No Review for now, yeah... ._.

Happy Reading! :D


Chapter 269: DaiLynx


Zen menemani Duco menonton episode terakhir 'Kamen Rider Build' di laptop.

"Papa, inci!"

"Eh?" Zen langsung mem-pause video tepat pada bagian kelinci yang muncul di lapangan berumput tempat sang karakter utama tergeletak.

Duco terlihat antusias saat menatap kelinci di scene itu, Zen yang melihat itu merasa dapat ide.


Beberapa menit kemudian, Tumma yang memakai laptop setelah mereka langsung sweatdrop ketika melihat screenshot dari scene kemunculan kelinci tadi dijadikan wallpaper laptop.

Hanya itu saja intro-nya.


Ada kalanya mengangkat jemuran bersama itu bagus, tapi kadang bisa berakhir kacau...

"Yaaaaaah, kalau begini mah susah banget ngambilnya! Dary, bantuin ambil jemuran di atas dong!" seru salah satu cowok dari keluarga Andreas.

Tangannya tidak bisa menggapai jemuran yang nyangkut di atap rumah keluarga Andreas. Dia sendiri takut jatuh karena di bawah sana (tepatnya di rumah tetangga sebelah), ada anjing galak yang siap menggigit pakaiannya jika dia jatuh.

Daren sendiri hanya menatap tajam jemuran di atas sana. Dia tidak mau mengambil jemuran itu karena yang nyangkut di sana adalah bra milik Runa, salah satu sepupu perempuannya. Dia bisa dikira maling daleman kalau memanjat ke atap dan mengambil bra milik Runa. Mau ditaruh dimana harga dirinya?

"Heeeh?! Masa mau dibiarin di atas genteng? Kan nggak enak dilihat tetangga..." keluh Runa tidak terima.

Ketika Runa mencari bantuan ke dalam rumah, ada Arta yang sedang membaca majalah di ruang tamu.

"Arta..." panggil Runa.

Nggak ada sahutan.

"Arta..." panggil Runa sekali lagi.

Nggak ada sahutan lagi. Runa tepuk jidat dengan frustasi.

"Tartagus, kamu cowok kan?"

Arta langsung terbatuk seketika mendengar pertanyaan itu, dia langsung menengok ke arah Runa dengan tatapan 'you don't say'. "Nggak, gue cewek! Ya iyalah cowok! Mau bukti? Ngeri lho, mbak!"

Runa speechless.

"Arta yang baik hati dan tidak sombong, bantuin ambil jemuran di atas genteng dong. Pweaaaaaase..." Runa memohon dengan sedikit memaksa.

"Ya ya." Arta pun bangun dari tempat duduknya dan pergi membantu.


Sekarang dia sudah memanjat atap rumah untuk mengambil bra milik Runa.

Tapi entah kenapa, beberapa orang yang numpang lewat malah menonton usaha Arta yang sedang mengambil bra di atas sana seolah-olah kejadian itu adalah film telenovela kece yang harus ditonton minggu ini.

Tangan Arta berhasil meraih 'mangkuk kain' berkibar itu, tapi sayangnya ada pengait yang tersangkut pada salah satu paku di atap. Dia pun menarik paksa bra putih itu-

BREEEET!

Sampai robek.


"Nih." Tangan Arta menyodorkan bra yang sudah tidak berbentuk lagi pada Runa.

Runa langsung shock melihat benda kesayangannya sudah rusak. "Ke-kenapa jadi begini? HUWAAAA!"

"Apaan sih? Tadi maksa minta bantuin, sekarang malah nyalahin." gerutu Arta sambil pergi ke markas Garuchan dengan bra yang masih berada di tangannya, entah apa yang akan dilakukan oleh Arta dengan bra robek itu.


Setengah jam kemudian...

Arta keluar dari kamarnya, turun ke lantai empat, mengetuk pintu kamar, dan seorang Elwania Phoenixia membuka pintu. Arta tanpa basa-basi langsung menarik tangannya dan menculik gadis itu ke dalam kamarnya sendiri.

Mereka ngapain ya?


Cklek!

Setelah satu jam berlalu, pintu terbuka dan Elwa keluar dari kamar itu.

"Semoga beruntung."

Lalu Arta keluar dari kamar dan segera pergi ke tempat lain.


Sesampainya di kediaman Andreas, Arta buru-buru menyembunyikan bra itu di balik punggungnya dan mengetuk pintu sekali.

"Runa, ini Arta."

Pintu rumah itu dibuka oleh seorang cewek yang memasang tampang 'saya baru bangun tidur' di wajahnya. Arta mengabaikan dia dan langsung menuju ke kamar Runa, rupanya gadis itu sedang menangis di pangkuan ibunya.

"Arta jahat sama aku, Bu..."

"Runa..." panggil Arta.

"Padahal itu baru dibeliin sama Vivi..."

"Runa..." panggil Arta lagi.

"Pokoknya aku nggak mau ketemu dia lagi! Huwaaaaa..."

"Eiruna. Jangan, ngacangin, gue."

Perintah (atau ancaman) barusan sukses menghentikan tangisan Runa. Runa menengok ke arah Arta, di tangannya terdapat bra miliknya.

"Ini. Pakailah." Arta menyerahkan bra itu pada Runa dengan senyum tipis.

Tangisan Runa pecah seketika, Arta emang sangat baik sampai mau menjahit bra-nya yang rusak.

Tapi begitu akan dipakai...

"Kok jadi kekecilan?! Ini mah sama aja bohong! Ujung-ujungnya nggak bisa dipake lagi! HUWAAAAA!" Runa melempar bra yang malang itu ke lantai dan kembali menangis.

'Padahal udah dibantuin...'

Arta kembali ke markas dengan bibir manyun, dia ngambek.


"Elwa, gue nyesel minta tolong sama lu!"

"Hah?"

"Ternyata ukuran lu BEDA JAUH sama Runa! Buat dia malah kekecilan!" Arta tepuk jidat dengan tampang frustasi. "Makanya sebelum bantuin ginian mending gedein dulu tuh tete-"

DUAK!

Sebuah buku kamus setebal 20 cm sudah menghantam jidat Arta sebelum dia sempat menyelesaikan omelannya.

"Lu ngomong apa barusan?!"

"Au ah triplek! Gue bete!"

BRAK!

Arta membanting pintu dengan sangat kasar, Elwa dan Ilia (yang sedang mampir ke kamar Elwa) hanya melongo dalam keheningan.

"Elwa."

"Apa?"

"Emang ukuranmu serata apa sih?"

DUAK!

Sekarang giliran wajah Ilia yang dihantam buku sihir setebal 10 cm.


Saat ini Runa sedang nodongin bra ke semua sepupu cewek dan cowok di keluarga Andreas. (Mbak, cowok ber-bra itu langka lho.)


Arta sendiri sedang meratapi nasib di kediaman Aokiryuu karena usahanya untuk menjahit bra tidak dihargai sama sekali (tapi nggak usah pake teriak-teriak 'Shine Bright Like a Doitsu' di dalam sana juga dong mas, entar malah dihajar karena berisik).


Emy melihat suaminya akan pergi keluar rumah. "Thun-kun, kamu mau kemana? Entar digodain 'tante girang' di jalan lho." (Padahal dia sendiri kelakuannya juga kayak 'tante girang'.)

"Nggak usah lebay, orang cuma mau ke minimarket doang." balas Thundy datar. "Emangnya napa? Mau nitip jajanan?"

Tapi kemudian dia langsung sewot. "Enak aja! Beli sendiri! Sana ganti baju sama ambil dompet! Gue tungguin lima menit!"

Emy hanya tersenyum miris. 'Bilang aja mau ditemenin. Dasar Tsundere.'


Di markas Garuchan...

"Bengong aja, ada masalah?" tanya Vivi.

Luthias yang menatap langit tidak menengok. "Adikku melanggar hukum."

"Hah? Kok bisa?"

"Aku yang menjadi saksi."

"Paman penuntut umum."

"Ayah yang mengadili."

Beberapa orang langsung muncul di dekat mereka berdua.

"Walau ibu gigih membela, yang salah diputus salah!"

Tapi kemudian...

"Kenapa malah jadi nyanyi Qasidah sih?!" sembur Luthias sebal.

"Lha kirain, ngoehehehe." Vivi langsung kabur saat itu juga.


Di atap markas...

"Salma, boleh aku bertanya sesuatu?" tanya Naya ketika sedang makan siang bersama Salma.

Salma yang berniat memotong steak di piringnya meletakkan kembali pisau di atas meja. "Ada apa, Kak Naya?"

"Karena kamu adalah Salem dari dunia lain, aku terpikirkan hal ini sejak lama. Jadi..." Naya menggantung sesaat. "Seperti apa diriku di duniamu?"

Salma terlihat murung setelah mendengar pertanyaan itu.

"Sebenarnya aku tidak ingin menceritakan ini, tapi karena Kak Naya sudah bertanya..." Salma terdiam sejenak.

Naya mulai merasa bersalah. "Aku tidak akan memaksamu jika itu membuatmu sedih."

Salma menggeleng dengan senyum tipis. "Tidak apa-apa. Aku akan menjelaskan semuanya."

Naya menaruh garpu yang dia pakai di sebelah piring salad-nya. "Baiklah, jika itu maumu. Aku akan mendengarkan."

Salma menghela nafas. "Kak Naya di duniaku masih memiliki mata, tapi nasibnya tidak seperti dirimu yang masih bisa bersama Salem."

"Apa dia sudah meninggal?"

"Tidak, dia masih hidup. Tapi sayangnya..." Salma menggantung sesaat. "Dia menjual tubuhnya untuk membayar utang orangtua kami yang sudah meninggal saat aku baru lulus sekolah dasar."

Naya menutup mulut karena terkejut.

"Setelah dia melakukan itu, aku memilih lari dari rumah dan mencari kehidupan baru. Kemudian aku bertemu dengan kakak-beradik yang baik, aku dijadikan bagian dari keluarga mereka dan orangtua mereka menyekolahkanku sampai lulus SMA. Setelah itu aku memutuskan untuk hidup sendiri dan menikah dengan Alfred."

Salma tersenyum pahit. "Salem beruntung Kak Naya hanya mengorbankan mata. Jika dia bernasib sama sepertiku, mungkin saja dia sudah bunuh diri."

Naya merasa prihatin mendengar semua itu. "Salma..."

Suasana di antara mereka terasa sangat sunyi.

"Salem sering menangis ketika kami masih kecil, bahkan dia masih seperti itu setelah aku mengorbankan mataku." Naya mulai teringat masa lalu. "Dia sering menyalahkan dirinya sendiri setelah kejadian itu, hal yang bisa aku lakukan hanyalah menenangkan dan memberikan nasihat agar dia menjadi lebih kuat. Kamu pasti tidak jauh berbeda bukan, Salma?"

"Ya..." Salma kembali tersenyum pahit. "Terkadang mengingat itu membuatku ingin menangis..."

Pada akhirnya mereka berdua menyadari kalau dunia yang mereka tempati memiliki banyak sekali perbedaan. Keduanya pun melanjutkan makan siang tanpa memperhatikan suasana sekitar yang mulai rusuh (apalagi terdapat Arie dan Zen yang sedang 'fork-fencing' hanya untuk memperebutkan makanan terakhir di meja buffet TEPAT di belakang kedua wanita itu).


Salem sedang berjalan sendirian menuju tempat dia janjian dengan teman.

Dari arah yang berlawanan, Rendy terlihat sedang mengejar kembarannya karena suatu alasan.

Sriiiiing!

Mereka berdua melewati Salem dan terus saja kejar-kejaran.

Tapi ada satu masalah.

Rendy yang menggunakan pedangnya ketika mencoba menghentikan Hendry tidak menyadari kalau serangannya mengenai target yang salah (karena Hendry terlalu lihai dalam menghindar) dan ternyata...


"Salem, pffft..." Saphire berusaha menahan tawa dengan apa yang dia lihat.

"Nggak usah ditanya..." balas Salem dengan wajah suram ketika tiba di atap markas (tempat dia janjian dengan Saphire dan Vestur) hanya memakai celana boxer bermotif garis-garis warna kuning dan putih.

'Kenapa dia terlihat mirip si CEO serba seribu persen dari serial Kamen Rider itu ya?' batin Vestur speechless.


Setelah sebuah baju kemudian...

"Sap, Truth or Dare?"

"Dare lha!"

Karena sedikit dendam dengan Saphire yang (hampir) menertawakannya, Salem mendapat ide yang sangat licik setelah melihat seorang gadis yang baru datang.

"Coba deh lu godain Alisa, orangnya di sono." Salem menunjuk gadis berambut salmon pink di depan pintu atap.

Saphire pun segera mendatangi orang yang bersangkutan, tapi...

Buuuussssh!

Saphire kembali dengan tubuh terbakar setelah terkena semburan api Alisa.

"Gimana Sap, enak nggak jadi duren gosong?" tanya Salem dengan senyum puas.

"Ves, setelah ini lu kudu hati-hati sama Salem." nasihat Saphire datar. "Dia tuh kalau udah kesel gara-gara kena apes pasti bakalan nyeret orang buat ikutan apes juga."


Setelah insiden 'duren gosong' kemudian...

"Ves, Truth or Dare?"

"Truth saja."

"Siapa aja cewek bersuami yang pernah lu lamar selain kakaknya Salem?" tanya Saphire dengan wajah serius.


Vestur mempunyai rekor buruk jika berurusan dengan perempuan, kebanyakan wanita yang dia sukai sudah memiliki suami.

Contohnya seperti yang Saphire tanyakan barusan, Vestur pernah menanyai Naya apakah dia bisa menikahinya, tapi Salem mendengar hal itu dan langsung memukuli kepalanya sampai benjol. Salem juga meminta maaf pada kakaknya atas perilaku Vestur agar Edgar tidak menghajar temannya karena marah dengan kejadian tersebut.


"Umm..." Vestur mulai berkeringat dingin setelah mendengar pertanyaan itu. "Kalau tidak salah... Seorang gadis berambut biru, dan suaminya mengancamku dengan senyuman maut."

Saphire mengerutkan kening. 'Kayaknya gue kenal orang yang dia maksud deh...'


"Hasiuh!"

"Arta, ada apa?" tanya Kazuma ketika mereka sedang latihan.

Arta menggeleng. "Tidak ada, Kakek."

'Siapa yang membicarakanku ya?'


Back to Spiky Trio...

"Ini minuman untuk kalian." Alexia yang datang bersama Garcia membawa tiga gelas minuman.

Salem hanya mengerutkan kening melihat minuman itu. "Sebenarnya aku tidak keberatan dengan cincau, tapi kenapa kau belikan ini untuk kami?"

"Vestur yang memintaku membelinya." jelas Alexia datar. (Flashback di ingatan Alexia: "Tolong ya Senpai, nanti uangnya kuganti." pinta Vestur yang memohon di depan Alexia.)

Vestur langsung gugup mendengar itu dan segera meminum cincau miliknya, tapi kemudian dia mendadak pusing.

Garcia melihat itu dan segera memberikan penjelasan. "Meminum minuman dingin yang terlalu cepat menyebabkan gejala yang disebut 'brain freeze'. Hal ini terjadi ketika sesuatu yang dingin menyentuh langit-langit mulut secara tiba-tiba sehingga membuat pembuluh darah di daerah kepala melebar dan menyebabkan sakit kepala." (cmiiw)

"Terima kasih untuk penjelasannya, Garcia." balas Alexia.

Saphire dan Salem malah sweatdrop melihat kejadian itu.


Vience sedang berjalan sambil meminum jus ditemani Jeronium yang mengangkut banyak barang, mereka baru pulang dari supermarket setelah berbelanja kebutuhan yang diminta ibu-nya Vience.


Ketika melewati markas Reha, terlihat kerumunan anak-anak yang sedang menunggu sesuatu.

Salah satu dari mereka menunjuk sesuatu di kejauhan. "Itu dia!"

Kemudian datanglah mobil besar yang berhenti di depan anak-anak itu.

"Yeay, kereta mini datang!" Mereka langsung berebutan menaiki mobil itu.


Sekadar informasi: Kalau kalian tidak tau atau tidak pernah melihatnya di tempat masing-masing, sebenarnya 'kereta mini' adalah mobil besar yang 'dirancang' (atau mungkin lebih tepatnya dimodifikasi) mirip mobil wisata di kebun binatang (setauku begitu). Aku bukan orang yang pandai menjelaskan sesuatu, jadi maaf saja jika penjelasan ini terkesan membingungkan.


Vience langsung menyemburkan minuman seketika karena...

Dia melihat Mathias sedang menjadi supir mobil itu.

'Ngapain dah dia?' batin Vience bengong.


Siapa yang nggak kenal Exoray Mercowlya? Wajah tampan, kulit putih, mata coklat yang menawan, berpostur tinggi nan tegap, rambut hitam yang menyilaukan mata, serta suara sexy yang membuat para wanita menjerit bahagia.

Siapa yang nggak mau kayak dia? Atau setidaknya menjadi bagian dari hidupnya.

Tapi sayangnya, ada satu hal yang tidak diketahui publik tentang dirinya dan hal itu adalah...

EXORAY ITU JONES! GARIS KERAS!

Hal itu Exoray sadari ketika beberapa cowok Garuchan dan Reha sedang berada di restoran sushi milik Yamagi pada suatu malam.


"Hey." Exoray memulai percakapan. "Apa sih yang bikin hidup ini sempurna?"

Hening...

"Ray, selesaikan makanmu, minum obat, dan tidur lebih cepat."

"Gue nggak sakit, Kyo."

"Ray, mungkin ini efek alko-"

"Bukan, Mundo."

"Ray, apa ada yang nyemplung di makanan lu?"

"Nggak ada-"

"Lu salah makan ya?"

"Aku nggak-"

"Re-chan kok nggak perhatian sama aku sih~"

"Cerewet, BakaJin!"

"ETHAN! BERHENTI NGAMBIL TELOR GUE!"

"DIEM WOOOOOOOOY!"

Para cowok nista itu berhenti melakukan kegiatan (bodoh) mereka karena teriakan Exoray barusan dan kembali duduk manis.

"Umm... Yang bikin hidup sempurna itu kalau sudah menggapai impian."

"Hidup sempurna itu kalau banyak makanan~"

"Hidup sempurna itu kalau lu banyak duit dan dikelilingi cewek cantik nan seksi!"

"Dasar mesum!"

"Hidup sempurna itu kalau kita bahagia, itu menurutku."

"Re-chan manis sekali~"

"Jauh-jauh dari gue!"

"Bahagia itu kalau kita sudah punya pasangan~"

Semua orang langsung terdiam setelah mendengar perkataan Yamagi barusan.

"Punya pasangan?" ulang Exoray.

"Iya."

"Kenapa punya pasangan bisa membuat hidup ini sempurna?" tanya Exoray.

"Hmm... Karena kau punya orang yang bisa kau bahagiakan, yang bisa membahagiakanmu, dan yang bisa kau sayangi dan menyayangimu." jelas Ikyo.

"Aku tidak mengerti kenapa kasih sayang bisa membuat hidup ini sempurna."

"Ya... Mungkin karena..." Mundo menggantung sesaat.

"Karena apa, Mundo?" tanya Exoray penasaran.

"Mungkin karena lu 'Jones'."

JLEB!

Exoray

Fix Jones

Tak bisa

Diganggu gugat

KETUKAN PALU TIGA KALI!

DUK DUK DUK!

(Kok deja vu ya?)


To Be Continue, bukan Tagging Bleeding Colonel (?)...


Yah, itu saja... ._./

Review! :D