Balas Review! :D
Hiba: Perasaan tuh dua lagu pemeran dan penyanyinya sama dah... -_-
Emy: "Boleh juga."
Zen: "Nggak, makasih!"
Ini udah lanjut...
RosyMiranto18: Mungkin akan kucoba lain kali.
Arie: *memutar mata.* "Kurang lebih begitu..."
Thanks for Review.
Happy Reading! :D
Chapter 266: ConTrolLine
Thundy yang baru pulang mendapati istrinya sedang celingukan di ruang tengah.
"Ada apa?"
"Dot (pacifier) Carmel hilang! Kamu kan tau dia nggak bisa tidur kalau nggak pake itu! Aku udah cari ke mana-mana, tapi nggak ketemu!" jelas Emy panik. "Gimana dong?"
"Aku ogah ngurusin, mending cuci piring aja." Thundy langsung pergi ke dapur.
Emy hanya manyun melihatnya.
Ketika dia membereskan piring yang akan dicuci, Thundy menemukan sesuatu yang familiar di dalam salah satu gelas.
"Emy."
"Ya?"
"Aku menemukan ini ketika mencuci piring." Thundy menunjukkan benda yang dicari Emy. "Kau tidak memasukkannya ke dalam gelas saat memberi makan Carmel kan?"
Emy terdiam sesaat, kemudian dia langsung menunduk malu. "Iya. Aku lupa kalau itu kumasukkan di dalam gelas setelah memberi makan Carmel."
Thundy hanya geleng-geleng kepala mendengarnya.
Note: Ini kejadian nyata yang pernah dialami emak gue ketika mengurus cucu ketiganya dan lupa dimana dia menaruh benda itu, pada akhirnya aku yang menemukan benda itu saat cuci piring.
Itu saja intro-nya.
~Red Drink: Wine or Soda?~
Molf yang baru tiba ke ruang makan di markas melihat segelas minuman berwarna merah di atas meja. Dia pun mengambil gelas itu dan meminumnya.
"Umm..."
Molf menengok ke belakang, dia mendapati Girl-chan dan Luthias di depan pintu.
"Ah, maaf. Aku tidak tau kalau ini wine milikmu."
Si ketua squad mengerutkan kening. "Molf, itu bukan wine. Aku tidak pernah (dan tidak boleh) meminum alkohol sama sekali."
"Lalu?"
"Sebenarnya yang kau minum itu soda berwarna merah." jelas Luthias datar.
Hening...
Wajah Molf mulai pucat dan tangannya mendadak lemas sampai menjatuhkan gelas yang dia pegang, kemudian dia jatuh terduduk di lantai. Luthias segera menghampiri Molf dan menopang tubuhnya untuk berdiri.
"Aku akan memanggil Arie." Girl-chan segera pergi dari ruang makan.
Kemudian...
Arie membawakan segelas wine untuk sepupunya yang duduk di kursi, kemudian dia membantu Molf meminum wine itu.
"Aku tidak mengerti." Luthias menggaruk pipi dengan wajah bingung. "Bagaimana dia bisa alergi soda?"
"Entahlah." Arie menaruh wine yang terminum setengah di atas meja. "Beberapa iblis cenderung alergi pada pangan (makanan dan/atau minuman) buatan manusia, tapi hanya pada satu jenis tergantung rasa atau bahannya."
"Begitu ya." balas Luthias singkat bersamaan dengan Girl-chan yang manggut-manggut.
"Tapi yang jelas, aku masih belum tau kenapa Molf bisa alergi dengan soda."
"Arie."
"Ya?"
"Apa kau tau bagaimana soda dibuat?" tanya Molf.
"Sayangnya aku tidak tau." jawab Arie seadanya.
GUBRAK!
Kedua orang yang mendengarnya langsung jatuh di tempat dan segera bangun dengan wajah sebal.
"Bukannya kau sudah lama tinggal di sini (Dunia Manusia)?!" tanya Girl-chan sewot.
"Memang." Arie menggaruk kepala. "Tapi rumahku berada di daerah perbatasan antara Dunia Manusia dengan Dunia Iblis dan wilayah itu jauh dari kota, karena itu ada beberapa hal dari dunia ini yang tidak kuketahui."
Luthias menaikkan kacamatanya. "Kalau kalian ingin tau sejarah pembuatan soda, aku akan menjelaskan semuanya."
Setengah jam kemudian...
"Jadi seperti itulah..." Luthias mengakhir penjelasannya sambil melipat tangan.
'Aku ragu apa mereka akan mengerti dengan penjelasan sepanjang itu.' batin Girl-chan dengan wajah skeptis. 'Bukannya aku mau bilang mereka itu bodoh, tapi tetap saja penjelasan serinci itu akan sulit dicerna orang lain.'
"Sepertinya aku mengerti inti penjelasan itu." gumam Molf. "Kemungkinan ada bahan yang bisa memicu alergiku, walaupun aku tidak tau persis bahan apa itu."
"Baiklah..." Arie mulai berjalan menuju pintu. "Jika tidak ada lagi masalah lain, aku akan pergi ke 'DraFlamia' (nama restoran yang diurus Ilia) untuk makan siang."
"Apa nanti kau akan berkencan dengan Glinea?" tanya Girl-chan jahil.
Arie langsung blushing sesaat.
"Nggak!" Dia pun langsung pergi dari ruang makan.
~Alergi Asin~
"Wah, lihat siapa yang datang." celetuk Ilia ketika Arie memasuki restoran.
"Jangan memberiku meja gratis hanya karena kami pasangan!" seru Arie sebal. "Ini hanya makan siang biasa, bukan 'hari kencan dengan putri sok baik yang menyamar sebagai pelayan'!"
"Ya ampun, galak sekali." komentar Ilia dengan senyum miris.
Arie hanya mendengus dan duduk di meja terdekat.
Kemudian...
"Ini pesanannya." Glinea meletakkan pesanan Arie beserta piring berisi kumpulan telur bercangkang biru.
Arie mengambil salah satu telur dan mengerutkan kening ketika memperhatikan telur itu. "Telur biru?"
"Itu menu spesial. Cobalah, rasanya enak kok."
Arie membuka cangkang telur itu dan mulai mencoba segigit, tapi kemudian wajahnya berubah pucat.
"Apa ada masalah?" tanya Glinea.
Arie menggeleng. "Tidak, tidak sama sekali."
"Aku harus ke toilet." Dia pun segera berdiri dan pergi.
Glinea hanya kebingungan. "Ada apa dengannya?"
"Apa Arie tidak memberitahumu kalau dia alergi dengan sesuatu yang asin?" tanya Tumma yang baru saja datang.
"Heeeh?!" Glinea langsung kaget mendengar itu.
Tiba-tiba terdengar suara muntah yang cukup keras dari toilet.
"Dari mana kau tau soal itu, Tum-Tum?"
"Dulu ketika kami masih sekolah, dia menolak menjadi objek percobaan uji rasa dalam tugas kelompok. Aku baru tau Arie alergi asin setelah dia dipaksa minum air garam dan muntah-muntah selama dua jam, setelah itu dia mendadak demam dan tidak masuk sekolah selama dua minggu."
Dua jam kemudian...
"Telur macam apa yang rasanya asin?!" protes Arie sebal.
"Sebenarnya itu telur bebek yang diasinkan dengan cara khusus." jelas Ilia datar.
"Seharusnya kau mengatakan itu lebih awal!"
"Sudahlah..." lerai Tumma sambil memakan telur asin itu. "Pasti ada cara untuk menyembuhkan alergimu (seperti yang dialami Molf saat itu) kan?"
"Biasanya makanan manis bisa menetralkan rasa-rasa yang tidak enak seperti pahit, pedas, asam, dan asin." Glinea memeluk Arie dari belakang. "Maaf ya."
"Kenapa kau yang minta maaf sih?" Arie hanya blushing dan menghela nafas pasrah. "Ya sudah, buatkan aku kue. Rasa apa saja."
Setelah itu...
Glinea meletakkan kue buatannya di atas meja. "Selamat menikmati."
'Red velvet ya...' Arie menghela nafas pelan. 'Kurasa tidak salahnya mencoba kue buatan gadis itu.'
Arie pun mulai memotong kue itu dan memakannya, kemudian dia terdiam sesaat.
"Apa tidak enak?" tanya Glinea cemas.
"Tidak." Arie menggeleng. "Ini enak kok."
"Hanya saja, rasanya seperti mengingatkanku pada sesuatu." Arie memakan kue itu lagi.
Glinea tersenyum manis. "Aku senang mendengarnya."
Dia pun mencium pipi Arie, dan orang yang dicium tetap melanjutkan makannya dengan wajah memerah.
~Complain~
Ada seorang pelanggan yang protes di depan meja kasir sampai menimbulkan antrian panjang di belakangnya.
"Hey, kopi ini kering. Aku sudah memesan kopi dari tempat ini sejak dua hari yang lalu. Apa ini caramu melayani pelanggan setia? Ganti sekarang atau kuberi satu bintang."
"Maaf pak, ini bukan cafetaria." balas Ilia.
"Apa kau berbicara balik padaku? Biarkan aku menemui manager-mu!"
"Saya managernya." Ilia tersenyum 'manis' dan mengeluarkan aura hitam.
Pelanggan yang protes itu pun pergi dengan perasaan sebal.
"Ini kembaliannya, Pak Lamemore." ujar Ilia pada pelanggan lain yang sudah mengantri.
"Lammermoor." ralat Edgar datar.
~How to Read~
S-H-O-S-P-L-E
-C-O-L-U-P-I-S
Bagaimana cara anak-anak membaca tulisan itu?
"Shosple colupis." (Flore, Frans, Ney)
"School supplies." (Arthur, Della, Ishar, Nigou, Tigwild)
"Kenapa hurufnya dirangkai seperti itu?" (Ata)
~Lip Balm~
"Kakak, lihat ini!" Yima menunjukkan sesuatu. "Lip balm baruku."
Donna mengendus benda itu. "Bau-nya bagus, apa rasanya?"
"Cium aku dulu biar kamu tau."
"Tidak, terima kasih."
"Huuh, Kakak nggak seru!" Yima mencembungkan pipi. "Ini 'strawberry vanilla'."
Setelah itu...
Diam-diam Donna membeli sebatang lip balm di minimarket, kemudian dia keluar dan celingukan sesaat untuk memastikan tidak ada orang yang melihatnya di sana.
Benda itu dijilati sedikit dan ketika dia mulai menyukai rasanya, benda itu dima-
"Donna?"
Donna langsung berkeringat dingin setelah satu gigitan ketika mendengar panggilan barusan, ternyata berasal dari Alisa yang kebetulan sedang jalan-jalan di sekitar minimarket.
"Tunggu..." Alisa mulai memasang wajah skeptis ketika menyadari sesuatu. "Apa kau baru saja memakan lip balm?"
Donna mengunyah dengan cepat dan segera kabur dari minimarket.
~Giving Name~
"Kak Naya!"
"Ada apa, Edward?"
"Kalau nanti yang lahir laki-laki, aku boleh kasih nama nggak?"
"Tentu, kenapa tidak?"
"Yeay! Makasih, Kak!"
Setelah Edward pergi, datanglah Salem dan Chilla.
"Kak Naya, Chilla mau lihat lebih dekat!"
"Boleh."
Chilla mendekat dan menempelkan telinga pada perut Naya. "Umm... Kenapa terdengar dua detak jantung? Apa ini normal?"
'Kalau seperti ini, apa nanti dia akan melahirkan anak kembar seperti yang terjadi pada mimpiku dulu?' batin Salem was-was.
"Oh iya Salem, apa kamu mau memberi nama jika yang akan lahir nanti perempuan?"
"Hah? Kenapa?"
"Edward tadi ke sini, dia bilang akan memberi nama jika yang lahir nanti laki-laki."
'Apa dia benar-benar serius ingin punya adik laki-laki?' Salem mengerutkan kening. "Aku bisa saja melakukan itu, tapi entahlah. Mungkin akan kupikirkan nanti."
"Tidak apa-apa."
Setelah Salem dan Chilla pergi, Naya menatap jendela sambil mengusap perutnya.
"Dua detak jantung ya..."
~Box~
Teiron membawa sebuah kotak. "Baiklah, aku sudah membawa kotakku. Kita akan memasukkan sesuatu yang kita cintai ke dalam kotak."
"Boleh aku menaruh foto ikan dan bunga ke dalam kotak?" tanya Flore.
"Tentu." jawab Teiron.
"Bagaimana dengan impian dan harapanku untuk mengembalikan memori masa laluku?" tanya Arta.
Teiron berpikir sejenak dan mengangguk. "Ya."
"Kalau kenangan tentang ayahku?" tanya Wiona.
"Tentu, kenapa tidak?" balas Teiron.
"Boleh aku memasukkan Thun-kun ke dalam kotak?" tanya Emy.
"Tidak." balas Thundy datar.
"Boleh aku memasukkan Arie ke dalam kotak?" tanya Glinea.
"Tidak!" seru Arie sewot.
"Boleh aku memasukkan-"
"TIDAK!" pekik Zen memotong ucapan Molf karena tau apa yang akan dia katakan.
"Boleh aku memasukkan Giro ke dalam kotak?" tanya Luthias.
"Absolutely not!" seru Giro sebal.
"Boleh aku memasukkan Ikyo ke dalam kotak?" tanya Adelia.
"Tidak." balas Ikyo risih.
"Boleh aku memasukkan kompu-"
"Tidak boleh!" seru Lisa memotong perkataan Alpha.
"Umm, Kak? Apa kita masih bermain petak umpet?" tanya Ney yang berada di dalam kotak bersama Duco.
~Random Talk~
"Jika kau menggigitnya dan kau mati, itu beracun (poisonous). Jika itu menggigitmu dan kau mati, itu beracun (venomous)." jelas Salem.
"Jika itu menggigitku dan itu mati?" tanya Edward.
Salem menghela nafas. "Artinya kau beracun. Tolonglah Edward, belajarlah mendengarkan."
"Jika itu menggigit dirinya sendiri dan Chilla mati?" tanya Chilla.
"Itu voodoo." timpal Hendry (walaupun dia tau tidak ada yang bisa mendengarnya).
"Jika itu menggigitku dan orang lain mati?" tanya Naya.
"Itu korelasi, bukan sebab-akibat." komentar Edgar.
"Apa yang akan terjadi jika kami saling menggigit satu sama lain dan tidak ada di antara kami yang mati?" tanya Ilia.
Rendy langsung blushing. "That's kinky..."
"Oh my God you guys!" seru Salem kesal.
~Balada Terima Paket~
"Katanya Saphire PO game 'Cathrine Full Body' ya?" tanya Vestur.
"Udah dari kapan tau tuh, nggak tau juga udah keterima atau belum." balas Alpha yang sibuk memainkan 'Pokemon Sword and Shield'. "Emang lu mau main juga? Itu kan game horror puzzle dengan unsur sensual."
"Nggak, cuma penasaran aja."
Daren sedang menyirami kebun milik Arta di halaman belakang kediaman Aokiryuu.
"Permisi, apa benar ini rumah Saphire Andreas?" tanya seorang tukang pos yang mendatanginya.
"Ya." balas Daren agak bingung.
"Alamatnya benar di sini kan?" Sang tukang pos menunjukkan alamat yang tertulis pada paket yang dia bawa.
"Ya." jawab Daren sedikit skeptis. 'Ngapain juga Saphire pake alamat rumah ini? Masih untung bukan Kakek Kazuma yang terima.'
"Mbak ini istrinya ya?"
NGEK!
"Bukan mas, saya adek cowoknya." ralat Daren dengan nada datar (yang tersirat sedikit amarah di dalamnya).
Si tukang pos merasa canggung. "Ba-baik. Saya mau foto buat bukti pengiriman nanti. Atas nama siapa?"
"Daren."
Setelah itu...
"Paket itu dari mana, Dary?" tanya Arta yang baru pulang ketika melihat paket tadi di meja makan.
"Itu paket Saphire, baru aja dateng." jelas Daren dengan wajah suram sambil mencuci piring.
Arta merasa sedikit risih melihat ekspresi Daren. "Emang isi paketnya apaan? Kok wajahmu begitu?"
"Palingan game yang udah lama dia pesen dari kapan tau, tapi yang bikin gue bad mood itu pas nerima paketnya. Masa gue dikira istri sama tukang pos?"
Arta hanya tersenyum canggung mendengar itu.
Pada jam makan malam, terjadi acara kejar-kejaran dengan alasan yang 'terlalu sepele'.
"Apa baru saja terjadi sesuatu pada mereka? (Aku harap Ani-sama tidak menghajar mereka saat pulang nanti.)" tanya Ken yang merasa tidak nyaman mendengar keributan tersebut.
"Dary bad mood gara-gara dikira istrinya Saphire sama tukang pos." jelas Arta cuek sambil memakan ramen bagiannya.
Note: Ini kejadian nyata pas ada tukang pos yang nganterin hape baru bapak gue (soalnya hape lama dia udah rusak) yang dipesen sama abang gue. Gue yang emang disuruh nerima tuh paket malah dikira istri abang gue (yang udah beranak tiga) sama tukang pos-nya. (Mentang-mentang badan gue rada langsing kali ya?)
Sekitar hampir satu jam kemudian...
"Setidaknya game pesananku selamat..." gumam Saphire (dengan kepala benjol dan badan penuh perban setelah babak belur dihajar Daren yang cemberut di belakang) sambil menaruh paket di atas meja.
"Emang game apaan sih yang lu pesen?" tanya Daren.
Saphire mulai membuka paketnya. "Liat aja nanti."
Daren hanya diam saja tanpa memperdulikan kegiatan Saphire, sampai dia tak sengaja melihat artbox game itu.
Gambar wanita berambut pirang drill twintail dengan mata biru dan baju putih itu seperti mengingatkannya pada seseorang yang dia kenal.
'Ibu...'
"Dary!"
Daren tersentak sesaat ketika Saphire memanggilnya sambil mengibaskan tangan di depan wajahnya.
"Kamu ngapain sih liatin kotaknya?"
"Tidak ada." Daren pun segera pergi dari kamar Saphire.
'Ada apa dengannya?' batin Saphire bingung.
~It's D for Dog~
Della berpasangan dengan Duco dalam tugas kelompok untuk mengisi soal pilihan ganda.
"Hmm..." Duco memperhatikan kertas yang dipegang Della sejak tadi.
"Duco, kamu ngapain liatin kertasnya?" tanya Della penasaran.
Duco menunjuk satu soal yang tidak diisi jawaban. "Dera tak (j)awab ini?"
"Nanti saja, aku lupa belajar soalnya. Mungkin yang lain juga tidak tau." balas Della seadanya.
Dan soal yang dimaksud berisi seperti ini:
10. Hewan yang terkenal pernah merentas jaringan internet adalah...
A. Anu, emangnya hewan bisa ngetik?
B. (Gambar kelinci)
C. (Gambar kucing)
D. (Gambar anjing)
"Oh iya, ngomong-ngomong... Apa kamu bisa baca, Duco?" tanya Della.
"Bica!" seru Duco antusias.
Della merasa ragu. "Masa sih?"
"(G)uk (g)uk!" Duco menunjuk gambar anjing di sebelah huruf 'D' yang sudah disilang.
"Jangan baca jawabannya! (Lagipula yang kamu lakukan itu bukan membaca tapi tebak gambar!)" pekik Della kaget.
~Banned for being 'Too Lucky'~
"Sap, lu mau kemana?" tanya Salem ketika melihat Saphire yang berniat ingin pergi.
"Ada barang langka incaranku di toko langganan, tapi dijadiin grandprize event lottery. Aku mau minta bantuan temen buat dapetin barang itu." jelas Saphire bersemangat.
Salem melipat tangan dengan wajah datar. "Kalau temen yang lu maksud itu 'si pria paling beruntung di alam semesta', kayaknya nggak usah deh."
Saphire kebingungan. "Hah? Emang napa?"
"Kemarin si Vestur posting foto ini di FB, katanya temen lu itu di-banned seluruh toko di kota gara-gara menangin banyak event lottery dalam sekali coba." Salem mengeluarkan handphone-nya dan menunjukkan postingan yang dimaksud.
BlackSpike
Sehoki apa orang ini sampai di-banned semua toko di kota?
(Foto yang diposting berupa poster yang tertempel di tiang lampu, ternyata ada foto Lucky *Kyuranger* di tengah poster dan di bawah foto terdapat tulisan 'Orang ini terlalu beruntung, usir saja jika masuk toko kalian'.)
Saphire hanya terdiam melihat postingan itu.
Special Bonus: Macam-Macam Rasa
Ada banyak rasa di dunia ini.
~Asin~
"Laper nih." keluh Marin sambil memegangi perut. "Jadi pengen yang asin-asin deh."
"Nih, aku punya garam." ujar Rina tanpa dosa sambil menunjukkan benda yang dimaksud di tangannya.
Marin langsung kesal seketika.
~Manis~
"Masih laper nih." keluh Marin lagi. "Sekarang jadi pengen yang manis-manis."
Kemudian Marin menatap tajam Rina. "Tapi awas aja kalau lu kasih gula pasir!"
Rina pun menunjukkan sebuah benda berwarna coklat pada Marin.
"Apaan tuh?" tanya Marin agak skeptis.
"Gula aren." balas Rina polos.
Marin pun langsung melemparkan gula aren itu tepat ke wajah Rina.
~Pedas~
"Kamu masih laper nggak?" tanya Rina.
"Nggak!" balas Marin yang masih gondok.
"Serius nih. Aku ada yang pedes-pedes buat kamu." Rina menunjukkan sesuatu. "Semangkuk omongan tetangga."
Marin langsung menjauh saat itu juga. "PEDAS! PEDAS!"
"Dimakan ya." timpal Rina mengabaikan jeritan Marin.
~Asam~
Marin melipat tangan dengan wajah kecut, kemudian Rina muncul sambil memegangi cermin di sebelahnya.
"Kalau mau yang asem-asem." ujar Rina polos.
Marin langsung mengejar Rina yang sudah kabur duluan.
To Be Continue, bukan Tasty Banana Crabapple (?)...
Udah, aku capek...
Review! :D
