Happy Reading! :D
Chapter 243: Sn(t)ow(n)
'If you thought I was confusing to deal with...'
"Aku sedang di luar sekarang." ujar Saphire yang ditelepon sepupunya.
"Aku bisa melihatmu! Lihatlah ke kiri!"
Saphire menengok ke kiri. "Aku tidak bisa melihatmu."
"Ke kiri!"
"Ya, aku tidak bisa meli-"
"Oh, kanan! Lihat ke kanan!"
Saphire menengok ke kanan dan melihat Runa yang melambaikan tangan.
"Maksudnya kiriku." ralat Runa polos.
'You should meet Runa.'
Itu aja intro-nya.
~Lost Guy~
(Timeline: Saat Hibatur 'menghilang' selama sebulan lebih pada tahun lalu.)
"Aku heran." gumam Girl-chan.
"Ada apa?" tanya Kris.
"Si Batu Nisan kemana ya?"
"Nggak tau aku, Garu. Si Hiba aja gue tanya di FB juga nggak dijawab."
"Apa kuperlu sebar poster orang hilang aja ya?"
"Wkwk!" Kris langsung tertawa. "Nggak tau dah."
"Beneran, aku udah bikin lho."
"Ya serah situ aja sih sebarin atau nggak."
Di lain kesempatan...
"Kamu tau Hiba kah?" Pertanyaan George diabaikan Girl-chan yang melamun. "TF, dikacangin!"
Gadis itu menengok dengan wajah datar. "Nggak tau tuh kemana. Dari bulan puasa ngilang tuh 'Batu Nisan'."
George langsung tertawa mendengarnya. "Wkwkwkwkwkwk! 'Batu Nisan'!"
"Siapa yang bilang 'Batu Nisan' tadi? Si Garu?" tanya Kris yang ikut tertawa mendengarnya.
Beberapa minggu kemudian...
"Gue tadi keluar dari guild Batur, kesel dia ngilang lama." keluh Girl-chan.
Reha langsung tertawa. "Iya sih, nggak ada kabar ui!"
"Sekarang gue ikhlas tanpa guild." Girl-chan duduk di pinggir map 'Wild West'.
"Yang sabar nge-solo player." hibur Reha seadanya.
Girl-chan menopang dagu. "Udah biasa."
Reha menghela nafas dan ikut duduk di samping gadis itu. "Yang penting nggak ribut sama Batur aja sih."
Girl-chan memijit keningnya. "Lagian temennya si Kris juga udah tau kok."
Reha melipat tangan ke belakang kepala. "Dia nanyain sih tadi, 'Si Batur kemana?'."
Girl-chan memutar mata. "Rasanya kupengen bilang 'dia ditelan ikan paus'."
"Bilang aja diketapel sampai jadi bintang." usul Reha.
"Atau dijadiin batu nisan beneran." lanjut Girl-chan datar.
Reha langsung kaget. "Njir, kejam!"
Girl-chan menghela nafas pelan. "Kesel aja sih."
"Ya sabar." Reha menepuk punggung gadis itu.
Dan pada akhirnya...
"Mending lu jelasin aja kenapa lu nggak balik-balik gara-gara hutang kakak lu." ujar Girl-chan.
Hibatur melipat tangan di belakang kepala. "Well, kalau kepengen tau berapa banyak kakak brengsek gue ngutang nggak dibayar-bayar, jumlahnya lebih banyak daripada perfect set Unique... Dan udah nggak dibayar-bayar setahunan. And no, dia nggak ada usaha. Kerja di tempat yg sama, tapi berhubung dia malesnya keterlaluan tingginya, jadi jarang dapet bonus dari boss-nya... Typical bajingan pemalas..."
~Banana Guy Strike Again~
Hari yang biasa di Plaza LSWC, sampai si ketua squad kesayangan kita bertemu dengan pisang jejadian (lagi).
"Eh, Rara."
"Hay, Pisang."
Sebagian orang yang lewat di dekat kedua orang itu langsung menengok saat mendengar perkataan Girl-chan tadi. Mereka memasang tampang ala orang kelaparan saat melihat pria berkostum pisang itu, kemudian langsung menyerbunya saat itu juga.
"Gue dulu lha! Ngalah sama cewek!"
"Gue mau pisang!"
George pun berusaha menghindari kerumunan itu.
Girl-chan terkekeh ria. "Pisang jejadian mau dimakan."
"Pffft..."
"Diem pisang! Wkwkwkwk!" seru salah satu orang dari kerumunan itu. "Marah dia."
"Gak marah sih." bantah George.
"Berjuanglah, pisangnya galak." ujar Girl-chan iseng.
"Dia marah dipanggil pisang." Satu orang lainnya yang bernama 'Ririn' tertawa.
Setelah sebuah kejar-kejaran dengan pisang jejadian kemudian...
"Padahal bagus lho nih kostum." ujar George.
"Tapi bikin kesel, temen gue aja komen gitu." balas Girl-chan risih.
"Komen apa?" tanya George heran.
Gadis itu memutar mata. "Kalau aja tuh kostum menghadap ke belakang."
George mengerutkan kening. "Menghadap ke belakang? Aneh dong."
Girl-chan menghela nafas pelan. "Daripada itu? Dikira 'anu'."
"Namanya juga kostum pisang." George tertawa kecil. "Emang pisang ada yang ke belakang?"
Girl-chan memutar mata ke atas. "Ada sih."
George mengangkat alis. "Pisang apa? Apa nama pisangnya?"
"Pisang cacat." Gadis itu tidak sadar kalau kata terakhir disensor.
"Astagfirullah!" seru George kaget.
"Pokoknya gitu." Girl-chan hanya memasang wajah datar setelah menyadari kesalahannya.
"Ckckck..." George hanya geleng-geleng kepala. "Ra, jangan pikir ngeres soal nih kostum, padahal cuma kostum doang. Gue beli ini karena gue bosan pake kostum 'Change On' aja."
"Terserah..." Gadis itu langsung pergi dari Plaza.
~Annoying Message~
Semua orang memiliki pendapat sendiri mengenai pesan yang mengganggu.
Untuk si ketua Garuchan, pesan mengganggu yang biasa dia dapatkan berupa hinaan karena cara bertarungnya di match tidak banyak membantu tim yang dia tempati.
Random1: Beban lu!
Girl-chan: Saya memang lemah, maaf.
Random1: Out game aja lha!
Girl-chan: Saya suka game ini, jadi no.
Random1: Ajg lu!
Girl-chan: EGP.
Kejadian sebelumnya...
"Beban!"
"Saya sudah terbiasa dipanggil beban, jadi nggak ngaruh."
"Ngeselin!"
"Wkwkwkwkwkwkwkwkwkwk!"
Ada juga pesan mengganggu yang seperti ini:
Random2: Woy!
Girl-chan: Hah?
Random2: Barter char nggak?
Girl-chan: Satu doang ini.
Random2: Iya.
Random2: Id lu.
Random2: Woy!
Girl-chan: Gue takut diapa-apain, char kesayangan ini.
Random2: Kagak!
Random2: Demi Allah!
Random2: Jaminan ya char gue!
Girl-chan: Nggak makasih, gue masih nggak percaya.
Dan begitulah...
~Bad Role Model~
"Elwa, tolong jaga Carmel. Aku sedang sibuk sekarang (dan Emy baru saja pergi entah kemana)." pinta Thundy dari dapur.
"Cih..." keluh Elwa yang sedang membaca buku, dia pun mendatangi kasur bayi di depan sofa dimana terdapat Carmel yang sedang menangis. "Apa maumu? Apa kau mau bera- Ganti popok? Memegang mainan? Mau ini mau itu? Atau kau hanya butuh tete ibumu? (You lucky bastard!)"
"Elwa, bahasamu." timpal Greif memperingatkan.
Tapi tanpa diduga...
"Tete."
Elwa dan Greif langsung shock setelah mendengar apa yang dikatakan Carmel barusan.
"Tete! Tete!"
'Kata pertamanya?!' (Greif)
'Mati aku!' (Elwa)
Kemudian...
"Y-yah... Setidaknya kita tau apa yang dia inginkan... Be-benar kan?" jelas Elwa seadanya ketika Thundy menatap tajam dirinya untuk mempertanyakan alasan kenapa Carmel mengatakan 'tete' terus-menerus.
~'Horny'~
"Wion~ Tolong pakai tanduk ini! Tolong ya~" pinta Tumma sambil menunjukkan bando tanduk pada Wiona.
"Untuk apa?" tanya Wiona bingung.
"Agar aku bisa membuat lelucon 'itu' sepanjang hari!"
Teiron memperhatikan apa yang mereka bicarakan di depannya.
Kemudian...
BRAK!
"Lisa, ini buruk!" seru Tumma yang mendobrak pintu kamar Lisa. "Tidak ada waktu untuk itu! Si Teiron! Dia-! Dia-!"
Lisa langsung kaget ketika mendengar apa yang dikatakan Tumma selanjutnya.
Setelah itu...
"Jadi..." Teiron melipat tangan sambil duduk di sofa, di kepalanya terdapat bando tanduk. "Apa yang pertama kali kau pikirkan saat mendengar 'Teiron horny'?"
Lisa hanya terdiam. "Tidak ada..."
"Pffft..." Tumma menahan tawa sambil memegangi perut. "Pe-perutku sakit!"
"Aww, kekecewaan murni." komentar Alpha yang merekam kejadian itu di belakang sofa.
"Sudah direkam?" tanya Yubi di sebelah Alpha.
~Biscuit~
Inilah kejadian pada saat Maurice pertama kali melihat wujud manusia Figaro.
"Biskuit untukmu, baru matang dari oven." Monika memberikan sepiring biskuit untuk Maurice.
"Umm... Bukankah seharusnya kau berikan itu pada Figaro? Kenapa untukku?" tanya Maurice bingung.
"Karena kau yang butuh lebih banyak makan." balas Monika seadanya. "Nenek memintaku untuk membatasi pemberian biskuit Figaro, tapi tubuhku malah bergerak sendiri untuk membuat biskuit. Untungnya aku tidak membuat banyak, jadi makanlah sebelum dia menemukannya."
Maurice hanya menghela nafas. "Yah... Kalau seperti itu-"
"Aku mencium biskuit! Baru matang dari oven!" seru Figaro dari kejauhan dan tiba-tiba muncul menyambar mereka. "Berikan padaku! Itu punyaku!"
"Tidak!" Maurice mengangkat piring biskuit setinggi mungkin sambil berusaha mengusir Figaro.
"Ini buruk..." gumam Monika risih.
"Berisik sekali." komentar Alisa yang datang entah sejak kapan.
"Aku peliharaan Nona Monika, jadi apapun yang dibuatnya adalah milikku!"
"Tapi tidak waktunya, dasar otak burung!"
"Otak burung?!"
Tiba-tiba Figaro berubah wujud di depan Maurice. Dia menggunakan penampilan Maurice sebagai wujud manusianya, tapi tubuh Figaro lebih tinggi dengan rambut merah dan mata hitam serta sayap merah-biru di punggungnya.
"Bagaimana dengan ini, serigala pendek?!"
"Berikanberikanberikanberikanberikanberikanberikanberikanberikan!"
"Idih! Nggak! Menjauhlah dariku!"
"Apa?!"
Dan begitulah yang terjadi...
~Ice Mage~
"Squad sebelah aja ada Ice Mage, masa squad ini nggak?"
Molf yang sedang membuat minuman melirik Arta dengan tatapan bingung. "Apa itu penting?"
Beberapa orang sedang berkumpul di Mini Bar lantai 4 untuk sekedar refreshing.
"Jika kau berpikir itu penting, kenapa tidak cari sendiri saja?" timpal Elwa (yang sudah berada di sebelah Arta) sambil meminum 'grasshopper' yang baru saja dituang.
"Tunggu sebentar." Arta melirik Elwa dengan wajah skeptis. "Memangnya kau cukup umur untuk minum?"
"Menurutmu?" balas Elwa datar. "Jika aku tidak cukup umur untuk minum, aku masih cukup umur untuk mendengarkan para orang mabuk di belakang sana."
"Setidaknya masih ada beberapa Mage lainnya di sini." timpal Molf sambil mengelap gelas.
"Tapi jika memang mau, sebenarnya aku kenal seseorang yang bisa diajak bergabung." Elwa menaruh gelas yang sudah kosong. "Tambah dong, Molf."
"Baik." Molf mulai membuat minuman lagi.
Arta hanya mengangkat alis. "Beneran?"
"Tapi aku nggak yakin dia bakalan mau gabung." Elwa menopang dagu. "Well... Mungkin akan kubicarakan dengan Kaichou nanti."
Kemudian...
Si ketua squad melipat tangan. "Well, sebenarnya aku juga pengen sih..."
Elwa mengangkat alis. "Jadi?"
Girl-chan hanya tersenyum tipis. "Ajaklah dia, kau yang atur harinya."
Elwa menghela nafas. "Baiklah..."
Tiga hari kemudian...
"Umm..." Teiron membuka pembicaraan sambil menggosok tangan. "Untuk apa kita datang ke tempat ini?"
Elwa mengajak Teiron dan Thundy ke sebuah gua yang penuh dengan es. Karena suhu gua yang cukup dingin, kedua cowok itu memakai baju tebal sepuluh lapis (karena mereka nggak kuat dingin *kabur.*) sementara gadis di depan mereka menggunakan sihir api untuk menghangatkan diri.
"Ada seorang Ice Mage yang biasa meditasi di sini, kita akan mengajaknya ke squad."
"Apa ini ide Kaichou lagi?" tanya Thundy.
"Sebenarnya, ini ideku..." Elwa menggaruk pipi. "Lagipula aku sudah lama tidak bertemu dengannya."
Mereka bertiga terus berjalan lebih dalam, sampai akhirnya mereka tiba di sebuah tempat yang kosong.
"Aneh, aku yakin dia ada di sini." Elwa berpikir sejenak. "Apa mungkin dia bersembunyi ya?"
Teiron melihat serpihan es yang terbang di dekatnya. "Hey, apa ini?"
Elwa menengok dan memasang wajah panik. "Tei, jangan sentuh itu! Dia bisa-"
KREK!
"Membekukanmu."
Thundy hanya memasang wajah skeptis setelah melihat anak itu berubah menjadi patung es.
Kemudian terdengar suara siulan dan serpihan es itu terbang menghampiri sumbernya.
Seorang pria berambut putih dengan mata biru es dan baju biru muda menengadahkan tangan untuk menyambut kedatangan serpihan es itu, dia mengepalkan tangan dan membuat serpihan es itu menghilang.
"Ah, maaf ya. Dia mudah marah jika disentuh." Pria itu menghampiri Teiron dan menyentuhnya untuk mencairkan es yang membekukan anak itu.
"E-eh?" Teiron hanya celingukan dengan wajah bingung.
Pria itu tersenyum. "Aku sudah tau apa yang membawa kalian kemari, lagipula aku juga ingin tau. Tapi sebelum itu..."
Dia memasang sebuah topeng di wajahnya. "Aku akan memakai ini sampai kita tiba di sana."
"Oh, bagus. Satu lagi orang aneh." komentar Thundy risih.
Setelah itu...
"Aku harap kau tidak kaget melihat pemimpin squad ini, dia masih muda tapi sedikit aneh." Elwa mengetuk pintu kamar si ketua squad.
"Bentar!"
Pintu pun terbuka.
"Oh, sudah datang?"
Pria itu membuka topengnya. "Namaku Icy, senang bisa menjadi bagian di squad ini."
Tiba-tiba ada aura hitam yang muncul dari belakang Girl-chan.
"Mau apa kau? Jangan coba-coba menggodanya..." Si pirang jabrik menatap tajam orang baru itu.
Suasana hening sesaat.
"Oke oke, kita kenalan sama yang lain saja ya!" Teiron mendorong Icy menjauhi kedua orang itu.
"Kebiasaan kamu!" Girl-chan menyikut keras perut Mathias.
Special Bonus: Some Knowledge about Volley
"Seperti olahraga lainnya, voli juga memiliki perlengkapan tersendiri. Biasanya pemain memakai bermacam-macam gear seperti yang kupakai ini untuk membantu meringankan cedera." Arie menunjukkan sebuah gelang di tangannya. "Selain itu, aku akan menjelaskan sedikit tentang 'tape'."
"Tape?" ulang Zen.
"Celotape? Recording Tape? Mix Tape? Tape (nama makanan)?"
"Zen..." gumam Arie yang berusaha menahan amarah, dia langsung mencekik Zen dan menunjukkan sesuatu. "Dengerin ya! Maksud gue itu 'Kinesio Tape'! Bukan tape-tape itu semua!"
"Seperti pelindung untuk atlet pada umumnya, tape ini berguna untuk mencegah cedera, memulihkan pembengkakan otot saat tanding, dan juga melancarkan aliran darah." jelas Arie. "Setiap atlet memiliki kebutuhan yang berbeda, jadi ada yang pakai tape dan ada juga yang pakai gear lain."
"Itu mah sama aja kayak lakban (celotape), repot amat namanya."
Zen tidak menyadari kalau Arie akan menghajarnya dengan bola voli.
"Priit!" Seorang wasit meniup peluit sambil mengangkat dua jempol.
Zen yang melihat itu mengikuti apa yang dilakukan sang wasit. "Mantap!"
"Kau sedang apa, Zen?" tanya Tumma yang melihat kelakuannya tadi.
"Lagi ngikutin wasit yang sedang memuji pemain. Ini artinya 'mantap' kan?"
Tumma tertawa kecil. "Bukan, Zen. Itu sinyal dari wasit yang mengatakan 'permainan harus diulang'."
"Oooh..." Tapi Zen malah mengulangi kebodohannya tadi. "Mantap!"
Tumma hanya tepuk jidat.
To Be Continue, bukan Trip Big Clip (?)...
Icilcy Frezza (Ice Mage): Pria misterius yang sampai saat ini masih tidak diketahui asal-usulnya. Ada yang mengatakan kalau dia dan Elwa adalah kerabat, tapi hal itu masih belum dikonfirmasi.
Sengaja update dua Chapter karena kalau disatukan akan terlalu panjang... -w-/
Fic khusus tentang Icy akan di-publish besok, semoga... .v.a
Review! :D
