Balas Review! :D

RosyMiranto18: *menghela nafas.* Lain kali baca bagian fun fact yang tersedia.

Victor: "Kau tidak perlu tau."

Salma: "Daiki Kaito itu Kamen Rider Diend."

Thanks for Review.

Happy Reading! :D


Chapter 285: Ta(pioka)ri(ng)an Sik(atin)sa(mbel)an(gker)


Arie sedang bersandar pada dinding di dekat tangga rumahnya. Dia memakai baju hitam dengan lengan tergulung, celana pendek selutut warna abu-abu dengan ikat pinggang putih, dan sepatu boot hitam. Manik abu-abu itu melirik jam tangan yang menunjukkan pukul 12, sudah sekitar 5 menit dia menunggu.

Pemuda itu melangkah naik menuju ke lantai atas, kemudian menghampiri sebuah kamar dan mengetuk pintu kamar itu beberapa kali. "Hey Glinea, cepat sedikit!"

"Iya, sebentar."

Beberapa saat kemudian, Glinea pun keluar dari kamar. Rambutnya dibiarkan tergerai, dia memakai kaus tanpa lengan putih dengan perut terekspos, kalung mutiara, gelang hitam-putih, rok abu-abu transparan dengan ikat pinggang sewarna dan celana pendek hitam di dalamnya, dan sepatu boot abu-abu dengan heel.

"Aku sudah siap, Arie~"

"..."

"Arie?"

BRAK!

"EH?! Kenapa pintunya ditutup lagi!? Hey, Arie!"

Tanpa Glinea ketahui, Arie sedang menyandarkan punggung di pintu kamar dan menutupi wajahnya yang memerah.

Wow. Segitu aja udah blushing, gimana kalau lebih, auto nosebleed kali.


Sementara itu, Molf sedang berada di bar tempat kerjanya yang mengadakan voting spesial layaknya pemilu. Dia duduk menunggu giliran sambil mengenakan pakaian kasual berupa kaus lengan pendek coklat, kalung dengan liontin permata ungu (hadiah dari Duco di Chapter 'Dragon-calypse'), celana pendek hitam, dan sepatu boot abu-abu.

Tangan kirinya masuk ke dalam saku celana untuk memastikan keberadaan sebuah benda yang dia bawa serta dan mengeluarkan secarik surat yang sebenarnya berisi rencana musim panas buatan Tumma yang akan dibahas bersama di taman kota.

Salah satu teman kerjanya menepuk pundak kanan pria itu. "Hey Chaindelier, namamu dipanggil tuh! Sana ambil surat suaranya!"

Molf langsung beranjak bangun menuju meja yang menjadi sumber suara tersebut untuk mendapatkan kertas suara, lalu berjalan menuju salah satu bilik kosong yang diletakkan di atas meja. Setelah melipat kertas itu agar mampu menjaga kerahasiaan pilihannya dari pemilih lain, dia segera berjalan menuju kotak suara untuk memasukkan surat suaranya.

Sialnya, Molf tidak menyadari kalau dia memasukkan surat yang salah, karena ternyata dia malah memasukkan surat rencana musim panasnya ke dalam kotak suara.

Whoooopss...


Di taman kota...

Zen duduk di kursi piknik memakai crop top abu-abu, kalung dengan cincin sebagai liontin, sarung tangan hitam, celana hitam dengan ikat pinggang coklat, dan sepatu coklat. Dia sedang bertopang dagu menatap kosong pemandangan di depannya, Tumma yang sedang makan es krim di sebelahnya memakai baju lengan pendek kuning dengan ascot merah di kerahnya, celana panjang coklat, jaket putih tersampir di pinggang, dan sepatu kets putih.

Satu kata, Zen galau. (Oke, itu dua.)

"Kenapa sih?" Arie yang baru datang menepuk pundaknya.

Zen menghela nafas berat dan menoleh dengan dramatis. "Dunia ini semakin kejam, Rie..."

Arie mengangkat alis. "Hah? Kejam gimana?"

"Ini menyangkut harkat dan martabat gue."

"Maksudnya?"

"Harga diri gue terenggut begitu saja oleh kejamnya dunia!"

"..." Arie hanya terdiam.

"Gue nggak tahan."

"Gue nggak ngerti, emang apa masalahnya?"

"Harga cabe naiknya keterlaluan, gue nggak punya uang buat belinya!"

"..."

Arie segera meraih garpu terdekat di atas meja piknik dan langsung menusuk pipi pria di depannya.

"Yep, he's pulling a Fugo again..." gumam Tumma datar.

Glinea yang berniat menghentikan mereka melihat seseorang yang baru tiba.

"Oh, hai Molfie!" sapa gadis itu. "Tadi kamu abis pergi kemana? Soalnya pas dicariin di rumah nggak ada."

"Tadi ada pemilihan di tempat kerja, jadi aku pergi ke sana lebih dulu." jelas Molf to the point. "Ngomong-ngomong, aku sudah membawa suratnya."

"Benarkah?" tanya Arie yang sedang berusaha menghentikan Zen yang berniat menggores wajahnya dengan pisau mentega.

Zen segera menjatuhkan pisau yang dia pegang dan langsung menghampiri pasangannya dengan wajah antusias dan mata berbinar-binar. "Mana mana?! Kasih lihat dong!"

Molf merogoh saku celananya untuk mengeluarkan benda yang dimaksud, tapi yang dia keluarkan bukanlah surat rencana musim panas mereka...

Melainkan surat suara dari tempat kerjanya.

Dan kejadian ini sukses membuat tiga orang mangap lebar dan satu orang menahan tawa.

"Molf..."

"Demi apa..."

"Muke gile..."

Suasana langsung hening sesaat.

"Molf, kau..." Arie hanya facepalm.

"Lu golput, cerdaaaaas!" sembur Zen yang sudah kesal.

"Kamu nggak sengaja atau sengaja nyolong surat suaranya?" tanya Glinea dengan nada khawatir sambil memegangi pundak pria itu.

Tumma malah tertawa terbahak-bahak.


(Pada akhirnya Molf segera pergi untuk menukar kembali surat itu, untungnya dia datang sebelum hasil pemilihan dihitung dan para panitia berbaik hati untuk membantu mencari dan mengembalikan.)


Setelah itu...

"Jadi kita bersembunyi di tempat tertentu selagi dia teralihkan." Glinea menjelaskan rencana mereka. "Karena kita tidak bisa bicara untuk mencegahnya mengetahui posisi kita, kita akan menggunakan hand sign. Tanda ini jika situasi baik-baik saja, lambaian ini jika keadaan memburuk."

"Glinea, bukankah akan lebih baik jika kita menggunakan telepati untuk berkomunikasi?" usul Molf.

"Oh, aku tidak terpikirkan hal itu." gumam Glinea sambil mengusap dagu.

"Aww, sayang sekali. Aku sudah tau beberapa hand sign." timpal Zen.

Kemudian dia bertepuk tangan, mengangkat dua jari, membentuk lingkaran, dan melakukan gerakan 'aku melihatmu'.

Tumma nimbrung di belakang. "Pan-tsu maru-mie..."

"Yeah!" sorak Zen kegirangan.

Kemudian mereka berdua melakukan dua kali low-five dan beberapa kali fist bump.

"Ini bukan saatnya untuk jabat tangan rahasia! Ayo langsung ke posisi kalian!" seru Glinea kesal.

Dan Arie pun meninggalkan mereka untuk menyelamatkan sel otaknya dari kebodohan erosif/korosif (pilih saja kata mana yang kalian suka).


Rina, Chilla, dan Mira sedang duduk di bangku taman ketika Elwa menghampiri mereka. "Kenapa kalian terlihat begitu sedih?"

"Duduklah bersama kami agar kami dapat memberitahumu." balas Mira.

Elwa pun duduk di tempat kosong di samping mereka dan Rina berkata, "Bangkunya baru dicat."


Si 'Batu Nisan' terlihat sedang mengintai dari balik semak-semak.

"Sepertinya keadaan sudah aman." Kemudian dia segera bersiap dan...

"Loliiii~ I'm coming!"

Melesat ke arah dua gadis berambut pirang dan coklat memakai gaun lengan pendek merah berenda yang sedang bermain di dekat air mancur.

DUNG!

Sebuah tiang rambu menghantam wajahnya dengan keras sampai membuat pria itu jatuh tersungkur.

Zen yang memegang tiang rambu itu hanya menyeringai sambil melirik ke arah pasangannya. "Hey Molf, tolong bawa Ney dan Duco pergi sejauh mungkin demi keselamatan mental mereka."

Molf hanya mengangguk dan segera menuntun kedua anak itu menjauh dari lokasi.


Setengah jam kemudian...

"Haaah... Mengejar si maniak es krim itu sangat melelahkan..." keluh Arie yang berjalan sambil memegang sebotol air.

Ketika dia membuka tutup botol, terdengar suara yang berasal tidak jauh dari tempatnya.

Buk buk buk!

Rupanya terlihat Glinea dan Zen yang sedang menginjak-injak si 'Batu Nisan'.

Arie hanya menghela nafas dan meminum air yang dibawanya, kemudian...

"Rasakan ini, pedo!"

Dia malah ikut menghajar si korban.

"Hey, tunggu dulu kalian berdua!" seru Arie yang segera berhenti. "Sepertinya kita telah membuatnya koma."

Tumma muncul di dekat Hibatur dan memeriksa denyut nadinya. "Tidak, dia hanya pingsan. Atau mungkin cuma sekedar pura-pura."

Dan benar saja, pria yang babak belur itu mengangkat kepalanya dan diinjak dengan keras oleh Zen.

"Sekarang apa yang akan kita lakukan padanya?" tanya Glinea.

"Sepertinya ini sudah saatnya untuk tahap kedua." balas Tumma. "Zen, ikat orang ini di pohon. Arie, pasang pengait di bawah kelopak matanya agar dia tidak bisa menutup mata. Dan Glinie..."

Tumma menatap Zen. "Apa kau membawa semua bumbunya?"

"Ya ya, tentu saja." Zen menyeringai nakal ketika menyadari apa yang akan dilakukan Tumma. "Jangan bilang kau mau- Oh ya, aku ikut!"

Sesuatu yang luar biasa kejam dan sadis akan terjadi.

"...dan Glinie, setelah mereka selesai, masukkan bumbu Zen ke mulut dan hidungnya."

"Apa?!"

Glinea dan Hibatur melebarkan mata dan mulut mereka karena terkejut. Ini berubah menjadi siksaan!

Zen merogoh saku celananya dan mengeluarkan tabung wasabi, tabung mustard Jepang, dan sebungkus ghost pepper. "Hehe, yang terbaik!"

Glinea diberi bumbu-bumbu tersebut dan menunggu kedua cowok itu melakukan tugas mereka. Ketika tiba gilirannya, gadis itu dengan enggan memasukkan ghost pepper ke dalam mulut si lolicon dan menyumbatnya serta mengosongkan kedua tabung ke lubang hidung pria itu.

"Dan sekarang..." Tumma mengeluarkan kacamata hitam dan memakainya. "Siksaan yang sebenarnya!"

'SIKSAAN YANG SEBENARNYA?!' Glinea langsung pucat karena takut untuk membayangkan kekejaman mengerikan macam apa yang akan dilakukan terhadap si lolicon.

"Zen, Arie... Apa kalian berdua ingat tarian itu?"

"Tarian itu?!" Mereka berdua memiliki ekspresi yang berbeda. Mulut Arie setengah terbuka saat dia sweatdrop dengan canggung, mulut Zen berubah menjadi seringai penuh.

'... Apa yang mereka bicarakan? Tarian apa?' batin Glinea yang masih tercengang.

Tumma mengeluarkan ponselnya, memilih sebuah lagu, dan memutar lagu itu dengan volume yang dinaikkan hingga maksimal.

Vocal percussion on a whole 'nother level coming through my mind!

Vocal percussion on a whole 'nother level coming through my mind!

Saat lagu dimainkan, anak itu mulai menari dengan penuh semangat, flamboyan, dan MENGANCAM seperti seorang profesional dan bos. Pemandangan ini sangat konyol dan indah pada saat yang bersamaan. Moonwalk pada bagian awal juga sangat mulus.

Haaaaaaaaaa~!

We're Golden Wind!

(Kono me amareri maroreri merare maro)

Haaaaaaaaaa~!

Arie bergabung dengan temannya, menemukan aliran dan segera menyatu dengan sempurna ke dalam tarian, melangkah ke kanan sambil menjentikkan jari.

Glinea blushing berat melihat bagaimana suaminya menari dengan sangat keren.

We're Golden Wind!

(Kono me amareri maroreri merare maro)

Dan sekarang penari ketiga melengkapi tarian seperti segitiga sempurna. Tidak hanya koreografi yang simetris sekarang, tarian itu sendiri tampil lebih intensif dan mengancam dibandingkan dengan hanya satu atau dua penari. Zen menikmati ini bahkan lebih dari kedua temannya.

Dan Hibatur... Dia merasa seperti sedang dalam perjalanan menuju lingkaran neraka kesembilan. Tariannya keren, tentu, dia mengakui itu. Tapi hanya ketika kau tidak berada di pihak penerima. Gerakan yang dilakukan trio itu menegaskan superioritas dan dominasi mutlak mereka atas dirinya. Penghinaan ini terasa sejuta kali lebih buruk dibandingkan sensasi terbakar pada mulut dan hidungnya.

Itulah kekuatan 'torture dance'.

It's like a burning sunrise!

(Ahi makareru makare punpun kete)

It's like a burning sunset!

(Ahi makareru makare punpun kete)

It's like a burning sunrise!

(Ahi makareru makare punpun kete)

It's like a burning sunset!

(Ahi makareru makare punpun kete)

Mereka mengakhiri tarian spesial itu dengan gerakan memeluk, condong ke kanan sedikit membungkuk. Kaki kiri mereka lurus, kaki kanan mereka ditekuk, dengan kedua kaki menunjuk ke arah yang berbeda.

Tarian sudah berakhir, musiknya juga, tapi kejutannya belum.

Beep!

Glinea tersentak sesaat dan menengok, dia mendapati Molf mematikan kamera yang entah sejak kapan terpasang di sana. Tumma menghampiri kamera itu dan melihat rekaman di dalamnya.

"Apa yang akan kalian lakukan selanjutnya?"

Zen mengangkat tiang rambu yang dia pakai sebelumnya.

Arie mengangkat alis karena mengetahui apa yang akan dia lakukan. "Baseball spesial?"

"Baseball spesial." Zen menyeringai.

Mereka berdua pun melepaskan Hibatur dari ikatan di pohon hanya untuk mengikat pria itu lagi di seluruh tubuhnya.

"Siap?"

"Yep!"

Arie pun langsung melempar si lolicon ke arah Zen.

DUNG! SYUUUUUNG! CLING!

Hibatur pun menjadi bintang di langit.


To Be Continue, bukan Tray Bloop Clog (?)...


Fun Fact for Today:

1. Bagian menusuk wajah dengan garpu, 'join the beating', dan 'Torture Dance' referensi dari 'Vento Aureo/Golden Wind', bagian hand sign referensi dari 'Stardust Crusader'.

2. Bagian Arie mengejar 'si maniak es krim' akan dimunculkan kapan-kapan.

3. Sebenarnya menyiksa Hibatur itu hanya salah satu bagian dari rencana musim panas mereka, sisanya silakan tebak sendiri.


Yeah, itu terlalu anticlimax, tapi mau nggak mau ya begitu... ._.

Review! :D