Balas Review! :D

Hiba: Terserah... Ini udah lanjut... -_-/

RosyMiranto18: Well... Jangan tanyakan masalah dada Elwa, kau bisa dibakar habis olehnya.

Salma: "Begitulah..."

Exoray: *memutar mata. * "Entahlah..."

Andersen: "Aku tidak terlalu suka harimau, ini hanya... Terinspirasi seseorang..."

I know, aku sengaja bikin gaya rambutnya Kensuke (kakaknya Ilia) mirip Yosuke walaupun warnanya jingga.

Ilia: "Nama restoran milik kakakku berasal dari nama keluarga dengan dua suku kata pertama yang ditukar."

Arta: "Maksudnya itu, roti melon yang kubeli dengan sisa uang bulanan dimakan tanpa izin. Karena itu aku memilih kelaparan sampai akhir bulan."

Dua kabar buruk lainnya: ketika Edgar menyumbang untuk 'kitten fostering', dan ketika Hamlet mendadak berekspresi. Kalau Naya berubah jadi putih itu masalah pribadi Salem.

Mundo: *tepuk jidat.* "Miyon kan emang punya kepribadian ganda."

I dunno, aku udah lama nggak liat jalan raya... Thanks for Review.

Happy Reading! :D


Chapter 270: Drabble Collections (Duco's Daily Diary)


Molf dan Zen sedang makan siang di tempat biasanya (cafe khusus pasangan homo FYI), Alexia terlihat membawa plastik sampah besar di belakang.

Kemudian datanglah Vestur (yang sepertinya menginginkan sesuatu) menghampiri meja mereka.

Tapi tanpa diduga, Molf segera berdiri dari kursinya. "Dengar, kami hanya ingin makan siang dengan tenang di sini. Jika kau tidak keluar dari sini, maka aku akan menyatakan kalian sebagai suami istri."

Zen sedikit terkejut mendengar itu, apalagi Molf mengatakannya dengan tatapan datar disertai suara monoton.

"What's going on in here?!" seru Alexia yang mendobrak pintu depan cafe.

"Kau boleh mencium pengantinmu." Molf menunjuk Vestur (yang langsung berhenti tersenyum saat itu juga).


Vestur langsung ditendang keluar dan tubuhnya terguling diiringi musik pernikahan, sampai akhirnya dia berhenti ketika menabrak pintu depan markas rahasia klub fujodan dimana Musket sudah menunggunya.

"Apa kau sudah berhasil mendapatkan 'bahan penting' yang kita butuhkan?" tanya Musket.

"Tidak, tapi aku 'menikah' dengan Senpai." balas Vestur.


Note: Intro ini parody dari episode 'Mermaid Man and Barnacle Boy'.


Aku tidak tau harus menjelaskan apa, jadi silakan simak saja.


1. Cara Memanggil

Walaupun sebenarnya Duco sudah cukup pandai berbicara, cara bicaranya masih terkesan cadel sehingga membuat nama orang yang dipanggilnya terdengar berbeda dari pengucapan aslinya.


Contoh kejadiannya seperti ini:

Setelah Luthias membayar tagihan makanan di kantin sekolah karena kejadian sebelumnya (Chapter 'DiNorMalice' bagian 'Pocket Dimension Problem'), kerumunan yang terdiri dari satu personifikasi negara, tiga iblis dewasa, satu pria bontet (Teiron: "HEH!"), dua anak manusia, dua anak anjing, dua anak kucing, dan dua iblis kecil (walaupun sebenarnya kita masih belum tau apa Duco itu memang iblis atau bukan) sedang jalan pulang bersama.

"Bukankah seharusnya kalian memperkenalkan diri pada Duco?"

Suasana langsung hening karena pertanyaan Molf barusan.

'Kenapa nggak kepikiran ya?'

"Aku akan mulai duluan. Jadi Duco, kamu bisa memanggilku Luthy." Luthias menunjuk Teiron yang melirik arah lain dengan wajah datar. "Dan orang di sebelahku itu Teiron."

"Ruti, Tiron."

Ney menunjuk dua 'kucing' di sebelahnya. "Dia ini Flore dan 'harimau tak bersuara' itu Tigwild."

"Furo, Tegwi."

"Aku Della dan yang di sebelahku Frans."

"Halo."

"Dera, Flan."

"Oh, dua 'anjing' yang di sana itu Nigou dan Arthur." jelas Ney.

"Nigu, Altu."

"Emangnya nggak apa-apa biarin Duco salah eja nama?" bisik Zen was-was.

"Ya mau gimana lagi, namanya juga anak-anak. Molf aja kadang dipanggil Mof sama dia sampai Tumma hampir ketawa gara-gara pengucapannya mirip kata 'Mop'." balas Arie risih.

Kedua orang itu lupa kalau Molf masih berada di sebelah mereka dan yang bersangkutan merasa tidak nyaman mendengar itu. Luthias menepuk punggung mereka dan menunjuk orang di sebelah, mereka berdua langsung merasa bersalah setelah melihat ekspresi Molf.

"No offence, okay?" pinta Zen.

"None taken." balas Molf pelan.


2. Ulang Tahun

"Jadi, kapan Duco ulang tahun?"

Pertanyaan tadi membuat suasana di antara anak-anak itu langsung hening seketika.

Duco hanya menggeleng dengan wajah sedih. "Duco tak ingat."

Ney hanya menepuk punggungnya untuk menghibur anak itu.


Zen, Molf, dan Arie sedang mencari informasi mengenai kejadian yang dialami Duco di rumah lamanya. Mereka menjelajahi seisi rumah untuk menemukan petunjuk.

Molf menemukan sebuah buku yang terselip pada celah kecil di tembok dan mengambilnya pelan-pelan, kemudian dia menyimpan buku itu di saku celana dan melanjutkan pencarian.


Setelah pulang dari pencarian itu, Molf masuk ke kamarnya dan mengeluarkan buku yang dia temukan, kemudian dia membuka buku itu ketika sepucuk surat terjatuh dari dalam buku. Molf memunggut surat tadi dan menemukan nama Duco pada amplop yang membungkus surat itu.

'Apa mungkin ini ditulis oleh ayahnya dulu?'

Molf menaruh surat itu di atas meja dan mulai membaca isi buku tadi.


8 tahun sebelumnya pada tanggal 28 bulan 2, sebuah telur ditemukan di halaman depan rumah. Telur itu dibawa ke dalam rumah oleh pasangan suami istri yang menemukannya.


Sehari kemudian, telur itu menetas dan keluarlah bayi perempuan berambut pirang dengan tanduk ungu dan sayap merah muda. Sang suami senang karena menginginkan anak perempuan, tapi istrinya tidak menyukai hal itu walaupun terpaksa menerimanya. Bayi itu diberi nama Duco Jepiwa.


4 tahun kemudian pada tanggal 29 bulan 2, ulang tahun Duco yang pertama. Dia menikmati ulang tahunnya dengan gembira dan ayahnya begitu bahagia karena hal itu.


4 tahun setelahnya pada tanggal 3 bulan 3, sang ayah yang merupakan seorang prajurit harus kembali ke medan perang. Menyadari bahwa kemungkinan dia tidak akan pernah bisa kembali kepada keluarganya, dia menulis surat untuk ulang tahun putrinya yang ketiga. Dia hanya berharap istrinya tidak menyakiti Duco jika dia sampai pergi untuk selamanya.


Molf menutup buku itu dan menatap surat di atas meja.

"Anak yang malang..." gumam Molf merasa prihatin. "Aku tidak bisa membayangkan seberapa besar rahasia yang disembunyikan ayahnya..."


3. Cat and Doll

Duco memperhatikan Marlie dengan wajah penasaran.

"Meong?" tanya Marlie cuek.

Duco memiringkan kepala. "Meng?"

"Halo, Duco." sapa Glinea yang baru datang.

Duco menengok. "Ah, Grini."

Glinea menghampiri mereka. "Kamu sedang apa?"

"Lihat meng."

"Lihat Marlie ya?"

Marlie langsung pergi meninggalkan mereka dan Duco kecewa melihatnya. "Mari pe(r)gi."

"Oh iya, aku punya sesuatu." Glinea menunjukkan sebuah boneka kelinci. "Tada~"

"Waaah..." Duco langsung takjub melihat boneka itu.

"Imut kan?" tanya Glinea.

"(I)mut (i)mut!" balas Duco.

"Nah, boneka ini untukmu. Jaga baik-baik ya." Glinea memberikan boneka itu dan mengusap kepala Duco.

"Makasih, Grini!" seru Duco senang.


4. Menggambar

"Kamu sedang apa, Duco?" tanya Molf yang melihat Duco sedang mencorat-coret buku tulis di ruang tengah.

"(G)amba(r) Mari meng Paman Ari." jawab Duco.

"Menggambar Marlie ya?" Molf melihat hasil gambar Duco. "Gambarnya bagus."

"Jangan terlalu dipuji, nanti dia tidak bisa berkembang." timpal Arie yang baru datang.

"Benar juga." Molf berpikir sejenak. "Mungkin aku perlu memberikan contoh yang lebih baik."


Tapi sayangnya, gambar buatan Molf malah terlihat tidak mirip kucing sama sekali.

Arie memasang wajah skeptis setelah melihat hasil gambar Molf. "Itu... Kucing?"

Duco hanya menatap Molf dengan wajah bingung.

"Aku berusaha, maaf..." gumam Molf yang sudah menunduk malu.

"Ya sudah, aku akan membuat gambar yang lebih baik."


Tapi gambar buatan Arie malah terlihat lebih buruk dari sepupunya.

"Meng?" tanya Duco.

Molf mengulum senyum karena berusaha menahan tawa. "Kucing?"

Wajah Arie langsung memerah karena malu dengan hasil gambarnya sendiri.

"Duco pintar menggambar ya." (Molf)

"Meng meng!" (Duco)


5. Sekolah

Brak!

Ney membanting pintu kelas ketika sedang jam pelajaran dan masuk bersama seorang gadis.

Wajahnya 'omg, y u r so qt?', matanya berwarna hitam, rambutnya pirang panjang, dan tangannya membuatku tak sabar ingin memegangnya wahai sang pengalih duniaku~

Abaikan pikiran sebagian anak cowok barusan. Mereka mengeluarkan ekspresi yang tidak biasa, ada yang mulutnya melebar sampai menyentuh meja, ada yang langsung sujud syukur, ada yang mencekik leher temen sebelahnya, menusuk tangan sendiri, makan beling, dan lain-lain.

"Halo, aku bawa teman baru. Namanya Duco. Tolong jangan buat dia nista sampai kelewatan ambang batas ya." pinta Ney.

Teman-teman Ney langsung sweatdrop. 'Dia nyindir kita semua atau gimana?'

Dan sebagian besar anak cowok langsung mimisan berat. 'Her cuteness is over nine thousand!'

"Baiklah, apa ada pertanyaan?" tanya sang guru.

Tidak ada yang mengangkat tangan.

"Ya sudah, kalian berdua boleh duduk."

Duco mengikuti Ney berjalan menuju tempat duduk mereka yang berada di barisan ketiga. Selama berjalan, beberapa cowok melambaikan tangan dan Duco membalasnya.

Untungnya Duco tidak duduk di barisan keempat. Jika dia duduk di sana, dia bisa melihat kubangan darah akibat keimutannya.


Kita skip ke jam pulang.

"Duco, gimana hari pertama kamu di sekolah?" tanya Ney yang menggandeng Duco keluar kelas.

"Duco (s)uka sekolah! Duco mau sekolah (l)agi!" balas Duco senang.

"Tapi sekolahnya sudah selesai sekarang, kita pulang saja ya." ajak Ney.

Duco yang mendengar itu mulai meneteskan air mata.

"Lho, kok nangis?" tanya Ney bingung.

"Duco tak mau (p)ulang! Duco mau sekolah (l)agi! Sekolah! Sekolah!" rengek Duco sedih.

"Duco, ini sudah waktunya pulang. Kak Molf pasti khawatir kalau kamu nggak pulang. Kita kan bisa ke sekolah lagi besok." nasihat Ney. "Sekarang kita pulang lagi ya."

Duco hanya mengangguk, dan mereka pun pulang ke rumah.


Bonus:

Pada pertengahan bulan September, Edgar sedang menggantikan Naya yang biasa berbelanja karena wanita yang bersangkutan sedang 'cuti melahirkan' sejak tanggal 6.

Edgar hanya ingin istrinya bisa lebih fokus mengurus anak kembar mereka tanpa memikirkan hal lain, setidaknya dia beruntung Salem dan Edward mau mengurus pekerjaan yang lain di rumah (tentu saja dia bisa memperkirakan kalau mengurus anak kembar akan lebih sulit daripada mengurus satu anak).

Tapi kemudian, dia terdiam setelah melihat orang yang familiar di dekat rak shampoo.


Kalau Lisa sedang dilema, dahinya akan mengerut dan matanya tidak akan pernah berhenti mengawasi hal yang membuatnya was-was.

Kalau saja Lisa memperdulikan situasinya saat ini, dia akan menyadari kalau seseorang menatapnya dengan penuh curiga seolah Lisa adalah seorang teroris yang berniat bunuh diri dengan meledakkan supermarket.

Sebenarnya tidak mengherankan, karena sebenarnya Lisa sudah berdiam diri selama hampir setengah jam. Alpha lelah menanyakan kapan 'adik tak sedarah'nya itu bisa mengambil keputusan. Teiron masih bersabar menunggu kekasihnya yang masih melakukan ritual mengambil dan mengembalikan shampoo pada tempatnya.

Shampoo yang diambil pertama kali adalah merk yang biasa dipakai Lisa, sementara shampoo kedua adalah merk baru yang harganya lebih murah dan terdapat promo 'gratis satu'.

Lisa mengambil shampoo pertama dan meletakkannya kembali, mengambil shampoo kedua dan menaruhnya di tempat semula, mengambil lagi shampoo pertama, dan siklus membosankan itu pun terus terulang.

Isi pikiran Lisa terbagi dua, antara ingin memuaskan diri atau menghemat uang bulanan.

Lisa galau.

"Dia belum memilih juga?" tanya Edgar yang akhirnya menghampiri mereka. "Tei, kau tidak belanja dulu?"

"Pegangan trolinya digaet Lisa." jawab Teiron dengan wajah kecut.

Edgar memutuskan untuk tidak bertanya lebih lanjut dan bergegas mendorong troli belanjaannya memasuki area lain.

"Umm... Tei-kun." panggil Lisa ragu. "Menurutmu yang mana yang harus aku pilih?"

Teiron sedikit terkejut ketika Lisa menanyakan itu. "Yang kau suka saja! Pilih saja satu, kita belum belanja apa-apa!"

"Tapi merk ini lebih murah, ada bonusnya."

Seorang Kikuni Lisa tergoda dengan barang berbonus? Teiron nyaris melongo tidak percaya. "Ya sudah, kalau begitu yang itu saja!"

"Tapi aku lebih suka merk yang satunya." Lisa menatap Teiron dengan wajah datar. "Kalau kau mau lebih cepat, seharusnya kau bantu aku memilih!"

Teiron berasa pengen nelen member card.


"Tei-kun, turun dari troli. Kita harus belanja sesuai rencana awal."

Teiron menggembungkan pipi, dia ngambek. "Dorong saja trolinya bersama diriku sekaligus!"

Lisa menghela nafas. "Tolong sadar umur, Tei-kun. Apa kau sudah tidak ingat umur? Jangan bertingkah seperti anak kecil."

Teiron malah semakin ingin mogok bergerak. Alpha yang menyaksikan kejadian itu hanya kebingungan karena tidak tau harus berbuat apa. Edgar yang berada jauh di belakang (dan kelihatannya belum selesai belanja) malah memasang wajah skeptis.

Sebenarnya Lisa mau-mau saja mendorong troli itu bersama kekasihnya di dalam (berat badan pemuda itu cukup ringan secara abnormal), tapi tubuh Teiron membuat jumlah barang yang bisa dimasukkan ke dalam troli menjadi semakin sedikit.

Niat awal Lisa dan Alpha adalah untuk belanja bulanan sekaligus membantu memenuhi kebutuhan bulanan keluarga Teiron.

Ketika melintasi rak shampoo, Lisa teringat kalau samponya sudah habis. Karena dia melihat tulisan 'promo' pada salah satu merek, Lisa tidak bisa berhenti memikirkannya dan hal itu malah berujung dilema.

Lisa menghela nafas lagi, dia tidak suka melihat kekasihnya cemberut seperti itu. "Tei-kun, maaf ya. Ucapanku mungkin kasar padamu."

"Kamu megang troli setengah jam, tapi tanganku jarang dipegang!" gerutu Teiron sebal, dia masih bersikeras untuk diam di dalam troli. "Aku kan juga mau!"

Chairone Teiron, cemburu dengan susunan logam bernama troli.

"Tunggu bulan depan."

"Hah?" Teiron langsung bengong.

"Bulan depan, kita langsung menikah. Setelah itu, kau boleh pegang tanganku sepuasnya."

Wajah Teiron langsung memerah, sepertinya dia mulai kehabisan kata-kata. "A-Ah..."

Lisa tersenyum kecil. "Ah, sayangnya aku lupa memotret ekspresimu tadi."

"Se-sejak kapan kau jadi kayak Alpha?"

Alpha tertawa kecil menyaksikan percakapan mereka. "Kalian sudah banyak berubah ya."

Teiron langsung menatap tajam Alpha yang langsung kabur ke tempat lain sambil mendorong trolinya.

Lisa kembali ke moda tegas. "Sekarang, turun."

"Biarin! Cepat dorong trolinya! Alpha nungguin tuh!"

"Kau yang membuatnya menunggu."

"Kan salahmu juga milih shampoo sampai setengah jam dan betah megangin troli!"

Yah, jangan apa yang akan terjadi selanjutnya...


To Be Continue, bukan Trope Bully Clip (?)...


Ya ya, aku nggak tau harus gimana lagi... ._./

Chapter depan tentang pernikahan, tapi nggak jamin akan cepat update...

Review! :D