Yuta Okkotsu, penyihir grade spesial -kini grade empat sejak kehilangan rikka, yang baru beberapa bulan saja mengenal dunia Jujutsu. Awalnya sangat mengherankan bagi Maki mengapa anak baru yang bahkan ketakutan di misi pertama itu bisa mendapat peringkat istimewa, sampai akhirnya Maki mengerti dan sungguh, Yuta memang layak mendapatkan level spesial mengingat kemampuannya saat menghadapi Geto Suguru.

'Ah... Kebetulan sekali, orang yang dipikirkan sudah datang lebih dulu...'

"Selamat pagi, Maki-san!," sapa Yuta dengan ceria. Lagi-lagi penuh senyuman cemerlang menghiasi bibirnya.

"Simpan tenagamu untuk nanti sore. Kita ada latihan sparring, kuharap kau tidak kehilangan semangatmu sampai berjam-jam kedepan." Tanpa menatap Yuta, Maki menyunggingkan senyum tipis.

"Tentu saja, Sampai ketemu nanti siang Maki-sensei." Sayup-sayup terdengar tawa Yuta renyah.

Jika biasanya Maki selalu punya jawaban atas segala celetukan Yuta, kali ini Ia hanya mampu terdiam mendengar ucapannya. Merah menjalari kulit wajahnya, takut disangka demam seperti sebelumnya, segera saja ia menyembunyikan wajahnya dibalik buku yang ia bahkan tak tahu darimana asalnya.

"Maki-san... Apa aku salah bicara lagi?"

"Diam..."

"O...oke..."

.

.

.

.

Rambut sewarna dedaunan milik Maki bergoyang tak tentu arah ketika ia berlari tergesa menuju lapangan tempat di mana ia dan Yuta biasa berlatih. Sesampainya di sana pemuda itu tampak bersama Mei Mei-sensei, asyik berbincang, entah topik apa yang mereka bicarakan, sesekali Yuta tampak tersenyum simpul dan tulus, menggaruk belakang kepala dengan canggung. Maki menebak Mei Mei-sensei mungkin saja sedang memuji Yuta atas keberhasilannya melindungi sekolah Jujutsu, hanya dugaan, dilihat dari senyum malu-malu serta pipi Yuta yang tampak memerah.

Dada Maki terasa sesak. Panas.

Menghela napas berat, Maki memelankan langkah menghampiri dua orang itu, keras mengempaskan tas berisi tongkat miliknya begitu berada dekat dengan mereka.

"Ah, Maki-san sudah datang, kami akan segera memulai latihan, permisi," membungkuk singkat, Yuta buru-buru mengikuti Maki yang tanpa berbicara sedikitpun sudah melakukan pemanasan di tengah lapangan.

Yuta menyapa, namun gadis berkacamata hanya membuang muka. Ekspresi Yuta mendadak cemas, selama beberapa minggu ini Maki seperti terganggu dengan kehadirannya. Yuta menggerakkan tubuhnya, melakukan pelemasan otot tak jauh dari Maki.

Tak lama kemudian, Gojo datang untuk mengawasi latihan fisik murid-muridnya.

"Sudah selesai pemanasannya? Aku ingin melihat sejauh mana perkembangan kalian," ujar pria dewasa itu dengan nada kekanak-kanakan, ia lalu membawa kedua muridnya ke dalam sebuah pelukan besar.

"Lepaskan aku, Gojo-sensei kau mencekikku!," Maki berusaha mendorong Pria jangkung itu sekuat tenaga sementara Yuta sudah kadung memucat.

Pelukan sang Guru akhirnya terlepas.

"Yosh~ Maki, Yuta-kun~ Buat aku terkesan dengan kemampuan kalian," diakhiri dengan sebuah kedipan manja dari si Pria berambut perak.

Tanpa aba-aba Maki menyerang Yuta, beruntung si pemuda bersurai hitam segera bereaksi secara reflek menangkis tongkat Maki. Hampir saja ia kehilangan keseimbangan akibat serangan kejut oleh Maki. Kesempatan itu tak disia-siakan oleh gadis bermarga Zenin, serangan susulan dilancarkan, membuat Yuta hanya bisa bertahan selama beberapa saat sembari beradaptasi dengan pertempuran mendadak itu.

"Woah... M-Maki-san kau bersemangat sekali!"

Perempuan yang disebut namanya hanya mendengus di sela-sela pertarungan mereka yang bila dilihat dari sisi Gojo tampak seperti pertarungan hidup dan mati.

"Aku sudah bilang untuk selalu waspada!"

Tongkat maki nyaris mengenai kepala Yuta namun berhasil ditangkis keras oleh pemuda itu, membuat Maki terdorong jauh, tongkatnya terlempar, secepat kilat ia melakukan backflip ketika ujung tongkat Yuta hampir mengenai dirinya, dengan sekali gerak ia meraih tongkat menggunakan kakinya, sepersekian detik berikutnya memblokade dirinya dari serangan Yuta dalam keadaan setengah berbaring.

Suara tepukan tangan terdengar nyaring, diiringi seruan menghentikan latihan sparring mereka.

"Sudah cukup! Ya ampun~ Kalian seperti ingin membunuh satu sama lain..." Gojo menghampiri murid-muridnya, berjongkok di sebelah Maki yang terduduk mengatur deru napasnya.

"Jangan bertele-tele, bagaimana latihan kami barusan? Apakah ada yang perlu kami evaluasi?" Maki meluruskan sepasang kaki jenjangnya, menggoyang-goyangkan pelan kakinya untuk melemaskan otot-ototnya.

Yuta, masih dalam keadaan memeluk tongkat, duduk tepat di hadapan Maki, "benar sensei... Aku merasa kurang puas karena hanya bisa bertahan saja tanpa melawan..."

"Kau bercanda, kan? Kau menjatuhkanku dalam beberapa langkah, apanya yang tidak ada perlawanan?," cibir Maki.

"Maki benar, dan refleksmu sekarang juga meningkat pesat, aku bangga padamu nak~"

Hari itu diakhiri dengan Gojo yang mengejar-ngejar Yuta untuk memberikan sebuah pelukan hangat diikuti dengan isak haru dari si pemilik six eyes itu sedangkan Maki hanya bisa menggeleng lelah atas kelakuan ajaib sang guru. Di sisi lain Ia merasa senang Yuta berkembang menjadi lebih kuat. Sepasang kelereng hijau miliknya menumbuk tepat pada dua orang penyihir hebat bertingkah konyol yang masih kejar-kejaran tak menentu, lebih tepatnya pada figur berambut sewarna arang.

Seketika terlintas bayangan saat Yuta diajak berbicara oleh Mei Mei-sensei. Mood yang semula membaik mendadak kembali ambruk.

.

.

.

Apakah ini yang dinamakan cemburu? Jika benar ini adalah rasa cemburu, maka pemuda itu memang bukan sekadar teman biasa baginya.

.

.

.

.

.

End of Chap 2