Di sebuah gang, tampak seorang pria tengah berjalan tertatih-tatih sambil memegangi lengan kanannya. Rambutnya yang berwarna pirang tampak basah kuyup sehingga menutupi raut wajahnya. Di sela-sela rambutnya, muncul darah yang mengucur hingga ke wajahnya. Nafasnya sedikit terputus-putus dan sesekali ia meringis kesakitan.

"Damn, that old man is really tough," gumamnya sambil terbatuk-batuk.

Langkahnya terlihat gontai hingga badannya sering terhuyung-huyung ke sana kemari. Terkadang ia memegangi kepalanya yang terasa pusing sambil terus berjalan. Hingga tanpa sengaja, ia tersandung sebuah kardus sehingga tersungkur ke arah kumpulan plastik sampah. Matanya menerawang ke depan.

"Am I die here?" gumamnya lagi.

Ia hanya terbaring di tempat itu sambil mengingat-ingat apa yang telah terjadi padanya.


.

REINCARNATED HITMAN

I walk in the shadows to serve the light

.

Naruto Masashi Kishimoto

Highschool DxD Ichiei Ishibumi

Assassin's Creed Ubisoft

John Wick Legendary Entertainment

.

.

Summary : Seorang pembunuh bayaran terkenal dari organisasi yang paling dicari di seluruh dunia telah dikhianati oleh organisasi tempat ia bernaung sehingga harus tewas dalam misinya. Namun ia tidak menyangka kalau ia harus berenkarnasi di dunia abad pertengahan yang penuh konflik. Bagaimana caranya ia menghadapi konflik tersebut?

WARNING! Fanfic ini akan penuh dengan darah, gore, ataupun bahasa kasar!

.

.

Prologue

Reincarnated Into A New World

.

.


Pagi hari di Kota London terlihat sedikit lengang, hanya ada beberapa orang yang berlalu lalang di sepanjang jalan raya. Tampak juga beberapa toko ataupun kedai kopi baru saja buka. Di salah sebuah hotel, terlihat sosok pria berambut pirang gelap tengah tidur di atas ranjangnya. Pria tersebut memakai kaus berwarna abu-abu dan sebuah celana jeans pendek berwarna hitam.

Tak lama kemudian, ia terbangun saat alarmnya berbunyi, menampakkan kedua matanya yang beriris biru sewarna samudra. Ia menggeserkan tubuhnya dan duduk di tepi kasur. Pria tersebut meraih telepon yang ada di meja kecil sebelah kasur dan menekan nomor.

"Excuse me, can I order a Room service, please?" ucap pria tersebut.

"Sure, what can I do for you?" balas seorang resepsionis di ujung sana.

"I want my breakfast delivered straight to my room right now."

"Alright sir. Please hold on a minute." Setelah itu, pria tersebut menutup teleponnya. Ia beranjak dari tempat tidurnya dan membuka korden kamarnya, menampakkan pemandangan Kota London yang mulai beroperasi.

Ia membuka jendela ke arah balkon kamarnya, lalu mengambil sebungkus rokok dari atas meja. Ia melangkah menuju balkon, menyalakan rokoknya, dan bersandar di tepi balkon sambil menghisap rokoknya.

Ia menghembuskan asap rokoknya sambil menikmati semilir angin kota tersebut. Pandangan matanya tampak menerawang jauh dan tidak fokus. Ia terlihat melamunkan sesuatu sembari tetap menghisap rokoknya.

Tiba-tiba saja, sebuah suara ketukan pintu membuyarkan lamunan pria itu. Ia mematikan rokoknya dan langsung melangkah keluar dari balkon itu.

"Come in," kata pria itu.

Tak lama berselang, pintu terbuka dan terlihat seorang pria mengenakan seragam pelayan hotel tengah mendorong sebuah troli berisi makanan. Pelayan tersebut sedikit menundukkan kepalanya dan mulai melangkah masuk ke dalam kamar tersebut.

"This is your breakfast, sir," ucap pelayan itu.

"Thanks. Just put the tray on my bed," pinta pria itu.

Pelayan tersebut mengangguk dan mulai melakukan apa yang diminta pria pirang itu. Sementara pelayan hotel itu tengah menyiapkan sarapannya, pria pirang itu menyalakan televisi kamar itu. Saat pertama kali TV itu menyala, tampak sebuah berita yang menampilkan kedatangan seorang menteri pertahanan Rusia ke London dalam rangka kunjungan kenegaraan.

Pria tersebut menatap berita itu dengan raut datar, tampak tidak terlalu tertarik dengan isi berita yang dibawakan oleh reporter acara tersebut. Ia melangkah ke arah kasur, memberikan tip berupa beberapa koin emas kepada pelayan hotel tersebut, lalu duduk di kasur sembari menyantap sarapan miliknya.

Tiba-tiba saja, sebuah dering notifikasi muncul di hpnya. Nama yang tertera di hp tersebut menunjukkan kata Weasel. Pria tersebut langsung menyambar hpnya.

"Have you seen the news?" tanya Weasel melalui chat.

"Yes. Why?" balas pria pirang tersebut.

"Nothing in common, but The Adjudicators want to meet you."

Pria itu mengernyitkan dahinya sedikit, lalu kembali mengetik. "Is it connected with the departure of Russian Minister of Defence or is it something else?"

"I don't know, but I heard that one of them is at the Continental right now."

Pria itu sedikit menghela nafas pelan, lalu kembali mengetik. "Okay, maybe I'll meet them now."

Pria tersebut langsung menghabiskan sarapannya dan mulai beranjak ke kamar mandi. Setelah selesai membersihkan badannya, ia langsung berganti pakaian serba tertutup. Sebuah kaus berwarna hitam legam dengan jaket hoodie berwarna hijau tua dan bawahan celana panjang jeans berwarna hitam, wajahnya ditutupi dengan masker berwarna hitam sehingga hanya menampakkan matanya yang berwarna biru.

Ia keluar dari kamar dan menutup pintunya. Setelah itu, ia langsung masuk ke dalam lift untuk turun ke arah lobi. Sesaat setelah pintu lift terbuka, ia disuguhi dengan ruangan lobi yang dipenuhi dengan dekorasi dan ornamen ala era Victoria. Di sekitarnya, banyak orang yang berlalu lalang sambil sesekali bercengkrama satu sama lain.

Pria pirang itu segera menuju meja resepsionis. Seorang pria pegawai resepsionis dengan setelan jas berwarna hitam tampak tersenyum menyambut pria tersebut.

"What can I do for you, sir?" tanya pria resepsionis tersebut.

"I heard that one of The Adjudicators wanted to see me, is that true?" ucap pria tersebut.

Pria resepsionis itu sedikit mengernyitkan alis. "Can I see your mark, please?"

Pria pirang tersebut mengambil sesuatu dari balik kantung jaketnya, sebuah medali berwarna emas dengan bagian mukanya berwarna merah marun dan ukiran berbentuk seekor rubah berwarna emas. Pria resepsionis tersebut mengangguk pelan. "Ah … Mr. Maelstrom. Yes, The Adjudicators want to see you, please wait for a while."

"Okay then, thank you," ucap pria pirang itu. Pria resepsionis tersebut mengangkat telepon dan berbicara dengan pelan. Tak lama kemudian, seorang wanita berbalut gaun dan sebuah mantel bulu yang berwarna hitam tiba di lobi hotel tersebut.

"Are you Maelstrom?" tanya wanita itu.

"Yes, I'm Maelstrom," sahut pria pirang itu.

"Maelstrom … The High Table are still angry with what you have done in New York a few months ago by helping Mr. Wick, the High Table most wanted fugitive, escape from the High Table sight," ucap wanita yang ternyata seorang Adjudicator itu.

"Ah … that time, eh. I just had an oath with him in the past event and I'm not an oathbreaker," ujar pria pirang itu.

"But you still have an oath with The High Table, do you wanna break your vows with The High Table?" tanya perempuan itu.

"Nope, I still keep my oath. Has The High Table always mistrusted the people who swore to them?"

"Then, prove it," ucap wanita itu.

"How to prove my loyality and my oath to The High Table?" tanya pria pirang itu.

"Find and kill Mr. Wick. If you accept it, do the oath with your blood," ujar wanita itu sambil menyerahkan sebuah pisau kepada pria pirang tersebut.

Pria yang dipanggil Maelstrom tersebut mengambil pisau itu dan menusuknya ke telapak tangannya. Setelah mencabut pisau tersebut, ia menjulurkan kedua tangannya seraya berkata, "I have served. I will be of service."

Wanita itu hanya tersenyum tipis. "You have make your oath, then prove it. The High Table is always watching you."

Wanita tersebut berbalik membelakangi Fox, tapi tiba-tiba dia berkata kembali, "Ah … in order to prove that you are doing your job, I've had Weasel supervise your work. Meet him at The Sommelier."

Maelstrom hanya menatap datar kepergian wanita itu, lalu ia menghela nafas perlahan. Setelah itu, ia meninggalkan lobi hotel tersebut dan melangkah menuju The Sommelier.


.

~Reincarnated Hitman~

.


Tak lama berselang, Maelstrom melangkah masuk ke dalam toko milik The Sommelier. Di situ, ia sudah disambut oleh seorang pria seusia dengannya. Pria tersebut mengenakan setelan jaket kulit berwarna hitam dengan kaus dalam berwarna abu-abu dan bawahan celana jeans ketat berwarna hitam. Di salah satu jari manisnya, melingkarlah sebuah cincin perak berbentuk gagak.

"You're way too long," ucap pria itu.

"You wanna deal with them eh, Gregory? Or should I call you Weasel?" celetuk Maelstrom dengan sedikit ketus.

Pria berjaket kulit tersebut tertawa keras. "Hahaha, you never change, dude."

Maelstrom hanya mendengus ke arah Gregory dan berjalan menuju bar. Seorang pria dengan setelan jas berwarna hitam tersenyum ke arah Maelstrom seraya berkata, "What can I do for your dinner's plan?"

"Can I have something that light but powerful for appetizer and something comfortable for dessert?" tanya Maelstrom.

Pelayan dengan julukan The Sommelier tersebut mengangguk. "Aren't you taking your main course, sir?" tanyanya lagi.

"I just need my appetizer and dessert," balas Maelstrom.

Pelayan tersebut langsung mengambil dua buah pistol dari balik konter dan menaruhnya di dekat mereka. "May I suggest you S Model 59, 9x19mm Parabellum caliber semi-automatic pistol with 14-round staggered-disconnect magazine and a straight backstrap?" usulnya kepada Maelstrom.

Maelstrom mengambil pistol yang dimaksud dan mencoba untuk membidiknya, merasakan genggaman agar lebih nyaman. "Is there any gun lighter than this one?" tanyanya lagi sambil menaruh pistol itu.

"How about this one? FN 5.7x28mm, lightweight polymer-based weapon with a large magazine capacity, ambidextrous controls, low recoil, and have ability to penetrate body armor when using certain types of ammunition," balas pelayan tersebut sambil menyerahkan sebuah pistol kepada Maelstrom.

Maelstrom kembali mencoba pistol tersebut di genggamannya, memastikan senjata itu terasa nyaman di tangannya. Tak lama setelah itu, ia menggangguk. "I'll take this."

"For dessert, sir?" tanya pelayan tersebut.

"Do you have karambit? I'll take that weapon," balas Maelstrom.

Pelayan tersebut mengambil sebilah pisau berbentuk melengkung yang masih terbungkus dengan sarungnya yang terbuat dari kulit dan meletakkannya di depan pria pirang itu. Pria pirang tersebut tersenyum tipis sambil menyerahkan beberapa koin emas kepada pelayan tersebut. "Thanks for your help," ujarnya sambil mengambil pisau tersebut.

"My pleasure, sir."

Gregory yang melihat transaksi antara Maelstrom dengan The Sommelier telah selesai langsung berceletuk, "Now what? Where should we trace him now?"

"To New York. Winston or Bowery should be know where to start tracing this man," kata Maelstrom.

"Alright, now we must hurry. We can't afford to lose this momentum," ujar Gregory.

Mereka pun bergerak keluar dari toko itu dan segera menuju ke bandara.


.

~Reincarnated Hitman~

.


Tanpa mereka sadari, wanita yang menjabat sebagai seorang Ajudicator itu melihat semuanya dari balik bayang. Setelah memastikan bahwa kedua orang itu telah benar-benar pergi, ia mengambil telepon genggam dari dalam tasnya dan menelpon seseorang.

"Administration here,"

"I would like to change designation," ucap wanita itu.

"Verification?"

"Adjudicator … 1-2-0-3-1-1-8. Assassin, Maelstrom Wright,"

"New designation?"

"Ex-communicado," balas wanita itu

Telepon sedikit terputus cukup lama sebelum akhirnya muncul balasan dari seberang telepon tersebut. "Processing."

Wanita itu tersenyum tipis dan menutup telepon tersebut. Setelah itu, ia pergi dari situ tanpa menimbulkan suara apa pun.

Di sisi lain pada sebuah kantor administrasi, banyak orang tengah berlalu lalang sambil membawa segelintir berkas di tangan mereka. Salah seorang wanita yang berada di sebuah meja mengambil gagang telepon yang ada didekatnya dan menelpon salah seorang pegawai arsip.

"Administrator, File : Assassin, Maelstrom Wright," ucap wanita tersebut.

Tak lama berselang, seorang wanita datang menghampirinya sambil membawa sebuah dokumen berisi berkas lengkap milik Maelstrom. Wanita itu membuka dokumen tersebut dan mencapnya dengan tanda cap merah bertuliskan 'Ex-communicado'. Setelah itu, ia menyerahkan dokumen tersebut kepada pegawai wanita tadi.

Pegawai wanita tersebut kembali membawa dokumen tersebut kepada seorang wanita yang kini berkutat dengan berkas-berkas lain. Wanita itu menerima dokumen tersebut dan berkata, "Maelstrom Wright, Excommunicado. In effect 6 PM, eastern standard time." Setelah pengumuman itu berakhir, beberapa wanita mulai menaruh papan nama Maelstrom dalam papan bounty dengan nilai bounty yang cukup tinggi yaitu 12 juta dolar amerika.

Pengumuman tersebut langsung tersebar ke seluruh penjuru dunia, bahkan hingga ke hotel Continental di New York. Seorang pria berusia paruh baya tampak tersenyum tipis ketika mendapat berita itu. "So … the fox boy has been excommunicado by the High Table eh? Its gonna be interesting," batinnya.


.

~Reincarnated Hitman~

.


Beberapa jam kemudian di Bandara JFK, Maelstrom dan juga Gregory yang baru saja keluar dari gerbang imigrasi langsung menerima pesan masuk tersebut.

"That f*cking woman, why she didn't tell me about this?" umpat Maelstrom ketika melihat pengumuman itu.

"We must hurry right now. This announcement will be in effect in just three hours," ujar Gregory.

Mereka segera bergegas memberhentikan sebuah taksi dan langsung menuju ke hotel Continental. Wajah mereka sedikit tegang sambil sesekali mereka melirik jam di tangan mereka. Waktu mulai menunjukkan pukul 4.30 PM. Raut wajah pria pirang tersebut mulai tampak gelisah.

"We don't have much time," cicitnya pelan.

Gregory mengangguk. "Sir, please stop. We'll walk from here," katanya kepada supir taksi tersebut sambil menyerahkan sekeping koin berwarna emas.

Mereka segera turun dari taksi tersebut dan berlari secepat mungkin. Perhentian pertama mereka adalah hotel Continental, karena setiap bisnis gelap tidak diperkenankan di dalam wilayah Continental. Jika status Maelstrom mulai berlaku, maka tidak akan ada yang berani memburunya di dalam Continental. Meski begitu, setiap fasilitas yang diberikan oleh Continental kepada Maelstrom telah dibekukan, semuanya selain kebutuhan pokok seperti makanan atau minuman.

Beberapa orang yang mengetahui status dari pria pirang itu tampak mengawasi dari balik kerumunan orang. Mereka seakan-akan menunggu waktu berlakunya perubahan status dari Maelstrom tersebut.

Gregory menoleh kesana-kemari sebelum akhirnya ia berteriak kepada Maelstrom. "Inside that alley, there is an old Pawnbreaker. We must take some ammunition for this mission!"

"Okay." Mereka langsung berbelok ke dalam gang yang dimaksud oleh Gregory dan Maelstrom langsung mendobrak sebuah pintu dari Ruko yang sudah tua. Ruko itu tampak seperti ruko pada umumnya, beragam rak dari kayu terlihat berdiri di sepanjang ruangan itu. Namun karena sudah lama tidak terpakai, tidak ada satu barang pun yang tersimpan di rak-rak itu. Mereka mencari-cari posisi konter amunisi dari tempat itu.

"Where is it?" tanya Maelstrom.

"I think it's on the second floor. We should go now," ujar Gregory.

Mereka segera naik ke lantai dua. Di tempat kantor administrasi, wanita yang mengumumkan status dari Maelstrom kini kembali berkata, "Maelstrom Wright, Ex-communicado. In effect fourty five minutes."

Maelstrom dan Gregory terus mencari konter amunisi di ruko tersebut hingga tanpa sengaja mereka sebuah pintu besi tua. Mereka bergegas mendobrak pintu tersebut dan menemukan beberapa rak dan juga estalase berisi beragam peluru dan juga ada beberapa senjata api yang terpajang.

Tanpa basa-basi, mereka langsung memecahkan kaca etalase tersebut, mengambil beberapa magazine peluru yang sesuai dengan persenjataan milik mereka dan segera pergi dari tempat itu. Ketika mereka keluar dari ruko tersebut, mereka melihat seorang gelandangan tengah berjalan linglung sambil membawa sebotol wiski di tangannya.

Gelandangan tersebut meminum wiski tersebut tanpa memedulikan keadaan sekitar. Ketika ia melihat sosok Maelstrom dan Gregory, ia tertawa keras. "Hahaha … The Twelve Million Dollar guy appear in my alley, whether I have to cry or laugh to see you here," ujarnya.

Ia menyeringai tipis sambil menunjuk pergelangan tangannya layaknya menunjuk ke arah jam. "Tick-tock, Mr. Wright … tick-tock …."

"YOU!" teriak Maelstrom sambil mengacungkan pistolnya ke arah gelandangan itu. Tapi hal itu dihalangi oleh Gregory.

"Calm yourself, Maelstrom. We don't have time for this thing," ujar Gregory dengan kepala dingin.

Maelstrom hanya bisa menggertakkan giginya, berusaha untuk menahan emosi yang membuncah di dalam dirinya. Tak lama kemudian, ia menghembuskan nafasnya. "Thanks for the advice, Greg," ucapnya.

"Not a big deal," ujar Gregory, "now we must go to Continental. Winston maybe know something about John Wick."

"I think we just go to Bowery," balas Maelstrom. "Several months ago, I helped John Wick to escape from the Continental after he fell off the roof. Then, I took him to Bowery, who was still badly injured after being slashed by Zero, The Adjudicator's top assassin. He should be know where to find him."

Gregory tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya mengangguk. "Okay, now let's move out. There's only twenty minutes left."

Mereka berdua segera berlari dari gang itu menuju ke tempat Bowery.


.

~Reincarnated Hitman~

.


"We only have ten minutes left, we must hurry!" seru Gregory setelah melihat jam yang ada di pergelangan tangannya. Mereka menyusuri jalanan besar New York dengan terburu-buru. Sesekali mereka terpaksa menabrak beberapa pejalan kaki yang berlalu lalang. Hujan tiba-tiba mengguyur kota metropolitan itu, menambah kesuraman yang dirasakan oleh Maelstrom tersebut.

Beberapa orang tampak mengawasi mereka dari balik kerumunan. Sesekali mereka memeriksa jam mereka, memastikan bahwa kontrak perburuan atas Maelstrom telah dibuka oleh High Table. Tampak di antara orang-orang tersebut, ada dua orang pembunuh bayaran yang dulu juga memburu John Wick bersama Zero, seorang pria berusia sekitar empat puluhan yang berambut panjang dengan kumis lumayan tebal beserta seorang pria berusia sama dengan pria sebelumnya, namun memiliki rambut agak cepak.

Mereka mengawasi Maelstrom dan Gregory sambil sesekali saling berbisik, "Target mulai terlihat,"

"Tapi kita tidak bisa bergerak sekarang," bisik yang lain.

Mereka mengawasi hingga Maelstrom dan Gregory mulai perlahan menghilang dari balik kerumunan. Setelah itu, mereka berempat beranjak dari tempat mereka dan mulai mengikuti mereka secara diam-diam.

Beberapa menit kemudian di kantor administrasi, semua pegawai wanita tengah menunggu detik-detik menuju jam enam petang. Wanita yang mengumumkan status dari Maelstrom kini kembali berkata, "Maelstrom Wright, Ex-communicado. In effect in five … four … three … two … one … zero …."

Setelah hitungan mundur berakhir, semua pegawai wanita itu langsung kembali bekerja untuk memulai kontrak baru. Wanita tadi kembali berkata, "Maelstrom Wright, Twelve million dollar. Open contract is now available."

Pesan itu mulai tersebar ke seluruh dunia. Beberapa pemburu bayaran yang kini masih berada di dalam kerumunan kota New York mulai bergerak mendekati Maelstrom dan Gregory, terutama kedua agen yang dulu berada di bawah naungan Zero.

"Ayo bergerak," ujar pria yang memiliki kumis tebal.

Mereka berdua merangsek masuk ke dalam kerumunan sambil tidak melepaskan pandangan ke arah Maelstrom dan juga Gregory. Tangan mereka mulai merogoh kantung pakaian mereka dan mengeluarkan sebilah pisau sambil menyelinap di antara kerumunan tersebut.

Maelstrom dan Gregory terus berlari dan menabrak orang-orang yang menghalangi jalan mereka. Beberapa orang tampak memaki mereka karena telah berjalan dengan sembarangan, tapi mereka tidak mempedulikannya. Sesampainya mereka di dekat Jembatan Manhattan, mereka bersiap untuk turun ke dermaga namun mereka dihadang oleh dua orang dengan pakaian serba hitam.

Mereka berdua berhenti dan tampak bersiaga. "Who are you, guys?" tanya Maelstrom.

Salah satu pria dengan tampang garang dan memiliki kumis tebal di wajahnya berkata, "Salam Mr. Maelstrom dan juga Mr. Gregory, senang rasanya bisa bertemu dengan anda sekalian."

Gregory sedikit menaikkan alisnya. "Indonesian?" tanyanya. Kedua pria tersebut mengangguk. Lalu, Gregory kembali bertanya, "Siapa kalian dan untuk apa kalian kemari?"

"Sebenarnya kami tidak memiliki urusan dengan anda, Mr. Gregory. Tapi jika anda menghalangi jalan kami, maka kami juga tidak akan segan-segan," jawab salah seorang pria itu.

"Dan mengenai identitas kami, anda bisa menyebut kami dua agen pembunuh bayaran dari Mr. Zero, agen dari The Adjudicators," balas pria yang satu lagi.

Maelstrom mengernyitkan dahinya. "Zero? … maksudmu seorang shinobi yang bekerja sama dengan The High Table untuk memburu John Wick pada masa Excommunicado-nya saat John memburu Winston yang sempat berkhianat pada organisasi?" tanyanya.

Pria itu menyeringai tipis. "Tentu saja."

Pria yang satu lagi mulai melemaskan tangannya. "Sudah … tidak usah banyak bicara, lebih baik kita hajar saja mereka," ujarnya sambil mulai mengepalkan tangannya.

Seketika itu juga, ia menghantamkan tinjunya ke arah Maelstrom. Mereka berempat saling baku hantam di pinggir jembatan. Hujan tidaklah membuat mereka goyah, malah semakin menambah keberingasan mereka.

Maelstrom menangkis sikuan yang diberikan pria berambut panjang itu dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya merogoh karambit yang ada saku jasnya. Ia langsung menyabetkan karambit itu ke arah pria tersebut, namun pria itu berhasil menghindari serangannya.

Tanpa mereka sadari, sebuah mobil limusin berhenti di dekat mereka. Tak lama kemudian, turunlah seorang pria paruh baya mengenakan setelan jas lengkap. Badannya cukup tinggi dan tangannya membawa sebuah payung. Ia membuka payung tersebut dan kembali membuka pintu limusin tersebut.

Setelah itu, turunlah seorang pria paruh baya lain yang mengenakan setelan jas abu-abu tua. Di tangannya, terdapat sebuah pistol COP 357 Derringer keluaran tahun 1983. Mereka berdua berjalan menghampiri keempat pria yang masih sibuk baku hantam itu.

Pria yang membawa pistol itu mulai mengacungkan pistolnya dan membidik ke arah Maelstrom. Pria di sebelahnya berbicara dengan pelan, "Are you sure about this, sir?"

"Don't worry, Charon," ujar pria yang membawa pistol itu. "The High Table would definitely be happy with what I'm doing right now."

Tanpa sengaja, Gregory melihat ke arah kedua pria yang tengah mengawasi mereka itu. Ketika ia mengetahui bahwa Maelstrom yang menjadi sasaran tembak mereka, Gregory langsung berlari ke arah Maelstrom sambil berteriak, "Watch out!"

Suara tembakan bergema di sepanjang jalan itu. Darah mulai berceceran di jalanan aspal yang basah itu, namun bukan darah Maelstrom yang berceceran, melainkan Gregory.

"Gregory … hey! hang on!" Maelstrom memangku tubuh Gregory yang bersimbah darah. Tembakan yang dilesatkan pria tadi menembus bahu kiri Gregory, sedikit berada di atas jantung berada. Maelstrom sedikit menekan luka itu sambil melihat ke arah tembakan itu berasal.

Ketika melihat pria dengan setelan jas berwarna abu-abu tua itu, Maelstrom berseru, "Winston! You damn old fox!"

Pria yang dipanggil Winston itu menggoyangkan pistolnya seperti membuat sebuah isyarat. "Ckckck … that fox nickname was yours. You can't call me with that," ujarnya.

Sambil mengerang kesakitan, Gregory mencoba untuk duduk dan berkata, "Why you do this, old man?"

"The High Tables are always like to playing games, crow boy. Do you remember when John Wick was chased by the assassins just because he fulfilled his contract and vowed through marker?" Winston berkata sambil sedikit memutar pistolnya, "It's all because of the rules set by The High Tables itself. After that, in order to gain his freedom back, he vowed again under the marker of The High Table to chase me."

Winston mengacungkan pistolnya ke arah Gregory dan Maelstrom. "John Wick is just a pawn for them, and now he is gone. Out of their sight. Now it's your turn to be their pawn, and I just make this game more interesting," ujarnya.

Winston kembali menembakan pistolnya. Kali ini bahu kanan Maelstrom sedikit terserempet peluru yang ditembakan oleh Winston. Tanpa ragu, Winston terus menembakkan pistolnya ke arah mereka.

Maelstrom harus beberapa kali menghindari lesatan peluru-peluru itu dengan susah payah sambil memapah Gregory. Beberapa peluru kembali mengenai tubuhnya, entah itu lengan kanan, perut atau pun betisnya. Tak mau kalah, Gregory mengambil sebuah pistol dari balik saku jaketnya dan menembakkannya ke arah Winston dan kedua bekas agen milik Zero itu.

"Die you, old Bastard!" umpat Gregory sambil terus menembaki mereka.

Winston, Charon dan kedua bekas agen Zero terpaksa harus berlindung untuk menghindari tembakan yang dilesatkan Gregory. Melihat sebuah peluang, Maelstrom langsung memapah Gregory dan pergi dari jembatan itu.

Winston yang melihat kedua pria itu berhasil kabur dari hadapannya, langsung memberikan kode kepada kedua bekas agen Zero itu. "Chase them, they are all yours."

Kedua agen itu mengangguk dan langsung berlari mengejar mereka hingga tubuh mereka menghilang di balik gelapnya malam. Winston mengokang pistolnya dan berkata kepada Charon, "Our jobs here are done, lets go back to the hotel."

"Yes, sir." Setelah itu, mereka masuk kembali ke limusin dan pergi meninggalkan tempat itu.


.

~Reincarnated Hitman~

.


"I think they're chasing us, Maelstrom," Gregory berkata dengan nada gusar. Saat ini, mereka berada di sebuah gang sempit setelah melewati Jembatan Ed Koch Queensboro. Maelstrom terus memutar otaknya untuk bisa lolos dari kejaran kedua bekas agen Zero itu.

"We're almost there. I know someone who can help us with this matter," ujar Maelstrom.

Tak lama kemudian, mereka tiba di suatu ruko yang tertutup rapat. Maelstrom memapah Gregory hingga ke pintu samping ruko tersebut, lalu menggedornya. "Harry! Are you there!? I need some help!" seru Maelstrom.

Tiba-tiba terdengar suara orang yang tergesa-gesa dari arah dalam ruko itu. Kemudian, pintu samping itu terbuka dan tampaklah seorang pria paruh baya berambut kecoklatan menatap Maelstrom dengan raut terkejut. "Maelstrom! What happen with you? I got a message that you were been Ex-communicado by The High Table," ujarnya.

"It's a long story. Take Gregory with you and heal him. You know that my facility were no longer valid. So, I can't take your medication, but he does," ujar Maelstrom sambil menyerahkan Gregory kepada pria itu.

Gregory yang masih sadar sontak berkata, "Where you going now?"

"Somewhere around Queens, I have to hide first and then track the location of Bowery. I'll see you in couple days." Setelah berkata demikian, Maelstrom langsung berlari meninggalkan tempat itu. Ia berlari dengan terpincang-pincang sambil sesekali melihat ke arah belakang, memastikan bahwa Gregory tidak ketahuan dan juga ia belum terkejar pasangan mantan agen Zero itu.

Ia terus menyusuri tiap jalan dan gang sempit di daerah Queens, berusaha untuk melacak lokasi markas rahasia Bowery yang baru sekaligus menghindari kejaran kedua assassin itu. Darah masih terus mengucur dari luka-lukanya, pandangannya sedikit mengabur, tapi ia tetap memaksakan dirinya untuk terus bergerak.

Tapi tak disangka, ia malah bertemu dengan kedua assassin itu pada sebuah gang. Kedua pria berpakaian serba hitam itu hanya menyeringai senang ketika melihat sosok Maelstrom yang datang secara tertatih-tatih itu. "Malam yang cukup buruk bukan, Mr. Wright?" tanya salah seorang assassin itu.

"Yeah … it's a pretty bad night for me. Aku tak menyangka bahwa kalian bisa mengejarku walau memang keberuntunganku hari ini buruk sekali," balas Maelstrom.

Tanpa basa-basi, assassin berambut hitam cepak langsung menerjang Maelstrom. Pukulan demi pukulan dilesatkan oleh assassin itu membuat Maelstrom harus bersusah payah untuk menghindarinya. Pandangannya yang perlahan mengabur ikut menambah peluang bagi musuhnya untuk menyarangkan pukulannya ke tubuhnya. Mau tak mau, Maelstrom mengambil karambit dari saku jaketnya. Ia menahan sebuah pukulan dari assassin itu dan menyayat lengannya.

Assassin itu menarik lengannya sambil meringis kesakitan. Ia mengeluarkan pisau dari balik jaketnya dan langsung menerjang kembali ke arah Maelstrom. Keduanya kembali saling beradu serangan. Pukulan demi pukulan, tebasan demi tebasan, bahkan tendangan demi tendangan saling beradu di bawah derasnya hujan itu. Maelstrom tersungkur ketika mendapatkan tendangan dari assassin itu.

Assassin itu perlahan mendekati Maelstrom. "Keberuntunganmu berakhir di sini, Mr. Wright," ujarnya sambil mengacungkan pisaunya. Maelstrom sedikit menyeret tubuhnya ke belakang. Tanpa sengaja, ia melihat sebuah kaleng berbentuk balok. Ia terus menyeret tubuhnya untuk menggapai kaleng tersebut.

"Usaha yang sia-sia, Mr. Wright," kata assassin itu lagi. Ketika assassin itu menghujamkan pisau miliknya ke arah Maelstrom, Maelstrom sempat berhasil meraih kaleng itu dan memukulkannya ke kepala assassin itu.

Assasin itu jatuh terjengkang menerima serangan dadakan dari Maelstrom. Ketika ia berusaha untuk menghilangkan pusing di kepalanya, Maelstrom langsung menerjang tubuhnya sambil mengacungkan pistol yang selalu ia sembunyikan sebelumnya. "Jackpot!" kata Maelstrom sambil menarik pelatuknya.

Suara tembakan bergema di sepanjang gang itu. Setelah suara itu menghilang, Maelstrom langsung bangkit berdiri, meninggalkan jasad assassin yang menerima tembakan langsung di dahinya. Ia menjatuhkan pistolnya di dekat jasad itu. Assassin kedua yang berambut panjang hanya terdiam melihat aksi Maelstrom. "You're not angry when I kill your partner, aren't you?" tanya Maelstrom.

"Tidak …." Assassin itu berkata sambil mengangkat bahunya, "Pertarungan dua lawan satu bukanlah gayaku. Aku lebih suka bertarung pada kondisi yang sangat tidak menguntungkan dibandingkan pertarungan yang sudah pasti aku menangkan. Itu lebih greget menurutku."

Maelstrom hanya menghela nafas perlahan. Setelah itu, ia memasang kuda-kuda seperti silat harimau, di mana tangan kanannya membentuk seperti cakar harimau, sedangkan tangan kirinya memegang karambit. "If you want a good fight, I'll give it to you," ujarnya dengan tegas.

Assassin itu memasang raut tertarik. "Pencak silat harimau, ya? Darimana kau belajar bela diri itu?" tanyanya sambil ikut memasang kuda-kuda yang sama, hanya saja tangan kirinya memegang sebuah pisau tentara.

"I learned this martial art when I visited Indonesia several years ago. Saat itu, aku tengah memburu seseorang hingga ke Sumatra Barat, namun aku kehilangan jejak dan hampir mati di suatu desa terpencil. After that, an martial artist helped me and taught me about this martial art," jelas Maelstrom.

Mereka saling menatap dalam waktu cukup lama, sambil memikirkan bagaimana cara untuk menjatuhkan lawan. Tiba-tiba saja, assassin itu menarik lengan kanan Maelstrom sambil menghujamkan pisau ke arahnya. Dengan cerdik, Maelstrom membalik lengan kanannya untuk menahan lengan kiri assassin itu sambil menebaskan karambit yang ia pegang ke perut assassin itu.

Assassin itu memegangi perutnya dengan tangan kanannya sambil meringis kesakitan, hal itu dimanfaatkan oleh Maelstrom untuk menarik lengan kiri assassin tersebut dan memuntirnya untuk menjatuhkan pisau yang ia pegang. Setelah pisau itu terjatuh, Maelstrom menendang pisau itu jauh-jauh, lalu mencoba menyikut kepala assassin itu.

Namun, assassin itu berhasil menahan sikutan Maelstrom. Lalu, ia menendang punggung Maelstrom untuk melepas kuncian pada lengan kirinya. Setelah berhasil terlepas, assassin itu kembali menendang Maelstrom, namun Maelstrom berhasil menahan tendangan assassin itu menggunakan kedua tangannya. Setelah itu, Maelstrom langsung menyayat kaki assassin yang ia tahan itu, lalu ia melempar kaki itu hingga assassin itu jatuh terbalik.

Tak lama kemudian, Maelstrom berusaha untuk menginjak assassin itu, namun assassin itu berhasil menghindar dengan cara berguling. Setelah berhasil bangun, assassin itu melakukan tendangan sabit ke arah kepala Maelstrom, namun Maelstrom berhasil menghindari tendangan itu sambil menyapu kaki tumpuan assassin itu. Assassin itu kehilangan keseimbangannya karena kaki tumpuannya disapu oleh Maelstrom, namun dengan cerdik, assassin itu menggunakan momentum itu untuk kembali menendang kepala Maelstrom.

Maelstrom tidak bisa menghindari tendangan itu sehingga ia pun terlempar dan menghantam dinding. Darah mulai mengucur dari pelipis Maelstrom yang menghantam dinding hingga menutupi sebagian wajahnya. Maelstrom berteriak keras sambil menebas karambitnya dengan membabi buta, assassin itu hanya bisa menghindari serangan ganas yang dilancarkan Maelstrom itu. Pada suatu kesempatan, assassin itu berhasil menahan lengan Maelstrom dan memuntirnya hingga karambit yang ia pegang terjatuh. Setelah itu, assassin tersebut mengunci lengan Maelstrom ke punggungnya. Maelstrom berusaha untuk memberikan sikutan kepada assassin yang tengah berada di belakangnya itu, tapi assassin tersebut berhasil menahannya.

Assassin itu menendang lutut Maelstrom hingga ia jatuh berlutut, lalu ia memberikan sikutan ke arah kepala Maelstrom. Dengan susah payah, Maelstrom menggulingkan badannya ke kiri sambil mencoba untuk menghantamkan lututnya ke kepala assassin itu. Serangan itu membuat assassin tersebut melepaskan kunciannya dan terjatuh di samping Maelstrom. Setelah berhasil terlepas, Maelstrom langsung berguling menjauh sambil mengambil karambit miliknya yang tergeletak tak jauh darinya. Kemudian, ia memasang kuda-kuda bawah sambil bersiaga menggunakan karambitnya.

Assassin itu berdiri sambil meringis kesakitan. Lalu, ia kembali menerjang ke arah Maelstrom. Mereka berdua kembali bertarung dengan sengit di bawah guyuran hujan yang semakin deras. Maelstrom terlempar ke arah tumpukan kardus di pinggir gang itu karena tendangan keras assassin itu. Ketika assassin itu ingin menginjaknya, Maelstrom langsung menebas lutut assassin itu hingga keseimbangannya kembali goyah. Tebasannya itu memutus urat sendi yang ada di lutut assassin tersebut. Melihat sebuah kesempatan, Maelstrom menahan kaki satunya dari assassin itu dan kembali memutus urat sendinya.

Setelah membuat kedua kaki assassin itu tidak berfungsi dengan baik, Maelstrom langsung membuat assassin itu jatuh berlutut. Kemudian, ia mengunci kepala assassin itu menggunakan lengannya. Assassin itu berusaha untuk terus memberontak di antara kuncian Maelstrom, namun usaha itu sia-sia belaka karena Maelstrom terus mengeratkan kunciannya. Setelah itu, ia menyiapkan karambit ke tangan kanannya dan mulai menggorok leher dari assassin itu menggunakan bagian karambit yang berujung mirip kail itu.

Setelah merasa bahwa nyawa assassin itu telah terlepas dari raganya, Maelstrom menjatuhkan jasadnya ke arah samping. Ia menatap dengan dingin tubuh tak bernyawa dari musuh yang baru saja ia bunuh. Nafasnya tersengal-sengal karena beban luka yang ia tanggung dan juga rasa kelelahan yang mulai menumpuk. Kemudian, ia menjatuhkan karambitnya yang berlumuran darah itu dan berjalan dengan gontai meninggalkan gang itu.


.

~Reincarnated Hitman~

.


Kembali ke waktu sekarang di mana pria itu tengah berbaring di antara kumpulan plastik sampah sambil berlumuran darah. Nafasnya yang tersengal-sengal mulai terdengar berat. Dalam hatinya, ia sudah memikirkan bahwa mungkin gang inilah menjadi tempat terakhir di hidupnya. Ketika ia merasa bahwa kesadarannya perlahan mulai menghilang, tiba-tiba saja sebuah benda lunak dan basah terasa di antara luka-lukanya. Ia mencoba untuk mengumpulkan kesadarannya dan melihat siluet besar seekor anjing yang tengah menjilati luka-lukanya.

Anjing itu terlihat memiliki badan yang cukup besar dan tubuhnya berwarna coklat kehitaman. Di dekat anjing itu, tampaklah siluet seseorang dengan badan tinggi besar. Orang itu memiliki rambut lurus sebahu, dan memiliki perawakan yang tegas, dapat dipastikan bahwa orang tersebut merupakan sosok pria.

Pria yang tengah terkapar itu menolehkan kepalanya ke arah siluet tersebut sambil berkata dengan nada lirih, "Is that you, Mr. Wick?"

Siluet itu tampak mengangguk pelan ke arah pria itu. "Yeah … it's me, Fox."

Pria yang disapa Fox atau yang telah kita ketahui sebagai Maelstrom itu hanya bisa menengadah ke arah langit yang masih diguyur hujan. "Well, now I fu*ked up."

Maelstrom melihat langit hitam di atasnya dengan pandangan kosong. "And now I know that The High Table is full of motherf*cker and bullsh*t."

"Is there something happen between you and them?" tanya pria yang disapa sebagai Tuan Wick atau lebih dikenal dengan nama John Wick tadi.

"Did you know what happen in past few hours?"

"You have been ex-communicado?"

"Well … that's one point, but before that, I have been tasked by them to track and kill you as a result of my pledge of loyalty to them. And when I arrived here, I just notice that they had give an ex-communicado status on me." Maelstrom menjelaskan dengan panjang lebar mengenai apa yang telah ia lalui beberapa jam terakhir ini. "Now … look at me! I'm stuck in the downtown alley with full of blood sh*t and suffer in pain. I'm sick of this sh*t!"

Maelstrom melihat ke arah Wick lagi. Matanya menyiratkan pandangan penuh harap. "Mr. Wick, can you please end my suffering right now? Even though you bring me back to Bowery base and heal me, I prefer to die right now because I don't want to be their pawn or be chase anymore."

John Wick menatap Maelstrom dengan pandangan dinginnya. "Are you sure about this?" tanyanya.

Maelstrom mengangguk dalam keputusasaannya. John mengambil sebuah pistol dari balik jasnya dan mengacungkannya langsung ke arah kepala Maelstrom. Maelstrom tersenyum tipis. "I'm honored to die in your hand," katanya.

Tak lama setelah itu, suara letusan pistol terdengar di sepanjang gang itu, menghantarkan seorang pembunuh bayaran menuju ke peristirahatan abadinya.


.

~Reincarnated Hitman

.


Di sebuah pedalaman hutan, tampak sosok anak laki-laki berusia lima tahun tengah terkapar di balik rerimbunan pohon. Anak itu memiliki rambut berwarna pirang lusuh karena kotoran dan debu tanah. Pakaiannya tampak seperti seorang bangsawan, namun dipenuhi dengan lumpur serta debu dan juga rusak di beberapa bagian sehingga terlihat usang. Badannya dipenuhi beragam bekas luka, entah itu sayatan atau memar, bahkan terlihat bekas luka layaknya cambukan di kedua lengannya.

Mata anak itu perlahan terbuka, menampakkan irisnya yang berwarna biru gelap. Ia mencoba untuk duduk sambil memegangi kepalanya. "What the hell just happen?" Ia bertanya kepada dirinya sendiri. Anak itu melihat ke sekelilingnya, memastikan di mana dirinya berada. "A jungle … or wood? Why am I here? Is it Mr. Wick who brought me here? But I'm supposed to be dead."

Anak itu mulai melihat dan meraba tubuhnya sendiri, memastikan bahwa tidak ada keanehan pada tubuhnya. "Is not my body. Since when my body become a boy?"

Menyadari ada yang salah dengannya, anak itu membuat sebuah kesimpulan. "Am I … reincarnated?"


.

Bersambung

.


Hai semuanya, kembali bersama saya no Emperor. Kali ini saya membawakan sebuah fanfic baru yang masih berhubungan nanti dengan grand project yang sedang saya susun. Fanfic ini akan menceritakan tentang sosok pembunuh bayaran yang bereinkarnasi ke suatu dunia yang sangat jauh berbeda dengan dunia yang ia tinggali sebelumnya dan ia harus membongkar konspirasi yang ada di dunia itu. Untuk prolog kali ini, saya terinspirasi dari film John Wick dan berlatar belakang beberapa bulan setelah kejadian John Wick chapter 3 : Parabellum.

Saya mungkin akan sedikit memasukkan unsur street style american pada fic ini, jadi akan ada beberapa kata kasar yang juga akan dikatakan oleh sang tokoh utama kita. Selain itu, saya juga sesekali akan memasukkan bahasa inggris pada fic ini seperti pada prolog di atas, namun tidak akan sebanyak yang ada di prolog kali ini. Kebetulan untuk prolog ini, saya memang ingin membawakan vibes John Wick kepada para readers sekalian, jadi saya memutuskan untuk banyak menggunakan bahasa Inggris di dalam dialog.

Bagaimana dengan tanggapan readers sekalian? Semoga kalian dapat sedikit terhibur dengan apa yang saya bawakan kali ini.

Mungkin sekian dari saya, untuk yang masih menunggu Maelstrom and The Order of Elemental, chapter berikutnya masih dalam proses pengerjaan. Jadi ditunggu saja ya. Dan seperti biasa, akan ada omake di akhir prolog ini.

Akhir kata, sampai jumpa di kesempatan berikutnya.


Di sebuah bar, tampak sosok pria berambut coklat terang tengah menghidangkan segelas rum kepada pelanggan setianya. Bar itu kebetulan tengah dipenuhi oleh ksatria ataupun para petualang yang tengah bersantai.

Ketika ia tengah bercengkrama dengan salah seorang pelanggannya, ia merasakan sebuah fluktuasi kekuatan yang tidak asing baginya. "Jadi … The Assassin class telah menampakkan dirinya ya? Artinya perjalananku di dunia ini tidak sia-sia," batinnya.

Di sudut dalam bar itu, terdapat sebuah kamar yang biasa ditempati oleh pria itu. Di atas sebuah meja, tampaklah sebuah kamera analog berwarna magenta di dekat sebuah lilin yang menyala. Di dekat kamera itu, bersandarlah sebuah kartu yang bersinar terang. Kartu itu memiliki lambang sebuah tengkorak.