Balas Review! :D

RosyMiranto18: Kalau boleh jujur, curhatan Teira itu kejadian nyata yang kualami. Bedanya aku malah kasih uang arisan ke orang yang minta uang untuk biaya tur, dan aku kena marah sampai sempat nangis pas Mama tau keesokan harinya.

Savanah: "Tigwild sudah lama dibully sejak pertama kali masuk sekolah karena dia pemalu dan sulit diajak bicara. Sayangnya kami tidak punya asuransi. Dan kami sangat menikmati tempat ini, banyak fasilitas yang cukup membantu."

Thanks for Review.

Happy Reading! :D


Chapter 245: RanDoMeter


"Huuh... Kue-nya habis." keluh Jean.

"Jean, mau kue-ku nggak?" tawar Steve yang membawa kue dengan topping blueberry.

"Benarkah? Waaah, makasih ya Vania!" Jean mengambil blueberry dan memakannya.

"B-b... Blueberry-nya..." Steve terlihat shock.

"STEVEEEEE!" pekik Stella panik.

Hanya intro.


"Sal, kapurnya masih ada nggak?"

"Udah abis kemarin. Emang napa, Gar?"

"Nih." Edgar menunjuk rak makanan yang dipenuhi semut. "Tumben-tumbenan kayak gini."

"Waduh." Salem hanya speechless melihat itu, kemudian dia mengeluarkan handphone dan menghubungi temannya. "Ren, beliin kapur dong. Entar duitnya gue ganti."


Kemudian...

Ting tong!

"Ah, itu dia." Salem bergegas menuju pintu.

Tapi ketika dibuka...

"AAAAAAAAAHH!"

Salem pingsan karena melihat sekotak kapur yang melayang di depan pintu disertai kertas bertuliskan 'Aku membawa kapur yang diminta'.


Sementara itu...

"Hmm..." Rendy memasang wajah serius ketika sampai di depan markas. "Aku punya firasat kalau seharusnya aku tidak menyuruh Hendry membawa kapur ke rumah Edgar."

Ternyata Rendy menyuruh Hendry membawa kapur pesanan Salem karena dia agak malas untuk pergi ke rumah Edgar.

Dan parahnya lagi, dia lupa kalau Salem mudah takut dengan benda melayang.


Note: Bagian rak makanan disemutin itu kejadian nyata.


Seseorang mengunjungi Mini Bar lantai 4 dan duduk di kursi depan.

"Apa kau ingin minum sesuatu?"

"Aku tidak ingin min-"

Mata kuning si rubah ekor 9 berambut putih bertatapan dengan mata merah si Incubus tak bersayap berambut ungu tua.

"Kau siapa?" tanya kedua orang itu bersamaan.

Sepertinya aku lupa bilang kalau mereka belum pernah bertemu.

"Heeey~ Aku rasa kalian perlu kenalan." Seseorang nonggol di sebelah si rubah.

"Tumma." gumam si Incubus.

"Oh iya Molf, ini Ikyo, anggota lama, dia emang jarang kelihatan karena tinggal di rumah istrinya setelah menikah. Kyo, ini Molf, sepupunya Arie, dia masih belajar jadi Bartender." jelas Tumma.

"Salam kenal." ujar Molf singkat.

"Yah, terserah. Aku kemari hanya ingin mampir saja (lagipula aku tidak toleran dengan minuman buatan manusia, kecuali teh)." balas Ikyo datar.


Sekarang sudah ada Zen, Icy, dan Exoray yang datang untuk minum.

"Jadi Molf, tolong beri aku 'Screwdriver'." pinta Zen.

Molf menyajikan Vodka dengan obeng di dalamnya.

"..." Zen hanya speechless. "Apa?"

"Apa?" ulang Molf.

"Jangan bilang 'Apa?' padaku!" Zen mengambil obeng dan mengarahkannya di depan wajah Molf. "ADA SESUATU YANG JELAS-JELAS SALAH DI SINI!"

Exoray cekikikan. "Mereka benar-benar pasangan yang lucu."

Icy mengangguk. "Oke, aku mau 'Sex on the Beach'."

"Maaf, pantainya terlalu jauh." balas Molf datar.

Icy dan Exoray pun ikutan speechless.


"Apa Arie tidak pernah minum sebelumnya?" tanya Ikyo.

Molf mengerutkan kening. "Jangan pernah membiarkan Arie minum."

Mereka yang mendengar itu terheran-heran. "Kenapa?"

"Karena jika dia mabuk, dia bisa membuat kekacauan." jelas Zen datar.

"Itu tidak terlalu buruk." komentar Exoray.

Molf menarik kerah baju. "Dia pernah hampir membakar akte milik Ney di rumah kami karena mengira itu adalah kontrak pernikahannya dengan Glinea."

Mereka yang mendengar itu langsung speechless.

"Jangan biarkan Arie minum, dengan segala cara." nasihat Icy yang sudah berkeringat dingin.


Ikyo menghela nafas. "Setidaknya aku beruntung tidak membawa Neo ke sini saat ini, aku tidak mau anakku sampai tertular hal-hal aneh."

"Contohnya itu..." Ikyo menunjuk Mathias yang ingin karaoke di pojokan.

"One, two. One, two, three, four!" Mathias langsung bernyanyi. "BASS DIBETOT, PISTOL DILUCUT! JAGONYA BACOT NGGAK MAU DIGELUT!"

"Aku tidak mengerti." balas Molf bingung.

"Ya bagus kalau kau tidak mengerti, sepupumu bisa marah besar jika dia sampai mendengar itu darimu."


Di tempat lain...

"Paman mau belanja untuk makan malam, kamu mau makan apa?" tanya Paman Grayson pada Luthias.

"Umm..." Luthias berpikir sejenak. "Perkedel lobak, bakwan lobak, tumis lobak, sup lobak, asinan lobak, lobak goreng, lobak... Lobak apa lagi ya?"

'Kenapa menu-nya serba lobak semua?' batin Paman Grayson dengan wajah suram.

"Yo!" sapa Girl-chan yang menghampiri mereka.

"Ada apa, Kaichou?" tanya Luthias.

"Well, Selasa kemarin aku mendapat hero permanen dari Weekly Scroll yang kudapat dari Dungeon (bukan pertama kalinya sih) dan dapetnya Go Kong. Kurang suka sih, tapi biarlah..." jelas Girl-chan.

"Hanya itu?" tanya Paman Grayson.

"Dia akan datang sebentar lagi, jadi jangan kaget ya." Sang ketua squad langsung pergi.

Paman Grayson memegangi wajahnya. "Sungguh gadis yang aneh..."

"Ahahahaha..." Luthias hanya tertawa garing.


Kemudian...

"Jadi di sini ya..." Seseorang yang membawa tongkat berada di depan markas. "Tidak buruk."

Orang itu pun masuk ke dalam markas.


Back to Mini Bar...

"I love you."

Suasana pun langsung hening seketika. Zen yang wajahnya sudah memerah langsung dipelototi oleh keempat orang lainnya.

"I love you too." balas Molf dengan senyuman tipis nan tulus.

Zen hanya menunduk malu dengan wajah merah padam disertai kepala berasap.


Special Bonus: Have You Seen My Apple? (Referensi: Video Monty dan Molly di Facebook.)

'Tsuchi, apa kau melihat apelku?' tanya Tigwild.

'Tidak.' Tsuchi tidak sengaja melihat sebuah benda hijau di lantai. 'Hey lihat! Bola tenis! Bagaimana bisa berada di sini?'

Dia pun penasaran dan memainkan benda itu. 'Dapat! Kau tidak bisa lolos dariku! Haha! Sini!'

Tsuchi melihat Tigwild masih berada di tempatnya. 'Oh hey, kau sudah menemukannya?'

'Tidak, masih mencari. Aku membutuhkannya untuk tugas penelitian.' Tigwild melirik Tsuchi dan menyadari sesuatu. 'Tsuchi, itu bukan bola tenis. Itu apelku.'

Tsuchi langsung terkejut. 'Apa?!'

'Maaf! Ini.' Tsuchi mengelindingkan apel itu ke arah Tigwild, tapi tidak diambil. 'Kau tidak mau mengambilnya?'

Tigwild menggeleng. 'Tidak. Tidak bisa digunakan sekarang, itu dipenuhi kotoran.'

Tsuchi mengambil apel itu. 'Jadi aku bisa menyimpannya?'

Tigwild mengangguk. 'Ya. Aku akan mencari yang baru.'

Tsuchi memiringkan kepala. 'Kelihatannya tidak seburuk itu.'

'Tapi itu benar.' balas Tigwild.

'Maaf, tapi aku rasa...' Tsuchi menjatuhkan apel itu. 'Apel itu merah, bukan hijau.'

Tigwild hanya terdiam. 'Ya ampun...'

'Hey! Bola tenis! Haha!' Tsuchi memainkan apel itu lagi.


To Be Continue, bukan Team Block Coordinate (?)...


Yah, bodoh amat deh... -_-/

Serial voli ditunda dulu, mungkin Chapter depan... '-'/

Review! :D