itu hanya manggut-manggut.
Sepasang 'suami' sedang mengunjungi sebuah bar.
"Selamat datang." sapa seorang bartender yang terlihat sangat berbeda dengan orang-orang di sekitarnya. "Ada yang bisa dibantu?"
'Entah kenapa aku pernah bertemu dengan orang itu sebelumnya.' batin salah satu dari kedua orang itu.
Mereka berdua duduk dan memesan minuman.
Sang bartender meletakkan minuman mereka di atas meja. "Ini minuman kalian."
"Dan untukmu, Eudo Elford Mayer." Dia tersenyum. "Aku tau kau mudah mabuk, jadi kadar alkohol di minumanmu kukurangi."
Yang bersangkutan langsung kaget ketika bartender itu mengetahui namanya, dia pun mencoba mengingat-ingat sambil memperhatikan bartender itu dengan seksama.
Kulit keabu-abuan.
Telinga runcing.
Tanduk domba.
Wajah datar dengan mata merah.
Suara berat nan monoton.
'Mereka saling kenal?' batin orang di sebelah Eudo, James, sambil mengerutkan kening.
"Molf, Molf Chaindelier." Sang bartender tersenyum lagi. "Sebenarnya aku ingin bicara lebih banyak, tapi masih ada pekerjaan. Mungkin lain kali saja."
Dia pun meninggalkan kedua orang itu.
James menepuk pundak Eudo. "Sebaiknya kau jelaskan semuanya tentang orang itu."
Keesokan harinya...
Zen sedang asik menonton TV sambil menyantap semangkuk cabe ketika mendengar suara handphone di atas meja, dia memeriksa handphone-nya dan mendapati notif chat.
"Eudo?" Zen yang penasaran membuka notif itu.
Eudo: (Foto Molf kerja jadi bartender.)
Eudo: Lu tau orang ini nggak? Gue ketemu dia semalem.
Dia langsung terbelalak melihat foto itu.
Zen: Ngapain nanya ke gue?
Eudo: Masalahnya gini, si James juga nanya soal dia, tapi gue nggak bisa jelasin.
Eudo: Gue pengen nanyain Arie tapi nggak punya nomornya.
Zen: Lu yakin mau gue kasih tau soal Molf?
Eudo: Ini penting banget!
Zen: Ya udah, tapi gue jelasinnya pake Video Call aja. Jari gue bisa keriting kalau ngetik kebanyakan.
"Jadi begini, Molf sama Arie itu sepupuan, ibu mereka saudara kembar. Nah, dari yang gue tau nih ya, Molf itu dulunya kena musibah. Tempat tinggalnya diserang, orangtuanya terbunuh sementara dia sendiri tertangkap, sayapnya dipotong dan dijadikan budak. Semua itu membuatnya trauma sampai dia tidak bisa berekspresi."
Zen menghela nafas panjang. Seharusnya dia tidak menjelaskan masa lalu Molf, tapi hanya itu yang dia ketahui. Eudo dan James yang mendengarkan di seberang sana hanya terdiam.
"Tapi selama Molf di sini, dia mulai membaik dan sudah bisa menunjukkan ekspresinya lagi. Dan jujur saja..." Zen tersenyum tipis. "Aku sangat menyukainya, jika kalian tau maksudku."
Zen teringat sesuatu. "Ah iya, aku harus mencari Ney sekarang. Dia pasti main ke suatu tempat. Sampai jumpa."
Video Call pun berakhir.
Special Bonus: PedoDaily
"Huuh, garpu-ku bengkok." keluh Glinea yang sedang makan kue dengan Ney di sebuah cafe. "Kamu makan duluan saja, Ney."
"Nggak apa-apa, Kak Glinea. Kita bisa pakai garpu berdua." Ney menyodorkan garpu miliknya yang terdapat strawberry di ujungnya. "Aaah~"
Glinea hanya terdiam dengan senyuman canggung, padahal dia sudah mengalami serangan jantung di dalam batinnya.
"Ney! Garpuku juga bengkok! (Suapin aku juga dong!)" seru Hibatur dari kejauhan dengan garpu yang kelewat bengkok (dan sebenarnya disengaja).
"Pulang kamu!" seru Glinea kesal.
Arie mengeluarkan handphone. "Halo polisi?"
"Ini cara pakainya gimana ya?" tanya Ney yang memegang remote control milik Hibatur.
Tiba-tiba Hibatur mencium kepala Ney.
"Weeh, nggak sakit, nggak sakit." ledek Hibatur saat dipukuli Ney yang sebal.
Zen memasang wajah suram sambil mengeluarkan pedang dan Glinea menyiapkan cambuk sambil tersenyum 'manis'.
"Halo rumah sakit?" Arie memegang handphone di tangan kanan dan crossbow di tangan kiri. "Pesan keranda mayat satu."
"Ney, kamu jangan kebanyakan makan permen, nanti bisa sakit gigi." nasihat Hibatur pada Ney yang sedang makan permen.
Ney tersenyum manis. "Ehehe~ Makasih ya, Paman Batur baik dan perhatian deh."
Webek webek...
Hibatur langsung membawa Ney dan menghampiri tukang ojek terdekat. "Ojek!"
"Maaf mas, nggak boleh ceng-tri." ujar si tukang ojek.
"PEDO! PENCULIK!" pekik Glinea.
"PANGGIL POLISI! POLISI!" timpal Zen.
"Kayaknya kamu kurusan deh." ujar Lisa.
"Hah? Masa sih?" tanya Flore bingung.
"Coba kugendong." Lisa berniat mengangkat Flore.
"Tunggu dulu!" cegat Hibatur yang muncul entah dari mana. "Aku juga mau tau beratnya Flore!" (Bilang aja lu juga mau!)
Hibatur mengangkat Flore dan mendekatkan kepala di punggungnya.
'Kok dipeluknya enak? Wangi pula! Ada bau kucingnya.' batin Hibatur.
Lisa malah mengeluarkan handphone. "Halo FBI?"
"Hmm... Jadi begitu ya triknya..." Flore sedang memainkan game detektif yang diberikan Alpha.
"Flore pintar deh, nih hadiah buat kamu." Alpha mencium pipi Flore.
"Mulut siapa yang nempel tadi? Mulut ini ya? Ini ya? Mulut nakal!" omel Flore yang mencubit pipi Alpha.
"Ehehehe... Iya iya."
"Pak, ada orang berbahaya tuh, tolong diurus ya." pinta Hibatur kepada seorang petugas.
"Tenang, nanti saya tendang orangnya." balas petugas itu.
"Kamu juga sama (sama bahaya-nya)." komentar Teiron datar.
"FLOOREEEEE!" Hibatur yang datang entah dari mana muncul tiba-tiba di depan Flore.
"Eh?"
"Menikahlah denganku! (Aku sudah beli banyak sarden buat mas kawin kita!)" Hibatur menunjukkan sekeranjang ikan sarden kalengan yang diikat pita.
"Hayo, tidak boleh ya mas." nasihat Bibi Rilen yang memborgol Hibatur dan menodongkan pedang di depan lehernya.
Sementara di belakang, Tsuchi menutup mata Flore.
To Be Continue, bukan Tweet Bird Charm (?)...
Ya maaf kalau panjang... -w-/
Review! :D
